Anda di halaman 1dari 4

A.

Status Sosial Ekonomi dan Pendidikan Masyarakat


Sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor
penyebab diare. Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal dari keluarga
besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumahyang buruk, tidak mempunyai
penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan, oleh karena itu
faktor edukasi dan perbaikan ekonomi sangat berperan dalam pencegahan dan
penanggulangan diare. Penelitian yang dilakukan oleh Lamberti (2011)
menemukan bahwa faktor demografi yang salah satunya adalah tingkat sosial
ekonomi mempengaruhi terjadinya diare.
Faktor sosial ekonomi berpengaruh terhadap kemampuan untuk melanjutkan
pendidikan yang akhirnya dapat berpengaruh juga terhadap pengetahuan
individu. Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba di mana sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan seseorang salah
satunya dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya. Semakin tinggi pendidikan
seseorang maka kemampuan untuk menyerap dan menganalisis informasi yang
diterima juga semakin tinggi (Notoatmodjo,2007). Pendidikan dalam prosesnya
mempunyai tingkatan-tingkatan tertentu yang menjadi symbol tentang level
seorang individu telah menguasai atau menyelesaikan tingkatpendidikantertentu
(Hasbullah2006).
UU RI No. 20 Tahun 2003 pasal 14 tentang system pendidikan nasional
disebutkan bahwa jenjang atau tingkatan pendidikan formal terdiri atas
pendidikan dasar, menengah, dan tinggi, yang dimaksud pendidikan dasar adalah
jenjang pendidikan yang memberikan pengetahuan dan keterampilan,
menumbuhkan sikap dasar yang diperlukan peserta didik serta
mempersiapkannya untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi, meliputi
jenjang SD dan SMP. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang
diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta
menyiapkan peserta didik untuk mengikuti jenjang selanjutnya yang bertujuan
untuk mewujudkan profesionalita dalam bidang tertentu meliputi Diploma
maupun Perguruan Tinggi (Depdiknas, 2003).
B. Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya diare (Manalu, 2015) yaitu:
1. Sanitasi Lingkungan, seperti:
a. Penyediaan Air Bersih
Air merupakan salah satu sarana utama untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat, air dapat menjadi media dari berbagai macam
penularan penyakit.
b. Penyediaan Jamban
Jamban yang sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif
untuk memutus mata rantai penularan penyakit (Depkes RI, 2008).
c. Pengelolaan Sampah
Sampah berpengaruh terhadap kondisi lingkungan dan status
kesehatan masyarakat. Volume dan komposisi sampah dipengaruhi oleh
pola aktifitas dan kehidupan masyarakat. Sampah yang dibuang begitu saja
akan mudah mencemari lingkungan dan membahayakan masyarakat. Salah
satu penyakit akibat pengelolaan sampah yang tidak baik adalah diare
(Junias, 2008).
d. Sarana Pembuangan Air Limbah
Air limbah merupakan sisa air rumah tangga, industri dan tempat-
tempat umum lainnya yang pada umumnya mengandung bahan-bahan
yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup.
2. Kebersihan Diri
Kebersihan perorangan atau personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik
maupun psikis. Seseorang dapat dikatakan memiliki kebersihan diri yang baik
adalah apabila orang tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang
meliputi kebersihan kulit, tangan dan kuku, dan kebersihan genitalia.
C. Kepercayaan
Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya
daripada orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari
pengalaman dan kematangan jiwanya, makin tua seseorang maka makin kondusif
dalam menggunakan koping terhadap masalah yang dihadapi.
Tabu merupakan larangan yang diturunkan secara turun temurun dan
menjadi kepercayaan suatu masyarakat, dapat menjadi pedoman di masyarakat.
Pandangan masyarakat terhadap tabu mencapai paling tinggi 94,5 % sangat
setuju bahwa jamban harus bersih dan tinja bersifat negatif/najis.
Kepercayaan merupakan cerminan keyakinan individu yang berkembang di
masyarakat. Pertanyaan terkait kepercayaan mencapai paling tinggi 93 %
sangat setuju bahwa menggunakan jamban merupakan salah satu ketaatan
terhadap agama.
Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan Mila Mardotillah, dkk di Kelurahan
Rancanumpang bahwa kepercayaan lebih mengarah kepada kepercayaan
agama yang dianut oleh penduduk Ketaatan dan kepercayaan kepada agama
mendorong penduduk untuk menggunakan jamban sehat. Kepercayaan
merupakan salah satu ciri kebudayaan yang dibangun di tengah masyarakat.
Kepercayaan merupakan landasan dalam melakukan perubahan perilaku di
masyarakat agar pengetahuan yang diberikan dapat diterima dan dilaksanakan
oleh masyarakat (Kiefer, 2007). Sistem kepercayaan dalam masyarakat dapat
membangun suatu pengetahuan baru yang yang disepakati. Dalam pandangan
terhadap jamban, terdapat persamaan kepercayaan responden bahwa jamban
sehat merupakan cermin ketaatan kepada Tuhan. Cairan tubuh termasuk tinja
merupakan bagian dari tubuh manusia dan memerlukan penanganan dalam
menyelesaikannya dengan cara pembuatan jamban. Penyelesaian masalah
tersebut berdasarkan pengetahuan dari masyarakat baik dengan cara mencari
sendiri maupun melalui agen-agen penggerak. Pengetahuan itu adalah salah
satu simbol proses sosial sebagai hasil dari transmisi kepercayaan yang tertanam
dalam pikiran orang yang percaya (Douglas, 1984).

D. Kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap
pengetahuan kita.Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk selalu
menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin berpengaruh dalam
pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang.
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang karena
informasi yang baru akan disaring sesuai dengan budaya dan agama yang dianut.
Mereka akan melakukan penanganan terjadinya diare sesuai dengan apa yang
mereka lihat di lingkungannya. Biasanya mereka mengetahui penanganan diare
secara sederhana sebagai penanganan pertama yaitu dengan menggunakan oralit.
Budaya merupakan suatu tatanan yang meliputi pengetahuan, keyakinan, seni, moral,
adat-istiadat serta kemampuan dan kebiasaan lain yang dimiliki manusia sebagai bagian
masyarakat (Hawkins, 2012). Habit ditemukan pada kelompok kasus penderita diare
yaitu kepercayaan mencuci tangan, kebiasaan mandi di sungai bersama saat pagi hari,
kebiasaan mencuci peralatan masak/alat dapur menggunakan air sungai, kebiasaan
mencuci pakaian di sungai, dan kebiasaan memasak air sungai untuk di konsumsi.
Budaya adalah suatu pandangan hidup dari sekelompok orang dalam bentuk perilaku,
kepercayaan, nilai, dan simbolsimbol yang mereka terima tanpa sadar yang semuanya
diwariskan melalui proses komunikasi dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Sehingga kebudayaan yang ada didapatkan dari warisan nilai-nilai yang ada sejak dulu.
Budaya merupakan aspek yang sangat erat kaitannya dengan kehidapan di masyarakat.
Budaya merupakan aspek yang susah dihilangkan, namun dapat berubah secara
perlahan dan bertahap mengikuti perkembangan zaman (Adisasmito, 2007). Kebiasaan
yang ditanamkan sejak kecil akan berpengaruh terhadap kebiasaan pada seseorang
ketika ia dewasa. Misalnya saja, ketika manusia terbiasa menggunakan air sungai sejak
kecil, akan sulit diubah kebiasaan makannya setelah dewasa.
DAFTAR PUSTAKA

Ariana Norma Ningsih. 2017. Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Dengan


Kejadian Diare Pada Bayi di Puskesmas Umbulharjo 1 Kota Yogyakarta
Tahun 2016 [Skripsi]. Yogyakarta (ID). Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

Agung Satria Utama H. 2019. Hubungan Kebersihan Diri Dengan Kejadian


Diare Pada Petugas Kebersihan Tempat Pembuangan Akhir Bakung
Bandar Lampung [Skripsi]. Lampung (ID): Universitas Lampung.

Mila Mardotillah, dkk. 2019. Pengaruh Kepercayaan, Pengetahuan dan Sikap


Terhadap Akses Jamban di Perkotaan. 12 (2): 88-106.

Anda mungkin juga menyukai