Anda di halaman 1dari 65

CATATAN

BEDAH SARAF
Munawar
PPDS Bedah Umum – FK Unsyiah
Bedah Saraf

Ilmu yang mempelajari tentang semua tindakan pembedahan pada


kelainan/gangguan pada susunan saraf pusat dan perifer.

Kelainan pada bidang bedah saraf meliputi:


1. Kongenital:
a. Hidrosefalus. e. Myelokel/lipomyelokel.
b. Ensefalokel. f. Kraniosinostosis.
c. Meningokel. g. Mikrosefali/anensefali
d. Meningoensefalokel.

2. Infeksi:
a. Abses cerebri
b. Meningoensefalitis/Ventrikulitis d. HIV/TORCH
c. Tuberkuloma e. Meningitis

3. Trauma:
a. Trauma kepala. c. Trauma spine (vertebra dan
b. Trauma saraf perifer. medulla spinalis).

5. Tumor:
a. Tumor kranial (scalp, kranium dan intracranial).
b. Tumor spinal (ekstradural, intradural ekstramedular, intramedular).
c. Neuroma

5. Vaskular:
a. AVM (arterivena malformasi). d. Stroke (iskemik/infark,
b. Aneurisma. perdarahan intraserebral
c. Perdarahan subarakhnoid (SAH) spontan).

6. Degeneratif:
a. HNP (Hernia Nucleus Pulposus) pada servikal, thorakal dan lumbal.
b. Kanal stenosis pada servikal, thorakal dan lumbal.
c. OPLL (Ossification of the Posterior Longitudinal Ligament)

7. Kelainan pd Spine:
a. HNP. e. Trauma.
b. Kanal stenosis. f. Tumor.
c. Spondilolistesis. g. Spina bifida
d. Spondilitis TB.

8. Kelainan saraf perifer:


a. Trauma (tumpul, tajam).
b. Entrapment:
- CTS (Carpal Tunnel Syndrome) - Tardy ulnar palsy.
- Tarsal Outlet Syndrome. - Thoracic Outlet Syndrome.
- Meralgia paraesthetica.

9. Bedah saraf fungsional:


a. Epilepsi e. Tremor
b. Parkinson f. Hemifacial spasm
c. Spastik g. Hiperhidrosi
d. Torticollis

2
Munawar_Bedah Unsyiah
10. Pain:
a. Stimulasi elektrik (otak, medulla spinalis).
b. Pemberian obat langsung ke SSP (epidural, intrathecal, intraventrikular).
c. Tindakan ablatif intrakranial (cingulotomy, thalamotomy, mesencefalotomy).
d. Tindakan ablatif spinal (cordotomy, cordectomy, kommisural myelotomy,
DREZ=dorsal root entry zone, rhizotomy)
e. Simpatektomi
f. Tindakan pada saraf perifer (blok saraf, neurektomy, neurolitik).

Anatomi Kepala
1. SCALP
Merupakan 5 lapisan yang menutupi tulang kepala, meliputi:
a. Skin (kulit) d. Loose areolar tissue (jaringan
b. Connective tissue (jaringan ikat) areolar yang longgar)
c. Aponeurosis (Galea aponeurotica) e. Pericranium
Jaringan areolar longgar memisahkan galea dari pericranium dan merupakan lokasi
terjadinya subgaleal hematoma. Karena kaya pembuluh darah, maka perlukan pada
scalp dapat menyebabkan kehilangan darah yang hebat, terutama pada anak-anak.

2. Skull (Tulang kepala)


a. Calvarium (cranial vault), Calvarium tipis pada daerah temporal, tapi tertutup
oleh otot-otot temporal.
b. Basis cranii, Basis cranii permukaannya irreguler, sehingga sangat terpengaruh
pada cedera otak dengan adanya akselerasi dan deselerasi. Terdapat fossa
anterior (tempat lobus frontalis), fossa media (lobus temporal, dan fossa posterior)
tempat cerebellum dan batang otak bagian bawah.

3. Meninges (Selaput Otak)


a. Durameter, Durameter merupakan membran fibrous, dan kuat; melekat pada
permukaan dalam cranium. Terdapat arteria meningea yang dapat dilihat pada
X-ray kepala berupa alur-alur pada permukaan dalam cranium. Laserasi pada
arteria ini dapat menyebabkan perdarahan epidural terutama dari a. meningea
media yang terletak pada fossa temporalis. Durameter akan membentuk sinus-
sinus venosus, seperti sinus sagitalis superior, sinus transversus, sinus signoideus.
Sinus sagitalis superior menerima darah dari bridging vein dan pada 1/3 bagian
depan dapat dilakukan ligasi tanpa resiko yang berarti, tapi pada 2/3 bagian
belakang akan berakibat fatal karena intracranial hypertension akan terjadi.
b. Arachnoid, merupakan membrane tipis yang transparan

3
Munawar_Bedah Unsyiah
c. Piameter, piameter merupakan selaput yang melekat erat pada otak LCS terletak
antara arachnoid dan piameter pada subarachnoid space. Perdarahan pada ruang
ini merupakan akibat dari rupture aneuryema atau pembuluh-pembuluh darah
cortical karena trauma.

4. Otak
a. Cerebrum, Cerebrum mempunyai hemisphere kanan dan kiri, yang dipisahkan
oleh falc cerebri yang merupakan kepanjangan dura dari bagian bawah sinus
sagitalis superior. Hemisphere kiri memiliki pusat bahasa/bicara pada orang-
orang dengan kebiasaan, tangan kanan dan > 85% untuk left handed, disebut
sebagai hemisphere dominan. Lobus frontalis adalah tempat emosi, fungsi motor
dan pada tempat dominant merupakan motor speech area. Lobus parietalis
berfungsi sebagai pusat sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporalis mengatur
fungsi-fungsi memori. Lobus occipital relative kecil dan berfungsi sebagai pusat
penglihatan
b. Cerebellum, Cerebellum berfungsi untuk koordinasi dan keseimbangan dengan
membentuk koneksi dengan medulla spinalis, batang otak dan hemipherius
cerebri
c. Batang otak, Batang otak (brainstem) terdiri dari midbrain, pons dan medulla.
Mid brain dan upper pons terdiri dari reticuler activating sistem yang
bertanggung jawab terhadap kesadaran. Pusat cardiorespirator terdapat pada
medulla yang kemudian lanjut ke medulla spinalis. Walaupun cedera kecil pada
batang otak, dapat menimbulkan defisit neurologis yang berat.

5. Cairan Cerebrospinal (LCS), LCS diproduksi oleh plexus choroideus; 30 cc per jam, yang
terletak terutama pada ventrikel lateralis dan melalui foramen Monroe ke ventrikel III.
LCS mengalir melalui for Monroe ke Ventrikel III, melalui aquaductus sylvius ke
ventrikel IV yang lalu masuk ke subarachnoid space ke seluruh otak dan medulla
spinalis LCS diresorbsi ke sirkulasi vena melalui granulatio arachnoidalis pada sinus
sagitalis superior. Darah pada LCS akan menghambat granulatio arachnoidalis dalam
menyerap LCS dan menyebabkan hydrocephalus communicans.

6. Tentorium
• Tentorium cerebelli membagi kepala kepada 2 compartemen menjadi:
– Ruang supratentorial (tdd fossa kranii anterior & media).
– Ruang infratentorial (tdd fossa posterior).
• Mesensefalon à menghubungkan hemisfer cerebri dgn batang otak (pons &
medulla oblongata) à berjalan melalui celah lebar tentorium cerebelli à disebut
insisura tentorium à bgn cerebrum sering mengalami herniasi melalui insisura
tentorium à adalah sisi medial lobus temporalis à disebut girus uncus.
• Nervus oculomotoris (N III) berjalan sepanjang tentorium à dapat tertekan pd
herniasi otak à umumnya OK massa supratentorial & edema otak.
• Herniasi unkus à juga menyebabkan penekanan traktus motorik/traktus
piramidalis yg berjalan pd otak tengah, traktus motorik/traktus piramidalis
menyilang garis tengah menuju sisi berlawanan pd level foramen magnum à
penekanan dpt menyebabkan paresis otot-otot sisi tubuh kontralateral.
• Sindrom klasik herniasi tentorial:
- Dilatasi pupil ipsilateral.
- Disertai hemiplegia kontralateral.
• Sindrom lekukan kernohan (Kernohan’s notch syndrome) à lesi massa yg terjadi
menekan & mendorong otak tengah ke sisi berlawanan pd tepi tentorium cerebelli
à mengakibatkan hemiplegia & dilatasi pupil pd sisi yg sama dgn hematom
intrakranialnya.

4
Munawar_Bedah Unsyiah
Fontanela
Area membranosa di mana tengkorak
belum berkembang sempurna (soft spots).
Fontanela ada selama masa pertumbuhan
dan akhirnya akan menutup digantikan
dengan tulang.
• Fontanela posterior – menutup pada
usia anak 2 bulan
• Fontanela sphenoid - menutup pada
usia anak 3 bulan
• Fontanela mastoid - menutup saat
anak akan berusia 1 tahun
• Fontanel anterior - menutup saat
anak akan berusia 2 tahun

5
Munawar_Bedah Unsyiah
Cedera Kepala
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak
langsung mengenai/membentur kepala yang mengakibatkan adanya laserasi/luka di
kepala, dahi, dan lapisan dibawahnya, termasuk tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan
kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan adanya penurunan kesadaran atau
defisit neurologis lainnya.
• Cedera otak primer (COP) dapat terjadi langsung yakni kepala terbentur atau terpukul di
tengkuk atau jatuh terduduk dapat menimbulkan goncangan pada kepala à COP dapat
menyebabkan tjdnya gangguan fungsi & anatomi sel otak.
• Sel-sel otak yg cedera memerlukan penatalaksanaan yg baik dgn tujuan agar sel otak yg
cedera mjd sembuh atau normal à jadi dapat dicegah meluasnya proses yg
mengakibatkan tjdnya cedera otak sekunder (COS).
• Faktor utama penyebab tjdnya COS adalah perdarahan otak dan edema otak.
• Perdarahan otak yg cukup luas & menimbulkan efek masa, bila dimungkinkan dapat
diintervensi secara operatif, sedangkan yg kecil dan tdk menimbulkan efek masa cukup
dirawat secara konvensional (Umar Kasan, 1994).
• Di Amerika Serikat 80.000-90.000 orang/thn cacat akibat cedera otak.
• Cedera kepala di Indonesia 500.000 Dari pasien yang sampai di rumah sakit, 80% CKR,
10 %CKS dan 10% CKB.
• Didominasi usia produktif (15-44 tahun); laki-laki.
• Fokus utama mencegah cedera otak sekunder
• Golden periode cedera kepala à 24 jam
• Perdarahan subgaleal à bila luas aspirasi à sedikit à elastic verban (krn kita tidak
tahu sumber perdarahannya).
• Kerusakan otak sekunder pasca trauma diakibatkan oleh beberapa proses dan faktor:
1. Lesi massa, pergeseran garis tengah dan herniasi yang terdiri atas:
- Perdarahan intrakranial
- Edema serebri
2. Iskemia serebral yang diakibatkan oleh:
- Penurunan tekanan perfusi serebral (Cerebral Perfussion Pressure)
- Hipotensi arterial, hipertensi intrakranial
- Hiperpireksi dan infeksi
- Hipoksemia / anemia dan hiponatremi
- Vasospasme serebral
- Epilepsy (kejang)
Prinsip tatalaksana trauma/cedera kepala:
- Penatalaksanaan cedera primer - Pencegahan cedera sekunder
- Optimalisasi metabolic otak/faal organ. - Rehabilitasi

Patofisiologi Cedera Otak:


– Kerusakan Otak Primer à merupakan akibat langsung dari kekuatan mekanik yg
merusak jaringan kepala saat terjadinya cedera. Misalnya laserasi scalp, patah tulang
kepala, kontusio & laserasi otak, diffuse axonal injury, perdarahan intrakranial &
kerusakan otak lainnya (Graham DI, 1996).
– Kerusakan Otak Sekunder à merupakan akibat lanjutan atau komplikasi dari
kerusakan primer yg mencakup: hipoksia, iskemia, edema serebri, infeksi & kerusakan
otak karena kenaikan tekanan intrakranial (Graham DI, 1996).
– Cedera otak menyebabkan sebagian sel- sel yg terkena benturan mati atau rusak yg
tdk dpt diganti oleh sel-sel otak yg baru atau irreversible à proses ini disebut proses
primer, & sel-sel otak sekelilingnya akan mengalami gangguan fungsional tetapi blm
mati & bila keadaan menguntungkan sel-sel akan sembuh dlm beberapa menit, jam
atau hari. Proses selanjutnya adalah proses patologis sekunder.

6
Munawar_Bedah Unsyiah
Klasifikasi Cedera Kepala

Pembagian Cedera Otak


1. Berdasarkan Mekanisme Trauma:
– Cedera tumpul
• Kecepatan tinggi
• Kecepatan rendah
– Luka tembus
• Luka tembak
• Luka tusuk yang lain

2. Berdasarkan Derajat Cedera:


– Ringan à GCS 15 – 14
– Sedang à GCS 9 – 13
– Berat à GCS 3 – 8

3. Berdasarkan Morfologi:
– Fraktur kalvaria
• Atap tengkorak
§ Linier /Stellata
§ Depressed / non depressed
§ Terbuka / tertutup
• Basis tengkorak
§ Dgn/tanpa kebocoran likuor
§ Dgn/tanpa parese N. VII
– Lesi intrakranial:
• Fokal
§ Epidural
§ Subdural
§ Intraserebral
• Difus
§ Mild concussion
§ Classic concussion
§ Diffuse axonal injury

7
Munawar_Bedah Unsyiah
8
Munawar_Bedah Unsyiah
Penatalaksanaan
• Primary survey:
– A : Airway patency dan c-spine control
– B : Breathing à kemugkinan respiratory failure
– C : Circulation à Vital sign, apa ada tanda syok?
– D : Disability à AVPU (Alers, Vocal respon, Pain respon, Unrespon)
– E : Exposure
• Secondary survey
– Anamnesis dan AMPLE history:
A : Allergies
M : Medications (Anticoagulants, insulin and cardiovascular medications especially)
P : Previous medical/surgical history.
L : Last meal (Time)
E : Events /Environment surrounding the injury
– Pemeriksaan fisik, tingkat kesadaran (GCS), dan pemeriksaan neurologis (ada
tidaknya lateralisasi seperti hemiparese, pupil anisokor, hemikonvulsi)
– Pemeriksaan penunjang
o Pemeriksaan laboratorium darah
o Pemeriksaan Radiologi: CT Scan (gold standart), rontgen thorax, dll
• Head up 30o
• Rawat inap dan observasi berupa pemeriksaan neurologis berkala dan CT scan ulang
• Observasi 24 jam pertama sejak trauma sampai nilai GCS 15. Dilakukan setiap 30 menit
pada 6 jam pertama, lalu setiap jam pada 6 jam kedua dan setiap jam pada 12 jam
berikutnya. Selanjutnya dilakukan setiap 4 jam hingga sadar à tujuan: memantau
kemungkinan perdarahan yang meluas.
• Medikamentosa:
– Terapi cairan (hati-hati edema cerebri), hari 1 dan 2, pemberian cairan: 1500-2000
ml/hari. Gunakan Nacl 0,9% atau RL.
– Pasien tidak sadar à asupan oral ditunda. Hari ketiga belum sadar pasang NGT
(catatan: bising usus normal). Kebutuhan 1,5-2,5 kali kebutuhan normal karena
terjadi hipermetabolisme pada cedera.
– Terapi neuroprotektor citicolin atau piracetam.
– Berikan antasida, AH2 (ranitidin) karena sering terjdi gastritis erosi berkaitan
dengan stresor.
– Analgetik

Tujuan Head-up 30o


• Aliran back flow vena baik. • Cerebral perfusion pressure (CPP)
• Cerebral Blood Flow baik. baik
• Aliran CSF ke canalis spinalis.

Tujuan Head-up 40o


• Aliran back flow vena >> • Aliran CSF ke canalis spinalis >>
• Cerebral Blood Flow <

Gejala fokal/herniasi:
• Anisokor (dilatasi pupil satu sisi). • Kejang fokal.
• Hemiparese.

Cushing response:
• Bradikardi. • Hipertensi.
• Bradipnoe.

9
Munawar_Bedah Unsyiah
10
Munawar_Bedah Unsyiah
11
Munawar_Bedah Unsyiah
12
Munawar_Bedah Unsyiah
13
Munawar_Bedah Unsyiah
Indikasi foto polos kepala (Schedle AP/LAT) pada GCS 15
1. Jejas >5 cm (hematom/vulnus).
2. Luka tusuk/clurit/luka tembak.
3. Corpus alienum (peluru,).
4. Fraktur terbuka.
5. Deformitas kepala (fraktur maxillofacial/tumor).
6. Nyeri kepala menetap.

Indikasi CT Scan Kepala


1. Nyeri kepala atau muntah-muntah menetap.
2. Kejang.
3. Luka tusuk/tembak kepala (korpus alienum).
4. Penurunan GCS (> 1 point).
5. Cedera otak sedang dan berat.
6. Lateralisasi (hemiparese, anisokor).
7. GCS <15 & selama 3 hari terapi konservatif tidak membaik/tetap.
8. Bradikardi (<60x/menit) yang menyertai salah satu gejala diatas.
9. Multitrauma yang direncanakan operasi dengan bius umum.

Cedera otak/kepala yang harus rawat inap:


1. Gangguan kesadaran GCS < 15.
2. Ada gejala fokal neurologis (hemiparese, anisokor, kejang).
3. Nyeri kepala atau muntah-muntah yg menetap.
4. Adanya penurunan kesadaran > 15 menit
5. Rhinorea – otorhea.
6. Fraktur tulang kepala, tulang dasar tengkorak.
7. Luka tusuk atau luka tembak (korpus alienum).
8. Tempat tinggal di luar kota atau tidak ada yang mengawasi di rumah.
9. Disertai mabuk, amnesia atau epilepsi.
10. Abnormal CT Scan
11. Significant multiple trauma.
12. Disertai kelainan lain:
– Gangguan pembekuan darah, diabetes mellitus.
– Pasca trepanasi/kraniotomi karena sebab lain.

Kriteria tidak perlu rawat inap pada cedera otak / kepala


1. Orientasi (waktu, tempat) baik.
2. Tidak ada gejala fokal neurologis.
3. Tidak muntah-muntah ataupun sakit kepala.
4. Tidak ada fraktur tulang kepala.
5. Ada yang bisa mengawasi dengan baik di rumah.
6. Tempat tinggal masih di dalam kota.

Nasehat untuk keluarga penderita cedera otak/kepala bila tidak indikasi rawat inap:
Segera ke RS bila terjadi:
1. Nyeri kepala/vertigo bertambah berat.
2. Muntah-muntah bertambah/makin sering.
3. Gelisah/kesadaran menurun, mengantuk dan sukar dibangunkan.
4. Kelumpuhan dan kelemahan anggota gerak (kaki dan tangan).
5. Kejang.
6. Menanyakan & membangunkan penderita tiap 1 – 2 jam.

14
Munawar_Bedah Unsyiah
Langkah perawatan bedah syaraf
1. Observasi tanda klinis defisit 7. Kebutuhan cairan, elektrolit, nutrisi.
neurologis/ kel. Saraf. 8. Epilepsi.
2. Kesadaran (GCS). 9. Miksi.
3. Pernafasan. 10. Proses defekasi.
4. Sirkulasi. 11. Perawatan kulit.
5. Temperatur. 12. Perawatan mata.
6. Keadaan gelisah.

Daftar observasi pasien rawat inap minimal meliputi:


1. Jam. 8. Jumlah dan Jenis cairan infus.
2. GCS. 9. Jumlah dan Warna urine.
3. Respirasi. 10. Jumlah dan Warna cairan lambung.
4. Tekanan Darah. 11. Kejang.
5. Nadi. 12. Parese (motorik dan saraf kranialis).
6. Pupil (bentuk, reflek cahaya dan 13. Muntah.
ukuran). 14. Hb.
7. Temperatur Rektal. 15. Obat yang diberikan.

Daftar observasi neurologis:


1. Tensi, nadi, respirasi, suhu rectal. 4. Kelainan Neurologis lain.
2. GCS. 5. Cairan masuk dan keluar.
3. Ukuran pupil dan reflek cahaya.

Indikasi respirator:
1. Mekanik 2. Oksigenasi
– RR < 15, > 35. – P O2 < 60.
– Tidal volume < 5 cc/kgbb. – PC ADO2 ≥ 350.
– Vital volume < 15 cc/kgbb. 3. Ventilasi
– Inspirasi < 25 mmhg, inspirasi – PCO2 > 60.
kuat. – VD/VT > 0,6

Indikasi Tracheostomy
1. Trauma kepala dgn ggn kesadaran 8. Prosedur operasi besar kepala&leher
shg batuk tdk efektif. 9. Tumor pd saluran nafas atas.
2. Tracheobronchial. 10. Operasi thyroid (perdarahan).
3. Peradangan yg hebat pd muka dan 11. Radioterapi daerah leher.
leher. 12. Respirator > 24 jam (prolong).
4. Corpus alienum. 13. Pasien prolong coma.
5. Bleeding. 14. Fx maxilofacial.
6. Edema laring. 15. Fx maxilla le fort II/III.
7. Perlukaan trachea. 16. Trauma thorak (nafas tdk efektif).

Calcium meningkat menyebabkan:


1. Spasme (actin/myosin) 4. Nekrosis (kerusakan membran)
2. Edema (gangguan Na pump) 5. Apoptosis (karena fagositosis)
3. Kejang (elektrik)

Prognosa (predicting factor) à life saving dan deficit neurologis à Buruk bila:
1. Usia diatas tua atau > 50 thn 5. Lama trauma dgn waktu operasi (>
2. GCS masuk < 8 4 jam)
3. Contra coup 6. Extrakranial jelek
4. Ukuran lesi besar atau multiple lesi 7. Cisterna menyempit/menghilang

15
Munawar_Bedah Unsyiah
Post Traumatik Epilepsi (PTE):
• Early PTE : < 7 hari à Dilantin 1 – 2 minggu.
• Late PTE : > 7 hari à Dilantin 6 bulan – 2 thn, Bila EEG focal (-) à Stop
• Immediately PTE : < 24 jam.

Causa Perdarahan
• Trauma. • Tumor (Malignansi).
• Kelainan Vaskuler (AVM, Aneurisma • Discrasia (Gangguan fungsi hati).
ruptur, HT, tumor). • Obat-obatan (IUD).

Causa Vertigo:
• Central à ggn cerebellum
• Perifer:
– N.VIII (edema, infeksi), ggn koordinasi mata.
– Perubahan endolimp (perubahan gerak karena mekanik).

Causa Cefalgia
• Organik.
– Intrakranial (Tumor, Abses, Edema EDH, SDH, ICH, HCP).
– Rangsangan meningeal (Meningitis bakteremia, Virus, TBC, Steril at SAH).
– Vaskuler (AVM, Vaskulitis).
– Extracranial (Luka, Sikatrik, Cefal hematom, Rangsangan saraf kulit, Glaukoma,
Ototis, Gigi).
– Sistemik (Metabolik, Hormonal).
• Psikologik/psikogenik.

Causa Gelisah:
• Intrakranial: ICP tinggi, GCS naik/turun.
• Extrakranial:
– A : Airway = Hipoxia, Obstruksi/ggn jln nafas.
– B : Breating = Hiper/hipokapnia, Edema paru.
– C : Circulasi = Dehidrasi, Hipotensi, Anemia.
– D : Discomfort = Diikat, Ruangan panas, Tempat tidur kotor/basah.
– P : Pain = Fraktur, Vulnus, Bladder penuh.

Medika Mentosa
• Tujuan mencegah terjadinya cedera sekunder terhadap otak yang telah mengalami
cedera
• Hiperventilasi
Bekerja menurunkan PCO2 dan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak.
Penurunan volume intracranial akan menurunkan TIK. Tindakan ini tidak boleh
berlangsung lama karena dapat menimbulkan iskemia otak karena vasokonstriksi
serebri berat yang akhirnya meurunkan perfusi otak. Nilai PCO2 antara 25-30 mm
• Cairan intravena
Larutan garam fisiologis atau cairan yg isotonis seperti NaCl 0,9%. Padd pasien cedera
kepala à jangan diberi cairan hipotonik spt glukosa 5%.
• Koreksi asam-basa dan pemberian nutrisi secara adekuat.
Syarat pemberian sonde post op à Hari I (secepatnya) à bila:
– Retensi lambung < 100 cc/jam – Defans musculair (-)
– Tidak muntah – Darm contur/stiffung (-)
– Distensi perut (-) – Peristaltik (+)
• Pemberian antikoagulan, antikonvulsan, antibiotik profilaksis jika diperlukan.

16
Munawar_Bedah Unsyiah
Obat-Obatan Yang Sering Digunakan Di Bedah Saraf

Manitol (Osmitrol, Resectisol, Aridol)


• Golongan : Diuretik Osmotik
• Indikasi : Berfungsi untuk menurunkan tekanan intracranial (dengan konsentrasi 20%)
dengan cara menarik cairan dari intertitial ke intravaskular. pada pasien cedera kepala
dgn pupil dilatasi bilateral & reaksi cahaya negatif
• Efek samping : Hipotensi, gangguan keseimbangan cairan tubuh & elektrolit, gangguan
pencernaan, haus, sakit kepala, menggigil, demam, tromboflebitis.
• Kontraindikasi : Dilarang pada kondisi dehidrasi & hipotensi à memperberat hipovolemi
pemberian manitol tekanan darah harus diatas 100 mmhg.
• Dosis : 0,25 - 1 gram/kgBB perkali pemberian, diberikan secara bolus
intravena dalam waktu 10–15 menit, dan diulang setiap 4–6 jam.
– Brain dehidrasi à 2,5 - 5 cc/kgbb à single dose dlm 15–20 menit.
– Rheologi à 0,25 – 0,5 gr/kgbb/kali à 4–6x
– Anti oxidant à CKB à radikal bebas ↑ à edema à 0,25 – 0,5 gr/kgbb/kali à 4–6x
– Dosis maintenance: 1-2 cc/kgbb/kali beri à 4–6x.
• Pemberian manitol pada EDH
– Bila EDH besar à mencegah herniasi uncal (tapi jarak waktu dari terdiagnosis hingga
operasi harus singkat).
– Bila EDH kecil à hati-hati pemberian manitol krn akan memperbesar perdarahan
(mekanisme tampon hilang) à rebleeding
– Pemberian manitol bila ada perdarahan aktif harus hati-hati à OK bila diberi manitol
à otak mengecil à TIK ↓ à perdarahan ↑↑

Dexametasone (Camidexon, Corsona, Cortidex, Dexa-M, Etason, Indexon, Kalmethasone,


Lanadexon, Licodexon, Molacort, Nufadex M, Oradexon, Pycameth, Scandexon)
• Golongan : Kortikosteroid
• Indikasi :
– Mengobati inflamasi atau peradangan (misalnya radang reumatik, radang usus,
radang pada ginjal, radang pada mata, radang karena asma dan radang pada tempat
lainnya.)
– Mengatasi alergi
– Meredakan pembengkakan otak
– Mengatasi edema makula
– Mengatasi mual dan muntah akibat kemoterapi
– Untuk mendiagnosis penyakit Cushing
– Mengatasi hiperplasia adrenal kongenital
– Dexamethasone juga digunakan untuk mencegah terjadinya reaksi penolakan tubuh
dalam proses pencakokkan organ.
– Para pendaki gunung yang mengalami high-altitude cerebral edema (HACE), atau
high-altitude pulmonary edema (HAPE), sering menggunakan obat ini.
– Dexamethasone yang diberikan secara injeksi sering digunakan sebagai pertolongan
pada kondisi darurat untuk penyelamatan nyawa.
• Efek samping : Keringat berlebihan, jerawat, mudah haus, sering buang air kecil, nyeri
otot, kulit kering dan menipis serta gampang memar, pertumbuhan rambut yang tidak
biasa, gangguan pola tidur, sakit kepala, vertigo, nyeri pada sendi atau/dan tulang, sakit
perut atau perut terasa kembung, rentan terhadap infeksi, perubahan suasana hati seperti
depresi dan mudah tersinggung, badan terasa lelah atau lemas
• Sediaan : 0,5 mg/tab, 4 mg/injeksi
• Dosis : 1 – 4 tab/hr,3x. 4 – 20 mg bila akut

17
Munawar_Bedah Unsyiah
Phenytoin (Dilantin, Phenytek)
• Golongan : Anti epilepsi à bermanfaat dalam mengurangi insiden terjadinya kejang
tonik-klonik dalam minggu pertama cedera namun sebaiknya dihentikan setelah
minggu pertama pasca trauma.
• Indikasi : Pada cedera kepala à Laserasi kortek, resiko kejang tinggi (COB, anak, fr.
impresi), lesi intracerebral, coma dalam.
• Efek samping : Aritmia, rush, takikardia, gangguan kognitif psikosomatis
• Sediaan: 50 dan 100 mg na. fenitoin/cap
125 mg/5 ml syr, 50 mg/ml inj.
• Dosis : Dewasa: 3x100 mg, Anak: 8 mg/kgbb/hr, 2 – 3x s/d 300 mg/hr

Citikoline (Nicholin, Brainact, Brainolin, Neuciti, Neulin, Serfac, Soholin, Strolin, Takelin)
• Golongan : Neurotonik/Neurotropik Vasodilator Perifer & Aktivator Serebral
• Indikasi : Meningkatkan metabolisme glukosa ke otak dan meningkatkan aliran darah dan
oksigen otak pada pasien-pasien dengan penurunan kesadaran akibat kerusakan otak,
trauma kepala atau post operasi kepala dan serebral infark. Mempercepat rehabilitasi
ekstremitas atas pada pasien pasca hemiplegia apoplektik.
• Efek samping : Ruam kulit, insomnia, sakit kepala, pusing, kejang, nausea, anoreksia,
diplopia, perubahan tekanan darah sementara atau malaise.
• Sediaan : 100, 250 mg/2ml amp
• Dosis : 100 - 500 mg, 1 – 2x

Nimodipine (Ceremax, Nimotop)


• Golongan : Calsium channel blocker
• Indikasi : Meningkatan neurological outcome dengan mengurangi iskemia pada
perdarahan subarachnoid atau pecahnya pembulu darah intracranial.
• Efek samping : Vasodilatasi, hipotensi, diare, ruam, sakit kepala, mual, nyeri otot,
hepatitis, gatal-gatal, perdarahan saluran cerna, trombositopenia, anemia, palpitasi,
muntah, flushing, pusing, vasospasme rebound, ikterus, trombosis vena dalam, dapat
mencetuskan gagal jantung pada pasien yang rentan dan mengganggu konduksi a-v.
• Sediaan : Cairan infus 50 mL
• Dosis : 2,1 cc/jam. Jam (tensi >110 mg, < 8 jam trauma), oral s/d 6 minggu
Window terapi à < 8 jam post trauma.

Acetazolamide (Diamox, Lannett)


• Golongan : Anhydrase inhibitor karbonat à Preparat Antiglaukoma anti epilepsi,
diuretic anti hipertensi intrakranial idiopatik, cystinuria, paralisis periodik, dan ectasia
dural.
• Indikasi : Edema akibat obat, gagal jantung yang disebabkan edema, epilepsy
centrencephalic dan mengurangi tekanan intraokular setelah operasi
• Efek samping : Pusing, mengantuk, kelelahan, mual, nafsu makan turun, dehidrasi,
frekuensi buang air kecil yang lebih sering, mengecap rasa logam setelah mengonsumsi
obat, kesemutan, dan wajah memerah.
• Sediaan : 250 mg/tab
• Dosis : 15 – 25 mg/kgbb/hr, 3x

Carbamazepine (Bamgetol, Cetazep, Lepigo, Lepsitol, Tegretol, Teril)


• Golongan : Antikonvulsan
• Indikasi : Mencegah kejang epilepsi, nyeri trigeminal neuralgia, dan gangguan bipolar
• Efek samping : Mengantuk, pusing, gangguan penglihatan, sakit kepala, mual, muntah,
limbung, pembengkakan pada pergelangan kaki.
• Sediaan : 100. 200 mg/tab, 100 mg/5 ml syr
• Dosis : dewasa: 100 - 200 mg, 1-2x s/d 2-3x400 mg
anak: 10 - 20 mg/kgbb/hr, 2 – 3x

18
Munawar_Bedah Unsyiah
Diazepam (Valium, Decazepam, Mentalium, Stesolid, Valdimex, Validex, Valisanbe)
• Golongan : Benzodiazepine
• Indikasi : Anti convulsan, gejala putus alcohol, ancyetas, insomnia, kejang karena epilepsi
atau demam
• Efek samping : Mengantuk, kelemahan otot, ataksia, reaksi paradoksikal dalam agresi,
gangguan mental, amnesia, ketergantungan, depresi pernapasan, kepala terasa ringan
hari berikutnya, bingung. Kadang-kadang terjadi: nyeri kepala, vertigo, hipotensi,
perubahan salivasi, gangguan saluran cerna, ruam, gangguan penglihatan, perubahan
libido, retensi urin, dilaporkan juga kelainan darah dan sakit kuning, pada injeksi
intravena terjadi: nyeri, tromboflebitis dan jarang apneu atau hipotensi.
• Sediaan : 2,5 mg/tab, 10 mg/ml injeksi
2 mg/5 ml syr, 5,10 mg/2,5ml tube stesolid
• Dosis: dewasa: 2 - 5 - 10 mg, 3x
lansia: 2 - 2,5 mg, 1 - 2x
6 -14 thn: 3 x 5 ml syr
< 6 thn: 3 x 2,5 - 5 ml/syr

Piracetam (Nootrophyl, Breinox, Dinagen, Lucetam, Oikamid)


• Golongan : Nootropik dan Neurotonik/Neurotropik
• Indikasi : Membantu dalam terapi kognitif. Mengendalikan kelainan kontraksi otot
yang terjadi tanpa disadari, disebut mioklonus. Penyakit serebrovaskular dan insufisiensi
sirkulasi serebral, mengatasi involusi yang terkait dengan usia lanjut, seperti asthenia,
gangguan adaptasi, gangguan reaksi psikomotor, kemunduran perilaku sosial,
kemunduran daya pikir. Membantu mengatasi gejala pasca trauma, misalnya sakit
kepala, vertigo, astenia, dan kegelisahan. Mengatasi gangguan tingkah laku pada anak,
misalnya gangguan belajar, disleksia, hyperkinesia dan enuresis.
• Efek samping : Mudah mengantuk, lelah, gugup, cemas, dan berat badan bertambah.
• Sediaan : 400, 800 mg/kap, 500 mg/5ml syr
1, 3, 12 gr/ml injeksi
• Dosis : dewasa: 3x1(6 minggu), anak: 30 – 50 mg/kgbb/hr

Betahistin (Betaserc, Merislon, Histigo, Mertigo, Vastigo, Kurtigo, Lexigo, Verstigo, Frego)
• Golongan : Agonis resptor histamine H1, antagonis reseptor histamine H3
• Indikasi : Mengatasi gejala vertigo, pusing dan masalah keseimbangan akibat penyakit
meniere.
• Efek samping : Sakit kepala, gatal dan ruam kulit, masalah pencernaan, sakit perut dan
kembung (konsumsi betahistine bersamaan dengan makanan dapat mengurangi efek
samping ini)
• Sediaan : 6 mg/tab
• Dosis : 3x1 tab (max 6 tab/hr)

Ranitidine (Gastridin, Radin, Ranilex, Ranin, Ranivel, Ranticid, Rantin, Ratinal, Renatac)
• Golongan : Antagonis reseptor H2
• Indikasi : Tukak lambung, stress ulcer à gastritis erosi berkaitan dgn trauma
• Efek samping : Agitasi, gangguan penglihatan, alopesia, nefritis
• Sediaan : 150 – 300 mg/tab, 25 – 50 mg/ml injeksi
• Dosis : 3x150 mg s/d 300 mg

19
Munawar_Bedah Unsyiah
GCS= Glasgow Coma Scale (umur > 6 Thn)

(E = Eye) (V = verbal) (M = move)


Reaksi Membuka Mata Reaksi Berbicara Reaksi Gerakan Extremitas
6 - - Mengikuti perintah.
Mengetahui tempat
Kata berbentuk kalimat,
rangsangan nyeri dengan
5 jawaban tepat, orientasi
- menolak rangsangan
baik.
(melokalisir nyeri).
Bingung, disorientasi Hanya menarik bagian
4 Buka mata spontan. waktu tempat dan orang, tubuhnya bila dirangsang
kata berbentuk kalimat. nyeri.
Buka mata bila ada Dengan rangsangan nyeri
Timbul fleksi abnormal
3 rangsangan suara / hanya ada kata-kata tak
bila dirangsang nyeri.
dipanggil. berbentuk kalimat.
Dengan rangsangan nyeri
Buka mata bila Timbul ekstensi abnormal
2 hanya ada suara tetapi
dirangsang nyeri. bila dirangsang nyeri.
tidak berbentuk kata.
Tidak buka mata
Tidak ada suara dengan Tidak ada gerakan dengan
1 walau dirangsang
rangsangan apapun. rangsangan apapun.
apapun.

20
Munawar_Bedah Unsyiah
GCS= Glasgow Coma Scale (umur < 6 Thn)

(E = Eye) (V = verbal) (M = move)


Reaksi Membuka Mata Reaksi Berbicara Reaksi Gerakan Extremitas
6 - - Normal spontaneus movement
(Bergerak spontan dan sengaja)
5 - Coos and babble Withdraws to touch
(Mengoceh dan tersenyum) (Menarik diri saat disentuh)
4 Spontaneus Irritable cries Withdraws to pain
(Muka mata spontan) (Menangis bila diambil atau (Menarik diri sebagai respons
diberhentikan mainannya) terhadap nyeri)
3 To speech Cries in response to pain Abnormal flexion
(Buka mata dengan (Menangis terus-menerus) (Menanggapi rasa sakit dengan
rangsang suara) sikap mengulit (fleksi
abnormal))
2 To pain Moan in response to pain Abnormal extensi
(Buka mata dengan (Lemas dan hanya diam) (Menanggapi rasa sakit dengan
rangsang nyeri) sikap decerebrate (ekstensi
abnormal))
1 No response No response No response
(Tidak ada respon) (Tidak ada respon) (Tidak ada respon)

Cara Penulisan GCS


- GCS (X-5-6) E = Tidak bisa dinilai à contoh: mata bengkak
- GCS (4-X-6) V = Tidak bisa dinilai à contoh: tracheostomi
- GCS (4-5-X) M = Tidak bisa dinilai à contoh: tetraparese/plegi

Herniasi Otak
• Komplikasi dari peningkatan tekanan intrakranial terus-
menerus yang tidak dapat dikompensasi sehingga
pergeseran jaringan otak mengisi ke celah-celah yang ada.
• Penyebab: perdarahan intrakranial, lumbal pungsi saat TIK
tinggi, edema otak progresif
• 3 kompartemen otak: supratentorial, infratentorial, canalis
spinalis
• Rongga intrakranial terdiri dari: falx cerebri dan tentorium
cerebelli
• Tentorium cerebelli membagi kompartemen infratentorial
(tempat serebellum dan batang otak) dan supratentorial
(hemisfer).
• Falx cerebri membagi kompartemen supratentorial jadi:
hemisfer kanan dan kiri.

Supratentorial herniation 4. Transcalvarial à Fr. Depress


1. Uncal (tentorial lateral) à EDH fossa Infratentorial herniation
media (temporal) 5. Upward cerebellar (upward transtentorial)
2. Central (axial) à Hidrocephalus à massa yang besar di fossa posterior basis
3. Cingulate (subfalcine) à massa atau lesi di cranii
frontal 6. Downward cerebellar (Tonsillar) à EDH
fossa posterior (occipital)

21
Munawar_Bedah Unsyiah
Tekanan Intrakranial (TIK) = Intracranial Pressure (ICP)

• Proses-proses pathologis yang mengenai otak bisa menyebabkan kenaikan tekanan


intrakranial dimana selanjutnya hipertensi intrakranial akan mempengaruhi fungsi otak
dan outcome.

• Gejala TIK meningkat:


- Sefalgia. - Papil edema.
- Muntah proyektil. - Hipertensi.
- GCS menurun/Gelisah. - Bradikardi.
- Kejang. - Bradipnoe.

• Bila TIK meningkat terjadi:


– Pengurangan CSF ke spinal (diserap).
– Pembuluh darah, CBF menurun, spasme, edema.
– Parenkim otak, cairan interstitial dikurangi.

• Critical point tercapai bila pengurangan CSF sudah maksimal.


• Autoregulasi à Adanya kemampuan intrinsik pembuluh darah serebral untuk
menyesuaikan lumennya pd ruang lingkup sedemikian rupa à shg aliran drh otak
(CBF) tdk banyak berubah, walaupun TD arterial sistemik mengalami fluktuasi.
• TIK yang normal pada keadaan istirahat adalah 10 mm Hg (136 mm air). TIK> 20 mm
Hg dikatakan tidak normal dan TIK> 40 mm Hg dikategorikan kenaikan hebat/berat.
• Cerebral Perfusion Pressure (CPP) dibawah 70 mm Hg umumnya berhubungan
dengan prognose buruk pada cedera kepala.
• Pada kenaikan TIK/ICP, adalah lebih penting bila tekanan darah dipertahankan pada
level normal.
• Mempertahankan cerebral perfusion merupakan prioritas yang sangat penting dalam
management cedera kepala.
• Pada keadaan normal:
CPP = 70 – 95 mmHg
ICP = 5 – 10 mmHg
MAP = 80 – 90 mmHg
• Cerebral Blood Flow (CBF) normal ± 50 ml / 100 gr otak/menit.
• Pada CBF < 20 – 25 ml/100 gr/menit, aktivitas EEG akan menghilang secara graduil
• Bila CBF < 5 ml/100 gr/menit akan terjadi kematian sel atau kerusakan irrevertible.
• Pada pasien-pasien non-injured, autoregulation akan mempertahankan CBF
• Penyebab hipertensi à TIK meningkat menimbulkan vasokontriksi
• Penyebab bradikardi à TIK meningkat, menekan medula oblongata

• Hipoxia
- Calsium intraseluler meningkat. - Glutamat à NMDA terbuka,
- ATP à Ggn Na Pump. AMPA
- E à Radikal bebas. - LNRT (VOCC = voltage open
- Anaerob asidosis à calcium channel).
Depolarisasi langsung. - Dislokasi Magnesium.

• Brain death à berhentinya fungsi otak secara irreversible, ditandai dengan:


- Pupil dilatasi dan reflek cahaya (-) - Respon nyeri (-)
- Doll eye - Apnoe (tak bernafas setelah
- Reflek kornea (-) PaCO2 50 mmHg slm 10 mnt
- Reflek muntah (-) - Tidak dalam pengaruh obat

22
Munawar_Bedah Unsyiah
Doktrin Monro-Kellie
• Kompartement Intrakranial adalah: Konstanta dari CSF + pembuluh darah + parenkim
otak + massa.
• Konsep keseimbangan agar total volume dari seluruh SSP tidak melebihi kapasitas
volume ruangan kraniospinal.
• Pada prinsipnya bahwa volume total untuk intrakranial akan selalu konstan (tetap/sama.
Bila ada massa yang menyebabkan keluarnya darah vena dan LCS yang seimbang, maka
TIK akan bertahan normal, sampai suatu keadaan dimana penambahan massa ini tidak
terkompensasi. Jadi kita harus selalu menjaga keadaan kompensasi ini agar tidak terjadi
decompensasi.

23
Munawar_Bedah Unsyiah
Fraktur Tulang Kepala
Berdasarkan Lokasi Fraktur:
1. Fraktur Basis Kranii
• Fraktur yang lokasinya pada dasar kranium, dapat terjadi pada fossa anterior, media,
tau posterior.
• Sering disertai robeknya lapisan dura à terjadi kebocoran cairan serebrospinal à
rinorhea dan otorhea.
• Gejala klinis: otorhea, rinorhea, ekimosis periorbita, ekimosis retroaurikular, gangguan
nervus VII dan VIII
• Pada otorhoe atau rhinorhoe à jangan ditampon à OK tampon dpt meningkatkan
TIK atau terjadi infeksi ke otak melalui tamponnya.
• Bloody otorhea atau rhinorhoe à Kertas saring à halo sign (+)
• Rontgen: udara intrakranial (pneumocephalus) atau sinus sfenoid yang opaque atau
memiliki gambaran air fluid level.

Klasifikasi:
a. Fossa anterior à Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari hidung
(rhinnorhea) atau kedua mata dikelilingi lingkaran “biru” (Brill
Hematoma/Racoon’s Eyes), rusaknya N. Olfactorius (N I) à hyposmia/anosmia
b. Fossa media à Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari telinga (ottorhea),
akan tetapi bias saja tidak terjadi otorhea bila membrane tympani masih intact
(utuh), Fraktur bias juga memecahkan arteri carotis interna yang berjalan di dalam
sinus cavernous sehingga terjadi hubungan antara darah arteri dan darah vena (A-
V shunt), Battle sign (Retroauricular hematoma), Parese N. Facialis (N.VII)/N.
Vestibulotrochlearis (N.VIII) (+/-)
c. Fossa posterior à Tampak warna kebiru-biruan di atas mastoid dan biasanya juga
tidak menunjukkan gejala apapun. Getaran fraktur dapat melintas foramen
magnum dan merusak medula oblongata sehingga penderita dapat mati seketika.

2. Fraktur Konveksitas
• Fraktur yang terjadi pada bagian kubah (konveksitas) dari tengkorak.
• Tulang pembentuk kubah: tulang frontalis, temporalis, parietalis, oksipitalis
• Fraktur konveksitas dapat berupa fraktur linier, depresed, kominutif, atau diastase

Berdasarkan Gambaran/Pola Garis Fraktur


1. Fraktur Linier
• Fraktur dengan bentuk garis fraktur tunggal pada tulang tengkorak yang mengenai
seluruh ketebalan tengkorak
• Sebab à benturan dengan objek keras berukuran sedang
• Bila fraktur melintasi a. Meningea media à curiga EDH ec arteri
• Bila fraktur melintasi sinus longitudinal superior atau sinus lateralis à curiga EDH ec
vena
• Gambaran rontgen: garis radiolusen (Lebih hitam dibandingkan pembuluh darah,
lebih tegas, lebih lurus)

2. Fraktur Diastase
• Fraktur yang terjadi pada sutura tulang tengkorak à terjadinya pemisahan sutura
kranial tsb
• Sering terjadi pada anak < 3 tahun
• Fraktur diastase di sutura lambdoid à risiko hematom epidural

24
Munawar_Bedah Unsyiah
3. Fraktur Kominutif
• Fraktur yang menyebabkan terjadinya lebih dari satu fragmen pecahan tulang
• Fraktur linier, diastase, dan kominutif yang tidak disertai lesi intrakranial (seperti
epidural hematom, subdural hematom, laserasi jaraingan otak, dll) dan merupakan
fraktur tertutup, umumnya tidak memerlukan tindakan khusus.

4. Fraktur Depressed
• Fraktur depres adalah fraktur tulang kranium dimana tabula eksterna melesak ke arah
duramater, fraktur ini disebabkan oleh benturan dengan tenaga lebih besar daripada
fraktur linier dengan permukaan bentukan lebih kecil à melebihi kapasitas elastisitas
tulang à perforasi tulang
• Fraktur depressed > 1 tabula à fraktur dengan pecahan tabula eksterna masuk ke
dalam à penetrasi terhadap duramater dan jaringan otak di bawahnya à berakibat
kerusakan struktural dari jaringan otak
• Insiden dari fraktur tulang kepala bervariasi mulai dari 3% pada kasus cedera
kepala ringan hingga 65% pada cedera kepala berat, bisa disertai dengan ada atau
tidaknya robekan duramater.
• Sedangkan insidensi dari fraktur depres adalah 11% dari seluruh kasus trauma.
• Fraktur depres terjadi bila ada tekanan kuat pada kepala yang mengenai area
yang sempit sehingga biasanya disertai trauma lokal pada korteks.
• Hal yang harus diperhatikan adalah bahaya perdarahan yang berasal dari luka
pada kulit kepala. Hal ini jarang diperhatikan sehingga banyak pasien ditemukan
dalam keadaan anemia atau syok.
• Penanganan sementara sangat diperlukan terutaana saat transport ke rumah sakit
dengan cara membalut tekan luka dengan kassa atau jika diperlukan dengan
elastik verband.
• Fr. sinus frontal à walaupun tidak ada luka robek pada kulit dahi à tetap dianggap
open fr, bila dinding posterior sinus juga fr à sehingga ada hubungan dgn otak & dura
bisa juga robek
• Golden priode fr depres pada kepala ± 24 jam.

Pemeriksaan penunjang
– Foto polos kepala AP/Lat à gambaran double countour sign (double density) yang
radiopaque, karena ada tulang yang saling tumpang tindih.
– CT Scan Kepala (Bone Window)

Indikasi Operasi
– Fraktur depres terbuka (open)
– Close atau open fraktur yang > 1 tabula à ditakutkan akan menyebabkan laserasi
jaringan otak dibawahnya
– Adanya kebocoran LCS
– Ada tidaknya lesi intrakranial lain ataupun mengenai sinus paranasalis
– Defisit neurologis otak dibawahnya
– Kosmetik

Tehnik Operasi
– Setelah pasien dilakukan tindakan narkose umum, pasien diposisikan hingga
fraktur depres berada dalam posisi sehorisontal mungkin.
– Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik, kemudian
dipersempit dengan linen steril.
– Insisi kulit mengikuti luka lama dengan bentuk huruf S supaya daerah operasi
dapat diekspose. Jika fraktur terdapat di daerah frontal, dianjurkan untuk

25
Munawar_Bedah Unsyiah
meninggalkan luka lama dan membuat flap kulit baru full coroner untuk alasan
kosmetik.
– Setelah insisi kulit, pasang retraktor otomatis untuk menghindari perdarahan
yang banyak dan agar daerah operasi ekspose. Biasanya banyak terdapat kotoran
rambut dan bekuan darah.
– Perikranium disekitarnya disisihkan dengan disektor periostel yang tajam,
bekuan darah dan kotoran rambut dibersihkan dengan suction. Tindakan ini
membuat daerah operasi ekspose.
– Dilakukan burrhole pada sisi luar fragmen tulang yang masih stabil atau sehat.
– Duramater dipisahkan dari tulang dengan menggunakan disektor periosteal,
kemudian dilakukan pemotongan tulang dengan bone ronger yang kecil
sepanjang sisi fraktur depres.
– Pemotongan tulang terus dilakukan hingga duramater ekspose dan fragmen
fraktur depres bebas. Pematahan dari fragmen fraktur depres sangat tidak
dianjurkan karena dapat menyebabkan perdarahan dari pembuluh darah
kortikal, yang dalam hal ini sulit dikontrol karena sumber perdarahan tidak
terekspose.
– Bila fragmen tulang sudah bebas dan terekspos lalu dilakukan pengangkatan
fragmen tersebut secara perlahan.
– Duramater dibersihkan dari bekuan darah dan kotoran lain, dan bila ada
pembuluh darah yang pecah bisa dilakukan koagulasi.
– Bila ada robekan duramater, maka tepi dari duramater tersebut harus
diidentifikasi. Bebaskan duramater dari korteks dan retraksi secara halus.
– Mungkin duramater perlu diperlebar untuk mengekspose korteks yang terkena,
korteks yang sudah hancur serta bekuan darah dibersihkan dengan suction.
Perdarahan yang berasal dari pembuluh darah kortikal dapat diatasi dengan
koagulasi.
– Korteks ditutupi surgicell dan dilakukan penjahitan water tight dengan silk 3.0.
Bila terdapat defek duramater yang luas mungkin diperlukan graft untuk
menutupnya.
– Setelah dibersihkan dengan peroksida dan antibiotika topikal, fragmen tulang
dapat dipasang kembali, lalu lapisan periosteum ditutup untuk memfiksasinya.
– Luka operasi dijahit lapis demi lapis.

Komplikasi operasi
– Perdarahan – Robeknya duramater
– Infeksi – Kejang, defisit neurologis

Perawatan pasca bedah


– Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya.
– Jahitan dibuka pada hari ke 5–7.
– Pemberian antibiotik dan anti konvulsan masih diperdebatkan.
– Bila luka yang terjadi sudah sangat terkontaminasi atau kejadiannya sudah lebih
dari 24 jam, tindakan pemasangan fragmen tulang atau cranioplasty dianjurkan
dilakukan setelah 6–8 minggu kemudian.

Follow-up
– Pasien dengan open depresi fraktur setelah dilakukan tindakan pembedahan idealnya
harus dimonitor dengan CT scan ulangan dalam waktu 2-3 bulan uantuk
mengevaluasi adanya pembentukan abses.
– Follow up juga dilakukan untuk mencari adanya komplikasi yang berhubungan
dengan fraktur depresi misalnya kejang dan infeksi.

26
Munawar_Bedah Unsyiah
Cairan dan Perdarahan Intrakranial

1. Intraventrikuler Hemorrhage (IVH)


• Perdarahan dalam sistem ventrikel
• Biasanya didapatkan menyertai trauma kepala dengan hematoma subarachnoid
• Ada darah dalam ventrikel tanpa disertai lesi jaringan otak à memberikan gejala sakit
kepala tanpa disfungsi neurologis
• Dapat menyumbat saluran ventrikel sehingga terjadi hidrosefalus à jika disertai
dengan hidrosefalus à ventrikulostomi
• CT scan à gambaran bayangan densitas darah (hiperdense) pada ruang ventrikel otak

Penyebab:
– Robekan dari dinding ventrikel – pleksus koroideus
– korpus kalosum – maupun perluasan dari
– septum pelusidum perdarahan lobus temporal,
– forniks frontal, atau ganglia basalis

2. Subdural Higroma
• Timbunan cairan diantara duramater dan arachnoidea (cairan yg berada di subdural)
akibat robekan dari subarachnoid à paling sering di daerah frontal dan temporal
• CT scan à gambaran crescentic yang hipodense
• Terapi definitive à mengeluarkan cairan

Gejala klinis:
– Mual dan muntah, – Tidak dapat konsentrasi,
– Gangguan kognitif, – Gejala abnormalitas pupil,
– Mudah kesal, – Nyeri kepala kronik yang
– Hemiparesis semakin berat bila batuk,
– Penurunan kesadaran,

Sifat higroma:
– Progresif dan akut, kurang dari 24 jam, dapat juga perlahan
– Kronik yaitu lebih dari 3 minggu.

Klasifikasi
– Higroma simpleks: tidak disertai dengan cidera, bersifat subakut dan kronik
– Higroma kompleks: disertai dengan hematoma atau kerusakan jaringan lain yang
cukup berat, cenderung akut dengan progesivitas tinggi

Teori penimbunan cairan


a. Cairan masuk ke ruang subdural karena robeknya lapisan arachnoidea
b. Cairan merupakan darah hematoma subdural yang kemudian mengalami lisis dan
bercampur dengan LCS sehingga berwarna xantokrom
c. Terjadi karena adanya efusi ke ruang subdural dari pembuluh darah di meninges atau
parenkim otak ayng mengalami cidera yang menyebabkan abnormalitas
permeabilitas.

27
Munawar_Bedah Unsyiah
3. Subarachnoid Hemorrhage (SAH)
• Terjadi akibat rupturnya bridging vein di ruang subarachnoid.
• Perdarahan terjadi di antara arachnoid dan piamater, mengisi ruang subarachnoid dan
masuk ke dalam sistem LCS.
• Umumnya lesi disertai dengan kontusio atau laserasi serebri
• Darah yang masuk k dalam ruagn subarachnoid dan sistem LCS akan menyebabkan
terjadinya iritasi meningeal
• Darah dalam ruang subarachnoid à mengakibatkat arteri spasme à aliran darah ke
otak berkurang. (Vasospasme terjadi pada hari ke 3 dan mencapai puncak pada hari
ke 6-8, menghilang pada hari ke 12).
• Spasme diketahui dengan pemeriksaan Doppler scanning
• Perdarahan subaracnoid dapat menyebabkan hidrosefalus komunikans maupun non
komunikans.
– Tipe komunikans à produk darah mengobstruksi villi arachnoid.
– Tipe non komuinikans à bekuan darah mengobstruksi ventrikel ke 4 atau ke 3

Gejala Klinis
– Nyeri kepala – Bila cidera berat akan
– Demam, menyebabkan penurunan
– kaku tengkuk, kesadaran dan gangguan
– iritabilitas, fotofobia. pernapasan à cheyne stokes

Diagnosis:
– Ada LCS yang bercampur darah. Jika darah sedikit à LCS berwarna xantokrom
– CT scan: lesi hiperdens yang mengikuti pola sulcus pada permukaan otak

Penanganan:
– Pengobatan simptomatis. Vasospasme dicegah dengan pemberian terapi
penghambat kalsium selama 2 minggu, ex: diltiazem 100 mg iv line 6 jam/hari

4. Intracerebral Hemorrhage (ICH)


• Perdarahan terjadi akibat laserasi atau kontusio jaringan yang menyebabkan pecahnya
pembuluh darah
• Lesi perdarahn dapat terjadi di sisi benturan (coup) atau pada sisi lain (contre-coup)
• Perdarah kecil à akibat lesi akselerasi-deselerasi
• Perdarah besar à akibat laserasi atau kontusio serebri berat
• Dapat muncul periode lucid interval cukup lama diikuti munculnya gejala secara
progresif
• Perdarahan pada lobus temporal: resiko herniasi uncal
• Hematom intraserebral yang disertai hematom subdural à fatal à burst lobe
• Bentuk perdarahan lain: Bollinger apoplexy à hematom intraserebral terjadi setelah
beberapa minggu setelah cidera
• Cedera pd frontal kiri à verbal yg ↓ atau kacau atau terganggu atau afasia
• CT scan: bayangan hiperdens yang homogen dengan batas tegas, terdapat edema
perifokal
• Menghitung volume perdarahan dilakukan pada CT Scan potongan axial dan dihitung
pd slice yg perdarahannya paling besar dengan rumus

Volume Perdarahan = (Panjang x Lebar x Jumlah slice perdarahan) : 2

28
Munawar_Bedah Unsyiah
Etiologi ICH Traumatik Spontan
Anamnesa:
• Trauma (+) (-)
• Faktor resiko
- Strong (Hipertensi, DM, kelainan Jantung) (-) (+)
- Medium (Perokok, Obat, Alkohol, Epilepsi, AVN)
Pemeriksaan Fisik
• Jejas (+) (-)
CT Scan:
• Lokasi Tidak tentu à Tertentu à
tergantung MOI hipotalaminal
(mechanism of 70 – 80 %.
injury)

• Bentuk Reguler Tdk regular

Lokasi perdarahan
– Substansia alba hemisfer serebri, – Korpus kalosum.
– Sereblum, – Lokasi paling sering: lobus
– Diensefalon, frontalis dan temporalis

Gejala klinis
– Koma, – Tanda babinsky positif
– Hemiplegi, bilateral,
– Dilatasi pupil, – Pernapasan ireguler

Klasifikasi ICH berdasarkan CT scan


1. Tipe 1 à hematom telah tampak sejak ct scan awal
2. Tipe 2 à hematom tampak kecil pada pemeriksaan awal, kemudian membesar
pada pemeriksaan selanjutnya
3. Tipe 3 à hematom terbentuk pada daerah yang sebelumnya normal pada ct scan
awal
4. Tipe 4 à hematom berkembang pada daerah yang sejak awal memang telah
tampak tidak normal (salt and pepper appereance)

Penanganan
– Hematom kecil à tindakan observasi dan suportif
– Hematom besar yang tidak memungkinkan operasi: tindakan hiperventilasi,
manitol, steroid
– Jika pasien melewati masi kritis dan selamat, perdarahan akan di reorganisasi
dengan pembentukan gliosis dan kavitas à menimbulkan manifestasi
neurologis
– Hematom besar yang meberikan efek masa besar dan gangguan neurologis à
operasi

Contusional Hemorrhage
– Hanya 1 atau 2 slice (CT-Scan)
– Salt pepper apperance
– Contusio cerebri à tidak indikasi operasi, tapi berpotensi menjadi ICH

29
Munawar_Bedah Unsyiah
Klasifikasi Contusional Hemorhagik
Grade Hasil CT-Scan
I Perdarahan minimal, satu lokasi, satu hemisfer
II Perdarahan pd satu hemisfer, tapi ada beberapa tempat.
III Perdarahan pada kedua hemisfer.

5. Subdural Hemorrhage (SDH)


• Perdarahn yang terjadi di antara lapisan duramater dan arachnoidea
• Lebih sering terjadi daripada hematoma epidural
• Sebab: cidera kepala, pecahnya aneurisma atau malformasi pembuluh darah, kelainan
pembekuan darah
• Hematom dapat semakin besar karena terjadi re-bleeding adan adanya tekana osmotik
yang lebih tinggi dalam cairan hematoma, akibat darah yang lisis, yang kemudian
menarik cairan ke dalam hematoma
• Asal perdarahan: pecahnya bridging vein, yang melintas dari ruang subarachnoidea
atau korteks serebri ke ruang subdural, dan bermuara dalam sinus venosus duramater.
Robekan pembuluh darah kortikal, subarachnoid, arachnoid, disertai robeknya lapisan
arachnoidea
• Diagnosis à CT scan, MRI, arteriografi

Gejala klinis
– Gejala akut menyerupai hematom epidural: penurunan kesadaran, pupil anisokor, dan
defisit neurologis (akibat efek penekanan atau karena lesi parenkim)
– Midriasis pupil ipsilateral (Hutchinson pupillary sign) karena efek penekanan nervus
oleh herniasi
– Defisit motorik berupa hemiparesis kontralateral. Dapat terjadi hemiparesis ipsilateral
jika pedunkulus serebri kontralateral terdesak dan terhimpit ke arah tepi tentorium
(Kernohan’s Syndrome)
– Perdarah intrakranial dapat terjadi di tempat benturan, di kontralateral benturan, atau
pada konveksitas serebrum unilateral pada sisi benturan, atau bilateral. Paling sering
di temporal dan parietal
– Jika hematom terjadi pada fosa posterior tidak memberikan gambaran khas. Gejala
berupa penurunan kesadaran, sakit kepala, muntah, kelumpuhan saraf kranial dan
kaku kuduk.
– Pada kasus kronik dapat ditemukan edema papil nervus optikum
– Waktu antara terjadinya cidera kepala hingga muncul gejala à latent interval

Klasifikasi SDH berdasarkan onset kejadian


Lama CT Scan
Akut 1 – 3 hari Hiperden
Sub akut > 3 hr s/d < 3 minggu Mixed
Kronik > 3 minggu Hipoden

a. Hematoma subdural akut


– Gejala klinis timbul segera hingga 3 hari setelah trauma
– Disebabkan oleh robeknya pembuluh darah arteri yang menyertai fraktur tulang
tengkorak.
– CT scan: gambaran hiperdens konkaf/ menyerupai bulan sabit/ crescentic sign
– Jika penderita anemia berat atau darah bercampur LCS à gambaran isodens atau
hipodens

30
Munawar_Bedah Unsyiah
b. Hematoma subdural subakut
– Gejala klinis 4 - 21 hari pasca trauma
– CT scan: perdarahan lebih tebal daripada hematoma akut, gambaran hiperdens,
isodens, dan hipodens (mixed)
c. Hematoma subdural kronik
– Gejala klinis muncul setelah lebih dari > 21 hari sampai beberapa bulan.
– Umumnya dialami oleh penderita lanjut usia atau peminum alkohol à terjadi
atrofi jaringan otak sehingga jarak permukaan korteks dan sinus vena menjadi
lebih lebar à lebih rentan terhadap guncangan
– CT scan: gambaran hipodens à disebabkan kandungan besi dalam darah tersebut
telah difagositosis (lisis plasma)
– SDH kronis sering harus dilakukan drainage, karena:
o Neovaskularisasi bisa pecah, difusi, membesar.
o Kapsul mengeluarkan sisa eksudat à bisa pecah
o Inhibisi CSF (difusi, membesar)

Penanganan
– Hematom subdural akut dengan gejala progresif memburuk à indikasi operasi
evakuasi hematoma
– Hematoma subdural akut dapat dioperasi dalam 4 jam pertama à kemungkinan
selamat cukup besar
– Perdarahan kecil < 30cc à terapi konservatif, diharapkan terjadi lisis dan penyerapan
darah dalam waktu 10 hari, walaupun diikuti dengan fibrosis dan pengapuran jarinan
otak
– Hematoma yang terjadi akibat vena yang pecah kadang akan berhenti sendiri
dikarenakan efek tekanan yang meningkat yang menyebabkan pembuluh darah darah
ikut tertekan (terjadi tamponade oleh hematoma sendiri).

6. Epidural Hemorrhage (EDH)


• EDH adalah Perdarahan yang terjadi di antara tabula interna dan lapisan duramater.
• EDH hampir selalu akibat cedera kepala à fraktur tulang kepala à ruptur/laserasi
Arteri/vena disepanjang antara tulang & dura à darah berakumulasi di daerah
laserasi (jarang meluas melewati garis sutura)
• Lokasi tersering bagian temporal atau temporoparietal (70%) karena perlekatan
durameter pada tulang tengkorak lebih lemah
• Jarang terjadi pada usia > 60 tahun à karena duramater sudah melekat lebih erat ke
tabula interna
• Jarang terjadi pada anak < 2 tahun à karena tulang tengkorak anak lebih lentur
• Biasanya coup dan jarang terjadi pada usia tua
• Pada anak-anak EDH jarang krn fraktur tulang kepala à elastisitas baik
• EDH biasanya bersumber dari arteri, perdarahan dari vena terjadi pada 1/3 kasus
• EDH pada anak-anakà lebih beresiko krn ruang yg terbatas
• Hematom epidural yang tidak disertai dengan fraktur tulang cenderung lebih berat
karena terjadi peningkatan TIK lebih cepat terjadi
• EDH dgn vol 25 cc, midline shift > 0,5 cm akan memperburuk kesadaran & tanda
lokalisasi à Operasi segera
• Lokasi hematom à faktor penting untuk operasi, hematom di temporal jika besar &
meluas dpt à cortex menekan daerah uncus ke mesencephalon à Herniasi uncal à
deteriorisasi yg cepat
• Efek massa di frontal tdk menyebabkan pergeseran midline shiff à karena ada falk
cerebri à lebih sering terjadi herniasi.
• Terjadinya pupil anisokor à karena penekanan N. oculomotoris (N. III) atau
perangsangan n. oculomotoris akibat trauma lokal di sekitar mata.

31
Munawar_Bedah Unsyiah
• Semakin singkat lucid interval, semakin besar dan cepat hematoma yang terjadi
– Gangguan kesadaran umumnya terjadi bukan karena hematom epidural, tetapi
karena teregangnya serat-serat formasio retikular di dalam batang otak.
– Setelah efek regangan pada serat formasio retikularis di batang otak telah pulih à
pasien sadar à jika hematom telah mencapai 50 cc à terjadi gejala gangguan
neurologis karena efek penekanan massa terhadap jaringan otak à penurunan
kesadaran
• Rule of four à bila operasi > 4 jam à angka kematian > 40%.
• Kontra indikasi dilakukan lumbal pungsi

Manifestasi klinis
– Pasien bisa saja datang dalam kondisi sadar, tidak sadar, atau tidak sadar lalu sadar
– Trias EDH (EDH klasik)
1. Pupil anisokor ipsilateral dengan refleks cahaya menurun
2. Kontralateral hemiparesis
3. Adanya lucid interval
o Tidak sadar à sadar beberapa waktu à tidak sadar lagi (lucid interval klasik)
o Sadar lalu menjadi tidak sadar (lucid interval)

Diagnosis
– CT Scan à masa hiperdens bikonveks/football shaped

Sumber perdarahan EDH:


- A. Meningea media à < 6 jam. - Vena diploe à ± 18 jam.
- Sinus/vena duramater.

Lokasi dan Gejala


– Hematoma di temporal atau Temporoparietal (70-80%)
o Hematoma à mendorong jaringan otak ke bawah, ke arah incisura tentorii à
herniasi jaringan otak à menekan nervus okulomotorius à penyempitan pupil
beberapa saat à pelebaran pupil pada mata ipsilateral à anisokoria
o Defisit neurologis à hemiparesis, kejang, muntah, refleks babinsky à
kontralateral (+)
– Hematom di frontal atau oksipital (10%) à biasanya karena robeknya sinus vena pada
dura à Keluhan nyeri kepala, sampai gangguan mental
– Hematom di fossa posterior atau Parieto-Occipital (5%) à sakit kepala, kaku kuduk,
gangguan fungsi serebelum

Indikasi bedah:
A. Klinis:
o Adanya trias klasik EDH (lusid interval dan tanda lateralisasi (pupil anisokor
ipsilateral & hemiparise kontralateral))
o Hematoma progresif yang ditandai dengan adanya peningkatan TIK à
Hipertensi, bradikardi, perubahan pola nafas, muntah proyektil, penurunan
kesadaran yg cepat, atau nyeri kepala yg hebat
B. Radiologis (CT scan):
o Volume perdarahan ± ≥ 25 cc o Lokasi di fossa media atau
o Midline shif ≥ 0,5 cm posterior (relatif)
o Tebal massa ≥ 1 cm (relatif) o Disertai dengan adanya fraktur
(relatif)
Tujuan tindakan bedah:
- Evakuasi klot à menurunkan ICP & meminimalisasi efek fokal masa
- Hemostasis à coagulasi (jar lunak), bone wax (intra diploid)
- Mencegah reakumulasi à jahitan gantung dura

32
Munawar_Bedah Unsyiah
Delayed Epidural Hematom
• EDH yang awalnya tak tampak à tapi kemudian tampak pada CT scan berikutnya.
• Faktor resiko terjadinya DEDH:
- Penurunan tekanan intrakranial secara medik (osmotik diuretik) atau operasi
(menevakuasi hematom yg mengurangi efek tanponade)
- Cepatnya mengkoreksi syok
- Coagulopathy

Burr Holes Diagnostic


• Burr holes diagnostik adalah suatu tindakan pembuatan lubang pada tulang kepala yang
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perdarahan ekstra aksial, sebelum tindakan
definitif craniotomy dilakukan.

Indikasi Burr holes diagnostik:


- Penurunan kesadaran tiba-tiba di depan mata
- Adanya tanda herniasi/lateralisasi
- Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi, dimana CT Scan Kepala
tidak bisa dilakukan.

Pemilihan Lokasi Inisial Burr Hole


- Ipsilateral dengan pupil yang midriasis, atau pupil yang pertama kali midriasis, atau
kontralateral dengan hemiparesis.
- Bila tidak ada tanda lateralisasi, dilakukan pada daerah dibawah fraktur tulang atau
pada jejas SCALP yang bermakna.
- Bila penderita koma tanpa tanda yang jelas, dilakukan pertama pada sisi kiri sebagai
hemisfer dominan.

Lokasi Burr Hole


- Burr hole pertama dilakukan di daerah temporal, 2 cm di atas arkus zygoma, 2 cm di
depan tragus.
- Burr hole ke dua dilakukan di daerah frontal yaitu 2 cm di depan sutura coronaria
pada mid pupillary line,
- Burr hole ke tiga dilakukan di daerah parieto-oksipital yaitu 4-6 cm diatas pinna dan
ke empat di daerah fossa posterior.
- Bila hasilnya tetap negatif, burr holes dilakukan pada sisi kontralateral sesuai dengan
cara diatas.

33
Munawar_Bedah Unsyiah
Teknik Operasi:
– Pasien diposisikan supine dengan kepala dimiringkan sehingga lokasi yang akan
dibuka terletak di atas, dan di bawah bahu diletakkan gulungan kain untuk membantu
perputaran kepala.
– Kepala dicukur kemudian di lakukan tindakan desinfeksi dengan larutan antiseptik.
– Burrhole pertama dilakukan ditemporal, 2 cm di atas arkus zygoma, 2 cm di depan
tragus. Incisi kulit dilakukan secara tajam hingga tulang setelah infiltrasi dengan
pehacain.
– Perdarahan dari arteri superfisial temporalis dirawat dengan kauter atau ligasi,
kemudian dipasang retractor otomatis.
– Dilakukan burr hole menggunakan bor atau drill hingga menembus tulang temporal
dan tampak duramater.
– Tulang diperlebar dengan menggunakan kerrison atau ronger, bila hasil positif EDH
maka tulang burr hole dilebarkan dan dilakukan dekompresi secukupnya. Penderita
kemudian disiapkan untuk operasi craniotomy definitif di kamar operasi, atau dirujuk
ke RS dengan fasilitas bedah saraf.
– Bila hasilnya negatif, burr hole ke dua dilakukan dilakukan di daerah frontal yaitu 2
cm di depan sutura coronaria pada mid pupillary line, ke tiga di daerah parieto-
oksipital yaitu 4-6 cm diatas pinna.
– Bila hasilnya tetap negatif, burr holes dilakukan pada sisi kontralateral sesuai dengan
cara diatas.

Burr hole diagnostic positive:


- EDH à keluar darah atau bekuan darah.
- SDH à terlihat duramater kebiruan.

Komplikasi:
- Perdarahan dan syok hipovolemik - Kejang
- Ketidakseimbangan cairan/elekrolit - Kegagalan pernafasan
- Peningkatan tekanan intrakranial - Edema pulmonal
- Kebocoran cairan serebrospinal - Defisit neurologis
- Herniasi otak - Infeksi

Craniotomy / Trepanasi
• Kraniotomi/Trepanasi ialah suatu teknik yang mencakup pembukaan tengkorak melalui
pembedahan untuk meningkatkan akses pada struktur intrakranial.
• Prosedur ini dilakukan untuk menghilangkan tumor, mengurangi TIK, mengevakuasi
bekuan darah dan mengontrol hemoragi.
• Craniectomy à Kraniotomi/Trepanasi yang bertujuan untuk decompresi

Indikasi Operasi pada Bedah Saraf:


1. Klinis
2. Radiologis
3. Klinis yang sesuai dengan radiologis
• Keadaan tertentu:
- Depressed > 1 tabula (open/closed).
- Intracranial hematoma (EDH/SDH/ICH) > 25 cc.
- Epidural hematoma tebalnya > 1 cm
- Midline Shift > 5 mm.
- Penetrating Injury.

34
Munawar_Bedah Unsyiah
Prinsip insisi pada operasi kepala
1. Accesbility. 3. Viability.
2. Extentbility. 4. Kosmetik.

Jenis insisi kepala


1. Questions mark. 4. Golf stick
2. Horseshoes. 5. Bicoroner/¾ coroner
3. Linier/lazy S.

Komplikasi fraktur sinus frontalis:


• Infeksi. • Meningitis.
• Sinusitis. • Kosmetik.

Penanganan robekan sinus


• 1/3 anterior à di ligasi. • Robek tdk teratur, lurus, tepi rata
• Robek/putus à graft vena. à jahit.
• Robek, dura hilang à patch otot & • Robek, panjang, dura hilang à
jahit. graft fascia.
• Oshing à tempelkan surgicel, • Robek/putus, jarak (+)/gap à
spongostan. kateter, forgaty.

Teknik Operasi
• Positioning
– Letakkan kepala pada tepi meja untuk memudahkan operator.
– Headup kurang lebih 15 derajat (pasang donat kecil dibawah kepala).
– Letakkan kepala miring kontralateral lokasi lesi/ hematoma.
– Ganjal bahu satu sisi saja (pada sisi lesi) misalnya kepala miring ke kanan maka
ganjal bantal di bahu kiri dan sebaliknya.
• Washing
– Cuci lapangan operasi dengan savlon. (Tujuan savlon: desinfektan,
menghilangkan lemak yang ada di kulit kepala sehingga pori-pori terbuka,
penetrasi betadine lebih baik.)
– Keringkan dengan doek steril.
– Pasang doek steril di bawah kepala untuk membatasi kontak dengan meja
operasi
• Markering
– Setelah markering periksa kembali apakah lokasi hematomnya sudah benar
dengan melihat CT scan.
– Saat markering perhatikan:
o Garis rambut – untuk kosmetik,
o Sinus – untuk menghindari perdarahan,
o Sutura – untuk mengetahui lokasi,
o Zygoma – sebagai batas basis cranii,
o Jalannya N.VII (kurang lebih 1/3 depan antara tragus sampai dengan
canthus lateralis orbita)
• Desinfeksi
– Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine.
– Suntikkan Adrenalin 1: 200.000 yang mengandung lidocain 0,5%.
– Tutup lapangan operasi dengan doek steril.
• Operasi
– Incisi lapis demi lapis sedalam galea (setiap 5cm) mulai dari ujung.
– Pasang haak tajam 2 buah (oleh asisten), tarik ke atas sekitar 60 derajat.

35
Munawar_Bedah Unsyiah
– Buka flap secara tajam pada loose connective tissue. Kompres dengan kasa basah.
Di bawahnya diganjal dengan kasa steril supaya pembuluh darah tidak tertekuk
(bahaya nekrosis pada kulit kepala).
– Klem pada pangkal flap dan fiksasi pada doek.
– Buka pericranium dengan diatermi.
– Kelupas secara hati-hati dengan rasparatorium pada daerah yang akan di
burrhole dan gergaji kemudian dan rawat perdarahan.
– Penentuan lokasi burrhole idealnya pada setiap tepi hematom sesuai gambar CT
scan.
– Lakukan burrhole pertama dengan mata bor tajam (Hudson’s Brace) kemudian
dengan mata bor yang melingkar (Conical boor) bila sudah menembus tabula
interna.
– Boorhole minimal pada 4 tempat sesuai dengan merkering. Perdarahan dari
tulang dapat dihentikan dengan bone wax. Tutup lubang boorhole dengan kapas
basah/ wetjes.
– Buka tulang dengan gigli. Bebaskan dura dari cranium dengan menggunakan
sonde. Masukan penuntun gigli pada lubang boorhole. Pasang gigli kemudian
masukkan penuntun gigli sampai menembus lubang boorhole di sebelahnya.
– Lakukan pemotongan dengan gergaji dan asisten memfixir kepala penderita.
– Patahkan tulang kepala dengan flap ke atas menjauhi otak dengan cara tulang
dipegang dengan knabel tang dan bagian bawah dilindungi dengan elevator
kemudian miringkan posisi elevator pada saat mematahkan tulang.
– Setelah nampak hematom epidural, bersihkan tepi-tepi tulang dengan spoeling
dan suctioning dgn hati-hati. Pedarahan dari tulang dapat dihentikan dengan
bone wax.
– Gantung dura (hitch stich) dengan benang silk 3.0 sedikitnya 4 buah.
– Evakuasi hematoma dengan spoeling dan suctioning secara gentle.
– Evaluasi dura, perdarahan dari dura dihentikan degan diatermi.
– Bila ada perdarahan dari tepi bawah tulang yang merembes tambahkan hitch
stich pada daerah tersebut kalau perlu tambahkan spongostan di bawah tulang.
– Bila perdarahan profus dari bawah tulang (berasal dari arteri) tulang boleh
dikanabel untuk mencari sumber perdarahan kecuali dicurigai berasal dari
sinus. Bila ada dura yang robekjahit dura denga silk 3.0 atau vicryl 3.0 secara
simpul dengan jarak kurang dari 5mm. Pastikan sudah tidak ada lagi perdarahan
dengan spoeling berulang.
– Pada subdural hematoma setelah dilakukan kraniektomi langkah salanjutnya
adalah membuka duramater.
– Sayatan pembukaan dura seyogianya berbentuk tapal kuda (bentuk U) berla-
wanan dengan sayatan kulit.
– Duramater dikait dengan pengait dura, kemudian bagian yang
terangkat disayat dengan pisau sampai terlihat lapisan mengkilat dari
arakhnoid. (Bila sampai keluar cairan otak, berarti arachnoid sudah turut
tersayat). Masukkan kapas berbuntut melalui lubang sayatan ke bawah
duramater di dalam ruang subdural, dan sefanjutnya dengan kapas ini
sebagai pelindung terhadap kemungkinan trauma pada lapisan tersebut.
– Perdarahan dihentikan dengan koagulasi atau pemakaian klip khusus.
– Koagulasi yang dipakai dengan kekuatan lebih rendah dibandingkan untuk
pembuluh darah kulit atau subkutan.
– Reseksi jaringan otak didahului dengan koagulasi permukaan otak dengan
pembuluh-pembuluh darahnya baik arteri maupun vena.
– Semua pembuluh darah baik arteri maupun vena berada di permukaan di
ruang subarahnoidal, sehingga bila ditutup maka pada jaringan otak
dibawahnya tak ada darah lagi.

36
Munawar_Bedah Unsyiah
– Perlengketan jaringan otak dilepaskan dengan koagulasi. Tepi bagian otak
yang direseksi harus dikoagulasi untuk menjamin jaringan otak bebas dari
perlengketan. Untuk membakar permukaan otak, idealnya dipergunakan kauter
bipolar. Bila dipergunakan kauter monopolar, untuk memegang jaringan
otak gunakan pinset anatomis halus sebagai alat bantu kauterisasi.
– Pengembalian tulang. Perlu dipertimbangkan dikembalikan/ tidaknya tulang
dengan evaluasi klinsi pre operasi dan ketegangan dura.
– Bila tidak dikembalikan lapangan operasi dapat ditutup lapis demi lapis dengan
cara sebagai berikut:
o Teugel dura di tengah lapangan operasi dengan silk 3.0 menembus keluar
kulit.
o Periost dan fascia ototo dijahit dengan vicryl 2.0.
o Pasang drain subgaleal.
o Jahit galea dengan vicryl 2.0.
o Jahit kulit dengan silk 3.0.
o Hubungkan drain dengan vaum drain (Redon drain).
o Operasi selesai.
– Bila tulang dikembalikan
o Buat lubang untuk fiksasi tulang,
o pertama pada tulang yang tidak diangkat (3–4 buah).
o Tegel dura ditengah tulang yang akan dikembalikan untuk menghindari
dead space.
o Buat lubang pada tulang yang akan dikembalikan sesuai dengan lokasi yang
akan di fiksasi (3-4 buah ditepi dan 2 lubang ditengah berdekatan untuk
teugel dura).
o Lakukan fiksasi tulang dengan dengan silk 2.0,
o Selanjutnya tutup lapis demi lapis seperti diatas.

Manajemen Pasca Operasi


1. Menjamin ABC.
2. Posisi à head up 15 – 30 derajat à letak bantal pd bahu agar kepala & leher tetap
lurus.
3. Cairan.
• Tonisitas ≥ cairan otak à mengandung Na+
• Penambahan temperatur 1˚C (T=37˚C) à tambah 10% kebutuhan cairannya.
• Kebutuhan dextrose: 30 – 50 cc/kgbb/24jam atau 2,5 cc/kgbb/jam.
• Cairan yg biasa dipakai:
- NaCl - Asering
- RL à lanjutkan RD5 - D5 ½NS

Jenis Cairan
Hipertonis Isotonis Hipotonis
• Cairan lemak. • D 5%, PZ, RL, Martos, • H2O,
• Plasma, CPTD (cairan pengganti Potacol, Exfafushin • Destilata
transfusi darah). koloid, WB. water 1 L
• D 10%, D 20%, NaCl 3 %, D 40%. • D5 ½ NS, D5 ¼ NS.
• Manitol, Gliserol.Urea, HAES steril.

4. Monitor.
• Kateter à ganti max tiap 14 hari.
• NGT à decompresi & feeding.
5. Diet/kalori à 30 – 50 Kkal/kgbb/hari
6. Manitol.

37
Munawar_Bedah Unsyiah
7. H2 bloker à stress ulcer à ranitidine (lebih bagus) atau cemitidine.
8. Analgetik à nyeri ↑ TIK.
9. Antibiotik.

Cara Pemberian Terapi Antibiotik


Profilaksis Empiris Therapeutik
• Sebelum infeksi terjadi • Infeksi (+), belum tahu jenis • Kultur (+)
• Persiapan operasi • Kultur (-) • Sesuai kultur
• Sesuai peta kuman

Rasionalitas Dalam Pemilihan Antibiotik:


• Sesuai dgn sensitivity test • % Antibiotik penetrasi BBB > 15%.
• Broad spectrum. • Level Antibiotik dalam CSF.
• Murah. • Tests for antimicrobial
• Sesuai peta kuman di RS. susceptibility and sensitivity
• Side effect minimal à alergi (-) à Melebihi MIC (Minimum
• Menembus (penetrasi) ke Inhibitory Concentration) dan
sawar otak (BBB à Blood- MBC (Minimum Bactericidal
Brain Barier) Concentration)

10. Antikonvulsi à kejang ↑ TIK.


• Cepat à diazepam.
• Lambat à phenobarbital, phenetoin (8 mg/kgbb/hr bagi 2 – 3 dosis).
11. Antipiretik à cedera kepala tidak boleh demam.
• Demam intracranial à onset segera, T ≥ 39˚C.
• Demam extracranial à OK infeksi atau dehidrasi.

Tipe Hipertermia Central Perifer


Anamnesa: Hari I Hari IV – V
- Panas. à Continous à Fluktuasi
Pemeriksaan Fisik:
- Kulit. Kering Basah
- Vili erector. (+) (-)
- Temp.Rectal. > 39oC < 39oC
Lab:
- Leukosit. N Meningkat
- LED. N Meningkat
- CRP. N (+)
Terapi: Kompres dingin Antibiotik, Antipiretik.
Kompres dingin.

12. Rehabilitasi
• perawatan kulit (dekubitus).
• Perawatan mata.
• Perawatan paru (pneumonia).

Komplikasi operasi
– Perdarahan
– Infeksi

Mortalitas
– Tergantung berat ringannya cedera otak

38
Munawar_Bedah Unsyiah
Perawatan Pascabedah
– Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya.
– Jahitan dibuka pada hari ke 5–7.
– Tindakan pemasangan fragmen tulang atau kranioplasti dianjurkan dilakukan
setelah 6–8 minggu kemudian.

Follow-up
– CT scan kontrol diperlukan apabila post operasi kesadaran tidak membaik dan untuk
menilai apakah masih terjadi hematom lainnya yang timbul kemudian.

Post trepanasi kesadaran tidak membaik


– Reperfusi injury (mekanik, chemical) – Rebleeding (iatrogenik)
– Edema (manipulasi, extracranial) – Infark

Abses Cerebri
• Suatu lesi desak ruang berupa yang menyebabkan penumpukan materi piogenik yang
terjadi akibat invasi dan perkembangan mikroorganisme yang terlokalisir di dalam atau
di antara janingan otak, menyebabkan dinding yang tebal akibat infeksi mikroorganisme.
Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke jaringan otak melalui trauma, penyebaran
langsung dari struktur dibawahnya dan melalui hematogen.
• Mikroorganisme yang dapat menyebabkan abses serebri dapat berasal dari golongan
bakteri, jamur bahkan termasuk golongan parasite (pada dewasa paling sering berasal
dari infeksi paru: abses paru, bronchiectasis dan empyema, endokarditis bakterial, abses
gigi dan infeksi saluran cerna)
• Mikroorganisme yang dapat menyebabkan abses serebri antara lain:
– Bakteri: bakteri aerob (golongan streptokokus, stafilokokus, pneumokokus,
enterobacter, dan Haemophillus spp) dan bakteri anaerob (Bacteroides spp,
Fusobacterium spp, dan Actinomises spp)
– Jamur: Candida albicans, Aspergillus spp, Cryptococcus neoformans, Histoplasma
capsulatum dan Blastomises spp
– Parasit: Toxoplasma gondii

Manifestasi Klinis
– Tidak terdapat gejala spesifik untuk abses serebri.
– Kebanyakan akan terjadi peningkatan tekanan intrakranial (H/A, N/V, lethargy).
– Pada 30-50% kasus, terjadi hemiparesis dan kejang.

Pemeriksaan Penunjang
– Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain adalah pemeriksaan darah, seperti
misalnya pemeriksaan darah lengkap, kultur darah dan ESR,
– Pemeriksaan pungsi lumbal
– Radiologi, seperti misalnya dengan menggunakan CT Scan dan atau MRI.

Penatalaksanaan
– Secara umum yaitu dengan medical treatment dan atau dengan surgical treatment.
– Pada medical tretment digunakan antibiotik (vancomycin, sephalosporin generasi
ketiga, metronidazole dan penicillin), antifungal (amphotericin B) dan steroid.
– Untuk surgical tretment, metode yang dapat digunakan antara lain: needle aspiration,
surgical excision, external drainage dan pemberian antibiotik langsung pada lokasi
abses.
Fase Abses Cerebral
– Day 1 – 3 à early cerebritis – Day 10 - 14 à early capsule formation
– Day 4 – 9 à late cerebritis – > 14 days à late capsule formation

39
Munawar_Bedah Unsyiah
Abses Cerebral Metastase Proses
Anamnesa / pd tanda infeksi (-) (+)
Leukosit (+) (-)
LED é é
CRP N é
AP N é
Mantoux (+) (-)
Ring (ct) Lebih mulus & tebal Lebih irreguler & avaskuler

Saraf Kranial
• Nervus Craniales adalah 12 pasang saraf pada manusia yang mencuat langsung dari otak
manusia dan terhubung ke organ tubuh manusia, seperti mata, telinga, hidung, dll.
• Pasangan saraf diberi nomor sesuai dengan letaknya dari depan sampai belakang.
• Dari 12 pasang saraf kranial, terdapat 3 saraf kranial yang adalah saraf sensoris, 5 pasang
sebagai saraf motorik, dan 4 pasang saraf sebagai saraf gabungan (motorik dan sensorik).
• Saraf kranial merupakan bagian dari susunan sistem saraf tepi, walaupun letaknya yang
berdekatan dengan sistem saraf pusat (SSP).
• Horner Syndrom Kelainan saraf simpatis N. III:
– M = Miosis. – P = Ptosis.
– E = Enophthalmus. – A = Anhidrosis.

40
Munawar_Bedah Unsyiah
Hidrosefalus

• Definisi à Penumpukan cairan serebrospinal (CSS) secara aktif yang menyebabkan


dilatasi sistem ventrikel otak dimana terjadi akumulasi CSS yang berlebihan pada satu
atau lebih ventrikel atau ruang subarachnoid
• Penyebab à ketidakseimbangan antara produksi, absorpsi dan sirkulasi dari CSS.
• Kecepatan pembentukan CSS 0,3-0,4 cc/menit
• Sekresi total CSS dalam 24 jam adalah sekitar 500-600cc
• Jumlah total CSS adalah 150 cc
• Pada neonatus jumlah total berkisar antara 20-50 cc
• Temporal horn ventrikel lateral pd ct-scan tidak kelihatan à bila kelihatan à
menandakan hidrochepalus.
• Periventrikuler edema (pd head CT-Scan) à menandakan hydrochepalus yg aktif.
• EVD à eksternal ventrikular drainage.
• Upper motor neuron (UMN) à hiperefleks, hipertoni.
• Lower motor neuron (LMN) à hiporefleks, hipotoni.

41
Munawar_Bedah Unsyiah
Sirkulasi cairan cerebro spinalis (CSF)
• Dihasilkan terutama oleh flexus choroideus (terutama dlm ventrikel lateralis) à 30
ml/jam) à ventrikel lateralis à melalui foramen intervenriculare (Monroe) à ventrikel
III à melalui aquaductus cerebri (Sylvius) à ventrikel IV à keluar dari sistem ventrikel
à masuk ke dlm subsrachnoid (yg berada diseluruh permukaan otak & medulla spinalis)
à CSF diserap dlm sirkulasi vena à melalui granulasio arachnoid (yg terdapat pd sinus
sagitalis superior), Adanya darah dlm CSF dpt menyumbat granulasio arachnoid à
mengganggu penyerapan CSF à menyebabkan ↑ TIK (hidrochepalus komunikans)

Etiologi
• Produksi normal, Absorbsi menurun (Terganggunya penyerapan subarachnoid)
– Trombosis sinus sagitalis superior – Meningitis, SAH
• Produksi normal, Absorbsi normal (Obstruksi sirkulasi LCS)
– Sindrome dandy wolker – Tumor/ICH fossa posterior
– Tumor gld. Pineal – IVH
– Stenosis aquaduktus silvyi
• Produksi tinggi, Absorbsi normal (Produksi LCS yg berlebih oleh plexus choroidalis)
– Tumor plexus choroideus (papiloma)

Gejala Klinis
1. Bayi :
- Kepala makin membesar - Sutura melebar
- Vena kepala prominen - Cracket-pot sign
- Ubun-ubun melebar dan tegang - Sunset phenomena

Lingkaran kepala bayi


o Lahir : 35 cm ± 1,5 cm
o 0 - 3 bln : + 2 cm/bln
o 4 - 6 bln : + 1 cm/bln
o 7 – 12 bln : + ½ cm/bln

2. Anak-anak :
- Muntah proyektil - Kejang
- Nyeri kepala - Kesadaran menurun

3. Dewasa :
Akut :
- Sakit kepala - Papilederma
- Vomitus - Perubahan kesadaran
- Visus menurun.

Kronik à Hydrocephalus Normo Pressure


- Dimensia. - Inkontinentia
- Ataksia.

Klasifikasi
1. Anatomi
• Hidrosefalus tipe obstruksi/non komunikans à obstruktif à Bila hidrosefalus terjadi
karena obstruksi pd sirkulasi LCS
• Hidrosefalus tipe komunikans à Hidrosefalus karena gangguan absorpsi LCS diruang
subarakhnoid

42
Munawar_Bedah Unsyiah
2. Etiologi
A. Tipe obstruktif:
• Kongenital
– Stenosis akuaduktus serebri.
– Sindroma Dandy-Walker (atresia foramen Megendie dan Luschka).
– Malformasi Arnold-Chiari.
– Aneurisma vena Galeni.
• Acquired (didapat)
– Stenosis akuaduktus serebri (setelah infeksi atau perdarahan).
– Herniasi tentorial akibat tumor supratentorial.
– Hematoma intraventrikular.
– Tumor (di ventrikel, regio vinialis, fosa posterior)
– Abses/granuloma.
– Kista arakhnoid.

B. Tipe komunikans
• Penebalan leptomeningens dan/atau granulasi arachnoid, akibat:
– Infeksi
o Jamur; cryptoccocus o Mikobakterium TBC
neoformans, coccidioides o Kuman piogenik
immitis.
– Perdarahaan subarakhnoid:
o Spontan seperti pada o Venus
aneurisma dan o Trauma
malformasi arteriol o Post operatif
– Meningitis karsinomatosa
• Peningkatan viskositas CSS, seperti:
– Kadar protein yang tinggi – Tumor kauda ekuina,
seperti pada perdarahan – Tumor intracranial
subarakhnoid, – Neurofibroma akustik,
– Hemangioblastoma serebelum – Neurosifilis,
dan medula spinalis, – Sindrom Guillain-Barré.
• Produksi CSS yang berlebihan:
– Papiloma pleksus khoroideus.

Diagnosis Diferensial
• Megalencephaly: mirip seperti hidrosefalus tetapi pada megalencephaly tidak ada tanda-
tanda peningkatan tekanan intrakranial dan terdapat kelainan mental yang berat.
• Efusi subdural khoronis: pada kelainan ini terjadi pembesaran kepala, tetapi pada
hidrosefalus perluasan skull lebih sering terjadi pada daerah parietal dari pada frontal.
• Pelebaran ventrikel sebagai akibat atrofi serebral: kelainan sering pada penyakit
degenerasi dan metabolik. Pada kelainan ini lingkaran kepala normal.
• Tumor otak: hidrosefalus dapat sebagai akibat sekunder dari tumor otak terutama yang
berlokasi di garis tengah otak. Tumor di ventrikel III dan serebelelum dapat
mengakibatkan pembesaran kepala tanpa disertai gejala-gejala neurologis fokal. Perlu
dipertimbangkan adanya tumor jika pembesaran kepala terjadi sangat cepat.

Terapi
• Medikamentosa à Ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya
mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorpsinya.
- Asetasolamid, Per oral 2-3 x 125 mg/hari, dosis ini dapat ditingkatkan sampai
maksimal 1.200 mg/hari
- Furosemid, Per oral, 1,2 mg/kgBB 1x/hari atau injeksi iv 0,6 mg/kgBB/hari. Bila tidak
ada perubahan setelah satu minggu pasien diprogramkan untuk operasi.

43
Munawar_Bedah Unsyiah
• Terapi Operasi à Operasi biasanya langsung dikerjakan pada penderita hidrosefalus.
Pada penderita gawat yang menunggu operasi biasanya diberikan : Mannitol per infus
0,5-2 g/kgBB/hari yang diberikan dalam jangka waktu 10-30 menit.

• Third Ventrikulostomi/Ventrikel III


Lewat kraniotom, ventrikel III dibuka melalui daerah khiasma optikum, dengan
bantuan endoskopi. Selanjutnya dibuat lubang sehingga CSS dari ventrikel III dapat
mengalir keluar.

• Operasi pintas (Shunting)


1. Eksternal à Pungsi lumbal berulang untuk terapi hidrosefalus TIK normal
2. Internal à CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain.
o Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum
o Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke atrium kanan.
o Ventrikulo-Sinus, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior
o Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronkhus
o Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
o Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor- Kjeldsen)
• Cisterna à saluran yang bukan merupakan bagian dari sistem ventrikel
tapi berisi LCS, macamnya terdiri dari:
1. C. magna (cerebellomedularis), bagian dorsal luscha & magendie
2. C. vermis
3. C. transfersa
4. C. chiasmatica
5. C. interpeduncularis
6. C. pontis
7. C. pontomedularis
8. C. interhemisferica
9. C. intercallosum

Komplikasi post VP-Shunt


• Subdural Hematoma (over-drainage of CSF, over functioning of the shunt, stretching
and tearing blood vessels)
• Kraniosinostosis (penututupan dini dari sutura kranialis)
• Intra Abdominal Complications (obstruksi, asites)
• Intraventricle Hematoma
• Intracerebral Hematoma
• Shunt Malfunction
• Infection

Prognosis
• Pada hidrosefalus infantil dengan operasi shunt menunjukkan perbaikan yang bermakna.
• Jika tidak diobati 50-60% bayi akan tetap dengan hidrosefalus atau mengalami penyakit
yang berulang-ulang.
• Kira-kira 40% dari bayi yang hidup dengan intelektual mendekati normal.
• Dengan pengobatan dan pembedahan yang baik setidak-tidaknya 70% penderita dapat
hidup hingga melampaui masa anak-anak, dimana 40% diantaranya dengan intelegensi
normal dan 60% sisanya mengalami gangguan intelegensi dan motorik.

44
Munawar_Bedah Unsyiah
Diffuse Axonal Injury
• Pasien cedera otak berat dengan diffuse axonal injury tanpa lesi massa harus diintubasi
atau ditracheostomy untuk proteksi terhadap jalan nafas, dan diberikan oksigen dengan
monitoring terhadap saturasi oksigen secara berkelanjutan.
• Pasien harus mendapatkan support ventilator apabila didapatkan kondisi gagal nafas
atau klinis pasien yang mengalami perburukan. Dapat diberikan sedasi ringan dengan
midazolam i.v tunggal atau kombinasi dengan morphine.
• Nimodipine memperbaiki prognosis pasien dengan diffuse axonal injury dan
menurunkan terjadinya vasospasm. Nimodipine diberikan dengan dosis 60 mg setiap 4
jam segera setelah pasien masuk RS

DAI berdasarkan CT scan


Kategori Hasil CT-Scan
Diffuse injury I Tidak tampak patologi intracranial
Sisterna masih tampak.
Pergeseran garis tengah < 5 mm.
Diffuse injury II
Tidak ada lesi hiperdens > 25 cc.
Termasuk adanya fragmen tulang atau benda asing.
Sisterna terjepit atau hilang.
Diffuse injury III
Pergeseran garis tengah < 5 mm.
(edema)
Tidak ada lesi hiperdens atau campuran > 25 cc.
Diffuse injury IV Pergeseran garis tengah > 5 mm.
(pergeseran) Tidak ada lesi hiperdens atau campuran > 25 cc.

DAI berdasarkan Onset


Grade Lamanya GCS Hasil CT-Scan
turun
I 0 – 6 jam Normal
II 6 - 24 jam Edema ringan.
Perdarahan minimal (corpus callosum)
III > 24 jam Perdarahan di brainstem (pons).

45
Munawar_Bedah Unsyiah
Edema Serebri
• Edema serebri adalah pembekakan jaringan otak yang disebabkan penimbunan cairan
berlebihan di dalam jaringan.
• Salah satu komplikasi dari cedera kepala à Menyebabkan terjadinya peningkatan TIK
karena terjadi pertambahan volume dalam ruang yang tertutup à terjadi penurunan
perfusi jaringan otak dan herniasi jaringan otak.
• Terapi untuk mengurangi edema à diuretik osmotik (mannitol) dan steroid
• Indikasi Operasi à Edema serebri yang mengakibatkan penurunan kesadaran.

Klasifikasi:
a. Edema Vasogenik
– Terjadi karena peningkatan permeabilitas kapiler karena terjadi perubahan atau
kerusakan sawar darah otak à terjadi penimbunan cairan plasma tinggi protein
pada ruang ekstraseluler.
– Terjadi di substansia alba à disebabkan trauma kapitis, infeksi, tumor otak.
b. Edema Hidrostatik
– peningkatan tekanan darah mendadak dalam vascular bed sehingga terjadi
penumpukan cairan rendah protein di ruang ekstraseluler
c. Edema Osmotik
– Penurunan osmolaritas serum à menyebabkan peningkatan cairan intrasel.
– Pada keadaan hiponatremi
d. Edema Iskemik (Sitotoksik)
– penimbunan cairan di dalam sel sedangkan swar darah otak baik
– terjadi pada cedera kepala, kondisi hipoksia dan iskemik jaringan otak
e. Edema Interstisiel
– perubahan permeabilitas kapiler à kebocoran protein à Plasma protein keluar
ke jaringan interstisiel à edema interstisiel
– edema timbul setelah 3-7 hari
– kondisi awal baik à timbul edema à kondisi memburuk.

Teknik Operasi
Positioning:
– Letakkan kepala pada tepi meja untuk memudahkan operator.
– Headup kurang lebih 15 derajat (pasang donat kecil dibawah kepala).
– Letakkan kepala miring kontralateral lokasi lesi.
– Ganjal bahu satu sisi saja (pada sisi lesi) misalnya kepala miring ke kanan maka ganjal
bantal di bahu kiri dan sebaliknya.
Washing:
– Cuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan savlon:
o Desinfektan,
o Menghilangkan lemak yang ada di kulit kepala sehingga pori-pori terbuka,
o Penetrasi betadine lebih baik.
– Keringkan dengan doek steril. Pasang doek steril di bawah kepala untuk membatasi
kontak dengan meja operasi
Markering à diperhatikan:
– Garis rambut – untuk kosmetik,
– Sinus – untuk menghindari perdarahan,
– Sutura – untuk mengetahui lokasi,
– Zygoma – sebagai batas basis cranii,
– Jalannya N VII (kurang lebih 1/3 depan antara tragus sampai dengan canthus
lateralis orbita)

46
Munawar_Bedah Unsyiah
Desinfeksi
– Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine.
– Suntikkan Adrenalin 1 : 200.000 yang mengandung lidocain 0,5%.
– Tutup lapangan operasi dengan doek steril.
Operasi
– Incisi lapis demi lapis sedalam galea (setiap 5 cm) mulai dari ujung.
– Pasang haak tajam 2 buah (oleh asisten), tarik ke atas sekitar 60 derajat.
– Buka flap secara tajam pada loose connective tissue.
– Kompres dengan kasa basah.
– Di bawahnya diganjal dengan kasa steril supaya pembuluh darah tidak tertekuk
(bahaya nekrosis pada kulit kepala).
– Klem pada pangkal flap dan fiksasi pada doek.
– Buka pericranium dengan diatermi.
– Kelupas secara hati-hati dengan rasparatorium pada daerah yang akan di burrhole dan
gergaji kemudian dan rawat perdarahan.
– Lakukan burrhole pertama dengan mata bor tajam (Hudson’s Brace) kemudian dengan
mata bor yang melingkar (Conical boor) bila sudah menembus tabula interna.
– Burrhole minimal pada 4 tempat sesuai dengan merkering.
– Perdarahan dari tulang dapat dihentikan dengan bone wax.
– Tutup lubang boorhole dengan kapas basah/ wetjes.
– Buka tulang dengan gigli.
– Bebaskan dura dari cranium dengan menggunakan sonde.
– Masukan penuntun gigli pada lubang boorhole.
– Pasang gigli kemudian masukkan penuntun gigli sampai menembus lubang boorhole
di sebelahnya.
– Lakukan pemotongan dengan gergaji dan asisten memfixir kepala penderita.
– Patahkan tulang kepala dengan flap ke atas menjauhi otak dengan cara tulang
dipegang dengan knabel tang dan bagian bawah dilindungi dengan elevator
kemudian miringkan posisi elevator pada saat mematahkan tulang.
– Setelah terdekompresi fragmen tulang dapat di simpan di subgaleal atau di dinding
abdomen kemudian lapangan operasi dapat ditutup lapis demi lapis dengan cara
sebagai berikut.
– Teugel dura di tengah lapangan operasi dengan silk 3.0 menembus keluar kulit.
– Periost dan fascia otot dijahit dengan vicryl 2.0.
– Pasang drain subgaleal.
– Jahit galea dengan vicryl 2.0.
– Jahit kulit dengan silk 3.0.
– Hubungkan drain dengan vaum drain (Redon drain).

Komplikasi operasi
– Komplikasi berupa infeksi luka operasi dikepala maupun di dinding abdomen
tempat menyimpang tulang.

Mortalitas
– Mortalitas tergantung berat ringannya cedera otak.

Perawatan Pascabedah dan Follow Up


– Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya.
– Perawatan luka dilakukan pada luka operasi dikepala dan pada dinding abdomen.
– Jahitan dibuka pada hari ke 5-7.
– Tindakan pemasangan fragmen tulang atau cranioplasty dianjurkan dilakukan
setelah 6-8 minggu kemudian.

47
Munawar_Bedah Unsyiah
Gangguan Bicara Dan Bahasa
Bicara adalah pengucapan yang menunjukkan ketrampilan seseorang mengucapkan suara
dalam suatu kata. Bahasa ialah suatu metode komunikasi manusia, baik lisan atau tertulis,
yang terdiri dari penggunaan kata-kata dalam cara yang terstruktur dan konvensional.
• Bahasa reseptif adalah kemampuan untuk mengerti apa yang dilihat dan apa yang
didengar.
• Bahasa ekspresif adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara simbolis baik visual
(menulis, memberi tanda) atau auditorik.

Beberapa bentuk gangguan Bahasa dan Bicara:


A. Dysarthria à Dysarthria adalah gangguan motorik dari pengucapan akibat kelemahan
otot mulut, wajah dan pernafasan setelah mengalami stroke atau cedera otak lainnya
• Tipe dan beratnya dysathria tergantung pada daerah sistem saraf yang rusak.
• Penyebab dysarthria: stroke, head injury, cerebral palsy, dan muscular dystrophy
• Tanda dan gejala:
– Bicara pelo
– Lunak dan lafaz tidak tajam
– Lambat
– Terbatasnya gerakan lidah, bibir dan rahang
– Perubahan kualitas vokal (sengau)
– Abnormal Intonasi
– Serak
– Breathiness
– Drooling or poor control of saliva
– Kesukaran mengunyah dan menelan

B. Stuttering (Gagap) à gangguan kelancaran atau abnormalitas dalam kecepatan atau


irama bicara.
• Terdapat pengulangan suara, suku kata atau kata atau suatu bloking yang
spasmodik.
• Bisa terjadi spasme tonik dari otot-otot bicara seperti lidah, bibir dan laring
• Terdapat kecendrungan adanya riwayat gagap dalam keluarga.
• Selain itu, gagap juga dapat disebabkan oleh tekanan dari orang tua agar anak bicara
dengan jelas, gangguan lateralisasi, rasa tidak aman, dan kepribadian anak.
• Tanda dan gejala:
– Pengulangan kata atau bagian kata
– Bicara jadi terputus (block), dimana block terjadi saat mulut sedang dalam posisi
mengeluarkan suara

C. Apraxia à gangguan motorik bicara yang disebabkan oleh kerusakan bagian otak yang
berhubungan dengan kemampuan berbicara. Kelainan ini dalah salah satu bentuk dari
speech-language pathologist (SLP).
• Dapat terjadi dalam hubungannya dengan dysathria (kelemahan otot penghasil
suara) atau dengan afasia (kesukaran berbahasa).
• Tanda dan Gejala:
– Gagal untuk bisa berbicara
– Persepsi baik
– Pasien tahu huruf/kata yang akan diucapkannya, tapi otaknya mengalami
kesulitan untuk mengkoordinasikan pergerakan otot untuk menghasilkan
huruf/kata tersebut.
– Contoh: pasar à pagar, kitchen à chicken

48
Munawar_Bedah Unsyiah
D. Aphasia à Kehilangan kemampuan untuk membentuk kata-kata atau kehilangan
kemampuan untuk menangkap arti kata-kata sehingga pembicaraan tidak dapat
berlangsung dengan baik. Hal ini disebabkan karena kerusakan dari bagian otak yang
mengurus bahasa.
• Pembagian Afasia:
1. Afasia Motorik (Broca)
– Terjadi karena rusaknya area Broca di gyrus frontalis inferior
– Mengerti isi pembicaraan, namun tidak bisa menjawab atau mengemukakan
pendapat dan tampak sulit memulai bicara, bicara tidak lancar, kalimatnya
pendek, repetisi buruk, dan gramatika bahasa kurang, tidak kompleks.
– Disebut juga Afasia Expressif.
– Daerah lesi adalah di area Broca (Brodmann area 44 dan 45); disebabkan infark
dalam distribusi arteri prerolandic (arteri dari sulkus prasentralis).

2. Afasia Sensorik (Wernicke)


– Ditandai dengan penurunan pemahaman yang kronik.
– Bicara tetap lancar dan normal mondar-mandir, tetapi kata kata penderita tidak
bisa dimengerti (kata salad, jargon aphasia). Penamaan, pengulangan kata-kata
yang di dengar, membaca, dan menulis juga nyata terganggu.
– Area lesi ialah Area Wernicke (Broadmann area 22), disebabkan oleh infark
dalam distribusi arteri temporalis posterior.

3. Afasia Global
– Pemahaman ucapan biasanya tidak ada; atau hanya bisa mengenali beberapa
kata, termasuk nama mereka sendiri dan kemampuan untuk mengulang
prkataan yang sama adalah nyata terganggu.
– Penderita mengalami kesulitan menamakan benda, membaca, menulis, dan
menyalin kata kata.
– Distribusi lesi terletak di seluruh arteri serebri, termasuk area Wernicke dan
Broca.

4. Amnestik (anomik) afasia


– Jenis afasia yang ditandai dengan gangguan penamaan dan mencari perkataan.
– Bicara masih spontan dan fasih tapi sulit untuk menemukan kata.
– Kemampuan untuk mengulang, memahami, dan menulis kata-kata pada
dasarnya normal.
– Daerah lesinya di korteks temporoparietal atau di substansia nigra.

5. Afasia konduksi.
– Pengulangan sangat terganggu; fasih, bicara spontan terganggu oleh jeda untuk
mencari kata-kata.
– Pemahaman Bahasa hanya sedikit terganggu, gangguan berat pada repetisi
– Daerah lesi ialah fasikulus arkuata.

6. Afasia subkortikal.
– Jenis aphasia yang mirip dengan yang dijelaskan dapat diproduksi oleh
subkortikal lesi pada berbagai situs (thalamus, kapsul internal striatum
anterior).

49
Munawar_Bedah Unsyiah
50
Munawar_Bedah Unsyiah
51
Munawar_Bedah Unsyiah
52
Munawar_Bedah Unsyiah
Reparasi Cedera Saraf Perifer

Definisi: Reparasi cedera saraf perifer adalah suatu tindakan pembedahan yang
bertujuan untuk memperbaiki cedera saraf perifer.

• Klasifikasi cedera saraf perifer (Seddon Classification):


1. Neuropraxia à Adalah tidak berfungsinya sistem saraf yang bersifat sementara
tanpa terjadinya disrupsi fisik axon. Biasanya fungsi saraf akan kembali normal
setelah 2-4 minggu.
2. Axonotmesis à Adalah terjadinya disrupsi axon dan myelin. Jaringan ikat lunak
sekitarnya termasuk endoneurium intak. Terjadi degenerasi axon distal dan
proksimal lokasi terjadinya trauma. Degenerasi distal dikenal sebagai
degenerasi Wallerian. Axon akan mengalami regenerasi dengan kecepatan
1mm/ hari. Secara bermakna fungsi akan kembali normal setelah 18 bulan.
3. Neurotmesis à Adalah terjadinya disrupsi axon dan endoneurial. Komponen
kolagen perifer seperti epineurium dapat intak atau terjadi disrupsi. Degenerasi
axonal terjadi pada distal dan proksimal segmen.

• Indikasi Operasi
– Lesi saraf komplit yang disebabkan
laserasi atau luka tembus
– Lesi saraf lain yang cukup
bermakna tanpa perbaikan klinis
maupun elektrofisiologis setelah 3-
6 bulan observasi klinis

• Kontra Indikasi Operasi


– Tidak ada

• Komplikasi operasi
– Kegagalan anastomosis
– Kematian (tidak ada)

• Pemeriksaan Penunjang
• EMG (Elektromyografi)

53
Munawar_Bedah Unsyiah
• Diagnosis Banding
– Acute Inflammatory – HIV-1 Associated Neuromuscular
Demyelinating Complications (Overview)
Polyradiculoneuropathy – Leptomeningeal Carcinomatosis
– Cervical Spondylosis – Metastatic Disease to the Spine and
– Diabetic Neuropathy Related Structures
– Femoral Mononeuropathy – Peroneal Mononeuropathy
– Guillain-Barre Syndrome in Child – Polyarteritis Nodosa
– HIV-1 Associated Acute/Chronic – Radial Mononeuropathy
Inflammatory Demyelinating – Spinal Cord Hemorrhage
Polyneuropathy – Spinal Cord Infarction
– HIV-1 Associated Distal Painful – Syringomyelia
Sensorimotor Polyneuropathy – Vasculitic Neuropathy
– HIV-1 Associated Multiple
Mononeuropathies

• Teknik Operasi
– Teknik operasi yang dapat diterapkan pada reparasi saraf perifer mencakup internal
dan eksternal neurolisis.
– Neurolisis eksternal dikerjakan dengan membebaskan saraf dari jaringan sekitarnya
secara sirkumferensial.
– Neurolisis internal diindikasikan untuk lesi saraf parsial yang memerlukan reparasi
terpisah antara fasikulus saraf yang berfungsi dengan fasikulus saraf yang tidak
berfungsi.
– Prosedur ini sangat berpotensi untuk melukai axon yang mengalami regenerasi dan
harus dikerjakan dengan tuntunan elektrofisiologis.
– Secara umum neurolisis internal mencakup diseksi segmen yang non fungional.
Kemudian fasikulus yang sudah didiseksi dilakukan reparasi end to end dengan atau
tanpa graft saraf.
– Reparasi end to end lebih disukai apabila gap yang terjadi kecil dan kedua ujung dapat
didekatkan tanpa tegangan/ tension yang bermakna.
– Tension akan menghambat proses penyembuhan. Jika jarak cukup jauh maka dapat
dilakukan graft interposisi.
– Umumnya donor saraf diambil dari saraf sensoris superfisial autologus misalnya
nervus suralis.
– Jahitan monofilamen (7.0 sampai 10.0) pada epineurium digunakan untuk
mendekatkan fasikulus.
– Ujung saraf harus direseksi sampai ke fasikulus yang sehat untuk mendapatkan
orientasi yang baik dan mengoptimalkan perbaikan fungsi.
– Meskipun begitu kontinyuitas fasikulus secara anatomi tidak menjamin terjadinya
regenerasi axon.
– Dua penyebab kegagalan adalah preparasi yang tidak baik stump sarat dan adanya
tension.
– Kedua hal itu akan menyebab terjadinya scar interneural yang akan mengganggu
regenerasi sarabut saraf.

• Perawatan Pascabedah
– Pasien harus menjalani fisioterapi untuk mempertahankan ROM dan mencegah
imobilisasi untuk mengoptimalkan penyembuhan fungsi motorik bersamaan dengan
terjadinya reinervasi otot.

• Follow-up
– Pemantauan EMG sangat membantu untuk mendeteksi tanda-tanda dini reinervasi
otot beberapa bulan sebelum kontraksi secara klinis didapatkan.

54
Munawar_Bedah Unsyiah
Spina Bifida

– Spina bifida merupakan suatu kelainan kongenital berupa defek pada arkus posterior
tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis spinalis pada
perkembangan awal dari embrio.

• Kelainan ini seringkali muncul pada daerah lumbal atau lumbo-sacral junction. Tetapi juga
dapat terjadi pada regio servikal dan torakal meskipun dalam skala yang kecil.
• Beberapa masalah yang paling sering muncul pada kasus spina bifida adalah:
– Arnold-Chiari Malformasi, 90% kasus muncul bersamaan dengan spina bifida dimana
sebagian massa otak menonjol ke dalam rongga spinal.
– Hydrosefalus, 70-90% biasanya juga muncul bersamaan dengan spina bifida. Pada
keadaan ini terjadi peningkatan berlebihan dari liquor cerebrospinal.
– Gangguan pencernaan dan gangguan kemih, dimana terjadi gangguan pada saraf
yang mempersarafi organ tersebut. Anak-anak sering mengalami infeksi kronik atau
infeksi berulang saluran kemih yang disertai kerusakan pada ginjal.
– Gangguan pada ekstremitas terjadi ± 30% kasus. Gangguan dapat berupa dislokasi
sendi panggul, club foot. Gangguan ini dapat terjadi primer atau sekunder karena
ketidakseimbangan otot atau paralisis.

55
Munawar_Bedah Unsyiah
Klasifikasi Spina Bifida:
1. Spina Bifida Okulta
• Bentuk ini merupakan spina bifida yang paling ringan.
• Kelainan seperti ini biasanya terdapat didaerah lumbosacral, sebagian besar ditutupi
oleh kulit dan tidak tampak dari luar kecuali adanya segumpal kecil rambut diatas
daerah yang dihinggapi.
• Pada keadaan seperti ini medula spinalis dan saraf-saraf biasanya normal dan gejala-
gejala neurologik tidak ditemukan.
• Spina Bifida Okulta sering didiagnosis secara tidak sengaja saat seseorang mengalami
pemeriksaan X-ray atau MRI untuk alasan yang lain.
• Pada neural tube defek (NTD) jenis ini, tidak terjadi herniasi dari menings melalui
defek pada vertebra. Lesi yang terbentuk terselubung atau tersembunyi di bawah
kulit. Pada tipe ini juga tidak disertai dengan hidrosefalus dan malformasi Chiari II.
• Seringkali lesi pada kulit berupa hairy patch, sinus dermal, dimple, hemangioma atau
lipoma dan kadang-kadang timbul gangguan neurologik pada regio torakal, lumbal,
dan sakral. Pada masa pertumbuhan anak-anak dapat pula ditemukan paralisis spastik
yang ringan.
• Kelompok ini mencakup kelainan-kelainan:
a. Lipoma spinal à keadaan di mana terdapat jaringan lemak yang masuk di dalam
jaringan saraf, sehingga terjadi kerusakan dan mengakibatkan disfungsi
neurologis.
b. Sinus dermal à lubang terowongan (traktus) di bawah kulit mulai dari epidermis
menuju lapisan dalam, menembus duramater dan sampai ke rongga
subarakhnoid. Tampilan luarnya berupa lesung atau dimpel kulit yang kadang
mengandung sejumput rambut di permukaannya dan kebanyakan di daerah
lumbal. Biasanya kelainan ini asimptomatik, namun bila menembus duramater,
sering menimbulkan meningitis rekuren.
c. Lipomielomeningokel à suatu gumpalan lemak pada bagian belakang tubuh
terutama di daerah lumbo-sakral. Kelainan ini kerap dikaitkan sebagai deformitas
kosmetik, namun sebenarnya ia merupakan suatu kompleks anomali kongenital
yang bukan hanya terdiri dari infiltrasi perlemakan jaringan saraf saja, tetapi juga
mengandung meningokel atau meningomielokel yang besar.
d. Diastematomielia à salah satu manifestasi disrafisme spinal yang jarang terjadi
dan terdiri atas komponen-komponen:
– Terbelahnya medula spinalis menjadi dua hemikord. Duramater dapat tetap
satu atau membentuk septa.
– Ada tulang rawan yang menonjol dari korpus vertebra dan membelah kedua
hemikord diatas.
– Lokasi biasanya di daerah toraks atau torako-lumbar, dan juga biasanya ada
abnormalitas vertebra (hemivertebra).
– Ciri khas dari kelainan ini adalah adanya sejumput rambut dari daerah yang
ada diastematomielia

2. Spina Bifida Sistika (Aperta)


a. Meningokel
• Spina bifida jenis ini mengalami simpel herniasi dari menings melalui defek pada
vertebra, akan tetapi chorda spinalis dan akar saraf tidak ikut mengalami herniasi
melalui bagian dorsal dari dural sac.

56
Munawar_Bedah Unsyiah
• Bayi yang lahir dengan meningokel tidak memiliki malformasi neurologik seperti
hidrosefalus dan Chiari II. Jenis ini merupakan bentuk yang jarang terjadi.

b. Mielomeningokel
• Terjadi herniasi korda spinalis dan akar saraf membentuk kantung yang juga
berisi menings. Kantung ini berprotrusi melalui vertebra dan defek
muskulokutaneus. Korda spinalis sering berakhir pada kantung ini dan terbuka
keluar disertai ekspose dari kanalis sentralis. Pembukaan dari struktur saraf
tersebut disebut neural placode. Neural tube defek tipe ini adalah bentuk yang
paling sering terjadi.
• Gangguan neurologis seperti hidrosefalus dan malformasi Chiari II seringkali
menyertai mielomeningokel.
• Memiliki insidens yang tinggi berhubungan dengan malformasi intestinal,
jantung, dan esofagus, dan juga anomali ginjal dan urogenital.
• Bayi yang lahir dengan mielomeningokel memiliki orthopedic anomalies pada
extremitas bawah dan anomali pada urogenital melalui keterlibatan akar saraf
pada regio sakral.
• Tampak benjolan digaris tengah sepanjang tulang belakang. Kebanyakan
mielomenigokel berbentuk oval dengan sumbu panjangnya berorientasi vertikal.
Lokasi terbanyak adalah di daerah torakolumbal dan frekuensi makin berkurang
kearah distal.
• Kadang mielomeningokel disertai defek kulit atau permukaan yang hanya
dilapisi oleh selaput tipis.
• Kelainan neorologik bergantung pada tingkat, letak, luas dan isi kelainan tersebut,
karena itu dapat berupa paraplegia, paraparesis, monoparesis, inkotinensia urin
dan alvi, gangguan sensorik serta gangguan refleks.

Penanganan
• Kerusakan jaringan syaraf tidak bisa diganti atau diperbaiki, tindakan ditujukan pada
perbaikan keadaan umum dan mencegah pecahnya mielomeningokel atau untuk
menutup defek yang ada.
• Tindakan pembedahan untuk menutup defek pada spinal biasanya dilakukan dalam 24
jam pertama setelah kelahiran untuk meminimalkan infeksi dan memelihara fungsi dari
spinal kord.
• Tindakan operasi penutupan ini dapat dilakukan bersamaan dengan operasi pintas bila
kasus tersebut juga disertai dengan hidrosefalus yang masif.
• Tujuan operasi adalah menutup medulla spinalis dengan lapisan jaringan untuk
mencegah masuknya bakteri dari kulit, mencegah kebocoran liquor serta
mempertahankan fungsi neurologis dari kerusakan berkelanjutan.
• Penutupan benjolan yang pecah harus dikerjakan sedini mungkin untuk mencegah
meningitis atau kontaminasi.
• Bila benjolan masih utuh, pembedahan dapat ditunda sampai berusia 5-6 bulan.
• Selama menunggu pembedahan, perawatan keadaan umum bayi diutamakan sambil
mencegah kontaminasi pada benjolan, biasanya bayi dibaringkan telungkup dan benjolan
mielomeningokel ditutup dengan kain steril yang dibasahi larutan salin atau garam
fisiologis.
• Pada kelainan dengan sinus spinal pembedahan hanya dikerjakan bila dikhawatirkan
kemungkinan infeksi retrograd.

57
Munawar_Bedah Unsyiah
• Pembedahan dilakukan dengan eksisi seluruh sinus dan kista dermoid yang
menyertainya.
• Pada kelainan dengan lipoma lumbosakral, pembedahan sebaiknya segera dilakukan
karena makin kecil lipoma makin mudah eksisi dikerjakan, disamping lipoma dapat terus
membesar baik kedalam kanalis spinalis maupun ke luar.
• Tujuan pembedahan adalah membebaskan mielum dari perlengketan yang ada sesudah
lipoma dieksisi semaksimal mungkin.
• Pada umumnya pembedahan tidak sederhana karena batas antara jaringan syaraf dan
jaringan lipoma sukar dibedakan karena timbul fibrosis sehingga diperlukan tindakan
bedah mikro.
• Prognosis tergantung tipe spina bifida, jumlah dan beratnya abnormalitas, dan semakin
jelek apabila disertai dengan paralisis, hidrosefalus, malformasi Chiari II dan defek
kongenital lain. Dengan perawatan yang sesuai, banyak yang hidup sampai dewasa.
• Mielomeningokel memiliki prognosis yang jelek, tapi setelah dioperasi mielomeningokel
memiliki harapan hidup 92 % (86 % dapat bertahan hidup selama 5 tahun).

Kebocoran Likuor Spina Bifida

Definisi: Bocoran likuor adalah keluarnya cairan otak ( LCS) dari kerusakan jaringan
penutup pada kelainan spina bifida

• Indikasi Operasi
Kebocoran likuor spina bifida.

• Kontra indikasi operasi


Keadaan pasien yang jelek

• Diagnosis Banding
Tidak ada

• Teknik Operasi
– Persiapan operasi secara umum
– Sayatan kulit disesuaikan ruptur, pada umumnya sesuai luka ruptur berbentuk
S atau Z (perencanaan menutup kulit)
– Identifikasi struktur kulit, fascia, jaringan saraf, arachnoid dan duramater,
masing masing lapisan dipisahkan.
– Struktur saraf dimasukkan kedalam kantong duramater, duramater ditutup
rapat kedap air.
– Lapisan diatasnya ditutup berurutan mulai dari fascia, otot, sucutis dan kutis

• Komplikasi operasi
Komplikasi operasi berupa infeksi, insidensi cukup tinggi.

• Mortalitas
Pada umumnya kecil

• Perawatan Pascabedah dan Follow Up


Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya.
Perawatan luka ditujukan pada luka operasi.

58
Munawar_Bedah Unsyiah
Tumor Cerebri
• Adalah massa intracranial baik primer maupun sekunder yg memberikan gambaran
klinis proses desak ruang dan atau gejala fokal neurologis

• Kriteria Diagnosis
1. Gejala TIK ↑
– Nyeri kepala kronis yang progresif (analgesic tidak respon) àpagi hari
– Muntah proyektil tanpa mual àpagi hari
– Gangguan visus yg progresif / papil oedem /diplopia
– Kesadaran menurun/berubah
2. Gejala fokal
– True location sign
– False location sign
– Neighbouring sign
3. Tanpa-tanda radang sebelumnya
4. Pemeriksaan neuroimaging àmassa/SOL, khas kalvaria pada penderita meningoma
(tumor jinak) mengalami hiperostosis (penebalan tulang).

• Lokasi dan Gejala Klinis


1. Lobus Frontalis
– Sakit kepala – Katatonia
– Papil oedem&muntah – Annosmia
– Ggn mental – Reflek memegang
– Kemunduran fx intelektual – Kejang tonik fokal
2. Lobus Pre-centralis
– Kejang fokal sisi kontralateral – Paraparesis inferior (falk
– Hemiparesis kontralateral serebri)
– Tinnitus – Lobus Temporalis
– Halusinasi auditorik – Hemianopsia kuadran atas
– Afasia sensorik kontralateral
– Apraksia
3. Lobus Parietalis
– Astereognosia, ataksia – Agnosia, afasia sensorik,
sensorik(cortex) apraksia
– Hemianopsia kontralateral
4. Lobus oksipitalis
– Sakit kepala di oksipital – Cepat lupa
– Ggn medan penglihatan – Demensia, kejang
– Agnosia visual umum/fokal
– Corpus Callosum – Paraparesis inferior
– Ggn mental

• Jenis Neoplasma Intrakranial


1. Glioma
– Astrositoma – Meduloblastoma
– Ependimoma – Neuroastrositoma
– Oligodendroglioma
2. Non-Glioma
– Meningioma (menyerap – Neurofibroma
kontras) – Hemangioblastoma
– Adenoma hipofisis chondroma
3. Neoplasma metastatic

59
Munawar_Bedah Unsyiah
• Jenis Neoplasma Spinalis
– Glioma – Sarcoma
– Meningioma – Hemangioma
– Neurilemoma – khondroma

• Pemeriksaan penunjang
– Foto polos
– EEG
– CT Scan/MRI à Gambaran CT-Scan kontras/non-kontras (gold standard) :
o Tanda-tanda tak langsung proses desak ruang à midline shift
o Tanda lesi à batas tegas, densitas berubah
o Edema perifokal
o Khas kalvaria pada penderita meningoma (tumor jinak)
mengalami hiperostosis (penebalan tulang)
• Diagnosa Banding
– Abses cerebri
– SDH
– Pseudotumor serebri

• Terapi
– Causa à Operasi, Radioterapi, Kemoterapi
– Peningkatan TIK à Dexa, manitol, head up 20 - 30o
– simtomatik à antikonvulsan, analgetik, sedative, antidepresan
– Rehabilitasi Medik

• Komplikasi
– Herniasi
– Hidrocepalus
– Intra Tumoral Bleeding (Perdarahan pd tumor)

Hernia Nucleus Pulposus (HNP)


• Nucleus pulposus menonjol keluar, menekan ke arah canalis spinalis melalui anulus
fibrosus yang robek.
• Paling sering pada L5-S1, sering pada bagian dorsolateral
• Dikaitkan dengan trauma, terutama akibat dari aktivitas membungkuk, kemudian
mengangkat berat.
• Umur > 25 tahun, aliran darah ke diskus menurun. Kekuatan anulus fibrosus juga
menurun.
• Nyeri terjadi akibat regangan lig. Longitudinalis posterior, sedang diskus intervertebralis
tidak punya serabut nyeri.

• Gejala
– Dari posisi berbaring ke duduk à nyeri bertambah hebat
– Bila berbaring à nyeri hilang / menurun
– DD/ tumor à bila berbaring: nyeri bertambah
– Nyeri diperhebat untuk aktivitas atau mengedan (batuk, bersin)
– Nyeri menghilang bila berbaring pada sisi yang tidak terkena, dengan tungkai yang
sakit difleksikan
– Sering disertai rasa baal (+), kesemutan yang menjalar dari pantat ke bagian belakang
lutut à tungkai bawah

60
Munawar_Bedah Unsyiah
– Nyeri bertambah bila ditekan di daerah sebelah L5-S1
– Terutama gangguan pada radiks S1
– Atrofi dan pelemahan otot gastronekmius-soleus
– Hilangnya sensasi dermatom S1 à lat jari III-V
– Menurunnya reflek tendo achiles
– Penderita susah untuk plantar fleksi
– Hilangnya sensasi dermatom L5 à medial jari I
– Tidak dapat dorsofleksi, terutama ibu jari à drop foot

• Indikasi Operasi:
– Gangguan otonom à retensi urine
– Anastesia di perineum

• Pemeriksaan
1. Test Laseque (+)
– 30°-40° sudah nyeri
– Nyeri saat tungkai bawah difleksikan pada sendi coxae dengan genu lurus sampai
+/- 90o nyeri (+)
– (+) hanya unilateral, kalau (+) bilateral curiga meningitis/SAH
2. Naffziger sign (+)
– Penekanan pada kedua Vena Jugularis à TIK meningkat à tekanan intratekal
juga meningkat à timbul nyeri radikuler.
– Juga (+) pada tumor Medula Spinalis
3. Myelografi (foto dengan kontras)
– Diagnosa pasti HNP
– Indikasi à mengetahui adanya blocking pada MS
– Kontra Indikasi à infeksi MS à perlengketan kontras pada subarachnoid
4. LP: jika terjadi blok à protein meningkat
5. EMG:
– Dapat normal
– Fibrilasi di daerah radiks yang terganggu
– Conduction velocity menurun

• Terapi
Gejala ringan:
– Bila akan postur tegak à hindari bungkuk / mengedan
– Hindari aktivitas berat
– Bila nyeri à tidur di ranjang datar + kompres panas pada punggung bawah +
analgesik!!!
– Latihan fisik
– Korset lumbal à untuk cegah gerakan lumbal yang berlebihan

Nyeri berat:
– Tirah baring total pada alas ranjang yang keras (beberapa hari)
– AINS + antispasmodik (diazepam)
– Gejala membaik à aktivitas ditambah perlahan-lahan à ikuti terapi gejala ringan
– traksi pelvis à umumnya tidak efektif à hanya untuk memperkuat efek tirah baring
total

61
Munawar_Bedah Unsyiah
u Degenerasi Diskus : perubahan
kimia yang terkait dengan penuaan
menyebabkan diskus melemah, tapi
tanpa herniasi.

u Bentuk atau posisi perubahan diskus dengan


beberapa pengeluaran sedikit ke kanal tulang
belakang. Juga disebut bulge atau protrusi.

u Bagian seperti gel pada nukleus pulposus


menerobos dinding (annulus fibrosus) tetapi
tetap didalam diskus

u Nukleus pulposus menerobos anulus


fibrosus dan terletak di luar diskus pada
kanal tulang belakang (HNP).

62
Munawar_Bedah Unsyiah
Membaca CT-Scan Kepala
1. Yang pertama yang harus diperhatikan adalah foto yang akan dibaca adalah foto CT Scan
kepala dengan posisi yang sudah benar dan layak baca
2. Menentukan CT Scan dengan atau tanpa kontras, biasanya kasus cedera kepala tanpa
kontras
3. Menentukan CT Scan trauma atau non-trauma, CT Scan pada trauma disertai dengan bone
window
4. Menentukan identitas pasien, waktu pembuatan CT Scan, sesuai dengan pasien yang ada.
5. Membaca CT Scan dimulai dari lapisan luar kepala menuju ke lapisan dalam, SCALP à
Tulang à parenkim.
6. Pada pembacaan SCALP:
• Mencari adanya chephal hematom
• Mentukan dengan tepat bagian/regio yang terkena
• Menentukan sisi sebelah mana yang terkena.
7. Pada pembacaan bone window:
• Mencari adanya tanda fraktur (termasuk pada basis cranii, sphenoid, petrosus,
paranasalis, dan atau melihat kemungkinan adanya perdarahan sinus) dengan tepat
regio dan sisinya
• Menentukan jenis dari frakturnya, apakah impresi, linier, maupun depress dengan
membedakan dengan garis sutura yang ada.
8. Pada pembacaan parenkim:
• Melihat kondisi sulcus dan gyrus (apakah mengabur/menyempit)
• Menetukan ada atau tidaknya tanda edema otak, dengan adanya 3 hal berikut:
a. Sistem ventrikel (apakah mengabur/menyempit/mengalami dilatasi/pergeseran)
b. Kondisi sisterna basalis (apakah mengabur/menyempit)
c. Melihat adanya perbedaan lapisan white matter dan grey matter
• Adanya massa atau lesi fokal yang hiperdens/hipodens (bila ada pada region mana?
seperti apa bentuknya (epidural à gambaran biconvex, subdural à gambaran
biconcav, contusional à salt pepper appearance, intraserebral, intraventrikel
hemmorhage, ataupun hidrochepalus à gambaran dilatasi system ventrikel), dan
hitung juga berapa volumenya?
• Pada pengukuran adanya perdarahan, yang diperhatikan adalah ketebalan hematom
pada slice yang paling tebal pada potongan axial, dengan rumus pengukuran volume
= (jumlah slice x tebal x panjang) : 2, dan semua ukuran dalam cm, yang di foto CT
Scan biasanya mm à konversi menjadi cm.

Volume Perdarahan = (Panjang x Lebar x Jumlah slice perdarahan) : 2

9. Menentukan ada atau tidaknya pergeseran (midline Shift) à dapat dihitung dengan
menarik garis lurus dari crista galli (crista frontalis) ke protuberansia oksipitalis interna
(POI), dan kemudian dihitung secara tegak lurus dengan septum pellucidum (septum
intervertricle).
10. Kesimpulan hasil pembacaan, disebutkan dari yang paling memiliki arti klinis penting
diikuti oleh hal yang lain. Contoh: EDH et regio fronto-temporo-parietal dextra, dengan
ketebalan 2 cm, dengan volume 30 cc, yang menyebabkan pergeseran midline ke arah kiri sebesar 1
cm, disertai juga dengan edema serebri.

63
Munawar_Bedah Unsyiah
EDH SDH

Subdural Hygroma Hidrocephalus

IVH Hydranencephaly

64
Munawar_Bedah Unsyiah
ICH SAH Abses Serebri

Meningioma DAI Brain Ischemia

Depress Fracture Linear fracture with Imaging of gunshot


> 1 tabula pneumocephalus injuries (corpal)

65
Munawar_Bedah Unsyiah

Anda mungkin juga menyukai