Anda di halaman 1dari 25

NiMAKALAH

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Di Susun oleh:
Kelompok 1

1. Marwiya Anjar Sari 21120001


2. Afebteri Hawarsa. R 21120004
3. Andini 21120009
4. Cindy Pricilia 21120010
5. Dian Indriani 21120015
6. Jesica Mutiara Bintang 21120023
7. Nadila Dea Amanda 21120030
8. Padila Putri Salsabila 21120031
9. Ranti Safitri 21120037
10. Sella Suci Triani 21120045
11. Tia Amanda 21120051
12. Yeni Ambarwati 21120055

Dosen Pengampu: Apriyani, S.Kep,Ns.,M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, wr. Wb.

Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Karena
atas rahmat-Nya, penyusun dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Kegawatan Psikiatrik”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Gawat Darurat. Penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Penyusun berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca


dan memberikan gambaran mengenai Kegawatan Psikiatrik. Sehingga pembaca
dapat menggunakan makalah ini sebagai literatur pendukung dalam
pengembangan bidang ilmu selanjutnya. Penyusun menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun bahasanya, maka penyusun
mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
menjadikan makalah ini sebagai bahan literatur mengenai materi terkait. Aamiin.

Wassalamu’alaikum, wr. Wb.

Palembang, 08 Mei 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2

DAFTAR ISI...........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4

1.1 Latar Belakang.............................................................................................5


1.2 Rumusan Masalah........................................................................................5
BAB II TINJAUAN TEORI..................................................................................6
2.1 Pengertian.....................................................................................................6
2.2 Jenis-Jenis Triage.........................................................................................7
2.3 Klasifikasi dan Penentuan Prioritas.............................................................8
2.4 Tahap Triage..............................................................................................10
2.5 Ansietas dan Reaksi Panik.........................................................................11
2.6 Perilaku Kekerasan.....................................................................................13
2.7 Perilaku Bunuh Diri...................................................................................14
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................24

A. Kesimpulan................................................................................................24
B. Saran...........................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................25

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Instalasi rawat darurat (IRD) merupakan tempat yang penuh dengan
kesibukan dimana sindrom psikiatrik akut seringkali muncul dan menimbulkan
kesulitan dalam diagnostik dan manajemen. Ruang kedaruratan di rumah sakit
awalnya digunakan untuk mengatasi dan memberikan pelayanan segera pada
pasien dengan kondisi medis atau trauma akut. Peran ini kemudian meluas
dengan memberikan pelayanan segara pada tipe kondisi lain, termasuk pasien
yang mengalami kedaruratan psikiatri (Petit, 2004; Trent, 2013).
Kedaruratan psikiatri merupakan keadaan yang tak terduga dengan potensi
katastrophic, dengan demikian diharapkan praktisi kesehatan mental harus siap
untuk mengatasi krisis seperti keinginan bunuh diri, agitasi dan agresi, serta
keadaan confusional state. Berdasarkan data yang dikumpulkan pada tahun
2001, didapatkan 30% pasien dengan depresi unipolar, 26% psikosis, 20%
dengan penyalahgunaan zat, 14% bipolar, 4% gangguan penyesuaian, 3%
gangguan cemas, dan 2% dengan demensia. Sekitar 40 persen dari semua
pasien terlihat di ruang gawat darurat psikiatri memerlukan rawat inap.
Sebagian besar kunjungan terjadi selama jam malam, dan tidak ada perbedaan
antara hari, minggu, bulan, atau tahun (Allen et al., 2002; Sadock and Sadock,
2010).
Banyak penyakit medis umum yang memberikan gejala gangguan perilaku
dan dapat menyebabkan perubahan dalam berpikir dan mood. Berbagai gejala
tersebut menyebabkan peningkatan keterlibatan psikiatri dalam pelayanan
kedaruratan. Saat ini juga telah banyak pasien dengan alasan medis yang datang
dengan ciri-ciri kepribadian dan mekanisme koping yang maladaptif yang dapat
mempersulit penatalaksanaan medisnya. Dalam semua situasi ini, peran
psikiater sebagai konsultan dan penghubung dapat menjadi sangat penting
dalam memfasilitasi perawatan yang tepat. Psikiater hendaknya mampu dalam
mengelola pasien yang mengalami kegawatdaruratan, mengelola masalah
sistem rumah sakit, informasi tentang penyakit medis dan psikiatris, terampil
dalam konflik resolusi, etis dan legal tentang tanggung jawab untuk keamanan
pasien, dan mampu melayani sebagai pemimpin tim yang bisa terjun langsung
dalam krisis (Riba, et al., 2010).
Secara keseluruhan, kedaruratan psikiatri merupakan bidang yang masih
terus berkembang. Klinisi diharapkan memiliki kemampuan atau keahlian pada
consultation-liaison psychiatry, manajemen krisis, brief psychotherapy, risk
assessment dan pengetahuan yang luas mengenai pengobatan, sistem pelayanan
rumah sakit dan kesehatan, serta psikiatri secara umum. (Riba et al., 2010)
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kegawatdaruratan psikiatrik?

4
2. Apa saja jenis-jenis triase kegawatdaruratan psikiatrik?
3. Apa saja klasifikasi dan penentuan prioritas pada kegawatdaruratan
psikiatrik?
4. Apa pengertian dari Ansietas?
5. Apa pengertian dari Perilaku kekerasan?
6. Apa pengertian dari perilaku bunuh diri?

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 PENGERTIAN
Triage berasal dari bahasa Perancis yaitu “trier” yang berarti memilih/
penentuan warna prioritas. Triage merupakan suatu sistem seleksi dan
pemilihan pasien untuk menentukan tingkat kegawatan dan prioritas
penanganan pasien (DepKes RI, 2005). Lebih lanjut triage didefinisikan
sebagai suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan satu cara
yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta
fasilitas yang paling efisien dengan tujuan untuk memilih atau
menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan dan
memprioritaskan penanganannya berdasarkan kriteria masalah kesehatan
dengan pemilihan penempatan warna (Omanat al., 2018).
McGuire et al., (2016), menyatakan bahwa triage bagian metode
tindakan kegawatdaruratan pada pasien berdasarkan pemilihan warna sesuai
dengan kebutuhan dasar patologis dan kesehatan pasien. didalam triase
mengutamakan perawatan pasien berdasarkan gejala. Perawat triase
menggunakan ABCD keperawatan seperti jalan nafas, pernapasan dan
sirkulasi, serta warna kulit, kelembaban, suhu, nadi, respirasi, tingkat
kesadaran dan inspeksi visual untuk luka dalam, deformitas kotor dan memar
untuk memprioritaskan perawatan yang diberikan kepada pasien di ruang
gawat darurat. Perawat memberikan prioritas pertama untuk pasien gangguan
jalan nafas, bernafas atau sirkulasi terganggu. Pasien-pasien ini mungkin
memiliki kesulitan bernapas atau nyeri dada karena masalah jantung dan
mereka menerima pengobatan pertama. Pasien yang memiliki masalah yang
sangat mengancam kehidupan diberikan pengobatan langsung bahkan jika
mereka 12 diharapkan untuk mati atau membutuhkan banyak sumber daya
medis (Bielen & Demoulin, 2017). Triage pasien IGD didefinisikan
diberlakukan system prioritas, prioritas adalah penentuan/penyeleksian mana
yang harus didahulukan mengenai penanganan yang mengacu pada tingkat
ancaman jiwa yang timbul dengan seleksi pasien berdasarkan ancaman jiwa
yang dapat mematikan dalam hitungan menit, dapat mati dalam hitungan jam,
trauma ringan sudah meninggal. (Depkes RI, 2015).
6
2.2 Jenis-jenis Triase

Menurut (Addiarto, W. Dan Wahyusari, S., 2018) yang terdiri dari:

1. Triase di tempat (Triase 1)


Merupakan pemilihan korban bencana yang dilakukan di tempat korban
ditemukan atau pada tempat penampungan yang dilakukan oleh tim pertolongan
pertama atau tenaga Kesehatan gawat darurat. Triase ditempat mencakup
pemeriksaan, klasifikasi, pemberian tanda dan pemindahan korban ke pos medis
lanjutan.
2. Triase medis (triase dua)
Triase ini dilakukan saat korban memasuki pos medis lanjutan oelh tenagamedis
yang berpengalaman (sebaiknya dipilih dari perawat atau dokter yang dengan
pelatihan PPGD). Tujuan triase medis adalah menentukan tingkat perawatan yang
dibutuhkan oleh korban.
3. Triase evakuasi (triase tiga)
Merupakan triase yang dilakukan tenaga kesehatan di pos medis lanjutandengan
berkonsultasi dengan Pos Komando dan Rumah Sakit tujuan berdasarkan kondisi
korban, yang mana akan membuat keputusan korbanmana yang harus dipindahkan
terlebih dahulu, rumah sakit tujuan, jeniskendaraan dan pengawalan yang akan
dipergunakan

7
2.3 Klasifikasi dan Penentuan Prioritas

Penggolongan atau sistem klasifikasi triage dibagi menjadi beberapa Level perawatan.
Level keperawatan didasarkan pada tingkat prioritas, Tingkat ketakutan, dan klasifikasi
triage.
a) Klasifikasi keperawatan triage
Klasifikasi triage dibagi menjadi tiga Ketiga prioritas tersebut adalah emergency,
urgent, dan nonurgent. Menurut Comprehensive Speciality Standart, ENA (1999)
ada beberapa
hal yang perlu dipertimbangkan pada saat melakukan triage.
Pertimbangan tersebur didasarkan pada keadaan fisik,psikososial, dan tumbuh
kembang. Termasuk, mencakup segala bentuk gejala ringan, gejala berulang, atau
gejala peningkatan. Berikut klasifikasi pasien dalam sistem triage (Kartikawati
2014).
1) Gawat darurat (Prioritas 1: P1)
Gawat darurat merupakan keadaan yang mengancam Nyawa, dimana psien
membutuhkan tindakan segera. Jika
Tidak segera diberi tindakan, pasien akan mengalami
Kecacatan. Kemungkinan paling fatal, dapat menyebabkan Kematian.
Kondisi gawat darurat dapat disebabkan adanya gangguan ABC dan/atau
mengalami beberapa gangguan lainnya. Gangguan ABC meliputi jalan
napas, pernapasan, dan Sirkulasi. Adapun kondisi gawat darurat yang tidak
dapat Berdampak fatal, seperti gangguan cardiacarrest, trauma Mayor
dengan pendarahan, dan mengalami penurunan Kesadaran.
2) Gawat tidak darurat (Prioritas 2: P2)
Klasifikasi yang kedua, kondisi gawat tidak gawat. Pasien yang memiliki
penyakit mengancam nyawa, namun keadaannya tidak memerlukan
tindakan gawat darurat dikategorikan di prioritas 2. Penanganan bisa
dilakukan dengan tindakan resusitasi. Selanjutnya, tindakan dapat
diteruskan dengan memberikan rekomendasi ke dokterspesialis sesuai
penyakitnya. Pasien yang termasuk kelompok P2 antara lain penderita
kanker tahap lanjut. Misalnya kanker serviks, sickle cell, dan banyak
penyakit yang sifatnya mengancam nyawa namun masih ada waktu untuk
penanganan.
8
3) Darurat tidak gawat (Prioritas 3: P3)
Ada sitasi dimana pasien mengalami kondisi seperti P1 dn P2. Namun, ada
juga kondisi pasien darurat tidak gawat. Pasien P3 memiliki penyakit yang
tidak mengancam Nyawa, namun memerlukan tindakan darurat. Jika pasien
P3 dalam kondisi sadar dan tidak mengalami gangguan ABC, maka psien
dapat ditindaklanjuti ke poliklinik. Pasien Dapat diberi terapi definitif,
laserasi, otitis media, fraktur Minor, atau tertutup, dan sejenisnya
4) Tidak gawat tidak darurat (Prioritas 3: P3)
Klasifikasi triage ini adalah yang paling ringan diantara Triage lainnya.
Pasien yang masuk kekategori P4 tidak Memerlukan tindakan gawat
darurat. Penyakit P4 adalah Penyakit ringan. Misalnya, penyakit panu, flu,
batuk-pilek, Dan gangguan seperti demam ringan.
b) Klasifikasi tingkat prioritas
Klasifikasi triage dari tingkat keutamaan atau prioritas, dibagi Menjadi 4 kategori
warna. Dalam dunia keperawatan klasifikasi Prioritas ditandai dengan beberapa
tanda warna. Tanda warna Tersebut mayoritas digunakan untuk menentukan
pengambilan Keputusan dn tindakan.
Prioritas pemberian warna juga dilakukan untuk memberikan Penilaian dan
intervensi penyelamatan nyawa. Intervensi biasa Digunakan untuk mengidentifikasi
injury. Mengetahui tindakan Yang dilakukan dengan cepat dan tetap memberikan
dampak signifikan keselamatan pasien. Hal ini disebut dengan intervensi
live saving, Intervensi live saving biasanya dilakukan sebelum
menetapkan kategori triage. Intervensi live saving umunya
digunakan dalam praktik lingkup responden dan harus disertai
persiapan alat-alat yang dibutuhkan. Sebelum ke tahap
intervensi, berikut ada beberapa warna yang sering digunakan
untuk triage.
1. Merah
Warna merah digunakan untuk menendai pasien yang harus
segera ditangani atau tingkat prioritas pertama. Warna merah menandakan
bahwa pasien dalam keadaan mengancam jiwa yang menyerang bagian
vital. Pasien dengan triage merah memerlukan tindakan bedah dan resusitasi
sebagai langkah awal sebelum dilakukan tindakan lanjut, seperti operasi
atau pembedahan
9
2. Kuning
Pasien yang diberi tanda kuning juga berbahaya dan harus Segera ditangani.
Hanya saja tanda kuning menjadi tingkat
Prioritas kedua setelah tanda merah. Dampak jika tidak Segera ditangani
akan mengancam fungsi vital organ tubuh Bahkan mengancam nyawa.
Misalnya, pasien yang Mengalami luka bakar tingkat 11 dan 111 kurang
dari 25% Mengalami trauma thorak, trauma bola mata, dan laserasi Luas.
Adapun yang termasuk prioritas kedua, diantaranya Terjadinya luka bakar
pada daerah vital, seperti kemaluan dan Airway. Selain itu, terjadinya luka
dikepala atau subdural Hematom yang ditandai dengan muntah. Pendarahan
bisa Juga terjadi dibagian tertentu, seperti ditelinga, mulut, dan Hidung.
Penderita subdural hematom memiliki kecepatan nadi kurang 60 kali per
menit, napas tidak teratur, lemah, refleks, dan kurang menerima rangsangan.
3. Hijau
Warna hijau merupakan tingkat prioritas ketiga. Warna hijau
Mengisyaratkan bahwa pasien hanya perlu penanganan dan Pelayanan biasa.
Dalam artian, pasien tidak dalam kondisi Gawat darurat dan tidak dalam
kondisi terancam nyawanya. Pasien yang diberi prioritas warna hijau
menandakan bahwa Pasien hanya mengalami luka ringan atau sakit ringan,
Misalnya luka superfisial. Penyakit atau luka yang masuk ke Prioritas hijau
adalah fraktur ringan disertai perdarahan. Pasien yang mengalami benturan
ringan atau laserasi, Histeris, dan mengalami luka bakar ringan jugs masuk
ke Prioritas ini.
4. Hitam
Warna hitam digunakan untuk pasien yang memiliki Kemungkinan hidup
sangat kecil. Biasanya, pasien yang Mengalami luka atau penyakit parah
akan diberikan tanda Hitam. Tanda hitam juga digunakan untuk pasien yang
belum Ditemukan cara menyembuhkannya. Salah satu hal yang Dapat
dilakukan untuk memperpanjang nyawa pasien adalah Dengan terapi
suportif.
Warna hitam juga diberikan kepada pasien yang tidak Bernapas setelah
dilakukan intervensi live saving. Adapun Yang termasuk kategori prioritas
warna hitam antara Lainpasien yang mengalami trauma kepala dengan otak
Keluar, spinal injury, dan pasien multiple injury Dari keempat klasifikasi
10
berdasarkan prioritas di atas, berikut adalah kriteria pemberian warna
berdasarkan tingkat kegawatdaruratan pasien
c) Klasifikasi berdasarkan tingkat kedaruratan triage
Klasifikasi berdasarkan tingkat kedaruratan triage memiliki arti Penting sebagai
proses mengkomunikasikan kegawatdaruratan Di UGD. Perawat melakukan kajian
dan mengumpulkan data Secara akurat dan konsisten, ada dua cara yang biasa
dilakukan. Pertama, secara validitas. Validitas merupakan tingkat akurasi Sistem
kedaruratan. Validitas diakukan untuk mengetahui Tingkatan triage dan
membedakan tingkat kedaruratan sesuai Standar. Kedua, reabilitas, perawat yang
menangani pasien sama Dan menentukan tingkat kedaruratan yang sama pula.
Kedua Cara tersebut sering digunakan untuk menganalisis dan Menentukan
kebijakan untuk pasien yang dirawat di UGD.
d) Klasifikasi berdasarkan tingkat keakutanMenurut (Mardalena, 2019) klasifikasi
triage berdasarkan Tingkat keakutan dibagi kedalam lima tingkatan, sebagai
Berikut:
1. Kelas I
Kelas satu meliputi pasien yang masih mampu menunggu lama tanpa
menyebabkan bahaya dan tidak mengancam nyawa. Misalnya, pasien
mengalami memar minor.
2. Kelas II
Pasien termasuk kelas dua adalah penyakit ringan, yang tidak
Membahayakan diri pasien. Misalnya flu, demam biasa, atau Sakit gigi.
3. Kelas III
Pasien yang berada di kelas tiga, pasien berada dalam kondisi Semi
mendesak. Pasien tidak mampu menunggu lebih lama. Pasien hanya mampu
menunggu kurang lebih selama dua Jamsebelum pengobatan. Misalnya
pasien yang mengalami Otitis media.
4. Kelas IV
Adapun pasien yang tidak mampu menahan kurang dari dua Jam
dikategorikan pasien kelas 1V. Pasien hanya mampu Bertahan selama
pengobatan, sebelum ditindak lanjuti. Pasien kelas 1V ini termasuk urgent
dan mendasar. Misalnya, Pasien penderita asma, fraktur panggul, laserasi
berat
5. Kelas V
11
Pasien yang berada di kelas gawat darurat adalah pasien Gawat darurat.
Apabila pasien diobati terlambat, dapat Menyebabkan kematian yang
termasuk kelas lima adalah Syok, henti jantung, dan gagal jantung.

2.4 Tahapan Triase

2.5 Ansietas dan Reaksi Panik

Definisi
Masalah psikiatri yang sering terjadi di Amerika Serikat adalah gangguan anxietas
(kecemasan). Gangguan anxietas merupakan perasaan kekhawatiran yang tidak jelas,
berkaitan dengan respon emosional terhadap sesuatu (Stuart, 2012). Gangguan anxietas ini
dapat mengganggu kehidupan sehari-hari (Videbeck, 2011).
Menurut Bystritsky, et al., gangguan anxietas termasuk kondisi kesehatan mental
yang paling umum, meskipun kurang terlihat seperti skizofrenia, depresi atau gangguan
bipolar, tetapi bisa sama-sama melumpuhkan. Sedangkan menurut Simpson, et al.
Gangguan anxietas didefinisikan dengan kekhawatiran yang berlebihan,
hiperarousal, ketakutan yang kontraproduktif dan melemahkan, yang mana gangguan
anxietas ini termasuk kondisi kejiwaan yang paling umum di negara barat.
Gangguan anxietas merupakan salah satu gangguan yang paling umum terjadi yang
berkaitan dengan mental, emosional dan perilaku. Gangguan anxietas ditandai dengan
kecemasan yang berlebihan dan tidak realistis mengenai suatu hal (Soodan and Arya,
2015).
Studi epidemiologi terbaru memberikan bukti bahwa gangguan anxietas menjadi
gangguan dengan frekuensi tinggi pada populasi umum di seluruh dunia (Soodan and Arya,
2015).
Banyak faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan gangguan anxietas.
Faktor resiko tersebut meliputi riwayat keluarga, kejadian yang menegangkan, khawatir
yang berlebihan, overprotektif, wanita yang tidak menikah atau tidak bekerja, serta
kesehatan fisik atau mental yang buruk (Meng and Arcy, 2012).
Sebagian besar pasien gangguan anxietas merupakan pasien rawat jalan, sehingga
mungkin menerima perawatan yang kurang maksimal dari para psikiater dibanding dengan
pasien gangguan lain yang membutuhkan pengobatan rawat inap seperti skizofrenia atau
gangguan bipolar (Bandelow and Michaelis, 2015).

Penyebab ( Menurut Buku SDKI ( Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia ))


1. Krisis situasional
2. Kebutuhan tidak terpenuhi
3. Ancaman terhadap konsep diri
4. Ancaman terhadap kematian
5. Kekhawatiran mengalami kegagalan
6. Hubungan orang tua dan anak tidak memuaskan

12
7. Faktor keturunan
8. Penyalahgunaan zat
9. Kurang terpapar informasi
10. Terpapar bahaya lingkungan
11. Disfungsi sistem keluarga
Tanda Gejala ( Menurut Buku SDKI ( Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia ))
1. Merasa bingung
2. Merasa khawatir
3. Sulit berkonsentrasi
4. Mengeluh pusing
5. Anoreksia
6. Merasa tidak berdaya
7. Frekuensi nafas meningkat
8. Tampak gelisah
9. Tampak tegang
10. Sulit tidur
11. Tremor
12. Muka tampak pucat
13. Suara bergetar
14. Kontak mata buruk
15. Sering berkemih

Gejala Klinis
Berdasarkan kriteria DSM-IV-TR, gangguan anxietas dibagi menjadi beberapa tipe
(Baldwin, et al., 2014), yaitu:

1. Generalized Anxiety Disorders (GAD)


GAD merupakan perasaan cemas yang berat, menetap, disertai dengan gejala
somatik yang menyebabkan gangguan fungsi sosial dan fungsi pekerjaan (Locke, et al.,
2015). Kriteria diagnostik untuk GAD membutuhkan setidaknya gejala persisten
hampir setiap hari selama minimal 6 bulan. Kecemasan atau kekhawatiran disertai
dengan setidaknya 3 gejala psikologis atau fisiologis. Gejala psikologi seperti
kecemasan yang berlebihan. kekhawatiran yang sulit dikontrol, gelisah, konsentrasi
rendah atau pikiran kosong. Gejala fisik meliputi kegelisahan, kelelahan, ketegangan
otot, gangguan tidur, dan iritabilitas (DiPiro, et al., 2009).

2. Panic Disorders (PD)


Gejala untuk panic disorders biasanya dimulai dengan serangkaian serangan panik
yang tak terduga (Locke, et al., 2015). Kriteria diagnostiknya diikuti oleh setidaknya
kekhawatiran yang berlangsung selama 1 bulan terus-menerus. Selama terjadi serangan,
harus ada setidaknya 4 gejala fisik, ditambah dengan gejala psikologi. Gejala psikologi
seperti depersonalisasi, takut kehilangan kontrol, takut menjadi gila, serta takut mati.
Sedangkan gejala fisik seperti distress abdominal, nyeri dada, menggigil, pusing, hot
flushes, palpitasi, mual, sesak napas, berkeringat, takikardia, dan gemetar (DiPiro, et
13
al., 2009).

3. Social Anxiety Disorders (SAD)


Ciri penting dari SAD adalah rasa takut yang intens, irasional, dan terusmenerus.
Ketika berada dalam situasi yang ditakuti biasanya memicu serangan panik. Ketakutan
dan penghindaran terhadap suatu situasi dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
Gejala takut seperti takut diteliti orang lain, malu, serta takut dihina. Situasi yang
menakutkan seperti makan atau menulis di depan orang lain, berinteraksi dengan figur
otoritas, berbicara di depan umum, berbicara dengan orang asing, dan penggunaan
toilet umum. Gejala fisik meliputi wajah memerah, diare, berkeringat, takikardia, dan
gemetar (DiPiro, et al., 2009).

4. Post-traumatic Stress Disorders (PTSD)


Dalam PTSD, kejadian trauma dapat menyebabkan rasa takut yang intens, tidak
berdaya, atau horor. Penderita disebut PTSD apabila memiliki setidaknya satu gejala
reexperiencing, tiga gejala avoidance yang persisten, dan dua gejala hiper-arousal.
Gejala dari setiap kategori harus lebih dari 1 bulan dan menyebabkan distress atau
gangguan yang signifikan (DiPiro, et al., 2009). Gejala reexperiencing seperti kenangan
berulang yang menyebabkan trauma, mimpi yang berulang, merasa bahwa peristiwa
trauma kembali terulang, reaksi fisiologis terhadap pengingat trauma. Gejala avoidance
seperti menghindari percakapan tentang trauma, menghindari pemikiran tentang
trauma, menghindari aktivitas yang dapat mengingatkan terhadap suatu kejadian,
menghindari orang atau tempat yang membangkitkan ingatan trauma, ketidakmampuan
untuk mengingat aspek penting dari trauma, anhedonia. Gejala hyperarousal yaitu
konsentrasi menurun, mudah kaget, insomnia, dan iritabilitas (DiPiro, et al., 2009).

5. Agoraphobia
Yaitu ketakutan akan tempattempat yang bisa membuatnya merasa malu yang akan
memicu serangan panik. Gangguan ini penderitanya akan menghindari berbagai situasi
yang mungkin menyebabkan panik seperti ketika bertemu orang banyak, angkutan
umum, atau ruang tertutup misalnya lift. Penderita agoraphobia biasanya hanya akan
mengurung diri di rumah karena takut berada di tempat umum dan ruang terbuka
(Bandelow, et al., 2017).

6. Specific Phobia
Merupakan gangguan fobia yang terbatas pada situasi tertentu, biasanya meliputi
ketakutan terhadap hewan (misalnya kucing, laba-laba atau serangga), atau fenomena
alam (misalnya darah, ketinggian dan kedalaman air). Penderita yang mengalami
gangguan ini akan menghindari objek-objek yang ditakuti (Bandelow, et al., 2017).

Sumber : Jurnal ANXIETAS Disorder and Panic oleh H VILDAYANTI 2018

14
.

15
16
2.6 Prilaku Kekerasan

2.7 Prilaku Bunuh Diri

17
Tujuan
Diagnosis Intervensi Keperawatan
No Tujuan Umum
(SDKI) Tujuan Khusus (SIKI)
(SLKI)
1. Kode :D. 0080 Kode : L.09093 Kode : I.09326
Ansietas Tingkat Ansietas Kriteria Meningka Cukup Sedan Cukup Menurun Terapi Relaksasi
Hasil Meningka Menuru
Definisi : Verbalisasi t1 t2 g3 n4 5 Definisi :
Kondisi emosi kebingungan Menggunakan teknik
Verbakisasi 1 2 3 4 5
dan pengalaman khawartir peregangan untuk mengurangi
subyektif akibat tanda dan gejala
terhadap objek kondisi yang
ketidaknyamanan seperti nyeri,
dihadapi
yang tidak jelas Perilaku 1 2 3 4 5 ketegangan otot, atau
dan spesifik, gelisah
kecemasan.
Perilaku 1 2 3 4 5
akibat antisipasi tegang
bahaya yang Konsentrasi 1 2 3 4 5
Observasi
Pola tidur
memungkinkan 1 2 3 4 5

individu  Identifikasi tingkat


melakukan penurunan energi
tindakan untuk  Identifikasi teknik
menghadapi relaksasi yang pernah
ancaman. digunakan
 Periksa ttv
 Monitor respon terhadap
Setelah terapi relaksasi
dilakukannya
tindakan Teraupetik
keperawatan,  Ciptakan lingkungan
tingkat ansietas tenang dengan
menurun. pencahayaan dan suhu
yang nyaman
 Gunakan pakaian
longgar
 Gunakan nada suara
lembut

18
 Gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang

Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
manfaat relaksasi
yang tersedia
 Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih
 Anjurkan mengambil
posisi nyaman
 Anjurkan sering
mengulangi teknik
relaksasi yang dipilih
 Demonstrasikan dan
latih teknik relaksasi

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
obat anti ansietas, jika
perlu

2. Kode : D.0132 Kode : L.09076 Kriteria


Hasil
Meningkat
Cukup
meningkat
Sedang
Cukup
menurun
Menurun Kode : I.14513
Perilaku Kontrol Diri Verbalisasi Manajemen Keselamatan
Kekerasan Definisi : ancaman
1 2 3 4 5 Lingkungan
kepada
Kemampuan orang lain Definisi :
untuk Verbalisasi
1 2 3 4 5 Mengidentifikasi dan mengelola
umpatan
mengendalikan Perilaku lingkungan fisik untuk
1 2 3 4 5
atau mengatur menyerang meningkatkan keselamatan.
Perilaku
emosi,pikiran dan melukai diri
1 2 3 4 5

19
perilaku dalam sendiri/orang
lain
Observasi
menghadapi Perilaku
1 2 3 4 5
 Identifikasi kebutuhan
masalah agresif/amuk
Suara keras 1 2 3 4 5
keselamatan (mis. Kondisi
Bicara ketus 1 2 3 4 5 fisik, fingsi kognitif dan
Setelah riwayat perilaku)
dilakukannya  Monitor perubahan
tindakan status keselamatan
keperawatan lingkungan
kontrol diri
menurun Teraupetik
 Hilangkan bahaya
keselamatan jika
memungkinkan
 Modifikasi lingkungan
untuk untuk meminimalkan
risiko
 Sediakan alat bantu
keamanan lingkungan (mis.
Pegangan tangan)
 Gunakan perangkat
pelindung (mis. Rel
samping, pintu terkunci,
pagar)

Edukasi
 Ajarkan individu, keluarga
dan kelompok risiko tinggi
bahaya lingkungan.
3. Kode : D.0135 Kode : L.09076 Kode : I.14538
Kriteria Cukup Cukup
Perilaku Kontrol Diri Hasil
Meningkat
meningkat
Sedang
menurun
Menurun Pencegahan Bunuh Diri
Bunuh Definisi : Verbalisasi Definisi :
ancaman
Diri/Resiko Kemampuan kepada 1 2 3 4 5 Mengidentifikasi dan
Bunuh Diri untuk orang lain menurunkan risiko merugikan
mengendalikan
20
atau mengatur Verbalisasi diri sendiri dengan maksud
1 2 3 4 5
umpatan
emosi,pikiran dan Perilaku mengakhiri hidup.
1 2 3 4 5
perilaku dalam menyerang
Perilaku
menghadapi melukai diri
1 2 3 4 5
masalah sendiri/orang
lain
Perilaku
Setelah agresif/amuk
1 2 3 4 5 Observasi
Suara keras 1 2 3 4 5
dilakukannya Bicara ketus 1 2 3 4 5
 Identifikasi gejala risiko
tindakan
bunuh diri (mis: gangguan
keperawatan
mood, halusinasi, delusi,
kontrol diri
panik, penyalahgunaan zat,
menurun
kesedihan, gangguan
kepribadian)
 Identifikasi keinginan dan
pikiran rencana bunuh diri
 Monitor lingkungan bebas
bahaya secara rutin (mis:
barang pribadi, pisau cukur,
jendela)
 Monitor adanya perubahan
mood atau perilaku

Terapeutik

 Libatkan dalam perencanaan


perawatan mandiri
 Libatkan keluarga dalam
perencanaan perawatan
 Lakukan pendekatan
langsung dan tidak

21
menghakimi saat membahas
bunuh diri
 Berikan lingkungan dengan
pengamanan ketat dan mudah
dipantau (mis: tempat tidur
dekat ruang perawat)
 Tingkatkan pengawasan pada
kondisi tertentu (mis: rapat
staf, pergantian shift)
 Lakukan intervensi
perlindungan (mis:
pembatasan area,
pengekangan fisik), jika
diperlukan
 Hindari diskusi berulang
tentang bunuh diri
sebelumnya, diskusi
berorientasi pada masa
sekarang dan masa
depan
 Diskusikan rencana
menghadapi ide bunuh diri di
masa depan (mis: orang yang
dihubungi, ke mana mencari
bantuan)
 Pastikan obat ditelan
Edukasi

 Anjurkan mendiskusikan
perasaan yang dialami kepada
orang lain
 Anjurkan menggunakan
sumber pendukung
(mis:
22
layanan spiritual, penyedia
layanan)
 Jelaskan tindakan
pencegahan bunuh diri
kepada keluarga atau orang
terdekat
 Informasikan sumber daya
masyarakat dan program yang
tersedia
 Latih pencegahan
risiko bunuh diri (mis:
latihan asertif, relaksasi
otot progresif)
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian obat


antiansietas, atau antipsikotik,
sesuai indikasi
 Kolaborasi tindakan
keselamatan kepada PPA
 Rujuk ke pelayanan kesehatan
mental, jika perlu

23
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
.

B. SARAN

24
DAFTAR PUSTAKA

25

Anda mungkin juga menyukai