Disusun oleh:
Ajeng Vildah Setyaningsih
Marthatio Lenta Nauly Simbolon
Nadia Putri Dwiningsih
Salsa Regita Pasha
Salsabila Akmaliyah Azzahra
Yusril
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Informed consent
2.1.1 Pengertian Informed consent
2.1.2 Sejarah Informed Consent.
2.1.3 Bentuk Informed Consent
2.1.4 Fungsi Informed Consent
2.1.5 Landasan Hukum Informed Consent
2.2 Transaksi Terapeutik
2.3 Hubungan Informed Consent Dalam Transaksi Teraupetik
2.4 Peran Perawat dalam Pemberian Informed Consent
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, serta taufik dan
hidayahnya sehingga makalah yang berjudul “Informed Consent” ini bisa
terselesaikan dengan lancar. Tidak lupa shalawat serta salam kita ucapkan kepada
Baginda besar Nabi Muhammad SAW yang telah mengubah era dari zaman
kebodohan ke jalan yang terang benderang ini dan yang selalu kita nantikan
syafa`atnya di yaumul akhir nanti.
Makalah ini disusun sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Etika
Keperawatan. Tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada Bapak Parta
Suhanda, S. Kp. M. Biomed, selaku dosen mata kuliah Etika Keperawatan yang
telah membimbing.
Semoga makalah ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan pembaca
dan kami selaku penyusun makalah ini menyadari bahwa masih banyak
kekurangan, maka dari itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi menyempurnakan makalah selanjutnya.
A. Latar belakang
Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa kesehatan adalah
merupakan hak asasi manusia. Pada pasal 28 H dijelaskan bahwa setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan
lingkungan jidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan dalam rangka mempertahankan
kesehatan yang optimal harus dilakukan bersama-sama, oleh semua tenaga
kesehatan sebagai konsekuensi dari kebijakan. Pelayanan kesehatan di rumah
sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang diselenggarakan baik oleh
pemerintah maupun masyarakat menempatkan tenaga keperawatan sebagai
tenaga kesehatan mayoritas yang sering berhubungan dengan pasien sebagai
pengguna jasa pelayanan rumah sakit. Perawat hadir 24 jam bersama pasien dan
memiliki hubungan yang lebih dekat dengan pasien dibandingkan tenaga
kesehatan lain. Pelayanan keperawatan berupa bantuan yang diberikan karena
adanya kelemahan fisik dan/atau mental, keterbatasan pengetahuan serta
kurangnya kemauan melaksanakan kegiatan sehari-hari secara mandiri.
Keperawatan merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan menurut
Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996. Perawat diposisikan sebagai salah satu
dari profesi tenaga kesehatan yang menempati peran yang setara dengan tenaga
kesehatan lain. Perjalanan awalnya perawat hanya dianggap okuvasi (pekerjaan)
saja yang tidak membutuhkan profesionalisme. Sejalan dengan perkembangan
ilmu dan praktek keperawatan, perawat sudah diakui sebagai suatu profesi,
sehingga pelayanan atau asuhan keperawatan yang diberikan harus didasarkan
pada ilmu dan kiat keperawatan.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan, perawat harus terlebih dahulu
memberikan informed consent kepada pasien. Persetujuan tindakan medik
atau informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan
terhadap pasien tersebut. Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun
lisan, tetapi setiap tindakan medik yang mengandung resiko tinggi harus dengan
persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang hendak memberikan
persetujuan.
Informed consent berasal dari hak legal dan etis individu untuk
memutuskan apa yang akan dilakukan terhadap tubuhnya, dan kewajiban etik
dokter dan tenaga kesehatan lainnya untuk meyakinkan individu yang
bersangkutan untuk membuat keputusan tentang pelayanan kesehatan terhadap
diri mereka sendiri.
Dalam permenkes 585/Men.Kes/Per/ IX/1989 tentang persetujuan medik
pasal 6 ayat 1 sampai 3 disebutkan bahwa yang memberikan informasi dalam hal
tindakan bedah adalah dokter yang akan melakukan operasi, atau bila tidak ada,
dokter lain dengan pengetahuan atau petunjuk dokter yang bertanggung jawab.
Dalam hal tindakan yang bukan bedah (operasi) dan tindakan invasif lainnya,
informasi dapat diberikan oleh dokter lain atau perawat, dengan pengetahuan atau
petunjuk dokter yang bertanggung jawab.
Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 32 tahun 1996
tentang Tenaga Kesehatan pasal 22 ayat 1 disebutkan bagi tenaga kesehatan jenis
tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk diantaranya
adalah kewajiban untuk menghormati hak pasien, memberikan informasi yang
berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan, dan kewajiban untuk
meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan.
Tenaga kesehatan yang tidak menunaikan hak pasien untuk
memberikan informed consent yang jelas, bisa dikategorikan melanggar case
law (merupakan sifat hukum medik) dan dapat menimbulkan gugatan dugaan mal
praktek. Belakangan ini masalah malpraktek medik (medical malpractice) yang
cenderung merugikan pasien semakin mendapatkan perhatian dari masyarakat
dan sorotan media massa. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kesehatan Pusat di
Jakarta mencatat sekitar 150 kasus malpraktik telah terjadi di Indonesia.
Meskipun data tentang malpraktek yang diakibatkan oleh informed consent yang
kurang jelas belum bisa dikalkulasikan, tetapi kasus-kasus malpraktek baru mulai
bermunculan.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian dari Informed Consent?
2. Apakah Pengertian dari Transaksi Teurapeutik?
3. Bagaimana Hubungan Antara Informed Consent dan Transaksi
Teurapeutik?
4. Apakah Peranan Informed Consent?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian dari Informed Consent.
2. Untuk Mengetahui Pengertian dari Transaksi Teurapeutik.
3. Untuk Mengetahui Hubungan Antara Informed Consent dan Transaksi
Teurapeutik.
4. Untuk Mengetahui Peranan Informed Consent.
D. Sistematika Penulisan
Kata pengantar berisi kalimat pembuka untuk mengawali makalah
“Informed Consent” ini, daftar isi mengenai isi yang disertai halaman dari
seluruh makalah, bab I pendahuluan terdiri dari beberapa bab, yang terdiri dari,
pertama latar belakang, menjelaskan hal-hal apa saja yang melatar belakangi
kami dalam menyusun makalah, lalu ada rumusan pembahasan berisi materi
yang akan dibahas, tujuan pembahasan berisi tujuan dari penjelasan materi dan
juga sistematika penulisan.
Bab II pembahasan berisi materi-materi yang akan kami bahas pada
makalah kali ini mulai dari pengertian pengertian dari informed consent,
pengertian dari transaksi teurapeutik, hubungan antara informed consent dan
transaksi teurapeutik, peranan informed consent. Bab III penutup berisi
kesimpulan dari materi yang disampaikan dan juga terdapat saran untuk para
pembaca makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Information elements
Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, disclosure (pengungkapan) dan
understanding (pemahaman). Pengertian ”berdasarkan pemahaman yang adekuat
membawa konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan informasi
(disclosure) sedemikian rupa sehingga pasien dapat mencapai pemahaman yang
adekuat”.
Dalam hal ini, seberapa ”baik” informasi harus diberikan kepada pasien, dapat
dilihat dari 3 standar, yaitu :
a. Standar Praktik Profesi
Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria ke-adekuat-an
informasi ditentukan bagaimana “biasanya” dilakukan dalam komunitas tenaga
medis. Dalam standar ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut di atas
tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial setempat, misalnya resiko yang ”tidak
bermakna” (menurut medis) tidak diinformasikan, Informasi yang seharusnya itu
berarti untuk sisi sosial namun dianggap tidak harus disampaikan.
b. Standar Subyektif
Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien
secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien
tersebut dalam membuat keputusan. Kesulitannya adalah mustahil (dalam hal
waktu/kesempatan) bagi profesional medis memahami nilai-nilai yang secara
individual dianut oleh pasien.
c. Proxy Consent
Adalah consent yang diberikan oleh orang yang bukan pasien itu sendiri,
dengan syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan consent secara pribadi,
dan consent tersebut harus mendekati apa yang sekiranya akan diberikan oleh
pasien (bukan baik untuk orang banyak).
Umumnya urutan orang yang dapat memberikan proxy consent adalah
suami/istri, anak, orang tua, saudara kandung, dst. Proxy consent hanya boleh
dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan ketat.
Bab II ( Persetujuan)
a. Pasal 2 ayat (1) : Semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap
pasien harus mendapatkan persetujuan.
b. Pasal 2 ayat (2) : Persetujuan dapat diberikan secara tertulis atau lisan.
c. Pasal 2 ayat (3) : Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan
setelah pasien mendapat informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan
medik yang bersangkutan serta risiko yang ditimbulkannya.
d. Pasal 2 ayat (4) : Cara penyampaian dan isi informasi harus disesuaikan
dengan tingkat pendidikan serta kondisi dan situasi pasien.
e. Pasal 3 ayat (1) : Setiap tindakan medis yang mengandung risiko tinggi
harus dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak
memberikan persetujuan.
Ketentuan Perundangan yang menjadi dasar Informed Consent adalah :
a. Pasal 53 Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, yang
menyebutkan :
1. Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
2. Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk
mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.
3. Ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
b. UU No. 32 Tahun 1992 tentang Kesehatan
c. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1998 Tentang tenaga Kesehatan
d. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 159 b/Menkes/SK/Per/II/1998
Tentang RS
e. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 749A/Menkes/Per/IX/1989 tentang
Rekam medis/ Medical record
f. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 585/Menkes/Per/IX/1989 Tentang
Persetujuan Tindakan Medis
g. Kep Menkes RI No. 466/Menkes/SK dan standar Pelayanan Medis di
RS
h. Fatwa pengurus IDI Nomor: 139/PB/A.4/88/Tertanggal 22 Februari
1988 Tentang
i. Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1981 Tertanggal 16 juni
1981Tentang Bedah Mayat Klinik dan Bedah Mayat Anatomis serta
Transplantasi Alat dan/atau Jaringan Tubuh Manusia.
Contoh Informed Consent
Hak-hak pasien tersebut di atas wajib dihormati oleh dokter dan tenaga
medikk. Hal tersebut ditegaskan pula dalam Undang-undang No. 23 tahun 1992
tentang Kesehatan yaitu pada Pasal 53 ayat (3) dan ayat (4) yang berbunyi:
Ayat (4) “Ketentuan mengenai standar profesi dan hak pasien sebagaimana
dimaksudkan dalam ayat (2) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.”
c. Alternatif
Dokter harus mengungkapkan beberapa alternatif dalam proses diagnosis
dan terapi. Ia harus dapat menjelaskan prosedur, manfaat, kerugian dan bahaya
yang ditimbulkan dari beberapa pilihan tersebut. Sebagai contoh adalah terapi
hipertiroidisme. Terdapat tiga pilihan terapi yaitu obat, iodium radioaktif, dan
subtotal tiroidektomi. Dokter harus menjelaskan prosedur, keberhasilan dan
kerugian serta komplikasi yang mungkin timbul.
d. Rujukan atau konsultasi
Dokter berkewajiban melakukan rujukan apabila ia menyadari bahwa
kemampuan dan pengetahuan yang ia miliki kurang untuk melaksanakan terapi
pada pasien-pasien tertentu. Pengadilan menyatakan bahwa dokter harus merujuk
saat ia merasa tidak mampu melaksanakan terapi karena keterbatasan
kemampuannya dan ia mengetahui adanya dokter lain yang dapat menangani
pasien tersebut lebih baik darinya.
e. Prognosis
Pasien berhak mengetahui semua prognosis, komplikasi, sekuele,
ketidaknyamanan, biaya, kesulitan dan risiko dari setiap pilihan termasuk tidak
mendapat pengobatan atau tidak mendapat tindakan apapun. Pasien juga berhak
mengetahui apa yang diharapkan dari dan apa yang terjadi dengan mereka.
Semua ini berdasarkan atas kejadian-kejadian beralasan yang dapat diduga oleh
dokter. Kejadian yang jarang atau tidak biasa bukan merupakan bagian
dari informed consent.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Informed consent adalah persetujuan individu terhadap pelaksanaan suatu
tindakan, seperti operasi atau prosedur diagnostik invasif, berdasarkan
pemberitahuan lengkap tentang risiko, manfaat, alternatif, dan akibat
penolakan. Informed consent merupakan kewajiban hukum bagi
penyelengara pelayanan kesehatan untuk memberikan informasi dalam
istilah yang dimengerti oleh klien sehingga klien dapat membuat pilihan.
Persetujuan ini harus diperoleh pada saat klien tidak berada dalam
pengaruh obat seperti narkotika.
Secara harfiah informed consent adalah persetujuan bebas yang
didasarkan atas informasi yang diperlukan untuk membuat persetujuan
tersebut. Dilihat dari pihak-pihak yang terlibat , dalam praktek dan
penelitian medis, pengertian “informed consent” memuat dua unsur
pokok, yakni:
1. Hak pasien (atau subjek manusiawi yang akan dijadikan kelinci
percobaanmedis) untuk dimintai persetujuannya bebasnya oleh dokter
(tenaga medis) dalam melakukan kegiatan medis pada pasien tersebut,
khususnya apabila kegiiatan ini memuat kemungkinan resiko yang akan
ditanggung oleh pasien.
2. Kewajiban dokter (tenaga riset medis) untuk menghormati hak
tersebut dan untuk memberikan informasi seperlunya, sehingga
persetujuan bebas dan rasional dapat diberikan kapada pasien.
Penelitian kesehatan merupakan langkah metode ilmiah yang
berorientasikan atau memfokuskan kegiatannya pada masalah-masalah
yang timbul di bidang kesehatan. Kesehatan itu sendiri terdiri dari dua sub
bidang pokok, yakni pertama kesehatan individu yang berorientasikan
klinis, pengobatan. Sub bidang kedua yang berorientasi pada kelompok
atau masyarakat, yang bersifat pencegahan. Selanjutnya sub bidang
kesehatan inipun terdiri dari berbagai disiplin ilmu, seperti kedokteran,
keperawatan, epidemiologi, pendidikan kesehatan, kesehatan lingkungan,
manajemen pelayanan kesehatan, gizi dsb. Sub bidang tersebut saling
berkaitan dan mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat pada
umumnya. Sehingga berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian
kesehatan dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk memahami
permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam bidang kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitative serta masalah yang
berkaitan dengan unsure tersebut; dengan mencari bukti dan dilakukan
melalui langkah-langkah tertentu yang bersifat ilmiah, sistematis dan
logis.
B. Saran
Informed consent atau Persetujuan Tindakan Medis sangat penting sehingga
para dokter dan perawat harus selalu melaksanakan sebaikbaiknya agar tuntutan
hukum dari pihak pasien dapat dihindari. Jika seorang dokter dan perawat tidak
memperoleh persetujuan tindakan pengobatan yang sah, maka dampaknya adalah
bahwa dokterdan perawat atau tenaga kesehatan tersebut akan dapat mengalami
masalah, baik dari sisi hukum pidana, hukum perdata, maupun pendisiplinan.
Oleh karena itu, sebagai tenaga kesehatan harus melakukan tindakan sesuai
dengan hukum yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA