Anda di halaman 1dari 18

Ensefalopati Hepatikum

Abstrak
Ensefalopati hepatik adalah sekumpulan gejala reversibel dari gangguan fungsi otak
yang terjadi pada pasien dengan penyakit hati yang telah lanjut. Patofisiologi
ensefalopati hepatikum yang pasti sendiri masih dalam perdebatan; hipotesis yang
ada sekarang berfokus pada peran neurotoksin, gangguan neurotransmisi oleh
karena perubahan metabolik pada kegagalan hati, perubahan metabolisme energi
dari otak, respon inflamasi sistemik dan perubahan dari sawar darah otak.
Ensefalopati hepatikum memberikan pandangan luas mengenai manifestasi
neurologis yang non spesifik dan psikiatrik. Ensefalopati hepatikum minimal
didiagnosis dengan tes-tes psikometrik yang abnormal. Secara klinis ensefalopati
hepatikum termasuk di dalamnya perubahan personalitas, perubahan kesadaran
progresif dalam hal orientasi waktu dan tempat, somnolen, stupor dan akhirnya
koma. Selain untuk penelitian klinis, tidak dibutuhkan tes spesifik lain untuk
mendiagnosis ensefalopati hepatikum. Ensefalopati hepatikum diklasifikasikan
berdasarkan penyakit dasarnya, keparahan dari manifestasinya, waktu kejadiannya
dan adanya faktor yang mempresipitasi. Terapi untuk ensefalopati hepatikum yaitu
terapi suportif, faktor presipitasi, laktulosa dan/atau rifaximin. Terapi rutin
ensefalopati hepatikum minimal hanya direkomendasikan untuk pasien-pasien
tertentu,
Kata Kunci: Ensefalopati hepatikum; patofisiologi; tes diagnostik; strategi terapi

Pengantar
Ensefalopati Hepatikum (EH) atau ensefalopati portosistemik (EPS) adalah
sekumpul gejala reversibel dari gangguan fungsi otak yang terjadi pada pasien
dengan kegagalan hati yang lanjut. Namun, EH bukan kesatuan klinis yang berdiri
sendiri. EH dapat berupa ensefalopati metabolik reversibel, atrofi otak, edema otak
atau kombinasi dari kondisi-kondisi tersebut. Mekanisme yang menyebabkan
disfungsi otak pada gagal hati masih belum diketahui (cth penurunan metabolisme
amonia). Selama penyakit hati dasar belum sukses tertangani, EH memberikan
angka keselamtan yang rendah serta resiko tinggi untuk rekurens [1,2]. Bahkan
bentuk teringan pun, EH mengurangi kualtias hidup dan beresiko menjadi EH yang
berat [3,4].

Patogenesis
Meskipun telah dilakukan penelitian selama lebih dari 100 tahun, patogenesis dari
EH masih belum diketahui dengan jelas. Oleh karena terbatasnya studi pada otak
pasien EH yang in vivo. Kebanyakan dari data yang ada didapatkan dari model
percobaan EH, yang jauh dari sempurna. Anjuran yang paling umum seperti peran
neurotoksin, gangguan neurotransmisi oleh karena perubahan metabolisme pada
gagal hati, perubahan metabolisme energi otak, respon inflamasi sistemik dan
perubahan sawar darah otak. Patogenesis dari EH tidak dapat dipaparkan secara
detil oleh karena banyaknya jumlah data yang dipublikasikan (untuk diskusi yang
lebih detil, lihat [5-7]). Hipotesis yang bervariasi dari patogenesis EH tidak saling
eksklusif. Tampaknya banyak abnormalitas yang disebutkan tersaji dalam waktu
yang sama dan bertanggung jawab dalam perkembangan EH.

Neurotoksin
Amonia adalah neurotoksin yang sangat berhubungan dengan EH. Saluran
gastrointestinal adalah sumber utama dari amonia. Amonia diproduksi oleh
enterosit dari glutamin dan katabolisme bakteri kolon sebagai sumber nitrogen
(seperti darah setelah perdarahan gastrointestinal)[8]. Hati yang masih intak
membersihkan hampir semua amonia dari vena porta, mengkonversinya menjadi
glutamin dan mencegahnya masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Peningkatan amonia
darah pada penyakit hati lanjut adalah konsekuensi dari gangguan fungsi hati dan
hubungan darah sekitar hati. Berkurangnya massa otot, hal umum yang terjadi pada
pasien tersebut, juga dapat berkontribusi, dimana otot adalah tempat penting untuk
mengurangi amonia hepar yang berlebih.
Pembengkakan dari astrosit sebagai akibat dari hiperamonemia dapat menjadi kunci
penting dalam perkembangan EH pada pasien dengan sirosis [9-12]. Penjelasan
yang mungkin untuk edema otak adalah peningkatan osmolaritas intrasel
disebabkan oleh metabolisme amonia di astrosit untuk membentuk glutamin [13].
Konsentrasi glutamin otak meningkat secara signifikan pada penyakit hati akut
entah dinilai secara biokimia dalam materi otopsi atau dengan spektroskopi
resonansi magnetik 1H [14]. Data ini didukung oleh pengukuran in vivo pada pasien
sirosis dimana spektroskopi resonansi magnetik proton dari otak menunjukkan
berkurangnya jumlah myoinositol (sebuah tanda peningkatan osmolaritas) dan
peningkatan glutamin [14]. Sebuah protein sangat kuat terimplikasi dalam sel yang
edem adalah water channel protein aquaporin-4, yang mana banyak diekspresikan
di astrosit [15,16]. Amonia juga secara langsung mempengaruhi aktivitas listrik
neuron dengan menginhibisi baik potenisal post sinaps eksitasi dan inhibisi [17]
dan hemikanal kortikal [18].

Gangguan Neurotransmisi
Beberapa sistem neurotransmisi telah diteliti dalam berbagai model coba
(kebanyakan) yang gagal hati akut, termasuk investigasi metode neurochemical,
neurobehavioral dan electrophysiological. Kebanyakan melaporkan perubahan
pada sistem GABA benzodiazepinergic [19], dopaminergik [20], serotoninerergik
dan neurotransmiter glutamate-ergic [5]. Untuk alasan yang jelas, sangat sedikit
data yang ada pada manusia dengan EH.
Zat-zat yang terlibat dalam aktivasi neurotransmisi GABAA-ergic telah diisolasi,
dikaraktersikkan dan diidentifikasi oleh spektroskopi gas chromatography-mass
sebagai benzodiazepin di otak, sera dan cairan serebrospinal manusia dengan EH
tipe A dan tipe C [21]. Beberapa darinya kemungkinan berasal eksogen tetapi
komponen endogen mirip benzodiazepin seperti neurosteroid telah teridentifikasi
[22]. Neurosteroid adalah modulator allosterik positif selektif poten dari kompleks
reseptor GABAA. Allopregnanolon dan pregnenolon (precursor steroid) secara
patofisiologi meningkat konsentrasinya pada otak pasien yang koma hepatik [22].
Aktivasi dari protein tranlokator astrositik 18-kDa (sebelumnya disebut sebagai
reseptor benzodiazepin tipe perifer) berkontribusi dalam patogenesis dari gejala
sistem saraf pusat EH [23].
Beberapa gejala ekstrapiramidal pasien dengan sirosis mungkin karena perubahan
fungsi dopaminergik, yang mana berkaitan erat dengan akumulasi mangan di
ganglia basalis [24]. Mangan menormalkan level striatal yang rendah dari dopamin.
Oleh sebab itu, akumulasi mangan di ganglia basalis menunjukkan usaha otak untuk
mengkoreksi defisiensi dopamin pada penyakit hati [25].

Respon sistemik terhadap infeksi dan neuroinflamasi


Kemungkinan penyebab lain dari disfungsi otak termasuk perubahan aliran darah
otak, metabolit otak dan pelepasan mediator inflamasi; pentingnya, proses-proses
ini terjadi tanpa infeksi langsung di jaringan otak [9,26]. Infeksi adalah presipitan
EH yang cukup diketahui, tetapi mekanismenya belum dipahami secara lengkap
[27]. Pasien dengan sirosis diketahui imunosupres fungsional dan cenderung
mengalami infeksi. Baik infeksinya sendiri atau respon inflamasi yang
mengeksaserbasi EH masih belum jelas. Respon inflamasi sistemik menyebabkan
pelepasan dan sirkulasi dari sitokin dan mediator pro inflamasi. Ensefalopati
sehubungan sepsis dikarakteristikkan sebagai perubahan status mental dan aktivitas
motorik, dengan derajat dari derlirium hingga koma [28]. Pertumbuhan berlebih
dari bakteri usus kecil dapat berkontribusi dalam EH minimal [29,30]. Pasien
dengan sirosis secara signifikan autochthonous lebih sedikit dan lebih genera
patogen dari kontrolnya [31]; Alcaligenaceae dan Porphyromonadaceae positif
berhubungan dengan gangguan kognitif [32]. Disbiosis, ditunjukkan dengan
penurunan bakteri autochthonous, didapatkan pada lendir dan feses pasien dengan
sirosis, dibandingkan dengan kontrolnya; oleh sebab itu menginvestigasi
mikrobiota dalam lendir dapat digunakan dalam praktik klinis [33].

Manifestasi Klinis
EH memberikan gambaran luas dari manifestasi neurologis non spesifik dan
psikitarik [34]. Pada gambaran terendah [35,36], EH merubah hanya tes
psikometrik berorientasi terhadap atensi, memori kerja, kecepatan psikomotor dan
kemampuan visuospasial, juga elektrofisiologi serta pengukuran fungsi otak lain
[37,38]. Selama EH berkembang, perubahan personalitas, seperti apatis, iritabiltas
dan disinhibisi, dilaporkan oleh keluarga pasien [39], dan perubahan jelas pada
kesadaran dan fungsi motor terjadi. Gangguan siklus bangun-tidur dengan rasa
kantuk di siang hari sering terjadi [40], sedangkan siklus bangun-tidur yang terbalik
seutuhnya jarang terlihat [41,41]. Pada pasien dapat timbul disorientasi yang
progresif terhadap waktu dan tempat, perilaku yang tidak tepat, status kebingungan
akut dengan agitasi atau somnolen, stupor dan akhirnya koma [43]. Konsensus
ISHEN (International Society for Hepatic Encephalopathy and Nitrogen
Metabolism) terbaru menggunakan onset disorientasi atau asteriksis sebagai tanda
awal EH [44]. Pada pasien EH non koma, abnormalitas sistem motorik seperti
hipertonia, hiperefleksia dan tanda Babinski positif dapat ditemukan. Sebagai
kontrasnya, refleks tendom dalam dapat berkurang bahkan menghilang pada koma
[45], meskipun tanda piramidal masih ditemukan. Jarang defisit neurologis fokal
transien timbul [46]. Kejang jarang dilaporkan pada pasien EH [47-49]. Disfungsi
ekstrapiramidal seperti hipomimia, kekakuan otot, bradikinesia, hipokinesia,
monotoni dan perlambatan bicara, tremor mirip Parkinson dan diskinesia dengan
berkurangnya gerakan voluntir adalah gejala yang umum ditemukan [45].
Asteriksis atau “flapping tremor” sering ditemukan pada stadium awal hingga
pertengahan EH yang mendahului stupor atau coma, pada kenyataannya bukan
sebuah tremor, tetapi myoklonus negatif terdiri dari hilangnya tonus postural.
Sangat mudah timbul oleh aksi yang membutuhkan tonus postural, seperti
hiperkstensi pergelangan tangan dengan jari terpisah, atau memeras jari-jari
pemeriksa. Namun asteriksis dapat ditemukan pada area lain seperti kaki, betis,
lengan, lidah dan kelopak mata. Asteriksis bukan tanda patognomonik dari EH, oleh
karena asteriksis dapat ditemukan pada penyakit lain seperti keadaan uremia.
Utamanya, tanda mental (baik kognitif atau perilaku) dan motorik pasien EH dapat
tidak ditemukan pada setiap individu, oleh sebab itu menyulitkan dalam menilai
tingkat keparahan EH.
Selain dari manifestasi EH yang jarang terjadi, telah diterima secara luas dalam
praktik klinis, semua bentuk HE dan manifestasinya dapat kembali atau reversibel
secara utuh, dan asumsi ini masih menjadi dasar operasional untuk strategi
pengobatan. Namun, penelitian pada pasien EH transplantasi hati dan pada pasien
setelah resolusi EH yang berulang diragukan reversibilitas secara utuh.
Klasifikasi
EH diklasifikasikan berdasarkan semua empat faktor dibawah [50]:
i. Berdasarkan penyakit mendasarinya;
a. Tipe A oleh karena gagal hati akut;
b. Tipe B karena didominasi bypass portosistemik atau shunting;
c. Tipe C oleh karena sirosis
ii. Berdasarkan keparahan manifestasi:
Untuk tujuan klinis dan penelitian, skema penggolongan diberikan (Tabel 1).
Klasifikasi operatif untuk menilai gangguan fungsional bertujuan
meningkatkan reliabilitas intra dan inter-rater dan sebaiknya digunakan
kapanpun memungkinkan.
iii. Berdasarkan perjalanan waktu EH:
a. EH episodik
b. EH rekuren dimana interval waktunya 6 bulan
c. EH persisten, pola perubahan perilaku selalu ada diselingi relaps dari EH
iv. Berdasarkan adanya faktor presipitasi:
a. Tanpa presipitasi
b. Presipitasi; faktor presipitasi dan diidentifikasi dalam hampir semua
episodik EH tipe C, dan harus dicari serta diterapi bila ditemukan:
 Intak protein berlebih
 Konstipasi
 Hiponatremia
 Infeksi (cth peritonitis bakteri spontan)
 Obat sedativa: benzodiazepin, morfin;
 Azotemia
 Hipokalemia
 Alkalosis
 Dehidrasi
 Restriksi cairan
 Diuretik
 Diare
 Muntah
 Hipotensi/hipovolemi arterial
 Vasodilatasi perifer
 Syok, operasi
 Hipoksia
 Anemia

Kriteria
WHC ISHEN Deskripsi Operasi Komentar
Disarankan
Tidak ada
tanda
ensefalopati
Tes dan
sama sekali,
Unimpaired terbukti
tidak ada
normal
riwayat
ensefalopati
hepatikum
Perubahan
dari tes Hasil
Tidak ada
psikometrik abnormal tes
kiriteria
dan psikometrik
universal
neuropsikolo atau
Covert untuk standar
Minimal gi memeriksa neuropsikolo
(tersembunyi) lokal diagnosis
kecepatan gi tanpa
dan
psikomotor/f disertai
dibutuhkannya
ungsi manifestasi
ahli
eksekutif atau klinis
perubahan
neuropsikolo
g tanpa bukti
klinis
perubahan
mental
Kurangnya Meskipun
rasa awas berorientasi
yang kurang waktu dan
berarti, tempat,
euforia atau pasien
kecemasan, tampak Temuan klinis
pemendekan memiliki biasanya tidak
Grade I
waktu atensi, penurunan dapat
gangguan kognitif atau direproduksi
berhitung perilaku pada
tambah atau pemeriksaan
kurang, klinis atau
perubahan pada
irama tidur pengasuh
Letargi atau Disorientasi
apatis, waktu
disorientasi (minimal 3
Temuan klinis
waktu, dari kriteria
bervariasi
perubahan berikut salah:
tetapi dapat
Grade II Overt (tampak) personalitas hari dalam
direproduksi
jelas, seminggu,
sampai batas
perilaku tidak hari dalam
tertentu
sesuai, sebulan,
dispraksia, bulan, musim
asteriksis atau tahun) ±
gejala lain
yang telah
disebut
Somnolen
Disorientasi
sampai
juga pada
semistupor,
tempat Temuan klinis
respon
(minimal 3 dapat
terhadap
Grade III dari berikut direproduksi
stimulus,
salah: negara, sampai batas
bingung,
provinsi, kota tertentu
diorientasi
atau tempat)
berat,
± gejala lain
perilaku aneh
Tidak respon Status koma
Grade IV Koma terhadap biasanya dapat
nyeri direproduksi
Semua kondisi butuh dihubungkan dengan insufisiensi hati dan/atau portosystemis shunting; ISHEN,
International Society for Hepatic Encephalopathy and Nitrogen Metabolism.

Klasifikasi kelima bergantung pada ada atau tidaknya gagal hati kronik eksaserbasi
akut pada pasien atau acute on chronic liver failure (ACLF)[51]. Meskipun
tatalaksana, mekanisme dan prognosis berimpak berbeda, klasifikasi ini masih
dalam batas penelitian [50].

Diferensial Diagnosis
Diagnosis memerlukan deteksi tanda-tanda sugestif EH pada pasien dengan
insufisiensi hati parah dan/atau portosystemic shunting, yang jelas tidak memiliki
penyebab alternatif disfungsi otak. Pengenalan faktor presipitasi EH (cth infeksi,
perdarahan dan konstipasi) mendukung diagnosis EH. Diferensial diagnosis harus
mempertimbangkan kelainan umum yang merubah tingkat kesadaran. Manifestasi
neurologis EH tidak spesifik. Oleh sebab itu, kelainan yang muncul bersamaan
harus dipertimbangkan sebagai sumber tambahan disfungsi sistem saraf pusat pada
semua pasien dengan penyakit hati kronik. Hal terpenting ialah disfungsi ginjal,
hiponatremia, diabetes mellitus, sepsis dan defisiensi tiamin (Wernicke’s
encephalopathy); juga perdarahan intrakranial.
Hiponatremia adalah faktor resiko tidak bergantung dalam perkembangan EH pada
pasien dengan sirosis [52]. Peningkatan resiko untuk menimbulkan EH juga
ditemukan pada pasien sirosis dengan disfungsi renal tidak dipengaruhi keparahan
sirosisnya [53].
Gejala neurologis diperhatikan di 21-33% pasien dengan sirosis dan sepsis dan 60-
68% pada mereka dengan syok sepsis [54]. Data mengenai efek penyakit hati
mendasari fungsi otak jarang kecuali untuk alkoholis dan hepatitis C [55]. Sekitar
setengah dari pasien HCV mengalami fatigue/kelelahan kronik tanpa memandang
derajat penyakit hatinya [56,57]. Kasus jarang namun sulit mungkin karena
penyakit Wilson [58].
Pasien dengan gangguan alkohol dan tanpa penyakit hati menunjukkan defisit
memori episodik [59], memori bekerja dan fungsi eksekutif [60], kemampuan
visuokonstruksi [61] dan kemampuan motorik tungkai atas dan bawah [62].
Demikian pula pasien dengan kolangitis biliaris primer dan kolangitis sklerosis
primer dapat mengalami kelelahan yang kronis dan gangguan atensi, konsentrasi
dan fungsi psikomotor terlepas dari derajat penyakit hatinya [63].

Diagnosis dan Uji


Pendekatan penilaian dan pengukuran keparahan EH dilakukan secara kontinyu
[64]. Strategi tes dilakukan mulai dari skala klinis sederhana hingga alat
psikometrik dan neuropsikologi yang canggih; namun belum ada tes saat ini yang
valid untuk semua spektrum [11]. Tes yang sesuai dan pilihan diagnostik berbeda
bergantung pada ketajaman presentasi dan derajat gangguan [65].

Diagnosis dan uji untuk overt (tampak) EH


Diagnosis EH yang tampak/overt berdasarkan pemeriksaan klinis dan keputusan
klinis. Skala klinis digunakan untuk mrnganalisa keparahannya. Tes kuantitatif
spesifik hanya dibutuhkan dalam setingan studi. ‘Gold standard’ adalah kriteria
West-Haven [2]. Deteksi disoreintasi dan asteriksis memiliki reabilitas inter-rater
yang baik, oleh sebab itu dipilih sebagai gejala khas dari EH tampak/overt [65].
Skala orientasi atau campuran sudah digunakan untuk membedakn keparahan EH
[66,67]. Pada pasien dengan perubahan kesadaran yang terbukti, Glasgow Coma
Scale luas digunakan. Mendiagnosis disfungsi kognitif dengan observasi klinis, tes
neuropsikologi dan neurofisiologi tidak sulit.
Kesulitannya adalah menetapkan EH. Untuk alasan ini, EH tampak/overt masih
menjadi diagnosis eksklusi pada populasi pasien yang sering mengalami
abnormalitas status mental oleh karena medikasi, alkohol, obat-obatan, efek
hiponatremi dan gangguan psikiatri. Oleh sebab itu, sebagai indikasi klinis, eksklusi
etiologi lain dengan laboratorium dan radiologi untuk pasien EH dengan perubahan
status mental diperlukan.

Tes untuk EH minimal dan tersembunyi/covert


EH minimal dan tersembunyi/covert diartikan sebagai adanya tes atau tanda klinis
disfungsi otak pada pasien dengan penyakit hati kronik yang orientasi baik atau
menunjukkan asteriksis. Penggunaan ‘minimal’ menunjukkan bahwa tidak ada
tanda klinis, kognitif atau lainnya,, dari EH. Penggunaan ‘tersembunyi/covert’
termasuk minimal dan EH grade 1. Strategi tes dapat dibagi menjadi dua tipe major:
psikometrik dan neurofisiologi [68,69]. Oleh karena kondisi memengaruhi
beberapa komponen dari fungsi kognitif, yang mana tidak terganggu pada derajat
yang sama, ISHEN menyarankan penggunaan setidaknya dua tes berdasarkan
norma populasi lokal dan ketersediaan, dan lebih dipilih salah satu tes yang diterima
secara luas sebagai pembanding. Pengujian EH minimal dan covert penting karena
dapat mengindikasikan kualitas buruk dari hidup dan penuruan potensi
sosioekonomi, dan membantu mengkonseling pasien serta pengasuh mengenai
penyakit. Kejadian EH minimal dan covert pada pasien dengan penyakit hati kronik
setinggi 50% [70], jadi idealnya setiap pasien beresiko diuji. Namun strategi ini
dinilai mahal [71] dan konsekuensi dari prosedur skrining tidak selalu jelas dan
tatalaksana tidak selalu direkomendasikan (konsul rekomendasi tatalaksana).
Pendekatan operasional mungkin untuk menguji pasien yang memiliki masalah
dengan kualitas hidup atau adanya komplain dari pasien atau keluarganya [72].
Pengujian harus dilakukan oleh tenaga ahli. Diagnosa EH minimal atau covert tidak
serta merta berarti subjek yang bersangkutan dalam kondisi berbahaya [73].
Strategi pengujian yang dipercaya:
i. Uji Sindroma Ensefalopati Portosistemik (EPS) terdiri dari lima uji tulis yang
mengevaluasi kognitif dan kecepatan proses psikomotor dan koordinasi
visuomotor. Uji ini relatif mudah diaplikasikan dan memiliki validitas eksterna
yang baik [74]. Dapat diperoleh dari Hannover Medical School yang
memegang lisensi (Weissenborn.karin@mh-hannover.de).
ii. Uji Crtitical Flicker Frequency (CFF) adalah alat psikofisiologi, yang
didefinisikan sebagai frekuensi dimana cahaya fusi (dari 60Hz kebawah)
tampak berkedip oleh pasien. Studi menunjukkan penurunan dengan kognisi
memburuk dan membaik setelah terapi. Membutuhkan beberapa kali
percobaan, penglihatan binokular yang baik, tidak buta warna merah-hijau dan
alat khusus [75,76].
iii. Uji Continuous Reaction Time (CRT) bergantung pada respon pengulangan
waktu reaksi motorik (memencet tombol) pada stimulus suara. Hasil uji
terpenting ialah CRT-index mengukur stabilitas waktu reaksi. Hasil uji
dibedakan antara gangguan otak organik dan metabolik yang tidak dipengaruhi
oleh umur atau jenis kelamin. Hanya dibutuhkan aplikasi serta alat sederhana
[77].
iv. Inhibitory Control Test (ICT) adalah uji komputerisasi dari respon inhibisi dan
memori kerja [78], dan dapat diunduh di www.hecme.tv. Uji ini dinilai
memiliki validitas yang baik tetapi membutuhkan pasien yang kooperatif.
v. Stroop Test mengevaluasi kecepatan psikomotor dan fleksibilitas kognitif
dengan interferensi waktu reaksi mengenal dengan lapangan pandang berwarna
serta tulisan nama yang berwarna. Baru-baru ini pengaplikasian uji dengan
perangkat lunak samrtphone atau komputer tablet dapat mengidentifikasi
disfungsi kognitif pada pasien sirosis dibandingkan uji tulis atau paper-pencil
tests [79]. Studi lebih lanjut masih dalam tahap evaluasi kemampuan uji ini
untuk skrining EH minimal/covert.
vi. Elektroensefalograf dapat mendeteksi perubahan pada aktivitas serebral kortis
di seluruh spektrum EH meski tanpa kerjasama pasien. Namun, uji ini non
spesifik dan dapat dipengaruhi oleh gangguan metabolik penyerta seperti
hiponatremia ataupun obat-obatan.
Rekomendasi pengujian bervariasi bergantung pada logistik, ketersediaan uji,
peraturan yang berlaku serta biaya [64,66,69]

Uji Laboratorium
Kadar amonia darah yang tinggi sendiri tidak dapat mendiagnosa, menentukan
stadium atau prognosis dari pasien EH dengan penyakit hati kronik [80]. Namun,
pada kasus kadar amonia pasien EH overt dan didapatkan normal, diagnosa EH
perlu dipertanyakan. Pada obat-obat yang menurunkan kadar amonia, pengukuran
berulang amonia dapat membantu menguji efikasinya. Kadar amonia dilaporkan
baik dari vena, darah arteri atau plasma. Banyak metode yang dapat digunakan
tetapi pengukuran hanya dilakukan jika standar laboratorium dapat diandalkan.

Tatalaksana
Prinisp umum
Saat ini, hanya EH overt yang secara rutin diterapi [10]. Sedangkan EH minimal
dan covert tidak harus diperiksa klinis secara rutin dan lebih utama didiagnosa
dengan metode yang telah disebutkan sebelumnya. Meski EH minimal atau covert
hampir tak tampak, dapat memberikan dampak signifikan kepada kehidupan sehari-
hari pasien. Keadaan-keadaan tertentu dapat menjadi indikasi untuk terapi pasien
tersebut seperti gangguan kemampuan menyetir, performa kerja, kualitas hidup atau
gangguan kognitif. Pasien dengan derajat EH yang lebih tinggi dan beresiko atau
tidak mampu menjaga airway mereka membutuhkan pengawasan intensif yang
lebih dan idealnya dalam kondisi intensive-care. Penyebab alternatif dari
ensefalopti tidak selalu ada pada pasien dengan sirosis yang telah lanjut. Secara
teknis, jika penyebab lain dari ensefalopati ditemukan, maka tidak dapat digunakan
istilah EH. Maka yang terjadi adalah penanganan baik hati dan non EH.
Pengontrolan faktor presipitasi dalam tatalaksana EH overt adalah sangat penting,
oleh karena hampir 90% pasien dapat diterapi hanya dengan mengkoreksi faktor
presipitasinya [81]. Pengawasan yang hati-hati terhadap isu ini masih menjadi dasar
tatalaksana EH.
Terapi untuk episode EH overt/tampak
Sebagai tambahan elemen lain dalam pendekatan empat cabang tatalaksana EH,
terapi obat spesifik adalah bagian dari tatalalaksana. Kebanyakan obat belum diuji
oleh studi acak terkontrol yang teliti. Agen-agen termasuk didalamnya disakarida
tak terserap / non-absorbable disaccharides seperti laktulosa dan antibiotik seperti
rifaximin. Terapi lain seperti branched-chain amino acids (BCAA) oral, L-
ornithine L-aspartate (LOLA) intravena, probiotik dan antibiotik lain juga telah
digunakan.
Disakarida tak terserap / non-absorbable disaccharides
Laktulosa sering digunakan sebagai penanganan awal untuk EH overt [82]. Sebuah
data meta analisis skala besar tidak sepenuhnya mendukung efikasi dari laktulosa
sebagai terapi EH overt. Pertimbangan biaya menambah pertentangan penggunaan
laktulosa [83]. Lactitol mirip dengan laktulosa dan, berdasarkan meta analisis skala
kecil, didapatkan lebih efektif [84,85]. Pada populasi dengan prevalensi tinggi
intolerans laktosa, penggunaan laktosa disarankan [86]. Pada studi dengan skala
lebih kecil, enema yang mengasamkan feses (laktosa dan laktulosa) lebih
diunggulkan dibandingkan enema dengan air biasa [87].
Dosis laktulosa harus dimulai dari 25 mililiter dengan sirup laktulosa setiap 1-2 jam
hingga paling tidak terproduksi dua pergerakan usus halus per hari. Setelah itu,
dosis dititrasi untuk mempertahankan dua sampai tiga gerakan usus halu per hari
[2]. Terdapat bahaya dalam penggunaan berlebihan laktulosa seperti aspirasi,
dehidrasi, hipernatremia dan beberapa iritasi kulit perianal, dan penggunaan
berlebihan dapat mempresipitasi EH [88].
Antibiotik
Rifaximin telah digunakan sebagai terapi EH di sejumlah penelitian dan
membandingkannya dengan plasebo, antibiotik lain, disakarida tak terserap dalam
berbagai dosis [89]. Percobaan tersebut menunjukkan efek dari rifaximin setara atau
lebih dari agen sebanding dengan tolerabilitas yang baik. Terapi siklik dalam jangka
waktu lama yaitu lebih dari 3-6 bulan dengan rifaximin untuk pasien dengan EH
overt juga telah diteliti dalam tiga percobaan (duanya membandingkan dengan
disakarida tak terserap dan satunya dengan neomycin) menunjukkan kesetaraan
dalam perbaikan kognitif dan penurunan amonia. Studi multi nasional untuk
mempertahankan remisi pada pasien yang memiliki dua riwayat EH overt
menunjukkan keunggulan rifaximin dibanding plasebo [90]. Tidak ada data pasti
yang menunjukkan hanya menggunakan rifaximin.
Neomycin dulunya luas digunakan sebagai terapi EH; diketahui sebagai inhibitor
glutaminase [91]. Metronidazole dapat digunakan sebagai terapi jangka pendek
[92]. Namun, ototoksisiti jangka panjang, nefroksisiti dan neurotoksisiti membuat
agen-agen ini tidak menarik untuk digunakan jangka panjang yang kontinyu.
Terapi lain
Banyak obat telah digunakan sebagai terapi EH tetapi data untuk mendukung
penggunaannya masih terbatas atau kurang. Namun, banyak dari obat-obat ini
secara aman dapat digunakan meski pembuktian efikasi masih terbatas.
BCAA: sebuah meta analisis dari delapan percobaan acak terkontrol
mengindikasikan BCAA oral kaya formulasi, memperbaiki manifestasi episode EH
baik overt ataupun minimal [93,94]. Tidak ada efek BCAA intravena pada serangan
episodik EH [95].
Pemungut amonia metabolik; obat-obat tersebut telah digunakan untuk terapi
kegagalan sejak lahir siklus urea selama bertahun-tahun. Bentuk-bentuk yang
berbeda telah tersedia dan merupakan agen investigasi yang menjanjikan. Ornithine
phenylacetate telah diteliti untuk EH namun laporan klinis lebih jauh masih
menunggu [96]. Glyceryl phenylbutyrate (GPB) diuji dalam penelitian acak
terkontrol pada pasien yang mengalami dua atau lebih episode EH dalam 6 bulan
terakhir dan yang dipertahankan pada terapi standar (laktulosa þ/rifaximin) [97].
Dengan penggunaan GPB ditemukan lebih sedikit episode EH dan hospitalisasi.
Lebih banyak studi klinis dengan prinsip yang sama masih dalam proses, jika telah
terkonfirmasi, mungkin menjadi rekomendasi klinis.
LOLA: sebuah studi acak terkontrol pada pasien dengan EH persisten menunjukkan
perbaikan dengan LOLA intravena dalam uji psikometrik dan angka amonia vena
post prandial [98]. Suplemen oral dengan LOLA masih inefektif.
Probiotik: studi terbuka baru-baru ini baik laktulosa, probiotik atapun tanpa terapi
pada pasien sirosis yang telah bebas dari EH ditemukan episode EH lebih sedikit
pada laktulosa atau probiotik dibandingkan plasebo tetapi tidak ada perbedaan
antara intervensi keduanya [99].
Flumazenil: obat ini tidak sering digunakan. Secara transien memperbaiki status
mental pada EH overt tanpa peningkatan di kesembuhan atau pertahanan hidup.
Efeknya penting pada situasi marginal untuk menghindari bantuan ventilasi. Juga,
efeknya dapat membantu dalam diferensial diagnosis yang sulit dengan konfirmasi
reversibilitas, contoh ketika terapi standar secara tak terduga gagal atau ketika
toksisitas benzodiazepin dicurigai.
Laksatif: laksatif sederhana sendiri tidak memiliki kandungan prebiotik disakarida
dan belum ada publikasi yang menggali isu ini. Penggunaan preparat polyethylene
glycol [100] membutuhkan validasi lebih jauh.

Pencegahan EH overt
Laktulosa sering digunakan untuk mempertahankan remisi dari EH overt. Studi
acak terkontrol terbuka dari laktulosa mendemostrasikan lebih sedikit kekambuhan
EH pasien dengan sirosis [101].
Rifaximin ditambahkan pada laktulosa adalah agen terbaik untuk mempertahankan
remisi pasien yang telah mengalami satu atau lebih serangan EH overt sementara
dalam terapi laktulosa setelah episode awal EH overt [90].
Setelah transjugular intrahepatic portosystemic shunting (TIPS) EH dapat terjadi.
Sebuah studi mengilustrasikan baik rifaximin maupun laktulosa tidak dapat
mencegah EH post TIPS lebih baik dari plasebo [104]. Pemilihan kasus secara hati-
hati mengurangi insidens EH parah post TIPS. Jika terjadi, pengurangan diameter
shunt dapat mengembalikan EH [105]. Terdapat kekurangan konsensus apakah
menarget pengurangan tekanan portal sebanyak 50% atau dibawah 12mmHg. Yang
terakhir berasosiasi dengan lebih banyak serangan ensefalopati [106].
Pertimbangan serangan berulang EH overt pada pasien dengan fungsi hati yang
masih baik seharusnya mengarahkan ke pencarian shunt portsosistemik spontan
yang besar. Tipe tertentu dari shunt, seperti spleno-renal shunt, dapat diembolisasi
dengan pembersihan cepat EH overt pada fraksi pasien dengan status fungsi hati
yang baik, meskipun beresiko perdarahan variceal susulan [107].

Tatalaksana EH minimal dan covert


Sementara bukan standar untuk menterapi EH minimal dan covert, beberapa studi
menggunakan berbagai agen termasuk probiotik, laktulosa dan rifaximin untuk EH
minimal. Kebanyakan studi kurang dari 6 bulan dan tidak menunjukkan perjalanan
seutuhnya dari kondisi. Rentang percobaan keseluruhan dari percobaan terbuka
hingga studi acak kontrol yang lebih besar menggunakan berbagai terapi.
Kebanyakan studi menunjukkan perbaukan pada status kognitif tetapi cara
diagnosis bervariasi. Sebagian kecil studi menggunakan titik akhir relevan klinis.
Ditunjukkan dalam studi terbuka bahwa laktulosa dapat mencegah perkembangan
episode pertama EH overt tetapi studi ini butuh direplikasi dalam studi yang lebih
besar sebelum rekomendasi pasti dibuat [108]. Studi menggunakan laktulosa dan
rifaximin menunjukkan perbaikan kualitas hidup [109,110] dan juga performa
simulasi menyetir [111,112]. Probiotik juga telah digunakan tetapi jumlah yang
bervariasi dan tipe organisme serta hasil yang berbeda membuatnya sulit
direkomendasikan sebagai pilihan terapi saat ini [113-115].
Oleh karena bermacam-macam metode digunakan untuk menentukan EH minimal
dan covert, titik akhir yang bervariasi, percobaan terapi jangka pendek dan berbagai
macam agen digunakan dalam percobaan, terapi rutin untuk EH minimal belum
direkomendasikan sampai saat ini. Pengecualian dapat dibuat pada penggunaan
terapi kasus per kasus yang disetujui untuk EH overt, khususnya untuk pasien
dengan EH covert dan EH West-Haven grade I.
Nutrisi
Modulasi metabolisme nitrogen penting untuk terapi semua derajat EH dan pilihan
nutrisi berkaitan. Panduan terbaru yang detil untuk nutrisi pasien EH diberikan
dimana saja [116]. Malnutrisi sering kali tidak didiagnosa, dan sekitar 75% pasien
EH mengalami malnutrisi kalori-protein sedang hingga berat disertai kehilangan
massa otot dan tempat penyimpanan energi. Restriksi protein kronik bersifat
merusak, sebagaimana kebutuhan protein pasien relatif lebih besar dibanding
pasien normal dan beresiko percepatan metabolisme puasa. Sarcopenia terbukti
indikator prognosis negatif yang penting pada pasien sirosis [117]. Terapinya
adalah refeeding dengan hiperalimentasi sedang. Makanan kecil didistribusi rata
sepanjang hari dan cemilan malam [118] harus dianjurkan dengan menghindari
puasa. Hiperalimentasi atau pemberian makanan harus diberikan secara oral untuk
pasien yang kooperatif, dengan selang nasogastrik jika pasien tidak terpenuhi
jumlahnya sesuai keinginan dan secara parenteral untuk pasien lain. Terdapat
sebuah konsensus mengatakan bahwa nutrisi protein yang rendah harus dihindari
untuk pasien dengan EH. Beberapa derajat restriksi protein mungkin tidak dapat
dipungkiri beberapa hari awal terapi EH overt tetapi tidak seharusnya memanjang.
Formulasi nutrisional kaya BCAA oral dapat digunakan untuk mengobati EH dan
secara umum meningkatkan status nutrisi pasien sirosis, tetapi BCAA intravena
untuk episode EH tidak memberikan efek [119].

Anda mungkin juga menyukai