Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit kulit inflamasi yang khas,

bersifat kronis dan sering terjadi kekambuhan (eksaserbasi) terutama mengenai

bayi dan anak, dapat pula pada dewasa. Penyakit ini biasanya disertai dengan

peningkatan kadar IgE dalam serum serta adanya riwayat rinitis alergika dan

atau asma pada keluarga maupun penderita1. Menurut definisi Rajka dermatitis

atopik adalah suatu inflamasi yang spesifik pada kompartemen dermo-

epidermal, terjadi pada kulit atopik yangbereaksi abnormal; dengan manifestasi

klinis timbulnya gatal dan lesi kulit inflamasi bersifat eczematous2. Istilah

dermatitis banyak digunakan oleh para dermatologist yang berorientasi pada

sumber ilmu dari Amerika, digunakan untuk mengganti kata “eksema” yang

banyak dipakai di benua Eropa3. Kata eksema sendiri telah lama dikenal sejak

dahulu yaitu pada zaman sebelum masehi (543AD), berasal dari bahasa Yunani

“ekzein” yang berarti mendidih atau berbuih4-6. Istilah eksema ini barangkali

digunakan untuk menggambarkan penyakit kulit yang beragam ujud kelainan

kulitnya, seperti air mendidih.

Pada tahun 1933 Wise dan Silzberger menyebut penyakit kulit dengan

gejala seperti tersebut di atas sebagai dermatitis atopik, istilah yang untuk
5,7
selanjutnya dapat diterima sampai saat ini dan penyakit kulit ini harus

4
8
dibedakan dengan dermatitis eksematosa tipe kontak . Konsep atopi

diperkenalkan pertama kali oleh Coca dan Cooke pada tahun 1923, sebagai suatu

istilah yang dipakai secara spontan pada individu yang mempunyai riwayat

keluarga terhadap kepekaan tersebut1,5,6,9. Kata atopi diambil dari bahasa Yunani

atopia yang berarti sesuatu yang tidak lazim, different atau out of place, dan

istilah ini untuk menggambarkan suatu reaksi yang tidak biasanya, berlebihan

(hipersensitivitas) dan disebabkan oleh paparan benda asing yang terdapat di

dalam lingkungan kehidupan manusia.

5
BAB II

ISI

2.1 DEFINISI

Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit yang diturunkan secara

genetik, ditandai oleh inflamasi, pruritus, dan lesi eksematosa dengan episode

eksaserbasi dan remisi.1,3-5 Penyakit ini sangat mempengaruhi kualitas hidup

pasien maupun keluarga dan orang-orang terdekat pasien.3,5

Sekitar 10-20% anak2,3,5 dan 1-3% dewasa di dunia5 menderita penyakit

ini dan insidens-nya cenderung meningkat di berbagai belahan dunia.1,2,4 Onset

dermatitis atopik sering pada masa anak-anak mulai dari lahir sampai usia 5

tahun.3-5 Meskipun dermatitis atopik penyakit kronis, 60-70% penderitanya

sembuh sebelum usia dewasa.3,4

2.2 EPIDEMIOLOGI

Jumlah penderita dermatitis atopik di Iran dan China sekitar 2%, di

Amerika, Australia, England dan Scandinavia jumlahnya lebih tinggi, mencapai

hingga 20%.1

6
2.3 ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI

Penyebab dermatitis atopik belum diketahui, terdapat 2 teori yang

menjelaskan etiologi dermatitis atopik. Teori pertama menyatakan dermatitis

atopik merupakan akibat defisiensi imunologik yang didasarkan pada kadar

Imunoglobulin E (Ig E) yang meningkat dan indikasi sel T yang berfungsi

kurang baik. Sedangkan teori kedua menyatakan adanya blokade reseptor beta

adrenegik pada kulit. Namun, kedua teori tersebut tidak adekuat untuk

menjelaskan semua aspek penyakit dermatitis atopik.

Berdasarkan usia kejadian dermatitis atopik dibagi menjadi 3 tipe, yaitu : (Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin, 2010) )(Fitzpatrick, 2012)(Andrew’s, 2016)

1. Tipe Infantil (usia 2 bulan – 2 tahun).

2. Tipe anak-anak (usia 2 – 10 tahun).

3. Tipe dewasa (17 -25 tahun).

Sedangkan Djuanda dan Sularsito tahun 2002, membagi usia pada tipe

dermatitis atopik menjadi :

1. Bentuk Infantil (usia 2 bulan – 2 tahun).

2. Bentuk anak ( usia 3 tahun – 11 tahun).

3. Bentuk remaja dan dewasa ( 12 tahun – 30 tahun).

7
2.4 PATOGENESIS

Patogenesis dermatitis atopik belum sepenuhnya dipahami tetapi diduga

merupakan interaksi faktor genetik, disfungsi imun, disfungi sawar epidermis,

dan peranan lingkungan serta agen infeksius.1-3

Fungsi sawar epidermis terletak pada stratum korneum sebagai lapisan

kulit terluar. Stratum korneum berfungsi mengatur permeabilitas kulit dan

mempertahankan kelembaban kulit, melindungi kulit dari mikroorganisme dan

radiasi ultra-violet, menghantarkan rangsang mekanik dan sensorik.4 Lapisan ini

terbentuk dari korneosit yang dikelilingi lipid, yang terdiri dari ceramide,

kolesterol, dan asam lemak bebas. Ceramide berikatan kovalen dengan selubung

korneosit membentuk sawar yang menghalangi hilangnya air dari lapisan kulit.4

Hidrasi korneosit juga dipengaruhi oleh produksi natural moisturizing factor

(NMF) yang berasal dari pemecahan filagrin dalam korneosit menjadi asam

amino.4

Pada penderita dermatitis atopik ditemukan mutasi gen filagrin sehingga

mengganggu pembentukan protein yang esensial untuk pembentukan sawar

kulit.3 Gangguan fungsi sawar epidermis ini menyebabkan gangguan

permeabilitas dan pertahanan terhadap mikroorganisme. Transepidermal water

loss (TEWL) menjadi lebih tinggi pada dermatitis atopik dibandingkan pada

kulit normal karena kandungan lipid stratum korneum pada dermatitis atopik

juga berubah.3,4 Jumlah dan kandungan ceramide jenis tertentu berkurang dan

8
susunan lipid di stratum korneum juga berubah.3,4 Selain itu, ukuran korneosit

pada kulit pasien dermatitis atopik jauh lebih kecil dibandingkan korneosit kulit

normal. Semuanya menyebabkan bahan-bahan iritan, alergen, dan mikroba

mudah masuk ke dalam kulit.3,4 Agen infeksius yang paling sering terdapat pada

kulit dermatitis atopik adalah Staphylococcus aureus yang membuat koloni pada

90% pasien dermatitis atopik.3

Selain itu, pada dermatitis atopik terjadi defek respons imun bawaan

(innate immunity) yang menyebabkan pasien dermatitis atopik lebih rentan

terhadap infeksi virus dan bakteri.3 Pada fase awal dermatitis atopik respons sel

T didominasi oleh T helper 2 (Th2) tetapi selanjutnya terjadi pergeseran

dominasi menjadi respons Th1 yang berakibat pada pelepasan kemokin dan

sitokin pro-inflamasi, yaitu interleukin (IL) 4, 5, dan tumor necrosis factor yang

merangsang produksi IgE dan respons inflamasi sistemik. Akibatnya, terjadi

pruritus pada kulit pasien dermatitis atopik.3

2.5 GEJALA KLINIS

Manifestasi klinis dermatitis atopik berbeda pada setiap tahapan atau

fase perkembangan kehidupan, mulai dari saat bayi hingga dewasa. Pada setiap

anak didapatkan tingkat keparahan yang berbeda, tetapi secara umum mereka

mengalami pola distribusi lesi yang serupa.3

9
Gejala utama dermatitis atopik ialah pruritus, dapat hilang timbul

sepanjang hari, tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya

penderita akan menggaruk sehingga timbul bermacam-macam kelainan di kulit

berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi dan krusta7

Kulit penderita dermatitis atopik umumnya kering, pucat/redup, kadar

lipid di epidermis berkurang dan kehilangan air lewat epidermis meningkat.

Penderita dermatitis atopik cenderung tipe astenik, dengan intelegensia di atas

rata-rata, sering merasa cemas, egois, frustasi, agresif, atau merasa tertekan5

Subyektif selalu terdapat pruritus. Terdiri atas 3 bentuk berdasarkan usia, yaitu

: (Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 2010)(Fitzpatrick, 2012)(Andrew’s, 2016)

1. Bentuk infantil ( 2 bulan - 2 tahun)

Lesi awal dermatitis atopik muncul pada bulan pertama kelahiran,

biasanya bersifat akut, sub akut, rekuren, simetris di kedua pipi.6 Karena

letaknya di daerah pipi yang berkontak dengan payudara, sering disebut eksema

susu. Terdapat eritem berbatas tegas, dapat disertai papul-papul dan vesikel-

vesikel miliar, yang menjadi erosif, eksudatif, dan berkrusta. Tempat predileksi

di kedua pipi, ekstremitas bagian fleksor, dan ekstensor2

Rasa gatal yang timbul sangat mengganggu sehingga anak gelisah, susah

tidur, dan sering menangis. Pada umumnya lesi dermatitis atopik infantil

eksudatif, banyak eksudat, erosi, krusta dan dapat mengalami infeksi. Lesi dapat

10
meluas generalisata walaupun jarang, dapat terjadi eritroderma. Sekitar usia 18

bulan mulai tampak likenifikasi.5

Gambar 1: Dermatitis Atopik Infantil. (Kiri) Tampak eritema, papulo-vesikel

yang halus pada pipi dan dahi, gatal. (Kanan) Terbentuk ekskoriasi dan krusta (dengan

infeksi sekunder) akibat pecahnya papulo-vesikel yang digaruk (Fitzpatrick, 2012)

2. Bentuk anak (2 - 12 tahun)

Awitan lesi muncul sebelum umur 5 tahun. Sebagian merupakan

kelanjutan fase bayi. Pada kondisi kronis tampak lesi hiperkeratosis,

hiperpigmentasi, dan likenifikasi. Akibat adanya gatal dan garukan, akan

tampak erosi, eksoriasi linear yang disebut starch marks. Tempat predileksi

11
tengkuk, fleksor kubital, dan fleksor popliteal. Sangat jarang di wajah.6 Lesi

dermatitis atopik pada anak juga bisa terjadi di paha dan bokong.8

Eksim pada kelompok ini sering terjadi pada daerah ekstensor (luar)

daerah persendian, (sendi pergelangan tangan, siku, dan lutut), pada daerah

genital juga dapat terjadi.7

Gambar 2. Dermatitis atopi pada anak-anak. Erupsi generalisata terdiri dari papul-
papul konfluens yang berubah menjadi erosif, ekskoriasi dan krusta. (Fitzpatrick,
2012)

12
Gambar 3. Dermatitis atopi pada anak-anak. Likenifikasi pada regio fleksura.
(Fitzpatrick, 2012)

3. Bentuk remaja dan dewasa (> 12 tahun)

Bentuk lesi pada fase dewasa hampir serupa dengan lesi kulit fase akhir

anak-anak.4Lesi selalu kering dan dapat disertai likenifikasi dan

hiperpigmentasi. Tempat predileksi tengkuk serta daerah fleksor kubital dan

fleksor popliteal.

Manifestasi lain berupa kulit kering dan sukar berkeringat, gatal-gatal

terutama jika berkeringat. Berbagai kelainan yang dapat menyertainya ialah

xerosis kutis, iktiosis, hiperlinearis Palmaris et plantaris, pomfoliks, ptiriasis

alba, keratosis pilaris (berupa papul-papul miliar, di tengahnya terdapat

lekukan), dll7.

13
DA remaja cenderung berlangsung lama kemudian menurun dan

membaik (sembuh) satelah usia 30 tahun, jarang sampai usia pertengahan, hanya

sebagian kecil berlangsung sampai tua7.

Gambar 4. Dermatitis atopi pada remaja/dewasa. Hyperlinear palm. (Fitzpatrick,

2012)

14
Gambar 5. Dermatitis Atopik Remaja/Dewasa. Likenifikasi hebat dan papul
prurigo yang hiperpigmentasi (Fitzpatrick, 2012)

Gambar 6. Tempat predileksi dermatitis atopi

15
2.6 DIAGNOSIS

Kriteria mayor dan minor dalam diagnosis dermatitis atopik meliputi keberadaan

pruritus dengan tiga atau lebih gejala berikut3:

1. Riwayat dermatitis fleksural di wajah pada anak-anak yang berusia di bawah 10

tahun.

2. Riwayat asma atau rhinitis alergi pada anak-anak atau keluarga tingkat pertama.

3. Riwayat xerosis dalam setahun terakhir.

4. Nampak eksem fleksural.

5. Onset munculnya ruang pada usia 2 tahun.

Jika bukan merupakan dermatitis atopik, gejala yang muncul dapat menjadi

suatu indikator adanya kondisi atau diagnosis dari penyakit lain. Oleh karena

itu, rujukan kepada spesialis amat diperlukan. Perlu dicatat bahwa kriteria

tersebut merupakan kriteria yang akan membantu para klinisi untuk menentukan

diagnosis secara tepat. Meskipun ditemukan peningkatan IgE dan eosinofil

perifer pada dermatitis atopik, belum ada tes laboratorium tunggal yang dapat

terpercaya untuk digunakan dalam diagnosis dermatitis atopik sebab beberapa

pasien tidak menunjukkan abnormalitas pada kedua parameter tersebut. Tes

kulit atau ELISA dapat digunakan untuk identifikasi serta eksklusi atopi yang

16
mungkin disebabkan oleh pemicu alergi, tetapi tidak cukup spesifik dan sensitif

untuk diagnosis.

Tidak hanya diagnosis atau tes laboratorium yang kurang, tetapi juga kurang

dalam hal standarisasi tingkat keparahan penyakit. Saat ini terdapat sistem skor

yang disebut sebagai indeks SCORAD (the Severity Scoring of Atopic

Dermatitis). Sistem tersebut diabsorsi dari the European Task Force on Atopic

Dermatitis. Walaupun sering digunakan, sistem tersebut masih menunjukkan

adanya variasi tiap pengamat. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa

belum ada konsensus yang objektif mengenai skala keparahan sehingga masih

diperlukan penelitian lebih lanjut.

Kriteria dermatitis atopik yang disusun oleh Hanifin dan Rajka dan dimodifikasi

oleh William (1994) adalah sebagai berikut3:

KRITERIA MAYOR KRITERIA MINOR


Pruritus Serosis
Dermatitis di muka/ ekstensor pada Infeksi kulit khususnya S.aureus dan
bayi dan anak-anak Herpes simplex
Dermatitis flexura pada dewasa Dermatitis non spesifik pada kaki dan
tangan
Dermatitis kronik White dermatografism dan delayed
blanched response
Riwayat atopi pada penderita atau Iktiosis / hiperlinearis Palmaris
pada keluarga penderita
Pitiaris alba

17
Dermatitis papilla mammae
Keylitis
Lipatan infra orbital dennie-morgan
Konjungtivitis berulang
Keratokonus
Katarak subkapsular anterior
Orbita menjadi gelap
Muka pucat atau eritema
Hipersensitif terhadap makanan
Gatal bila berkeringat
Intolerans terhadap wol atau pelarut
lemak
Aksentuasi perifolikular
Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh
faktor lingkungan dan atau emosi
Tes kulit alergi tipe dadakan positif
Kadar IgE di dalam serum meningkat
Awitan pada usia dini

Diagnosis dermatitis atopik harus mempunyai 3 kriteria mayor dan 3 kriteria

minor.

1. Kriteria Mayor

 Riwayat atopi pada keluarga

 Dermatitis di muka atau ekstensor

18
 Pruritus

2. Ditambah 3 kriteria minor :

 Xerosis/iktiosis/hiperliniaris palmaris

 Fisura belakang telinga

 Skuama di scalp kronis.

Kriteria major dan minor yang diusulkan oleh Hanifin dan Rajka didasarkan

pengalaman klinis. Kriteria ini cocok untuk diagnosis penelitian berbasis rumah

sakit (hospital based) dan eksperimental, tetapi tidak dapat dipakai pada

penelitian berbasis populasi, karena kriteria minor umumnya ditemukan pula

pada kelompok kontrol, di samping juga belum divalidasi terhadap diagnosis

dokter atau diuji untuk pengulangan (repeatability). Oleh karena itu kelompok

kerja Inggris (UK working party) yang dikoordinasi oleh William memperbaiki

dan menyederhanakan kriteria Hanifin dan Rajka menjadi satu set kriteria untuk

pedoman diagnosis dermatitis atopik yang dapat diulang dan divalidasi.

Pedoman ini sahih untuk orang dewasa, anak, berbagai ras, dan sudah divalidasi

dalam populasi, sehingga dapat membantu dokter Puskesmas membuat

diagnosis.

Pedoman diagnosis dermatitis atopik yang diusulkan oleh kelompok tersebut

yaitu :

19
- Harus mempunyai kondisi kulit gatal (itchy skin) atau dari laporan orang tuanya

bahwa anaknya suka menggaruk atau menggosok.

- Ditambah 3 atau lebih kriteria berikut :

1. Riwayat terkenanya lipatan kulit, misalnya lipat siku, belakang lutut, bagian

depan pergelangan kaki atau sekeliling leher (termasuk pipi anak usia di bawah

10 tahun).

2. Riwayat asma bronkial atau hay fever pada penderita (atau riwayat penyakit

atopi pada keluarga tingkat pertama dari anak di bawah 4 tahun).

3. Riwayat kulit kering secara umum pada tahun terakhir.

4. Adanya dermatitis yang tampak di lipatan (atau dermatitis pada pipi/dahi dan

anggota badan bagian luar anak di bawah 4 tahun). Awitan di bawah usia 2 tahun

(tidak digunakan bila anak di bawah 4 tahun).

20
Tingkatan Dermatitis Atopik

Nilai

1. Luasnya kelainan kulit

a. Fase anak dan dewasa

1
 <9% luas tubuh
2
 >9%-36%
3
 >36% luas tubuh

b. Fase Infantil

 18% luas tubuh terkena 1


 18%-54% 2
 54% luas tubuh terkena 3

2. Perjalanan Penyakit

 Remisi > 3 bulan dalam 1 tahun 1


 Remisi < 3 bulan dalam 1 tahun 2
 Kambuhan 3

3. Intensitas Penyakit

 Gatal ringan, kadang-kadang terganggu 1

tidur
 Gatal sedang 2

 Gatal hebat selalu tidur. 3

21
Penilaian

3-4 : ringan

4,5-7,5 : sedang

8,5-9 : berat 4

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Penunjang dermatitis atopik menurut Mulyono tahun 1986 :

1. Pemeriksaan darah tepi : ditemukan adanya eosinofilia.

2. Pemeriksaan imunologi : didapatkan kadar Ig E yang meningkat.

Pemeriksaan Penunjang dermatitis atopik menurut Siregar tahun 1995 :

1. White dermatographisme : untuk melihat perubahan dari rangsangan

goresan terhadap kulit.

2. Percobaan Asetilkolin : akan menimbulkan vasokonstriksi kulit yang

tampak sebagai garis pucat selama 1 jam.

22
2.8 TATALAKSANA

Pengobatan dermatitis atopik tidak bersifat menghilangkan penyakit tapi

untuk menghilangkan gejala dan mencegah kekambuhan.

Secara konvensional pengobatan dermatitis atopik pada umumnya

menurut Boguniewicz & Leung tahun 1996 adalah sebagai berikut :

1. Menghindari bahan iritan : bahan seperti sabun, detergen, bahan kimiawi

karena penderita dermatitis atopik mempunyai nilai ambang rendah dalam

merespon berbagai iritan.

2. Mengeliminasi alergen yang telah terbukti : pemicu kekambuhan yang

telah terbukti misal makanan, debu rumah, bulu binatang dan sebagainya harus

disingkirkan.

3. Mengurangi stress : stress pada penderita dermatitis atopik merupakan

pemicu kekambuhan, bukan sebagai penyebab.

4. Pemberian pelembab kulit dan menghilangkan pengeringan kulit :

pemakaian pelembab dapat mempebaiki barier stratum korneum.

5. Kortikosteroid topikal : sebagai anti inflamasi dann anti pruritus,dipilih

yang potensinya paling lemah yang paling efektif untuk menghindari efek

samping berupa atrofi, teleangiektasi, striae dan takifilaksi.

6. Antibiotik : ditujukan pada dermatitis atopik dengan infeksi sekunder

23
7. Antihistamin : Antihistamin digunakan sebagai antipruritus yang cukup

memuaskan dan banyak digunakan untuk terapi dermatitis atopik.

2.9 PROGNOSIS

Sebagian besar pasien dermatitis atopik akan membaik dengan

tatalaksana yang tepat.1,3 Meskipun demikian, pasien dan orang tua pasien harus

memahami bahwa penyakit ini tidak dapat sembuh sama sekali.1 Eksaserbasi

diminimalkan dengan strategi pencegahan yang baik. Sekitar 90% pasien

dermatitis atopik akan sembuh saat mencapai pubertas, sepertiga-nya menjadi

rinitis alergika dan sepertiga yang lain berkembang menjadi asma.1,3 Prognosis

buruk jika riwayat keluarga memiliki penyakit serupa, onset lebih awal dan luas,

jenis kelamin perempuan, dan bersamaan dengan rinitis alergika dan asma.1,3

24
BAB III

KESIMPULAN

Dermatitis Atopik (DA) adalah keadaan peradangan kulit kronis residif,

disertai rasa gatal yang berhubungan dengan riwayat atopi.

Diagnosis dermatitis atopik ditegakkan berdasarkan kriteria diagnostik

menurut Hanifin dan Rajka pada tahun 1980 yang sampai sekarang masih

digunakan. Beberapa kriteria diagnostik lain yaitu kriteria Svenssons dan yang

terbaru adalah kriteria William dkk. pada tahun 1994.

Pengobatan dermatitis atopik tidak bersifat menghilangkan penyakit tapi

untuk menghilangkan gejala dan mencegah kekambuhan. Hasil penelitian

menunjukkan manfaat terapeutik yang signifikan dalam menghilangkan gatal

dan eritem pada kelompok yang mendapat pimekrolimus.

Pimekrolimus topikal 1,0% terbukti efektif pada penanganan pasien

dewasa, anak, bayi, dengan dermatitis atopik derajat ringan sampai sedang.

Pimekrolimus topikal krim 1,0% telah menunjukkan kemanjuran dalam

penanganan dermatitis atopik ringan sampai sedang pada bayi, anak, dewasa.

Meskipun data-data yang menunjukkan kemanjuran dari obat ini pada bayi dan

25
anak-anak belum diumumkan secara lengkap, akan tetapi obat ini telah terbukti

manjur pada semua umur, dan belum ada laporan secara klinis tentang efek

sistemik pada penggunaan obat ini. Lebih lanjut lagi, pimekrolimus juga tidak

mempunyai efek yang potensial untuk terjadinya atrofi pada kulit, yang

merupakan efek yang terjadi pada pemberian kortikosteroid topikal.

26
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Jamal ST. Atopic dermatitis: an update review of clinical manifestations and

management strategies in general practice. Bulletin of the Kuwait Institute for

medical specialization. 2007;6;55-62.

2. Williams HC, Chalmers JR, Simpson EL. Prevention of atopic dermatitis.

F1000 Medicine Reports. 2012;4:24:1-5.

3.Watson W, Kapur S. Atopic dermatitis. Allergy, Asthma & Clinical

Immunology. 2011;7: Suppl 1:S4.

4. Correa MCM, Nebus J. Management of patients with atopic dermatitis: the

role of emollient therapy. Dermatology Research and Practice. 2012;1-15.

5. Schneider L, Tilles S, Lio P, et al. Atopic dermatitis: a practice parameter

update 2012. J Allergy Clin Immunol. 2013;131(2):295-9.

6. Krakowski AC, Eichenfi eld LF, Dohil MA. Management of atopic dermatitis

in the pediatric population. Pediatrics. 2008;122;812.

27
7. Djuanda, A. dan Sularsito, S. A., 2010, Dermatitis dalam Djuanda, A.,

Hamzah, M. dan Aisah, S., (eds), Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin 6th ed.,

FKUI, Jakarta : 138-147.

8. Kariosentono, H., 2006, Dermatitis Atopik ( Ekzema ) LPP U. N .S., Jawa

Tengah : 1-15.

9. Mahadi, I. D. R., 2000, Ekzema dan Dermatitis dalam Harahap, M., (ed.),

Ilmu Penyakit Kulit, Hipokrates, Jakarta : 6 – 14.

10. Mulyono, 1986, Pedoman Pengobatan Penyakit Kulit dan Kelamin 1st ed.,

Meidian Mulya Jaya ; Jakarta : 101-102.

11. Siregar, R. S., 1995, Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, EGC, Jakarta :

132-135.

12. Siregar, R. S., 2004, Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit 2nd ed., EGC,

Jakarta : 115- 117.

13. Soedarmadi, 1986, Ekzema Pada Anak Pendekatan Penatalaksanaan

Rasional dalam Hardyanto dan Suyoto (eds), Dermatologi Anak, PADVI,

Yogyakarta : 11-19.

28

Anda mungkin juga menyukai