Abstrak
Ensefalopati hepatik adalah sekumpulan gejala reversibel dari gangguan fungsi otak
yang terjadi pada pasien dengan penyakit hati yang telah lanjut. Patofisiologi
ensefalopati hepatikum yang pasti sendiri masih dalam perdebatan; hipotesis yang
ada sekarang berfokus pada peran neurotoksin, gangguan neurotransmisi oleh
karena perubahan metabolik pada kegagalan hati, perubahan metabolisme energi
dari otak, respon inflamasi sistemik dan perubahan dari sawar darah otak.
Ensefalopati hepatikum memberikan pandangan luas mengenai manifestasi
neurologis yang non spesifik dan psikiatrik. Ensefalopati hepatikum minimal
didiagnosis dengan tes-tes psikometrik yang abnormal. Secara klinis ensefalopati
hepatikum termasuk di dalamnya perubahan personalitas, perubahan kesadaran
progresif dalam hal orientasi waktu dan tempat, somnolen, stupor dan akhirnya
koma. Selain untuk penelitian klinis, tidak dibutuhkan tes spesifik lain untuk
mendiagnosis ensefalopati hepatikum. Ensefalopati hepatikum diklasifikasikan
berdasarkan penyakit dasarnya, keparahan dari manifestasinya, waktu kejadiannya
dan adanya faktor yang mempresipitasi. Terapi untuk ensefalopati hepatikum yaitu
terapi suportif, faktor presipitasi, laktulosa dan/atau rifaximin. Terapi rutin
ensefalopati hepatikum minimal hanya direkomendasikan untuk pasien-pasien
tertentu,
Kata Kunci: Ensefalopati hepatikum; patofisiologi; tes diagnostik; strategi terapi
Pengantar
Ensefalopati Hepatikum (EH) atau ensefalopati portosistemik (EPS) adalah
sekumpul gejala reversibel dari gangguan fungsi otak yang terjadi pada pasien
dengan kegagalan hati yang lanjut. Namun, EH bukan kesatuan klinis yang berdiri
sendiri. EH dapat berupa ensefalopati metabolik reversibel, atrofi otak, edema otak
atau kombinasi dari kondisi-kondisi tersebut. Mekanisme yang menyebabkan
disfungsi otak pada gagal hati masih belum diketahui (cth penurunan metabolisme
amonia). Selama penyakit hati dasar belum sukses tertangani, EH memberikan
angka keselamtan yang rendah serta resiko tinggi untuk rekurens [1,2]. Bahkan
bentuk teringan pun, EH mengurangi kualtias hidup dan beresiko menjadi EH yang
berat [3,4].
Patogenesis
Meskipun telah dilakukan penelitian selama lebih dari 100 tahun, patogenesis dari
EH masih belum diketahui dengan jelas. Oleh karena terbatasnya studi pada otak
pasien EH yang in vivo. Kebanyakan dari data yang ada didapatkan dari model
percobaan EH, yang jauh dari sempurna. Anjuran yang paling umum seperti peran
neurotoksin, gangguan neurotransmisi oleh karena perubahan metabolisme pada
gagal hati, perubahan metabolisme energi otak, respon inflamasi sistemik dan
perubahan sawar darah otak. Patogenesis dari EH tidak dapat dipaparkan secara
detil oleh karena banyaknya jumlah data yang dipublikasikan (untuk diskusi yang
lebih detil, lihat [5-7]). Hipotesis yang bervariasi dari patogenesis EH tidak saling
eksklusif. Tampaknya banyak abnormalitas yang disebutkan tersaji dalam waktu
yang sama dan bertanggung jawab dalam perkembangan EH.
Neurotoksin
Amonia adalah neurotoksin yang sangat berhubungan dengan EH. Saluran
gastrointestinal adalah sumber utama dari amonia. Amonia diproduksi oleh
enterosit dari glutamin dan katabolisme bakteri kolon sebagai sumber nitrogen
(seperti darah setelah perdarahan gastrointestinal)[8]. Hati yang masih intak
membersihkan hampir semua amonia dari vena porta, mengkonversinya menjadi
glutamin dan mencegahnya masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Peningkatan amonia
darah pada penyakit hati lanjut adalah konsekuensi dari gangguan fungsi hati dan
hubungan darah sekitar hati. Berkurangnya massa otot, hal umum yang terjadi pada
pasien tersebut, juga dapat berkontribusi, dimana otot adalah tempat penting untuk
mengurangi amonia hepar yang berlebih.
Pembengkakan dari astrosit sebagai akibat dari hiperamonemia dapat menjadi kunci
penting dalam perkembangan EH pada pasien dengan sirosis [9-12]. Penjelasan
yang mungkin untuk edema otak adalah peningkatan osmolaritas intrasel
disebabkan oleh metabolisme amonia di astrosit untuk membentuk glutamin [13].
Konsentrasi glutamin otak meningkat secara signifikan pada penyakit hati akut
entah dinilai secara biokimia dalam materi otopsi atau dengan spektroskopi
resonansi magnetik 1H [14]. Data ini didukung oleh pengukuran in vivo pada pasien
sirosis dimana spektroskopi resonansi magnetik proton dari otak menunjukkan
berkurangnya jumlah myoinositol (sebuah tanda peningkatan osmolaritas) dan
peningkatan glutamin [14]. Sebuah protein sangat kuat terimplikasi dalam sel yang
edem adalah water channel protein aquaporin-4, yang mana banyak diekspresikan
di astrosit [15,16]. Amonia juga secara langsung mempengaruhi aktivitas listrik
neuron dengan menginhibisi baik potenisal post sinaps eksitasi dan inhibisi [17]
dan hemikanal kortikal [18].
Gangguan Neurotransmisi
Beberapa sistem neurotransmisi telah diteliti dalam berbagai model coba
(kebanyakan) yang gagal hati akut, termasuk investigasi metode neurochemical,
neurobehavioral dan electrophysiological. Kebanyakan melaporkan perubahan
pada sistem GABA benzodiazepinergic [19], dopaminergik [20], serotoninerergik
dan neurotransmiter glutamate-ergic [5]. Untuk alasan yang jelas, sangat sedikit
data yang ada pada manusia dengan EH.
Zat-zat yang terlibat dalam aktivasi neurotransmisi GABAA-ergic telah diisolasi,
dikaraktersikkan dan diidentifikasi oleh spektroskopi gas chromatography-mass
sebagai benzodiazepin di otak, sera dan cairan serebrospinal manusia dengan EH
tipe A dan tipe C [21]. Beberapa darinya kemungkinan berasal eksogen tetapi
komponen endogen mirip benzodiazepin seperti neurosteroid telah teridentifikasi
[22]. Neurosteroid adalah modulator allosterik positif selektif poten dari kompleks
reseptor GABAA. Allopregnanolon dan pregnenolon (precursor steroid) secara
patofisiologi meningkat konsentrasinya pada otak pasien yang koma hepatik [22].
Aktivasi dari protein tranlokator astrositik 18-kDa (sebelumnya disebut sebagai
reseptor benzodiazepin tipe perifer) berkontribusi dalam patogenesis dari gejala
sistem saraf pusat EH [23].
Beberapa gejala ekstrapiramidal pasien dengan sirosis mungkin karena perubahan
fungsi dopaminergik, yang mana berkaitan erat dengan akumulasi mangan di
ganglia basalis [24]. Mangan menormalkan level striatal yang rendah dari dopamin.
Oleh sebab itu, akumulasi mangan di ganglia basalis menunjukkan usaha otak untuk
mengkoreksi defisiensi dopamin pada penyakit hati [25].
Manifestasi Klinis
EH memberikan gambaran luas dari manifestasi neurologis non spesifik dan
psikitarik [34]. Pada gambaran terendah [35,36], EH merubah hanya tes
psikometrik berorientasi terhadap atensi, memori kerja, kecepatan psikomotor dan
kemampuan visuospasial, juga elektrofisiologi serta pengukuran fungsi otak lain
[37,38]. Selama EH berkembang, perubahan personalitas, seperti apatis, iritabiltas
dan disinhibisi, dilaporkan oleh keluarga pasien [39], dan perubahan jelas pada
kesadaran dan fungsi motor terjadi. Gangguan siklus bangun-tidur dengan rasa
kantuk di siang hari sering terjadi [40], sedangkan siklus bangun-tidur yang terbalik
seutuhnya jarang terlihat [41,41]. Pada pasien dapat timbul disorientasi yang
progresif terhadap waktu dan tempat, perilaku yang tidak tepat, status kebingungan
akut dengan agitasi atau somnolen, stupor dan akhirnya koma [43]. Konsensus
ISHEN (International Society for Hepatic Encephalopathy and Nitrogen
Metabolism) terbaru menggunakan onset disorientasi atau asteriksis sebagai tanda
awal EH [44]. Pada pasien EH non koma, abnormalitas sistem motorik seperti
hipertonia, hiperefleksia dan tanda Babinski positif dapat ditemukan. Sebagai
kontrasnya, refleks tendom dalam dapat berkurang bahkan menghilang pada koma
[45], meskipun tanda piramidal masih ditemukan. Jarang defisit neurologis fokal
transien timbul [46]. Kejang jarang dilaporkan pada pasien EH [47-49]. Disfungsi
ekstrapiramidal seperti hipomimia, kekakuan otot, bradikinesia, hipokinesia,
monotoni dan perlambatan bicara, tremor mirip Parkinson dan diskinesia dengan
berkurangnya gerakan voluntir adalah gejala yang umum ditemukan [45].
Asteriksis atau “flapping tremor” sering ditemukan pada stadium awal hingga
pertengahan EH yang mendahului stupor atau coma, pada kenyataannya bukan
sebuah tremor, tetapi myoklonus negatif terdiri dari hilangnya tonus postural.
Sangat mudah timbul oleh aksi yang membutuhkan tonus postural, seperti
hiperkstensi pergelangan tangan dengan jari terpisah, atau memeras jari-jari
pemeriksa. Namun asteriksis dapat ditemukan pada area lain seperti kaki, betis,
lengan, lidah dan kelopak mata. Asteriksis bukan tanda patognomonik dari EH, oleh
karena asteriksis dapat ditemukan pada penyakit lain seperti keadaan uremia.
Utamanya, tanda mental (baik kognitif atau perilaku) dan motorik pasien EH dapat
tidak ditemukan pada setiap individu, oleh sebab itu menyulitkan dalam menilai
tingkat keparahan EH.
Selain dari manifestasi EH yang jarang terjadi, telah diterima secara luas dalam
praktik klinis, semua bentuk HE dan manifestasinya dapat kembali atau reversibel
secara utuh, dan asumsi ini masih menjadi dasar operasional untuk strategi
pengobatan. Namun, penelitian pada pasien EH transplantasi hati dan pada pasien
setelah resolusi EH yang berulang diragukan reversibilitas secara utuh.
Klasifikasi
EH diklasifikasikan berdasarkan semua empat faktor dibawah [50]:
i. Berdasarkan penyakit mendasarinya;
a. Tipe A oleh karena gagal hati akut;
b. Tipe B karena didominasi bypass portosistemik atau shunting;
c. Tipe C oleh karena sirosis
ii. Berdasarkan keparahan manifestasi:
Untuk tujuan klinis dan penelitian, skema penggolongan diberikan (Tabel 1).
Klasifikasi operatif untuk menilai gangguan fungsional bertujuan
meningkatkan reliabilitas intra dan inter-rater dan sebaiknya digunakan
kapanpun memungkinkan.
iii. Berdasarkan perjalanan waktu EH:
a. EH episodik
b. EH rekuren dimana interval waktunya 6 bulan
c. EH persisten, pola perubahan perilaku selalu ada diselingi relaps dari EH
iv. Berdasarkan adanya faktor presipitasi:
a. Tanpa presipitasi
b. Presipitasi; faktor presipitasi dan diidentifikasi dalam hampir semua
episodik EH tipe C, dan harus dicari serta diterapi bila ditemukan:
Intak protein berlebih
Konstipasi
Hiponatremia
Infeksi (cth peritonitis bakteri spontan)
Obat sedativa: benzodiazepin, morfin;
Azotemia
Hipokalemia
Alkalosis
Dehidrasi
Restriksi cairan
Diuretik
Diare
Muntah
Hipotensi/hipovolemi arterial
Vasodilatasi perifer
Syok, operasi
Hipoksia
Anemia
Kriteria
WHC ISHEN Deskripsi Operasi Komentar
Disarankan
Tidak ada
tanda
ensefalopati
Tes dan
sama sekali,
Unimpaired terbukti
tidak ada
normal
riwayat
ensefalopati
hepatikum
Perubahan
dari tes Hasil
Tidak ada
psikometrik abnormal tes
kiriteria
dan psikometrik
universal
neuropsikolo atau
Covert untuk standar
Minimal gi memeriksa neuropsikolo
(tersembunyi) lokal diagnosis
kecepatan gi tanpa
dan
psikomotor/f disertai
dibutuhkannya
ungsi manifestasi
ahli
eksekutif atau klinis
perubahan
neuropsikolo
g tanpa bukti
klinis
perubahan
mental
Kurangnya Meskipun
rasa awas berorientasi
yang kurang waktu dan
berarti, tempat,
euforia atau pasien
kecemasan, tampak Temuan klinis
pemendekan memiliki biasanya tidak
Grade I
waktu atensi, penurunan dapat
gangguan kognitif atau direproduksi
berhitung perilaku pada
tambah atau pemeriksaan
kurang, klinis atau
perubahan pada
irama tidur pengasuh
Letargi atau Disorientasi
apatis, waktu
disorientasi (minimal 3
Temuan klinis
waktu, dari kriteria
bervariasi
perubahan berikut salah:
tetapi dapat
Grade II Overt (tampak) personalitas hari dalam
direproduksi
jelas, seminggu,
sampai batas
perilaku tidak hari dalam
tertentu
sesuai, sebulan,
dispraksia, bulan, musim
asteriksis atau tahun) ±
gejala lain
yang telah
disebut
Somnolen
Disorientasi
sampai
juga pada
semistupor,
tempat Temuan klinis
respon
(minimal 3 dapat
terhadap
Grade III dari berikut direproduksi
stimulus,
salah: negara, sampai batas
bingung,
provinsi, kota tertentu
diorientasi
atau tempat)
berat,
± gejala lain
perilaku aneh
Tidak respon Status koma
Grade IV Koma terhadap biasanya dapat
nyeri direproduksi
Semua kondisi butuh dihubungkan dengan insufisiensi hati dan/atau portosystemis shunting; ISHEN,
International Society for Hepatic Encephalopathy and Nitrogen Metabolism.
Klasifikasi kelima bergantung pada ada atau tidaknya gagal hati kronik eksaserbasi
akut pada pasien atau acute on chronic liver failure (ACLF)[51]. Meskipun
tatalaksana, mekanisme dan prognosis berimpak berbeda, klasifikasi ini masih
dalam batas penelitian [50].
Diferensial Diagnosis
Diagnosis memerlukan deteksi tanda-tanda sugestif EH pada pasien dengan
insufisiensi hati parah dan/atau portosystemic shunting, yang jelas tidak memiliki
penyebab alternatif disfungsi otak. Pengenalan faktor presipitasi EH (cth infeksi,
perdarahan dan konstipasi) mendukung diagnosis EH. Diferensial diagnosis harus
mempertimbangkan kelainan umum yang merubah tingkat kesadaran. Manifestasi
neurologis EH tidak spesifik. Oleh sebab itu, kelainan yang muncul bersamaan
harus dipertimbangkan sebagai sumber tambahan disfungsi sistem saraf pusat pada
semua pasien dengan penyakit hati kronik. Hal terpenting ialah disfungsi ginjal,
hiponatremia, diabetes mellitus, sepsis dan defisiensi tiamin (Wernicke’s
encephalopathy); juga perdarahan intrakranial.
Hiponatremia adalah faktor resiko tidak bergantung dalam perkembangan EH pada
pasien dengan sirosis [52]. Peningkatan resiko untuk menimbulkan EH juga
ditemukan pada pasien sirosis dengan disfungsi renal tidak dipengaruhi keparahan
sirosisnya [53].
Gejala neurologis diperhatikan di 21-33% pasien dengan sirosis dan sepsis dan 60-
68% pada mereka dengan syok sepsis [54]. Data mengenai efek penyakit hati
mendasari fungsi otak jarang kecuali untuk alkoholis dan hepatitis C [55]. Sekitar
setengah dari pasien HCV mengalami fatigue/kelelahan kronik tanpa memandang
derajat penyakit hatinya [56,57]. Kasus jarang namun sulit mungkin karena
penyakit Wilson [58].
Pasien dengan gangguan alkohol dan tanpa penyakit hati menunjukkan defisit
memori episodik [59], memori bekerja dan fungsi eksekutif [60], kemampuan
visuokonstruksi [61] dan kemampuan motorik tungkai atas dan bawah [62].
Demikian pula pasien dengan kolangitis biliaris primer dan kolangitis sklerosis
primer dapat mengalami kelelahan yang kronis dan gangguan atensi, konsentrasi
dan fungsi psikomotor terlepas dari derajat penyakit hatinya [63].
Uji Laboratorium
Kadar amonia darah yang tinggi sendiri tidak dapat mendiagnosa, menentukan
stadium atau prognosis dari pasien EH dengan penyakit hati kronik [80]. Namun,
pada kasus kadar amonia pasien EH overt dan didapatkan normal, diagnosa EH
perlu dipertanyakan. Pada obat-obat yang menurunkan kadar amonia, pengukuran
berulang amonia dapat membantu menguji efikasinya. Kadar amonia dilaporkan
baik dari vena, darah arteri atau plasma. Banyak metode yang dapat digunakan
tetapi pengukuran hanya dilakukan jika standar laboratorium dapat diandalkan.
Tatalaksana
Prinisp umum
Saat ini, hanya EH overt yang secara rutin diterapi [10]. Sedangkan EH minimal
dan covert tidak harus diperiksa klinis secara rutin dan lebih utama didiagnosa
dengan metode yang telah disebutkan sebelumnya. Meski EH minimal atau covert
hampir tak tampak, dapat memberikan dampak signifikan kepada kehidupan sehari-
hari pasien. Keadaan-keadaan tertentu dapat menjadi indikasi untuk terapi pasien
tersebut seperti gangguan kemampuan menyetir, performa kerja, kualitas hidup atau
gangguan kognitif. Pasien dengan derajat EH yang lebih tinggi dan beresiko atau
tidak mampu menjaga airway mereka membutuhkan pengawasan intensif yang
lebih dan idealnya dalam kondisi intensive-care. Penyebab alternatif dari
ensefalopti tidak selalu ada pada pasien dengan sirosis yang telah lanjut. Secara
teknis, jika penyebab lain dari ensefalopati ditemukan, maka tidak dapat digunakan
istilah EH. Maka yang terjadi adalah penanganan baik hati dan non EH.
Pengontrolan faktor presipitasi dalam tatalaksana EH overt adalah sangat penting,
oleh karena hampir 90% pasien dapat diterapi hanya dengan mengkoreksi faktor
presipitasinya [81]. Pengawasan yang hati-hati terhadap isu ini masih menjadi dasar
tatalaksana EH.
Terapi untuk episode EH overt/tampak
Sebagai tambahan elemen lain dalam pendekatan empat cabang tatalaksana EH,
terapi obat spesifik adalah bagian dari tatalalaksana. Kebanyakan obat belum diuji
oleh studi acak terkontrol yang teliti. Agen-agen termasuk didalamnya disakarida
tak terserap / non-absorbable disaccharides seperti laktulosa dan antibiotik seperti
rifaximin. Terapi lain seperti branched-chain amino acids (BCAA) oral, L-
ornithine L-aspartate (LOLA) intravena, probiotik dan antibiotik lain juga telah
digunakan.
Disakarida tak terserap / non-absorbable disaccharides
Laktulosa sering digunakan sebagai penanganan awal untuk EH overt [82]. Sebuah
data meta analisis skala besar tidak sepenuhnya mendukung efikasi dari laktulosa
sebagai terapi EH overt. Pertimbangan biaya menambah pertentangan penggunaan
laktulosa [83]. Lactitol mirip dengan laktulosa dan, berdasarkan meta analisis skala
kecil, didapatkan lebih efektif [84,85]. Pada populasi dengan prevalensi tinggi
intolerans laktosa, penggunaan laktosa disarankan [86]. Pada studi dengan skala
lebih kecil, enema yang mengasamkan feses (laktosa dan laktulosa) lebih
diunggulkan dibandingkan enema dengan air biasa [87].
Dosis laktulosa harus dimulai dari 25 mililiter dengan sirup laktulosa setiap 1-2 jam
hingga paling tidak terproduksi dua pergerakan usus halus per hari. Setelah itu,
dosis dititrasi untuk mempertahankan dua sampai tiga gerakan usus halu per hari
[2]. Terdapat bahaya dalam penggunaan berlebihan laktulosa seperti aspirasi,
dehidrasi, hipernatremia dan beberapa iritasi kulit perianal, dan penggunaan
berlebihan dapat mempresipitasi EH [88].
Antibiotik
Rifaximin telah digunakan sebagai terapi EH di sejumlah penelitian dan
membandingkannya dengan plasebo, antibiotik lain, disakarida tak terserap dalam
berbagai dosis [89]. Percobaan tersebut menunjukkan efek dari rifaximin setara atau
lebih dari agen sebanding dengan tolerabilitas yang baik. Terapi siklik dalam jangka
waktu lama yaitu lebih dari 3-6 bulan dengan rifaximin untuk pasien dengan EH
overt juga telah diteliti dalam tiga percobaan (duanya membandingkan dengan
disakarida tak terserap dan satunya dengan neomycin) menunjukkan kesetaraan
dalam perbaikan kognitif dan penurunan amonia. Studi multi nasional untuk
mempertahankan remisi pada pasien yang memiliki dua riwayat EH overt
menunjukkan keunggulan rifaximin dibanding plasebo [90]. Tidak ada data pasti
yang menunjukkan hanya menggunakan rifaximin.
Neomycin dulunya luas digunakan sebagai terapi EH; diketahui sebagai inhibitor
glutaminase [91]. Metronidazole dapat digunakan sebagai terapi jangka pendek
[92]. Namun, ototoksisiti jangka panjang, nefroksisiti dan neurotoksisiti membuat
agen-agen ini tidak menarik untuk digunakan jangka panjang yang kontinyu.
Terapi lain
Banyak obat telah digunakan sebagai terapi EH tetapi data untuk mendukung
penggunaannya masih terbatas atau kurang. Namun, banyak dari obat-obat ini
secara aman dapat digunakan meski pembuktian efikasi masih terbatas.
BCAA: sebuah meta analisis dari delapan percobaan acak terkontrol
mengindikasikan BCAA oral kaya formulasi, memperbaiki manifestasi episode EH
baik overt ataupun minimal [93,94]. Tidak ada efek BCAA intravena pada serangan
episodik EH [95].
Pemungut amonia metabolik; obat-obat tersebut telah digunakan untuk terapi
kegagalan sejak lahir siklus urea selama bertahun-tahun. Bentuk-bentuk yang
berbeda telah tersedia dan merupakan agen investigasi yang menjanjikan. Ornithine
phenylacetate telah diteliti untuk EH namun laporan klinis lebih jauh masih
menunggu [96]. Glyceryl phenylbutyrate (GPB) diuji dalam penelitian acak
terkontrol pada pasien yang mengalami dua atau lebih episode EH dalam 6 bulan
terakhir dan yang dipertahankan pada terapi standar (laktulosa þ/rifaximin) [97].
Dengan penggunaan GPB ditemukan lebih sedikit episode EH dan hospitalisasi.
Lebih banyak studi klinis dengan prinsip yang sama masih dalam proses, jika telah
terkonfirmasi, mungkin menjadi rekomendasi klinis.
LOLA: sebuah studi acak terkontrol pada pasien dengan EH persisten menunjukkan
perbaikan dengan LOLA intravena dalam uji psikometrik dan angka amonia vena
post prandial [98]. Suplemen oral dengan LOLA masih inefektif.
Probiotik: studi terbuka baru-baru ini baik laktulosa, probiotik atapun tanpa terapi
pada pasien sirosis yang telah bebas dari EH ditemukan episode EH lebih sedikit
pada laktulosa atau probiotik dibandingkan plasebo tetapi tidak ada perbedaan
antara intervensi keduanya [99].
Flumazenil: obat ini tidak sering digunakan. Secara transien memperbaiki status
mental pada EH overt tanpa peningkatan di kesembuhan atau pertahanan hidup.
Efeknya penting pada situasi marginal untuk menghindari bantuan ventilasi. Juga,
efeknya dapat membantu dalam diferensial diagnosis yang sulit dengan konfirmasi
reversibilitas, contoh ketika terapi standar secara tak terduga gagal atau ketika
toksisitas benzodiazepin dicurigai.
Laksatif: laksatif sederhana sendiri tidak memiliki kandungan prebiotik disakarida
dan belum ada publikasi yang menggali isu ini. Penggunaan preparat polyethylene
glycol [100] membutuhkan validasi lebih jauh.
Pencegahan EH overt
Laktulosa sering digunakan untuk mempertahankan remisi dari EH overt. Studi
acak terkontrol terbuka dari laktulosa mendemostrasikan lebih sedikit kekambuhan
EH pasien dengan sirosis [101].
Rifaximin ditambahkan pada laktulosa adalah agen terbaik untuk mempertahankan
remisi pasien yang telah mengalami satu atau lebih serangan EH overt sementara
dalam terapi laktulosa setelah episode awal EH overt [90].
Setelah transjugular intrahepatic portosystemic shunting (TIPS) EH dapat terjadi.
Sebuah studi mengilustrasikan baik rifaximin maupun laktulosa tidak dapat
mencegah EH post TIPS lebih baik dari plasebo [104]. Pemilihan kasus secara hati-
hati mengurangi insidens EH parah post TIPS. Jika terjadi, pengurangan diameter
shunt dapat mengembalikan EH [105]. Terdapat kekurangan konsensus apakah
menarget pengurangan tekanan portal sebanyak 50% atau dibawah 12mmHg. Yang
terakhir berasosiasi dengan lebih banyak serangan ensefalopati [106].
Pertimbangan serangan berulang EH overt pada pasien dengan fungsi hati yang
masih baik seharusnya mengarahkan ke pencarian shunt portsosistemik spontan
yang besar. Tipe tertentu dari shunt, seperti spleno-renal shunt, dapat diembolisasi
dengan pembersihan cepat EH overt pada fraksi pasien dengan status fungsi hati
yang baik, meskipun beresiko perdarahan variceal susulan [107].