Anda di halaman 1dari 8

Nama/NIM : Rifaldi/1120019114

Prodi/Univ : Profesi Ners/Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

SBAR

A. Definisi
SBAR adalah pola/teknik komunikasi yang harus dilakukan untuk melapor
atau berkomunikasi dengan teman seprofesi atau antar profesi (interdisiplin
ilmu) untuk menghindari kesalahan komunikasi dan bertujuan agar dapat
memberikan pelayanan yang baik bagi pasien.
S (Situation) kondisi terkini yang terjadi pada pasien
B (Background) informasi penting yang melatarbelakangi kondisi px
A (Assessment) hasil penilaian/pengkajian kondisi pasien
R (Recommendation) apa yang perlu dilakukan u/ mengatasi masalah px
B. Tujuan
Untuk memastikan komunikasi yang optimal antara petugas kesehatan tentang
kondisi pasien
C. Waktu pemberian SBAR
1. Saat visite dokter
2. Saat ada perubahan kondisi pasien/pelaporan kondisi pasien kritis
3. Saat pertukaran shift
4. Saat berkomunikasi dengan bagian/tenaga kesehatan lain
5. Saat transfer pasien
D. Hal yang harus dilakukan sebelum melakukan SBAR
1. Evaluasi kondisi pasien: cek TTV dan pemeriksaan lainnya yang sesuai
dgn kondisi pasien (misalnya: cek gula darah, suara paru, suara peristaltic,
dan lain)
2. Siapkan informasi-informasi yang sesuai dengan kondisi pasien
3. Review hasil laboratorium terakhir dan analisanya (kecederungan naik,
turun, atau tidak ada perubahan), catatan keperawatan terkini, obat-obatan
terkini.
E. Cara menjawab SBAR saat berkomunikasi via telepon (TBAK)
1. Write Down/Tuliskan
Tuliskan pesan verbal pada actatan integrase di status atau rekam medis
pasien meliputi tanggal. Jam instruksi, nama pemberi, nama penerima dan
tanda tangan penerima pesan
2. Read Back/Baca Kembali
Setelah dituliskan, pesan/instruksi/hasil dari laboratorium yang kritis
dibacakan kembali kepada pengirim pesan pertelepon/lisan
3. Confirm/Konfirmasi
Penerima pesan memastikan pada pemberi pesan/instruksi untuk
konfirmasi kebenaran seluruh pesan/instruksi yang dituliskan.
Pengirim pesan akan menandatangani catatan yang dituliskan penerima
pesan sebagai tanda persetujuan dalam waktu 1 x 24 jam.
CONTOH PENGGUNAAN SBAR PADA SAAT VISITE DOKTER
(TIDAK DITULISKAN/PER LISAN)

S : dokter ini Tn. B (35) dengan DHF hari ke 3. Selama perawatan dari kemarin
sore sampai dengan pagi ini pasien tidak demam lagi namun terjadi perdarahan
di gusi. Hasil lab trombosil pagi ini 20.000 gr/dl. Vital sign masih stabil (TD
120/90 mmHg, RR 20 /m, N 75x/m, S 36.7oC)
B : Nilai trombosit kemarin sore 25.000 gr/dl dan pasien sudah mendapatkan
terapi transamin 1 amp/8 jam
A : trombosit menurun, perdarahan yang terjadi hanya di gusi, belum ditemukan
ptechiae atau perdarahan lainnya
R : bagaimana dokter untuk tata laksana selanjutnya? apa perlu siberikan transfuse
trombosit?
Kemudian dokter akan melakukan validasi data dengan pasien, dan membrikan
instruksi terapi yang dituliskan di lembar CPPT

CONTOH PENGGUNAAN SBAR DI CPPT

S : pasien masih mengalami perdarahan di gusi. Sampel lab untuk cek trombosit
sudah diambil dan tunggu hasil. Vital sign (TD 120/80 mmHg, RR 16 x/m, N
80 x/m, S 36.5oC)
B : diagnose medis DHF grade 3 hari ke 4. Trombosit kemarin 25.000 gr/dl. Inj
transaman 1 amp/8 jam, PCT 3 x 500 mg
A : risiko perdarahan dan kekurangan volume cairam
R : meminimalkan perdarahan
a. pantau TTV perdarahan
b. minimalkan menipulasi gusi (hindari gosok gigi menggunakan sikat)
c. kolab : transamin dan transfuse trombosit
tidak terjadi kekurangan volume cairan
a. pantau status cairan
b. evaluasi tanda-tanda kekurangan cairan: haus, kulit kering
c. pantau TTV
PEMERIKSAAN FISIK B1 – B6

B1 (Breathing)
Jika tidak mengganggu system pernapasan biasanya pada pemeriksaan:
Inspeksi, ditemukan nklien tidak mengalami batuk, tidak sesak napas, dan frekuensi
pernapasan normal
Palpasi, ditemukan fremitus taktil seimbang kanan dan kiri
Perkusi ditemukan adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
Auskultasi, ditemukan tidak terdengar bunyi napas tambahan

B2 (Blood)
Bila tidak ada gangguan pada system kardiovaskular, biasanya kualitas dan
frekuensi nadi normal, tekanan darah normal. Pada asukultasi, tidak ditemukan
bunyi jantung tambahan

B3 (Brain)
a. Pemeriksaan kepala dan leher
Pemeriksaan kepala sebagai bagian pengkajian kardiovaskuler difokuskan
untuk mengkaji bibir dan cuping telinga untuk mengetahui adanya sianosis
perifer
b. Pemeriksaan raut muka
Bentuk muka: bulat, lonjong dan sebagainya
Ekspresi wajah tampak sesak, gelisah, kesakitan
Tes saraf dengan menyeringai, mengerutkan dahi untuk memeriksa fungsi saraf
VII
c. Pemeriksaan bibir
Biru (sianosis) pada penyakit jantung bawaan dan lainnya
Pucat (anemia)
d. Pemeriksaan mata
1. Konjungtiva
Pucat (anemia)
Ptekie (perdarahan di bawah kulit atau selaput lendir) pada endokarditis
bacterial
2. Sklera
Kuning (ikterus) pada gagal jantung kanan, penyakit hati dan lainnya
3. Kornea
Arkus senilis (garis melingkar putih atau abu – abu di tepi kornea)
berhubungan dengan peningkatan kolesterol atau penyakit jantung koroner.
4. Funduskopi
Yaitu pemeriksaan fundus mata menggunakan opthalmoskop untuk menilai
kondisi pembuluh darah retina khususnya pada klien hipertensi.
e. Pemeriksaan neurosensory
Ditujukan terhadap adanya keluhan pusing, berdenyut selama tidur, bangun,
duduk atau istirahat dan nyeri dada yang timbulnya mendadak. Pengkajian
meliputi wajah meringis, perubahan postur tubuh, menangis, merintih,
meregang, menggeliat, menarik diri dan kehilangan kontak mata.

B4 (Bladder)
Output urine merupakan indiktor fungsi jantung yang penting. Penurunan haluaran
urine merupakan temuan signifikan yang harus dikaji lebih lanjut untuk
menentukan apakah penurunan tersebut merupakan penurunan produksi urine
(yang terjadi bila perfusi ginjal menurun) atau karena ketidakmampuan klien untuk
buang air kecil. Daerah suprapubik harus diperiksa terhadap adanya massa oval dan
diperkusi terhadap adanya pekak yang menunjukkan kandungkemih yang penuh
(distensi kandung kemih).
B5 (Bowel)
Pengkajian harus meliputi perubahan nutrisi sebelum atau pada masuk rumah sakit
dan yang terpenting adalah perubahan pola makan setelah sakit. Kaji penurunan
turgor kulit, kulit kering atau berkeringat, muntah dan perubahan berat badan
Refluks hepatojuguler. Pembengkakan hepar terjadi akibat penurunan aliran balik
vena yang disebabkan karena gagal ventrikel kanan. Hepar menjadi besar, keras,
tidak nyeri tekan dan halus. Ini daapt diperiksa dengan menekan hepar secara kuat
selama 30 – 60 detik dan akan terlihat peninggian vena jugularis sebesar 1 cm.

B6 (Bone)
Pengkajian yang mungkin dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Keluhan lemah, cepat lelah, pusing, dada rasa berdenyut dan berdebar
b. Keluhan sulit tidur (karena adanya ortopnea, dispnea nokturnal paroksimal,
nokturia dan keringat pada malam hari)
c. Istirahat tidur: kaji kebiasaan tidur siang dan malam, berapa jam klien tisur
dalam 24 jam dan apakah klien mengalami sulit tidur dan bagaimana
perubahannya setelah klien mengalami gangguan pada sistem kardiovaskuler.
Perlu diketahui, klien dengan IMA sering terbangun dan susah tidur karena
nyeri dada dan sesak napas
d. Aktivitas: kaji aktivitas klien di rumah atau di rumah sakit. Apakah ada
kesenjangan yang berarti misalnya pembatasan aktivitas. Aktivitas klien
biasanya berubah karena klien merasa sesak napas saat beraktivitas.
FORMAT LOG BOOK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Nama Mahasiswa : Rifaldi


NIM : 1120019114

Nama Klien : Tn. W


Usia : 69 tahun
No. RM : 33xxxx
Diagnosa Medik : Benign Prostate Hyperplasia
Masalah Keperawatan : Gangguan rasa nyaman (nyeri)
Tindakan Medik : TUR-P
Tindakan Keperawatan : Terapi relaksasi benson

Riwayat Pengkajian
1. Pengkajian
B4: Bladder (Perkemihan-Eliminasi Uri)
Produksi urine ± 2000 ml
Warna: merah Bau: amoniak
Terpasang kateter Dysuria Hematuria Nyeri
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan post op TUR-P ditandai
dengan pasien mengatakan nyeri skala
3. Intervensi
Terapi relaksasi benson
4. Prinsip tindakan berdasarkan EBN
Langkah tindakan terapi relaksasi benson
a. Posisikan pasien pada posisi duduk yang paling nyaman
b. Instruksikan pasien memejamkan mata
c. Instruksikan pasien agar tenang dan mengendorkan otot-otot tubuh dari
ujung kaki sampai dengan otot wajah dan rasakan rileks
d. Instruksikan kepada pasien agar menarik nafas dalam lewat hidung, tahan 3
detik lalu hembuskan lewat mulut disertai dengan mengucapkan do’a atau
kata yang sudah dipilih
e. Instruksikan pasien untuk membuang pikiran negatif, dan tetap fokus pada
nafas dalam dan do’a atau kata-kata yang diucapkan
f. Lakukan selama kurang lebih 10 menit
g. Instruksikan pasien untuk mengakhiri relaksasi dengan tetap menutup mata
selama 2 menit, lalu membukanya dengan perlahan
Rasional relaksasi adalah suatu teknik yang dapat membuat pikiran dan tubuh
menjadi rileks melalui sebuah proses yang secara progresif akan melepaskan
ketegangan otot di setiap tubuh
5. Hasil
Hasil dari pemberian terapi relaksasi benson, saat dilakukan evaluasi hari ke 3
skala nyeri pasien menurun menjadi 5
6. Saran
Digunakan sebagai bahan acuan atau pedoman atau pembelajaran bagi
mahasiswa keperawatan mengenai penanganan pasien dengan masalah nyeri
7. Referensi
Arifianto. 2019. The Effect of Benson Relaxation Technique on a Scale Of
Postoperative Pain in Patients with Benign Prostat Hyperplasia at RSUD
dr. H Soewondo Kendal. Kendal: Media Keperawatan Indonesia

Anda mungkin juga menyukai