Anda di halaman 1dari 7

APD(Alat Pelindungan Diri) yang digunakan pada nelayan Desa

Bajo Indah Kecamatan Soropia.

Luna aulia azzahra1, Suci rahmadani2, Siti uswatun hasanah3, Rohmatan S4, Hestia Ningsih5
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo12345
Jl. HEA Mokodompit, Anduonohu, Kendari-Sulawesi Tenggara
E-mail: lunaazzahra927@gmail.com1, sucir2911@gmail.com2, uswatuns843@gmail.com3,
rohma0699@gmail.com4.

ABSTRAK Kata kunci : Pengetahuan, Mayarakat Suku


Penelitian ini bertujuan untuk Bajoe, Alat Pelindung Diri
mengetahui Mengenai pengetahuan
masyarakat suku Bajoe tentang APD (Alat
Pelindung Diri) di Desa Bajo Indah ABSTRACT
Kecamatan Soropia. Jenis penelitian ini adalah This study aims to determine the
penelitian kualitatif dengan menggunakan knowledge of the Bajoe tribe about PPE
metode deskriptif. Informan dalam penelitian (Personal Protective Equipment) in Bajo Indah
ini ditentukan berdasarkan teknik purposive Village, Soropia District. This type of
sampling. Teknik pengumpulan data yang research is a qualitative research using
digunakan yaitu melalui kuesioner, observasi descriptive methods. Inside informant This
dan dokumentasi. Data diperoleh dari 7 research was determined based on purposive
responden. Hasil penelitian menunjukkan sampling technique. Collection technique the
bahwa pengetahuan masyarakat suku Bajoe data used is through questionnaires,
tentang APD (Alat Pelindung Diri) yaitu masih observations and documentation. Data
kurangnya pengetahuan mereka mengenai obtained from 7 respondents. The results
APD ,dan masih sedikitnya masyarakat showed that community knowledge Bajoe
penduduk desa bajo indah yang menggunakan tribe about PPE (Personal Protective
APD pada saat meraka melakukan aktivitas Equipment) that is still lack of their knowledge
mereka sebagai nelayan. Sebesar42,9% masih about PPE, and the small number of people in
sedikit yang menggunakan sarung tangan the village of Bajo indah who use PPE when
sebagai APD,Sebesar 28,9% yang they do their activities as fishermen. 42.9%
menggunakan sepatu nelayan, sebesar 14,3% still use gloves as PPE, 28.9% use fishing
yang menggunakan jaket pelampung,0% yang shoes, 14.3% use life jackets, 0% wear hats,
menggunakan topi , sebesar 14,3 yang 14.3 use swimming goggles, and around 50%
menggunakan kaca mata renang, dan sekitar of Bajoe people understand about PPE
50% pemahaman masyarakat suku Bajoe (Personal Protective Equipment) already
tentang APD (Alat Pelindung Diri)sudah showing quite good categories, responses
menunjukan kategori cukup baik , tanggapan Bajoe people about PPE (Personal Protective
masyarakat suku Bajoe tentang APD(Alat Equipment), and included in the category not
Pelindung Diri) ,dan masuk dalam kategori good with an average score of 2.98%
kurang baik dengan skor rata-rata sebesar 2,98 responses from the Bajoe people about PPE
%tanggapan masyarakat suku Bajoe tentang (Personal Protective Equipment) while the
APD (Alat Pelindung Diri) sedangkan trust of the Bajoe tribe community in the
kepercayaan masyarakat suku Bajoe di Desa village of Bajo Indah about PPE (Personal
Bajo Indah tentang APD (Alat Pelindung Diri) Protective Equipment) has shown quite good
sudah menunjukan kategori cukup baik dengan category with an average score of 3.20%.
skor rata-rata sebesar 3,20%.
Keywords: Knowledge, Bajoe Tribe Society,
Personal Protective Equipment
akibat kerja. Meskipun demikian, penggunaan
Alat Pelindung Diri (APD) akan menjadi
sangat penting apabila pengendalian secara
PENDAHULUAN tekhnis dan administratif telah dilakukan
secara maksimal namun potensi risiko masih
Indonesia merupakan Negara maritim tergolong tinggi. Besarnya manfaat dari
dan tercatat sebagai Negara kepulauan dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) ini
jumlah pulau sebanyak 17.508 buah yang pada saat bekerja tidak menjamin semua
dikelilingi oleh garis pantai sepanjang 81.000 pekerja akan memakainya, karena ternyata
km dan luas laut sekitar 5,8 juta km2 dengan masih banyak juga pekerja yang tidak
zona Ekonomi Eksklusif seluas 2.78 juta km2. menggunakannya. Keefektifan penggunaan
Ada sekitar 60 juta Penduduk Indonesia APD terbentur dari para tenaga kerja
bermukim di wilayah pesisir dan penyumbang sendiri.Banyak faktor yang mempengaruhi
sekitar 22 persen dari pendapatan bruto perilaku pekerja sehingga tidak menggunakan
nasional (Martiana dan Lestari, 2006). alat pelindung diri yang telah disediakan oleh
Kesehatan dan Keselamatan Kerja perusahaan (Wibowo, 2010: 7).
(K3) menjadi sangat penting seiring dengan Telah menjadi budaya kerja, pekerja
kemajuan pembangunan yang digerakkan oleh menganggap pemakaian peralatan keselamatan
modernisasi dan industrialisasi serta akan mengurangi produktivitas malah akan
globalisasi karena kemajuan pembangunan menyulitkan bagi mereka dalam bekerja.
memberikan dampak positif maupun negatif Arahan pemakaian peralatan keselamatan
khususnya bagi pekerja, baik pada level seperti yang telah disediakan oleh pihak
intemasional maupun level nasional. Dengan manajemen sering tidak dipatuhi oleh pekerja
terbukanya lapangan pekerjaan, permasalahan dan beranggapan bahwa budaya kerja yang
yang timbul akibat pekerjaanpun semakin biasa adalah selamat tanpa menimbulkan
meningkat, masalah kesehatan kerja adalah bahaya kepada mereka.Peralatan keselamatan
adanya penyakit yang timbul akibat kerja, yang biasa disediakan oleh pihak manajemen
penyakit akibat hubungan kerja ataupun seperti sepatu, helm, sering tidak
kecelakaan kerja yang disebabkan oleh adanya dipakai.Pemakaian peralatan keselamatan
interaksi antara pekerja dengan alat, metode, selain sering dikaitkan dengan kesulitan dalam
bahan dan proses kerja serta lingkungan kerja, bekerja, mengurangi produktivitas, dan juga
sehingga diperlukan upaya kesehatan dan dikaitkan dengan peralatan tidak nyaman
keselamatan kerja untuk mempertahankan dan untuk dipakai dan pemakaiannya
meningkatkan derajat kesehatan pekerja. menyebabkan penyakit dan sebagainya
Dalam Undang-undang nomor 1 tahun merupakan alasan yang biasa diberikan oleh
1970 tentang Keselamatan Kerja, mengatur pekerja untuk tidak memakai peralatan
mengenai keselamatan kerja dalam segala keselamatan.Selain itu, ada juga sebagian
tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di pekerja yang tidak mau menggunakan
permukaan air, di dalam air maupun di udara, peralatan keselamatan karena berkeyakinan
yang berada di dalam wilayah kekuasaan bahwa budaya kerja mereka senantiasa seperti
hukum Republik Indonesia. Undang-Undang sebelumnya (Wang, 1994 dalam Misnan dkk,
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada 2004: 1).
BAB XII, khususnya Kesehatan Kerja Pasal Pada dasarnya kecelakaan disebabkan
164 ayat (1) Menyatakan bahwa upaya oleh dua hal, yaitu tindakan yang tidak aman
kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi (unsafe act), kondisi tidak aman (unsafe
pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari condition) dan faktor alam. Dari hasil data
gangguan kesehatan serta pengaruh buruk kecelakaan didapatkan bahwa 88 % sebab
yang diakibatkan oleh pekerjaan. Pekerja yang kecelakaan adalah faktor manusia, 10 % faktor
dimaksud adalah pekerja sektor formal lingkungan dan 2 % faktor alam. Maka dari itu
maupun informal.Pekerja sektor informal sumber daya manusia dalam hal ini memegang
jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan peranan sangat penting dalam penciptaan
pekerja sektor formal. kesehatan dan keselamatan kerja. Tenaga
Penggunaan Alat Pelindung Diri kerja yang mau membiasakan dirinya dalam
(APD) merupakan tahap akhir dari metode posisi aman dan menggunakan peralatan yang
pengendalian kecelakaan maupun penyakit telah dicek keamanannya serta melakukan
pekerjaannya dengan aman maka akan sangat menyebabkan munculnya respon dan upaya
membantu dalam memperkecil angka untuk beradaptasi dalam menghadapi krisis
kecelakaan kerja (Suma’mur, 1996 dalam (Makara, 2012).
Retnowati,2009: 10). Dari fenomena yang terjadi di
Indonesia sebagai negara maritim lapangan, peneliti menangkap beberapa pokok
dengan salah satu ciri pekerja yang banyak masalah nelayan yang menimbulkan kondisi
bekerja sebagai nelayan memiliki porsi stres yaitu: (1) kondisi alam yang tidak
tersendiri, karena hampir 60% penduduk menentu, (2) tingkat pendidikan nelayan yang
Indonesia bertempat tinggal di daerah pesisir rendah, (3) pola kehidupan nelayan yang
dan pedesaan. Data statistik menunjukkan konsumtif, (4) kurang maksimalnya pemasaran
bahwa terdapat 8 ribu desa pesisir yang hasil tangkapan, (5) program pemerintah yang
tersebar pada 300 kabupaten/kota pesisir, dan belum memihak nelayan. Kondisi – kondisi
234 juta jiwa penduduk Indonesia, 67 juta inilah yang pada akhirnya memicu munculnya
bekerja pada bidang informal, dan 30% stres kerja nelayan yang pada akhirnya
diantaranya nelayan (Pusat Data dan Informasi berpengaruh pada produktivitas kerja nelayan.
Kesehatan RI, 2015). Di Desa Bajo Indah kecamatan
Nelayan adalah salah satu jenis Soropia Mayoritas penduduknya bermata
pekerjaan dengan resiko kerja yang tinggi pencaharian sebagai nelayan dan pengelola
bahkan mengancam jiwa seorang nelayan, hasil tangkapan nelayan.Penduduk di desa ini
resiko kerja nelayan diantaranya seperti panas sangat padat. Mengingat kasus kecelakan laut
matahari, gigitan biota laut, angin malam dan nelayan di wilayah Desa Bajo Indah
kecelakaan di laut (Anonim, 2011b). Berbagai Kecamatan Soropia masih banyak terjadi,
penyakit dan kecelakaan dapat terjadi pada sedangkan sesuai dengan Undang-Undang
nelayan dan penyelam tradisional, hasil Keselamatan Kerja mewajibkan kepada
penelitian Depkes RI tahun 2006 di Pulau nelayan untuk menyediakan alat pelindung
Bungin, Nusa Tenggara Barat ditemukan diri, dan bahwa pengetahuan, dan sikap besar
57,5% nelayan penyelam menderita nyeri pengaruhnya dalam pembentukan tindakan,
persendian dan 11,3% menderita gangguan maka dilakukan penelitian untuk mengetahui
pendengaran ringan sampai ketulian. Di hubungan antara pengetahuan dan sikap
Kepulauan Seribu, 41,37% nelayan penyelam dengan penyediaan alat pelindung diri (APD)
menderita barotrauma atau perdarahan akibat pada nelayan.
tubuh mendapat tekanan yang berubah secara
tiba-tiba pada beberapa organ/jaringan. Serta METODE
6,91% penyelam menderita kelainan
dekompresi yang di sebabkan tidak Penelitian ini merupakan penelitian
tercukupinya gas nitrogen akibat penurunan yang bersifat deskriptif dengan menggunakan
tekanan yang mendadak, sehingga pendekatan kualitatif yang menggambarkan
menimbulkan gejala sakit pada persendian, tentang penggunaan dan kepemilikan alat
susunan syaraf, saluran pencernaan, jantung, pelindung diri (ADP) serta bahaya yang
paru dan kulit. Masalah kesehatan lainnya didapatkan ketika sedang bekerja pada nelayan
berkaitan dengan budaya dan gaya hidup yang di Desa Bajo Indah Kelurahan Toronipa
tidak sehat seperti kebiasaan dan perilaku Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe
hidup tidak menjaga kebersihan, makanan Sulawesi Tenggara.Penelitian ini dilakukan di
tidak cukup gizi, merokok, minum-minuman Desa Bajo Indah Kelurahan Toronipa
beralkohol, bergadang serta masalah sosial dan Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe
ekonomi nelayan (Kemenkes RI, 2012) Sulawesi Tenggara pada 13 November 2019.
Pada sumberdaya tenaga kerja yang Penarikan sampel dilakukan secara purposive
berbasis pada mata pencaharian sebagai yaitu sampel dari populasi yang sebelumnya
nelayan, perubahan iklim memicu munculnya telah ditentukan ciri-ciri khususnya yang
stres kerja akibat gagal panen atau harga yang terdiri dari 8 orang responden.
turun atau sumber daya lahan yang tidak Data yang dikumpulkan dalam
memadai. Stres kerja diduga juga terjadi pada penelitian ini berasal dari dua sumber yaitu
nelayan yang diakibatkan oleh rusaknya data primer dan data sekunder.Data primer
sumber mata pencaharian mereka akibat diperoleh melalui wawancara langsung
perubahan ekologis. Kondisi ini kemudian dirumah dan di tempat kerja responden tentang
penggunaan alat pelindung diri saat sedang Total 7 100%
berlayar atau sedang menangkap ikan di
Jenis Laki-laki 7 100
tengah laut.Data sekunder diperoleh dari
Kelamin Perempuan 0 0
sumber kepustakaan seperti jurnal, artikel,
makalah, tesis, disertasi, dan internet. Tujuan Total 7 100%
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Umur 21 – 30 2 28,6
APD(Alat Pelindungan Diri) yang digunakan 31 – 40 4 57,1
pada nelayan Desa Bajo Indah Kecamatan
41 – 50 1 14,3
Soropia.
Total 7 100%
Jenis APD Sarung 3 42,9
(Alat tangan
Pelindung Sepatu 2 28,6
Diri) yang karet
digunakan Jaket 1 14,3
HASIL pelampung
Topi 0 0
a. Lokasi penelitian Kacamata 1 14,3
renang
Secara geografis, Desa Bajo Indah, Total 7 100%
Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe,
Provinsi Sulawesi Tenggara.Wilayah Desa
Bajo Indah terletak di sepanjang pesisir pantai Tabel 1 menunjukkan bahwa distribusi
Toronipa. Dengan luas wilayah desa ±340 ha penduduk berdasarkan dari tingkat pendidikan
meliputi batas- batas wilayah : Sebelah Utara SD sebanyak 5 orang (71,4%) dan SMP
berbatasan dengan Laut Banda, Sebelah sebanyak 2 orang (28,6%). Berdasarkan jenis
Selatan berbatasan dengan Gunung Tahura, kelamin laki-laki berjumlah 7 orang atau
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Leppe, (100%), dan perempuan tidak ada.
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Bokori. Kemudian berdasarkan kelompok
umur 21-30 sebanyak 2 orang (28,6%), umur
31-40 sebanyak 4 orang (57,1%), dan umur
41-50 sebanyak 1 orang (14,3%). Dilihat dari
Jenis APD (Alat Pelindung Diri) yang
digunakan,Sarung tangansebanyak 3 orang
(42,9%), Sepatu nelayan sebanyak 2 orang
(28,6%), Jaket pelampung sebanyak 1 orang
(14,3%), Kacamata renang sebanyak 1 orang
(14,3%), dan Topi tidak ada.

Desa Bajo Indah secara geografis


memiliki wilayah pantai yang luas yang
banyak di diami oleh masyarakat suku bajoe
dan sebagian besar penduduknya bermata
b. Tabel 1. Distribusi Penduduk pencaharian sebagai nelayan. Berdasarkan
berdasarkan tingkat pendidikan, observasi awal peneliti padatanggal 21
jenis kelamin, umur dan jenis APD Desember 2015 diperoleh informasi mengenai
yang digunakan. data penduduk di Desa Bajo Indah yaitu
Variable Kategori N % jumlah penduduk pada Desa Bajo Indah
Tingkat SD 5 71,4 sebanyak 526 jiwa atau terdiri dari 215 kepala
pendidikan keluarga. Wilayah laut yang luas dengan
SMP 2 28,6
kekayaan hayati yang beragam seperti ikan,
SMA 0 0 kerang-kerangan dan bermacam- macam biota
Akademi 0 0 laut lainnya yang melimpah diperairan
Universitas 0 0 Sulawesi Tenggara, tentu saja dapat
bermanfaat dan menguntungkan bagi dihuni oleh 2-4 kepala keluarga(KK), dimana
penduduk yang hidup di wilayah pesisir atau orangtua hidup bersama satu atap dengan
penduduk yang bermata pencaharian sebagai anak-anak mereka yang sudah menikah.
nelayan. (Laode Umar, 2016) Namun di tempat pemukiman yang baru,
Orang Bajo memang bukan “orang pemerintah setempat mengupayakan setiap
darat”,mereka adalah “orang laut”, yang secara kepala keluarga mendapatkan rumah masing-
turun temurun hidup di laut. Mereka sangat masing sebagai tempat tinggalnya. Kondisi
menggantungkan hidupnya pada laut. Laut demikian, diasumsikan akan membawa
menjadi sumber kehidupan bagi Orang dampak pada pola kehidupan sosial mereka
Bajo.Orang Bajo hampir tidak mengerti terutama di dalam struktur keluarga dan
bagaimana untuk bisa hidup di darat, misal hubungan-hubungan sosial yang terdapat pada
sebagai petani. Proses perubahan yang terjadi komunitas Orang Bajo.(wawan, 2012)
di sepanjang waktu telah pula membawa
perubahan pada masyarakat Bajo. Seperti PEMBAHASAN
halnya pada masyarakat Bajo di Soropia
awalnya mereka hidup di Pulau Bokori, Suku Bajo yang terkenal dengan
sebuah pulau kecil yang tidak terlalu jauh dari kehebatannya dalam melaut kini telah tinggal
daratan Pulau Sulawesi bagian Tenggara tetapi menetap pada beberapa daerah, seperti yang
sekarang mereka hidup menetap di bagian terdapat pada pemukiman masyarakat suku
pantai Pulau Sulawesi. Secara administratif Bajo di Desa Bajo Indah, Kabupaten Konawe.
pemerintahan, masyarakat Bajo yang menjadi Kondisi geografis setempat yang memiliki
area penelitan adalah menempati wiyalah iklim tropis membuat masyarakat yang semula
Desa Bajoe Kecamatan Soropia Kabupaten tinggal berpindah-pindah saat melaut kini
Konawe. Pemukiman mereka saatini harus memikirkan cara agar dapat beradaptasi
merupakan pemukiman baru hasil re-lokasi pada iklim tropis dalam bentuk rumah tinggal
pemerintah. Hampir seluruh masyarakat Bajoe tetap. Kebiasaan mereka yang dahulu
dibagian terdekat Pulau Sulawesi bagian membuat rumah non permanen karena
Tenggara kini hidup menetap di daerah pesisir dipersiapkan untuk berpindah lokasi kini
pantai Sulawesi Tenggara. Pemukiman Tetap memerlukan penyesuaian terhadap kondisi
yang berada di pesisir pantai ini dianggap iklim tropis di Sulawesi Tenggara.
pemukiman yang paling memungkinkan untuk Permasalahan yang timbul yaitu kemampuan
dijadikan tempat hidup. Jadilah mereka harus membangun masyarakat Suku Bajo yang
mengadaptasikan diri sebagai penduduk yang terbatas karena kebiasaan berpindah kini harus
tidak lagi berpindah-pindah seperti dahulu memikirkan cara agar dapat bermukim secara
(tanpa harus terdaftar sebagai penduduk di permanen dan tetap pada kondisi pengudaraan
suatu tempat/wilayah pemerintahan tertentu). dan pencahayaan alami yang nyaman serta
Saat ini mereka harus secara resmi menjadi mampu beradaptasi pada kondisi iklim tropis,
peduduk dari suatu desa atau kelurahan termasuk sejauh mana peranan kearifan lokal
tertentu dimana mereka tinggal. Pemukiman Suku Bajo dalam menyikapi cara bermukim
mereka tidak lagi dibuat berdasarkan didaerah beriklim tropis.
pengelompokan sosial yang mereka miliki Nelayan hanya memakai alat
sebelumnya,tetapi langsung diatur berdasarkan pelindung diri (APD) seperti : sarung tangan,
ketentuan formal yang berbasis desa/kelurahan topi, baju berlengan panjang, kacamata renang,
dengan menekankan pada jumlah kepala jaket pelampung dan sepatu karet. Selain APD
keluarga dalam satu kelurahan.Mereka tersebut, seharusnya para nelayan ketika
ditempatkan pada satu wilayah desa/kelurahan melaut perlu bahkan harus menggunakan
yang didasarkan atas kelompok sosialnya kacamata hitam dan sarung tangan karet.
terdahulu tetapi terbagi-bagi lagi ke dalam Kacamata hitam sangar baik dipakai nelayan
wilayah dukuh atau desa yang berbeda-beda. untuk melindungi mata dari sinar ultraviolet,
Satu desa/kelurahan yang diteliti terbagi ke debu, dan angin. Sementara, sarung tangan
dalam 3 dukuh. karet berguna untuk melindungi tangan dari
Diakui bahwab agaimanapun iritasi air laut yang terus-menerus dan iritasi
kehidupan mereka pada pemukiman saat ini akibat menarik tambang.
masih lebih baik daripada saat dipemukiman Alasan nelayan tidak menggunakan sepatu
sebelumnya. Sebelumnya, satu rumah dapat karet, kaca mata hitam dan sarung tangan karet
disebabkan merasa tidak nyaman karena tidak seperti flu, masuk angin, pegal-pegal dan
terbiasa. Nelayan beranggapan bahwa alat gangguan kesehatan lainnya. Hal ini sesuai
tersebut dirasa merepotkan dan dengan keterangan dari para responden di desa
membahayakan saat sedang bekerja. Bagi bajoe indah yang banyak mengalami gangguan
nelayan kacamata hitam tidak diperlukan kesehatan tersebut, jam kerja biasanya yaitu
karena sudah dapat melihat dengan jelas dari 08.00-18.00 mengharuskan para nelayan
sedangkan sarung tangan karet dipersepsikan terpapar angin laut yang kencang sehingga
licin dan membuat sulit saat harus menangkap membuat para nelayan sering terkena flu atau
ikan. Nelayan lebih memilih menggunakan masuk angin. Serta kurang nyamannya posisi
sarung tangan biasa saat bekerja. Persepsi para nelayan pada saat mencari kerang seperti
nelayan di atas cenderung keliru dan bila hal jongkok yang terlalu lama membuat badan
ini tidak cepat - cepat disadari, tentunya dapat para pencari kerang mengalami pegal-pegal
berakibat munculnya berbagai penyakit akibat atau nyeri otot.
kerja, antara lain pterigium (selaput putih pada Dibandingkan dengan serangan biota
mata), katarak, dermatitis (kontak iritan), laut, bahaya biologi berupa sengatan binatang
dsbnya. sering dialami oleh nelayanBajo Indah pada
Secara umum para nelayan saat melakukan penyelaman. Hal ini sangat
mengatakan bahwa suhu udara saat mereka berbahaya mengingat ketika bekerja penyelam
sedang bekerja di siang hari terasa sangat kompresor tidak memakai sarung tangan dan
panas dan pada malam hari terasa sangat booties sehingga sangat berisiko terkena
dingin sampai menggigil.Suhu udara terasa tumbuhan atau binatanglainnya.
sangat dingin ketika pukul 03.00 dini hari, hal Kompresor yang digunakan oleh para
tersebut disebabkan ketika musim angin timur nelayan sama persis dengan kompresor pengisi
atau angin selatan datang.Bahkan terkadang ban kendaraan beroda. Hanya saja, dipakai
karena angin yang tidak menentu membuat menyelam karena telah dimodifikasi dengan
suhu udara menjadi buruk sehingga ditambahkan selang udara panjang digunakan
menyebabkan badai. Kondisi suhu udara yang oleh penyelam untuk bernapas melalui mulut.
ekstrim panas di siang hari berefek pada Akan tetapi, tanpa adanya sistem penyaring
peningkatan metabolisme,sehingga bisa (filter) dan dekatnya jarak saluran masuk dan
menimbulkan stres dan lelelahan kerja, knalpot dari kompresor, maka kualitas udara
Sementara suhu di malam hari yang ekstrim yang dihirup para nelayan menjadi sangat
dingin berefek pada munculnya hendaya yang buruk. Berdasarkan hasil proses pembakaran
pada akhirnya berakibat pada stres kerja dan yang terjadi di mesin kompresor akan
dapat menurunkan produktivitas.Goncangan menimbukan gas CO dan CO2. Gas CO sangat
yang dirasakan nelayan tidak menentu berbahaya sekali bila terhirup. Hal ini
tergantung pada angin dan cuaca saat disebabkan karena aliran CO yang terdapat
berlayar.Terkadang getaran menyebabkan pada darah akan berkombinasi dengan
gelombang besar yang dapat mengakibatkan hemoglobin (Hb), sehingga mengurangi kadar
perahu nelayan terguling.Kondisi ini tentunya oksigen darah dalam tubuh. Gas CO2
berdampak pada stres kerja nelayan, dimana terbentuk dari hasil proses pembakaran dalam
nelayan dihadapkan pada situasi yang jumlah tertentu sangat dibutuhkan tubuh untuk
mencemaskan.Kebisingan yang dirasakan para mengontrol pernapasan, tetapi dalam jumlah
nelayan dari suara mesin kapalnya secara banyak gas ini dapat menyebabkan keracunan.
umum menimbulkan suara yang mengganggu
dan berisik, beberapa faktor yang KESIMPULAN
menyebabkan kebisingan, antara lain : Suku Bajo terkenal dengan
jenismesin kapal, mesin kapal yang kehebatannya dalam melaut kini telah tinggal
kurang/tidak layak pakai, pemeliharaaan mesin menetap pada beberapa daerah, seperti yang
yang kurang, usia mesin kapal yang terdapat pada pemukiman masyarakat suku
kebanyakan sudah tua. Kebisingan yang terus- Bajo di Desa Bajo Indah, Kabupaten Konawe.
menerus yang dialami oleh nelayan dengan Mayoritas warganya bekerja sebagai nelayan
kondisi kapal sedemikian dapat menimbulkan dan pada saat bekerja sangat pentingnya
tuli saraf. menggunakan APD (Alat Pelindung Diri).
Pada saat melakukan kegiatan nelayan Akan tetapi para Nelayan masyarakat suku
biasanya mengalami gangguan kesehatan bajodi desa bajo indah hanya memakai alat
pelindung diri (APD) seperti : sarung tangan, 5. Ladianto, A. J., Ode, W., Hamundu,
topi, baju berlengan panjang, kacamata renang, N., Arsitektur, J., Teknik, F., Oleo, U.
jaket pelampung dan sepatu karet. Selain APD H., … Tropis, I. (n.d.). Wujud kearifan
tersebut, seharusnya para nelayan ketika lokal masyarakat suku bajo terhadap
melaut perlu bahkan harus menggunakan orientasi bangunan pemukiman dalam
kacamata hitam dan sarung tangan karet. merespons iklim tropis.
Kacamata hitam sangar baik dipakai nelayan 6. Manurung, A. D. R., & Pendahuluan,
untuk melindungi mata dari sinar ultraviolet, I. (2017). ANALISIS STRES KERJA
debu, dan angin. Sementara, sarung tangan DAN UPAYA INTERVENSI PESISIR
karet berguna untuk melindungi tangan dari PANTAI CILEGON. 2(1), 35–45.
iritasi air laut yang terus-menerus dan iritasi 7. Pelindung, A., Dengan, D., &
akibat menarik tambang. Gangguan, K. (n.d.). No Title.
Alasan nelayan tidak menggunakan 8. Pengembangan, T., Universitas, J., &
sepatu karet, kaca mata hitam dan sarung Surabaya, K. C. M. (n.d.). Universitas
tangan karet disebabkan merasa tidak nyaman airlangga.
karena tidak terbiasa. Nelayan beranggapan 9. Penggunaan, P., Pelindung, A., Apd,
bahwa alat tersebut dirasa merepotkan dan D., Pekerjaan, P., & Di, K. (2015).
membahayakan saat sedang bekerja. FAKTOR-FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN. 3(April),
SARAN 572–581.
Sebagai mahasiswa kesehatan masyarakat, 10. Raodhah, S., & Gemely, D. (2014).
ada baiknya kita mengadakan sosialisasi Faktor-Faktor Yang Berhubungan
tentang pentingnya menggunakan APD saat Dengan Penggunaan Alat Pelindung
bekerja, agar masyarakat tahu dan timbul Diri Pada Karyawan Bagian Packer
kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan PT Semen Bosowa Maros Tahun 2014.
agar tidak terjadi kecelakaan saat bekerja. 437–449.
11. Laode Umar, L. H. (2016). PERSEPSI
DAFTAR PUSTAKA
MASYARAKAT SUKU BAJOE
1. Dharmawirawan, D. A., & Modjo, R. TENTANG LINGKUNGAN HIDUP.
(2009). Identifikasi Bahaya
1(1), 186–204.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
pada Penangkapan Ikan Nelayan 12. wawan. (2012). LAPORAN
Muroami Health and Safety Hazards
PENELITIAN Jaringan Sosial
Identification in Muroami Fishing.
185–192. Komunitas Orang Bajo di Desa Bajoe,
2. Dinamita, D., Latif, I., & Yulyanti, D.
Soropia - Konawe –Sulawesi
(2014). ANALISIS HUBUNGAN
PENGETAHUAN DAN SIKAP Tenggara (Studi Terhadap Perubahan
JURAGAN KAPAL DENGAN
Struktur Sosial Masyarakat Pesisir
PENYEDIAAN ALAT PELINDUNG
DIRI ( APD ) PADA ANAK BUAH Khususnya Orang Bajo).
KAPAL ( ABK ). 4(2).
3. Kaunang, R. R., Umboh, J. M. L.,
Rattu, A. J. M., Pascasarjana, P.,
Kesehatan, I., Universitas, M., &
Ratulangi, S. (n.d.). PUSKESMAS
KEMA KABUPATEN MINAHASA
UTARA.
4. Komunitas, J. K., Pelalawan, K.,
Village, K., Of, D., & Kuras, P.
(2017). Hubungan Lingkungan Kerja
Dan Perilaku Relationship Between
Working Environment And. 3(5), 153–
158.

Anda mungkin juga menyukai