Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN APRIL 2018

PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT

DISUSUN OLEH:

Banni Aprilita Pratiwi


C111 12 286

PEMBIMBING RESIDEN :

dr. Risna Pasaribu

PEMBIMBING SUPERVISOR :

dr. Hasnawaty, Sp.OG

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
BAGIAN OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI
MAKASSAR
2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Banni Aprilita Pratiwi


NIM : C111 12 286
Judul refarat : Pertumbuhan Janin Terhambat

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Obstetrik
dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, April 2018

Mengetahui,

PEMBIMBING SUPERVISOR PEMBIMBING RESIDEN

dr. Hasnawaty, Sp.OG dr. Risna Pasaribu

2
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan 2
Daftar Isi 3

BAB 1: Pendahuluan…………………………………………………….…..…4

BAB 2:Tinjauan Pustaka


A. Definisi……………….……..……………………………………………..…..5
B. Epidemilogi…….…….………………………………………………........….5
C. Morbiditas dan Mortalitas.................…………….…………………….…...6
D. Etiologi………..……………………..…….………………..…………..……..7
E. Faktor Resiko………..………………..……….……………………….……..7
F. Klasifikasi…………...……..……………………………….…...…….…...….7
G. Patofisiologi………..………………………………………………….………8
H. Skrining………....………………………………………………….…….. .…9
I. Diagnosis……………...…………………………………………….……. .…10
J. Penatalaksanaan……….....……………………………………………….....18
K. Prognosis………….....…………………………………………………….....21

BAB 3: Kesimpulan……...…………………..…………………………...…….23

Daftar Pustaka

3
BAB I
PENDAHULUAN

Menurut WHO, janin yang mengalami pertumbuhan terhambat adalah janin


yang mengalami kegagalan dalam mencapai berat standar atau ukuran standar yang
sesuai dengan usia kehamilannya.1 Bayi dengan pertumbuhan janin terhambat
memiliki resiko kematian 6-10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi normal.2
Di benua Asia, sekitar 75% bayi yang mengalami pertumbuhan janin terhambat. Ini
diikuti oleh benua Afrika dan Amerika Latin.5 Insiden PJT berbeda di antara
negara, populasi, dan ras dan meningkat seiring menurunnya usia kehamilan.5
Survey di Jakarta ditemukan bahwa golongan ekonomi rendah , prevelensi PJT
lebih tinggi (14%) jika dibandingkan dengan golongan ekonomi menengah atas.2

Pertumbuhan janin terhambat adalah ketidakmampuan janin mempertahankan


pertumbuhan yang diharapkan sesuai dengan kurva pertumbuhan yang telah
terstandarisasi dengan atau tanpa adanya Kecil Masa Kehamilan (KMK).1
Pertumbuhan janin terhambat (PJT) tidaklah sama dengan janin KMK. Beberapa
PJT adalah janin KMK, sementara 50-70% janin KMK adalah janin konstitusional
kecil dengan pertumbuhan janin yang sesuai dengan ukuran dan etnis ibu.1,3.4

Pertumbuhan janin terhambat ditentukan bila berat janin kurang dari 10 % dari
berat yang harus dicapai pada usia kehamilan tertentu. Biasanya perkembangan
yang terhambat diketahui setelah 2 minggu tidak ada pertumbuhan.2 Pertumbuhan
janin terhambat menunjukkan terhambatnya potensi pertumbuhan secara genetik
yang patologis, sehingga didapatkan adanya bukti-bukti gangguan pada janin
seperti gambaran Doppler yang abnormal, dan berkurangnya volume cairan
ketuban.1

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Pertumbuhan janin terhambat adalah ketidakmampuan janin mempertahankan


pertumbuhan yang diharapkan sesuai dengan kurva pertumbuhan yang telah
terstandarisasi dengan atau tanpa adanya Kecil Masa Kehamilan (KMK). Definisi
menurut WHO, janin yang mengalami pertumbuhan terhambat adalah janin yang
mengalami kegagalan dalam mencapai berat standar atau ukuran standar yang
sesuai dengan usia kehamilannya.1

Pertumbuhan janin terhambat ditentukan bila berat janin kurang dari 10 % dari
berat yang harus dicapai pada usia kehamilan tertentu. Biasanya perkembangan
yang terhambat diketahui setelah 2 minggu tidak ada pertumbuhan.2 Pertumbuhan
janin terhambat menunjukkan terhambatnya potensi pertumbuhan secara genetik
yang patologis, sehingga didapatkan adanya bukti-bukti gangguan pada janin
seperti gambaran Doppler yang abnormal, dan berkurangnya volume cairan
ketuban.1

Janin KMK diartikan sebagai janin dengan taksiran berat janin (TBJ) atau
lingkar perut janin pada pemeriksaan USG yang kurang dari persentil 10. Ini tidak
menggambarkan suatu kelainan pertumbuhan patologis, bahkan hanya
menggambarkan taksiran berat janin yang dibawah kisaran normal. Pertumbuhan
janin terhambat (PJT) tidaklah sama dengan janin KMK. Beberapa PJT adalah
janin KMK, sementara 50-70% janin KMK adalah janin konstitusional kecil
dengan pertumbuhan janin yang sesuai dengan ukuran dan etnis ibu.1,3.4

B. Epidemiologi

Di benua Asia, sekitar 75% bayi yang mengalami pertumbuhan janin


terhambat. Ini diikuti oleh benua Afrika dan Amerika Latin. Di negara-negara
benua Asia, insiden tertinggi untuk berat lahir rendah (BBLR) dan PJT-BBLR
terlihat menurun dalam urutan di negara-negara berikut: Bangladesh, India,
Pakistan, Sri Lanka, Kamboja, Vietnam dan Filipina, Indonesia dan Malaysia,
Thailand, dan Republik Cina.5 Insiden PJT enam kali lebih tinggi di negara-negara

5
berkembang dibandingkan dengan negara-negara maju, dan kejadian ini dapat
berlanjut lebih tinggi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah,
karena banyak bayi lahir di rumah tanpa catatan kelahiran. Insiden PJT berbeda di
antara negara, populasi, dan ras dan meningkat seiring menurunnya usia
kehamilan.5 Survey di Jakarta ditemukan bahwa golongan ekonomi rendah ,
prevelensi PJT lebih tinggi (14%) jika dibandingkan dengan golongan ekonomi
menengah atas.2

C. Morbiditas dan Mortalitas

Morbiditas dan mortalitas perinatal kehamilan dengan PJT lebih tinggi


daripada kehamilan yang normal.4 Bayi dengan pertumbuhan janin terhambat
memiliki resiko kematian 6-10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi normal.2
Smulian dkk., melaporkan bahwa bayi dengan hambatan pertumbuhan memiliki
angka mortalitas bayi-berusia-satu-tahun yang lebih tinggi dibandingkan dengan
bayi yang normal. Boulet dkk., menunjukkan bahwa untuk janin yang berada pada
persentil ke-10, risiko kematian neonatal meningkat, tetapi bervariasi sesuai usia
kehamilan. Risiko meningkat tiga kali lipat pada 26 minggu dibandingkan dengan
peningkatan risiko hanya 1,13 kali lipat pada 40 minggu.6

Grafik 1 : Hubungan antara persentil lahir dengan mortalitas dan morbiditas


perinatal

Sumber: William’s Obstetrics 24th Edition dan Pedoman Nasional


Pelayanan Kesehatan

Morbiditas perinatal antaranya prematuritas, oligohidroamnion, denyut


jantung janin yang abnormal, meningkatnya angka sectio cessarian, asfiksia

6
intrapartum, skor Apgar yang rendah, hipogilkemia, hipokalsemia, polisitemia,
hiperbilirubinemia, hipotermia,apnea, kejang dan infeksi.1

D. Etiologi

Secara garis besar, penyebab PJT dapat dibagi berdasarkan faktor maternal,
faktor plasenta dan tali pusat, serta faktor janin. Kurang lebih 80-85% PJT terjadi
akibat perfusi plasenta yang menurun atau insufisiensi utero-plasenta dan 20%
akibat karena potensi tumbuh yang kurang. Potensi tumbuh yang kurang tersebut
disebabkan oleh kelainan genetik atau kerusakan lingkungan.

Tabel 1 : Etiologi Pertumbuhan Janin Terhambat

Faktor Maternal Faktor Plasenta dan Tali Faktor Janin


Pusat

Hipertensi dalam Kelainan Plasenta Infeksi (HIV,


Kehamilan Solusio Plasenta Cytomegalovirus,
Kondisi Hipoksia Rubella, Herpes,
Plasenta Previa Toksoplasmosis, Sifilis)
Kelainan Uterus Kelainan pembuluh Kelainan Kromosom
Malnutrisi Darah
Sosioekonomi Kelainan Tali Pusat
Merokok, Narkotika

Sumber: William’s Obstetrics 24th Edition dan Pedoman Nasional


Pelayanan Kesehatan

E. Faktor Resiko

Beberapa faktor resiko terjadinya PJT adalah lingkungan sosio-ekonomi


rendah, adanya riwayat PJT sebelumnya, riwayat penyakit kronis, indeks massa
tubuh yang rendah, riwayat Antiphospholipid Syndrome (APS), dan adanya
hipoksia maternal. Sedangkan faktor resiko selama kehamilan adalah
meningkatnya kadar hCG, riwayat minum obat-obatan tertentu, perdarahan
pervaginam, kelainan plasenta, partus prematur, kehamilan ganda dan kurangnya
penambahan berat badan selama kehamilan.4

7
F. Klasifikasi

Pertumbuhan janin terhambat dapat diklasifikasikan menjadi:4

a) Simetris yaitu janin yang secara proporsional berukuran badan kecil.


Gangguan pertumbuhan janin terjadi sebelum umur kehamilan 20 minggu
yang sering disebabkan oleh kelainan kromosom atau infeksi. Pada fase
hiperplasia, jumlah sel berkurang dan secara permenan akan menghambat
pertumbuhan janin.Proporsi tubuh tampak normal keran berat dan panjangnya
sama-sama terganggu, sehingga indeks ponderalnya normal.4

b) Asimetri yaitu janin yang berukuran badan tidak proporsional. Gangguan


pertumbuhan janin terjadi pada kehamilan trimester III, sering disebabkan oleh
insufisiensi plasenta. Fase hipertrofi, akan menyebabkan ukuran selnya
berkurang, lingkaran perut kecil, skeletal dan kepala normal dan indeks
ponderalnya abnormal.4

G. Patofisiologi PJT

Pada kelainan sirkulasi uteroplasenta akibat dari perkembangan plasenta yang


abnormal, kekurangan oksigen, masukan nutrisi, dan pengeluaran hasil metabolik
menjadi abnormal. Janin kekurangan oksigen dan nutrisi pada trimester akhir

8
sehingga timbul PJT yang asimetrik yaitu lingkar perut yang jauh lebih kecil
daripada lingkar kepala. Pada keadaan yang parah akan terjadi kerusakan tingkat
seluler berupa kelainan nukleus dan mitokondria. Soothill dkk (2003) telah
melakukan pemeriksaan gas darah pada PJT yang parah dan menemukan asidosis
dan hiperkapnia, hipoglikemia, dan eritroblastosis.4

Faktor janin yaitu kelainan genetik umumnya trisomi 21,13 dan 18 serta faktor
lingkungan uterus yang kronik seperti diabetes dan hipertensi menjadi penyebab
terjadinya pertumbahan janin terhambat yang simetris.

H. Skreening PJT

Skreening PJT penting untuk mengidentifikasi janin yang beresiko tinggi.


Skreening awal berupa anamnesis yang lengkap dan ditanyakan tentang faktor
resiko. Skreening PJT dilakukan dengan cara mengukur TFU, yang dilakukan
secara rutin pada waktu pemeriksaan antenatal care (ANC) sejak umur kehamilan
20 minggu. Skreening PJT dilakukan jika terdapat satu atau lebih tanda-tanda
berikut:4

a. Gerakan janin berkurang


b. Tinggi fundus uteri (TFU) ≤ 3cm TFU normal sesuai usia kehamilan
c. Pertambahan berat badan <5kg pada usia kehamilan 24 minggu atau < 8kg
pada usia kehamilan 32 minggu (untuk ibu dengan BMI <30)
d. Tafsiran berat janin <10 persentil
e. HC/AC >1
f. Volume cairan ketuban berkurang (ICA ≤ atau cairan amnion kantung tunggal
terdalam <2cm)
Pada kehamilan yang beresiko terjadi PJT, pemeriksaan USG serial perlu
dilakukan. Pemeriksaan pertama kali pada trimester I untuk konfirmasi hari
pertama haid terakhir (HPHT), pertengahan trimester II (18-20 minggu) untuk
mencari kelainan bawaan dan kehamilan kembar dan seterusnya pada pada umur
kehamilan 28-32 untuk mendeteksi gangguan pertumbuhan dan fenomena brain
sparing effect (oligohidramnion dan pemeriksaan Doppler velocimetry yang
abnormal).4

9
I. Diagnosis

Untuk mendiagnosis PJT dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:4

a) Palpasi abdomen
Akurasinya terbatas namun dapat mendeteksi janin KMK sebesar 30%,
sehingga tidak boleh rutin digunakan dan perlu tambahan pemeriksaan
biometri janin.

b) Mengukur tinggi fundus uteri (TFU)


Akurasinya terbatas untuk mendeteksi janin KMK, sensitivitas 56-86%,
spesifisitas 80-93%. Dengan jumlah sampel 2941, sensitifitas 27%, spesifisitas
88%. Pengukuran TFU secara serial akan meningkatkan sensitifitas dan
spesifisitas, sehingga dianjurkan pada kehamilan diatas usia 24 minggu.

c) Taksiran berat janin (TBJ) dan abdominal circumference (AC)


Metode ini lebih akurat untuk mendiagnosis KMK. Pada kehamilan risiko
tinggi dengan AC<10 persentil memiliki sensitifitas 72,9-94,5% dan
spesifisitas 50,6-83,8% untuk mendiagnosis KMK. Pengukuran AC dan TBJ
ini dapat memprediksi luaran perinatal yang jelek. Namun pada kehamilan
risiko rendah, dibuktikan dari Systematic Review dalam Cohrane database
bahwa pemeriksaan USG setelah umur kehamilan 24 minggu tidak
meningkatkan luaran perinatal.

Grafik 2: Abdominal circumference (AC) dibawah persentil 10

Sumber: Woodward dkk. Diagnostic Imaging Obstetric. Third Edition.


Elsevier. 2016

10
Diagnosis PJT ditegakkan berdasarkan tafsiran berat janin dan lingkar perut ≤
dari 10 persentil dari pemeriksaan USG yang disebabkan oleh proses patologis
sehingga tidak dapat mencapai potensi pertumbuhannya secara biologis.4

Table 2: Persentil tafsiran berat janin berdasarkan usia kehamilan


(kehamilan tunggal) di United States berdasarkan.

Sumber: William’s Obstetrics 24th Edition dan Pedoman Nasional


Pelayanan Kesehatan
d) Mengukur indeks cairan amnion (ICA), Doppler, kardiotokografi (KTG) dan
profil biofisik

Indeks Cairan Amnion (ICA)4

USG digunakan untuk menilai indeks cairan amnion secara semikuantitatif


dengan cara mengukur skor 4 kuadran atau pengukuran diameter vertikal kantong
amnion yang terbesar. Janin PJT dengan oligohidramnion dianggap keadaan
emergensi dan merupakan indikasi untuk terminasi kehamilan pada janin viable.

Ukuran maksimal vertikal pocket (MVP) adalah jarak anterior ke posterior


kantong cairan terbesar di dalam uterus. Pengukuran indeks cairan amnion yang
digunakan adalah jumlah MVP di empat kuadran rahim. Perubahan volume cairan
amnion seiring usia kehamilan Secara umum, nilai MVP 2-8 dan nilai ICA 5-20

11
dianggap normal. ICA <5 cm terkait dengan risiko morbiditas janin yang lebih
tinggi.10

Metaanalisis menunjukkan bahwa ICA antepartum < 5 cm meningkatkan


angka bedah sesar atas indikasi gawat janin. ICA dilakukan setiap minggu atau 2
kali seminggu tergantung berat ringannya PJT.4

Gambar 1: Cara mengukur vertikel pocket.

Sumber: Woodward dkk. Diagnostic Imaging Obstetric. Third Edition.


Elsevier. 2016

Tabel 3: Persentil Indeks Cairan Amnion Sesuai Usia Gestasi

Sumber: Woodward dkk. Diagnostic Imaging Obstetric. Third Edition.


Elsevier. 2016

12
Kardiotokografi4

Merupakan pemeriksaan yang sederhana, tidak invasif yang dilakukan pada


umur kehamilan lebih 28 minggu menggunakan kardiotokografi (KTG). Mengukur
laju jantung janin sebagai respon dari pergerakan janin selama 20-30 menit
menggunakan sabuk yang memiliki sensor yang sensitif terhadap terhadap denyut
jantung janin dan dipasang melingkari perut ibu yang berbaring, denyut jantung
janin akan terekam.

Hasil pemeriksaan:

a) Reaktif: Menandakan aliran darah adekuat. Jika terdapat dua atau lebih
akselerasi laju jantung janin dalam 20 menit, baik dengan atau tanpa
pergerakan yang dirasakan oleh ibu. Dikatakan akselerasi jika terdapat 15
denyut per menit (dpm) diatas nilai dasar selama 15 detik jika usia
melebihi 32 minggu atau 10 dpm dalam 10 detik jika berusia kurang dari
32 minggu.

b) Non reaktif: Membutuhkan beberapa pemeriksaan tambahan untuk


menentukan apakah disebakan kurangnya oksigenasi atau penyebab lain
seperti pola tidur atau riwayat minum obat ibu.

National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) tahun


2008 menghasilkan nomenklatur standar untuk definisi dan sistem interpretasi
KTG:

1) Kategori I: Pola normal KTG


i. Frekuensi dasar 110-160 dpm
ii. Variabilitas moderat
iii. Tidak adanya deselerasi
iv. Deselerasi dini dapat saja terjadi
v. Akselerasi dapat terjadi atau tidak

13
2) Kategori II : Pola indeterminate

i. Frekuensi dasar takikardi atau bradikardi tanpa gambaran


abnormalitas variabilitas

ii. Variabilitas berkurang atau tidak adanya variabilitas yang tidak diikuti
dengan deselerasi berulang

iii. Tidak adanya akselerasi setelah dilakukan stimulasi janin

iv. Deselerasi episodik

3) Kategori III : Pola abnormal yang menggambarkan asam basa yang


abnormal pada saat observasi sehingga membutuhkan evaluasi dan
penanganan segera seperti pemberian oksigen pada ibu, perubahan posisi
ibu, menghentikan induksi persalinan, tatalaksana hipotensi maternal dan
upaya tambahan lainnya.

i. Tidak adanya variabilitas denyut jantung janin diikuti dengan


deselerasi lambat berkurang, deselerasi variable berulang, bradikardi
dan pola sinusoid.

ii. False negative Rate (FNR) NST 2+3 per 100, False Positive Rate
(FPR) 80%

Grafik 3: Gambaran KTG dengan aselerasi dan deselerasi pada tiga kali
kontraksi uterus

Sumber: Woodward dkk. Diagnostic Imaging Obstetric. Third Edition.


Elsevier. 2016

14
Penilaian Kesejahteraan Janin: Skor Profil Biofisik4

Untuk mendeteksi asfiksia pada janin dengan cara antaranya skor profil
biofisik. Kematin janin jarang terjadi pada kelompok dengan skor biofisik yang
normal.

Pengukuran Doppler Velocimetry4

Usg Doppler dapat digunakn untuk mengetahui etiologi, derajat penyakit dan
prognosis janin dengan PJT. PJT tipe II yang terutama disebabkan oleh infusiensi
plasenta akan terdiagnosis dengan baik secara USG Doppler. Peningkatan
resistensi perifer dari kapiler-kapiler uterus (terutama pada kasus hipertensi dalam
kehamilan/HDK) akan ditandai dengan penurunan tekanan diastolik sehingga
Sistolik-Diastolik (S/D) ratio akan meningkat, demikian juga dengan indeks
pulsatilitas (IP) dan indeks resistensi (IR).

Saat ini USG Doppler dianggap sebagai metode yang paling dini untuk
mendiagnosis adanya gangguan pertumbuhan sebelum terlihat tanda-tanda lainnya.
Kelainan aliran darah pada pemeriksaan Doppler baru akan terdeteksi dengan
pemeriksaan KTG satu minggu kemudian. Hilangnya gelombang diastolik / Absent
End Diastolic Flow (AEDF) akan diikuti dengan kelainan pada KTG 3-4 hari
kemudian. Gelombang diastolik yang terbalik/ Reversed End Diastolic Flow
(REDF) akan disertai dengan peningkatan kematian perinatal dalam waktu 48-72
jam.4

15
A. Pemeriksaan Pembuluh Darah Arteri4

1) Arteri Umbilikalis

Pada kehamilan yang mengalami PJT, gambaran gelombang Doppler


ditandai oleh menurunnya frekuensi akhir diastolik yang rendah (reduced),
hilang (absent /AEDF), atau terbalik (reversed/REDF) yang terjadi akibat
perubahan-perubahan pada pembuluh darah di plasenta dan umbilikus.

Gambar 2: Gambaran USG Doppler arteri umbilikalis (a) normal dan (b)
reduced diastolik

Sumber: Woodward dkk. Diagnostic Imaging Obstetric. Third Edition.


Elsevier. 2016

Gambar 3: Gambaran USG Doppler arteri umbilikalis (a) normal, (b) reduced
diastolik (c) reversed/REDF

16
Sumber: William’s Obstetrics 24th Edition dan Pedoman Nasional
Pelayanan Kesehatan

Tabel 4: Rasio sistolik:diastolik arteri umbilikalis berdasarkan persentil dan


umur

Sumber: Woodward dkk. Diagnostic Imaging Obstetric. Third Edition.


Elsevier. 2016

2) Arteri Serebralis Media (Media Cerebralis Artery/MCA)

Sirkulasi serebral pada kehamilan trimester I ditandai oleh gambaran


absent of end-diastolik flow, kemudian gelombang diastolik mulai terlihat
sejak akhir trimester I. Pada saat janin tidak mendapat cukup oksigen, akan
terjadi redistribusi sentral aliran darah dengan meningkatnya aliran darah ke

17
otak yang disebut brain-sparing reflux atau terjadinya brain-sparing effect
yaitu redistribusi aliran ke organ-organ vital dengan cara mengurangi aliran
darah perifer dan plasenta.

Pada janin PJT akan terjadi penurunan aliran darah uteroplasenta sehinggs
gambaran Doppler memperlihatkan adanya peningkatan indeks resistensi atau
indeks pulsatilitas arteri umbilikalis yang disertai penurunan resistensi
sirkulasi serebral (brain sparing effect/BSE). Pada hipoksia berat, hilangnya
fenomena BSE menjadi tanda kerusakan yang irreversible .

3) Cerebroplacental Ratio (CPR)

Pemeriksaan rasio otak/plasenta janin (indeks pulsatilitas arteri serebralis


media/ nilai IP arteri umbilikalis) merupakan alternatif untuk mendeteksi kasus
PJT yang ringan. Setelah kehamilan 34 minggu nilai indeks MCA atau CPR
yang menurun harus dicurigai adanya PJT walaupun indeks arteri umbilikalis
masih normal.

B. Pemeriksaan Pembuluh Darah Vena4

1) Vena Umbilikalis

Dalam keadaan normal, pada kehamilan trimester I, terlihat gambran


pulsasi umbilikasi sedangkan kehamilan >12 minggu gambaran pulsasi ini
menghilang dan diganti oleh gambaran continous forward flow. Pada keadaan
insufisiensi uteroplasenta , gambaran pulsasi ini akan terlihat kembali pada
trimester II-III dan gambaran ini menunjukkan keadaan hipoksia berat
sehingga sering dipakai sebagai indikasi untuk terminasi kehamilan.

18
2) Duktus Venosis (DV)

Dalam keaadaan normal, gambaran arus darah DV ditandai oleh adanya


gelombang ‘A’ dari takik akhir diastolik. Pada hipoksia, akan terjadi
pengurangan atau hilangnya gambaran gelombang ‘A’ atau pada hipoksia berat
terlihat gambaran gelombang ‘A’ yang terbalik.

J. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan pada Kehamilan Aterm

19
a. Pemantauan Janin

a) Kardiotokografi: Nonstress Test (NST)

b) Indeks Cairan Amnion (ICA)

c) Penilaian Kesejahteraan Janin: Skor Profil

d) Pengukuran Doppler Velocimetry Biofisik

e) Pemeriksaan Pembuluh Darah Arteri dan Vena

b. Penatalaksanaan Persalinan

Jika End Diastolic (ED) masih ada, persalinan ditunda sampai umur kehamilan
37 minggu. Jika didapatkan AEDF atau REDF maka pemantauan janin harus ketat.
Jika didapatkan pemantauan lain (profil biofisik, venous Doppler) abnormal maka
segera dilakukan terminasi kehamilan.4

Jika umur kehamilan > 34 minggu, meskipun yang lain normal, terminasi perlu
dipertimbangkan. Pemberian kortikosteroid dapat dipertimbangkan bila umur
kehamilan < 36 minggu untuk mengurangi kejadian RDS .4

Pada kasus PJT asimetris, terminasi kehamilan dilakukan dengan seksio


sesaria apabila skor pelvik <5, dan dapat pervaginam apabila skor pelvik Bishop >
5 . Terminasi kehamilan pada PJT segera dilakukan apabila janin termasuk PJT
berat, gambaran Doppler velocimetry a atau v umbilikalis abnormal (IP ≥ 1,8) yang
disertai AEDF/REDF, ICA ≤ 4, profil biofisik abnormal, gambaran deselerasi
lambat pada KTG, dan gambaran Doppler a. Uterina.4

c. Terapi Lain

1. Bed rest masih dipertanyakan manfaatnya, tidak ada perbedaan luaran janin
antara perawatan bed rest dengan perawatan jalan. Bed rest justru dapat
menyebabkan tromboemboli.

2. Terapi nutrisi dengan diet tinggi protein, balanced energy/protein


supplementation (protein < 25% energi total) dikatakan dapat mengurangi PJT.

20
3. Pemberian oksigen, dekompensasi abdomen dan pemberian obat-obatan
seperti channel blocker, beta mimetic dan magnesium belum memiliki bukti
ilmiah yang kuat dalam mencegah PJT.

4. Meta analisis yang melibatkan 13.000 ibu hamil membuktikan bahwa


pemberian aspirin dapat mengurangi kejadian PJT tetapi tidak meningkatkan
luaran perinatal. Pemberian aspirin pada kehamilan risiko tinggi tidak
mengurangi kejadian PJT tetapi mengurangi angka preterm.4

21
2. Penatalaksanaan Pada Kehamillan Preterm

a. Usia Kehamilan < 32 Minggu

Penatalaksanaan PJT pada usia kehamilan < 32 minggu perlu memperhatikan


klasifikasi PJT berdasarkan etiologi seperti infeksi, adanya kelainan bawaan, atau
penurunan sirkulasi feto-plasenter.Kemudian ditentukan tipe PJT apakah termasuk
tipe simetris atau asimetris. Dilakukan penatalaksanaan terhadap semua kondisi
maternal seperti mengurangi stress, meningkatkan asupan nutrisi, mengurangi
rokok dan/atau narkotika, dan anjurkan istirahat tidur miring.

Pemeriksaan USG untuk evaluasi pertumbuhan dan Doppler velocimetry arteri


umbilikalis setiap 3 minggu sampai usia kehamilan 36 minggu atau sampai timbul
keadaan oligohidramnion dan dilakukan pemeriksaan profil biofisik setiap minggu
termasuk NST, diikuti dengan NST saja pada minggu yang sama.

Jika ditemukan keadaan seperti ICA < 2,5 persentil dengan Doppler
velocimetry arteri umbilikalis normal dan Doppler velocimetry arteri umbilikalis
hilang (AEDF) atau terbalik (REDF), maka pasien memerlukan pemantauan ketat
di rumah sakit.

Jika pada pasien ditemukan keadaan seperti Anhydramnion (tidak ada poket)
pada usia kehamilan 30 minggu atau lebih, adanya deselerasi berulang, selama 2
minggu tidak ada pertumbuhan janin dan paru janin sudah matang, dan pada
pemeriksaan Doppler velocimtery adanya AEDF atau REDF, maka sudah
terpenuhi syarat untuk dilakukan terminasi kehamilan segera.

b. Usia Kehamilan ≥ 32 Minggu4

Pemantauan janin PJT pada usia kehamilan ≥ 32 minggu harus berdasarkan


klasifikasi PJT berdasarkan etiologi, maka harus ditentukan tipe PJT apakah
termasuk tipe simetris atau asimetris. Kemudian terapi semua keadaan maternal
seperti mengurangi stress, meningkatkan asupan nutrisi, mengurangi rokok
dan/atau narkotika, dan anjurkan istirahat tidur miring

22
Pemeriksaan USG untuk evaluasi pertumbuhan dan Doppler velocimetry arteri
umbilikalis setiap 3 minggu pemeriksaan profil biofisik setiap minggu termasuk
NST, diikuti dengan NST saja pada minggu yang sama. Jika ditemukan keadaan
seperti ICA ≤ 5 cm atau profil biofisik yang equivokal (6/10) pasien memerlukan
perawatan di rumah sakit untuk dilakukan observasi ketat.

Jika pada pasien ditemukan keadaan seperti oligohidramnion (ICA < 5 cm),
umur kehamilan 36 minggu atau lebih, oligohidramnion pada usia kehamilan < 36
minggu dikombinasi dengan Doppler velocimetry arteri umbilikalis, adanya
abnormalitas Doppler velocimetry a. umbilikalis seperti: Doppler velocimetry a.
umbilikalis REDF setelah 32 minggu, Doppler velocimetry a. umbilikalis AEDF
setelah 34 minggu, jika AEDF pada < 34 minggu, maka penilaian profil biofisik
dilakukan dua kali seminggu.

AEDF dan NST abnormal dan AEDF dan oligohidramnion, merupakan


beberapa indikasi dilakukannya terminasi segera. Pemeriksaan profil biofisik
dikatakan abnormal apabila kurangatau sama dengan 4/10, dan jika profil biofisik
equivokal (6/10), pasien dapat diobservasi dan pemeriksaan diulangi 4-6 jam, jika
hasilnya masih equivokal maka kehamilan segera diterminasi. Secara garis besar,
pada usia kehamilan 32-36 minggu perawatan konservatif masih dapat
dipertimbangkan.4

K. Prognosis

Prognosis PJT asimetris lebih baik daripada bayi lahir kurang bulan, namun
disertai dengan gangguan pertumbuhan setelah lahir. Prognosis PJT simetris
(terutama dengan kelainan kongenital multipel) adalah buruk.9

American Academy of Family Physicians (AAFP) menyatakan bahwa


kebanyakan bayi dengan PJT memiliki prognosis positif, dengan mengalami
banyak pertumbuhan dalam tiga bulan pertama setelah kelahiran. Namun,
penelitian menunjukkan bahwa bayi mungkin rentan terhadap kecemasan,
hiperaktif, dan kemampuan mendengarkan yang buruk.7 Neonatus PJT rentan
terhadap komplikasi setelah lahir, termasuk asfiksia perinatal, aspirasi mekonium,
hipertensi pulmonal persisten, hipotermia, hipoglikemia, hiperglikemia,

23
hipokalsemia, polisitemia, ikterus, kesulitan makan, intoleransi makanan,
enterokolitis nekrotikanasi, sepsis dan perdarahan paru.8

Ada juga peningkatan risiko kelainan neurobehavioural, pertumbuhan yang


buruk dan peningkatan kerentanan terhadap penyakit onset dewasa pada masa bayi
dan remaja, termasuk obesitas, sindrom metabolik, diabetes tipe 2 dan penyakit
kardiovaskular.7,8

24
BAB III
KESIMPULAN

1. Janin yang mengalami pertumbuhan terhambat adalah janin yang mengalami


kegagalan dalam mencapai berat standar atau ukuran standar yang sesuai
dengan usia kehamilannya.

2. Klasifikasi PJT terbagi atas simetris yaitu janin yang secara proporsional
berukuran badan kecil akibat gangguan pertumbuhan janin terjadi sebelum
umur kehamilan 20 minggu dan asimetri yaitu janin yang berukuran badan
tidak proporsional akibat gangguan pertumbuhan janin pada kehamilan
trimester III.

3. Skreening PJT berupa anamnesis yang lengkap dan ditanyakan tentang faktor
resiko, mengukur TFU, dan USG serial pada trimester I, pertengahan trimester
II (18-20 minggu) dan pada kehamilan 28-32.

4. Diagnosis PJT ditegakkan berdasarkan tafsiran berat janin dan lingkar perut ≤
dari 10 persentil dari pemeriksaan USG.

5. Penatalaksanaan pada kehamilan aterm berupa pemantauan janin dan terminasi


kehamilan. Pemantauan janin dilakukan dengan cara nonstress test, indeks
cairan amnion, penilaian kesejahteraan janin berdasarkan skor profil biofisik,
pengukuran Doppler velocimetry, serta pemeriksaan pembuluh darah arteri dan
vena.

6. Penatalaksanaan pada kehamilan preterm perlu dilakukan pemeriksaan USG


dan Doppler velocimetry arteri umbilikalis setiap 3 minggu sampai usia
kehamilan 36 minggu atau sampai timbul keadaan oligohidramnion dan
dilakukan pemeriksaan profil biofisik setiap minggu termasuk NST.

7. Prognosis PJT asimetris lebih baik daripada bayi lahir kurang bulan, namun
disertai dengan gangguan pertumbuhan setelah lahir. Prognosis PJT simetris
(terutama dengan kelainan kongenital multipel) adalah buruk.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et al. Fetal Growth Restriction:
Williams Obstetrics. 24th Edition.

2. Prawirohardjo S. Pertumbuhan Janin Terhambat. Dalam: Ilmu kebidanan. Edisi ke-4


cetakan ke-3. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2010. Hlm 696-700.

3. Intrauterine Growth Retardation in Newborn Children, diakses dari


http://www.who.int/ceh/indicators/iugrnewborn.pdf

4. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Pengelolaan Kehamilan Dengan


Pertumbuhan Janin Terhambat, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia
Himpunan Kedokteran Feto Maternal 2016, diakses dari
http://pogi.or.id/publish/download/pnpk-dan-ppk/

5. Deepak S., Sweta S.,2 & Pradeep S. Clin Med Insights Pediatr. 2016; 10: 67–
83. doi: 10.4137/CMPed.S40070 PMCID: PMC4946587 Intrauterine Growth
Restriction: Antenatal and Postnatal Aspects
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4946587/

6. Miller, J., Turan, S., & Baschat, A. A. (2008, August). Fetal growth restriction.
In Seminars in perinatology (Vol. 32, No. 4, pp. 274-280). WB Saunders.

7. Intrauterine Growth Restriction or Retardation. Birth Injury Guide. 2017


http://www.birthinjuryguide.org/birth-injury/causes/intrauterine-growth-restri
ction/

8. Sharma D, Shastri S, Sharma P; Intrauterine Growth Restriction: Antenatal and


Postnatal Aspects. Clin Med Insights Pediatr. 2016 Jul 1410:67-83. doi:
10.4137/CMPed.S40070.eCollection2016.
https://patient.info/doctor/intrauterine-growth-restriction

9. Norwitz ER, Schorge JO. Disorders of Fetal Growth. Obstetrics and


Gynaecology at a Glance. Malden: Blackwell Science. 2001.

10. Woodward dkk. Diagnostic Imaging Obstetric. Third Edition. Elsevier. 2016.

26

Anda mungkin juga menyukai