Anda di halaman 1dari 64

Case Report Session

NASKAH PSIKIATRI
F41.1 GANGGUAN CEMAS MENYELURUH

Oleh :

Farhan Royan Permanahadi 1910311014 P.3644.A


Zaki Ihsan Kamil 2240312076 P.3635.A

Preseptor :
dr. Trisna Marni, M.Ked.KJ, Sp.KJ

BAGIAN PSIKIATRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
SMF PSIKIATRI RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah swt atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah Case
Report Session (CRS) yang berjudul Gangguan Cemas Menyeluruh.

Makalah ini merupakan salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik di


Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada dr. Trisna Marni, M.Ked.KJ, Sp.KJ selaku
pembimbing yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam pembuatan
makalah ini. Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada semua pihak yang
telah membantu menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Padang, November 2023

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejak tahun 2016, Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) mengesahkan
dokumen Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai langkah dalam
mewujudkan pembangunan dunia menuju jalur yang lebih tangguh dan
berkelanjutan. Hampir setiap negara di dunia termasuk Indonesia mengadopsi
dokumen SDGs yang berisi 17 tujuan tersebut.1 Salah satu sektor yang menjadi
tujuan ialah mengatasi problematika kesehatan seperti yang tercantum pada tujuan
nomor tiga yaitu “to ensure healthy lives and promote wellbeing for all at ages”,
untuk menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua
orang di segala usia. Akan tetapi, faktanya, hingga kini masih diperlukan lebih
banyak upaya secara holistik untuk mengeradikasi berbagai penyakit serta masalah-
masalah kesehatan. Salah satu masalah serius di bidang kesehatan yang saat ini
dihadapi oleh dunia khususnya di Indonesia adalah masalah kesehatan jiwa.
Kesehatan jiwa seringkali diabaikan baik itu oleh penderita ataupun orang-orang
disekitar penderita. Banyak yang menganggap bahwa kesehatan jiwa merupakan
hal yang sepele.1, 2
Secara global penderita gangguan jiwa dialami oleh 450 juta individu dan
memberikan kontributor terbesar dalam Years Lived with Disability (YLDs) atau
hidup dengan kondisi disabilitas sebesar 14,4%. Kondisi tersebut tidak jauh berbeda
di Asia Tenggara dan Indonesia sebesar 13,5% dan 13,4% gangguan jiwa hidup
dengan mengalami disabilitas. Tiga jenis gangguan jiwa yang banyak dialami oleh
penduduk Indonesia adalah depresi, ansietas (cemas), dan skizofrenia pada tahun
2017.3, 4, 5
Gangguan ansietas merupakan masalah psikiatri yang sering ditemukan secara
global sehingga mempengaruhi peningkatan morbiditas, penggunaan pelayanan
kesehatan, dan hendaya fungsional. Gangguan ansietas ditandai dengan kecemasan
yang berlebihan dan tidak realistis mengenai suatu hal. Studi epidemiologi terbaru
memberikan bukti bahwa gangguan ansietas menjadi gangguan dengan frekuensi
tinggi pada populasi umum di seluruh dunia. Gangguan cemas yang cukup sering
ditemukan adalah gangguan cemas menyeluruh.4, 5, 6
Secara global didapatkan bahwa prevalensi gangguan cemas menyeluruh
dalam satu tahun diperkirakan 3 – 8% dari populasi dunia. Penelitian lainnya yang
dilakukan oleh National Comorbidity Study melaporkan bahwa satu dari empat
orang memenuhi setidaknya salah satu kriteria gangguan cemas. Penelitian ini juga
melaporkan bahwa prevalensi gangguan cemas cukup tinggi yakni 17,7%.
Gangguan cemas menyeluruh lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan
laki-laki dengan perbandingan 2:1. Onset usia pertama kali gangguan cemas
menyeluruh terdiagnosis sulit untuk ditentukan, gangguan cemas menyeluruh dapat
terjadi pada usia berapapun, namun sering kali datang ke layanan kesehatan pada
usia 20 tahun ke atas.6, 7, 8
Kesulitan menentukan onset ini disebabkan karena penderita pertama kali
melakukan kontak dengan tenaga kesehatan, tidak oleh dokter ahli kejiwaan. Pasien
seringkali datang ke dokter dengan keluhan somatis yang dialami, sehingga sering
salah diagnosis. Hanya sepertiga dari pasien gangguan cemas menyeluruh yang
menemui ahli kedokteran jiwa untuk pertama kali, selebihnya menemui dokter
umum, dokter penyakit dalam, dokter ahli kardiologi, ahli paru, dan spesialis
gastroenterologi.5, 7, 8
Prevalensi gangguan cemas menyeluruh di Indonesia saat ini masih belum
memiliki data yang pasti. Data kualitatif menyebutkan bahwa gangguan cemas
menyeluruh masih menjadi penyakit gangguan psikiatri yang paling banyak ditemui
di poliklinik. Saat ini prevalensi gangguan cemas menyeluruh yang diterima sebagai
rujukan di Indonesia adalah 3 – 8%. Tidak ada data penelitian yang mengaitkan
kematian dengan kejadian gangguan cemas menyeluruh. Akan tetapi, pasien
gangguan cemas menyeluruh biasanya memiliki komorbiditas dengan gangguan
mental lainnya seperti gangguan panik, gangguan obsesif kompulsif, gangguan
stress pasca trauma, dan gangguan depresi berat. Sekitar 50% penderita gangguan
cemas menyeluruh menderita gangguan depresi mayor yang berkaitan dengan
percobaan bunuh diri.9
Dokter umum diharapkan mampu mendiagnosis dan melakukan tatalaksana
awal serta melakukan rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut pada pasien
gangguan cemas menyeruluh. Gangguan cemas menyeruluh merupakan kompetensi
yang harus dapat dilakukan oleh dokter umum, kemampuan 3A, sehingga
mengingat akan pentingnya mendiagnosis, melakukan tatalaksana, dan rujukan pada
pasien gangguan cemas menyeruluh. Oleh karena itu, penulis mengangkat laporan
kasus yangberjudul “Gangguan Cemas Menyeruluh”.
1.2 Rumusan Masalah
Makalah ini membahas tentang laporan kasus gangguan cemas menyeluruh.
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari laporan kasus
gangguan cemas menyeluruh.
1.4 Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah informasi dan
pengetahuan penulis dan pembaca mengenai gangguan cemas menyeluruh dan
temuan pada kasus yang didapat.
1.5 Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini berupa tinjauan pustaka yang merujuk kepada
berbagai literatur.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gangguan Cemas Menyeluruh


Kecemasan memiliki beberapa tipe salah satunya yakni gangguan kecemasan
menyeluruh atau Generalized Anxiety Disorder (GAD) sebagai salah satu tipe
spesifik yang diakui oleh PPDGJ III dan DSM V. Generalized Anxiety Disorder
merupakan suatu gangguan kecemasan yang ditandai dengan perasaan cemas yang
umum bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi dengan timbulnya respon
keterangsangan tubuh. GAD ditandai dengan kecemasan yang persisten yang tidak
dipicu oleh suatu objek, situasi atau aktivitas yang spesifik, Freud menyebut GAD
dengan istilah “mengambang bebas” (free floating). GAD merupakan suatu
gangguan yang stabil, muncul pada pertengahan remaja sampai pertengahan umur
dua puluhan dan kemudian berlangsung sepanjang hidup. GAD merupakan
gangguan kecemasan yang ditandai dengan munculnya perasaan cemas berlebih
ketika akan melakukan suatu pekerjaan atau aktivitas. GAD dapat dikatakan sebagai
5

gangguan kecemasan secara general, dapat mencakup seluruh aspek di kehidupan


ini. Menurut United Kingdom Mental Health Foundation (2019), penderita GAD
biasanya sering mengalami kegelisahan, perasaan takut, dan perasaan on-edge,
sulit berkonsentrasi, sulit tidur, otot tegang, dan sering mudah marah.10
Individu dengan GAD adalah pencemas yang kronis, mungkin mereka
mencemaskan secara berlebihan keadaan hidup mereka, seperti keuangan,
kesejahteraan anak-anak, dan hubungan sosial mereka. Ciri lain yang terkait adalah
merasa tegang, was-was atau khawatir, mudah lelah, mempunyai kesulitan
berkonsentrasi atau menemukan bahwa pikirannya menjadi kosong, iritabilitas,
ketegangan otot, dan adanya gangguan tidur, seperti sulit untuk tidur, untuk terus
tidur, atau tidur yang gelisah, dan kualitas tidur yang tidak memuaskan. Meskipun
GAD secara tipikal kurang intens dalam respon fisiologinya dibandingkan dengan
gangguan panik, distress emosional yang diasosiasikan dengan GAD cukup parah
untuk menganggu kehidupan orang sehari-hari. GAD sering ada bersama dengan
gangguan lain seperti depresi atau gangguan kecemasan lainnya seperti agorafobia
dan obsesif-kompulsif.5, 9, 10
Rasa cemas merupakan hal yang normal dalam kehidupan dan merupakan
sebuah respons terhadap suatu yang dianggap mengancam. Namun, seseorang
dengan gangguan cemas akan sulit memprioritaskan masalah yang harus
dicemaskan sehingga mengganggu fungsi psikososialnya dan berefek pada
kronisnya kecemasan tersebut.11
2.2 Epidemiologi Gangguan Cemas Menyeluruh
Menurut survei epidemiologi, sepertiga penduduk dunia dipengaruhi oleh
gangguan kecemasan selama masa hidupnya. Gangguan ini lebih sering terjadi pada
wanita. Pada usia paruh baya, prevalensinya paling tinggi. Namun, ada penurunan
tingkat prevalensi seiring dengan bertambahnya usia, terutama usia yang lebih tua.12
Menurut survei yang lebih baru, tingkat prevalensi seumur hidup untuk remaja
berusia 13 hingga 17 tahun adalah 7,7%, sementara itu 6,6% pada orang dewasa
berusia 18 hingga 64 tahun.12
Gangguan cemas menyeluruh memiliki prevalensi sepanjang hidup sebesar
5%. Wanita lebih banyak mengalami gangguan cemas menyeluruh dibandingkan
laki-laki dengan perbandingan 2:1. Biasanya gejala mulai muncul pada usia remaja
akhir atau dewasa muda. Pasien geriatri dengan komorbid seperti depresi berat
selama hidupnya cenderung lebih mudah mengalami gangguan cemas menyeluruh.
Sebanyak 25% pasien yang datang dengan keluhan mengalami kecemasan adalah
penderita gangguan cemas menyeluruh. Dilaporkan juga bahwa gangguan
kecemasan adalah gangguan jiwa yang paling sering terjadi pada anak.11, 12, 13
Berdasarkan data dari National Institute of Mental Health (NIMH) di Amerika
Serikat menyebutkan sekitar 5,7% orang dewasa di Amerika mengalami gangguan
cemas menyeluruh. Sebesar 2,2% remaja di sana mengalami gangguan cemas
menyeluruh dengan 0,9% dari mereka mengalami severe impairment. Belum ada
data yang spesifik mengenai prevalensi gangguan cemas menyeluruh secara khusus
di Indonesia. Data Riskesdas tahun 2018 menyebutkan prevalensi gangguan mental
emosional pada penduduk berumur > 15 tahun di Indonesia sebesar 6% dari total
jumlah penduduk di Indonesia.3, 14
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko Gangguan Cemas Menyeluruh
Penyebab dari gangguan cemas menyeluruh belum diketahui secara pasti. Secara
umum, gangguan cemas menyeluruh merupakan hasil interaksi antara beberapa
faktor seperti faktor genetik dan lingkungan terhadap stressor.4, 7, 8, 13
1. Faktor Biologis
a. Otonom Sistem saraf
Sistem saraf otonom dari beberapa pasien dengan gangguan kecemasan,
terutama mereka dengan gangguan panik, menunjukkan nada simpatik
meningkat, beradaptasi perlahan terhadap rangsangan berulang, dan
merespon berlebihan terhadap rangsangan moderat.4, 7, 8, 13

b. Neurotransmitter
Tiga neurotransmitter utama yang terkait dengan kecemasan pada basis
studi hewan dan tanggapan terhadap terapi obat adalah norepinefrin (NE),
serotonin, dan Gamma-amminobutyric Acid (GABA).4, 7, 8, 13
- Norepinefrin
Teori umum tentang peran norepinefrin pada gangguan kecemasan
adalah bahwa pasien yang terkena mungkin memiliki sistem
noradrenergik buruk diatur dengan semburan sesekali aktivitas.4, 7, 8, 13

- Serotonin
Beberapa laporan menunjukkan bahwa meta-chlorophenylpiperazine
(MCPP), obat serotonergik dengan beberapa efek dan non-serotonergik,
dan fenfluramine (pondimin), yang menyebabkan pelepasan serotonin,
menimbulkan kecemasan yang meningkat pada pasien dengan gangguan
kecemasan. 4, 7, 8, 13

- GABA
Dari beberapa studi yang telah dilakukan menyebabkan peneliti untuk
berhipotesis bahwa beberapa pasien dengan gangguan kecemasan
memiliki fungsi abnormal reseptor GABA mereka, meskipun
sambungan ini belum terbukti secara langsung. 4, 7, 8, 13
c. Studi Pencitraan Otak
Berbagai studi pencitraan otak, hampir selalu dilakukan dengan gangguan
kecemasan tertentu, telah menghasilkan beberapa kemungkinan mengarah
pada pemahaman gangguan kecemasan. Dalamsatu studi MRI, cacat yang
terdapat di lobus temporal kanan tercatat pada pasien dengan gangguan
panik. 4, 7, 8, 13
d. Penelitian genetika
Penelitian genetik telah menghasilkan bukti kuat bahwa setidaknya
beberapa komponen genetik berkontribusi terhadap perkembangan
gangguan kecemasan. Keturunan telah diakui sebagai faktor predisposisi
dalam pengembangan gangguan kecemasan. Hampir setengah dari semua
pasien dengan gangguan panik memiliki setidaknya satu kerabat yang
terkena dampak. 4, 7, 8, 13

e. Pertimbangan neuroanatomi
Lokus seruleus dan proyek inti raphe terutama ke sistem limbik dan korteks
serebral. Dalam kombinasi dengan data dari studi radiologi otak,daerah ini
telah menjadi fokus dari banyak hipotesis tentang pembentukan substrat
neuroanatomi dari gangguan kecemasan. 4, 7, 8, 13

- Sistem limbik
Dua bidang sistem limbik telah menerima perhatian khusus dalam
literatur: peningkatan aktivitas dijalur septohippocampal, yang dapat
menyebabkan kecemasan.
- Korteks serebral
Korteks serebral frontal terhubung dengan wilayah parahippocampal,
cingulate gyrus, dan hipotalamus dan dengandemikian mungkin
terlibat dalam produksi gangguan kecemasan. Korteks temporal juga
telah terlibat sebagai situspatofisiologi pada gangguan kecemasan.
Terapi dengan menggunakan golongan benzodiazepin yaitu flumazenil dan β-
carboline dapat menginduksi kecemasan. Para peneliti menemukan bahwa
bagian lobus oksipital berpengaruh yang mana merupakan bagian otak dengan
konsentrasi reseptor benzodiazepin yag paling tinggi. Bagian otak lain yang
diduga berhubungan dengan gangguan cemas menyeluruh adalah ganglia basal,
sistem limbik, dan korteks frontal.
Penggunaan buspiron dalam terapi yang merupakan agonis dari reseptor
serotonin 5-HT1A diduga menyebabkan regulasi sistem serotonin pada gangguan
cemas menyeluruh menjadi abnormal. Neurotransmitter lainseperti norepinefrin,
glutamat, dan kolesistokinin dikatakan juga berpengaruh dalam gangguan cemas
menyeluruh. 4, 7, 8, 13
Pencitraan dengan menggunakan positron emission tomography (PET) scan
pada pasien gangguan cemas menyeluruh menunjukkan tingkat metabolik yang
lebih rendah pada basal ganglia dan white matter dibandingkan dengan kelompok
normal. Pemeriksaan EEG jugamenunjukkan adanya abnormalitas dalam irama
alfa dan evoked potentials.4, 7, 8, 13
2. Faktor Psikososial
a. Teori perilaku-kognitif
Teori ini menjelaskan bahwa seseorang dengan gangguan cemas
menyeluruh memberikan respons yang tidak benar dan tidak akurat terhadap
bahaya yang dirasakan ditandai dengan perhatian selektif terhadap hal-hal
negatif yang ada di lingkungan, distorsi dalam memproses informasi, dan
pandangan negatif tentang ketidakmampuannya untuk beradaptasi.
Seseorang yang memiliki predisposisi terhadap gangguan cemas
menyeluruh menggunakan rasa cemas tersebut sebagai positive
copingstrategy terhadap ancaman yang ada, di mana seseorang tersebut
tidak dapat merasa tenang sebelum bisa mengidentifikasi bahaya yang
mungkin terjadi dan cara menanganinya.4, 7, 8, 13

Teori-teori perilaku atau belajar dari kecemasan mendalilkan bahwa


kecemasan merupakan respon terkondisi terhadap rangsangan lingkungan
tertentu.4, 7, 8, 13
b. Teori psikoanalitik
Teori ini menduga bahwa kecemasan adalah gejala dari konflik yang tidak
terselesaikan dan tidak disadari. Teori ini dikemukakan oleh SigmundFreud
pada tahun 1926 yang mengatakan bahwa kecemasan adalah sebuah sinyal
terhadap kejadian bahaya dan merupakan manifestasi dari ego seseorang
untuk memulai perlawanan terhadap bahaya tersebut yang bisa
menjadi sebab kecemasan itu sendiri. Teori lain menjelaskan bahwa ego
pada seseorang dengan gangguan cemas menyeluruh menonjol sejak awal.
Definisi Freud, kecemasan dipandang sebagai hasil dari konflik psikis antara
keinginan seksual atau agresif sadar dan ancaman sesuai dari realitassuper ego
atau eksternal. Dalam menanggapi sinyal ini, ego mengerahkanmekanisme
pertahanan untuk mencegah pikiran dan perasaan yang tidak dapat diterima
dari muncul dalam kesadaran.4, 7, 8, 13

c. Teori eksistensial
Konsep utama teori eksistensial adalah bahwa orang-orang mengalami
perasaan hidup dialam semesta tanpa tujuan. Kecemasan merupakan respon
mereka terhadap kekosongan yang dirasakan dalam keberadaan dan makna.
3. Teori Genetik
Pada sebuah penelitian didapatkan bahwa terdapat hubungan genetik pasien
gangguan cemas menyeluruh dengan gangguan depresi mayor pada pasien
wanita. Sekitar 25% dari keluarga tingkat pertama penderita gangguan cemas
menyeluruh juga menderita gangguan yang sama. Pada penelitian yang
dilakukan pada pasangan kembar ditemukan angka 50% pada kembar
monozigot dan 15% pada kembar dizigotik.
Sepertiga dari risiko mengalami gangguan cemas menyeluruh adalah genetik,
dan faktor genetik ini tumpang tindih dengan risiko neurotisme dan dibagi
dengan gangguan kecemasan dan suasana hati lainnya, terutama gangguan
depresi mayor.4, 7, 8, 13
Faktor Risiko: 4 , 7 , 8 , 13

1. Genetik
2. Emosional
Penghambatan perilaku, afektivitas negatif (neurotisme), dan penghindaran
bahaya telah dikaitkan dengan gangguan cemas menyeluruh.
3. Lingkungan
Meskipun kesengsaraan masa kanak – kanak dan perlindungan berlebihanorang
tua telah dikaitkan dengan gangguan cemas menyeluruh, tidak ada faktor
lingkungan yang diidentifikasi spesifik untuk gangguan cemas menyeluruh atau
perlu atau cukup untuk membuat diagnosis.
4. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai kemungkinan lebih besar mengalami gangguan
cemasdibanding pria
5. Trauma masa kanak
Anak-anak yang menyaksikan maupun mengalami peristiwa traumatis
berisikolebihtinggi mengalami gangguan cemas
6. Kepribadian
Orang yang memiliki kepribadian gugup, yang kompetitif atau yang memiliki
harapantinggi terhadap dirinya sendiri, lebih rentan terhadap GAD. Selain itu,
beberapagangguan kepribadian juga mungkin terkait dengan GAD.
7. Penggunaan obat-obatan atau alkohol
Penyalahgunaan dan gejala putus obat anti-ansietas seperti golongan
benzodiazepinemenyebabkan atau memperburuk kecemasan.
2.4 Patofisiologi
Sistem saraf pusat menerima suatu persepsi ancaman. Persepsi in timbul akibat
adanya rangsangan dari luar dan dalam yang berupa pengalaman masa lalu dan
faktor genetik. Kemudian rangsangan dipersepsi ole panca indra, diteruskan dan
direspon ole sistem syaraf pusat melibatkan jalur cortex cerebri - limbic system -
reticular activating system - hypothalamus yang memberikan impuls kepada
kelenjar hipofise untuk mensekresi mediator hormonal terhadap target organ yaitu
kelenjar adrenal yang kemudian memicu syaraf otonom melalui mediator hormonal
yang lain.4,7,8,13
Neurotransmitter adalah faktor biologik yang berperan terhadap gangguan
kecemasan. Neurotransmitter memegang peran penting dalam patofisiologi
gangguan cemas menyeluruh atau generalized anxiety disorder (GAD). Pada sistem
saraf pusat, neurotransmitter seperti norepinefrin, serotonin, dopamine, dan GABA
memegang peran penting. Neurotransmitter dan peptida lain seperti
corticotropin-releasing factor, mungkin ikut terlibat dalam patofisiologi penyakit
ini walaupun belum jelas pengaruhnya.4, 7, 8, 13

Sistem saraf simpatis memegang peran penting dalam terjadinya manifestasi


klinis penyakit ini. Dengan modalitas pencitraan positron emission
Tomography (PET) ditemukan bahwa terjadi peningkatan aliran neurotransmitter
pada regio parahipokampus serta penurunan ikatan serotonin tipe 1A dengan
reseptornya pada regio anterior dan posterior korpus singulata pasien.15, 16, 17
Bagian dari otak yang terlibat dalam patofisiologi gangguan cemas menyeluruh
adalah amigdala yang memegang peran penting dalam memodulasi ketakutan dan
kecemasan. Pada pemeriksaan pencitraan otak pasien gangguan cemas menyeluruh
ditemukan bahwa terjadi peningkatan respons pada stimulus kecemasan.
Peningkatan respons ini terjadi karena penurunan ambang batas ketika merespon
pada peristiwa sosial biasan.15, 16, 17
Amigdala dan sistem limbik berhubungan erat dengan korteks prefrontal.
Selain itu, ditemukan pula aktivasi abnormal sistem limbik dan korteks prefrontal
yang berhubungan dengan respons klinis pada terapi farmakologis dan non
farmakologis pada pasien. Pada pemeriksaan MRI otak ditemukan bahwa pasien
dengan gangguan cemas menyeluruh memiliki volume lobus temporal yang lebih
kecil.15, 16, 17
Terdapat tiga neurotransmitter utama yang berperan pada gangguan kecemasan
yaitu, norepinefrin, serotonin, dan gamma amino butiric acid atau GABA.
Seseorang yang mengalami gangguan kecemasan menunjukkan adanya masalah
pada reseptor serotonin tertentu yaitu 5HT-1A, dapat di bedakan pada penderita
dengan hipersekresi kortisol yang akan menunjukkan gambaran gejala berupa stress
berat. Bagian dari otak yang paling sering berhubungan dengan kecemasan adalah
system limbik, daerah tersebut bertindak sebagai mediator antara batang otak dan
korteks. Batang otak yang lebih primitif memonitor dan merasakan perubahan
dalam fungsi-fungsi jasmaniah setelah it disalurkanlah sinyal-sinal bahasa potensial
ini ke proses-proses kortikal yang lebih tinggi melalui system limbic.Ansietas
berhubungan dengan tiga neurotrasmiter utama yaitu norepinefrin, GABA,dan
serotonin.4 ,7, 8, 13
1. Norepinefrin
Teori umum mengenai peran norepinefrin dalam gangguan ansietas adalah
bahwa pasien yang mengalami ansietas dapat memiliki sistem adrenergik
yangdiatur dengan buruk dengan ledakan aktivitas yang kadang-kadang terjadi.
Badansel sistem noradrenergik terutama terletak pada locus ceruleus di pons pars
rostralisdan badan sel ini menjulurkan aksonnya ke korteks serebri, sistem limbik,
batangotak, serta medulla spinalis. Teori ini menunjukkan bahwa sistem saraf
otonom pada penderita gangguan anxietas, hipersensitif dan bereaksi berlebihan
terhadap berbagai rangsangan. Glukokortikoid mengaktifkan locus caeruleus, yang
berperan dalam mengatur anxietas, yaitu dengan mengaktivasi pelepasan
norepinefrin (NE) dan merangsang sistem saraf simpatik dan parasimpatik.15-17
2. Serotonin
Jalur serotonergik yang timbul dari nukleus raphé di batang otak mempersarafi
berbagai macam struktur yang dianggap terlibat dalam gangguan anxietas, termasuk
korteks frontal, amigdala, hipotalamus, dan hipokampus." Selain itu, mekanisme
serotonergik diyakini mendasari aktivitas biologis berbagai obat yang digunakan
untuk mengobati mood disorder, termasuk gejala anxietas. Patologi seluler yang
dapat berkontribusi pada pengembangan gangguan anxietas termasuk regulasi
abnormal pelepasan 5- HT, reuptake atau respons abnormal terhadap sinyal 5-HT.15,
16, 17

Reseptor 5-HT1A diduga memainkan peran yang sangat penting terhadap


anxietas. Aktivasi reseptor 5-HTA meningkatkan aliran kalium dan menghambat
aktivitas adenilat siklase. Reseptor HT1A juga terlibat dalam panic disorder.
Polimorfisme spesifik dalam gen yang mengkodekan reseptor 5- HT1A telah
terbukti memiliki hubungan yang signifikan dengan gangguan agoraphobia dan
panik. Peran 5-HT dan subtipe reseptornya dalam memediasi gejala kecemasan,
panik, dan obsesi adalah kompleks. 5-HT dilepaskan dari terminal saraf berikatan
dengan subtipe reseptor 5-HT2C postsinaptik, yang memediasi kecemasan. 5-HTIA
adalah auto-reseptor pada neuron pra-sinaptik yang apabila dirangsang dapat
menghambat pelepasan 5-HT dari neuron presinaptik ke sinaps. Antidepresan
serotogenik memiliki efek terapeutik pada sejumlah gangguanansietas, contohnya
clomipramine pada gangguan obsesi kompulsif. Efekttivitas buspiron, agonis
reseptor sereotnin 5-HT1A, dalam terapi gangguan ansietas jugamengesankan
kemungkinan hubungan antara serotonin dan ansietas. Badan selsebagaian besar
neuron seotogenik terletak di raphe nuclei di batang otak parsrostralis dan
menyalurkan impuls ke korteks sereberi, sistem limbic sertahipotalamus. Sejumlah
laporan menunjukkan bahwa m-klorofenilpiperazin yaituobat dengan berbagai efek
serotonergik dan nonserotogergik serta fenfluramin yangmenyebabkan pelepasan
serotonin, menimbulkan ansietas.15, 16, 17
3. GABA
GABA adalah neurotransmiter inhibitor penting dalam sistem saraf pusat dan
mengatur banyak rangsangan di daerah otak. Terdapat 2 subtipe reseptor GABA
yaitu GABAA dan GABAB. Benzodiazepin berikatan dengan kompleks reseptor
benzodiazepine yang terletak di neuron post-sinaptik. Pengikatan semacam itu
dapat meningkatkan efek GABA untuk membuka kanal ion klorida, menyebabkan
masuknya ion klorida ke dalam sel yang menghasilkan stabilisasi membran saraf.$
GABA juga dapat mempengaruhi tingkat kecemasan dengan memediasi pelepasan
neurotransmitter lain seperti cholecystokinin dan menekan aktivitas saraf pada
sistem serotonergik dan noradrenergik.Neurotransmitter lain yang diduga terlibat
dalam ganguan anxietas termasuk dopamine, glutamine dan neurokinin." Meskipun
kemungkinan patofisiologi yang berbeda mendasari berbagai gangguan anxietas,
secara luas diyakini bahwa GABA merupakan salah satu sistem yang terlibat secara
integral pada gangguan anxietas. 4, 7, 8, 13
Studi neuroimaging melaporkan bahwa terjadi penurunan kadar GABA dan
pengikatan reseptor GABA-benzodiazepine pada pasien dengan gangguan anxietas.
Reseptor GABA-benzodiazepine didistribusikan secara luas di oak dan sumsum
tulang belakang. Terutama terkonsentrasi di bagian otak yang dianggap terlibat
dalam terjadinya anxietas, termasuk medial PFC, amigdala, dan hipokampus, serta
hasil dari beberapa penelitian telah menunjukkan kelainan pada sistem tersebut
pada pasien dengan gangguan ansietas.Peran GABA dalam gangguan ansietas
paling kuat didukung oleh efektivitas benzodiazepin yang tidak meragukan, yang
meningkatkan aktivitas GABAdireseptor GABA A, di dalam terapi beberapa jenis
gangguan ansietas. Walaupun benzodiazepin potensi rendah paling efektif untuk
gejala gangguan cemas menyeluruh.15, 16, 17
Gambar. Patofisiologi Gangguan Ansietas

Gambar daerah otak utama yang terlibat dalam pembentukan dan pengaturan
emosi dan deteksi ancaman. Mekanisme inflamasi pada gangguan cemas.

Pada gambar 3, terdapat daerah otak utama yang terlibat dalam pembentukan
dan pengaturan emosi dan deteksi ancaman. Dalam model ini, ketakutan dan
kecemasan yang didorong oleh amigdala diatur melalui koneksi dua arah ke korteks
prefrontal ventromedial (vmPFC) dan korteks cingulate anterior (ACC), bersama
dengan hippocampus. Model ini diterjemahkan lintas spesies dan cocok dengan
pengamatan pada pasien. Misalnya perbedaan derajat dan koordinasi aktivitas
amigdala, vmPFC, dan hippocampus berkorelasi dengan seberapa baik tikus, atau
manusia dapat menekan kecemasan, memadamkan rasa takut, dan menghindari
potensi ancaman. Khususnya, konsisten dengan kontribusi penting amigdala
terhadap pembentukan dan ekspresi memori ketakutan.18, 19, 20, 21, 22
Paparan trauma dan stresor akut pada individu dengan rasa takut dan cemas
dapat meningkatkan aktivitas imun baik di sistem saraf pusat maupun sistem saraf
perifer melalui efek stres dan trauma pada sistem neuroendokrin dan sistem saraf
simpatis. Peningkatan aktivitas saraf simpatis dan penurunan aktivitas parasimpatis
serta terjadinya peningkatan pelepasan sitokin proinflamasi. Menekan kemampuan
glukokortikoid untuk menghambat proses inflamasi pada keadaan stres kronis ini
juga berkontribusi pada keadaan proinflamasi yang dapat memengaruhi sistem
neurotransmitter, neurocircuitry, dan akhirnya, perilaku afektif. Sitokin dapat
berkontribusi pada pemeliharaan gejala berbasis ketakutan dan kecemasan dengan
memengaruhi aktivitas dan koneksi daerah otak yang terlibat dalam etiologi
gangguan ini, termasuk amigdala, hipokampus, insula, korteks prefrontal medial
(mPFC), dan ACC. 18, 19, 20, 21, 22
Pada kecemasan terjadi mekanisme sebagaimana terjadi pada stress. Terjadi
pengaktifan sistem saraf simpatis dan aktivasi hipotalamus- hipofisis- adrenal. Bila
sebagian besar daerah sistem saraf simpatis melepaskan impuls pada saat yang
bersamaan, maka dengan berbagai cara, keadaan ini akan meningkatkan
kemampuan tubuh untuk melakukan aktivitas otot yang besar, diantaranya dengan
cara :4, 11, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 20
1. Peningkatan tekanan arteri
2. Peningkatan aliran darah untuk mengaktifkan otot-otot bersamaan dengan
penurunan aliran darah ke organ-organ, seperti traktus gastrointestinalis
dan ginjal, yang tidak diperlukan untuk aktivitas motorik cepat
3. Peningkatan kecepatan metabolisme sel di seluruh tubuh
4. Peningkatan konsentrasi glukosa darah
5. Peningkatan proses glikolisis di hati dan otot
6. Peningkatan kekuatan otot
7. Peningkatan aktivitas mental
8. Peningkatan kecepatan koagulasi darah
Seluruh efek diatas menyebabkan orang tersebut dapat melaksanakan
aktivitas fisik yang jauh lebih besar daripada bila tidak ada efek tersebut. Keadaan
ini sering disebut sebagai respons stress simpatis. Sistem simpatis terutama
teraktivasi dengan kuat pada berbagai keadaan emosi, termasuk didalamnya
kecemasan dan stres. Jika stress menyebabkan keseimbangan terganggu, maka
tubuh kita akan melalui serangkaian tindakan (respons stres) untuk membantu tubuh
mendapatkan kembali keseimbangan. Perjuangan untuk mempertahankan
keseimbangan ini disebut sebagai sindrom adaptasi umum. Ini adalah cara tubuh
bereaksi terhadap stres dan untuk membawa kembali sistem tubuh ke keadaan yang
seimbang. Tahapan salah satu responnya disebut fase alarm, yang dicirikan oleh
aktivasi langsung dari sistem saraf dan kelenjar adrenal. Berikutnya fase resistensi,
yang ditandai dengan aktivasi hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA) axis. HPA axis
adalah sistem terkoordinasi dari tiga jaringan endokrin yang mengelola respon kita
terhadap stres. 4, 11, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 20
HPA adalah bagian utama dari sistem neuroendokrin yang mengendalikan
reaksi terhadap stres dan memiliki fungsi penting dalam mengatur berbagai proses
tubuh seperti pencernaan, sistem kekebalan tubuh dan penggunaan energi. Spesies
dari manusia ke organisme yang paling kuno berbagi komponen dari sumbu HPA.
Ini adalah mekanisme untuk satu set interaksi di antara kelenjar, hormon dan
bagian-bagian tengah otak yang menengahi sindrom adaptasi umum. Sedikit
kenaikan kortisol memiliki beberapa efek positif termasuk semburan energi untuk
alasan bertahan hidup, peningkatan fungsi memori, semburan lebih rendah
meningkatkan kekebalan dan kepekaan terhadap rasa sakit. Masalah terjadi ketika
kita meminta tubuh kita bereaksi terlalu sering atau dengan perlawanan yang
berlebihan - baik dari yang dapat mengakibatkan meningkatnya kadar kortisol.
Ketika stres diulangi, atau konstan, kadar kortisol meningkat dan tetap tinggi -
menyebabkan fase ketiga dari sindrom adaptasi umum yang tepat disebut sebagai
overload. 4, 11, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 20
Pada tahap overload, sistem tubuh mulai memecah dan risiko penyakit
kronis meningkat secara signifikan. Diketahui bahwa orang-orang normal tingkat
kortisol dalam aliran darah puncaknya terjadi pada pagi hari dan berkurang seiring
berjalannya hari itu. Sekresi kortisol bervariasi antar individu. Satu orang dapat
mengeluarkan kortisol lebih tinggi daripada yang lain dalam situasi yang sama.
Penelitian juga menunjukkan bahwa orang- orang yang mengeluarkan tingkat
kortisol lebih tinggi sebagai respons terhadap stres juga cenderung makan lebih
banyak makanan, dan makanan yang lebih tinggi karbohidrat daripada orang yang
kurang mengeluarkan kortisol. 4, 11, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22
2.5 Gambaran Klinis
Pasien dengan gangguan cemas menyeluruh biasanya datang dengan keluhan
kecemasan yang terus menerus melebihi orang normal. Kecemasan tersebut
mengenai hal-hal biasa dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan penderitaan
atau penurunan fungsi sehari-hari contohnya dalam aspek keuangan, pekerjaan,
kesehatan, dan lain-lain. Gejala kecemasan biasanya diikuti dengan gejala fisiologis
seperti tegang otot, hiperaktivitas otonom, dan kewaspadaan kognitif. Gejala ini
harus terjadi dalam beberapa hari setidaknya selama 6 bulan.11, 13, 15, 17, 23
Orang dengan GAD adalah pencemas yang kronis, mungkin mereka
mencemaskan secara berlebihan keadaan hidup mereka, seperti keuangan,
kesejahteraan anak-anak, dan hubungan sosial mereka. Anak- anak dengan
gangguan ini mencemaskan prestasi akademik, atletik, dan aspek sosial lain dari
kehidupan sekolah. Ciri lain yang terkait adalah merasa tegang, waswas, atau
khawatir; mudah lelah; mempunyai kesulitan berkonsentrasi atau menemukan
bahwa pikirannya menjadi kosong; iritabilitas, ketegangan otot; dan adanya
gangguan tidur, seperti sulit untuk tidur, untuk terus tidur, atau tidur yang gelisah
dan tidak memuaskan (APA dalam Nevid, dkk, 2005). Meskipun GAD secara
tipikal kurang intens dalam respon fisiologisnya dibandingkan dengan gangguan
panik, distress emosional yang diasosiasikan dengan GAD cukup parah untuk
menganggu kehidupan orang sehari-hari. GAD sering ada bersama dengan
gangguan lain seperti depresi atau gangguan kecemasan lainnya seperti
agoraphobia dan obsesif-kompulsif.15, 17, 23

Beberapa manifestasi klinis dalam membedakan gangguan cemas menyeluruh


dari kecemasan nonpatologis lainnya adalah Pertama, kekhawatiran yang terkait
dengan gangguan cemas menyeluruh berlebihan dan biasanya mengganggu fungsi
psikososial, sedangkan kekhawatiran kehidupan sehari - hari
tidak berlebihan dan dianggap lebih mudah dikelola dan dapat ditunda ketika
masalah yang lebih mendesak muncul. Kedua, kekhawatiran yang terkait dengan
gangguan cemas menyeluruh lebih meresap, diucapkan, dan menyusahkan;
memiliki durasi yang lebih lama; dan sering terjadi tanpa pemicu. Semakin besar
kisaran keadaan hidup yang dikhawatirkan seseorang (misalnya, keuangan,
keselamatan anak, kinerja pekerjaan), semakin besar kemungkinan gejalanya
memenuhi kriteria untuk gangguan cemas menyeluruh. Ketiga, kekhawatiran sehari-
hari jauh lebih kecil kemungkinannya untuk disertai dengan gejala fisik (misalnya,
kegelisahan atau perasaan tertekan atau gelisah). Individu dengan gangguan cemas
menyeluruh melaporkan tekanan subjektif karena kekhawatiran terus – menerus dan
gangguan terkait dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau area penting lainnya.
Kecemasan dan kekhawatiran disertai dengan setidaknya tiga dari gejala tambahan
berikut: gelisah atau perasaan tertekan atau gelisah, mudah lelah, sulit
berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong, lekas marah, ketegangan otot, dan
gangguan tidur, meskipun hanya satu gejala tambahan. gejala diperlukan pada anak-
anak.5, 6, 7, 8, 13, 15, 17
Manifestasi dari gejala tegang otot dapat berupa kelemahan, gelisah, kesulitan
bersantai, dan sakit kepala (biasanya sering bilateral, frontal, atau oksipital). Nafas
pendek, berkeringat berlebih, palpitasi, pusing dan beberapa gejala gastrointestinal
seperti tidak nyaman pada daerah epigastrium merupakan manifestasi dari
hiperaktivitas otonom. Sedangkan gejala dari kewaspadaan kognitif adalah
iritabilitas, sangat sensitif terhadap suara, dan pasien yang mudah terkejut. Biasanya
pasien dengan gangguan cemas datang ke dokter umum atau dokter penyakit dalam
dengan keluhan somatik atau gejala spesifik seperti diare kronik.11, 13, 15, 17, 23
Pasien juga dapat mengeluh ingatannya buruk karena pasien sulit
berkonsentrasi, namun perlu disingkirkan penyebab lain yang mengarah pada
penurunan fungsi memori. Selain itu pasien mengalami gangguan tidur seperti sulit
untuk tertidur, sering terbangun, dan sering mimpi buruk. Pasien dapat terbangun
tiba-tiba dan merasa sangat cemas.11, 13, 15, 17, 23
2.6 Diagnosis
Gangguan cemas menyeluruh menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis
Gangguan Jiwa (PPDGJ)-III dan Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders (DSM)-5 termasuk dalam F41.1. Kata kunci dalam mendiagnosis
gangguan cemas menyeluruh adalah adanya kecemasan berlebih yangmenyebabkan
penurunan fungsi yang signifikan atau menimbulkan penderitaan. Kecemasan
dianggap normal ketika dirasa dapat dikontrol dan bahkan hilang ketikahal lain yang
lebih mendesak terjadi. Kecemasan pada gangguan cemas menyeluruhterasa lebih
merembet ke segala hal, nyata, menyulitkan, durasinya lebih lama serta
sering disertai dengan gejala fisik.5, 24
Berdasarkan DSM-5, terdapat enam kriteria diagnostik seseorang dapat
dikatakan memiliki gangguan cemas menyeluruh : 5

A. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir setiap


hari, sepanjang hari, terjadi sekurangnya 6 bulan, tentang sejumlah aktivitas
atau kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas sekolah).
B. Individu sulit untuk mengendalikan kecemasan dan kekhawatiran.
C. Kecemasan diasosiasikan dengan 6 gejala berikut ini (dengan
sekurangkurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi dibandingkan tidak
selama 6 bulan terakhir), yaitu kegelisahan, mudah lelah, sulit
berkonsentrasi atau pikiran kosong, iritabilitas, ketegangan otot, dan
gangguan tidur (sulit tidur, tidur gelisah atau tidak memuaskan).
D. Kecemasan, kekhwatiran, atau gejala fisik menyebabkan distress atau
terganggunya fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi penting lainnya.
E. Gangguan tidak berasal dari zat yang memberikan efek pada fisiologis
(memakai obat-obatan) atau kondisi medis lainnya (seperti hipertiroid).
F. Gangguan tidak dapat dijelaskan lebih baik oleh gangguan mental lainnya
(seperti kecemasan dalam gangguan panik atau evaluasi negatif pada
gangguan kecemasan sosial atau sosial fobia, kontaminasi atau obsesi
lainnya pada gangguan obsesif-kompulsif, mengingat kejadian traumatik
pada gangguan stress pasca traumatik, pertambahan berat badan pada
anorexia nervosa, komplin fisik pada gangguan gejala somatik atau delusi
pada gangguan schizophreniaor).
Tabel. Kriteria Diagnostik Gangguan Cemas Menyeluruh berdasarkan DSM V 5

Pedoman diagnostik gangguan cemas menyeluruh menurut PPDGJ-III.24


1. Penderita harus menunjukan ansietas sebagai gejala primer yang
berlangsung setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan,
yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus
tertentu saja (sifatnya “free floating” atau “mengambang”)
2. Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:
a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk,
sulit konsentrasi, dsb.)
b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat
santai)
c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut
kering, dsb.)
3. Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk
ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatik berulang yang
menonjol.
4. Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari),
khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama selama hal tersebut
tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F32.-), gangguan
ansietas fobik (F40.-), gangguan panik (F41.0), atau gangguan obsesif(F42.-
).
Orang yang mengalami (GAD) adalah gangguan yang disebabkan oleh
prosesproses berpikir yang menyimpang. Orang-orang yang menderita GAD
sering kali salah mempersepsikan kejadian-kejadian yang biasa seperti
menyeberang jalan merupakan sesuatu hal yang mengancam dan dikognisi
mereka terfokus pada antisipasi berbagai bencana pada masa mendatang.
Perhatian para pasien GAD mudah terarah pada stimulus yang mengancam.
Terlebih lagi pasien GAD lebih terpicu untuk mengintrepetasi stimulus yang
tidak jelas sebagai sesuatu yang mengancam dan untuk menilai berbagai
kejadian yang mengancam lebih mungkin terjadi pada mereka. Sensitivitas
pasien GAD yang sangat tinggi terhadap stimulus yang mengancam juga
muncul bila stimulus tersebut tidak dapat diterima secara sadar.7, 13

2.7 Diagnosis Banding


a. Gangguan kecemasan karena kondisi medis lain.
Diagnosis gangguan kecemasan yang terkait dengan kondisi medis lain
harus ditetapkan jika kecemasan dan kekhawatiran individu dinilai,
berdasarkan riwayat, temuan laboratorium, atau pemeriksaan fisik, sebagai
efek fisiologis dari kondisi medis tertentu lainnya (misalnya,
pheochromocytoma, hipertiroidisme).5, 7, 13
b. Gangguan kecemasan yang diinduksi zat / obat.
Gangguan kecemasan yang diinduksi zat / obat dibedakan dari gangguan
kecemasan umum dengan fakta bahwa zat atau obat (misalnya, obat yang
disalahgunakan, paparan toksin) dinilai secara etiologis terkait dengan
kecemasan. Misalnya, kecemasan parah yang terjadi hanya dalam konteks
konsumsi kopi berat akan didiagnosis sebagai gangguan kecemasan akibat
kafein.5, 7, 13
c. Gangguan kecemasan sosial.
Individu dengan gangguan kecemasan sosial sering memiliki kecemasan
antisipatif yang terfokus pada situasi sosial yang akan datang di mana
mereka harus tampil atau dievaluasi oleh orang lain, sedangkan individu
dengan gangguan kecemasan umum khawatir, apakah mereka sedang
dievaluasi atau tidak.5, 7, 13

d. Gangguan obsesif kompulsif.


Beberapa fitur membedakan kekhawatiran berlebihan gangguan kecemasan
umum dari pikiran obsesif gangguan obsesif-kompulsif. Dalam gangguan
kecemasan umum, fokus kekhawatiran adalah tentang masalah yang akan
datang, dan kekhawatiran yang berlebihan tentang kejadian di masa depan
itulah yang tidak normal. Dalam gangguan obsesif-kompulsif, obsesi adalah
ide-ide yang tidak pantas yang berbentuk pikiran, dorongan, atau gambaran
yang mengganggu dan tidak diinginkan.5, 7, 13
e. Gangguan stres pasca trauma dan gangguan penyesuaian.
Kecemasan selalu hadir dalam gangguan stres pascatrauma. Gangguan
kecemasan umum tidak terdiagnosis jika kecemasan dan kekhawatiran lebih
baik dijelaskan oleh gejala gangguan stres pasca trauma. Kecemasan juga
dapat hadir dalam gangguan penyesuaian, tetapi kategori residual ini harus
digunakan hanya ketika kriteria tidak terpenuhi untuk gangguan lainnya
(termasuk gangguan kecemasan umum). Selain itu, pada gangguan
penyesuaian, kecemasan terjadi sebagai respons terhadap stresor yang dapat
diidentifikasi dalam waktu 3 bulan sejak timbulnya stresor dan tidak
bertahan lebih dari 6 bulan setelah berakhirnya stresor atau
konsekuensinya.5, 7, 13
f. Gangguan depresif, bipolar, dan psikotik.
Kecemasan/kekhawatiran umum adalah ciri umum yang terkait dengan
gangguan depresif, bipolar, dan psikotik dan tidak boleh didiagnosis secara
terpisah jika kekhawatiran berlebihan hanya terjadi selama kondisi ini.5, 7, 13
2.8 Tatalaksana
Gangguan cemas merupakan salah satu gangguan mental yang paling umum,
yang dapat menjadi beban bagi pasien maupun keluarganya. Pilihan pengobatan
untuk gangguan anxietas meliputi terapi psikologis dan farmakologis. Setiap pasien
harus menerima edukasi yang mencakup informasi mengenai gangguan yang
dirasakan, pilihan pengobatan, serta prognosisnya. Selain itu, pasien juga harus
diberitahu mengenai efektivitas obat, efek samping umum ataupun efek samping
yang tidak umum tapi serius, durasi pengobatan, biaya, serta kemungkinan yang
akan terjadi apabila pengobatan dihentikan.7, 13
Tatalaksana gangguan cemas menyeluruh meliputi psikoterapiseperti
cognitive behavioral therapy (CBT) serta medikamentosa dengan pilihan utama
selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI). Pengobatan dilakukan selama 6–12
bulan untuk menghilangkan gejala pada pasien. Namun, gangguan cemas
menyeluruh biasanya pasien mengalami gangguan secara kronis, sehingga kadang
membutuhkan pengobatan lebih lama. Menurut penelitian, diperkirakan 25% pasien
mengalami kekambuhan dalam bulan pertama setelah terapi dihentikan
dan 60 – 80% pasien kambuh selama perjalanan tahun selanjutnya.5, 7, 26
Pasien yang mengalami gangguan cemas menyeluruh biasanya dilakukan
dengan rawat jalan. Indikasi rawat inap pada pasien adalah apabila pasien disertai
dengan depresi mayor yang memiliki keinginan bunuh diri (suicide), atau gangguan
mental lain, dan berpotensi membahayakan diri sendiri maupun orang lain.26, 27,
28
Berdasarkan beberapa guideline mengenai rekomendasi pengobatan untuk
gangguan anxietas, pengobatan yang biasa digunakan diantaranya antidepresan
(SSRIs, SNRIs, TCAs, dan MAOIs), benzodiazepine, β-blockers, serta ada
beberapa yang menggunakan antihistamin dan atipikal antipsikotik. SSRIs
direkomendasikan sebagai first-line terapi untuk sebagian besar gangguan anxietas.
Meskipun biasanya SSRIs ini ditoleransi dengan baik setelah memulai pengobatan
awal, namun sering juga terjadi efek samping seperti sakit kepala, kelelahan, dan
mual. Oleh karena itu, sebaiknya SSRIs dikonsumsi setelah makan. Selain itu, dosis
harus dijaga tetap rendah untuk menghindari overstimulasi. SSRIs dapat membantu
mengubah kadar neurotransmiter serotonin di otak, seperti neurotransmiter lain
membantu sel otak berkomunikasi dengan yang lainnya. Fluoxetine, Sertraline,
Escitalopram, Paroxetine, dan Citalopram merupakan beberapa SSRIs yang secara
umum diresepkan untuk panic disorder, OCD, PTSD, dan social phobia. Sementara
Venlafaxine digunakan untuk pengobatan GAD.5, 7, 13, 26, 27, 28
SSRIs memiliki efek samping yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan
antidepresan lain. TCAs merupakan antidepresan lama, sama seperti SSRIs
digunakan untuk pengobatan gangguan cemas selain OCD. Meskipun TCAs telah
menunjukan efikasi yang cukup baik, namun kurang bisa ditoleransi karena
memiliki kecenderungan menimbulkan efek samping seperti mulut kering, pusing,
mengantuk, serta penglihatan kabur. Oleh karena itu, biasanya dimulai dengan dosis
yang paling rendah lalu meningkat secara bertahap. Efek samping yang terjadi
biasanya dapat diperbaiki dengan pengubahan dosis atau beralih ke obat TCAs yang
lain. TCAs seperti Imipramine biasanya diresepkan untuk panic disorder dan GAD,
sedangkan Clomipramine merupakan satu – satunya antidepresan TCAs yang
berguna untuk mengobati OCD.7, 17

Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOIs) merupakan obat tertua dari golongan


antidepresan. Phenelzine adalah MAOIs yang paling sering diresepkan untuk
gangguan anxietas, diikuti oleh Tranylcypromine yang digunakan untuk panic
disorder dan social phobia. Penggunaan MAOIs harus hati-hati, karena ada
beberapa makanan yang tidak boleh dikonsumsi selama pengobatan dengan MAOIs
yaitu keju dan anggur, termasuk penggunaan pil kb, obat penghilang rasa sakit,
suplemen herbal, obat alergi juga harus dihindari karena dapat meningkatkan
tekanan darah yang berbahaya. Selain itu MAOIs juga tidak bisa dikombinasikan
dengan SSRIs karena dapat menimbulkan efek yang serius seperti kebingungan,
halusinasi, kekakuan otot, perubahan ritme jantung yang berpotensi mengancam
jiwa.7, 13, 17
Obat antiansietas seperti Benzodiazepin dan Buspirone dapat membantu
meredakan gejala anxietas. Penelitian menunjukkan bahwa Alprazolam,
Clonazepam, Diazepam, dan Lorazepam lebih efektif dibanding plasebo. Meskipun
efikasinya cukup baik, namun monoterapi benzodiazepin tidak direkomendasikan
karena berpotensi menimbulkan ketergantungan dan penyalahgunaan. Sehingga
benzodiazepin umumnya diresepkan untuk pengobatan jangka pendek. Alprazolam
digunakan untuk panic disorder dan GAD, Clonazepam untuk fobia sosial dan
GAD, serta Lorazepam sangat membantu dalam pengobatan panic disorder.
Sementara itu Buspirone seperti Azapirone merupakan anti-anxietas yang lebih
baru untuk pengobatan GAD. Tidak seperti Benzodiazepine, Buspirone harus
dikonsumsi secara konsisten setidaknya selama 2 minggu untuk mendapatkan efek
yang diinginkan.7, 13, 17, 26, 27, 28
Selanjutnya β-blocker, yang biasanya digunakan untuk mengobati penyakit
jantung, juga bisa digunakan untuk mengurangi gejala anxietas yang mungkin
muncul seperti palpitasi, peningkatan tekanan darah, gemetar, tremor, dan
sebagainya. β-blocker seperti Propanolol digunakan untuk mencegah gejala fisik
yang menyertai gangguan anxietas, terutama fobia sosial. Seorang pasien anxietas
tidak langsung bisa menerima treatment. Tetapi tergantung pada beberapa faktor
seperi motivasi pasien, keadaan pasien, gangguan kognitif yang signifikan,
tanggapan pasien terhadap pengobatan sebelumnya, serta adanya komorbid dan
gangguan psikiatri lain dapat mempengaruhi apakah ia menerima pengobatan
psikologis atau farmakologis.7, 13, 17, 26, 27, 28
Non Medikamentosa
1. Terapi Kognitif-Perilaku
Pendekatan kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali distorsi
kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik secara langsung.
Teknik utama yang digunakan pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan
biofeedback.26, 27, 28
2. Terapi Suportif
Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensipotensi yang ada
dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam
fungsi sosial dan pekerjaannya.7, 17
3. Psikoterapi berorientasi tilikan
Terapi ini mengajak pasien untuk mencapai penyingkapan konflik bawah sadar,
menilik ego strength, relasi obyek, serta keutuhan diri pasien. Pemahaman terhadap
komponen-komponen tersebut, terapis dapat memperkirakan sejauh mana pasien
dapat diubah untuk menjadi lebih matur. Bila tidak tercapai, minimal pasien harus
terfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan
pekerjaannya.7, 13, 17
Medikamentosa
1. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs)
SSRI biasanya diindikasikan untuk pengobatan depresi, dianggap sebagaiterapi
lini pertama untuk gangguan anxietas. Kelompok obat ini diantaranya fluoxetine,
sertraline, citalopram, escitalopram, fluvoxamine, paroxetine dan vilazodone.
Mekanisme penting dari kelompok obat-obatan tersebut yaitu menghambat
transporter serotonin dan menyebabkan desensitisasi reseptor serotonin
postsinaptik, sehingga menormalkan aktivitas jalur serotonergic.7, 13, 17, 25 Sertraline
dan paroxetin merupakan pilihan yang lebih baik daripada fluoksetin. Pemberian
fluoksetin dapat meningkatkan ansietas sesaat. SSRI efektif terutama pada pasien
gangguan cemas menyeluruh dengan riwayat depresi.
2. Serotonin-Norepinephrine Reuptake Inhibitors (SNRIs)
SNRI yang menghambat transporter serotonin dan norepinefrin, termasuk
venlafaxine, desvenlafaxine, dan duloxetine. SNRI biasanya digunakan apabila
terjadi kegagalan atau respon yang tidak adekuat terhadap SSRI (Bystritsky, et al.,
2013). Tanggapan pasien terhadap SNRI sangat bervariasi, beberapa pasien
mungkin mengalami eksaserbasi gejala fisiologis anxietas sebagai akibat dari
peningkatan sinyal mediasi norepinefrin yang disebabkan oleh penghambatan
transporter norepinefrin. Untuk pasien yang tidak mengalami efek ini, peningkatan
tonus noradrenergik dapat berkontribusi terhadap efikasi ansiolitik dari obat-obatan
ini.25
3. Benzodiazepines
Meskipun benzodiazepin banyak digunakan pada zaman dahulu untuk
mengobati kondisi anxietas, tetapi tidak lagi dianggap sebagai terapi lini pertama
karena menimbulkan efek samping yang merugikan, jika digunakan dalam waktu
yang lama dan dosis yang tinggi. Oleh karena itu, penggunaan benzodiazepin hanya
terbatas untuk pengobatan jangka pendek anxietas akut.7, 17, 25
Pemberiannya dimulai dari dosis terendah kemudian ditingkatkan sampai
mencapai respons terapi. Penggunaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan
dosis terbagi dapat mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama
pengobatan rata-ratanya 2 - 6 minggu, dilanjutkan tappering off selama 1 - 2
minggu.7, 17, 25
4. Tricyclic Antidepressants
Semua tricyclic antidepressants (TCAs) berfungsi sebagai inhibitor reuptake
norepinefrin, dan beberapa sebagai penghambat reuptake serotonin. Meskipun
beberapa golongan dari obat ini efikasinya sebanding dengan SSRI atau SNRI untuk
mengobati anxietas, TCA menimbulkan lebih banyak efek samping dan berpotensi
mematikan jika overdosis. Untuk alasan ini, TCA jarang digunakan dalam
pengobatan gangguan anxietas. Kecuali clomipramine yang mungkin lebih
berkhasiat daripada SSRI atau SNRI pada pasien dengan OCD.7, 17, 25
5. Buspirone
Obat ini efektif pada 60-80% pasien gangguan cemas menyeluruh. Buspiron
lebih efektif dalam memperbaiki gejala kognitif dibanding gejala somatik dan tidak
menyebabkan gejala withdrawal. Namun efek klinisnya baru terasa setelah 2-3
minggu pengobatan. Terdapat bukti bahwa penderita gangguan cemas menyeluruh
yang sudah menggunakan benzodiazepin tidak akan memberikan respons yang baik
dengan buspiron. Keduanya dapat diberikan bersama kemudian dilakukan tappering
off benzodiazepin setelah 2-3 minggu disaat efek terapi buspiron sudah mencapai
maksimal.7, 17
2.9 Prognosis
Salah satu kriteria diagnostik gangguan cemas menyeluruh yaitu gejala
kecemasan yang harus terjadi setidaknya 6 bulan menunjukkan bahwa penyakit ini
memiliki prognosis yang buruk. Gangguan cemas menyeluruh merupakan kondisi
yang kronik memungkinkan akan terus ada sepanjang hidup penderitanya. Kondisi
pasien dengan komorbid lain seperti gangguan kecemasan lain atau depresi dapat
memperburuk kondisi pasien dalam jangka waktu yang lama dan menimbulkan
disabilitas yang lebih berat.7, 11, 13, 17
Sebuah studi oleh Harvard-Brown Anxiety Research Program pada pasien di
rumah sakit Boston menyatakan durasi dari penyakit ini berlangsung selama 20
tahun, walaupun sudah mendapatkan terapi, hasil yang didapat 3 tahun kemudian
secara relatif buruk. Hanya satu dari empat orang pasien yang menunjukkan remisi
simtomatik dari gangguan cemas menyeluruh. Penelitian lain di Inggris
menunjukkan bahwa setelah 12 tahun, 40% pasien didiagnosis gangguan cemas
menyeluruh berhasil sembuh dalam artian tidak lagi memenuhi kriteria
diagnostik.5, 7, 11, 17
Gangguan cemas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang mungkin
berlangsung seumur hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalamigangguan
panik juga dapat mengalami gangguan depresi mayor.1, 7
BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITIAS
Nama (inisial) : Tn.I
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir/ Umur : 18-03-1967/56 tahun
Status Pernikahan : Belum Menikah
Kewarganegaraan : Warga Negara Indonesia
Suku Bangsa : Minangkabau
Negeri Asal : Padang
Agama : Islam
Pendidikan : D3 Manajemen
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat & Telepon : Limau Manis, Padang/075172468

3.2 RIWAYAT PSIKIATRI


Keterangan/ anamnesis di bawah ini diperoleh dari (lingkari angka di bawah ini)
1. Pasien sendiri (autoanamnesis) pada tanggal 21 November 2023
2. Informan ( alloanamnesis)

1. Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini atas keinginan (lingkari pada huruf yang
sesuai)
a. Sendiri
b. Keluarga
c. Polisi
d. Jaksa/ Hakim
e. Dan lain-lain
2. Sebab Utama
Pasien datang sendiri ke Poliklinik Jiwa Rumah Sakit Jiwa HB Saanin Padang
untuk kontrol rutin dikarenakan cemas yang berlebihan hingga mengganggu
aktivitas harian.
3. Keluhan Utama (Chief Complaint)
Pasien datang sendiri ke Poliklinik Jiwa Rumah Sakit Jiwa HB SaaninPadang
karena sering merasa cemas yang berlebihan sejak 41 tahun yang lalu.
4. Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang

Pasien datang sendiri ke Poliklinik Jiwa Rumah Sakit Jiwa HB Saanin Padang
pada tanggal 21 November 2023 dengan keluhan merasa cemas berlebihan yang
dirasakan hampir setiap hari sejak 41 tahun yang lalu. Keluhan cemas dirasakan
sejak pasien SMA (umur 15 tahun) diakibatkan setiap masalah yang dihadapi atau
yang kejadian yang tidak sesuai dengan pasien. Keluhan disertai dada berdebar, dan
berkeringat. badan terasa ringan, sakit kepala dan susah tidur pada malam harinya.
Keluhan cemas yang dirasakan tidak dapat diprediksi oleh pasien, dapat datang tiba-
tiba ketika ada kejadian yang membuat stres pasien bahkan seperti sendal putus
dapat mecetuskan cemas sehingga pasien kesulitan untuk mengontrol perasaan
cemasnya. Apabila cemas dirasakan, pasien akan berolahraga (berlari) di sore hari
sehingga kecemasan sedikit berkurang. Gangguan yang dialami pasien sering
merasa sedih, sulit tidur bahkan mengalami mimpi buruk seperti terjatuh dari
ketinggian dan dikejar-kejar.
Pasien mulai merasa cemas semakin parah setelah tamat SMA, keluhan
disertai dada berdebar, berkeringat, sakit kepala dan susah tidur pada malam
harinya. Keluhan cemas yang dirasakan tidak dapat diprediksi oleh pasien, dapat
datang tiba-tiba ketika ada kejadian yang membuat stres pasien bahkan seperti
sendal putus dapat mecetuskan cemas sehingga pasien kesulitan untuk mengontrol
perasaan cemasnya. Keluhan semakin memburuk ketika pasien mengerjakan
skripsi, sehingga pasien membutuhkan waktu 7 tahun untuk menyelesaikan kuliah,
teman-temannya sudah lama menyelesaikan kuliah dan sudah bekerja. Setelah lulus
kuliah, pasien sempat bekerja di sebuah perusahaan selama satu hari, namun pasien
mengundurkan diri pada hari tersebut dikarenakan pasien merasa cemas saat
mendapatkan suatu masalah atau tugas saat bekerja. Pasien cenderung menghindari
masalah apabila masalah itu datang.
Pasien sempat berobat ke psikiater setelah keluar dari pekerjaan, namun
setelah 1 tahun pasien menghentikan pengobatan sendiri dikarenakan pasien merasa
tidak ada kemajuan dalam pengobatannya. Pada tahun 2012 pasien mulai berobat
ke PoliklinikRumah Sakit Jiwa HB Saanin Padang karena merasa kecemasannya
tidak dapa berkurang dengan olahraga dan sangat mengganggu aktivitas, pekerjaan,
dan kehidupan sosial pasien dan kontrol rutin 1 bulan sekali.

5. Riwayat Penyakit Sebelumnya


a. Riwayat Gangguan Psikiatri
Sebelumnya pasien mengaku tidak pernah menderita gangguan jiwa.
Pasien mengatakan bahwa pernah berobat ke setelah keluar dari pekerjaan, namun
setelah 1 tahun pasien menghentikan pengobatan sendiri dikarenakan pasien merasa
tidak ada kemajuan dalam pengobatannya. Setelah itu pasien sangat mulai berobat
lagi di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa HB Saanin Padang pada tahun 2012 dan control
rutin sekali sebulan.
b. Riwayat Gangguan Medis

- Riwayat hipertensi sejak 1 tahun yang lalu.


c. Riwayat Penggunaan NAPZA
Pasien tidak menggunakan NAPZA, merokok, dan meminum minuman keras.

6. Riwayat Keluarga
a) Identitas orang tua/ penganti
IDENTITAS Orang tua/ Pengganti Keterangan
Bapak Ibu
Kewarganegaraan WNI WNI
Suku bangsa Minang Minang
Agama Islam Islam
Pendidikan D3 SMA
Pekerjaan Pegawai Telkom Wiraswasta
Umur (alm.) 81 tahun
Alamat Padang Padang
Hubungan pasien Akrab Akrab
Biasa Biasa
Kurang Kurang
Tak peduli Tak peduli
Dan lain-lain - Riwayat
hipertensi
Ket : * coret yang tidak perlu
b) Sifat/ Perilaku Orang tua tua kandung/ penganti…… :
a. Bapak (Dijelaskan oleh pasien, dapat dipercaya/ diragukan)
Pemalas (-), Pendiam (-), Pemarah (-), Mudah tersinggung (-), Tak suka
Bergaul (-), Banyak teman (-), Pemalu (-), Perokok berat (-), Penjudi (-
), Peminum (-), Pencemas (-), Penyedih (-), Perfeksionis (-), Dramatisasi (-
), Pencuriga (-), Pencemburu (-), Egois (-), Penakut (-), Tak bertanggung
jawab (-).

b. Ibu ( Dijelaskan oleh pasien, dapat dipercaya/ diragukan)


Pemalas (-), Pendiam (-), Pemarah (-), Mudah tersinggung (-), Tak suka
Bergaul (-), Banyak teman (-), Pemalu (-), Perokok berat (-), Penjudi (-),
Peminum (-), Pencemas (+), Penyedih (-), Perfeksionis (-), Dramatisasi(-),
Pencuriga (-), Pencemburu (-), Egois (-), Penakut (-), Tak bertanggung jawab (-).

c) Saudara :
Jumlah bersaudara 5 orang dan pasien anak ke-3.
d) Urutan bersaudara dan cantumkan usianya dalam tanda kurung untuk pasien
sendiri lingkari nomornya.*

1. Perempuan (58 tahun)

2. Perempuan (57 tahun)


3. Laki-laki (56 tahun)
4. Laki-laki (52 tahun)
5. Perempuan (49 tahun)
e) Gambaran sikap/ perilaku masing-masing saudara pasien dan hubungan pasien
terhadap masing-masing saudara tersebut, hal yang dinyatakan serupa dengan
yang dinyatakan pada gambaran sikap/ perilaku pada orang tua.*
Saudara ke Gambaran sikap dan Kualitas hubungan dengan
perilaku
saudara (akrab/biasa/kurang/takpeduli)
1 Baik Biasa
2 Baik Biasa
3 Pasien -
4 Baik Biasa
5 Baik Biasa
Ket:
*) coret yang tidak perlu
**) diisi dengan tanda (+) atau (-)
f) Orang lain yang tinggal di rumah pasien dengan gambaran sikap dan tingkah
laku dan bagaimana pasien dengan mereka.*
No Hubungan Gambaran sikap Kualitas bungaan
dengan dan tingkah laku (akrab/biasa/kurang/takpeduli)
pasien
1 Ibu Baik, perhatian, Akrab
hormat

Ket:
untuk e) dan f) hanya diisi bila informan benar-benar mengetahuinya.

g) Apakah ada riwayat penyakit jiwa, kebiasaan-kebiasan dan penyakit fisik (ada
kaitannya dengan gangguan jiwa) pada anggota keluarga :
Anggota Penyakit jiwa Kebiasaan Penyakit fisik
keluarga
Bapak Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Ibu Tidak ada Ada Tidak ada

Saudara ke Tidak ada Tidak ada Tidak ada


1-5
Skema Pedegree
(tiga generasi)

h) Riwayat tempat tinggal yang pernah didiami pasien:


No Rumah tempat Keadaan rumah
tinggal Tenang Cocok Nyaman Tidak nyaman
1. Rumah pasien + + + -

i) Dan lain-lain
7. Gambaran seluruh faktor-faktor dan mental yang bersangkut paut dengan
perkembangan kejiwaan pasien selama masa sebelum sakit (premorbid) yang
meliputi:
a) Riwayat sewaktu dalam kandungan dan dilahirkan.
- Keadaan ibu sewaktu hamil (sebutkan penyakit-penyakit fisik dan atau
kondisi-kondisi mental yang diderita si ibu )
▪ Kesehatan Fisik : Baik
▪ Kesehatan Mental : Baik
- Keadaan melahirkan :
▪ Aterm (-), partus spontan (+), partus tindakan (-) sebutkan jenis
tindakannya……………………………………………………….
▪ Pasien adalah anak yang direncanakan/ diinginkan (ya/tidak)
▪ Jenis kelamin anak sesuai harapan (ya/tidak)
b) Riwayat masa bayi dan kanak-kanak
▪ Pertumbuhan Fisik : baik, biasa, kurang*
▪ Minum ASI : tidak ingat
▪ Usia mulai bicara : tidak ingat
▪ Usia mulai jalan : tidak ingat
▪ Sukar makan (-), anoreksia (-), bulimia (-), pika (-), gangguan hubungan
ibu-anak (-), pola tidur baik (+), cemas terhadap orang asing sesuai
umum (-), cemas perpisahan (+), dan lain-lain.....
c) Simtom-simtom sehubungan dengan problem perilaku yang dijumpai pada
masa kanak-kanak, misalnya: mengisap jari (-), ngompol (+), BAB di tempat
tidur (-), night teror (-), temper tantrum (-), gagap (-), tik (-), masturbasi (-),
mutisme selektif (-), dan lain-lain.
d) Toilet training
Umur : tidak ingat
Sikap orang tua : (memaksa/ menghargai/ membiarkan/ ... )
Perasaan anak untuk toilet training ini : tidak ingat
e) Kesehatan fisik masa kanak-kanak : demam tinggi disertai menggigau (-),
kejang-kejang (-), demam berlangsung lama (-), trauma kapitis disertai
hilangnya kesadaran (-), dan lain-lain.

f) Temperamen sewaktu anak-anak : pemalu (+), gelisah (-) overaktif(-),


menarik diri (-), suka bergaul (-), suka berolahraga (-), dan lain-lain.

g) Masa Sekolah
Perihal SD SMP SMA PT
Umur 6 tahun 12 tahun 15 tahun 18 tahun
Prestasi* Baik Baik Baik Baik
Sedang Sedang Sedang Sedang
Kurang Kurang kurang Kurang
Aktifitas Baik Baik Baik Baik
Sekolah*
Sedang Sedang Sedang Sedang
Kurang Kurang Kurang Kurang
Sikap Terhadap Baik Baik Baik Baik
Teman*
Kurang Kurang Kurang Kurang
Sikap Terhadap Baik Baik Baik Baik
Guru
Kurang Kurang kurang Kurang
Kemampuan (-) (-) (-) (-)
Khusus (Bakat)
Tingkah Laku (Baik) (Baik) (Baik) (Baik)

h) Masa remaja: Fobia (-), masturbasi (-), ngompol (-), lari dari rumah (-),
kenakalan remaja (-), perokok berat (-), penggunaan obat terlarang (-),
peminum minuman keras (-), problem berat badan (-), anoreksia nervosa (-
), bulimia (-), perasaan depresi (-), rasa rendah diri (+), cemas (+),
gangguan tidur (-), sering sakit kepala (-), dan lain-lain.
i) Riwayat Pekerjaan
Usia mulai berkerja pertama kali usia 27 tahun, kepuasan kerja (-), pasien
mengundurkan diri setelah 1 hari bekerja, kemudian pasien membantu
mengurus kedai bersama ibunya, pindah-pindah kerja(-)
Konflik dalam pekerjaan : (-), konflik dengan atasan (-), konflik dengan
bawahan(-), konflik dengan kelompok (-).
Keadaan ekonomi*: Sedang (menurut pasien)
j) Percintaan, Perkawinan, Kehidupan Seksual dan Rumah Tangga

▪ Awal pengetahuan tentang seks : SMP


▪ Hubungan seks sebelum menikah : tidak ada
▪ Riwayat pelecehan seksual : tidak ada
▪ Orientasi seksual : baik

▪ Keterangan pribadi Suami/Istri : -

k) Situasi sosial saat ini

▪ Tempat tinggal : rumah sendiri (-), rumah kontrak (-), rumah susun (-),
apartemen (-), rumah orang tua (+), serumah dengan mertua (-), di
asrama (-) dan lain-lain
▪ Polusi lingkungan : bising (-), kotor (-), bau (-), ramai (-) dan lain--lain.

Ket: * coret yang tidak perlu, ** ( ),


diisi(+) atau (-)
ai : atas indikasi

l) Perihal anak-anak pasien meliputi : Pasien tidak memiliki anak

m) Ciri Kepribadian sebelumnya/ Gangguan kepribadian (untuk axis II)


Keterangan : ( ) beri tanda (+) atau (-)
Kepribadian Gambaran Klinis
Skizoid Emosi dingin (-), tidak acuh pada orang lain (-), perasaan
hangat atau lembut pada orang lain (-), peduli terhadap
pujian maupun kecaman (-), kurang teman (-), pemalu (-),
sering melamun (-), kurang tertarik untuk mengalami
pengalaman seksual (-), suka aktivitas yang dilakukan
sendiri (-)

Paranoid Merasa akan ditipu atau dirugikan (-), kewaspadaan


berlebihan (-), sikap berjaga-jaga atau menutup-nutupi (-),
tidak mau menerima kritik(-), meragukan kesetiaan orang
lain (-), secara intensif mencari-cari kesalahan dan bukti
tentang prasangkanya (-), perhatian yang berlebihan
terhadap moti-motif yang tersembunyi (-), cemburu
patologik(-) , hipersensifitas (-), keterbatasan kehidupan
afektif (-).
Skizotipal Pikiran gaib (-), ideas of reference (-), isolasi sosial(-), ilusi
berulang (-), pembicaraan yang ganjil (-), bila bertatap
muka dengan orang lain tampak dingin atau tidak acuh (-
).
Histrionik Dramatisasi (-), selalu berusaha menarik perhatian bagi
dirinya (-), mendambakan rangsangan aktivitas yang
menggairahkan (-), bereaksi berlebihan terhadap hal-
hal sepele (+), egosentris (-), suka menuntut (-),
dependen (-), dan lain-lain.
Narsistik Merasa bangga berlebihan terhadap kehebatan dirinya (-),
preokupasi dengan fantasi tentang sukses, kekuasaan dan
kecantikan (-), ekshibisionisme (-), membutuhkan
perhatian dan pujian yang terus menerus (-), hubungan
interpersonal yang eksploitatif (-), merasa marah, malu
(+), terhina dan rendah diri bila dikritik (+) dan
lain-lain.

Dissosial Tidak peduli dengan perasaan orang lain (-), sikap yang
amat tidak bertanggung jawab dan berlangsung terus
menerus (-), tidak mampu mengalami rasa bersalah dan
menarik manfaat dari pengalaman (-), tidak peduli pada
norma-norma, peraturan dan kewajiban sosial (-), tidak
mampu memelihara suatu hubungan agar berlangsung
lama(+), iritabilitas (-), agresivitas (-), impulsif (-), sering
berbohong (-), sangat cendrung menyalahkan orang lain
atau menawarkan rasionalisasi yang masuk akal untuk
perilaku yang membuat pasien konflik dengan masyarakat
(-)
Ambang Pola hubungan interpersonal yang mendalam dan tidak
stabil (-), kurangnya pengendaian terhadap kemarahan (-),
gangguan identitas (-), afek yang tidak mantap (-) tidak
tahan untuk berada sendirian(-), tindakan mencederai diri
sendiri (-), rasa bosan kronik (-), dan lain-lain
Menghindar Perasaan tegang dan takut yang pervasif (+), merasa
dirinya tidak mampu, tidak menarik atau lebih rendah
dari orang lain (+), kengganan untuk terlibat dengan
orang lainkecuali merasa yakin disukai (+), preokupasi
yang berlebihan terhadap kritik dan penolakan dalam
situasi sosial (+), menghindari aktivitas sosial atau
pekerjaan yang banyak melibatkan kontak
interpersonal karena takut dikritik, tidak didukung
atau ditolak (+).
Anankastik Perasaan ragu-ragu yang hati-hati yang berlebihan (-),
preokupasi pada hal-hal yang rinci (details), peraturan,
daftar, urutan, organisasi dan jadwal (-),perfeksionisme (-
), ketelitian yang berlebihan (-), kaku dan keras kepala (-),
pengabdian yang berlebihan terhadap pekerjaan sehingga
menyampingkan kesenangan dan nilai-nilai hubungan
interpersonal (-), pemaksaan yang berlebihan agar orang
lain mengikuti persis caranya mengerjakan sesuatu (-),
keterpakuan yang berlebihan pada kebiasaan sosial (-) dan
lain-lain.
Dependen Mengalami kesuitan untuk membuat keputusan sehari-hari
tanpa nasehat dan masukan dari orang lain (-),
membutuhkan orang lain untuk mengambiltanggung jawab
pada banyak hal dalam hidupnya (-), perasaan tidak enak
atau tidak berdaya apabila sendirian, karena ketakutan
yang dibesar-besarkantentang ketidakmampuan mengurus
diri sendiri (-),takut ditinggalkan oleh orang yang
dekat dengannya (-)

8. Stresor psikososial (axis IV)


Pertunangan (-), perkawinan (-), perceraian (-), kawin paksa (-), kawin lari (-),
kawin terpaksa (-), kawin gantung (-), kematian pasangan (-), problem punya
anak (-), anak sakit (-), persoalan dengan anak (-), persoalan dengan orang tua
(-), persoalan dengan mertua (-), masalah dengan teman dekat (-), masalah
dengan atasan/ bawahan (-), mulai pertama kali bekerja (+), masuk sekolah
(-), pindah kerja (-), persiapan masuk pension (-), pensiun (-), berhenti bekerja
(+), masalah di sekolah (+), masalah jabatan/ kenaikan pangkat (-), pindah
rumah (-), pindah ke kota lain (-), transmigrasi (-), pencurian (-),perampokan (-
), ancaman (-), keadaan ekonomi yang kurang (-), memiliki hutang (-), usaha
bangkrut (-), masalah warisan (-), mengalami tuntutan hukum(-), masuk penjara
(-), memasuki masa pubertas (-), memasuki usia dewasa (-), menopause(-),
mencapai usia 50 tahun (+), menderita penyakit fisik yang parah (-),
kecelakaan (-), pembedahan (-), abortus (-), hubungan yang buruk antar orang
tua (-), terdapatnya gangguan fisik atau mental dalam keluarga (-), cara
pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orang tua atau kakek nenek (-), sikap
orang tua yang acuh tak acuh pada anak (-), sikap orang tua yang kasar atau
keras terhadap anak (-), campur tangan atau perhatian yang lebih dari orang tua
terhadap anak (-), orang tua yang jarang berada di rumah (-), terdapat istri lain
(-), sikap atau kontrol yang tidak konsisten (-), kontrol yang tidak cukup (-),
kurang stimulasi kognitif dan sosial (-), bencana alam (-), amukan masa (-),
diskriminasi sosial (-), perkosaan (-), tugas militer (-), kehamilan (-), melahirkan
di luar perkawinan (-), dan lain-lain.

9. Pernah suicide (-)

10. Riwayat pelanggaran hukum


Tidak pernah ada riwayat pelanggaran hukum

11. Riwayat agama


Pasien beragama Islam, sesekali mengikuti kegiatan lain yang berhubungan
dengan keagamaan.

12. Persepsi Dan Harapan Keluarga


Keluarga pasien berharap pasien dapat sembuh dan tidak muncul lagi gejala
cemas yang dirasakan oleh pasien.

13. Persepsi Dan Harapan Pasien


Pasien menyadari penyakit jiwa yang dialaminya, pasien berharap segera
sembuh dan bisa melakukan aktivitas seperti biasa tanpa adanya keluhan cemas
mendadak dan jantung berdebar tanpa mengonsumsi obat.
GRAFIK PERJALANAN PENYAKIT
SKEMA PERJALANAN PENYAKIT

Tahun 1975-1985 Tahun 1985-1994 Tahun 1994 Tahun 1994-2012 Tahun 2012 Tahun 2012-2023
Usia tahun 8-18 tahun Usia 18-27 tahun Usia 27 tahun Usia 27-45 tahun Usia 45 tahun Usia 45-56 tahun

Pasien kontrol
Pasien mengalami rutin di RSJ HB
perundungan oleh teman- Pasien merasa tidak ada Saanin Padang dan
teman sekolahnya sejak Pasien merasa cemas kemajuan dalam merasa lebih baik
Pasien kembali
SD-SMA. Saat SMA, yang timbul kapan saja pengobatan sehingga setelah
berobat ke
pasien mulai merasa sering dan dimana saja disertai Pasien merasa kecemasan pasien memutuskan untuk mengonsumsi
menghentikan pengobatan poliklinik RSJ
cemas dan berdebar ketika gelisah, jantung yang diserati gejala penyerta obat-obatan dari
HB Saanin
masalah datang. berdebar-debar dan yang semakin memberat, setelah 1 tahun. Sejak saat dokter.
Padang karena
mulai bermimpi buruk Pasien mulai bekerja itu, pasien tetap merasa
merasa keluhan
sehingga sulit tidur namun mengundurkan diri cemas setiap harinya,
semakin
setelah sehari bekerja namun ia berusaha
memburuk dan
dikarenakan rasa cemas mengurangi rasa cemasnya
tidak bisa
merasa dirinya tidak dengan berolahraga.
dikurangi lagi
mampu mengalami tekanan dengan olahraga.
dan menyelesaikan
tanggung jawab dalam
pekerjaan. Pasien lalu
memulai pengobatan di
psikiater.
3.3 STATUS INTERNUS
1. Keadaan Umum : Sakit ringan
2. Kesadaran : Komposmentis
3. Tekanan Darah : 118/70 mmHg
4. Nadi : 70x/ menit
5. Nafas : 18x/ menit
6. Suhu : 36,8 C
o

7. Tinggi Badan : 165 cm


8. Berat Badan : 65 kg
9. Status Gizi : Baik
10. Sistem Kardiovaskular : Hipertensi
11. Sistem Respiratorik : Dalam batas normal
12. Kelainan Khusus : Tidak ada

3.4 STATUS NEUROLOGIKUS


▪ GCS : 15
▪ Tanda Rangsangan Meningeal : tidak diperiksa
▪ Tanda – tanda efek samping pyramidal
a. Tremor tangan : Tidak ada
b. Akatisia : Tidak ada
c. Bradikinesia : Tidak ada
d. Tardive diskinesia : Tidak ada
e. Cara berjalan : Biasa
f. Keseimbangan : Baik
g. Rigiditas : Tidak ada
h. Kekuatan motorik : Baik
i. Sensorik : Baik
3.5 STATUS MENTAL
A. Keadaan Umum
1. Kesadaran/ sensorium : composmentis ( + ), somnolen ( - ), stupor ( - ),kesadaran
berkabut ( - ), konfusi ( - ), koma ( - ), delirium ( -), kesadaran berubah ( - ), dan lain-
lain

2. Penampilan
• Sikap tubuh: biasa ( + ), diam ( - ), aneh ( - ), sikap tegang (-), kaku( -), gelisah
(- ), kelihatan seperti tua ( + ), kelihatan seperti muda (-), berpakaian sesuai
gender ( + )
• Cara berpakaian : rapi ( + ), biasa ( - ), tak menentu ( - ), sesuai dengan situasi
(+ ), kotor ( - ), kesan ( dapat/ tidakdapat mengurus diri)*
• Kesehatan fisik : sehat ( + ), pucat ( - ), lemas ( - ), apatis ( - ), telapak tangan
basah ( - ), dahi berkeringat ( - ), mata terbelalak (-).

3. Kontak psikis
Dapat dilakukan ( + ), tidak dapat dilakukan ( - ), wajar ( + ), sebentar( - ), lama
(+).

4. Sikap
Kooperatif ( + ), penuh perhatian ( + ), berterus terang ( + ), menggoda (-),
bermusuhan ( - ), suka main-main ( - ), berusaha supaya disayangi ( - ), selalu
menghindar ( - ), berhati-hati ( - ), dependen ( - ), infantil ( - ), curiga ( - ), pasif (-),
dan lain-lain.
5. Tingkah laku dan aktifitas psikomotor
• Cara berjalan : biasa ( + ), sempoyongan (-), kaku (-), dan lain-lain
• Ekhopraksia ( - ), katalepsi ( - ), luapan katatonik (-), stuporkatatonik ( - ),
rigiditas katatonik ( - ), posturing katatonik ( - ), cerea flexibilitas ( - ), negativisme
( - ), katapleksi ( - ), stereotipik ( -), mannerisme (-), otomatisme ( - ), otomatisme
perintah ( - ), mutisme ( -), agitasi psikomotor ( - ), hiperaktivitas/ hiperkinesis ( -
), tik (-), somnabulisme ( - ), akathisia ( - ),
kompulsif ( - ), ataksia, hipoaktivitas (-), mimikri ( - ), agresi (-), acting out (-),
abulia( - ), tremor ( - ), ataksia ( - ), chorea( - ), distonia (- ), bradikinesia( - ),
rigiditas otot ( - ), diskinesia ( - ), konvulsi ( - ), seizure ( - ), piromania (-),
vagabondage ( - ).

Ket : ( ) diisi (+) atau (-)

B. Verbalisasi dan cara bicara


▪ Arus pembicaraan* : biasa, cepat, lambat
▪ Produktivitas pembicaraan* : biasa, sedikit, banyak
▪ Perbendaharaan* : biasa,sedikit, banyak
▪ Nada pembicaraan* : biasa, menurun, meninggi
▪ Volume pembicaraan* : biasa, menurun, meninggi
▪ Isi pembicaraan* : sesuai/ tidak sesuai
▪ Penekanan pada pembicaraan* : Ada/tidak
▪ Spontanitas pembicaraan * : spontan/ tidak
▪ Logorrhea ( - ), poverty of speech ( - ), diprosodi (-), disatria( - ), gagap(-), afasia ( -
), bicara kacau ( - )

C. Emosi
Hidup emosi*: stabilitas (stabil/ tidak), pengendalian (adekuat/tidak adekuat), echt/unecht,
dalam/dangkal, skala differensiasi (sempit/luas),arus emosi (biasa/lambat/cepat).
1. Afek
Afek appropriate/ serasi ( + ), afek in-appropriate/ tidak serasi( - ), afek tumpul (
- ), afek yang terbatas ( - ), afek datar( - ), afek yang labil ( - ).

2. Mood
Mood eutimik (+), mood disforik ( - ),mood yang meluap- luap (expansive mood) (
- ), mood yang iritabel ( - ), mood yang labil (swing mood) ( - ), mood meninggi
(elevated mood/ hipertim) ( - ), euforia ( - ), ectasy ( - ), mood depresi (hipotim) (-
), anhedonia ( - ), dukacita ( - ), aleksitimia (-), elasi ( - ), hipomania ( - ), mania( - ),
melankolia( - ), La belle indifference ( -), tidak ada harapan(-).
3. Emosi lainnya
Ansietas ( + ), free floating-anxiety ( +), ketakutan ( - ), agitasi ( - ), tension
(ketegangan) (-), panik ( - ), apati ( - ), ambivalensi ( - ), abreaksional (-), rasa malu
( - ), rasa berdosa/ bersalah( - ), kontrol impuls ( - ).
4. Gangguan fisiologis yang berhubungan dengan mood
Anoreksia ( - ), hiperfagia ( - ), insomnia ( - ), hipersomnia ( - ), variasi diurnal ( - ),
penurunan libido ( - ), konstipasi ( - ), fatigue( - ), pica ( -), pseudocyesis ( - ), bulimia
( - ).

Keterangan : *)Coret yang tidak perlu, ( ) diisi (+) atau (-)

D. Pikiran/ Proses Pikir (Thinking)


▪ Kecepatan proses pikir (biasa/cepat/lambat)
▪ Mutu proses pikir (jelas/tajam)

1. Gangguan Umum dalam Bentuk Pikiran


Gangguan mental ( - ), psikosis ( - ), tes realitas ( terganggu/ tidak ),gangguan pikiran
formal ( - ), berpikir tidak logis ( - ), pikiran autistic ( - ), dereisme ( - ), berpikir magis
( - ), proses berpikir primer ( - ).

2. Gangguan Sp Neologisme ( - ), word salad ( - ), sirkumstansialitas ( - ), tangensialitas


(-), inkohenrensia ( - ), perseverasi ( -), verbigerasi ( - ), ekolalia (-), kondensasi (-),
jawaban yang tidak relevan (-), pengenduran asosiasi (-), derailment (-), flight of ideas
(-), clang association (-), blocking (-), glossolalia (-), esifik dalam bentuk pikiran.

3. Gangguan Spesifik dalam Isi Pikiran


▪ Kemiskinan isi pikiran ( - ), Gagasan yang berlebihan ( - )
▪ Delusi/ waham
Waham bizarre ( - ), waham tersistematisasi ( - ), waham yang sejalandengan mood
(-), waham yang tidak sejalan dengan mood ( - ), wahamnihilistik ( -), waham
kemiskinan ( - ), waham somatik ( - ), wahampersekutorik ( - ), waham kebesaran
( - ), waham referensi ( -), thoughof withdrawal (-), though of broadcasting ( - ),
though of insertion ( - ), though of control ( - ), Waham cemburu/ waham
ketidaksetiaan ( - ), waham menyalahkan diri sendiri ( - ), erotomania ( - ),
pseudologia fantastika ( - ),waham agama ( - ).
▪ Idea of reference ( - )
Preokupasi pikiran ( - ), egomania ( - ), hipokondria ( - ), obsesi( - ), kompulsi ( -
), koprolalia ( - ), hipokondria (-), obsesi ( - ), koprolalia ( - ), fobia (-) noesis (
- ), unio mystica ( - ).

E. Persepsi

▪ Halusinasi
Non patologis: Halusinasi hipnagogik ( - ), halusinasi hipnopompik ( - ), Halusinasi
auditorik ( - ), halusinasi visual (-), halusinasi olfaktorik ( - ), halusinasi gustatorik (-),
halusinasi taktil ( - ), halusinasi somatik ( - ), halusinasi liliput ( - ), halusinasi sejalan
dengan mood ( - ), halusinasiyang tidak sejalan dengan mood ( - ), halusinosis ( - ),
sinestesia ( - ), halusinasi perintah (command halusination), trailing phenomenon ( - ).
▪ Ilusi ( - )

▪ Depersonalisasi ( - ), derealisasi ( - )

F. Mimpi dan Fantasi


▪ Mimpi : -
▪ Fantasi : -

G. Fungsi kognitif dan fungsi intelektual


a. Orientasi waktu (baik/ terganggu), orientasi tempat (baik/ terganggu), orientasi
personal (baik/ terganggu), orientasi situasi (baik/ terganggu).
b. Atensi (perhatian) ( + ), distractibilty ( - ), inatensi selektif ( -), hipervigilance (- ), dan
lain-lain
c. Konsentrasi (baik/terganggu), kalkulasi (baik/terganggu),
d. Memori (daya ingat) : memori jangka lama/ remote ( baik ), gangguan memori jangka
menengah / recent past (baik), gangguan memori jangkapendek/ baru saja/ recent (
baik ), gangguan memori segera/ immediate( - ). Amnesia ( - ), konfabulasi ( - ),
paramnesia ( - ).
e. Luas pengetahuan umum: baik/ terganggu
f. Pikiran konkrit : baik/ terganggu/ sulit dinilai
g. Pikiran abstrak : baik/ terganggu/ sulit dinilai
h. Kemunduran intelek : (Ada/ tidak), Retardasi mental (-), demensia (-),
pseudodemensia ( - ).

H. Dicriminative Insight*
▪ Derajat I (penyangkalan)
▪ Derajat II (ambigu)
▪ Derajat III (sadar, melemparkan kesalahan kepada orang/ hallain):
▪ Derajat IV ( sadar, tidak mengetahui penyebab)
▪ Derajat V (tilikan intelektual)
▪ Derajat VI (tilikan emosional sesungguhnya)

I. Discriminative Judgement : tidak terganggu

3.6 PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIC KHUSUS


LAINNYA
Tidak dilakukan pemeriksaan.

3.7 PEMERIKSAAN OLEH PSIKOLOG/PETUGAS SOSIAL LAINNYA(LAMPIRAN


HASIL PENILAIAN DI HALAMAN BELAKANG)
Tidak ada

3.8 IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Telah diperiksa Tn. I usia 56 tahun, jenis kelamin laki-laki, agama islam, pendidikan
terakhir D3, pekerjaan wiraswasta, dan status perkawinan belum menikah. Pasien kontrol
rutin di Poliklinik Dewasa RSJ Prof HB Saanin dengan keluhan sering merasa cemas yang
berlebihan yang dirasakan hampir setiap hari sejak 11 tahun yang lalu. Kejadian ini diawali
akibat pasien sering mengalami perundungan sejak SD-SMA. Ketika SMA pasien sering
cemas tak menentu dan merasakan dada berdebar-debar. Pada saat memasuki
perkuliahan, kecemasan pasien meningkat hingga pasien sulit tidur dan bermimpi buruk
yang mengakibatkan pasien lama menyelesaikan tugas akhirnya. Setelah tamat kuliah,
kecemasan dan gejala penyerta semakin buruk. Pasien sempat bekerja sebagai pegawai
kantoran selama 1 hari lalu mengundurkan diri dikarenakan kecemasan bahwa dirinya
tidak mampu menyelesaikan tugas dan tanggung jawab pekerjaan. Sehari- hari pasien
bekerja sebagai pemilik dan penjaga kedai. Ketika keluhan cemas tidak dapat dikurangi
dengan berolahraga, pasien akhirnya berobat ke Poliklinik Jiwa RSJ HB Saanin Padang
dan rutin kontrol serta minum obat hingga sekarang.

Pada pemeriksaan status mental didapatkan pasien penampilan rapi sesuai gender,
kesan dapat mengurus diri, sikap saat wawancara kooperatif, psikomotor normoaktif, arus
pembicaraan biasa, nada bicara, volume biasa, isi pembicaraan sesuai, penekanan pada
nada pembicaraan tidak ada dan spontanitas ada. Kontak psikis dapat dilakukan, lama dan
wajar, orientasi baik, afek sesuai dan mood hipotim. Proses pikir koheren, isi pikir tidak
ada waham, persepsi tidak ada halusinasi. Descriminative insight pasien derajat VI, dan
descriminative judgement tidak terganggu. Pada pemeriksaan internus dan neurologis
tidak ditemukan kelainan

3.9 FORMULASI DIAGNOSIS

Diagnosis Multiaxial
▪ Aksis I : F41.1 Gangguan Ansietas Menyeluruh
▪ Aksis II : Tidak ada gangguan
▪ Aksis III : Hipertensi
▪ Aksis IV : Tidak ada diagnosis
▪ Aksis V : GAF 80 - 71
Diagnosis Banding
Axis I F41.2 Gangguan Campuran Ansietas dan Depresi
3.10 DAFTAR MASALAH
▪ Organobiologik : Hipertensi
▪ Psikologis : Ansietas
▪ Lingkungan dan psikososial : Tidak ada

3.11 PENATALAKSANAAN
a. Psikoedukasi
b. Farmakologi
- Clozapine 1 x 12,5 mg
- Lorazepam 2 mg 1x1 (malam)
- Clobazam 10 mg 2x½ tab
- Fluoxetine 50 mg 1x1 (pagi)
- Amlodipin 1 x 10 mg

3.12 PROGNOSIS
Quo et vitam : bonam
Quo et fungsionam : dubia ad bonam
Quo et sanctionam : dubia ad bonam
BAB 4
DISKUSI

Seorang pasien laki-laki berusia 56 tahun datang pada tanggal 21 November


2023 ke poliklinik jiwa Rumah Sakit Jiwa Prof HB Saanin Padang dengan keluhan
sering merasa cemas yang berlebihan yang dirasakan hampir setiap hari sejak 41
tahun yang lalu. Keluhan disertai susah tidur pada malam hari, jantung berdebar –
debar, gelisah, berkeringat dingin, sering merasa sedih dan menangis. Keluhan cemas
ini menyebabkan pasien sulit dalam beraktivitas sehari-hari.
Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan perasaan cemas yang bermakna
serta menimbulkan suatu distress (penderitaan) dan disability (hendaya) dalam
kegiatan sehari-hari dan kehidupan sosial pasien, sehingga dapat disimpulkan bahwa
pasien ini mengalami gangguan jiwa. Hal ini sesuai dengan definisi gangguan jiwa
menurut WHO dimana didapatkan suatu kelompok gejala atau perilaku yang secara
klinis ditemukan bermakna dan disertai dengan distress dan yang berkaitan dengan
disfungsi atau hendaya.
Berdasarkan wawancara psikiatri dan pemeriksaan fisik, pada pasien tidak
ditemukan adanya demam tinggi, sakit berat, penurunan kesadaran, kejang ataupun
kelainan organik lainnya. Hal ini dapat menjadi dasar untuk menyingkirkan diagnosis
gangguan mental organik (F.0) pada pasien.5,24
Selain itu, pasien juga mengaku tidak pernah meminum alkohol ataupun
obat - obatan terlarang lainnya sehingga dapat menyingkirkan diagnosis gangguan
mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (F.1). 5,24
Berdasarkan wawancara psikiatri, pada pasien tidak didapatkan adanya
gangguan dalam kemampuan menilai realitas yang bermanifestasi sebagai
terganggunya kesadaran diri (awareness), daya nilai norma sosial (judgement), dan
terganggunya daya tilikan diri (insight). Selain itu tidak dapatkan isi pikiran pasien
yang bergema dalam dirinya, isi pikirannya dimasukin atau diambil dari luar dan isi
pikirannya tersiar. Pada pasien juga tidak didapatkan adanya waham baik waham
dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu, dipengaruhi, waham dirinya tidak berdaya
dan pasrah, dan pengalaman menerima mukjizat. Selain itu juga pasien tidak
didapatkan adanya halusinasi baik itu auditorik, visual, maupun taktil. Hal ini dapat
menjadi dasar untuk menyingkirkan diagnosis skizofrenia, skizotipal, dan gangguan
waham (F.2).5,24
Pasien mengaku tidak pernah mengalami fase sedih atau senang yang lebih
dari biasanya. Pada pasien juga tidak didapatkan gangguan suasana perasaan baik
berupa afek yang meningkat, disertai peningkatan dalam jumlah dan kecepatan
aktivitas fisik dan mental. Selain itu, pasien tidak didapatkan gejala depresi baik
gejala utama maupun gejala tambahan. Hal ini dapat menjadi dasar untuk
menyingkirkan diagnosis gangguan suasana perasaan (F.3).5,24
Berdasarkan wawancara psikiatri, didapatkan bahwa pasien mengeluhkan
cemas yang muncul hampir setiap hari secara bervariasi sejak pasien duduk di
bangku SMA yaitu sejak 41 tahun yang lalu. Beberapa gejala yang ada lainnya
seperti kecemasan susah tidur pada malam hari, sering merasa sedih dan menangis,
jantung berdebar - debar, gelisah, dan berkeringat. Karena keluhannya ini sudah
dirasakan lebih dari enam bulan, maka dapat digolongkan sebagai gangguan cemas
menyeluruh. Pasien juga mengaku kesulitan dalam melakukan beberapa aktivitas
sehari-harinya ketika terjadinya peningkatan kecemasan, akan tetapi dia tetap
berfungsi penuh secara sosial dengan baik ketika kecemasan itu tidak ada. Pasien
mengaku bahwa keluhan cemas dapat muncul kapan saja dan dimana saja. Oleh
karena itu, pada pasien ini ditegakkan diagnosis gangguan neurotik (F41.1) yaitu
gangguan cemas menyeluruh. 5,24
Pasien didiagnosis menggunakan sistem diagnostik multiaksial. Diagnosis
aksis I ditegakkan berdasarkan wawancara psikiatri dan pemeriksaan fisik dengan
pasien. Data ini menjadi dasar untuk mendiagnosis bahwa pasien menderita
gangguan cemas menyeluruh (F41.1). 5,24

Gangguan cemas menyeluruh merupakan perasaan cemas yang berat,


menetap, disertai dengan gejala somatik yang menyebabkan gangguan fungsi sosial
dan fungsi pekerjaan. Berdasarkan DSM-5, ada enam kriteria seseorang dapat
dikatakan memiliki gangguan cemas menyeluruh. Pertama, kecemasan dan
kegelisahan berlebih selama beberapa hari dalam kurun waktu enam bulan terakhir.
Kedua, kesusahan dalam mengontrol perasaan cemas dan gelisah. Ketiga, perasaan
cemas dan gelisah ini muncul dengan minimal tiga gejala lain, seperti merasa
tertekan, tubuh mudah merasa lelah, sulit berkonsentrasi, mudah marah, ketegangan
otot, dan gangguan tidur. Keempat, perasaan cemas, gelisah, dan simptom fisik
lainnya menyebabkan adanya gangguan dalam menjalani fungsi sosial dan
okupasional dalam kehidupan sehari-hari. Kelima, bukan disebabkan oleh medis.
Keenam, gangguan ini tidak dapat dijelaskan oleh kondisi gangguan mental
lainnya. Pada pasien ini, rasa cemas dan gelisah yang berlangsung hampir setiap hari
selama 41 tahun terakhir. Pasien juga sulit mengontrol perasaan cemas dan gelisah
serta terdapat beberapa gejala lainnya seperti merasa tertekan, tubuh mudah merasa
lelah, sulit berkonsentrasi, ketegangan otot, dan gangguan tidur. Pasien memenuhi
kriteria gangguan cemas menyeluruh sesuai kriteria DSM V maupun kriteria PPDGJ
III.5,7,13,24

Pada aksis II tidak ada diagnosis dikarenakan pada pasien didapatkan riwayat
tumbuh kembang saat masa kanak – kanak dan remaja baik, serta pasien mampu
menyelesaikan pendidikan sampai tamat D3. Hal ini menyingkirkan diagnosis
retardasi mental (F.70). Jenis kepribadian pada pasien ini belum ditemukan adanya
kelainan kepribadian pada pasien berdasarkan wawancara psikiatri dan pemeriksa
hanya bertemu dengan pasien sebanyak satu kali.
Pada aksis III berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik ditemukan
riwayat hipertensi sejak satu tahun yang lalu. Oleh karena itu, aksis III terdapat
diagnosis hipertensi.
Pada aksis IV, pasien mengaku sering ditindas oleh teman-teman sekolahnya
saat SD-SMA. Sejak saat itu pasien sering merasa cemas dan sulit untuk
mempertahankan hubungan sosial dengan orang lain. Oleh karena itu aksis IV
terdapat diagnosis masalah psikososial dan lingkungan
Pada aksis V, penilaian terhadap kemampuan pasien untuk berfungsi dalam
kehidupannya menggunakan skala Global Assessment of Functioning (GAF). Pada
saat dilakukan wawancara, skor GAF 80 - 71 (gejala sementara & dapat diatasi,
disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah, dll.).
Pada pasien juga dilakukan psikoterapi. Psikoterapi yang terpilih untuk
gangguan ini adalah Cognitive Behavioral Therapy (CBT). Terdapat beberapa
metode CBT, beberapa diantaranya yakni metode restrukturisasi, terapi relaksasi,
terapi bernapas, dan terapi interocepative. Inti dari terapi CBT adalah membantu
pasien dalam memahami cara kerja pemikiran otomatis dan keyakinan yang salah
dapat menimbulkan respon emosional yang berlebihan, seperti pada gangguan panik.
Terapi restrukturisasi, melalui terapi ini pasien dapat merestrukturisasi isi pikirannya
dengan cara mengganti semua pikiran-pikiran negatif yang dapat mengakibatkan
perasaan tidak menyenangkan yang dapat memicu serangan panikdengan pemikiran-
pemikiran positif. Terapi relaksasi dan bernapas dapat digunakan untuk membantu
pasien mengontrol kadar kecemasan dan mencegah hypocapnia ketika serangan
panik terjadi.
Pasien diberikan tatalaksana berupa psikoterapi suportif, psikoedukasi, dan
farmakoterapi. Pada pasien ini diberikan farmakologi dengan obat golongan
Benzodiazepine (Klobazam 10 mg 2x1/2). Jenis obat – obat golongan
Benzodiazepine ini adalah Diazepam, Klordiazepoksid, Lorazepam, Klobazam,
Bromazepam, Oksazolam, Klorazepat, Alprazolam dan Prazepam. Penggunaan obat
antiansietas haruslah melalui kontrol dari dokter secara ketat, penggunaan obat – obat
anti kecemasan dapat mengakibatkan beberapa efek samping. Pasien Denganriwayat
penyakit hati kronik, ginjal, dan paru haruslah diperhatikan pemakaian obat-obatan
ini. 5,7,13,24
Pada pasien ini diberikan Clozepine 1x12,5 mg. Clozepine adalah obat
antipsikotik atipikal yang termasuk dalam golongan obat antipsikotik. Obat ini
bekerja dengan mengubah aktivitas neurotransmitter di otak, khususnya dopamin dan
serotonin, yang berperan dalam mengatur suasana hati, pikiran, dan perilaku.
Clozepine digunakan untuk mengobati beberapa gangguan mental seperti
skizofrenia, bipolar, dan gangguan perilaku pada anak, serta dalam beberapa kasus,
dapat digunakan off-label untuk mengobati kondisi lain seperti gangguan cemas.
Pada pasien juga diberikan Fluoxetine 50 mg 1x1. Fluoxetin merupakan obat
antidepresan dari golongan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI). Obat ini
diberikan karena pasien didiagnosis dengan gangguan campuran ansietas dan
depresi. Serotonin diproduksi di dalam neuron presinaptik. Serotonin kemudian
masuk ke dalam vesikel, yang akan disimpan sampai diperlukan untuk
neurotransmisi. Setelah adanya stimulasi akson, serotonin dilepaskan menuju
intrasinaptik, serotonin berikatan dengan reseptor postsinap untuk memberikan efek
neurotransmisi. Mekanisme reuptake mengembalikan serotonin ke dalam sitoplasma
neuron presinaptik yang kemudian disimpan ke dalam vesikel. SSRI berfungsi untuk
mencegah serotonin terserap kembali ke dalam sitoplasma neuron presinaptik,
sehingga kadar serotonin di membran terminal saraf postsinaptik meningkat dan
gejala depresi berkurang.
Ada beberapa pertimbangan yang mempengaruhi prognosis pasien. Faktor-
faktor yang meringankan adalah adanya dukungan keluarga, motivasi yang kuat
(keinginan kuat yang ingin sembuh), dan tidak ada riwayat keluarga (keluarga pasien
tidak ada yang mengalami gangguan yang sama). Sedangkan faktor-faktor yang
memperberat adalah kambuh-kambuhan. Dari data tersebut dapat terlihat bahwa
daftar yang memperingan lebih banyak dibandingkan dengan yang memperberat
sehingga di prognosis dubia ad bonam, selain itu kasus ini tidak terdapat gangguan
psikosis yang dapat memperberat prognosis. 25-29
DAFTAR PUSTAKA

1. Nino F, Intern D. Health - United Nations Sustainable Development [Internet].


United Nations Sustainable Development. 2015.
2. Gupta K, Rokade V. Importance of Quality in Health Care Sector. Journal of
Health Management. 2016;18(1):84-94.
3. Riset Kesehatan Dasar. Situasi Kesehatan Jiwa di Indonesia. INFODATIN.
2019.
4. Soodan, S. and Arya, A. 2015. Understanding the Pathophysiology and
Management of the Anxiety Disorders. International Journal of Pharmacy &
Pharmaceutical Research, 4(3): 251-278
5. American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and statistical manual of
mental disorders (5th ed.). American Psychiatric Publishing.
https://doi.org/https://doi.org/10.1176/appi.books.9780890425596
6. United Kingdom Mental Health Foundation. 2019. Anxiety.
www.mentalhealth.org.uk/a-to-z/ a/anxiety
7. Redayanti P. Gangguan Cemas Menyeluruh. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G
(ed). Buku Ajar Psikiatri. Ed 3. 2017. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
8. Anxiety and Depression Association of America. (2015). Clinical practice
review for GAD. https://adaa.org/resources- professionals/practice-guidelines-
gad
9. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Kesehatan jiwa sebagai
prioritas global. https://www.kemkes.go.id/ article/print/394/kesehatan-
jiwasebagai-prioritas-global.html
10. United Kingdom Mental Health Foundation. (2019). Anxiety.
www.mentalhealth.org.uk/a-to-z/ a/anxiety
11. Harrison P, Cowen P, et al. Shorter Oxford textbook of psychiatry. 7th ed.
United Kingdom: Oxford University Press; 2018. p 163-169
12. Bandelow, B. and Michaelis, S. 2015. Epidemiology of Anxiety Disorders in
the 21st Century. Journal NCBI, Dialogues in Clinical Neuroscience, 17(3):
327-335.
13. Sadock B, Sadock V, Ruiz P. Kaplan and Sadock's Comprehensive Textbook
of Psychiatry. 10th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer; 2017.
14. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI . 2018. Hasil
Utama Riskesdas 2018. Diakses dari
https://www.kemkes.go.id/resources/download/info-terkini/hasilriskesdas
2018.pdf pada tanggal 2 Februari 2023.
15. ADWAS, Almokhtar A.; JBIREAL, J. M.; AZAB, Azab Elsayed. Anxiety:
Insights into signs, symptoms, etiology, pathophysiology, and treatment. East
African Scholars Journal of Medical Sciences, 2019, 2.10: 580-591.
16. Patriquin, M. A., & Mathew, S. J.2017. The neurobiological mechanisms of
generalized anxiety disorder and chronic stress. Chronic Stress, 1,
2470547017703993.
17. Munir S, Hughes J. Anxiety, Generalized Anxiety Disorder (GAD) [Updated
2017 Jun 24]. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2018.
18. Michopoulos, V., Powers, A., Gillespie, C. F., Ressler, K. J., & Jovanovic, T.
(2017). Inflammation in fear-and anxiety-based disorders: PTSD, GAD, and
beyond. Neuropsychopharmacology, 42(1), 254-270.
19. Craske, Michelle G., et al. Anxiety disorders. Nature Reviews: Disease Primers,
2017, 3.1.
20. Maren, S. & Holmes, A. Stress and fear extinction. Neuropsychopharmacology
41, 58–79 (2016).
21. Robinson, O. J. et al. Towards a mechanistic understanding of pathological
anxiety: the dorsal medial prefrontal–amygdala ‘aversive amplification’ circuit
in unmedicated generalized and social anxiety disorder. Lancet Psychiatry 1,
294–302 (2014).
22. Felger JC, Haroon E, Miller AH (2016). Inflammation and immune function:
mechanisms, consequences, and translational implications. In: Liberzon I,
Ressler KJ (eds). Neurobiology: From Brain to Mind. Oxford University Press:
New York, pp 239–263.
23. Sadock B, Sadock V, Ruiz P. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Sciences/clinical Psychiatry. 11th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer;
2015.
24. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
(PPDGJ-III). Gangguan Anxietas: Gangguan Cemas Menyeluruh. FK-Unika
Atmajaya : Jakarta; 2013. Hal. 74
25. Bystritsky, A., Sahib, S. K., Michael, E. C., et al. 2013. Current Diagnosis and
Treatment of Anxiety Disorders. Pharmacy and Therapeutics, 38(1): 41-44.
26. Bandelow B, Boerner J R, Kasper S, Linden M, Wittchen HU, Möller HJ. The
diagnosis and treatment of generalized anxiety disorder. Dtsch Arztebl Int. 2013
Apr;110(17):300-9; quiz 310. doi: 10.3238/arztebl.2013.0300. Epub 2013 Apr
26. PMID: 23671484; PMCID: PMC3651952.
27. Ströhle A, Gensichen J, Domschke K. The Diagnosis and Treatment of Anxiety
Disorders. Dtsch Arztebl Int. 2018 Sep 14;155(37):611-620. doi:
10.3238/arztebl.2018.0611. PMID: 30282583; PMCID: PMC6206399.
28. DeMartini J, Patel G, Fancher TL. Generalized Anxiety Disorder. Ann Intern
Med. 2019 Apr 2;170(7):ITC49-ITC64. doi: 10.7326/AITC201904020. PMID:
30934083.
29. Stephen M. Stahl. Essentials Psychopharmacology : The Prescriber’s Guide.
2005. United States America. New York. Cambridge University Press
LAMPIRAN

Lampiran 1. Kutipan Wawancara Psikiatri


Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 21 November 2023 di Poliklinik Jiwa RSJ Prof.
HB Saanin

Pertanyaan Jawaban Interpretasi

Selamat pagi pak, perkenalkan Saya Indra


saya dokter muda Zaki dan
Farhan, Nama Bapak siapa?
Maaf pak, Saya mengganggu Iya boleh..
waktunya, saya ingin bertanya
tentang penyakit bapak untuk
kepentingan pengobatan dan
riwayat penyakitnya, apakah
boleh pak?
Umur bapak berapa ya pak? Umur saya 56 tahun

Bapak sehari-hari Saya pemilik sekaligus


pekerjaannya apa pak? menjaga warung bersama
ibu saya
Pendidikan terakhir bapak apa, Saya tamat D3
pak? Manajemen
Bapak anak ke berapa? Anak ke 3 dari 5
bersaudara.
Bapak di rumah tinggal dengan Saya tinggal berdua
siapa saja pak? dengan ibu saya saja.
Apakah bapak sudah Belum, dok.
berkeluarga?
Kalau boleh tahu, keluhan Saya sering cemas dok. Gejala ansietas muncul
bapak sekarang apa ya, pak? Tiap cemas saya merasa sebagai gejala primer
berdebar-debar.
Apa yang bapak rasakan ketika Saya rasa gemetaran, Terdapat ketegangan
cemas? berdebar-debar, sakit motorik dan

1
kepala saat sedang overaktivitas motorik
cemas. Saya juga merasa
gelisah dan berkeringat
setiap kali cemas.
Kapan saja gejala tersebut Sebelum berobat, gejala
dirasakan, pak? dirasakan setiap hari dok.
Namun berkurang
gejalanya setelah minum
obat.
Bagaimana perasaan bapak
Saat pertama masuk ruang
sekarang? tunggu sedikit merasa
cemas, namun sekarang
sudah tidak dok.
Kenapa bapak merasa cemas? Saya cemas karena
banyak orang.

Kapan pertama kali muncul Pertama muncul saat


keluhan cemas ini pak? saya SMA dok

Kenapa bapak bisa cemas waktu Sewaktu SD-SMA saya


itu? sering di-bully, dok.
Setelah lulus SMA saya
sering merasa cemas
bahkan untuk hal-hal
kecil hampir setiap hari
dok.
Apa bapak langsung berobat Tidak dok, saya coba
waktu itu? menahannya saja dan
mencoba untuk
berolahraga untuk
mengurangi kecemasan,
baru berobat ke psikiater
setelah lulus kuliah, dok.
Apa saja obat yang diberi dokter Saya tidak ingat
waktu itu pak?
Apakah obat diminum rutin, Iya rutin, dok.
pak?
Apakah gejala berkurang setelah Saya tidak merasakan

2
minum obat, pak? perubahan yang
signifikan, dok, jadi
setahun setelah itu saya
berhenti ke psikiater,
dok.
Setelah kejadian itu bagaimana Saya berusaha
bapak menghadapi kecemasan mengurangi kecemasan
bapak? saya dengan berolahraga,
dok.
Setiap hari bapak merasa Iya, hampir setiap hari,
keluhan cemasnya pak? dok.
Biasanya gejala cemas bapak Tidak tau, muncul tiba- Gejala kecemasan dan
munculnya karena apa? tiba saja. Kadang karena sifat “free floating”
hal sepele misalnya
sendal putus, lalu tiba-
tiba saya merasa cemas
dan berdebar-debar.

Selain cemas, apakah bapak Saya tidak merasa Gejala kecemasan dan
sifat “free floating
merasakan kehilangan minat kehilangan minat dan
atau kehilangan semangat? semangat, dok. Namun
Apakah kecemasan bapak saya pernah bekerja di
mempengaruhi kinerja bapak? perusahaan selama satu
hari, lalu
mengundurkan diri
karena saya merasa
cemas tidak dapat
melakukan tanggung
jawab sebagai pegawai,
dok.
Apakah bapak mudah lelah Tidak ada
ketika bekerja sedikit atau

3
adakah rasa kehilangan
kegembiraan?
Apakah bapak ada Tidak ada kecuali obat
mengonsumsi obat-obatan lain? dari dokter jiwa dan
hipertensi saja
Apakah bapak ada penyakit lain Ada, tensi tinggi. Saya
? baru tahu sejak 1 tahun
lalu ketika kontrol disini,
dok
Bagaimana hubungan bapak Baik, tidak ada masalah
dengan ibu bapak?
Bagaimana hubungan bapak Tidak ada masalah
dengan keluarga yang lain?
Bagaimana hubungan bapak Baik, namun kurang
akrab.
dengan tetangga?

Apakah bapak mempunyai Punya dok, namun saya Gejala kecemasan dan
sifat “free floating”
keinginan untuk berkeluarga, merasa cemas dan sulit
pak? mempertahankan
hubungan karena
kecemasan saya, dok.
Baik mungkin segitu dulu ya
pak, terima kasih atas waktunya
pak. Jangan lupa rutin kontrol
dan minum obat ya pak. Terima
kasih pak.

4
Lampiran 3. Tulisan tangan pasien

Lampiran 4. Gambar pasien

Anda mungkin juga menyukai