Anda di halaman 1dari 14

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 6, Nomor 6, Oktober 2018 (ISSN: 2356-


3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

PEMETAAN SANITASI DASAR DENGAN PENYAKIT DIARE PADA


MASYARAKAT DESA PESISIR KECAMATAN MANGOLI TIMUR
KABUPATEN KEPULAUAN SULA
PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN 2018

Firdaus Duwila*), Trijoko**), Hanan Lanang D**), Nikie Astorina Y.D**)


*) Mahasiswa Peminatan Kesehatan Lingkungan FKM UNDIP
**) Dosen Bagian Kesehatan Lingkungan FKM
UNDIP email : firdausduwila@gmail.com

ABSTRAK
Sanitasi lingkungan yang ditujukanTdalam rangka memperkuat pembudayaan
hidup bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis
lingkungan, meningkatkanTkemampuan masyarakat serta
mengimplementasikan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan akses air
minum dan sanitasi dasar secara berkesinambungan Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui kondisi sanitasi dasar dengan penyakit diare pada
masyarakat desa pesisir. Jenis penelitian ini adalah survey dengan
pendekatan deskriptif. Populasi adalah seluruh rumah di Kecamatan
Mangoli Timur dengan jumlah sampel 200 rumah. Pemilihan sampel
dilakukan dengan metode proportional stratafied random sampling.
Pengumpulan data dengan wawancara menggunakan lembar
kuesioner dan lembar observasi. Data diolah dengan komputerisasi
dan disajikan dalam bentuk tabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
responden yang memiliki sarana jamban yang memenuhi syarat sebesar
33%. Responden yang memiliki tempat sampah tidak memenuhi syarat
sebanyak 55%. Responden yang memeliki SPAL tidak memenuhi syarat
sebanyak 68,5%. Penyakit diare yang pernah diderita responden sebanyak
66%. Kesimpulan adalah Persentase tertinggi sanitasi dasar jamban
yang masih dimiliki oleh sebagian responden, rendahnya kepemilikan
tempat sampah dan SPAL.

Kata Kunci : Sanitasi dasar, penyakit diare, desa


pesisir Kepustakaan : 13 (1997-2017)

PENDAHULUAN Indonesia yang merupakan negara


Sanitasi dasar merupakan
sanitasi minimum yang diperlukan
dalam menyediakan lingkungan
yang sehat dan memenuhi
syarat kesehatan yang
menitikberatkan pada pengawasan
diberbagai faktor lingkungan yang
mempengaruhi derajat kesehatan
manusia. Upaya sanitasi
dasar meliputi penyediaan
air bersih, pembuangan
kotoran manusia (jamban),
pengelolaan sampah dan
juga saluran
pembuangan air limbah.1

1
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 6, Oktober 2018 (ISSN: 2356-
3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

berkembang memiliki
masalah kesehatan
lingkungan berkisar pada
masalah sanitasi
(jamban), penyediaan air
bersih, perumahan,
pembuangan
sampah, dan juga
pembuangan air
limbah. World Bank Water
Sanitasi Programme (WSP)
mengungkapkan
bahwa Indonesia
berada di urutan
kedua dunia sebagai
negara dengan sanitasi
buruk. PBB mendata
ada sekitar 63 juta
penduduk di
Indonesia tidak
memiliki akses toilet.2
Data yang dirilis oleh
sekretariat Sanitasi
Terpadu Berbasis
Masyarakat

2
(STBM), hingga 2015 62 perilaku masyarakat yang berkaitan dengan
juta penduduk pedesaan sanitasi dasar seperti buang air besar
masih belum memiliki akses dan pembuangan sampah
terhadap sanitasi yang layak
dan 34 juta diantaranya
masih melakukan
praktik buang air
besar sembarangan. Data
STBM Indonesia di Maluku
utara terdapat akses Jamban
Sehat Permanen (JSP) sebanyak
34,89 %, akses Jamban
Sehat Semi Permanen (JSSP)
sebanyak 4,91 %, akses BABS
sebanyak 47,93 % dari
231650/248714 jumlah
Kepala Keluarga (KK). Data
STBM di Kecamatan
Mangoli Timur Kabupaten
Kepulauan Sula menunjukkan
terdapat akses JSP sebanyak
51,8 %, akses JSSP
sebanyak 12.03 %, akses
BABS sebanyak 34.44 % dari
1459/2232 jumlah KK.3
Lingkungan
mempunyaiTperanan penting
dalam membentuk pola penyakit,
baik lingkungan fisik, biologi,
maupun lingkungan sosial
ekonomi. Selain itu juga,
perilaku, tingkat
pendidikan dan pengetahuan serta
tingkat pendapatan penduduk suatu
daerah tentunya memegang
peranan yang penting.4 Salah satu
pola penyakit yang disebabkan
oleh lingkungan adalah
diare. Diare ditularkan
melalui tinja yang
mengkontaminasi makanan secara
langsung ataupun tidak langsung
lewat perantara vektor mekanik
seperti lalat. Kasus diaredi
Puskesmas Waitina selama 3
tahun terakhir mengalami fluktuasi.
Tahun 2015 terdapat 37 kasus
diare, tahun
2016 turun menjadi 28 kasus
diare dan pada tahun 2017
meningkat hingga 63 kasus diare.
Berdasarkan studi pendahuluan
yang dilakukan didapatkan bahwa
masih dilakukan di keruangan) atau dalam artiTyang
laut. Untuk memahami lebih sempit, adalah sistem
keadaan penduduk komputer yang mempunyai
pulau serta ancaman kemampuan untuk membangun,
bahaya lingkungan dan menyimpan, mengelola
perilaku berisiko dan menampilkan informasi
lainnya terhadap berefrensi geografis misalnya data
kesehatan, dibutuhkan yang akan diidentifikasi menurut
sebuah data berbasis lokasi dalam sebuah data base.5
bukti (evidence-database) GIS dalam bidang kesehatan
untuk menjadi dasar masyarakat sangat penting dalam
pertimbangan membantu menganalisa data untuk
pemerintah dalam menentukan distribusi geografis
rencana pengembangan penyakit, pemetaan
daerah. populasi
Pemetaan beresiko,perencanaan dan
merupakan salah satu penentuan intervensi serta
upaya yang dpaat monitoring penyakit agar
dilakukan untuk dapat
untuk
menyediakan
dataTserta informasi
potensi sumber daya
pulau sekaligus
memberikanTinformasi
awal mengenai arah
pemanfaatan ruang
pulau yang
rasional dan
berkelanjutan,
sebagaimana yang
diamanatkan dalam
Pasal 15 ayat
(1) Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2007
tentangTPengelolaan
WilayahTPesisir dan
Pulau-Pulau Kecil
yang
menyebutkan
bahwaTPemerintah dan
Pemerintah Daerah
wajib mengelola
dataTdan informasi
mengenai Wilayah
Pesisir danTPulau-
PulauTKecil. Pemetaan
ini dilakukan dengan
menggunakan metode
GIS yang merupakan
sebuah sistim
informasi khusus dalam
mengelola dataTyang
memiliki informasi
spasial (bereferensi
membantu dalam memecahkan
masyarakat.6
masalah kesehatan pada

METODE PENELITIAN
Penelitian merupakan jenis random sampling. Variabel yang
penelitian obervasional analitik yang akan diteliti antara lain sanitasi
ditunjang dengan pemetaan untuk dasar (sarana jamban, tempat
mengetahui gambaran suatu sampah dan saluran pembuangan
keadaaan secara objektif. Desain air limbah) sebagai variabel bebas
yang digunakan adalah cross dan riwayat kejadian diare
sectional dengan metode survei. sebagai variabel terikat. Data
Populasi dalam penelitian ini yang tekumpul kemudian dianalisis
adalah keseluruhan rumah yang secara univariat dan bivariat
terdapat di Desa Waitina yaitu dengan uji Chi square pada tingkat
sebanyak 98 rumah . Sampel kepercayaan 95%. Pemetaan
dalam penelitian ini dihitung dilakukan dengan menggunakan
menggunakan rumus sampel GPS untuk
Slovin dan mendapatkan hasil menentukan titik koordinat
sejumlah 50 rumah yang diambil kemudian diolah menggunakan
dengan teknik simple Q-GIS 2.12.0.

HASIL PENELITIAN
Karakteristik Reponden di Desa Waitina
Tabel 1. Karakteristik Responden di Desa Waitina
Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
Umur 19 – 24 tahun 2 4,0
25 – 30 tahun 3 6,0
31 – 36 tahun 6 12,0
37 – 42 tahun 18 36,0
43 – 48 tahun 19 38,0
48 – 54 tahun 2 4,0
Jenis kelamin Laki-laki 37 74,0
Perempuan 13 26,0
Tingkat pendidikan Tidak sekolah 1 2,0
Tamat SD 5 10,0
Tamat SMP 9 18,0
Tamat SMA 24 48,0
Tamat PT 11 22,0
Riwayat diare 6 Ya 19 38,0
bulan
terakhir Tidak 31 62,0

Tabel 1 menunjukkan bahwa laki-laki lebih besar daripada


kelompok umur 43 – 48 tahun perempuan dengan persentase
merupakan kelompok umur 74%. Tingkat pendidikan
respoden dengan persentase responden di Desa Waitina sebesar
tertinggi yaitu 38%. Jenis 48% adalah tamatan SMA.
kelamin
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 6, Oktober 2018 (ISSN: 2356-
3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

Sanitasi Dasar di Desa Waitina

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kualitas Sanitasi Dasar di Desa Waitina


Tidak Memenuhi Syarat (TMS) Memenuhi Syarat (MS)
Sanitasi Dasar
Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%)
Jamban 9 18,0 41 82,0
Tempat sampah 30 60,0 20 40,0
SPAL 22 44,0 28 56,0

Tabel 2 menunjukkan bahwa yaitu sebesar 60%. Persentase


kualitas sanitasi dasar yang tidak SPAL dan jamban yang memenuhi
memenuhi syarat di Desa Waitina syarat lebih besar dribandingkan
paling tinggi adalah tempat yang tidak memenuhi syarat.
sampah

Tabel 3. Tabulasi Silang Kualitas Sanitasi Dasar dengan Diare


Diare
Sanitasi Dasar Kategori Ya Tidak Nilai
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase p
(%) (%)
Jamban TMS 9 100,0 0 0,0 0,000
MS 10 24,4 31 75,6
Tempat sampah TMS 4 13,3 26 86,7 0,000
MS 15 75,0 5 25,0
SPAL TMS 17 77,3 5 22,7 0,000
MS 2 7,1 26 92,9
Tabel 3 menunjukkan riwayat dibandingkan rumah dengan tempat
diare didominasi pada rumah sampah yang memenuhi syarat.
dengan kualitas jamban yang tidak Uji statistik yang dihasilkan
memenuhi syarat. Rumah dengan menunjukkan nilai p pada ketiga
SPAL tidak memenuhi syarat yang variabel sanitasi dasar adalah
memiliki riwayat diare lebih besar p<0,001. Hal ini berarti terdapat
dibandingkan dengan rumah hubungan antara kualitas masing-
dengan SPAL memenuhi syarat. masing sanitasi dasar yaitu
Sedangkan riwayat diare pada jamban, tempat sampah dan SPAL
rumah dengan tempat sampah dengan diare di Desa Waitina.
yang tidak memenuhi syarat
lebih kecil

Pemetaan Sanitasi Dasar Desa Waitina


Pemetaan sanitasi dasar Q-GIS mendapatkan hasil seperti
yang telah diolah dengan gambar di bawah ini :
menggunakan

122
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 6, Oktober 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

Gambar 1. Pemetaan jamban dan diare di Desa Waitina Kecamatan Mangoli Timur

Gambar 2. Pemetaan tempat sampah dan diare di Desa Waitina Kecamatan Mangoli Timur

Gambar 3. Pemetaan SPAL dan diare di Desa Waitina Kecamatan Mangoli Timur

123
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 6, Oktober 2018 (ISSN: 2356-
3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

PEMBAHASAN
Secara umum hasil penelitian menunjukkan terdapat hubuungan antara
sanitasi dasar
dengan diare di Desa kecoa). Masalah ini harus diatasi
Waitina. Hal ini sejalan dengan
penelitian Taosu dkk pada tahun
2013 dan sanitasi dasar yang
mendominasi adalah sarana
jamban.7 Masyarakat di Desa
Waitina sudah banyak yang buang
air besar menggunakan jamban
yang memenuhi syarat. Meskipun
begitu hasil statistik menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara
kualitas fisik jamban dengan
diare. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian Dini dkk
tahun 2013.8 Hal ini disebabkan
oleh pengelolaan pembuangan
kotoran manusia yang kurang
baik sehingga dapat
menyebabkan terjadinya
pencemaran pada sumber
air. Kebiasaan masyarakat desa
pesisir dalam buang air besar
di laut, menurut masyarakat
sudah menjadi hal yang biasa
selain itu dengan pendapatan
keluarga yang minim membuat
mereka agak kesulitan dalam
membangun sebuah rumah
dengan jamban di dalamnya.
Hal ini dapat terlihat pada
pembangunan rumah-rumah yang
baru di desa dimana mereka
lebih memfokuskan
pembangunan rumah dengan
mendahulukan ruangan kamar
dan tamu ketimbang membangun
jamban keluarga.
Masalah pembuangan kotoran
manusia merupakan suatu
masalah yang pokok karena kotoran
manusia (feses) adalah sumber
penyebaran penyakit. Penyebaran
penyakit yang bersumber pada
kotoran manusia dapat melalui
berbagai cara seperti melalui air,
tangan, serangga dan tanah yang
terkontaminasi oleh tinja dan
ditularkan melalui makanan dan
minuman secara langsung atau
melalui vektor serangga (lalat dan
124
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 6, Oktober 2018 (ISSN: 2356-
3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
sejak dini karena permanen dan tidak memenuhi
pertambahan penduduk syarat sehingga berpotensi untuk
yang semakin cepat menjadi media transmisi karena
juga akan mempercepat sampah dibiarkan terbuka
penyebaran penyakit begitu saja. Cara penanganan
berbasis lingkungan sampah yang paling banyak
seperti diare. Upaya dilakukan di Desa Waitina
perbaikan sanitasi adalah dibuang ke laut sebab
lingkungan melalui selain berdekatan dengan
penggunaan jamban tempat tinggal mereka, laut
yang memenuhi syarat juga merupakan lahan yang
kesehatan dapat tepat untuk membuang sampah
menurunkan kejadian sebab mereka tidak perlu repot
diare.9 untuk menyediakan lahan di
Hasil penelitian sekitar rumah mereka.
menunjukkan adanya
hubungan antara
kualitas fisik tempat
sampah dan SPAL
dengan diare di Desa
Waitina. Hal ini sejalan
dengan penelitian
Nugraheni tahun
2012 yang dilakukan
di daerah pesisir Kota
Semarang.10
Pengelolaan sampah
sampai saat ini masih
menjadi masalah yang
cukup kompleks yang
dihadapi masyarakat di
desa pesisir Kecamtan
Mangoli Timur, sebab
tidak adanya tempat
pembuangan sampah
umum serta mobil
pengangkut sampah
seperti yang ada di
perkotaan pada
umumnya sehingga hal
ini menjadikan
responden
kesulitan dalam
penanganan sampah
rumah tangga. Untuk
itu dalam penanganan
sampah berbagi cara
dilakukan untuk
memusnahkan sampah
sehingga tidak
menjadi sarang
binatang dan
mengotori lingkungan
sekitar. tempat
sampah semi

125
Padahal pembuangan sampah dan terbuang pada selokan/got yang
ke dalam laut akan menimbulkan berada dekat dengan rumah
berbagi dampak negatif serta responden maupun di lahan
menyebabkan terjadinya penurunan kosong dibelakang rumah responden.
kadar oksigen terlarut.11 Responden yang tidak memiliki
Lingkungan rumah yang dapat SPAL membuang air bekas
menjadi sarang vektor penyakit cuciannya di kolong rumah
seperti lalat dan atau kecoa adalah maupun di halaman samping rumah.
tempat sampah dan saluran Menurut responden SPAL dianggap
pembuangan air limbah (SPAL). tidak penting dan tidak akan
Tempat sampah yang tidak menimbulkan gangguan kesehatan.
memenuhi syarat akan Selain itu selokan/got yang telah
menyediakan tempat yang baik tersedia dan jaraknya tidak jauh
bagi vektor penyakit untuk mencari dengan rumah responden membuat
makanan dan berkembang biak mereka merasa tidak perlu
dengan cepat sehingga membuat SPAL dari rumah
mengakibatkan kejadian penyakit mereka.
berbasis lingkungan salah satunya Air limbah rumah tangga
diare di masyarakat jadi merupakan air buangan yang tidak
meningkat.12 Pengelolaan sampah mengandung kotoran/ tinja manusia
yang baik sangat penting untuk yang dapat berasal dari buangan
mencegah penularan penyakit, air kamar mandi, aktivitas dapur,
salah satunya dengan cuci pakaian dan lain-lain yang
menyediakan tempat sampah yang mungkin mengandung
memenuhi syarat. Konstruksi mikroorganisme
tempat sampah yang tidak kuat patogen dalam jumlah kecil serta
dan mudah bocor dapat menarik dapat membahayakan kesehatan
vektor seperti lalat dan atau manusia. Berdasarkan hasil
kecoa yang dapat menularkan wawancara dan observasi lapangan,
diare.9 keadaan saluran pembuangan air
Selain tempat sampah, saluran limbah sebagian besar tidak lancar
pembuangan air limbah rumah dan menimbulkan bau. Responden
tangga juga menjadi tempat yang juga tidak terlalu peduli terhadap
berpotensi menjadi sarang penyakit. keadaan tersebut. Mereka
Hasil penelitian membuktikan membiarkan selokan di sekitar
terdapat hubungan atanra kualitas rumah tersumbat dan tidak
fisik SPAl dengan diare di Desa mengalir. Hal ini dapat menjadikan
Waitina. Hal ini sejalan dengan saluran tersebut sebagai sumber
penelitian Nugraheni pada tahun beberapa penyakit. Pembuangan
2012.10 Sarana pembuangan air limbah yang dilakukan secara
air limbah yang tidak memenuhi tidak sehat atau tidak memenuhi
syarat akan menimbulkan bau, syarat kesehatan dapat
mengganggu estetika dan dapat menyebabkan terjadinya
menjadi tempat perindukan vektor pencemaran pada permukaan
penyakit. SPAL di halaman rumah tanah dan sumber air. Dengan
secara rutin harus dibersihkan demikian untuk mencegah atau
agar aliran air limbah dapat mengurangi kontaminasi air
mengalir dengan lancar limbah terhadap lingkungan, maka
sehingga tidak menimbulkan bau. limbah harus dikelola dengan baik,
Saluran limbah yang ada di sehingga air limbah tidak menjadi
lokasi penelitian merupakan saluran tempat berbiaknya bibit penyakit
berupa paralon yang dipasang seperti lalat, tidak mengotori
dari kamar mandi
sumber
air, tanah dan tidak menimbulkan bau.13 (Depkes RI, 1997).

KESIMPULAN
Ada hubungan antara kualitas fisik air limbah dengan diare di Desa
sanitasi dasar yaitu jamban, Waitina.
tempat sampah dan saluran
pembuangan

SARAN
Masyarakat secara bersama-sama dan lingkungan dengan melakukan
dengan pemerintah penataan lingkungan dan
dapat meningkatkan pengelolaan sampah yang baik.
kualitas sanitasi dasar

DAFTAR PUSTAKA Kesehatan dengan Quantum


1. Notoatmodjo, S. Ilmu
Kesehatan Masyarakat
Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta
: Rineke Cipta; 2003.
2. UN. World Toilete Day: UN
urges breaking taboos, making
sanitation for all a global reality.
2014 [Online]. Available at:
http://www.un.org/apps/news/sto
ry.app/NewsId=46529#.U7NZx.
[Diakses tanggal 20 April
2018]
3. Anonim. Data Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat. 2017.
Available at:
http://stbm.kemkes.go.id/monev/
index.php/akses_jamban/kecam
atan/82/8205/8205042.
[diakses tanggal 7 maret
2018]
4. Rusdi, 2003. Kondisi Sanitasi
Lingkungan dan Pola Penyakit
Pada Masyarakat Sekitar
Daerah Aliran Sungai Citra Mas
Kecamatan Pangkajene
Kabupaten Pangkep. Skripsi.
Makassar: FKM Unhas; 2003.
5. Hendriko. Teknik Survey dan
Pemetaan. 2012. [Online]
Available at:
http://www.hendrokotsp.blogspo
t.com/2012/11/article-gis-
grographic-information.html
(Diakses tanggal 28 April
2018)
6. Indra, D. Modul pelatihan
Sistem Informasi Geografis
12. Kusnoputranto, Haryoto.
GIS. Makassar: Kesehatan Lingkungan.
FKM Unhas; 2015. Jakarta: FKM UI; 2001 .
7. Taosu, S.A., 13. Depkes RI. Pedoman Upaya
Azizah, R. Penyehatan Air bagi Petugas
Hubungan
Sanitasi Dasar
Rumah dan
Perilaku Ibu Rumah
Tangga dengan
Kejadian Diare
pada Balita di
Desa Bena Nusa
Tenggara
Timur. Jurnal
Kesehatan
Lingkungan. 2013:
7(1).
8. Dini, F., Machmud, R., Rasyid
R. Hubungan Faktor
Lingkungan dengan
Kejadian Diare
Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas
Kambang Kecamatan
Lengayang
Kabupaten Pesisir
Selatan Tahun
2013. Jurnal
Kesehatan Andalas.
2015: 4(2).
9. Notoatmodjo, S.
Pendidikan dan
Perilaku
Kesehatan.
Jakarta: Penerbit PT
Rineka Cipta; 2003.
10. Nugraheni, D.
Hubungan Kondisi
Fasilitas Sanitasi
Dasar dan Personal
Hygiene dengan
Kejadian Diare di
Kecamatan
Semarang
Utara
Kota Semarang.
Jurnal Kesehatan
Masyarakat.
2012: 1(2).
11. Depkes RI. Pedoman
Pemberantasan
penyakit Diare.
Jakarta: Ditjen PPM
& PL; 2003.
Sanitas Puskesmas. Jakarta:
Ditjen PPM dan PLP; 1997.

Anda mungkin juga menyukai