Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PSIKOLOGI KLINIS

DEPRESI
Dosen Pengampu :  Sairah,M.Psi,Psikolog

Disusun Oleh :
Kelompok 7

1. Fenny Fadilah (198600372)


2. Puan Sri Maharani Rambe (208600106)
3. Prananda I. nasution (208600006)
4. Joe Erian Dinda Pratiwi (208600102)
5. Chandrika Dewi (208600020)
6. Harry Gusramli Rkt (188600157)
7. Sitituhfatus Saniyah Yusuf (208600067)

Fakultas Psikologi

Universitas Medan Area

2020/2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, tak lupa pula shalawat beriring salam kita haturkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW. Sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah tentang “Depresi”.

Dengan maksud penyelesaian makalah ini agar memenuhi tugas mata kuliah Psikologi
Klinis. Terima kasih saya ucapkan kepada ibu Sairah,M.Psi,Psikolog selaku dosen
pengampu materi.

Kami menyadari, bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna
baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, saya sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna menjadi acuan agar penulis bisa
menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.

Semoga makalah ini bisa menambah wawasan dan bisa bermanfaat untuk
perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Medan, 19 November 2021

Kelompok 7
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................4
A. Latar belakang..............................................................................................................4
B. Rumusan masalah............................................................................................................6
C. Tujuan............................................................................................................................7
BAB II.......................................................................................................................................7
PEMBAHASAN.......................................................................................................................7
A. Pengertian Depresi........................................................................................................7
B. MACAM – MACAM DEPRESI..................................................................................9
a. Gangguan Depresi Berat (Major Depressive Disorder).........................................9
1. Episode Tunggal Depresi Mayor..........................................................................9
b. Depresi Pasca Melahirkan.........................................................................................11
c. Gangguan Depresi Dengan Psikotik..........................................................................13
BAB III....................................................................................................................................14
PENUTUP...............................................................................................................................14
A. Kesimpulan..................................................................................................................14
DAFTAR PUSAKA................................................................................................................15
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Depresi dan gangguan suasana hati berhubungan dengan masalah kesehatan terbesar di
dunia. Banyaknya tekanan kehidupan, stres interpersonal dan penolakan sosial, menjadi
faktor risiko terbesar mengalami depresi (Slavich & Irwin, 2014). Depresi adalah suatu
kondisi seseorang merasa sedih, kecewa saat mengalami suatu perubahan, kehilangan,
kegagalan dan menjadi patologis ketika tidak mampu beradaptasi (Townsend, 2009). Depresi
merupakan suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang secara afektif, fisiologis, kognitif
dan perilaku sehingga mengubah pola dan respon yang biasa dilakukan (Stuart, 2009).

Penyebab yang mendasari depresi sulit dijelaskan karena sifat heterogen dari penyakit
berasal dari kelompok gejala dan etiologi yang berbeda. Depresi merupakangangguan
multifaktorial yang disebabkan faktor genetika, lingkungan, psikologis, dan biologis.
Beberapa mekanisme molekuler berperan dalam patogenesis depresi (CaballeroMartinez,
Leon-Vazquez, Paya-Pardo, & Diaz-Holgado, 2014; Lopresti, Hood, & Drummond, 2013).
Adanya interaksi dari maladaptif respon saraf, penolakan sosial, psikologis, dan fisiologis
dengan faktor kerentanan lainnya, riwayat depresi, stres kehidupan, faktor genetik, akan
meningkatkan resiko seseorang terhadap depresi (Slavich,O'Donovan, Epel, & Kemeny,
2010). Salah satu contohnya adalah Ketika seorang wanita dipenjara, dia akan mengalami
banyak tekanan, mereka juga mudah mengalami kesepian (Loneliness). Penjara menciptakan
perasaan ketakutan dan perasaan tidak enak karena asumsi buruk dan tekanan yang dialami
seperti pemukulan, penyiksaan, pelecehan seksual, kesehatan yang buruk dan fasilitas yang
sangat minim, selain itu ada stigma itu akan tetap melekat pada seseorang saat mereka keluar
dari penjara. Dampak psikologis yang cukup besar terhadap kesehatan mental dapat
menyebabkan terjadinnya depresi. (Hadi, Rosyanti, & Afrianty, 2018; Sukdiana, Rosyanti, &
Wijayati, 2016).

Major Depressive Disorder (MDD) merupakan penyakit heterogen ditandai dengan


perasaan depresi, anhedonia, perubahan fungsi kognitif, perubahan tidur, perubahan nafsu
makan, rasa bersalah yang terjadi selama dua minggu, digambarkan dengan hilangnya
ketertarikan atau kesenangan akan aktivitas yang biasa dilakukan. (Kendler, Gatz, Gardner, &
Pedersen, 2006; Krishnan & Nestler, 2011).

Diagnosis MDD memiliki lima gejala yang dialami selama 2 minggu yaitu hilangnya
minat, perasaan depresi, gangguan nafsu makan, gangguan berat badan, gangguantidur,
perubahan psikomotor, kehilangan energi, tidak berharga, rasa bersalah, gangguan
konsentrasi, keraguan dan pikiran tentang kematian atau bunuh diri. Perubahan Suasana hati
disertai kehilangan minat serta perasaan tidak berharga atau bersalah, menjadi syarat untuk
mendignosis MDD (Maletic et al., 2007).

Secara global MDD menjadi penyakit tertinggi kesehatan mental pada pasien jiwa rawat
inap dan rawat jalan (Ferrari et al., 2013). Prevalensi MDD sekitar 7% dari populasi,
Mendapat berbagai terapi, obat antidepresan, psikoterapi dan perawatan fisik, tetapi hanya
30% - 40% pasien yang merespon tindakan tersebut dan sebagian besar pasien mengalami
kegagalan, 1/3 dari pasien yang menjalani pengobatan, tetap mengalami gangguan
fungsional, menimbulkan masalahkualitas hidup, penderitaan, risiko kekambuhan dan bunuh
diri. (Rosenblat, McIntyre, Alves, Fountoulakis, & Carvalho, 2015; TorresSanchez, Perez-
Caballero, & Berrocoso, 2017).

Depresi pascamelahirkan biasanya terjadi pada 6 minggu pertama setelah melahirkan.


Jenis depresi ini sering dianggap sama dengan baby blues, padahal keduanya merupakan
kondisi yang berbeda. Baby blues umumnya dapat mereda dalam hitungan hari atau minggu,
sedangkan depresi pascamelahirkan bisa berlangsung selama beberapa minggu hingga
beberapa bulan setelah melahirkan.Depresi pasca melahirkan atau Postpartum depression
memiliki gejala-gejala dan faktor-faktor. Postpartum depression juga bisa di sembuhkan
dengan beberapa cara. Dan Postpartum depression ini juga dapat di cegah.

Depresi psikotik ditandai dengan gejala depresi berat yang disertai adanya halusinasi.
Penderita depresi jenis ini akan mengalami gejala depresi dan , yaitu melihat atau mendengar
sesuatu yang sebetulnya tidak nyata. Tipe depresi ini lebih banyak terjadi pada orang tua.
Meski begitu, orang yang masih muda pun bisa saja mengalaminya. Selain usia lanjut,
riwayat trauma psikologis yang berat di masa kecil juga dikatakan dapat meningkatkan risiko
seseorang untuk mengalami depresi psikotik.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang di maksud dengan depresi?
2. Apa penyebab depresi ?
3. Apa yang di maksud dengan depresi mayor episode tunggal ?
4. Apa saja ciri-ciri depresi mayor episode tunggal ?
5. Apa penyebab dan cara penanganan depresi mayor episode tunggal ?
6. Apa yang di maksud dengan depresi pasca persalinan ?
7. Apa saja ciri-ciri depresi pasca persalinan ?
8. Apa penyebab dan cara penanganan depresi persalinan ?
9. Apa yang dimaksud dengan depresi dengan psikotik ?
10. Apa saja ciri-ciri dari depresi dengan psikotik ?
11. Apa saja penyebab dan cara penanganan depresi dengan psikotik ?

C. Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk mengetahui apa itu gangguan depresi serta penyebabnya. Serta
untuk mengetahui apa itu depresi mayor episode tunggal, depresi pasca persalinan, depresi
dengan psikotik beserta penyebab, ciri-ciri dan cara penanganannya.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Depresi

Depresi adalah gangguan mood yang dikarakteristikkan dengan kesedihan yang intens,
berlangsung dalam waktu lama, dan mengganggu kehidupan normal. Depresi merupakan
problem kesehatan masyarakat yang cukup serius, penyakit ini mengenai 20% wanita dan
12% pria pada suatu waktu dalam kehidupan. World Health Organization (WHO)
menyatakan bahwa depresi berada pada urutan keempat penyakit di dunia pada tahun 2000.
Pada tahun 2020, depresi diperkirakan menempati urutan kedua penyakit di dunia. Sekarang
depresi merupakan penyakit kedua yang terjadi pada pria dan wanita umur 15-44 tahun.
Dengan semakin meningkatnya tekanan kehidupan semakin banyak orang-orang yang
menunjukkan gejala depresi, salah satu contohnya adalah maraknya kasus-kasus bunuh diri
yang dimuat di media massa.

Depresi merupakan gangguan mood berupa kesedihan yang intens, berlangsung dalam
waktu lama, dan mengganggu kehidupan normal yang insidennya semakin meningkat seiring
dengan meningkatnya tekanan hidup. Tahun 2020, depresi diperkirakan menempati urutan
kedua penyakit di dunia. Gejala-gejala depresi terdiri dari gangguan emosi, gangguan
kognitif, keluhan somatik, gangguan psikomotor, dan gangguan vegetatif. Salah satu gejala
depresi yang muncul adalah gangguan tidur yang bisa berupa insomnia, bangun secara tiba-
tiba, dan hipersomnia. Hal ini disebabkan oleh gangguan neurotransmiter dan regulasi
hormon. Selain sebagai gejala depresi, gangguan tidur juga bisa merupakan penyebab
depresi. Beberapa penelitian memberikan hubungan gangguan tidur dapat meningkatkan
risiko depresi di kemudian hari.

Gejala-gejala depresi terdiri dari gangguan emosi (perasaan sedih, murung, iritabilitas,
preokupasi dengan kematian), gangguan kognitif (rasa bersalah, pesimis, putus asa, kurang
konsentrasi), keluhan somatik (sakit kepala, keluhan saluran pencernaan, keluhan haid),
gangguan psikomotor (gerakan lambat, pembicaraan lambat, malas, merasa tidak bertenaga),
dan gangguan vegetatif (gangguan tidur, makan dan fungsi seksual). Ada beberapa faktor
penyebab depresi yaitu mulai dari faktor genetik sampai nongenetik dengan faktor-faktor
risiko seperti jenis kelamin, usia, status perkawinan, geografis, kepribadian, stresor sosial,
dukungan sosial, dan pekerjaan.

B. MACAM – MACAM DEPRESI

a. Gangguan Depresi Berat (Major Depressive Disorder)

Gangguan ini biasa disebut dengan gangguan depresi mayor. Menurut American
Psychiatric Association/APA gangguan depresif mayor digambarkan dengan hilangnya
ketertarikan atau kesenangan akan aktivitas yang biasa dilakukan. Gejala yang tampak
berupa: gangguan fungsi sosial dan aktivitas yang terjadi selama kurang lebih dua
minggu, tanpa adanya riwayat perilaku manik. Gangguan depresi mayor di diagnosis
berdasarkan pada munculnya satu atau lebih episode depresi mayor tanpa adanya
riwayat episode manic (berhubungan dengan maniak, seperti dalam fase manic dari
gangguan bipolar) atau hypomanic (mengacu pada keadaan maniak yang lebih ringan
atau kegirangan). Dalam episode depresi mayor, orang tersebut mengalami salah satu di
antara mood depresi (merasa sedih, putus asa, atau terpuruk) atau kehilangan minat/rasa
senang dalam semua atau berbagai aktivitas untuk periode waktu paling sedikit 2
minggu.
Orang dengan gangguan depresi mayor juga memiliki selera makan yang buruk,
kehilangan atau bertambah berat badan secara mencolok, memiliki masalah tidur atau
tidur terlalu banyak, dan menjadi gelisah secara fisik, atau yang pada situasi ekstrem
lainnya menunjukkan melambatnya aktivitas motorik mereka. Orang dengan depresi
mayor dapat kehilangan minat pada hampir semua aktivitas rutin dan kegiatan
senggang mereka, memiliki kesulitan dalam berkonsentrasi dan membuat keputusan,
memiliki pikiran yang menekan akan kematian, dan mencoba bunuh diri.
MDD adalah jenis gangguan mood yang paling umum didiagnosis. Berdasarkan
survei perwakilan nasional di Amerika Serikat, peneliti melaporkan tingkat prevalensi
seumur hidup untuk MDD sekitar 12% untuk pria, 21% untuk wanita, dan sekitar
16,5% secara keseluruhan (Conway et al., 2006; Forgeard et al., 2012; lihat Gambar
7.2). Hampir 8% orang dewasa AS saat ini menderita gangguan tersebut (Pusat Statistik
Kesehatan Nasional, 2012a).
1. Episode Tunggal Depresi Mayor
Episode-episode depresi mayor dapat berlangsung dalam jangka bulanan atau
satu tahun atau bahkan lebih (APA, 2000;USDHHS, 19991). Rata-rata orang dengan
depresi mayor dapat diperkirakan mengalami empat episode selama hidupnya (Judd,
1997). Orang yang terus memiliki simptom-simptom yang terus bertahan, banyak ahli
memandang depresi mayor sebagai suatu gangguan kronis,bahkan sepanjang hidup.
Dari sisi positifnya, semakin panjang periode kesembuhan depresi mayor, semakin
rendah risiko untuk kambuh di kemudian hari (Solomon dkk., 2000)

Faktor-Faktor Dalam Depresi Mayor.


Faktor-faktor yang meningkatkan risiko seseorang untuk mengembangkan depresi
mayor meliputi:
1. Usia (onset awal lebih umum terjadi pada dewasa muda daripada dewasa yang lebih
tua)
2. Status sosioekonomi (orang dengan taraf sosio ekonomi yang lebih rendah memiliki
risiko yang lebih besar dibanding mereka dengan taraf yang lebih baik)
3. Status pernikahan (orang yang berpisah atau bercerai memiliki risiko yang lebih tinggi
daripada orang yang menikah atau tidak pernah menikah).
4. Dan jenis kelamin (perempuan memiliki tingkat yang lebih tinggi).
Menurut (Klein et al., 2013) Orang dengan riwayat keluarga depresi berat dan
mereka yang memiliki riwayat pelecehan seksual pada masa kanak-kanak juga berisiko
lebih tinggi.
Faktor
1. riwayat keluarga atau pribadi atau penyalahgunaan obat
2. penyakit kronis
3. peristiwa kehidupan yang penuh stres (termasuk berkabung atau perceraian)
4. trauma
5. perubahan besar dalam hidup seperti perubahan pekerjaan atau kesulitan keuangan
6. kekerasan dalam rumah tangga
7. jenis kelamin wanita. Wanita memiliki kecenderungan hampir dua kali lipat lebih
besar daripada pria. Wanita lebih cenderung daripada pria untuk menghadapi faktor-
faktor kehidupan yang penuh tekanan seperti penganiayaan fisik dan seksual,
kemiskinan, orang tua tunggal, dan diskriminasi gender.
8. usia pertengahan. Onset awal lebih umum terjadi pada dewasa muda daripada dewasa
yang lebih tua
9. Status pernikahan. Orang yang berpisah atau bercerai memiliki risiko yang lebih tinggi
daripada orang yang menikah atau tidak pernah menikah
10. pendapatan rendah atau pengangguran. Orang dengan taraf sosioekonomi yang lebih
rendah memiliki risiko yang lebih besar dibanding mereka dengan taraf yang lebih baik
11. kecacatan.
12. faktor genetik. s-alel serotonin transporter promoter polymorphism (5-HTTLPR) plus
stress dikaitkan dengan peningkatan terjadinya depresi
13. ketergantungan alkohol masa lalu terkait dengan peningkatan risiko depresi berat

b. Depresi Pasca Melahirkan

Ibu Postpartum yang tidak berhasil nenyesuaikan diri dengan peran barunya akan
mengalami gangguan emosional seperti depresi pasca persalinan (DPP). Depresi pasca
persalinan (DPP) adalah suatu depresi yang ditemukan pada perempuan setelah
melahirkan, yang terjadi dalam waktu 4 (empat) minggu. Kondisi ini dapat berlangsung
hingga beberapa bulan. Faktor yang mempengaruhi terjadinya postpartum blues yang
apabila tidak ditangani akan menjadikan Depresi Post Partum, secara Internal menurut
Buuroughs, 1997) , yaitu :,
- umur ibu ketika menikah

- Umur ketika hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun,

- Pertama kali melahirkan/ primipara

- Kesiapan menerima anggota keluarga baru termasuk

- Pengetahuan atau ketrampilan merawat Bayi dan pendidikan.


Dan secara eksternal menurut (Rubin 1967 cit Bobak 2000) yaitu :

1. Dukungan keluarga
2. Dukungan Suami
3. Budaya/ kebiasaan masyarakat terkait persalinan
4. Status ekonomi
5. Informasi asuhan nifas dan riwayat asuhan nifas.

Depresi post partum bisa berdampak negative pada kesehatan ibu, anak dan keluarga.
Pada ibu yang mengalami depresi pasca persalinan, minat dan ketertarikan terhadap
bayinya kurang. Ibu sering tidak berrespon positif terhadap bayinya seperti pada saat
menangis, tatapan mata ataupun gerak tubuh. Akibat lanjut ibu yang mengalami DPP
tidak mampu merawat bayinya secara optimal termasuk malas menyusui.

Hasil penelitian factor internal dan Eksternal yang mempengaruhi depresi Postpartum
secara diskriptif adalah Sebagai berikut:

a. ibu saat melahirkan

Hasil penelitian ditemukan hanya 18.2% kelompok umur ibu saat Melahirkan berisiko
terjadi depresi dan sebanyak 89.5% kelompok umur ibu saat melahirkan sehat dan
normal.

b. Pekerjaan ibu

Hasil penelitian ditemukan pada ibu yang tidak bekerja terjadi depresi sebesar 45.5%
dan yang tidak depresi sebesar 54.5%. Berdasarkan terjadinya depresi ditemukan
sebesar 90.9% ibu tidak bekerja 9.1 % ibu yang bekerja.

c. Pendidikan ibu

Hasil penelitian ditemukan kasus depresi terjadi pada 72.7% pada responden dengan
pendidikan menengah dan hanya 27.3% pada responden dengan pendidikan dasar.

d. Umur ibu saat menikah

Hasil penelitian ditemukan bahwa frekuensi dan distribusi umur antara yang berisiko
dan tidak berisiko hampir sama. Pada kasus depresi ditemukan sebesar 45.5% pada
usia risiko dan 54.5% usia sehat.

e. Riwayat kehamilan
Hasil penelitian ditemukan bahwa kemungkinan terjadinya depresi dan tidak adalah
sama yaitu primigravida sebesar 36.4% dan multigravida sebesar 63.6%.

f. Riwayat persalinan

Hasil penelitian ditemukan hanya 18.2% ibu yang bersalin dengan tindakan
mengalami depresi.

g. Riwayat menyusui

Hasil penelitian ditemukan sebesar 72.7% ibu terjadi depresi pada ibu yang tidak
menyusui.

h. Riwayat pijat postpartum

Hasil penelitian ditemukan pada ibu yang tidak dipijat terjadi depresi sebesar 40% dan
60% tidak depresi.

i. keluarga

Hasil penelitian ditemukan ibu yang dukungannya kurang baik terjadi Depresi sebesar
54.5% dan ibu yang mendapatkan dukungan baik dan tidak depresi sebesar 89.5%

j. depresi postpartum

Kasus depresi postpartum pada penelitian ini ditemukan sebesar 36.7% dan tidak
depresi sebesar 63.3%.

c. Gangguan Depresi Dengan Psikotik


Depresi berat dapat memicu gejala psikotik, khususnya waham dan halusinasi.
Waham dan halusinasi yang muncul umumnya terkait dengan dosa dan perasaan bersalah.
Gejala ini akan bertambah berat jika tidak ada dukungan dari keluarga dan teman terdekat
(Dobsons & Dozois, 2008). Ada lebih dari dua pertiga pasien depresi di seluruh dunia yang
berpikiran untuk bunuh diri, dan 10-15 persen dari jumlah tersebut benar-benar menjalankan
pemikirannya. Sebagian individu dengan gangguan depresi malah tidak menyadari
depresinya dan tidak mengeluhkan suatu gangguan suasana perasaan tertentu. Meski
demikian, mereka menunjukkan aktivitas penarikan diri dari keluarga, teman, dan aktivitas
sosial yang sebelumnya mereka sukai (Kaplan & Sadock, 1997).

Penelitian ini fokus pada seorang subjek yang mengalami depresi. Kesimpulan
tersebut diperoleh lewat asesmen psikologi. Subjek dalam penelitian ini adalah seorang pria
berusia 34 tahun. Kondisi psikologis subjek memburuk setelah ditinggal menikah oleh
pacarnya dan tidak memiliki pekerjaan tetap. Subjek merasa semakin tidak mampu
mengendalikan pikiran-pikiran negatif yang muncul, seperti pikiran tentang rasa bersalah,
tidak punya masa depan, hingga pikiran bahwa dia sudah gila. Subjek juga terus mendengar
suara-suara yang mengatakan kalau dia orang yang berdosa dan tidak mampu apa-apa.
Pekerjaannya menjadi terbengkalai karena sering tidak fokus. Kesulitan tidur yang dialami
subjek juga semakin parah, hingga subjek tidak dapat tidur sama sekali. Jikapun bisa tidur,
subjek bangun dengan perasaan bersalah dan jantung berdetak sangat cepat. Selain itu,
pikiran bunuh diri semakin sering muncul pada diri subjek. Individu yang mengalami
gangguan depresi dapat dipulihkan dengan obat anti depresan dan terapi kognitif perilaku.
Terapi kognitif perilaku diarahkan kepada modifikasi fungsi pikir, merasa, dan bertindak
dengan menekankan peran otak dalam menganalisa, memutuskan, bertanya, berbuat, dan
memutuskan sesuatu.

Hal tersebut disebabkan adanya keyakinan bahwa manusia memilik potensi untuk
menyerap pemikiran yang rasional dan irasional, di mana pemikiran yang irasional akan
menyebabkan munculnya gangguan emosi dan tingkah laku. Subjek diharapkan dapat
mengubah perilaku negatifnya ke positif dengan mengubah status pikiran dan perasaan.
Terapi kognitif perilaku merupakan pendekatan terapeutik yang memodifikasi pikiran,
asumsi, dan sikap yang ada pada individu. Terapi kognitif perilaku pada dasarnya meyakini
bahwa pemikiran manusia terbentuk melalui proses rangkaian stimulus, kognitif, dan respon,
saling berkait dan membentuk semacam jaringan dalam otak manusia. Proses kognitif akan
menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa dan
bertindak. (Spiegler & Guevremont, 2010). Berdasarkan paparan tersebut, peneliti tertarik
menguji efektivitas terapi kognitif perilaku untuk mengurangi episode berat dengan gejala
psikotik.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Depresi merupakan perasaan atau emosi dengan komponen psikologis rasa
susah,murung, sedih, putus asa, dan tidak bahagia. Depresi dapat disebabkan oleh karena
kesukaransehari-hari, penyakit badaniah, dan konflik emosional. Gangguan depresi
dipengaruhi olehfaktor kognitif (yaitu proses berpikir yang keliru dan maladaptif) dan faktor
biologis yaitu berupa gangguan neurotransmitter (terutama serotonin) di otak dan genetik.
Pasien depresidapat memiliki gejala menarik diri (withdrawn depression) atau malah gelisah
(agitated depression). Gejala-gejala lain yang sering timbul pada pasien depresi adalah : tidak
bersemangat melakukan aktivitas sehari-hari, insomnia, iritabel, sulit
konsentrasi,menyalahkan diri sendiri, cepat lelah, kehilangan minat, perubahan nafsu makan,
tidak berdaya, putus asa, dan pada akhirnya bisa menjurus ke usaha untuk bunuh diri. Terapi
yangdapat diberikan untuk pasien depresi antara lain : medikamentosa antidepresan :
tricyclicantidepressant, SSRI (Serotonin Selective Reuptake Inhibitors), psikoterapi, dan
CognitiveBehaviour Therapy (CBT).
DAFTAR PUSAKA

Retrieved from http://etheses.uin-malang.ac.id/2157/6/08410173_Bab_2.pdf


Kurniawan, Y., & Sulistyarini, I. (2017). Terapi Kognitif Perilaku Untuk Mengurangi
Episode Depresi Berat. Philantrophy Journal of Psychology, 11.
Wahyuni, S., Murwati, M., & Supiati, S. (2014). FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL
YANG MEMPENGARUHI DEPRESI POSTPARTUM. Jurnal Terpadu Ilmu
Kesehatan, 7.
Wahyuni, SpKJ, d. S. (2018). simdos.unud.ac.id. Retrieved from
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/476875cf85ffab980623915ae
17d6883.pdf

Anda mungkin juga menyukai