Anda di halaman 1dari 4

Artikel Ilmiah Forensik Unsyiah 1(6), 2020

Edisi: September 2020


Topik: Aspek etik dan hukum pelayanan kedokteran

Review Article

Aspek Etik dan Hukum Informed Consent


Taufik Suryadi1,*, Shiva Jehana Nahra2
1
Department of Forensic Medicine and Medico-legal,
2
Medical Student of Forensic Medicine Clinical Rotation,
Faculty of Medicine, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia

*
Corresponding author: Address: Department of Forensic Medicine and Medico-legal, Faculty of Medicine,
Universitas Syiah Kuala, Darussalam-Banda Aceh, Indonesia, Postal Code [23126],
Tel [+628126309403], Email: taufiksuryadi@unsyiah.ac.id (Taufik Suryadi), : jehanahra@gmail.com (Shiva Jehana
Nahra)

ABSTRAK: Di kalangan profesi hukum dan kedokteran telah terdapat aturan yang memberikan perlindungan
terhadap masyarakat sebagai pasien yang menerima pelayanan kesehatan yang didasarkan atas informasi yang
diberikan oleh pihak rumah sakit melalui seorang dokter. Dalam pelaksanaannya saat ini di penyembuhan
kesehatan harus ada persetujuan dari pasien atas dasar informasi dari dokter di rumah sakit tersebut, atau disebut
dengan informed consent. Memperoleh informed consent untuk perawatan medis, untuk partisipasi dalam penelitian
medis, dan untuk partisipasi dalam pendidikan yang melibatkan seseorang merupakan persyaratan etik yang
sebagian tercermin dalam doktrin dan persyaratan hukum. Dalam aspek etik, informed consent adalah proses
komunikasi di mana pasien dimungkinkan untuk membuat keputusan dengan sukarela tentang menerima atau
menolak perawatan medis.

Key Words: Informed consent, etik, hukum

PENDAHULUAN wali sah. Jika keluarga/wali hadir tetapi tidak kompeten


Menurut realita, aspek hukum terjadi karena juga, maka tenaga medis harus memutuskan sendiri
adanya interaksi antar manusia. Hubungan antar orang untuk melakukan tindakan medis tertentu sesuai keadaan
dengan orang tergolong dalam hukum perdata, demikian pasien.[2]
halnya interaksi atau hubungan antara dokter dengan Fungsi dari Informed Consent adalah :[2]
pasien. Subjek hukum terkait hukum kedokteran, a. Promosi dari hak otonomi perorangan
melibatkan dokter dan pasien sebagai dua subjek hukum, b. Proteksi dari pasien dan subjek
keduanya membentuk baik hubungan medis maupun c. Mencegah terjadinya penipuan atau paksaan
hubungan hukum. Di kalangan profesi hukum dan d. Menimbulkan rangsangan kepada profesi medis
kedokteran telah terdapat aturan yang memberikan untuk mengadakan introspeksi terhadap diri sendiri
perlindungan terhadap masyarakat sebagai pasien yang
menerima pelayanan kesehatan yang didasarkan atas
informasi yang diberikan oleh pihak rumah sakit melalui Suatu persetujuan dianggap sah apabila:
seorang dokter. Dalam pelaksanaannya saat ini di (1)Pasien telah diberi penjelasan/ informasi (2) Pasien
penyembuhan kesehatan harus ada persetujuan dari atau yang sah mewakilinya dalam keadaan cakap
pasien atas dasar informasi dari dokter di rumah sakit (kompeten) untuk memberikan keputusan/persetujuan (3)
tersebut, atau disebut dengan informed consent. Informed Persetujuan harus diberikan secara sukarela.[3]
consent merupakan salah satu dasar pertimbangan para Kode etik kedokteran dan penelitian
dokter dalam mengambil tindakan medik untuk menekankan bahwa persetujuan harus muncul dari
menyelamatkan nyawa pasiennya.[1] kemauan bebas (voluntarium) pasien, dan harus
merupakan jawaban atas informasi yang sesuai dengan
Informed Consent keadaan sebenarnya. Informed consent ini harus benar
Informed consent adalah persetujuan bebas yang dan sesuai dengan pemahaman pasien dan petugas medis.
diberikan oleh pasien terhadap suatu tindakan medis, Persetujuan ini harus muncul dari keputusan bebas orang
setelah ia memperoleh semua informasi yang penting yang kompeten. Unsur-unsur informed consent yang
mengenai sifat serta konsekuensi tindakan tersebut. dimaksud yaitu : kompetensi, penyampaian informasi,
Informed consent dibuat berdasarkan prinsip autonomi, pemahaman informasi, dan kebebasan serta persetujuan.
beneficentia dan nonmaleficentia, yang berakar pada Kompetensi diartikan sebagai kesanggupan pasien untuk
martabat manusia di mana otonomi dan integritas pribadi mengambil keputusan tentang pengobatan dengan
pasien dilindungi dan dihormati. Jika pasien tidak mempertimbangkan semua faktor yang relevan. [4]
kompeten, maka persetujuan diberikan oleh keluarga atau
Terdapat tiga standar kompetensi pasien dan/atau

Artikel Ilmiah Forensik Unsyiah 1(6), 2020


Shiva Jehana Nahra / Aspek Etik dan Hukum Informed Consent

keluarga untuk mengambil keputusan: [2] karena kurang paham. Prinsip beneficentia adalah
melindungi pasien serta subyek peserta penelitian,
a. Kemampuan untuk mengambil keputusan atas dasar sedangkan prinsip nonmaleficentia mencegah timbulnya
pertimbangan rasional (rational reason). Bila kerugian atas pasien, terutama pasien tidak sadar, anak-
dihadapkan pada beberapa pilihan, orang tersebut anak, mental terbelakang, dan sebagainya. Dalam hal ini,
harus dapat memilih suatu alternatif. orang tua atau keluarga pasien atau orang lain yang
b. Kemampuan untuk memberi alasan bagi pilihannya. secara legal dapat diterima untuk mewakili pasien, dapat
c. Pilihan itu harus logik. memberi persetujuan. Prinsip utilitas adalah
meningkatkan sikap mawas diri tim medis dalam
Dengan kata lain, kompetensi adalah kemampuan melakukan tindakan yang menguntungkan setiap orang
mencapai hasil yang dapat dipertanggungjawabkan dalam masyarakat, termasuk tenaga kesehatan sendiri,
melalui suatu keputusan. Dalam konteks biomedik, pasien-pasien dan para peneliti sehingga dapat tetap
standar-standar ini mengandung pengertian bahwa
terbina sikap saling percaya.[2], [8]
seorang pasien dan/atau keluarganya harus mampu
Konsep etik dari informed consent mengandung
memahami suatu terapi/ tindakan medis atau prosedur
dua elemen utama: 1) pemahaman dan 2) persetujuan
medis tertentu, serta harus mampu mempertimbangkan
bebas. Pemahaman mencakup kesadaran dan pemahaman
risiko dan keuntungan yang dapat dicapai.[5] pasien tentang situasi dan kemungkinannya. Ini
Tindakan seorang pasien yang memasuki kamar menyiratkan bahwa dia telah diberi informasi yang
dokter dan mengungkapkan masalahnya dianggap memadai tentang diagnosis, prognosis, dan pilihan
sebagai persetujuan tersirat (atau implisit) untuk pengobatan alternatifnya, termasuk pilihan tanpa
pemeriksaan fisik umum dan penyelidikan rutin. Tapi, pengobatan. Selain itu, informasi ini harus diberikan
pemeriksaan intim, terutama pada wanita, tes invasif dan dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh pasien tertentu,
prosedur berisiko memerlukan persetujuan khusus. yang mungkin memiliki keterbatasan linguistik atau
Persetujuan tertulis lebih disukai dalam situasi yang kognitif. Pemahaman dalam pengertian ini diperlukan
melibatkan tindak lanjut jangka panjang, intervensi
untuk kebebasan dalam menyetujui.[4]
berisiko tinggi serta prosedur dan operasi kosmetik. Juga
Persetujuan yang bebas adalah pilihan yang
dibutuhkan untuk biopsi kulit, psoralen dengan terapi
disengaja dan sukarela yang mengizinkan orang lain
ultraviolet A (PUVA), injeksi intralesi, terapi
untuk bertindak dengan cara tertentu. Dalam konteks
imunosupresif, elektrokauter, dll. Persetujuan juga
kedokteran, itu adalah tindakan di mana seorang individu
diperlukan untuk memotret pasien untuk tujuan ilmiah /
secara bebas mengesahkan intervensi medis dalam
pendidikan / penelitian atau untuk tindak lanjut.
hidupnya, baik dalam bentuk pengobatan atau partisipasi
Persetujuan khusus harus diambil jika identitas pasien
dalam penelitian atau pendidikan kedokteran. Penting
kemungkinan besar akan terungkap saat penerbitan. [6] bagi dokter untuk menyadari keyakinan dan nilai mereka
Dalam pelaksanaannya, Informasi/keterangan sendiri selama proses persetujuan. Dokter harus memiliki
yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran wawasan tentang bagaimana pendapat mereka dapat
suatu tindakan kedokteran dilaksanakan diantaranya:[6] memengaruhi cara informasi disajikan kepada pasien
a. Diagnosa yang telah ditegakkan dan, akibatnya, memengaruhi keputusan pasien untuk
b. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan. menerima atau menolak terapi. Dalam banyak kasus,
c. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut nilai pribadi dan profesional dokter dan pengalaman
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi klinis, sampai taraf tertentu, mempengaruhi presentasi
daripada tindakan kedokteran tersebut. dan diskusi tentang pilihan terapeutik dengan pasien.
e. Alternatif cara pengobatan yang lain. Meskipun tidak dianggap sebagai manipulasi atau
f. Perkiraan biaya yang menyangkut tindakan pemaksaan yang terus terang, harus berhati-hati agar
kedokteran tersebut. perspektif dokter tidak terlalu memengaruhi pengambilan
keputusan sukarela pasien.[9]
Jika pasien memiliki kebebasan, berarti ia juga
Aspek Etik Informed Consent berhak untuk menolak pengobatan. Situasi ini bisa
Fungsi informed consent adalah melindungi dan menimbulkan konflik antara prinsip autonomi dan prinsip
meningkatkan otonomi pasien, melindungi pasien dan beneficentia. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan
subyek peserta penelitian, mencegah tindakan kompetensi walaupun dapat juga terjadi bahwa
manipulatif dan pemaksaan, meningkatkan sikap mawas kompetensi dikurangi karena ketakutan atau keadaan
diri dari tim medis, meningkatkan pengambilan emosi pasien. Dalam hal ini dokter jangan terlalu cepat
keputusan rasional, dan melibatkan publik dalam menganggap pasien tidak kompeten. Sejauh mana
pengembangan otonomi sebagai nilai sosial dan kontrol kompetensi pasien untuk mengambil keputusan
terhadap penelitian biomedis. Fungsi ini dibuat tergantung pada pemahamannya akan informasi dan
berdasarkan beberapa prinsip moral, yaitu prinsip komunikasi antara pasien dan dokter. Kunci hubungan
autonomi, beneficentia, nonmaleficentia, dan utilitas. [7] yang paling efektif antara pasien dan dokter adalah
Prinsip autonomi adalah melindungi dan komunikasi yang baik.[2]
meningkatkan otonomi individu. Hubungan baik antara
dokter dan pasien akan mencegah terjadinya
ketidaktahuan yang justru menghambat otonomi pasien Aspek Hukum Informed Consent
dan/atau keluarga untuk memutuskan, ketidaktahuan
mana dapat berasal dari kekurangan informasi atau

3405 The International Journal of Social Sciences and Humanities Invention, vol. 4, Issue 3, March,
2017
Shiva Jehana Nahra / Aspek Etik dan Hukum Informed Consent

Persetujuan tindakan kedokteran telah diatur diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah
dalam pasal 45 Undang-Undang No.29 tahun 2004 mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai
tentang praktek kedokteran. tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap
(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang pasien tersebut. Persetujuan yang ditandatangani oleh
akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien atau keluarga terdekatnya tersebut, tidak
pasien harus mendapat persetujuan. membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kelalaian Tindakan medis yang dilakukan tanpa
diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya, dapat
lengkap. digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan KUHP Pasal 351. [9]
sekurang-kurangnya mencakup :
a. diagnosis dan tata cara tindakan medis; Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes / PER /
b. tujuan tindakan medis yang dilakukan; III / 2008, persetujuan tindakan kedokteran dapat
c. alternatif tindakan lain dan risikonya; dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi
d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan persetujuan, sebelum dimulainya tindakan (Ayat 1).
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran harus
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan tertulis oleh yang memberi persetujuan (Ayat
dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan. 2). Dalam hubungan hukum, pelaksana dan pengguna
(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang jasa tindakan medis (dokter, dan pasien) bertindak
mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan sebagai “subjek hukum ” yakni orang yang mempunyai
persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak hak dan kewajiban, sedangkan “jasa tindakan medis”
memberikan persetujuan. sebagai “objek hukum” yakni sesuatu yang bernilai dan
(6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan bermanfaat bagi orang sebagai subjek hukum, dan akan
kedokteran atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud terjadi perbuatan hukum yaitu perbuatan yang akibatnya
pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur oleh hukum, baik yang dilakukan satu pihak saja
diatur dengan Peraturan Menteri. maupun oleh dua pun oleh dua pihak. [3]
Dalam masalah informed consent dokter sebagai
Di Indonesia, informed consent diatur dalam beberapa pelaksana jasa tindakan medis, disamping terikat oleh
dasar hukum, antara lain: KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) bagi dokter,
a. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang juga tetap tidak dapat melepaskan diri dari ketentuan-
Kesehatan (UU Kesehatan). Pasal 8 UU ketentuan hukum perdata, hukum pidana maupun hukum
Kesehatan. administrasi, sepanjang hal itu dapat diterapkan. Pada
b. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981 pelaksanaan tindakan medis, masalah etik dan hukum
tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat perdata, tolok ukur yang digunakan adalah culpa levis,
Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan sehingga jika terjadi kesalahan kecil dalam tindakan
Tubuh Manusia (PP 18/1981). Pasal 15 PP medis yang merugikan pasien, maka sudah dapat
18/1981: (1). dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum. Hal
c. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 ini disebabkan pada hukum perdata secara umum berlaku
Tentang Rumah Sakit ; Pasal 32 poin J dan adagium “barang siapa merugikan orang lain harus
pasal 32 poin K. memberikan ganti rugi”. Sedangkan pada masalah hukum
d. Peraturan Menteri Kesehatan Republik pidana, tolok ukur yang dipergunakan adalah kesalahan
Indonesia 585/Menkes/Per/IX/ 1989 Tentang culpa lata. Oleh karena itu adanya kesalahan kecil
Persetujuan TindakanMedis pada Bab 1. (ringan) pada pelaksanaan tindakan medis belum dapat
e. Peraturan Menteri Kesehatan Republik dipakai sebagai tolok ukur untuk menjatuhkan sanksi
IndonesiaNomor1419/MENKES/PER/X/2005 pidana. Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis
tentang Penyelenggaraan Dokter dan Dokter yang dilakukan oleh pelaksana jasa tindakan medis
Gigi ini memiliki Pasal 34 Bagian. Diantara 34 (dokter) tanpa adanya persetujuan dari pihak pengguna
pasal ini salah satu yang mengenai informed jasa tindakan medis (pasien), sedangkan pasien dalam
consent yakni pasal 17. keadaan sadar penuh dan mampu memberikan
f. Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan persetujuan, maka dokter sebagai pelaksana tindakan
perluasan tindakan kedokteran, dokter yang medis dapat dipersalahkan dan digugat telah melakukan
akan melakukan tindakan juga harus suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad)
memberikan penjelasan (Pasal 11 Ayat 1 berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum
Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008). Perdata (KUHPer). [9]
Penjelasan Penjelasan kemungkinan Jika tindakan kedokteran dilakukan tidak sesuai
kemungkinan perluasan tindakan kedokteran dengan aturan hukum yang dapat dibenarkan maka
sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 tindakan kedokteran tersebut merupakan pelanggaran
merupakan dasar daripada persetujuan (Ayat 2). hukum dan dapat dipidana. Maka dari itulah diperlukan
Persetujuan Tindakan Kedokteran dari pihak pasien
Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan sebagai wujud pertanggungjawaban medis secara hukum.
UU no 29 th 2004 Pasal 45 serta Manual Persetujuan Bagi Tenaga Medis, merupakan kepastian hukum akan
Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008, maka Informed adanya persetujuan dari pasien terhadap tindakan
Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang kedokteran yang akan dilakukan. Sedangkan bagi negara,

3406 The International Journal of Social Sciences and Humanities Invention, vol. 4, Issue 3, March,
2017
Shiva Jehana Nahra / Aspek Etik dan Hukum Informed Consent

persetujuan tindakan kedokteran merupakan upaya benar terjadi, ia tidak lagi dapat menuntut (he who
negara untuk melindungi hak pasien dari tindakan willingly undertakes a risk cannot afterwards
kesewenangwenang dokter terhadap pasiennya. complains). Dalam dunia kedokteran seperti
Dalam praktek kedokteran, prinsip informed beberapa operasi yang mengandung risiko yang
consent ini, dan standar praktek profesi medis berkaitan sangat tinggi yaitu cangkok ginjal dari donor hidup.
dengan malpraktek. Dokter yang karena Risiko ini melekat pada donor dan resipiens, dan bila
profesionalismenya dan terdorong untuk berbuat yang risiko ini terjadi dokter tidak mungkin dituntut.
terbaik bagi pasiennya (prinsip beneficentia) tanpa e. Contributory negligence, yaitu sikap tindak yang
informed consent segera bertindak dan ternyata tidak wajar dari pihak pasien, yang mengakibatkan
menimbulkan kerugian bagi pasien, maka dokter harus kerugian atau cidera pada dirinya, tanpa memandang
bertanggung jawab atas dugaan umum telah terjadi apakah pada pihak dokter terdapat pula kelalaian
malpraktek. Dalam kasus dugaan malpraktek, unsur yang atau tidak. Doktrin ini juga tidak memandang apakah
umumnya diperiksa adalah informed consent dan standar sikap tindak pasien itu sengaja atau tidak, dan ini
praktek profesi medis yang dipakai dokter. Informed menjadi dasar peniadaan/penghapusan hukuman
consent sangat dibutuhkan dalam tindakan medis pada pihak dokter. Misalnya pasien berkeras pulang
terutama yang dikategorikan sebagai extraordinary ke rumah setelah operasi padahal belum diizinkan
means, karena memiliki dimensi hukumnya. Dalam Kitab oleh dokter. Kelalaian dari pihak pasien seberapa
Undang-Undang Hukum Pidana terdapat beberapa pasal kecilpun, dapat menjadi alasan
yang mengatur penghapusan hukuman terhadap pelaku- penghapusan/peniadaan hukuman pada pihak dokter.
pelaku pidana seperti pasal 44 (sakit jiwa), pasal 48
(unsur paksaan), pasal 49 (membela diri karena terpaksa), Memperoleh persetujuan bukan hanya kewajiban
pasal 50 (melaksanakan ketentuan undang-undang) dan etik, tetapi juga keharusan hukum. Tidak ada dokter
pasal 51 ( melaksanakan perintah jabatan sah). Hukum yang bisa duduk nyaman dengan keyakinannya
yang berlaku umum ini tetap berlaku juga bagi profesi bahwa "persetujuan" tentu dapat menghindari
kedokteran. Namun masih terdapat faktor khusus yang tanggung jawab hukum.
berlaku untuk profesi medis yang tidak dijumpai dalam
hukum yang berlaku umum.[9]
a. Risk of treatment : risiko inheren, reaksi alergi, Referensi
komplikasi dalam tubuh pasien. Dalam tindakan
[1] J. Guwandi, Rahasia Medis, 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit
medis tertentu (operasi, pemberian obat) selalu ada
FKUI, 2010.
risiko melekat (inherent risk of treatment). Dokter
sudah bertindak hati-hati dan memenuhi standar [2] J. Guwandi, Informed consent dan informed consent refusal,
IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006.
praktek profesi medis dan informed consent, namun
efek samping (risiko) tetap terjadi. Dalam situasi ini [3] A. Busro, “Aspek Hukum Persetujuan Tindakan Medis
dokter tidak dipersalahkan. Sama halnya dengan bila ( Inform Consent ) Dalam Pelayanan Kesehatan,” Law
Justice J., vol. 1, no. 1, pp. 1–18, 2018.
terjadi reaksi alergi yang tidak dapat diperkirakan
sebelumnya. [4] S. Jacobalis, Pengantar tentang perkembangan ilmu
kedokteran, etika medis dan bioetika. Jakarta: CV Agung
b. Medical accident or misadventure (kecelakaan Seto, 2005.
tindakan medis) yang sama sekali tidak dapat diduga
dan bukan merupakan tujuan tindakan. [5] D. Afandi, “Kaidah dasar bioetika dalam pengambilan
keputusan klinis yang etis,” Maj. Kedokt. Andalas, vol. 40,
c. Non-negligent error of judgment (kekeliruan no. 2, p. 111, 2017.
penilaian klinik). Dalam situasi ini selalu berlaku
[6] M. A. Dali and W. Kasim, “Aspek hukum informed consent
adagium dalam ilmu hukum yaitu errare humanum
dan perjanjian terapeutik,” J. Ilm. Media Publ. Ilmu
est (Latin), artinya kesalahan itu manusiawi. Dan Pengetah. dan Teknol., vol. 8, no. 2, pp. 95–106, 2019.
doktrin lain yang berlaku juga dalam ilmu
[7] K. Satyanarayana Rao, “Informed consent: An ethical
kedokteran yaitu respectable minority rule, artinya obligation or legal compulsion?,” J. Cutan. Aesthet. Surg.,
seorang dokter tidak dianggap melakukan kelalaian vol. 1, no. 1, p. 33, 2017.
jika ia memilih salah satu (dari sekian banyak)
[8] O. . Sitohang, “Kajian hukum mengenai persetujuan tindakan
metode/cara pengobatan yang lazim/diakui dalam medis (informed consent) dalam pelayanan kesehatan ditinjau
dunia kedokteran. dari aspek hukum perjanjian,” Lex Crim., vol. VI, no. 9, pp.
d. Volenti non fit inura. Doktrin ini berdasarkan 50–57, 2017.
pandangan bahwa bila seseorang telah mengetahui [9] D. Felenditi, “Penegakan Otonomi Pasien Melalui
bahwa ada risiko dan secara suka rela bersedia Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent),” J.
menanggung risiko tersebut, jika kemudian risiko itu Biomedik, vol. 1, no. 1, pp. 29–40, 2013.

3407 The International Journal of Social Sciences and Humanities Invention, vol. 4, Issue 3, March,
2017

Anda mungkin juga menyukai