Anda di halaman 1dari 74

MAKALAH OBAT GANGGUAN ENDOKRIN DAN SALURAN CERNA

OBAT GANGGUAN REPRODUKSI WANITA

Disusun Oleh:
KELOMPOK 4 – KELAS A

Desta Nurwati S. 1606890662


Farhan Nurahman 1606821904
Fasya Fairuzia 1606891324
Frizka Salsabila Z. 1606924556
Mia Melvina 1606874785
Norman Emil R. 1606886293
Rasmina Diptasaadya 1606874980
Yulfina Bimawanti 1606895493
Zahrah Puspita 1606874766

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul, “Obat Gangguan Endokrin dan
Saluran Cerna” ini dengan segala keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang kami
miliki.

Kami ingin berterimakasih kepada Ibu Tri Wahyuni S.Farm., Apt., M.Biomed. selaku
dosen pengampu mata kuliah Obat Gangguan Endokrin dan Saluran Cerna dan terimakasih
juga kepada teman-teman yang telah membantu menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu.

Kami harap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai fisiologi, patofisiologi, farmakologi, dan farmakoterapi dari
disfungsi seks pada wanita sebagai bekal ilmu kita sebagai calon farmasis masa depan.
Semoga makalah ini dapat dipahami dan berguna bagi kelompok kami sendiri serta orang lain
yang membacanya. Sebelumnya mohon maaf bila terdapat kesalahan kata dan penulisan yang
kurang berkenan di hati.

Depok, 18 Agustus 2018

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii

BAB I: PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang ................................................................................................................. 1

1.2.Tujuan Penulisan .............................................................................................................. 1

1.3.Rumusan Masalah ............................................................................................................ 2

BAB II: ISI

2.1. Fisiologis Reproduksi ...................................................................................................... 3

2.1.1 Diferensiasi Seksual .............................................................................................. 3

2.1.2 Anatomi Reproduksi Wanita................................................................................. 5


2.1.3 Regulasi Hormon .................................................................................................. 8
2.2. Oogenesis ...................................................................................................................... 11

2.2.1 Proses Ovulasi ..................................................................................................... 13


2.3. Menstruasi ..................................................................................................................... 14

2.3.1 Ovarian Cycle ..................................................................................................... 16


2.3.2 Uterina (Menstrual) Cycle .................................................................................. 18
2.4. Kehamilan ..................................................................................................................... 20

2.4.1 Fertilisasi ............................................................................................................. 20


2.4.2 Implantasi ............................................................................................................ 24
2.4.3 Pembentukan Lapisan Germ, Membran Embrionik, dan Plasenta ..................... 27
2.4.4 Perubahan Fisiologi Ibu Hamil ........................................................................... 32
2.4.5 Partus................................................................................................................... 38
2.4.3 Laktasi ................................................................................................................. 42
2.5. Infertilitas pada Wanita .................................................................................................. 43
2.5.1 Endometriosis ..................................................................................................... 47
2.5.2 Ovarium Poliksitik .............................................................................................. 50
2.5.3 Amenorea ............................................................................................................ 53

iii
2.6. Obat Infertilitas Wanita.................................................................................................. 55
2.6.1. Obat Endometriosis ............................................................................................ 55
2.6.2 Obat Amenorea ................................................................................................... 61
2.6.3 Obat Polycystic ................................................................................................... 64
BAB 3: PENUTUP

3.1. Kesimpulan.................................................................................................................... 69

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Struktur organ reproduksi wanita terdiri organ reproduksi eksternal dan organ
reproduksi internal. Organ reproduksi luar wanita disebut juga vulva meliputi mons
veneris (mons pubis), labia mayora, labia minora dan klitoris. Organ reproduksi dalam
wanita meliputi ovarium, tuba falopii, uterus dan vagina.
Oogenesis atau pembentukan ovum pada wanita telah dimulai sejak dalam kandungan
ibunya. Setelah bayi lahir, dalam tubuhnya telah ada sekitar dua juta oosit primer.
Sebagian oosit primer mengalami degenerasi sehingga ketika memasuki masa puber
jumlah tersebut menurun hingga tinggal sekitar 200 ribu pada tiap ovariumnya. Oosit
primer ini mengalami masa istirahat (dorman), kemudian proses oogenesis akan
dilanjutkan setelah wanita memasuki masa puber.
Sejak pertama mendapat menstruasi (menarche) yang terjadi antara usia 9-14 tahun
organ reproduksi aktif bekerja hingga wanita tersebut berhenti menstruasi (menophause)
yang terjadi antara usia 45-55 tahun. Menstruasi merupakan pendarahan yang keluar
melalui vagina karena luruhnya dinding rahim (endometrium). Menstruasi juga
merupakan pertanda tidak terjadi kehamilan, tiga perempat bagian jaringan lembut
endometrium yang telah dipersiapkan untuk menerima konsepsi (penanaman embrio)
akan terlepas. Kemudian endometrium akan terbentuk kembali, dipersiapkan untuk
menerima kemungkinan konsepsi berikutnya, demikian seterusnya terulang kembali
secara periodik dan dikenal dengan siklus menstruasi.
Proses kehamilan akan terjadi jika ovum dibuahi oleh sperma. Peristiwa pembuahan
ovum oleh sperma disebut fertilisasi. Fertilisasi terjadi di daerah ampulla tuba fallopii.
Spermatozoa bergerak dengan cepat dari vagina ke rahim dan selanjutnya masuk
kedalam saluran telur. Pergerakan naik ini disebabkan oleh kontraksi otot-otot uterus dan
tuba.
1.2. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui fisiologi dari sistem reproduksi wanita.
2. Mengetahui proses menstruasi pada wanita.
3. Mengetahui proses terjadinya kehamilan pada wanita.

1
4. Mengathaui patofisiologi infertilitas pada wanita.
5. Mengetahui manajemen terapi dan obat yang digunakan untuk mengatasi infertilitas
pada wanita
1.3. Rumusan Masalah
1. Bagaimana fisiologi dari sistem reproduksi pada wanita?
2. Bagaimana proses menstruasi pada wanita?
3. Bagaimana proses terjadinya kehamilan pada wanita?
4. Bagaimana patofisiologi infertilitas pada wanita?
5. Bagaimana manajemen terapi dan obat yang digunakan untuk mengatasi infertilitas
pada wanita?

2
BAB II
ISI
2.1 Fisiologis Reproduksi Wanita
2.1.1 Diferensiasi Seksual
Penentuan jenis kelamin bergantung pada 3 hal:

1. Genetic sex: bergantung pada kombinasi kromosom seks. XY adalah


kombinasi kromosom pada laki – laki, XX adalah kombinasi kromosom pada
perempuan

2. Gonadal sex: bergantung pada ada atau tidaknya gen SRY (Sex-determining
region of Y chromosome) yang berfungsi untuk mengkode produksi dari TDF
(Testis-Determining Factor). TDF berfungsi untuk diferensiasi gonad menjadi
testis.

3. Phenotypic sex: ditentukan dengan ada atau tidaknya testosteron yang akan
menentukan diferensiasi eksternal genitalia dari pria dan wanita.

3
Sebuah ovum dan sperma masing – masing terdiri dari 23 kromosom, yang
terdiri dari 22 autosom dan 1 kromosom sex, yaitu kromosom X pada ovum,
dan kromosom X atau Y pada sperma. Sperma dengan kromosom X yang
membuahi ovum dengan kromosom X akan menghasilkan embrio dengan
kromosom XX, atau berjenis kelamin perempuan. Sedangkan, sperma dengan
kromosom Y yang membuahi ovum dengan kromosom Y akan menghasilkan
embrio dengan kromosom XY atau berjenis kelamin laki-laki.

Fetus baru mulai terdeferensiasi saat berumur 7 minggu. Pada kromosom Y


terdapat region penentu sex (SRY = Sex-Determining Region of Y) yang
mengkode produksi TDF (Testis-Determining Factor). SRY memicu
perkembangan testis dengan merangsang produksi antigen H-Y yang hanya
ada di pria. Pada wanita, tidak terdapat kromosom Y, sehingga tidak memiliki
SRY dan tidak menghasilkan antigen H-Y, oleh karena itu gonad tidak
terdiferensiasi menjadi testis, namun menjadi ovarium pada minggu ke-9.

Terdapat 2 saluran primitive di semua embrio yang akan menentukan


diferensiasi saluran reproduksi wanita dan pria, yaitu saluran mullerian dan
wolffian. Pembentukan saluran reproduksi bergantung kepada adanya hormon
testosterone dan mullerian-inhibiting factor. Pada plasenta, terdapat human
korionik gonadotropin yang merangsang sekresi testis dini. Testis dini
mensekresikan testosterone dini dan mullerian-inhibiting factor. Testosterone
dini memicu pembentukan duktus wolfii menjadi saluran reproduksi pria
(epididimis, duktus deferens, dan vesikula seminalis). Testosterone juga dapat
diubah menjadi dihidrotestosteron (DHT) yang berperan menyebabkan
diferensiasi genitalia eksternal, yaitu penis dan skrotum. Mullerian-inhibiting
factor meregresi saluran mulleri. Pada wanita, tidak terdapat hormone
testosterone dan mullerian-inhibiting factor, sehingga membentuk saluran
reproduksi wanita seperti uterus dan oviduct dari saluran mullerian.
Sedangkan tidak adanya hormone testoseron menyebabkan degenerasi dari
saluran wolffian, dan membentuk organ genitalia eksternal yang tidak
terdiferensiasi, seperti klitoris dan labia.

Genitalia eksterna pria dan wanita berkembang dari jaringan yang sama, yaitu
genital tubercle, urethral folds, dan genital swellings.

4
2.1.2 Anatomi Reproduksi Wanita

5
1. Ovarium

Fungsi Ovarium:

 Oogenesis (sintesis ovum)


 Sintesis hormon seks wanita:
o Esterogen : Pematangan dan pembebasan ovum, karakterisasi
fisik, dan transpor sperma dari vagina ke tuba uterina
o Progesteron : menyiapkan lingkungan untuk kesuburan janin
 Sekresi inhibin, yang termasuk dalam feedback control dari produksi
FSH pituitary
2. Tuba Fallopi
Tuba fallopi berfungsi mengambil ovum saat ovulasi dan sebagai tempat
fertilisasi. Tuba fallopi dibagi menjadi 3 segmen, yaitu:
 Infundibulum. Memiliki ujung terdekat dengan ovarium dan fimbriae
yang berbentuk seperti jari yang memanjang ke pelvic cavity yang
berfungsi mengambil ovum.

6
 Ampulla. Ampula berada ditengah dari infundibulum, merupakan
tempat fertilisasi.
 Isthmus. Merupakan segmen pendek yang berhubungan langsung
dengan dinding uterus
3. Uterus
Uterus memiliki fungsi untuk memelihara janin selama masa perkembangan.
Uterus dibagi menjadi:
 Badan uterus : Bagian terbesar dari uterus
 Fundus : Bagian yang membulat dari badan uterus
 Isthmus : Bagian yang menyempit
 Serviks : Bagian uterus yang merupakan perpanjangan dari isthmus
menuju vagina

Sedangkan lapisan uterus terdiri dari:

 Myometrium: Lapisan terlatak paling luar dan berdinding tebal


 Endometrium: Lapisan yang terletak paling dalam dan berdinding tipis,
mengandung banyak pembuluh darah dan kelenjar
 Perimetrium: Membran serosa yang melapisi fundus dan bagian
posterior dari badan uterus yang bersambung dengan peritoneal.
4. Vagina
Vagina memiliki fungsi utama sebagai saluran untuk pengeluaran cairan
menstruasi, tempat penis saat hubungan seksual, dan membentuk kanal
melahirkan yang akan dilewati fetus saat proses melahirkan.
5. Lubang Vagina
Lubang vagina terletak di daerah perineum antara lubang uretra di interior dan
lubang anus di posterior. Lubang vagina ditutupi secara parsial oleh membran
mukosa tipis yang disebut hymen.
6. Genitalia Eksterna

7
Genitelia Eksterna terdiri dari:
 Vestibula: Ruang sentral yang dikelilingi lipatan kecil yang disebut
labia minora
 Labia Minora: Labia minora dilapisi kulit halus dan tidak berambut
 Labia Majora: Lipatan menonjol dari kulit yang mengelilingi dan
menutupi sebagian labia minora. Ditutupi rambut kasar tetapi bagian
dalamnya tidak berambut
 Vestibular bulb: Berada sepanjang sisi vestibula yang sebanding
dengan corpus spongiosum
 Greater vestibular glands: Terletak pada antara bagian distal dari
vagina. Kelenjar mokus ini menjaga area lembab dan terlumasi.
Sebanding dengan bulbo-ruetral pada pria.
 Mons pubis: Bantalan jaringan adiposa. Jaringan adiposa juga
terakumulasi dalam labia majora. Dikelilingi rambut kasar.
2.1.3 Regulasi Hormon
Hormon yang berperan dalam menstruasi:

– GnRH dari hipotalamus


– FSH dan LH dari hipofisis anterior
– Esterogen, Progesteron, dan Inhibin dari ovarium
Pelepasan FSH (follicle-stimulating hormone) dan LH (luteinizing hormone)
dari hipofisis anterior yang mengatur fungsi gonad wanita dikendalikan oleh salah
satu releasing hormone dari hipotalamus, yaitu gonadotropin-releasing hormone
(GnRH). GnRH selanjutnya dikontrol oleh kadar hormon gonad dalam darah yang
mencapai hipotalamus. Pada wanita, FSH dan LH menstimulasi ovarium
mensekresi estrogen dan progesteron.

8
a. GnRH
Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) merupakan suatu dekapeptida
dengan ujung amino dan karboksil yang terblok. Fungsi utamanya adalah
untuk mengatur sintesis dan sekresi FSH dan LH oleh gonadotrop hipofisis.

GnRH dikontrol oleh kadar hormon gonad dalam darah yang mencapai
hipotalamus. Pelepasan GnRH bersifat intermitten dan diatur oleh neural pulse
generator yang terletak di hipotalamus mediobasal, terutama di nukleus
arkuat. Neural pulse generator juga mengendalikan frekuensi dan amplitudo
pelepasan GnRH dari neuron di hipotalamus.

b. LH dan FSH
LH dan FSH disebut hormon gonadotropin karena bekerja pada gonad.
Kedua hormon ini merupakan hormon hipofisis kelompok glikoprotein. Kerja
LH diperantarai oleh reseptor LH sementara kerja FSH diperantai oleh
reseptor FSH. Kedua reseptor berpasangan dengan protein G yang memiliki
domain ekstrasel terglikosilasi yang besar dan menunjang afinitas dan
spesifitasnya pada ligan-ligannya.

Luteinizing Hormone berfungsi untuk sintesis progesteron oleh korpus


luteum. Hormon ini juga dibutuhkan untuk pecahnya folikel yang dominan
selama ovulasi. Follicle Stimulating Hormone berfungsi untuk merangsang
pertumbuhan folikel ovarium yang sedang berkembang dan menginduksi
ekspresi reseptor LH pada sel techa dan sel granulosa. Fungsi lainnya adalah
untuk stimulasi sekresi estrogen.

9
c. Estrogen
Estrogen merupakan hormon steroid kelamin endogen yang diproduksi
oleh ovarium, korteks adrenal, testis dan plasenta pada masa kehamilan.
Dalam tubuh, terdapat beberapa senyawa yang memilki aktivitas estrogenik
seperti estradiol, estron, estriol. Estradiol merupakan estrogen alami paling
utama. Estrogen pada wanita disintesis dari androstenedion secara langsung
dengan bantuan enzim aromatase. Fungsi dari estrogen adalah untuk
mengontrol sekresi GnRH dan gonadotropin. Estrogen mengembangkan dan
memelihara struktur reproduksi wanita dan karakteristik seks sekunder.
Tingkat estrogen yang moderat dalam darah menghambat baik pelepasan
GnRH oleh hipotalamus dan sekresi LH dan FSH oleh hipofisis anterior.

d. Progesteron
Progesteron disekresi oleh ovarium, terutama korpus luteum pada paruh
kedua siklus menstruasi. Pembentukan progesteron terjadi didalam ovarium,
korteks adrenal, dan plasenta. Hormon ini bekerja sama dengan estrogen untuk
mempersiapkan dan mempertahankan endometrium untuk implantasi sel telur
yang dibuahi. Tingkat tinggi progesterone juga menghambat sekresi GnRH
dan LH. Fungsi lainnya adalah untuk mempersiapkan kelenjar susu untuk
sekresi susu.

e. Inhibin

10
Inhibin disekresikan oleh sel granulosa folikel yang membesar dan oleh
korpus luteum setelah ovulasi. Inhibin menghambat sekresi FSH dan juga
menghambat sekresi LH namun pada tingkat yang lebih rendah. Hormon ini
distimulasi oleh folikel wanita yang sedang berkembang.

2.2 Oogenesis
Oogenesis adalah pembentukan gamet pada ovari. Oogenesis terjadi sebelum
perempuan lahir. Oogenesis terjadi pada dasarnya mirip dengan pembentukan
spermatogonesis yaitu dengan meiosis dan membentuk sel yang akan mengalami
pematangan. Oogenesis telah dimulai sejak bayi masih 5 bulan di dalam kandungan.

Proses pembentukan ovum disebut oogenesis.

- Proses ini terjadi di dalam ovarium. Sejak masa embrio hingga dewasa.
- oogonia (sel induk telur) di dalam ovarium mengalami perkembangan.
- Oogonium pada masa embrio ini memperbanyak diri secara mitosis membentuk
oosit primer.
- Saat embrio berusia 6 bulan, oosit primer mengalami meiosis I dan berhenti
pada fase profase.
- Kemudian oosit primer ini berhenti membelah hingga masa pubertas.
- Saat wanita mengalami pubertas, hipofisis akan menghasilkan Follicle
Stimulating Hormone (FSH) dan oosit primer melanjutkan proses meiosis I.
- Pembelahan meiosis ini menghasilkan dua sel yang ukurannya tidak sama. (sel
yang berukuran besar disebut oosit sekunder dan yang kecil disebut badan
polarpertama.)
- Oosit sekunder dikelilingi oleh folikel.
- Di bawah pengaruh FSH, folikel-folikel ini membelah berkali-kali dan
membentuk folikelde Graaf (folikel yang sudah masak) yang di antaranya
mempunyai rongga.
- Selanjutnya, sel-sel folikel memproduksi estrogen yang merangsang hipofisis
untuk menyekresikan Luteinizing Hormone (LH). (LH berfungsi memacu
terjadinya ovulasi)
- Saat menjelang ovulasi ini, meiosis I selesai.

11
- Oosit sekunder dan badan polarpertama melanjutkan pembelahan dengan
melakukan meiosis II dan berhenti pada metafase II.
- Selanjutnya, oosit sekunder dilepas dari ovarium dan ditangkap oleh fimbriae
dan dibawa ke oviduk.
- Pelepasan oosit sekunder di ovarium dikenal dengan istilah ovulasi.
- LH membuat sel-sel folikel berkembang menjadi korpus luteum.
- Korpus luteum memproduksi hormon estrogen dan progesteron.
- Hormon progesteron akan menghambat LH yang memungkinkan bertahannya
korpus luteum.
- Jadi, pada saat ovulasi, yang dilepas bukan ovum tetapi oosit sekunder pada
tahap metafase II.
- Jika terjadi pembuahan oleh spermatozoa, oosit sekunder dan badan polar
pertama akan melanjutkan tahapan meiosis II.
- Pembelahan oosit sekunder menghasilkan 1 ootid dan 1 badan polar kedua
- Sedangkan, pembelahan badan polar pertama akan menghasilkan dua badan
polar kedua.
- Saat akan terjadi pembuahan, ootid berdiferensiasi membentuk ovum, dan
tiga badan polar yang menempel pada ovum akan mengalami degenerasi.
- Sel telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi akan menuju uterus.
- Sementara itu, hormon progesteron dihasilkan dan akan mempengaruhi
penebalan dinding uterus sehingga siap terjadi implantasi.
- Jika sel telur ini tidak dibuahi akan luruh dan dikeluarkan sebagai
menstruasi (haid) bersama jaringan yang terbentuk pada dinding uterus.
Folikel berfungsi untuk menyediakan sumber makanan bagi oosit. Folikel juga
mengalami perubahan seiring dengan perubahan oosit primer menjadi oosit sekunder
hingga terjadi ovulasi. Folikel primer muncul pertama kali untuk menyelubungi oosit
primer. Selama tahap meiosis I pada oosit primer, folikel primer berkembang menjadi
folikel sekunder. Pada saat terbentuk oosit sekunder, folikel sekunder berkembang
menjadi folikel tersier. Pada masa ovulasi, folikel tersier berkembang menjadi folikel
de Graaf (folikel matang). Setelah oosit sekunder lepas dari folikel, folikel akan
berubah menjadi korpus luteum. Jika tidak terjaid fertilisasi, korpus luteum akan
mengkerut menjadi korpus albikan.

12
2.2.1 Proses Ovulasi
Saat ovulasi, oosit sekunder dikeluarkan ke rongga pelvic diikuti juga dengan
badan polar I dan corona radiata. Jika tidak terjadi fertilisasi maka sel akan
terdegredasi. Jika terjadi fertilisasi maka sel sperma akan berpenetrasi ke oosit
sekunder dan proses meiosis II akan berlanjut. Oosit sekunder akan membelah
menjadi 2 sel haploid; ovum  sel yang lebih besar atau sel telur yang matang
dan badan polar II. Nukleus dari sel sperma dan sel ovum akan bergabung dan
membentuk zygot (diploid). Jika, badan polar 1 akan mengalami pembelahan
menghasilkan 2 badan polar, yang berarti oostit primer memiliki 3 badan polar
yang akan berdegenerasi.

1. Folikel primer, folikel primer terdiri dari oosit primer dan selapis sel
granulosa.
2. Selama perkembangan folikel primer terbentuk satu lapisan bening yang
terbuat dari glikoprotein yang disebut zona pelucida. Zona pelucida ini terletak
diantara oosit primer dan sel granulosa.
3. Kemudian terbentuknya sel stromal yang mengelilingi bagian dasar yang
membentuk lapisan yang disebut folicul theca yang akan merubah folikel
primer menjadi folikel sekunder.
4. Kemudian tebentuknya rongga (antrum) dan terus berkembang dan menjadi
semakin besar.
5. Seiringan dengan peningkatan FSH, folikel yang kaya akan esterogen ini
makin membesar.
6. Selama 2 minggu selama terjadinya peningkatan FSH menyebabkan :
- Folikel mulai terjadi pematangan menjadi folikel dewasa
- Antrum telah berkembang sempurna sehingga membentuk oosit sekunder.
7. Pada pertengahan siklus yang terjadi dikarenakan sekresi LH, folikel dewasa
yang telah terbentuk akan pecah dan melepaskan oosit, proses ini yang disebut
dengan ovulasi. Keluarnya oosit ini menandakan berakhirnya fase folikular.
8. Sisa folikel yang telah pecah akan terbentuk menjadi korpus luteum yang
berada dibawah pengaruh LH.
9. Korpus luteum terus tumbuh dan berkembang dan mensekresikan progesteron
dan esterogen yang bertugas untuk mempersiapkan uterus untuk kemungkinan
adanya ovum yang telah dibuahi.

13
10. Jika setelah 14 hari sel telur tidak dibuahi, makan korpus luteum yang telah
terbentuk akan hancur. Hancurnya korpus luteum ini menandakan fase luteal
telah berakhir. Maka terbentuknya fase folikular baru.

2.3 Menstruasi
Perempuan memproduksi sel gamet (sel telur) dalam suatu siklus bulanan yang
disebut siklus menstruasi. Siklus menstruasi ditandai dengan 3-7 hari masa dimana uterin
mengeluarkan darah yang biasa disebut sebagai menstruasi. Siklus menstruasi ini
melibatkan siklus pada ovarium dan siklus pada uterin yang dalam pengaturannya
melibatkan kontrol dari hormon yang sangat kompleks. Siklus ini terjadi selama rata-rata
28 hari, dengan normalnya 21-35 hari. Jumlah darah yang dikeluarkan pada satu kali
periode sebanyak 50-150 mL. Hormon yang mengontrol siklus menstruasi adalah GnRH
dari hipotalamus; FSH dan LH dari pituitari anterior; Estrogen, progesteron, inhibin dan
AMH dari ovarium.

14
Gambar 15. Kontrol hormonal dalam siklus menstruasi (Tortora, G.J.,
Derrickson, B., 2012. Principles of Anatomy and Physiology. 13th ed. USA: John
Wiley & Sons)

Siklus reproduksi wanita mencakup ovarian cycle dan uterine cycle, perubahan dan
control hormonal, dan perubahan siklik yang saling berhubungan pada payudara dan
serviks. Masing-masing siklus terjadi sekitar sebulan dan melibatkan kedua proses
oogenesis dan persiapan rahim untuk menerima sel telur yang telah dibuahi. Hormon-
hormon disekresikan oleh hipotalamus, anterior pituitary, dan ovarium yang
mengontrolnya. Ovarian cycle merupakan proses pematangan oosit dan setelah oosit
tersebut matang. Sedangkan Uterine (menstrual) cycle yaitu serangkaian perubahan
endometrium uterus untuk mempersiapkan ovum yang telah dibuahi untuk berkembang
disana. Jika tidak terjadi fertilitas, hormon-hormon ovarium berkurang, yang
mengakibatkan stratum fuctionalis dari endometrium meluruh.
Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) disekresikan oleh hipotalamus untuk
mengontrol siklus ovarium dan siklus uterus. GnRH mentimulasi pelepasan follicle-
stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH) dari anterior pituitary. FSH
menginisiasi pertumbuhan folikel sedangkan LH merangsang perkembangan lebih
lanjut dari folikel ovarium. Selain itu, FSH dan LH merangsang folikel ovarium untuk
mensekresikan esterogen. LH juga membuat korpus luteum mensekresikan esterogen,
progesterone, relaxin, dan inhibin.

15
Gambar 16. Proses yang terjadi pada saat ovarian cycle dan uterine (menstrual)
cycle. (Tortora, G.J., Derrickson, B., 2012. Principles of Anatomy and Physiology.
13th ed. USA: John Wiley & Sons.)
2.3.1 Ovarian Cycle
Ovarian cycle yaitu siklus pembentukan serta pelepasan folikel di ovarium.
Terdiri dari beberapa fase, yaitu :
1. Follicular phase yaitu fase pada saat terjadinya pertumbuhan folikel di
ovarium.
 Proliferasi sel granulosa dan pembentukan zona pelusida.
Satu lapisan grannulosa pada folikel primer berproliferasi membentuk
lapisan yang mengelilingi oosit membentuk zona pelusida. Melalui
zona ini, glukosa, asam amino dapat masuk dari sel granulosa ke oosit.
 Proliferasi sel teka.
Saat oosit membesar dan sel granulosa berproliferasi, sel- sel jaringan
ikat ovarium berdiferensiasi sehingga membentuk sel teka. Sel teka
bergabung dengan sel granulosa menghasilkan sel folikel yang
berfungsi untuk mengeluarkan estrogen.

16
 Pembentukkan antrum
Hormon yang mendukung dalam pembentukan antrum, untuk
mengubah folikel primer menjadi folikel sekunder (terdapat rongga
yang berisi cairan, antrum).
 Pembentukkan folikel matang
Salah satu folikel berkembang menajdi folikel matang, dimana antrum
menempati sebagian besar ruang. Oosit yang telah dikelilingi oleh zona
pelusi dan satu lapisan sel granulosa bergeser ke salah satu sisi folikel.
2. Ovulation phase yaitu fase pelepasan folikel yang telah matang.
Folikel matang membesar lalu pecah untuk membebaskan oosit
saat ovulasi. Tepat sebelum ovulasi, oosit menyelesaikan pembelahan
meiosis I. Ovum yang dikelilingi zona pelusida bersama dengan folikel
yang pecah ke dalam rongga abdomen. Ovum yang dilepaskan ini tertarik
ke tuba uterina (tempat fertilisasi).
3. Luteal phase, yaitu perubahan pada folikel yang tua menjadi korpus
luteum (badan kuning) untuk mensekresikan hormon yang dapat
membantu persiapan kehamilan
 Pembentukan korpus luteum
Sel-sel granulosa dan sel teka yang tertinggal akan kolaps. Sel-sel
folikel akan mengalami transformasi struktural membentuk korpus
luteum yang disebut luteinisasi. Sel ini membesar dan menjadi jaringan
yang sangat aktif menghasilkan hormon steroid. Fungsinya untuk
mengeluarkan banyak progesteron dan sedikit estrogen ke dalam
darah.
 Degenerasi korpus luteum
Ovum yang dibebaskan tidak dibuahi maka korpus luteum akan
berdegenerasi dalam waktu ±14 hari setelah pembentukannya. Korpus
luteum berdegenerasi menjadi korpus albikans
 Korpus luteum kehamilan
Jika terjadi pembuahan maka korpus luteum akan terus tumbuh dan
meningkatkan produksi progesteron dan estrogennya.

Kontrol Korpus Luteum

17
• LH menjaga korpus luteum
• LH merangsang sekresi hormone steroid.
• Dengan pengaruh dari LH korpus luteum akan mengeluarkan
estrogen dan progesterone.
• Kadar progesterone meningkat untuk pertama kalinya selama fase
luteal.
• Pertengahan siklus kadar estrogen darah menurun karena folikel
penghasil estrogen mati saat ovulasi
• Estrogen naik karena aktivitas dari korpus luteum.
• progesterone tetap lebih mendominasi pada fase luteal
• Hal ini karena progestoron dengan kuat menghambat sekresi LH
dan FSH.
Inhibisi FSH dan LH oleh progesteron berfungsi untuk mencegah
pematangan folikel baru dan ovulasi selama fase luteal.
2.3.2 Uterina (Menstrual) Cycle
Merupakan serangkaian perubahan endometrium uterus untuk mempersiapkan
ovum yang telah dibuahi untuk berkembang disana. Jika tidak terjadi fertilisas,
hormone-hormone ovarium berkurang, yang mengakibatkan stratum fuctionalis
dari endometrium meluruh. Dibagi menjadi 3 fase:
1. Menstrual phase, yaitu terjadinya pendarahan pada uterus akibat peluruhan
dinding uterus. Ditandai oleh pengeluaran darah dan sisa endometrium dari
vagina. Merupakan akhir dari fase luteal ovarium dan awal fase folikular.
Turunnya kadar hormon ovarium sehingga merangsang pembebasan
prostaglandin uterus yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh pembuluh
endometrium. Berlangsung selama 5-7 hari setelah degenerasi korpus luteum.
Turunnya sekresi hormon gonad sehingga sekresi FSH dan LH meningkat
sehingga fase folikular baru dapat dimulai.

2. Proliferation phase, yaitu fase dimana endometrium membentuk lapisan sel


baru untuk antisipasi apabila terjadi kehamilan.
 Lapisan endometrium tipis (±1mm). Estrogen merangsang proliferasi sel
epitel, kelenjar dan pembuluh darah di endometrium, ketebalan menjadi 3-
5 mm.

18
 Berlangsung dari akhir haid hingga ovulasi. Kadar puncak estrogen
memicu lonjakkan LH dan menyebabkan ovulasi.
 Fase proliferatif siklus uterus dimulai bersamaan dengan bagian terakhir
fase folikular ovarium. Saat aliran darah Haid berhenti, lapisan
endometrium tipis yang tersisa (1 mm). Estrogen merangsang proliferasi
sel epitel, kelenjar, dan pembuluh darah di endometrium
 Fase proliferatif berlangsung dari haid hingga ovulasi.

3. Secretory phase
Setelah ovulasi, hormon dari korpus luteum akan mengubah lapisan
endometrium yang menebal menjadi secretory structure. Terjadi ketika
terbentuk korpus luteum baru. Korpus luteum mengeluarkan sejumlah besar
progesteron dan estrogen. Progesteron menyebabkan endometrium menjadi
jaringan kaya vaskular dan glikogen. Jika tidak ada pembuahan dan implantasi
maka korpus luteum akan berdegenerasi dan fase haid baru dimulai kembali.
Pada ovarian cycle, saat konsentrasi hormone-hormone tersebut
rendah-sedang terjadi menstruasion phase. Lalu saat konsentrasi hormone
esterogen meningkat dan selanjutnya disertai peningkatan hormone LH yang
tajam terjadi preovulatory and ovulation phase. Saat konsentrasi LH menurun
drastis dan esterogen dalam konsentrasi sedang serta peningkatan hormone
progesterone postovulatory phase dan penebalan stratum korneum. Sehingga,
konsentrasi progesterone mempengaruhi ketebalan dinding endometrium.

Gambar 17. Perubahan konsentrasi hormone-hormon reproduksi


wanita (Tortora, G.J., Derrickson, B., 2012. Principles of Anatomy and
Physiology. 13th ed. USA: John Wiley & Sons.)

Menopause

19
Pada saat wanita berusia 45 - 55 tahun , siklus ovari mulai terganggu dan
seringkali menstruasi tidak lagi terjadi secara teratur. Hal ini disebabkan karena
suplai folikel dalam tubuh mulai berkurang. Selain itu, kadar estrogen dalam
tubuh juga mulai berkurang, tahap ini biasa disebut dengan klimakterik atau
perimenopause.

Ketika sudah menopause, wanita harus berhati – hati, banyak minum susu
serta berolahraga. Karena estrogen tidak lagi diproduksi dalam tubuh yang
menyebabkan berkurangnya produksi osteoblast, serta peningkatan produksi
osteoklas, sehingga wanita yang sudah menopause rentan terkena osteoporosis.
Selain itu, karena tidak ada produksi estrogen juga menyebabkan terjadinya hot
flashes, yaitu rasa panas yang dirasakan dalam tubuh seperti kegerahan yang
terjadi secara kontinyu

2.4 Kehamilan
Kehamilan dimulai oleh fertilisasi sebuah sel telur oleh sebuah sperma. Fertilisasi
melibatkan masa gestasi (perkembangan embrionik dan janin) da secara normal diakhiri
dengan partus atau kelahiran bayi.
Lama kehamilan adalah 266 hari (38 minggu) dari waktu fertilisasi sampi waktu
kelahiran bayi. Karena waktu fertilisasi yang tepat biasanya tidak diketahui, maka tanggal
kelahiran biasanya dihitung dari awitan periode menstruasi terakhir. Asumsikan siklus 28
hari maka partus akan terjadi pada hari ke 280 atau 40 minggu dan 10 bulan purnama atau
9 bulan pada kalender.
2.4.1 Fertilisasi
Saat masih di ovarium, ovum berada di tahap oosit primer.Sesaat sebelum
dilepaskan dari folikel ovarium, nukleus akan membelah secara meiosis dan badan
polar pertama dikeluarkan dari nukleus oosit. Oosit primer berubah menjadi oosit
sekunder. Saat proses ini masing-masing dari 23 pasang kromosom kehilangan
salah satu pasangannya yang nantinya akan tergabung menjadi badan polar yang
akan dikeluarkan. Sehingga pada oosit sekunder akan ada 23 kromosom yang tidak
saling berpasang. Pada saat inilah ovum yang masih dalam tahap oosit sekunder
berovulasi ke dalam rongga perut lalu memasuki ujung fimbriae dari salah satu tuba
fallopi (oviduk).
Fertilisasi atau pembuahan adalah bertemunya sperma dengan ovum (oosit
sekunder). Fertilisasi terjadi di ampula tuba fallopi (oviduk) yaitu sepertiga bagian

20
oviduk. Ovum hanya bertahan 12-24 jam sedangkan sperma 48 jam, sehingga
coitus dapat dilakukan saat H-1 ovulasi, H ovulasi atau H+1 ovulasi karena masa
hidup sperma lebih panjang daripada ovum. Jika lebih dari usia tersebut namun
tidak dibuahi maka tidak akan terjadi ovulasi.
Saluran reproduksi wanita tidak tersambung antara tempat produksi ovum dan
saluran reproduksi yang lain. Ketika ovulasi terjadi, ovum yang dilepaskan oleh
ovarium ditangkap oleh rambut pada ujung oviduk yang disebut fimbriae. Ovum
yang telah ditangkap oleh fimbrae akan menuju ampula dengan menggunakan
gerakan peristaltik dari oviduk dan gerakan dari epitel bersilia tentakel fimbriae
yang diaktifkan oleh estrogen dari ovarium.
Sebelum terjadinya fertilisasi ada 2 hal penting yang harus terjadi yaitu
maturasi sperma dan kapasitasi sperma. Maturasi sperma atau pematangan
sperma terjadi di organ reproduksi pria yang dipengaruhi oleh testosteron sehingga
dapat memberikan kemampuan gerakan sirkuler dan maju ke depan pada sperma.
Sedangkan kapasitasi sperma adalah perubahan fisiologis pada sel sperma yang
menyebabkan terjadinya reaksi akrosom. Reaksi akrosom merupakan suatu proses
eksositotik yang melepaskan enzim hidrolitik acrosin untuk memungkinkan sel
sperma membuahi ovum. Kapasitasi sperma terjadi di organ reproduksi wanita yang
dibantu oleh hormon progesteron.
Setelah sperma dikeluarkan saat ejakulasi semen ke dalam vagina, sperma
akan diangkut selama 5 sampai 10 menit melewati kanal serviks, uterus, dan
menuju ovum di ampula yaitu tempat fertilisasi terjadi. Pengangkutan sperma
dibantu oleh kontraksi uterus yang distimulasi oleh prostaglandin yang ada dalam
cairan mani laki-laki dan juga oleh oksitosin yang dilepaskan dari kelenjar pituitari
posterior perempuan selama orgasme. Pada kanal serviks, terdapat mukus serviks
yang cukup kental sehingga menyulitkan sperma untuk melewati kanal serviks.
Namun pada saat tingkat estrogen tinggi selama masa ovulasi, cairan mukus pada
serviks akan menjadi berair dan lebih encer, sehingga sperma dapat melewati kanal
serviks.
Setelah melewati kanal serviks dan mencapai uterus, dinding myometrium
bergerak secara “washing-machine movement” sehingga menurunkan viskositas
semen serta mukus, dan membuat sperma tersebar sehingga dapat melanjutkan
perjalanan menuju oviduk. Di oviduk, gerakan sperma dibantu dengan kontraksi
otot oviduk dan myometrium yang mengarahkan sperma ke atas.
21
Untuk menemukan dan bertemu dengan ovum di ampula, sperma memiliki
beberapa mekanisme yaitu akan merangsang progesteron untuk membuka pH-
dependent kanal kalsium (CatSper) yang akan menyebabkan Ca2+ influks sehingga
membantu kapasitasi sperma yaitu sperma akan mendekati ovum di tuba fallopi.
Lalu sperma memiliki reseptor olfaktori spesifik human olfactory number 17-4
(hOR17-4) yang akan menerima bourgeonal, molekul yang dikeluarkan ovum
sebagai kemotaksin sehingga dapat mengarahkan perpindahan sperma. Akibat
pengikatan kemotaksin pada reseptor, akan meningkatkan motilitas sperma dan
mengarahkan menuju ovum.

Gambar. Proses perjalanan ovum dan sperma ke tempat fertilisasi (ampulla)

Sebelum dapat membuahi sel telur sperma harus melekatkan diri dan melewati
corona radiata dan zona pelusida pada bagian luar ovum. Sperma melewati
corona radiata menggunakan enzim yang ada pada membran plasma sperma. Zona
pelusida memiliki dua peranan penting yaitu mengandung “ligand” untuk sperma
yang relatif khusus untuk setiap spesies dan memilki kemampuan untuk melakukan
reaksi zona sehingga dindingnya menutup untuk sperma lainnya.
Sperma menembus zona pellucida hanya setelah berikatan dengan reseptor
spesifik ZP3. Pengikatan sperma memicu reaksi akrosom dimana menganggu
membran akrosomal sehingga enzim hidrolitik acrosin di lepaskan untuk
memungkinkan sel sperma membuahi ovum yaitu dengan cara enzim tersebut
mencerna zona pellucida sehingga menciptakan jalan untuk menuju membran
plasma ovum. Ketika sperma mencapai ovum, selaput plasma dari kedua sel
bergabung. Sperma pertama yang mencapai ovum akan bergabung dengan

22
membran plasma ovum dan kepala sperma (yang mengandung DNA) memasuki
sitoplasma ovum. Menyatunya membran plasma ovum dan sperma menimbulkan
reaksi berikut:
1. Meiosis inti ovum atau oosit sekunder berlanjut sehingga terjadi perubahan
kromosom menjadi haploid dengan terdapat satu badan polarkedua.
2. Terjadinya reaksi kortikal yang distimulasi dari pengeluaran enzim pada
granula kortikal di bagian luar ovum (enzim ovastacin) . Reaksi kortikal
adalah reaksi untuk mempertebal zona pelusida dengan membuat serat
melintang dan menginaktifkan ligand untuk reseptor sperma. Hal ini untuk
mencegah polispermia yang berpotensi terjadinya kelainan genetik

Gambar. Proses sperma berpenetrasi kedalam ovum


Masuknya sperma memicu pembelahan meiosis kedua dari ovum yang
selanjutnya akan terjadi penyatuan inti haploid sperma dan inti haploid ovum,
sehingga menyebabkan proses fertilisasi berakhir. Hasil dari pembuahan ini akan
membentuk zigot.

23
Gambar. Penyatuan nukleus sperma dengan nukleus oosit
2.4.2 Implantasi
Selama 3 hingga 4 hari pertama setelah pembuahan, zigot akan tetap berada di
oviduk. Kemudian akan turun dan mengapung bebas di dalam rongga uterus
selama 3 hingga 4 hari sebelum implantasi ( rata-rata berlangsung pada hari ke 6
setelah ovulasi dan selesai pada hari ke 11). Pada 18 hingga 39 jam setelah
fertilisasi zigot mengalami pembelahan mitosis untuk membentuk 2 sel. Setelah
60 jam empat sel terbentuk. Sampai 72 jam pasca-konsepsi, delapan sel telah
terbentuk. Setelah itu zigot yang telah mengalami pembelahan mitosis menjadi 8
sel akan bergerak ke uterus. Pengangkutan zigot dari oviduk ke uterus dilakukan
oleh arus cairan lemah yang dihasilkan dari sekresi epitel dan juga dibantu aksi
epitel bersilia yang melapisi tuba (dimana silia selalu berdenyut untuk menuju
uterus).
Saluran tuba juga dilapisi dengan lapisan yang kasar (cryptoid) yang
menghalangi jalannya zigot meskipun ada cairan. Isthmus dari oviduk (2cm
terakhir sebelum tabung memasuki uterus) tetap berkontraksi selama 3 hari
pertama setelah ovulasi. Maka terjadi peningkatan progesteron secara cepat yang
dihasilkan oleh korpus luteum dengan cara memicu peningkatan reseptor
progesteron pada sel otot polos tuba falopi. Hal ini menyebabkan progesteron
mengaktifkan reseptor untuk memberikan efek relaksasi tubular. Setelah 4 kali
pembelahan, sel keenambelas yang terbentuk disebut morula.
Saat sudah sampai di uterus morula akan terus berproliferasi dan
berdiferensiasi yaitu dengan adanya ruang pusat yang berisi cairan atau yang
disebut blastosel yang akan mengubah morula menjadi blastosit yang akan
melakukan proses implantasi. Blastosit berbentuk seperti bola dengan satu lapis
sel dan di dalamnya terbentuk rongga yang terisi cairan dan masa pada sel pada
satu bagiannya, dimana masa padat ini dikenal sebagai inner cell mass (massa sel

24
dalam) yang akan menjadi embrio lalu janin. Lapisan tipis terluar blastosit yaitu
tropoblas (trofektoderm). Dua populasi sel trofoblas akan membentuk plasenta
dan membran ekstra-embrionik yang membungkus embrio. Sitotroblas
merupakan lapisan terdalam trofoblas di dekat embrio. Sedangkan sinsitiotroblas
merupakan bagian paling luar dan yang akan menempel pada endometrium dan
mengeluarkan enzim proteolitik. Jika sinsitiotroblas sudah menempel pada
endometrium maka hal ini menandakan dimulainya implantasi.

Gambar. Tahap perkembangan dari fertilisasi hingga implantasi


Enzim proteolitik akan mencerna jalur diantara sel-sel endometrium yang
menyebabkan benang-benang sel tropoblas dapat melakukan penetrasi. Saat
melakukan penetrasi, nutrisi akan ditransport oleh sel trofoblas ke dalam blastosis
(yang nantinya akan menjadi bakal fetus).

25
Gambar. Proses implantasi dari blastosit
Tropoblas akan mulai membuat rongga yang disebut dengan rongga amniotik.
Ketika tropoblas menginvasi ke uterus maka trofoblas akan mendapatkan nutrisi
yang akan dipakai untuk pertumbuhan dan perkembangan embrio. Nutrisi tersebut
dibuat sewaktu ovulasi. Prosesnya yaitu folikel yang ditinggalkan oleh ovum akan
berubah menjadi corpus luteum. Corpus luteum tersebut akan menghasilkan
progesteron yang berfungsi mengubah sel stroma endometrium menjadi
membengkak (swollen cells) dan mengandung nutrisi. Endometrium yang
membesar dan menyimpan banyak nutrisi disebut decidua.

Gambar. Proses implantasi dari blastosit


Lapisan tropoblas terus mencerna sel-sel sekitar desidua hal tersebut untuk
menyediakan energi untuk embrio sampai plasenta berkembang.

Gambar. Proses implantasi dari blastosit

26
2.4.3 Pembentukan Lapisan Germ, Membran Embrionik, dan Plasenta
Setelah tahap implantasi selesai maka akan terjadi pembentukkan lapisan germ,
membran embrionik, dan plasenta. Biasanya tahapan ini berlangsung dari minggu
kedua hingga minggu kedepalan.
a. Pembentukkan lapisan germ
Diferensiasi lebih lanjut dari massa sel terdalam mengakibatkan
terbentuknya sebuah rongga amniotik yang berisi cairan ketuban untuk
penahan janin dan rahim terhadap kemungkinan infeksi dan sebuah diskus
embrionik
b. Pembentukan Membran Janin (Ekstra-embrionik)
Fungsinya adalah untuk melindungi dan memberi nutrisi embrio dan janin
yang sedang berkembang.
1) Amnion
Bagian ini membentuk langit-langit rongga amniotik yang kemudian
terisi cairan amniotik. Pada akhirnya rongga amniotik akan
membesar dan amnion tumbuh untuk membungkus embrio dan
korda umbilikus. Cairan amniotik melindungi embrio dan
memungkinkan untuk pergerakan bebas.
2) Kantong kuning telur
Fungsinya adalah organ pernafasan dan pencernaan awal
3) Korion
Merupakan membran terluar yang membungkus embrio dan janin
yang sedang berkembang. Korion berfusi dengan amnion untuk
membentuk kantong yang membungkus embrio dan janin
4) Alantois
Pertumbuhan sebagian kecil kantong kuning telur yang sangat
tervaskularisasi. Bagian ini membentuk struktural untuk korda
umbilikus yang menghubungkan embrio ke plasenta
c. Plasenta
Plasenta berasal dari jaringan trofoblas (janin) dan desidua (Ibu). Plasenta
merupakan organ khusus dimana terjadinya pertukaran antara darah ibu dan janin.
Plasenta diperlukan untuk mempertahankan pertumbuhan embrio karena simpanan
glikogen di endometrium hanya cukup untuk memberi makan embrio selama
beberapa minggu pertama. Plasenta yang sudah lengkap terbentuk merupakan
27
diskus berwarna merah tua,panjang sekitar 20 cm dan tebal 2,5 cm,serta beratnya
kurang lebih 0,5 kg. Plasenta akan bekerja pada minggu ke 5 setelah implantasi.
Pada hari ke-12 embrio sudah terbenam dalam desidua. Pada saat itu lapisan
trofoblas memiliki 2 lapisan yang disebut korion. Korion terbentuk dari trofoblas
dan mesoderm ekstra-embrionik dan merupakan membran terluar yang
membungkus embrio dan membentuk plasenta. Bagian ini membentuk vili
korionik yang kemudian membentuk bagian plasenta janin.
Korion akan berkembang dan menghasilkan enzim sehingga terbentuk
anyaman rongga-rongga (sinus) di dalam desidua. Korion yang meluas akan
menggerus dinding kapiler desidua yang akan menyebabkan darah ibu bocor dari
kapiler dan akan mengisi rongga yang terbentuk. Tonjolan-tonjolan jaringan korion
akan menjulur ke dalam darah ibu. Embrio yang berkembang akan mengirim
kapiler ke dalam tonjolan korion untuk membentuk vili plasenta. Beberapa vili
menembus ruang berisi darah untuk melekatkan plasenta ke jaringan endometrium.
Setiap vili plasenta berisi kapiler embrio yang dikelilingi oleh 1 lapisan tipis
jaringan korion yang membuat darah bayi dan ibu tidak bertemu. Jantung janin
memompa darah ke villi plasenta dann ke seluruh jaringan embrionik. Sepanjang
kehhamilan, darah embrio terus menerus mengalir antara vili plasenta dan di
sirkulasi darah janin melalui 2 arteri umbilikal dan 1 vena umbilikal yang
terbungkus di dalam korda umbilikal (tali pusar). Maka dapat disimpulkan bahwa
villi plasenta mengandung darah janin sedangkan sinus mengandung darah ibu.

Gambar. Struktur janin yang membentuk plasenta


Sirkulasi Plasenta :

28
Permukaan jaringan janin dan maternal (ibu hamil) dipisahkan oleh ruang
intervilus.
 Di sisi janin : darah janin mengalir melalui 2 arteri umbilikalis (miskin
oksigen dan kadar karbondioksida serta produk buangannya tinggi) lalu
darah menuju kapiler dalam villi plasenta dan sisa-sisa at yang tidak
terpakai erdifusi melalui membran plasenta ke darah ibu setelah itu vena
umbikalis akan membawa darah bersih untuk disebarkan ke tubuh fetus.
 Di sisi ibu : arteri uterina yang membawa darah yang kayak oksigen dan
nutrien menuju sinus-sinus darah maternal yang mengelingi villi lalu nutrisi
dan oksigen erdifusi ke darah fetus dan vena uterina akan membawa darah
kotor berisi zat-zat buangan dari fetus
Nutrisi bayi bisa didapatkan dari pooling darah, difusi villi plasenta, aquaporin
untuk air, dan carrier protein

Gambar. Struktur janin yang membentuk plasenta

Hormon plasenta :
Pada masa kehamilan, plasenta menghasilkan beberapa hormone dalam
jumlah yang besar. Hormon tersebut diantaranya :
1. Hormon gonadotropin korionik manusia (human chorionik gonadotropin
(hCG))
Merupakan hormon pertama yang disekresikan oleh plasenta. Hormon
ini disekresikan oleh syncytiotrophoblast dan mulai ditemukan pada hari ke-
10 setelah fertilisasi (setelah blastosit sudah terimplatasi di endometriun).
Fungsi hormon ini adalah merangsang dan mempertahankan korpus luteum

29
(penghasil utama estrogen dan progesteron) agar tidak berdegenerasi dan
mati. Jika corpus lutem berdegenerasi maka akan terjadi abortus spontan.
Hal tersebut juga mencegah terjadinya menstruasi (peluruhan dinding
uterus) dan menginduksi pertumbuhan endometrium yang kaya akan nutrisi
dengan menjaga kadar hormon estrogen dan progesteron tetap tinggi. HCG
mencapai kadar puncak pada minggu ke 10-12 dan mulai mengalami
penurunan kadar dari minggu ke 16-20 hingga sekresinya konstan.
Penurunan tersebut disebabkan karena plasenta sudah mampu menghasilkan
estrogen dan progesteron secara mandiri dalam jumlah yang adekuat untu
menjaga endometrium agar tidak meluruh

2. Estrogen
Estrogen disekresikan oleh syncyriotrophoblast dan merupakan hasil
konversi dari dehydroepiandrosterone (DHEA) dan 16-
hydroxydehydroepiandrosterone yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal
fetus. Substrat untuk membentuk DHEA adalah kolestrol yang berasal dari
darah ibu. DHEA di plasenta akan di konversi oleh sel trofoblas menjadi
estrogen (kebanyakan menjadi estriol) dan disekresikan ke dalam darah ibu.
Hormon estrogen memiliki fungsi proliteratif pada sebagian besar organ
reproduksi. Selama kehamilan estrogen berfungsi untuk merangsang
pertumbuhan miometrium yang ukurannya bertambah besar sepanjang
kehamilan, karena diperlukan otot uterus yang kuat untuk mengeluarkan
janin selama persalinan. Selain itu estrogen juga mengendurkan ligamen
pangggul ibu sehingga sendi sakroiliak menjadi lebih lentur dan simfisis
pubis menjadi lebih elastis. Estrogen juga menstimulus perkembangan
saluran dalam kelenjar susu sehingga ASI dapat dikeluarkan saat menyusui.

30
Gambar. Sintesis estrogen dan progesteron dalam plasenta
3. Progesteron
Plasenta secara langsung dapat mensekresikan progesterone dari
kolestrol darah ibu. Progesteron mulai dihasilkan sejak plasenta terbentuk.
Kadarnya berbanding lurus dengan ukuran plasenta yaitu semakin besar
ukuran plasenta maka semakin banyak progesteron yang dihasilkan. Pada
minggu awal kehamilan, ukuran plasenta masih kecil sehingga jumlah
progesteron yang dihasilkan juga sedikit, sehingga produksi progesteron
pada awal kehamilan didominasi oleh korpus luteum. Efek khusus
progesteron pada perkembangan normal kehamilan adalah :
 Progesteron menyebabkan sel-sel desidua berkembang di
endometrium uterus. Sel-sel tersebut berfungsi dalam pemberian
nutrisi embrio awal
 Progesteron menurunkan kontraktilitas uterus ibu hamil sehingga
mencegah kontraksi uterus yang dapat menyebabkan aborsi spontan
 Progesteron merangsang perkembangan kelenjar susu di payudara
untuk persiapan laktasi

31
Gambar. Perbandingan kadar dan durasi hormon progesteron,estroge, dan
hCG

4. Human Chorionic Somatomammotropin (hCS)


Human Chorionic S Somatomammotropin (hCS) atau dikenal juga sebagai
Human Placental Lactogen (hPL). Hormon ini disekresikan oleh plasenta pada
minggu ke 5 saat kehamilan. Fungsi dari hormon ini adalah menstimulasi
pertumbuhan kelenjar mammae dalam persiapan laktasi, menurunkan sensitivitas
insulin ibu sehingga glukosa dapat lebih diutilasi oleh fetus untuk pertumbuhan,
menginduksi pengeluaran asam lemak dari cadangan lemak untuk sumber energi
metabolisme ibu dan nutrien bagi perkembangan janin.
2.4.4 Perubahan Fisiologi Ibu Hamil
Selama kehamilan akan terjadi berbagai perubahan fisiologis ditubuh ibu tujuannya
untuk mengakomodasi kebutuhan selama kehamilan. Perubahan-perubahan
tersebut mempengaruhi berbagai sistem dalam tubuh ibu. Beberapa perubahan yang
terjadi diantaranya: kardiovaskular, hiperemesis,edema & bengkak kaki,respirasi,
ginjal, musculoskeletal,kulit seperti yang akan dijelaskan berikut ini.
a. Kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler selama kehamilan ditandai dengan adanya
peningkatan volume darah, curah jantung, denyut jantung, isi sekuncup, dan
penurunan resistensi vaskuler. Hemodinamik yang pertama kali berubah selama
masa kehamilan adalah terjadinya peningkatan denyut jantung. Bermula antara dua
sampai lima minggu kehamilan hingga trimester ketiga. Curah jantung juga
meningkat selama kehamilan 30-40% lebih tinggi daripada kondisi tidak hamil pada
trimester pertama dan meningkat 40-50% pada trimester ketiga.

32
Peningkatan curah jantung pada awal kehamilan dipengaruhi oleh estrogen dan
menyebabkan banyak bagian dari sistem kardiovaskuler yang mengalami dilatasi,
seperti dilatasi jantung, dilatasi aorta, resistensi pembuluh darah ginjal, resistensi
plasenta, dan dilatasi sistem vena. Semua perubahan yang terjadi mendukung
perfusi ke tubuh ibu hamil. Dilatasi jantung meningkatkan isi sekuncup secara
langsung, dilatasi aorta meningkatkan kerentanan pada dinding pembuluh aorta,
dilatasi perifer meningkatkan aliran darah, dan dilatasi vena meningkatkan volume
darah.

Gambar. Peningkatan curah Jantung


Peningkatan ini terjadi untuk memastikan agar pertukaran sirkulasi antara ibu
dan fetus tetap baik. Peningkatan volume plasma (hingga mencapai 40-50%) juga
terjadi pada masa kehamilan→ peranan dari aldosterone dan estrogen yang
meningkat selama kehamilan sehingga menyebabkan retensi cairan dari ginjal
Sumsum tulang juga mengalami peningkatan aktivitas yaitu memproduksi
lebih banyak sel darah merah seiring dengan peningkatan volume plasma.Namun,
sel darah merah yang diproduksi tidak mengimbangi peningkatan cardiac output
tersebut, (sel darah merah hanya meningkat sekitar 15%) →menyebabkan
konsentrasi sel darah merah ‘seolah olah rendah’ karena ada hemodilusi
(Hemodilusi adalah keadaan meningkatnya volume darah ibu karena peningkatan
volume plasma dan peningkatan massa eritrosit) → seperti orang anemia →
anemia fisiologis.
33
Hemodilusi adalah hal yang wajar ditemukan pada ibu hamil namun akibat
peningkatan volume plasma darah yang jauh lebih tinggi daripada peningkatan
massa eritrosit mengakibatkan kadar hb ibu cenderung lebih rendah. Hal ini
mengakibatkan ibu hamil menjadi lebih rentan terhadap anemia.

Gambar. Peningkatan
Volume Plasma
a. Hiperemesis
Hiperemesis adalah mual dan muntah selama kehamilan yang terjadi antara 4
dan 8 minggu kehamilan dan terus berlanjut hingga 14-16 minggu kehamilan
dan gejala biasanya akan membaik. Mual dan muntah selama kehamilan dapat
berupa gejala yang ringan hingga berat. Mual dan muntah adalah keluhan
utama pada 70 %-80 % kehamilan.
Hormon kehamilan yg sangat meningkat (estrogen, progesterone,
hCG) menyebabkan area postrema kemoreseptor terstimulasi (pusat
pengaturan muntah) →memberi rangsang ke nukleus traktus solitaries dan
brain stem vomiting center sehingga terjadi mual muntah.
Namun, respon ini tidak terjadi pada setiap ibu hamil bergantung
dengan stimulasi di area postrema dan threshold/sensitifitasnya masing-
masing ibu yang bervariasi antara satu sama lain.

34
Gambar. Proses Terjadinya Hyperemesis

b. Edema & bengkak kaki


Penyebab bengkak kaki yaitu retensi air dan garam karena gestosis dan
tertekannya pembuluh darah karena bagian rendah bayi mulai masuk pintu
atas panggul.
Biasanya edema terjadi pada minggu 22 hingga minggu 27 kehamilan,
dan kemungkinan akan bertahan sampai melahirkan. Edema seringkali terjadi
pada ekstremitas bawah wanita hamil. hal ini disebabkan oleh menurunnya
arus balik darah vena akibat
Vena cava inferior yang terkompresi oleh pertumbuhan janin. Penurunan arus
balik tersebut mengakibatkan adanya akumulasi cairan di bagian bawah tubuh
apalagi jika wanita hamil berdiri dalam waktu lama. Selain itu pada masa
kehamilan juga terjadi penurunan tekanan osmotik koloid interstisial akibat
dari meningkatnya volume cairan ekstrasel.Dengan adanya penurunan tekanan
osmotik interstisial maka osmosis akan lebih mudah terjadi menuju ke daerah

35
interstisial. hal ini yang kemudian menyebabkan terjadinya edema yang
umumnya terjadi pada tahap akhir kehamilan

Ini dapat dicegah yaitu istirahat dengan mengangkat kaki selama 20


menit, tiga atau empat kali sehari untuk mengurangi pergelangan kaki yang
bengkak. Selain itu dapat dicegah dengan keadaan ringan kaki bengkak dapat
diatas dengan tidur dengan kaki lebih tinggi dan mengurangi makan garam.

c. Respirasi
Adaptasi respirasi selama kehamilan dirancang untuk mengoptimalkan
oksigenasi ibu dan janin, serta memfasilitasi perpindahan produk sisa CO2
dari janin ke ibu. Konsumsi oksigen dan ventilasi semenit meningkat secara
progresif selam masa kehamilan. Volume tidal dan dalam angka yang lebih
kecil, laju pernafasan meningkat. Pada aterm konsumsi oksigen akan
meningkat sekitar 20-50% dan ventilasi semenit meningkat hingga 50%.
PaCO2 menurun sekitar 28-32mm Hg. Alkalosis respiratorik dihindari melalui
mekanisme kompensasi yaitu penurunan konsentrasi plasma bikarbonat.
Hiperventilasi juga dapat meningkatkan PaO2 secara perlahan. Peningkatan
dari 2,3-difosfogliserat mengurangi efek hiperventilasi dalam afinitas
hemoglobin dengan oksigen. Tekanan parsial oksigen dimana hemoglobin
mencapai setengah saturasi ketika berikatan dengan oksigen meningkat dari 27
ke 30 mm Hg. hubungan antara masa akhir kehamilan dengan peningkatan
curah jantung memicu perfusi jaringan.
Posisi dari diafragma terdorong ke atas akibat dari pembesaran uterus
dan umumnya diikuti pembesaran dari diameter anteroposterior dan
transversal dari cavum thorax. Mulai bulan ke lima, expiratory reserve
volume, residuak volume,dan functional residual capacity menurun, mendekati
akhir masa kehamilan menurun sebanyak 20 % dibandingkan pada wanita
yang tidak hamil. Secara umum, ditemukan peningkatan dari inspiratory
reserve volume sehingga kapasitas paru total tidak mengalami perubahan.
Pada sebagian ibu hamil, penurunan functional residual capacity tidak
menyebabkan masalah, tetapi bagi mereka yang mengalami perubahan pada
closing volume lebih awal sebagai akibat dari merokok, obesitas, atau
skoliosis dapat mengalami hambatan jalan nafas awal dengan kehamilan lanjut
36
yang menyebabkan hipoksemia. Manuver tredelenburg dan posisi supin juga
dapat mengurangi hubungan abnormal antara closing volume dan functional
residual capacity. Volume residual dan functional residual capacity kembali
normal setelah proses persalinan.

d. Ginjal
Vasodilatasi renal mengakibatkan peningkatan aliran darah renal pada
awal masa kehamilan tetapi autoregulasi tetap terjaga. Ginjal umumnya
membesar. Peningkatan dari renin dan aldosterone mengakibatkan terjadinya
retensi sodium. Aliran plasma renal dan laju filtrasi glomerulus meningkat
sebanyak 50% selama trimester pertama dan laju filtrasi glomerulus menurun
menuju ke batas normal pada trimester ketiga. Serum kreatinin dan Blood
Urea Nitrogen (BUN) mungkin menurun menjadi 0.5-0.6 mg/dL dan 8-
9mg/dL. Penurunan threshold dari tubulus renal untuk glukosa dan asam
amino umum dan sering mengakibatkan glukosuria ringan(1-10g/dL) atau
proteinuria.

e. Musculoskeletal
Kenaikan kadar relaksin selama masa kehamilan membantu persiapan
kelahiran dengan melemaskan serviks, menghambat kontraksi uterus, dan
relaksasi dari simfisis pubis dan sendi pelvik. Relaksasi ligamen menyebabkan
peningkatan risiko terjadinya cedera punggung. Kemudian dapat berkontribusi
dalam insidensi nyeri punggung dalam kehamilan.

f. Kulit
Pada kulit dinding perut akan terjadi perubahan warna menjadi
kemerahan, kusam, dan kadang-kadang juga akan mengenai daerah payudara
dan paha. Perubahan ini dikenal dengan nama striae gravidarum.
Perubahan kulit saat kehamilan disebabkan berberapa faktor seperti
peningkatan hormon esterogen, hormon progesteron dan adanya peregangan
kulit akibat membesarnya janin pada saat kehamilan. Peregangan pada kulit
terutama pada abdomen selama kehamilan menyebabkan robeknya serabut
elastis dibawah kulit sehingga menimbulkan perubahan kulit pada ibu hamil
Perubahan kondisi kulit fisiologis karena perubahan hormon saat kehamilan,
37
kondisi kulit yang sudah ada dan berubah selama kehamilan, dan dermatosis
spesifik pada kehamilan.
Perubahan kulit pada ibu hamil terjadi sekitar 90% karena perubahan
hormonal. Ibu hamil mengalami peningkatan hormon terutama protein hormon
seperti human chorionic gonadotropin (hCG), human placental lactogen
(HPL), human chorionic thyrotropin, progesteron dan estrogen dari plasenta.
Peningkatan hormon ini menyebabkan peningkatan pigmentasi akibat stimulus
dari serum Melanocyte Stimulating Hormone (MSH) pada daerah epidermal
dan dermal selama akhir bulan kedua kehamilan
Perubahan kulit tersebut sering kali terabaikan dari jangkauan kita
karena tidak dilaporkannya kejadian tersebut pada petugas kesehatan.
2.4.5 Partus
Partus yaitu proses kelahiran fetus ke dunia yang membutuhkan dilatasi
serviks untuk jalur keluar bayi dan kontraksi myometrium untuk mendorong bayi
agar bisa keluar.

Beberapa perubahan pada tubuh ibu yang umumnya terjadi sebelum partus:
 Di trimester ketiga, uterus mudah tereksitasi (uterus sering berontraksi
dengan intensitas kecil namun sering). Intensitas dan frekuensi
kontraksi ini akan meningkat setiap hari → dinamakan kontraksi
Braxton-Hicks. Kontraksi ini terjadi sebagai bentuk respon yang
menandakan bahwa persiapan partus sudah dimulai.
 Menjelang kelahiran, serviks yang semula rigid selama periode gestasi,
akan melemas dan membuka jalan untuk keluarnya bayi sebagai proses
persiapan partus. Pelemasan serviks tersebut disebabkan oleh hormone
relaksin yang bekerja dengan cara membuat kolagen pada serviks
(yang berperan dalam membuat serviks rigid) terdisosiasi dan
membuat jaringan ikat tulang pelvis menjadi lebih lunak

38
Gambar. Terjadinya partus

 faktor pemicu kehamilan


 Terjadi di trimester ke 3, di mana fetus sudah tumbuh dan berkembang secara
sempurna sehingga siap dilahirkan.
 Diawali dengan peningkatan kadar CRH dari ibu yang memasuki sirkulasi
fetal hingga sampai di pituitary anterior dari fetal
 CRH ini akan merangsang pituitary anterior untuk meningkatkan kadar
ACTH di tubuh fetus hingga diterima di organ targetnya yaitu korteks adrenal
fetal. Karena dirangsang oleh ACTH, korteks adrenal fetal meningkatkan
kadar kortisol dan DHEA (precursor estrogen) dalam darah fetus.
 Kortisol ini penting untuk pematangan paru fetus sehingga jika fetus
kekurangan kortisol maka dia akan mengalami acute respiratory distress
syndrome. Paru yang sudah matang akan menghasilkan surfaktan → kadar
protein surfaktan yang meningkat di cairan amnion akan meningkatkan
makrofag di uterus yang otomatis meningkatkan juga sitokin IL-1β
 IL-1β bersamaan dengan respon regang uterus akan mengaktifasi NF-κB di
uterus sehingga produksi prostaglandin meningkat. Prostaglandin ini punya
fungsi untuk melemaskan serviks sehingga nanti bisa menginisiasi dilatasi
serviks.

39
 PENINGKATAN DHEA yang sebelumnya sudah disebut, akan dibawa ke
plasenta untuk selanjutnya dikonversi menjadi estrogen. Inilah yang
menyebabkan kadar estrogen dalam tubuh ibu meningkat
 Estrogen berfungsi meningkatkan protein connexon yang membentuk gap
junction di antara sel myometrium → peningkatan gap junction akan membuat
uterus jadi lebih mudah untuk berkontraksi secara terkoordinasi
 Estrogen yang meningkat, bersamaan dengan prostaglandin yang meningkat,
juga akan meningkatkan reseptor oksitosin di myometrium
 Reseptor oksitosin yang meningkat ditambah dengan kontraksi terkoordinasi
dari uterus ini menyebabkan peningkatan responsivitas uterus terhadap kadar
oksitosin yang rendah.
 Fase progresi kelahiran
 Fase ini melibatkan siklus feedback positif dari kontraksi uterus, sekresi
oksitosin, dan produksi prostaglandin
 Dimulai dari peningkatan sensitivitas uterus terhadap oksitosin sehingga
uterus berkontraksi secara kontinyu (dengan arah gerakan kontraksi dari
fundus hingga ke serviks) → bayi terdorong ke arah bawah
 Desakan kepala fetus ke arah serviks ini memicu refleks neuroendokrin yang
akan meningkatkan sekresi oksitosin → peningkatan oksitosin ini memberikan
feeback positif terhadap produksi prostaglandin sehingga peningkatan
prostaglandin dan oksitosin akan terus menyebabkan kontraksi uterus →
kontraksi uterus membuat bayi mendorong serviks →dilatasi serviks memicu
aktivasi refleks neuroendokrin → sekresi oksitosin dilanjutkan peningkatan
prostaglandin → Kontraksi uterus.

Secara peristiwa, proses kelahiran dibagi kedalam 3 proses utama yaitu:


1. Dilatasi serviks
2. Melahirkan bayi
3. Melahirkan plasenta

40
Gambar. Proses Kelahiran
Tahap 1: Dilatasi serviks
• Serviks dipaksa untuk berdilatasi agar kepala fetus bisa lewat hingga
diameternya mencapai 10 cm.
• Tahap yang paling lama → 24 jam pada primipara, lebih cepat (6-12 jam)
pada multipara atau pada proses yang serba normal
• Posisi fetus harus pada presentasi kepala agar dilatasi serviks optimal dan
progress bukaannya efektif → kepala merupakan bagian fetus yang memiliki
luas penampang terbesar (kalo kepala bisa lewat berarti anggota badan lain
juga bakal bisa lewat)

Tahap 2: Pengeluaran fetus


• Dilatasi serviks sudah maksimal
• Fetus melewati vagina → merangsang reseptor regang → aktivasi refleks
neural → membuat kontraksi dinding abdomen yang sinkronis dengan
kontraksi uterus
• Ibu dapat membantu proses persalinan dengan mengkontraksikan otot
abdomen secara sadar berbarengan dengan kontraksi uterus yang terjadi
• Terjadi 30-90 menit
• Bayi masih melekat pada plasenta (dihubungkan dengan umbilical cord)

Tahap 3: Pengeluaran plasenta


• Uterus akan tetap berkontraksi beberapa saat setelah bayi lahir → untuk
memisahkan plasenta dari myometrium dan dikeluarkan melalui vagina
• Kontraksi myometrium secara kontinu mencegah pendarahan postpartum
(karena pembuluh darah mengalami konstriksi ketika otot kontraksi).

41
Merupakan tahap tersingkat → hanya berlangsung 15-30 menit pasca bayi
lahir
2.4.6 Laktasi
Laktasi adalah proses produksi ASI pada payudara ibu untuk diberikan kepada
bayinya. Secara umum, produksi ASI akan dimulai pada alveolus → Lobulus →
Ductus → Keluar. Dirangsang oleh Sel Lactotroph dari Kelenjar Hipofisis
Anterior. Sebelum proses laktasi dilakukan, tubuh perlu mempersiapkan
payudaranya untuk proses laktasi. Persiapan ini memerlukan dua hormon yaitu
estrogen dan progesteron
 Estrogen: berperan dalam mempersiapkan sistem ductus payudara dan berperan
dalam menambah volume lemak payudara.
 Progesteron: berperan dalam mengembangkan sistem alveolar-lobular.
Rinciannya:
• Merangsang pertumbuhan tambahan dari lobules payudara
• Merangsang pertunasan alveolus
• Perkembangan karakteristik sekretori dari sel sel alveolus
• Terdapat beberapa fungsi hormone secara singkat pada Laktasi
1. Prolactin: meningkat ketika kehamilan, untuk Sekresi Susu
2. Esterogen: merangsang peningkatan lactotroph
3. Progesteron: merangsang pematangan sel alveoli untuk persiapan sintesis
ASI
4. Oksitosin: mengkontraksikan sel mioepithelial yang berperan dalam ejeksi
ASI

Suckling pada payudara menyebabkan peningkatan prolactin. Respon dari


suckling akan menurun seiring berjalannya waktu à jika ingin memberikan ASI
sampai 2 tahun harus di jaga terus sucklingnya
Terdapat 2 proses penting dari Laktasi yaitu Sekresi dan Ejeksi Sekresi yaitu
Produksi susu oleh alveolus pada mammae dan ejeksi: keluarnya susu dari papilla
mammae. Kelainan pada salah satu dari ini dapat menyebabkan gangguan
homeostasis payudara

42
Gambar. Proses Laktasi
2.5 Infertilitas pada Wanita
Infertilitas adalah sebuah ketidakmampuan pasangan untuk menghasilkan keturunan
setelah 1 tahun atau lebih berhubungan seksual tanpa alat kontrasepsi. Infertilitas dibagi
menjadi 2 jenis, yaitu infertlitas primer dan infertilitas sekunder. Infertilitas primer adalah
infertilitas yang terjadi pada awal masa hubungan (belum pernah memiliki keturunan),
sedangkan infertilitas sekunder adalah infertilitas yang terjadi setelah 1 atau 2 kali memiliki
keturunan. Kedua kondisi ini dapat disebabkan oleh faktor pria ataupun wanita, tapi
persentase dari faktor wanita memang lebih banyak. Persentase penyebab infertilitas secara
gender dapat dilihat dari gambar berikut:

43
Gambar: Skema persentase penyebab infertilitas.

Infertilitas pada wanita didiagnosis dari riwayat penyakit, siklus menstruasi, dan tes
darah untuk melihat kadar hormon reproduksi wanita. Jika dari ketiga tes itu ada hasil yang
tidak normal, kemungkinan ada risiko terjadi infertilitas. Hal-hal yang dapat menyebabkan
infertilitas pada wanita adalah:

 Ketidakseimbangan hormonal dari kedua kelenjar hipofisis dan gonad


Ketidakseimbangan hormonal mencakup 2 mekanisme, yaitu defisiensi gonadotropin
dan hiperprolaktinemia. Kedua hormon tersebut penting dalam mengatur fungsi
menstruasi dan ovulasi. Hal ini dapat terjadi karena adanya supresi sel-sel penghasil
gonadotropin oleh tumor hipofisis dan sel lainnya. Defisiensi gonadotropin
menyebabkan penurunan kadar hormon FSH dan LH.

44
Gambar: Skema hubungan defisiensi gonadotropin dengan infertilitas.

Lain halnya dengan defisiensi gonadotropin, hiperprolaktinemia adalah kondisi terlalu


tinggi dari hormon prolaktin. Hormon prolaktin distimulasi oleh thyrotropin-releasing
hormon (TSH) dan diinhibisi oleh dopamin. Hormon prolaktin itu sendiri berfungsi
untuk perkembangan payudara, produksi ASI, dan supresan fungsi ovarium. Fungsi
supresan itu lah yang dapat menyebabkan ovulasi terganggu sehingga timbul risiko
infertilitas, tapi sejauh ini, belum diketahui mekanisme prolaktin dalam menghambat
ovulasi. Hiperprolaktinemia ini sendiri dapat disebabkan berbagai hal, seperti cedera
pada dada dan gangguan ginjal.

45
Gambar: Regulasi prolaktin.

 Usia
Usia mempengaruhi kuantitas dan kualitas ovum. Semakin tumbuh usia menuju
manula, kondisi ovum akan semakin menurun.
 Masalah organ reproduksi
Masalah organ reproduksi wanita yang dapat menyebabkan infertilitas adalah infeksi
vagina, gangguan fisiologis pada masa praovulatori dan ovulatori serviks, patologi
pada uterus (seperti polip endometrium, bekas kuretase, dan abortus septik) yang
dapat menggagalkan implantasi blastosit, terblokirnya tuba, dan masalah ovarium,
seperti tumor ovarium.
 STDs dan penyakit-penyakit lain
Kondisi-kondisi yang dihasilkan STDs dan penyakit lain dapat mengganggu fertilitas.
Contoh penyakit-penyakit yang mengganggu fertilitas adalah endometriosis, ovarium
polikistik, dan amenorea.
 Konsumsi obat-obatan, seperti antidopamin
Konsumsi obat-obatan yang berhubungan dengan hormon reproduksi dapat
mengganggu fertilitas, contohnya antidopamin. Dopamin berfungsi untuk

46
menginhibisi sekresi prolaktin. Jika dopamin diinhibisi, kondisi hiperprolaktinemia
dapat terjadi dan mengganggu siklus ovulasi.
 Gaya hidup tidak sehat
Gaya hidup tidak sehat, seperti obesitas, dapat menyebabkan infertilitas karena
kolesterol akan terus diproduksi menjadi hormon reproduksi sehingga kadar hormon
reproduksi akan meningkat terus dan terjadi ketidakseimbangan hormon.
2.5.1 Endometriosis
Endometriosis adalah kelainan estrogen-dependent sehingga menyebabkan
jaringan endometrial di luar uterus (sekitar panggul dan abdomen) dengan
prevalensi 5%-50% pada wanita infertil dan >33% pada wanita dengan gangguan
pelvis kronis. Endometriosis ditemukan pada 6%–10% dari wanita pada umur
reproduktif (Simoens et al., 2007). Ada 3 teori yang dapat menjelaskan
patofisiologi dari endometriosis, yaitu:

• Teori Sampson
Teori ini menjelaskan bahwa endometriosis terjadi karena mengalir
kembalinya (regurgitasi) darah haid melalui tuba fallopi ke dalam rongga
pelvis karena disfungsi gradien tekanan dari kontraksi uterus.
• Teori Metaplastia
Teori ini menjelaskan bahwa endometriosis terjadi karena adanya diferensiasi
jaringan peritonial normal menjadi jaringan endometrial ektopik yang terjadi
karena bawaan genetik.
• Lymphatic dissemination theory
Teori ini menjelaskan bahwa endometriosis terjadi karena adanya sel yang
mengalir melalui pembuluh limfe dan pembuluh darah menuju lokasi ektopik.

47
Gambar: Penggambaran teori-teori endometriosis. Sumber:
http://ksumsc.com/download_center/Archive/2nd/435/4-
Reproductive%20block/Teams/Pathology/6-
%20PCOS%20%26%20Endometriosis.pdf

Selain ketiga teori di atas, ada juga teori pendukung bernama teori metastasis. Teori
ini merupakan teori yang masih dipegang teguh untuk menjelaskan endometriosis
yang tidak hanya berada di bagian panggul. Teori ini menjelaskan bahwa adanya
endometriosis di bagian lain tubuh terjadi karena jaringan endometrial terus
berkembang dan menyebar melalui proses metastasis.

Endometriosis memiliki beberapa gejala. Gejala-gejala yang bisa dirasakan adalah:

• Dismenore: Keram di bagian bawah perut saat menstruasi.


• Dispareunia: Rasa sakit terus-menerus di daerah kemaluan pada sebelum, saat,
ataupun setelah melakukan hubungan seksual.
• Infertilitas

48
Patofisiologi endometriosis dimulai dari darah haid yang keluar dari rongga uterus
dan berkembang menjadi lesi endometriotik. Pada lesi endometriotik, ditemukan
banyak 17β-estradiol dan enzim aromatase yang dapat membuat lesi endometriotik
terus berkembang. Kedua senyawa tersebut akan meningkatkan produksi estradiol,
lalu menjadi PGE2. Lalu, 17β-estradiol berikatan dengan estrogen receptor (ER),
khususnya ERβ, dan mengaktivasinya sehingga menstimulasi pertumbuhan yang
bersifat estrogen-dependent. Hal ini menyebabkan lesi endometriotik terus
berkembang dan tidak mengalami apoptosis.

Gambar: Proses aromatasi pembentukan PGE2 di lesi endometriotik.


Sumber:
https://openi.nlm.nih.gov/detailedresult.php?img=PMC4113402_ijwh-6-
671Fig2&req=4

49
Gambar: Mekanisme pertumbuhan jaringan endometriotik. Sumber:
https://www.cell.com/cell/fulltext/S0092-8674(15)01348-3
2.5.2 Ovarium poliksitik
Ovarium polikistik atau PCOS (Polycystic Ovarian Syndrom) salah satu kelainan
endokrin dimana pada ovarium ditemukan kista dalam jumlah yang banyak.
Sebanyak 5% - 10% wanita usia produktif (12 – 45 tahun) mengidap PCOS dan
30 – 40% wanita dengan amenorrhea mengidap PCOS. Infertilitas mempengaruhi
40% dari pasien PCOS. PCOS terdapat 12 atau lebih kista dengan diameter 4 cm –
8 cm atau terdapat kista dengan volume 10 ml. PCOS ditandai dengan adanya
banyak kista ovarium yang mana kista tersebut merupakan folikel imatur. Folikel
telah berkembang dari tahap premordial namun tertahan pada fase awal antral.
Penyebab utamanya adalah naiknya konsentrasi LH, hiperandrogenisme, dan
resistensi insulin.

50
Gambar: Potongan ovarium penderita penyakit policystic ovarium syndrome
(PCOS)

Pada pasien penderita PCOS memiliki ciri – ciri utama sebagai berikut:

 Anovulasi
Anovulasi yaitu tidak terjadinnya proses ovulasi yang disebabkan oleh
tingginya kadar androgen, hal ini menyebabkan infertilitas pada wanita.
 Hiperandrogenisme
Hiperandrogenisme merupakan keadaan dimana kadar androgen
berlebih. Manifestasi dari tingginya androgen ini menyebabkan Hirsutisme
atau tumbuh rambut berlebih pada wajah, dada, abdomen, dan paha atas
serta jerawat & alopesia.
 Resistensi Insulin
Pada pasien PCOS kerap kali berikaitan dengan obesitas dan diabetes
tipe 2.

Faktor resiko dari polycystic ovarium syndrom adalah:

 Genetik
Menurut penelitian 20-40% wanita dengan PCOS memiliki kerabat
yang juga mengidap PCOS.
 Obesitas

51
Berkontribusi terhadap perkembangan intoleransi glukosa dan
hiperinsulinemia yang dapat mengembangkan manifestasi
hiperandrogenisme.
 Gaya hidup dan lingkungan
Dikaitkan dengan peningkatan disfungsi metabolik, dan kenaikan berat
badan yang dapat menyebabkan anovulasi dan hiperandrogenisme.

Gambar: Bagan patofisiologi Plycystic Ovarium Syndrome

52
Genetik, obesitas dan gaya hidup serta lingkungan dapat meningkatkan pelepasan
GnRH sehingga memicu peningkatan rasio LH:FSH dengan jumlah LH
meningkat. Peningkatan LH menyebabkan theca cells melepaskan androgen
berlebih. Genetik dan obesitas juga menyebabkan resistensi insulin. Resistensi
insulin menyebabkan hiperinsulinemia. Tingginya kadar insulin mencetuskan
peningkatan androgen. Androgen menyebabkan hirsutisme dan menahan
perkembangan folikel antral sehingga terjadi anovulasi dan munculnya polikista
pada ovarium. Anovulasi menyebabkan tidak tersedianya korpus luteum, hal ini
menyebabkan penurunan progesteron dan peningkatan kadar estrogen.
Ketidakseimbangan hormon memicu peningkatan resiko kanker endometrium.
Manifestasi klinis dari penyakit policystic ovarian syndrome antara lain;
Infertilitas, diabetes tipe 2, penyakit kardiovaskular, abnormalitas kolesterol, dan
kanker endometrial.
2.5.3 Amenorea
Amenorea adalah tidak adanya pendarahan menstruasi. Amenorea dibagi
menjadi dua jenis, yaitu amenorea primer dan amenorea sekunder. Amenorea primer
adalah Kegagalan untuk menstruasi pada usia 15 tahun atau pada usia 13 tahun (masa
pubertas) jika gagal menstruasi disertai dengan tidak adanya karakteristik seks
sekunder. Sedangkan amenorea sekunder adalah Penghentian menstruasi minimal 6
bulan pada wanita yan telah memiliki siklus haid yang normal.
Penyebab amenorea dapat dibagi menjadi karena gangguan anatomi dan
gangguan endokrin.
 Gangguan fisiologi:
1. Mullerian agenesis (Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser Syndrome) adalah
gangguan dimana tidak adanya atau seseorang memiliki vagina atau uterus
yang tidak berkembang.
2. Asherman’s syndrome yaitu kehilangan rongga uterin secara parsial atau
komplit karena adhesi yang mencegah pertumbuhan normal dan peluruhan
endometrium.
3. Destruksi rongga uterus karena infeksi atau pengaruh operasi
 Gangguan endokrin:
1. Kerusakan struktural atau fungsional pada Hipothalmic-pituitary-ovarium
axis yang dibagi menjadi empat kompartemen.
 Hypothalamic disorder
53
Hipotalamus tidak bisa menghasilkan gonadotropin (GnRH),
hipofisis tidak mendapat rangsangan dari hipotalamus sehingga
tidak mensekresikan folicle stimulating hormone (FSH) dan
luteinizing hormone (LH). FSH dan LH berperan penting dalam
proses ovulasi. Ovarium tidak mendapatkan sinyal untuk
menstimulasi produksi estrogen dan ovulasi tidak terjadi.
Ketiadaan estrogen dapat menyebabkan karakter sekunder yang
dipengaruhi estrogen tidak berkembang.
 Anterior Pituitary Disorder
Gangguan ini disebabkan oleh tumor dan beberapa kecacatan
dari SSP, seperti hydrocephalus, craniopharyngiomas. Dapat
menyebabkan hipofisis tidak dapat memproduksi FSH dan LH
sehingga ovulasi dan menstruasi tidak terjadi.
 Ovary Disorders
Gangguan ovarium ini sering dihubungkan dengan genetik
yang abnormal seperti sindrom turner dan androgen insensitivity
syndrome (AIS). Sindrom turner adalah sebuah kondisi kelainan
genetik yang hanya terjadi pada wanita khususnya anak-anak. Hal
ini dapat disebabkan oleh tidak adanya sebagian kromosom X atau
keseluruhan sel dari seorang wanita, yang dapat menghambat
perkembangan tubuh dan juga terkadang dapat menyebabkan
kemandulan. Gejala dari kelainan ini adalah memiliki tubuh yang
cenderung pendek dan kehilangan fungsi ovarium dalam tubuh.
AIS adalah ketika seseorang yang secara genetik pria (XY) resisten
terhadap hormon androgen sebanyak hormon pria sehingga secara
fisik dia seperti wanita. Meskipun testosteron diproduksi saat fetus
karena ada kromosom Y, tetapi organ reproduksi pria tidak
terbentuk dikarenakan tidak adanya reseptor androgen di sel target..
hormon estrogen yang dihasilkan menyebabkan karakteristik
sekunder wanita dapat berkembang.
2. Hipertiroidisme yang akan menyebabkan Hiperprolaktinemia sehingga
dapat menjadi supresan fungsi ovarium.
3. Policystic ovarian syndrome (PCOS)

54
2.6 Obat Infertilitas Wanita
2.6.1 Obat Endometriosis

Gambar. Algoritma Terapi Endometrios

Gambar. Obat-obat Terapi Endometriosis

55
A. NSAID (Non Steroid Antiinflammation Drug)
1. Ibuprofen
Mekanisme
Derivat asam propionat yang menghambat pembentukan COX.
Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, Ekskresi
Ibuprofen terikat pada protein, mengalami metabolisme hepatik (90%
dimetabolisme menjadi hidroksilat atau derivat karboksilat). Waktu paruh
kurang lebih 2 jam.
Dosis dan Penggunaan
Berada dalam bentuk kapsul, tablet, kaplet, dan gelcaps dengan dosis
400 mg tiap 6-8 jam.
Efek samping
hemoragik, muntah-muntah, menurunnya hemoglobin, hipertensi,
eosinophilia, dispepsia, ulkus gastrointestinal
2. Naproxen
Kontraindikasi dan Peringatan
Tidak boleh digunakan untuk pasien dengan alergi terhadap aspirin
atau NSAID lainnya.
- Dapat meningkatkan resiko stroke terutama pasien yang memiliki penyakit
jantung (Cardiovasular risk).
- Pendarahan gastrointestinal yang dapat berakibat fatal (GI risk).
Dosis
275 mg peroral setiap 6-8 jam.
Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, Ekskresi
• Bioavaibilitas: 95%
• Onset 30-60 menit
• Durasi: <12 jam
• Peak plasma concentration: 62-96 mcg/mL
• Protein bound: <99%
• Vd: 0.16 L/ kg
• Metabolisme di liver dengan konjungasi
• Metabolit: 6-Desmethlnaproxen, glucuronide conjugates
• Enzime inhibited: COX-1, COX-2
• Half-life: 12- 17 hari
56
• Clearence: 0.13 mL/ min/ kg
• Eksresi: Urine (95%), feses (<3%)

B. Kontrasepsi Oral
Kombinasi antara estrogen dan progestin dapat menginhibisi selektif
fungsi hipofisis yang menyebabkan inhibisi ovulasi. Kombinasi keduanya
juga menyebabkan perubahan mukus serviks di endometrium uterus dan
dalam motilitas dan sekresi tuba uterina. Hal tersebut mengurangi
kemungkinan konsepsi dan implantasi. Umumnya disediakan dalam kemasan
21 hari dengan tambahan 7 pil yang tidak mengandung hormon aktif. Biasanya
digunakan untuk wanita yang sekaligus menginginkan kontrasepsi . Pil dosis
rendah mengandung < 35µg estrogen.
• dosis  awal : 1 tablet plasebo per hari pada hari pertama siklus menstruasi.
Dilanjutkan dengan tablet aktif sepanjang siklus
• Efek samping : sakit kepala, kerontokan rambut, anomali kongenital, sindrom
pra menstruasi

C. Gonadotrophin Releasing Hormone Agonis (GnRH Agonis)


Obat sintetis yang menyebabkan pelepasan FSH dan LH pada awalnya tetapi
penggunaan selanjutnya dengan cepat menekan kedua hormon tersebut . Pada
pemberian agonis GnRH secara kontinu, agonis GnRH akan menduduki
reseptor di hipofisis anterior, dan mengurangi sensitifitas hipofisis terhadap
rangsangan agonis Gn-RH (tidak adekuat), sehingga terjadi penurunan sekresi

57
LH dan FSH. Akibatnya produksi estrogen oleh ovarium pun akan
berkurang (receptor down-regulation).

1. Leuprolide

Farmakokinetika

58
Progestin
Progestin merupakan progestogen sintetik yang memiliki efek mirip dengan
progesteron alami. Progestin dapat digunakan untuk mengobati Endometriosis dengan
atrofi dan desidualisasi jaringan endometrium, menebalkan mukus serviks dan
perubahan endometrium, kadar sirkulasi di dalam progestin cukup tinggi untuk
menghambat lonjakan LH. Mekanisme kerja Progestin adalah sebagai berikut:

• Menekan ovulasi. Kadar progestin di dalam sirkulasi cukup tinggi sehingga


kadar FSH (folicle stimulating hormon) dan LH (luteinizing hormon) menurun
dan tidak terjadi lonjakan LH, maka teriadi penghambatan steroidogenesis
ovarium.

• Perubahan pada endometrium (atrofi) dan selaput rahim tipis. Hormon


progesteron mengganggu perubahan fisiologis endometrium.

• Membuat lendir serviks kental.

Contoh Obat golongan Progestin

Depo Medroksi Progesteron Asetate (DMPA),


Mengandung progesteron sebanyak 150mg.
DMPA adalah derivat 17α hidroksi progesteron,
dibuat dalam bentuk suspensi air. DMPA
diberikan setiap 3 bulan secara intramuskular,

Depo Medroksi
Progesteron Asetate
59
(DMPA)
kadar DMPA dalam darah mencapai puncak setelah 10 hari. DMPA bekerja menekan
ovulasi, mengentalkan lendir serviks, menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi.
Namun obat DMPA ini memiliki efek samping sebagai berikut:

 Amenorhoe (tidak datangnya haid pada setiap bulan selama akseptor mengikuti
suntik KB)

 Metrhoragia (perdarahan yang berlebihan diluar masa haid)

 Spotting (bercak – bercak perdarahan diluar masa haid yang terjadi selala
akseptor mengikuti KB suntik)

 Menorrhagia (datangnya darah haid dalam jumlah banyak)

 Penambahan berat badan

Selain itu DMPA memiliki kontraindikasi terhadap Wanita hamil, Wanita yang
mengalami perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya, dan Penderita
kanker payudara atau yang memiliki riwayat kanker payudara.

Danazol

Danazol termasuk golongan hormon sintetik pria turunan androgen dengan


substitusi gugus alkil pada atom C-17 ol. Danazol merupakan steroid sintetis dari 17α
- etinil testosteron. Efek antigonadotropin Danazol ini terjadi dengan cara menekan
FSH dan LH, sehingga teriadi penghambatan steroidogenesis ovarium. Mekanisme
aksi Danazol sebagai berikut:

• Menekan pituitary-ovarian axis dengan menginhibisi pituitary gonadotropin


output.

• Menghambat proses ovulasi dengan menekan gonadotropin-releasing factor


untuk mencegah sekresi dari FSH dan LH.

• Mengikat resptor androgen, progesterone dan glukokortikoid tapi tidak


mengikat resptor aromatase yang berperan dalam pembentukan estrogen.

Oleh karena itu danazol tidak dianjurkan pada pasien endometriosis dengan penyakit
hati, ginjal, dan jantung. Selain itu, hormon ini juga termasuk hormon pria sehingga

60
efeknya tidak terlalu nyaman bagi wanita. Danazol juga kadangkadang menyebabkan
perdarahan bercak (spotting) yang tidak menyenangkan. Dewasa ini dipakai preparat
medroksi progesteron asetat (MPA) dan didrogesteron. Kedua senyawa ini merupakan
progesteron alamiah dengan efek samping yang tidak separah danazol. Bentuk yang
tersedia berupa paket komposit, jadi satu tablet dapat terdiri dari beberapa jenis obat.

• Metabolisme : Danazol dimetabolisme dalam tubuh secara lambat dan


mempunyai waktu paruh lebih dari 15 jam.

• Sekresi : Obat ini disekresikan lewat feses maupun urin.

• Dosis : Dosis awal dari obat ini adalah 600 mg per hari, setelah satu
bulan pemberian 400 mg per hari kemudian diturunkan lagi menjadi 200 mg
per hari setelah 2 bulan pemberian obat.

• Kontraindikasi : Porfiria, Undiagnosed abnormal genital bleeding,


Hipersensitivitas Danazol, Trombosis atau tromboembolik, dan Androgen-
dependen tumot.

Contoh Sediaan Kapsul Danazol

2.6.2 Obat Amenorea


Brimocriptine

Bromocriptine merupakan derivat ergot yang memiliki aktivitas agonis


reseptor dopamin (D2) yang mengaktivasi reseptor dopamin post sinaptik.

61
Dopamin merupakan prolactin inhibitory factor yang bekerja pada sel yang
memproduksi prolaktin. Sel-sel ini menghasilkan prolaktin pada kondisi
ketiadaan dopamin. Secara klinik bromocriptine menurunkan kadar
prolaktin dalam plasma secara signifikan pada pasien hiperprolaktinemia.

Bromocriptine menimbulkan penghambatan terhadap laktasi fisiologis


dan galaktorea pada penderita hiperprolaktinemia, namun tidak
menghambat sekresi hormon tropik lainnya dari hipofisis anterior (kecuali
pada pasien dengan akromegali dimana ia akan menurunkan kadar hormon
pertumbuhan dalam plasma pada sebagian besar pasien).

Bromocriptine diserap oleh tubuh dalam jumlah yang cukup besar,


tetapi hanya 7% yang masuk ke sirkulasi sistemik karena first-pass
metabolism di hati. Bromocriptine mempunyai t1/2 yang relative pendek (2-
8 jam).

TERAPI NON – FARMAKOLOGIS

1. Ovarian Drilling
Terapi ini dilakukan jika terapi linin pertama dengan Clomifene Sitrat
sudah tidak berefek kepada penderita (wanita tetap gagal hamil). Cara
pelaksanaannya yaitu dengan membuat lubang pada perut wanita menuju
rahim kemudian memasukkan tabung kecil ke dalamnya yang dapat
mengalirkan gas CO2 yang membuat perut mengembang. Hal ini dilakukan
supaya dapat dimasukkan alat untuk melihat kondisi di dalam tanpa
merusak sekitar.
Setelah prosedur ini, dilakukan pengeboran terhadap ovarium
menggunakan elektrokauter monopolar atau sinar laser. Setelah dilakukan
pengeboran, maka akan terjadi pengurangan jumlah ovarium untuk
menormalisasi produksi hormone androgen yang berlebihan pada
penderita PCOS dan dapat terjadi kehamilan.

2. Fallopian Tube Surgery

62
Terapi ini digunakan pada wanita yang mengalami gangguan pada tuba
fallopi akibat adanya penyumbatan, dapat dilakukan prosedur
Salpingolysis untuk menyingkirkan sumbatan di tuba falopi maupun
Fimbriolisis apabila ada perlekatan fimbrio di dekat ovarium.
- Salpingolysis : pengangkatan pelekatan di sekitar tuba falopi
- Fimbriolysis : pengangkatan pelekatan di sekitar ovum
Kondisi tuba fallopi dapat diketahui dengan prosedur
hysterosalpingography (HSG), dengan menggunakan x-ray setelah
dilakukan penyuntikan suatu dya (cairan khusus).

3. Intraurine Insemination

Terapi ini dilakukan dengan cara memasukkan sperma yang telah


tersterilisasi dan dibersihkan secara injeksi menggunakan kateter ke dalam
rahim wanita saat masa ovulasi supaya proses pembuahan berjalan lebih
mudah dan sperma diharapkan langsung mencapai sel telur.

63
4. In Vitro Fertilization

Terapi ini dilakukan jika seluruh terapi sebelumnya tidak berhasil


membuat seorang wanita hamil. Mula – mula wanita diberikan injeksi
hormone GnRH (FSH untuk mengembangkan folikel primer menjadi
folikel sekunder dan LH untuk melonggarkan sel telur dari folikelnya).
Selanjutnya sel – sel telur diambil dari ovarium dan dibuahi dengan sel
sperma di lingkungan luar yang steril lalu diinkubasi selama 48 jam.
Setelah sel telur tebuahi matang dan menjadi embrio, embrio ini
ditanamkan kembali pada uterus wanita.

2.6.3 Obat Polycystic


Kebanyakan wanita yang mengalami PCOS diobati dengan menggunakan
androgen-progestin contraseptive dan anti androgen. Androgen-progestin
contraseptive berfungsi untuk menekan produksi ovarian dari testosteron, dan anti
androgen seperti spironolactone untuk menghilangkan efek maskulinasi dari
adanya peningkatan sirkulasi testosteron.

A. Klomifen Sitrat

Klomifen Sitrat merupakan salah satu obat yang digunakan untuk


terapi anovulasi pada PCOS. Klomifen Sitrat mempunyai struktur yang mirip
dengan estrogen sehingga akan berkompetisi untuk menduduki reseptor
estrogen di seluruh sistem reproduksi. Berbeda dengan estrogen, klomifen

64
sitrat akan menduduki reseptor estrogen lebih lama sehingga akan menekan
konsentrasi reseptor estrogen melalui mekanisme receptor recycling.

Hal tersebut akan menyebabkan estrogen tidak dapat berikatan dengan


reseptornya dan terjadi hipoestrogenik di hipotalamus. Kondisi ini akan
menyebabkan hilangnya negative feedback terhadap produksi GnRH di
hipotalamus dan pituitary. GnRH selanjutnya akan kembali diproduksi dan
terjadi peningkatan sekresi FSH dan LH. FSH dan LH akan merangsang
steroidogenesis dan folikulogenesis di ovarium dan menghasilkan
pertumbuhan folikel sehingga terjadi ovulasi.

Gambar 1. Mekanisme kerja Klomifen dalam meningkatkan GnRH,


FSH, dan LH

Efek samping Klomifen

Efek samping yang disebabkan oleh penggunaan obat ini adalah penurunan
kualitias atau kuantitas mukus serviks, hiperstimulasi ovarium, kembung, rasa
sakit pada perut atau pelvis, dan gangguan penglihatan. Selain itu, klomifen
dapat menyebabkan ovulasi ganda dan meningkatkan insiden kelahiran
kembar.

Kontraindikasi Klomifen

Kontraindikasi penggunaan Klomifen adalah sebagai berikut:

65
 Hamil (kategori X)
 Penyakit hati
 Perdarahan uterus abnormal
 Kanker endometrium
 Kista ovarium yang tidak berasosiasi dengan PCOS

Dosis

Dosis Klomifen untuk orang dewasa adalah 50 mg/hari selama 5 hari siklus
menstruasi dimulai pada hari kedua hingga hari ke lima. Jika masih gagal
untuk induksi ovulasi, maka dosis ditingkatkan sesuai yang telah disetujui oleh
FDA yaitu maksimum 100 mg/hari dan dapat meningkat hingga 150 atau 200
mg/hari.

Data farmakokinetika

Klomifen diabsorpsi segera pada GI dengan onset 5-7 hari dan waktu paruh
dalam plasma 5-7 jam. Klomifen termetabolisme melalui siklus enterohepatik
dan diekskresi dalam jumlah 37-51% melalui feses dan sedikit pada urine.

B. Metformin

Metformin, disebut juga Glucophage, merupakan insulin-sensitizing


agents. Metformin dapat memperbaiki resistensi insulin (hormon yang
membawa glukosa ke sel), mengembalikan siklus pembuahan menjadi normal,
meningkatkan kesuburan, menurunkan hiperandrogenisme, menurunkan
kejadian keguguran, dan menurunkan angka diabetes pada kehamilan.
Metformin hanya mengurangi kadar glukosa darah dalam keadaan
hiperglikemia serta tidak menyebabkan hipoglikemia bila diberikan sebagai
obat tunggal. Metformin tidak menyebabkan pertambahan berat badan bahkan
cendrung dapat menyebabkan kehilangan berat badan.

Mekanisme Kerja
 Metformin mempengaruhi kontrol insulin dan glukosa dalam darah.
 Memiliki efek secara primer dengan cara menghambat
gluconeogenesis di ovarium sehingga menurunkan produksi androgen
di ovarium.

66
 Menurunkan tingkat absorbsi glukosa di intestinal dan meningkatkan
uptake dan utilisasi glukosa di perifer.
 Dapat menurunkan kadar insulin atau merubah efek insulin pada
ovarium dalam pembentukan androgen
 Menurunkan kadar serum LH, proliferasi sel-sel theca, dan
pertumbuhan endometrium
 Memperbaiki sensitivitas jaringan perifer (otot lurik) dan hati terhadap
insulin
 Pada pemakaian selama 12 minggu didapatkan perbaikan penggunaan
glukosa oleh jaringan perifer sekitar 18-29% dan penurunan produksi
glukosa hati mencapai 9-30% (penghambatan glukoneogenesis).
Farmakokinetika
 Absorpsi : Penyerapan metformin relatif lambat dan bisa
berlanjut selama sekitar 6 jam.
 Distribusi : Hampir tidak mengikat protein plasma.
 Metabolisme : Metformin tidak dimetabolisme di hati.
 Ekskresi : Obat ini diekskresikan dalam urin dengan tingkat
klirens tinggi sekitar 450 mL / menit. Eliminasi awal metformin
terhitung cepat dengan waktu paruh bervariasi antara 1,7 dan 3 jam.
Tahap eliminasi terhitung sekitar 4 sampai 5% dari dosis yang diserap
lambat dengan waktu paruh antara 9 dan 17 jam.
Indikasi
 Obat oral antihiperglikemia
 Pengobatan penderita diabetes yang tidak tergantung insulin dan
kelebihan berat badan dimana kadar gula tidak bisa dikontrol dengan
diet saja
 Dapat digunakan sebagai monoterapi atau dikombinasikan dengan obat
antidiabetes lainnya.
Kontra Indikasi
Penderita kardiovaskular, gagal ginjal, dehidrasi dan peminum alkohol,
koma diabetik, ketoasidosis, infark miokardial, keadaan penyakit kronik akut
yang berkaitan dengan hipoksia jaringan, keadaan yang berhubungan dengan
asidosis laktat seprti syok, insufisiensi pulmonar, riwayat asidosis laktat.

67
Efek samping
 Gangguan gastrointestinal
 Diare
 Nafsu makan berkurang
 Demam
 Nyeri otot
 Mengantuk
Dosis
a. Immediate release
 500 mg secara oral dua kali sehari atau 850 mg secara oral
sekali sehari.
 Dapat meningkatkan dosis sebanyak 500 mg per minggu atau
850 mg per dua minggu.
 Dosis maintenance 2000 mg.
 Dosis maksimal 2550 mg.
b. Extended release
 500 hingga 1000 mg secara oral sekali sehari.
 Dapat meningkatkan dosis sebanyak 500 mg per minggu atau
850 mg per dua minggu.
 Dosis maintenance 2000 mg.
 Dosis maksimal 2500 mg.

68
BAB III
PENUTUP
Organ reproduksi primer (gonad) pada wanita adalah ovarium. Gonad akan menghasilkan
hormon seks yakni estrogen dan androgen. Pada wanita, ovarium akan menghasilkan
sejumlah besar estrogen dan juga mensekresikan androgen dalam jumlah sedikit. Hal ini lah
yan mengakibatkan efek feminim lebih dominan terlihat pada wanita.
Tidak terjadinya kehamilan pada seorang wanita setelah menikah satu tahun atau
lebih yang dengan catatan pasangan tersebut telah melakukan hubungan seksual secara
teratur tanpa adanya pemakain alat kontrasepsi disebut infertilitas. Banyak faktor yang dapat
menyebabkan infertilitas, faktor tersebut bisa berasal dari pria atau wanita. Untuk mengatasi
masalah ini, tersedia berbagai terapi yang dapat menjadi pilihan yang disesuaikan dengan
gejala dan kondisi yang dimiliki oleh pasien. Tujuan dari terapi ini adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan kesuburan pasien.

69
DAFTAR PUSTAKA
Brunton, Laurence L., Lazo, John S., Parker, Keith L. 2006. Goodman & Gilman’s The
Pharmacological Basis of Therapeutics 11th Edition. USA : The McGraw-Hill
Companies, Inc.
Corwin, Elizabeth J. 2008. Handbook of Pathophysiology, 3rd Edition. Ohio : Lippincott
Williams and Wilkins.
Hall, J. E. 1. (2006). Guyton and Hall textbook of medical physiology (11th edition.).
Philadelphia, PA: Elsevier.
Hansen & Kathleen. (2015). Genetics and Genomics of Endometriosis. Retrieved
from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4346178/
Hashim, Abu. (2014). Potential role of aromatase inhibitors in the treatment of
endometriosis. Retrieved from
https://openi.nlm.nih.gov/detailedresult.php?img=PMC4113402_ijwh-6-
671Fig2&req=4
Han, et al. (2015). Estrogen Receptor β Modulates Apoptosis Complexes and the
Inflammasome to Drive the Pathogenesis of Endometriosis. Retrieved from
https://www.cell.com/cell/fulltext/S0092-8674(15)01348-3
Sherwood, L. (2010). Human Physiology: From Cells to System 7th ed. Brooks/Cole.
Silverthorn, A. C., Garrison, C. W., Ober, W. C., & Jhonson, B. R. (2010). Human
Physiology, an Integrated Approach. San Francisco: Pearson Education, Inc.
Tortora, G.J., Derrickson, B., 2012. Principles of Anatomy and Physiology. 13th ed. USA:
John Wiley & Sons.
DiPiro, J. (2008). Pharmacotherapy. New York: McGraw-Hill Medical.
Goodman, L., Gilman, A., Brunton, L., Lazo, J., & Parker, K. (2006). Goodman & Gilman's
the pharmacological basis of therapeutics. New York: McGraw-Hill.
Suparman, Erna. 2012. Penatalaksanaan Endometriosis. Manado: Universitas Samratulangi.
Sari, I. Ratna Novalia. 2015. Kontrasepsi Hormonal Suntik Depo Medroxyprogesterone
Acetate (DMPA) sebagai Salah Satu Penyebab Kenaikan Berat Badan. Lampung:
Universitas Lampung
Alchami, A., Oliver O., Melanie D. 2015. PCOS: diagnosis and management of related
infertility. Elsivier
Rena, G., D. Grahame H., Ewan R. Pearson. 2017. The mechanisms of action of metformin.
Springer
Metformin Hidroklorida http://pionas.pom.go.id/monografi/metformin-hidroklorida

70

Anda mungkin juga menyukai