Disusun Oleh:
Shift B / Kelompok 7
I. Tujuan Percobaan
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk mengisolasi senyawa dari
simplisia cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.). Tahapan awal dari isolasi suatu
senyawa adalah tahapan skrining fitokimia yang bertujuan untuk proses
identifikasi awal untuk mengetahui golongan senyawa apa saja yang terdapat di
dalam simplisia. Selanjutnya dilakukan tahap ekstraksi yang bertujuan untuk
menarik seluruh senyawa yang terdapat di dalam simplisia sehingga didapatkan
senyawa yang masih umum, metode ekstraksi yang digunakan adalah metode
maserasi. Setelah simplisia diektraksi, dilakukan pemantauan ekstrak terhadap
ekstrak menggunakan metode KLT (Kromatografi Lapis Tipis). Setelah
pemantauan ekstrak, dilakukan fraksinasi yang bertujuan untuk mendapatkan
suatu fraksi yang lebih sederhana dari ekstrak dengan metode ekstraksi cair-cair.
Tahapan selanjutnya adalah proses pemantauan fraksi menggunakan
kromatografi lapis tipis. Setelah didapatkan fraksi, selanjutnya dilakukan tahapan
fraksinasi kedua untuk mendapatkan komponen yang lebih sederhana lagi yaitu
subfraksi, maka digunakan metode kromatografi kolom klasik. Tahapan
selanjutnya adalah dilakukannya proses pemantauan kembali subfraksi
menggunakan kromatografi lapis tipis. Kemudian subfraksi yang terpilih
dimurnikan menggunakan kromatografi lapis tipis preparatif untuk mendapatkan
senyawa murni. Setelah didapatkan hasil senyawa yang diduga murni, maka untuk
memastikannya dilakukan proses uji kemurnian menggunakan kromatografi 1
dimensi dan 2 dimensi. Selanjutnya dilakukan pencucian kristal yang bertujuan
untuk mendapatkan kristal yang lebih murni sehingga terbebas dari pengotor.
Setelah didapatkan kristal yang lebih murni, dilanjutkan dengan proses pengujian
titik leleh dengan menggunakan melting point. Setelah dipastikan murni, maka
untuk mengetahui identitas senyawa yang diperoleh maka dilakukan pengujian
menggunakan alat spektrofotometer UV sehingga didapatkan data berupa panjang
gelombang dan nilai absorbansi.
II. Alat dan Bahan
Tabel 2.1 Alat dan Bahan yang digunakan selama praktikum
Alat Bahan
Alat maserasi Air panas
Batang pengaduk Amilalkohol
Beaker glass Aquadest
Cawan Penguap Benang kasur
Chamber Etanol 96%
Corong Pisah Etil asetat
Gelas ukur 10 mL HCl pekat
Gelas ukur 50 mL Kapas bebas lemak
Gelas ukur 100 mL Kertas perkamen
Hair Dryer Kertas saring
Hot Plate Kloroform
Kaca arloji Larutan Amonia 10%
Mortir dan stemper Larutan Besi (III) Klorida 1%
Neraca analitik Larutan Gelatin 1%
Oven Larutan HCl 2 N
Pipet tetes Larutan NaOH 1 N
Spatel Larutan Vanilin 10% dalam H2SO4 pekat
Spektrofotometer UV-Vis Metanol
Statip dan klem n-heksan
Tabung kromatografi kolom Pereaksi Besi (III) Klorida
Tabung reaksi Pereaksi Dragendorff
Vacum rotary evaporator Pereaksi Liebermann Burchard
Vial Pereaksi Mayer
Water bath Pereaksi Steasny
Serbuk Magnesium
Pipa kapiler
Plastic Wrap
Plat KLT analitik
Plat KLT preparatif
Silika gel
Simplisia Cabe Jawa
III. Prosedur
3.1 Skrining Fitokimia
3.1.1 Alkaloid
Simplisia ditempatkan pada tabung reaksi, lalu di asamkan dengan
penambahan Asam Klorida 2N lalu disaring. Kemudian filtrat di basakan dengan
penambahan larutan Amonia 10%, kemudian ditambahkan kloroform dan di
kocok kuat-kuat. Lalu lapisan kloroform di pipet dan di saring, kemudian
kedalamnya di tambahkan Asam Klorida 2N lalu dikocok kuat kuat-kuat sampai
terdapat dua lapisan dan lapisan asam dipipet dan dibagi tiga bagian. Yaitu pada
bagian pertama ditambahkan Pereaksi Mayer dan adanya endapan putih atau
kekeruhan menandakan positif alkaloid, pada bagian kedua ditambahkan Pereaksi
Dragendorff dan adanya endapan jingga-kuning atau kekeruhan menandakan
positif alkaloid, dan pada bagian ketiga digunakan sebagai blangko.
Pembuatan Pereaksi Mayer: HgCl2 sebanyak 1,36 gram dilarutkan ke
dalam 60 mL air dan sebanyak 5 gram KI dilarutkan dalam 10 mL air, lalu kedua
larutan tersebut dicampurkan dan digenapkan dengan menggunakan air hingga
volumenya 100 mL.
Pembuatan ereaksi Dragendorff: sebanyak 8 gram Bi(NO3 )3. H2O
dilarutkan dalam 30% b/v HNO3 dan sebanyak 27,2 gram KI dilarutkan dalam 50
mL air, lalu kedua larutan tersebut dicampurkan dan dibiarkan selama 24 jam
kemudian disaring, lalu digenapkan dengan air hingga volumenya 100 mL.
3.1.2 Polifenolat
Simplisia ditempatkan pada tabung reaksi lalu ditambahkan air
secukupnya, lalu dipanaskan diatas penangas air dan disaring. Kepada filtrat
ditambahkan larutan Pereaksi Besi (III) Klorida dan timbulnya warna hijau atau
biru-hijau, merah-ungu, biru-hitam hingga hitam, menandakan simplisia positif
fenolat atau timbul endapan coklat menandakan adanya polifenolat.
3.1.3 Flavonoid
Simplisia sebanyak 1 gram ditempatkan dalam gelas kimia, kemudian
ditambahkan 100 mL air panas dan di didihkan selama 10 menit. Kemudian
campuran disaring, lalu filtrat ditampung sebagai LARUTAN C yang nantinya
akan digunakan untuk pemeriksaan golongan senyawa Flavonoid, Saponin, dan
Atrakuinon.
3.1.4 Saponin
Larutan C diambil sebanyak 5 mL, lalu di masukkan kedalam tabung
reaksi dan di kocok secara vertical selama 10 detik. Kemudian dibiarkan selama
10 menit. Terbentuknya busa 1 cm yang stabil di dalam tabung reaksi
menunjukkan adanya golongan senyawa saponin. Dan busa tersebut masih
bertahan (tidak hilang) setelah ditambahkan beberapa tetes Asam Klorida.
3.1.5 Antrakuinon
Larutan C sebanyak 5 mL lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Kemudian ditambahkan beberapa tetes larutan Natrium Hidroksisa 1N.
terbentuknya warna kuning hingga merah menunjukkan adanya golongan
senyawa kuinon.
3.1.6 Tanin
Simplisia sebanyak 1 gram ditambahkan air panas sebanyak 100 mL,
kemudian didihkan selama 15 menit. Lalu campuran di dinginkan,
kemudiandisaring dan filtrat dibagi menjadi 3 bagian dalam tabung reaksi.
Kedalam tabung filtrat pertama ditambahkan larutan Besi (III) Klorida 1%,
terbentuknya warna biru tua atau hitam kehijauan menunjukkan adanya golongan
senyawa tanin. Ke dalam filtrat kedua ditambahkan larutan Gelatin 1%,
terbentuknya endapan putih menunjukkan keberadaan senyawa tanin. Kedalam
filtrat ketiga ditambahkan 15 mL Pereaksi Steasny, lalu dipanaskan dengan
penangas, terbentuknya endapan merah muda menunjukkan adanya tanin katekat.
Hasil uji filtrat ketiga disaring. Lalu filtrat dijenuhkan dengan penambahan
Natrium Asetat, kemudian ditambahkan beberapa tetes larutan Besi (III) Klorida
1%, terbentuknya warna biru tinta menunjukkan adanya tanin galat.
Pembuatan Pereaksi Steasny: sebanyak 2 baguan Formaldehid 30%
dicampurkan dengan bagian Asam Klorida pekat.
3.2 Ekstraksi
3.2.1 Maserasi
Alat maserator yang akan digunakan dibersihkan dan dibilas dengan
etanol. Kapas sumbat dipasang pada bagian bawah alat dan saluran pada bagian
bawah maserator dipastikan tertutup. Selain itu, kertas saring diukur sesuai
dengan diameter maserator dan ditempatkan ke dalam alat maserator. Kemudian
pada bagian atas kertas saring, ditambahkan kapas hingga menutupi kertas saring.
Sebanyak 200 gram simplisia ditimbang, dimasukan ke dalam alat
maserator dan diratakan permukaan simplisia di dalam maserator. Ke dalam
maserator, ditambahkan pelarut hingga simplisia terendam dengan volume pelarut
600 mL. Bagian atas maserator ditutup menggunakan alumunium foil untuk
menghindari penguapan pelarut, campuran diaduk setiap beberapa waktu tertentu
dan dibiarkan selama 24 jam. Prosedur dilakukan selama 2 hari dan pada hari
kedua, volume pelarut yang ditambahkan sebanyak 500 mL. Kemudian, wadah
penampung disiapkan dan saluran pada bagian bawah alat maserator dibuka untuk
mengambil filtrat. Saluran ditutup kembali setelah semua filtrat tertampung.
Proses pengambilan filtrat diulangi sebanyak duakali pada hari pertama dan
kedua.
3.4 Fraksinasi
3.4.1 Ekstraksi Cair-Cair
Corong pisah yang berukuran 250 ml dalam keadaan bersih yang
sebelumnya telah dibilas etanol teknis disiapkan dan dipastikan telah kering. 47
gram ekstrak kental dilarutkan terlebih dahulu dengan 500 mL aquadest panas dan
sedikit etanol, kemudian ekstrak kental yang telah dilarutkan dalam 500 mL
aquadest panas tersebut kemudian dimasukkan kedalam corong pisah sebanyak
100 mL. Ditambahkan 100 ml pelarut n-heksan dan corong pisah dipasangkan
penutupnya. Corong pisah dikocok dengan hati hati dan sesekali dibuka keran
pada bagian bawah corong pisah untuk mengurangi tekanan uap yang terjadi
dalam corong pisah, pengocokan dilakukan selama 15 menit. Setelah proses
pengocokan selesai dilakukan, corong pisah disimpan pada klem dan didiamkan
sampai kedua lapisan terpisah dengan jelas. Didalam corong pisah terdiri atas dua
lapisan dimana lapisan atas merupakan lapisan pelarut n-heksan dan lapisan
bawah adalah lapisan air sehingga yang diambil untuk diuapkan adalah lapisan
atas (fraksi n-heksan). Fraksi air dimasukkan kembali kedalam corong pisah dan
diulangi sebanyak 1 kali. setelah dipisahkan untuk yang ke 2 kalinya, lapisan
bawah dengan pelarut air ditambahkan 100 mL etil asetat dan dilakukan perlakuan
yang sama seperti terhadap n heksan, dilakukan sebanyak 2 kali. Setiap fraksi
yang didapat selanjutnya diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator.
3.4.2 Kromatografi Kolom Klasik
1,5gram fraksi etil asetat yang telah kental diserbukkan terlebih dahulu
dengan penambahan 1gram silika gel dan digerus menggunakan mortir dan
stemper. 50gram silika gel 60 dibuat bubur silika dengan penambahan n-heksan di
dalam beaker glass dan kemudian dimasukkan kedalam kolom yang sebelumnya
telah disumbat kapas bebas lemak dibagian ujungnya. Silika gel dimasukkan
kedalam kolom sambil kolom dipukul perlahan, diatas silika gel diletakan kertas
saring dan kemudian dimasukkan fraksi etil asetat yang telah diserbukan tadi.
Eluen dimasukkan ke dalam kolom dan keran sambil dibuka sehingga eluen turun.
Penambahan eluen harus secara kotinyu sehingga silika tidak sampai kering.
Fraksi-fraksi yang keluar ditampung dalam vial yang sebelumnya telah dikalibrasi
10 mL. Fraksi yang diperoleh dipekatkan dan dilakukan proses pemantauan
dengan KLT. Warna bercak yang dihasilkan dilihat dibawah sinar UV λ 254 nm
dan λ 366 nm.
Perhitungan:
1. Pereaksi Mayer
50 𝑚𝐿
- HgCl2 = 100 𝑚𝐿 x 1,36 gram = 0,68 gram
50 𝑚𝐿
- Air = x 60 mL = 30 mL
100 𝑚𝐿
50 𝑚𝐿
- KI = x 5 gram = 2,5 gram
100 𝑚𝐿
50 𝑚𝐿
- Air = x 10 mL = 5 mL
100 𝑚𝐿
Air hingga 50 mL
2. Pereaksi Dragendorff
8 gram Bi(NO3 )3. H2 O → 30% b/v HNO3
7,2 gram KI → 50 mL air
V1 . N1 = V2 . N2
50 . 0,3 = V2 . 0,65
15 =V2 . 0,65
V2 = 23 mL
3. Gelatin 1%
Literatur = 2% → 2 gram ~ 100 mL
1% → 1 gram ~ 100 mL
X ~ 50 mL
50 𝑚𝐿
Bobot gelatin = x 1000 mg = 500 mg = 0,5 gram
100 𝑚𝐿
4. FeCl3 1% 50 mL
Kelarutan: FeCl3 9 gram ~ 100 mL
50 𝑚𝐿
50 mL = 100 𝑚𝐿 x 9 gram
= 4,5 gram
5. Peraksi Steasny
2
- Formaldehid = 3 x 50 mL = 33,33 mL
1
- HCl pekat = 3 x 50 mL = 16,67 mL
6. NaOH 1N
Mr NaOH = 23 + 16 + 1 = 40
𝑔𝑟𝑎𝑚 1000
NaOH 1N = x 50 𝑚𝐿
𝑀𝑟
𝑔𝑟𝑎𝑚 100
1N = x
40 50
40
gram = 20 = 2 gram
7. Vanillin 10%
10
Vanillin = 100 x 50 gram = 5 gram
8. Ammonia 10%
10
Ammonia = 100 x 50 mL = 5 mL
9. Pengenceran HCl 12,06N ke HCl 2N
V1 . N1 = V2 . N2
2 . 50 = V2 . 12,06
100 = 12,06 V2
100
V2 = 12,06
= 8,29 mL
4.2 Ekstraksi
Tabel 4.2 Pengamatan dan Perhitungan untuk esktraksi
Gambar Hasil Pengamatan
Ekstraksi dengan alat 3.2.1. Maserasi
maserator Nama Simplisia: Retrofracti Fructus
Nama Umum : Cabe Jawa
Jumlah simplisia yang diekstraksi: 426 gram
Jumlah pelarut yang digunakan: Etanol 1.100
mL
Pada hari pertama: 600 mL etanol
Pada hari kedua: 500 mL etanol
3
Etil asetat = 10 𝑥 5 𝑚𝑙 = 1,5 𝑚𝑙
KLT dengan
7
menggunakan eluen Toluena = 10 𝑥 5 𝑚𝑙 = 1,5 𝑚𝑙
toluena : Etil asetat Dik: Jarak pelarut = 4cm
(7 : 3) Jarak bercak 1 = 3 cm
Jarak bercak 2 = 3,8 cm
Dit: nilai Rf?
Jawab:
3 𝑐𝑚
Rf bercak 1 = = 0,75
4 𝑐𝑚
3,8 𝑐𝑚
Rf bercak 2 = = 0,95
4 𝑐𝑚
Rf bercak 2 = -
4.4 Fraksinasi
Tabel 4.4 Pengamatan serta perhitungan untuk ECC dan Kromatografi Kolom
Pengamatan Perhitungan
Ekstraksi Cair-Cair Jumlah ekstrak untuk di ECC 47 gram
Pelarut yang dipakai adalah 500 mL air
Fraksi Etil Asetat
Bobot cawan kosong = 75,6037 g
Bobot cawan + fraksi = 88, 4711 g
Fraksi = 88,4711 g - 75,6037 g = 12,8674 gram
312,8674 𝑔
% Rendemen = 𝑥 100 % = 27,37%
47 𝑔
Fraksi n-heksan
Bobot cawan kosong = 68,4992 g
Pemekatan fraksi n-
Bobot cawan + fraksi = 70 g
heksan dan etil asetat
Fraksi = 70 g – 68,4992 g = 1,5008 gram
1,5008 𝑔
% Randemen = 𝑥 100 % = 3,19%
47 𝑔
Eluen ke-1
N-heksan : Kloroform (0,3:3,5)
0,5
N-heksan = 𝑥 8 𝑚𝑙 = 1 𝑚𝑙
4
3,5
Kloroform = 𝑥 8 𝑚𝑙 = 7 𝑚𝑙
4
Pemantauan fraksi n-
Fraksi N-heksan
heksan dan etil asetat
Jarak pelarut = 4,1 cm
Jarak bercak 1 = 2,7 cm
Jarak bercak 2 = 3,8
2,7
Rf bercak 1 = 4,1 = 0,658
3,8
Rf bercak 2 = 4,1 = 0,926
Eluen ke-2
Etil asetat : Toluen (3:7)
3
Etil asetat = 10 𝑥 5 𝑚𝑙 = 1,5 𝑚𝑙
7
Toluena = 10 𝑥 5 𝑚𝑙 = 1,5 𝑚𝑙
Jarak pelarut = 4 cm
Jarak bercak = 2 cm
2
Rf = 4 = 0,5
B. Pengamatan
Tabel 4.5 Gambar dari KLT preparatif
No Gambar Keterangan
Proses elusi KLT Preparatif
Etil asetat
N-Heksan
Methanol
Pita 1
(Dipantau dengan sinar UV pada Jarak eluen 1 : 3cm
panjang gelombang 254nm) Elusi 1 : 0,8cm
0,8𝑐𝑚
Rf : = 0,267
3𝑐𝑚
V. Pembahasan
5.1 Skrining Fitokimia
Cabai jawa (Piper retrofractum Vahl) adalah jenis rempah yang masih
berkerabat dengan lada dan kemukus, termasuk dalam suku sirih-sirihan atau
Piperaceae. Nama lainnya adalah cabai jamu, cabai jawa atau cabai saja,
meskipun penyebutan terakhir ini akan rancu dengan cabai lainnya yaitu
Capsicum annuum. Adapun klasifikasi tumbuhan sirsak adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Piperales
Familia : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : P. retrofractum
(Syukur, 2002).
Pada praktikum kali ini, bagian tumbuhan yang praktikan gunakan adalah
bagian buahnya. Hal ini dikarenakan banyak sekali manfaat yang terkandung
didalam buah cabe jawa. Cabe jawa dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai
pengobatan alternatif untuk mengobati sakit perut, masuk angina, beri-beri,
rematik, tekanan darah rendah, kolera, influenza, sakit kepala, bronchitis, dan
sesak nafas. Karena itu, cabe jawa banyak dibutuhkan sebagai bahan pembuatan
jamu tradisional dan obat pil/kapsul modern serta bahan campuran minuman.
Rasa pedasnya berasal dari senyawa piperin dengan kandungan sekitar 4,65
(Januwati, 2000).
Skrining fitokimia atau penapisan fitokimia merupakan analisis kualitatif
terhadap senyawa-senyawa metabolit sekunder. Suatu ekstrak dari bahan alam
terdiri atas berbagai macam metabolit sekunder yang berperan dalam aktivitas
biologinya. Senyawa-senyawa tersebut dapat diidentifikasi dengan pereaksi-
pereaksi yang mampu memberikan ciri khas dari setiap golongan dari metabolit
sekunder (Harborne,1987). Dalam tahapan skrining fitokimia, metode yang
digunakan harus memenuhi syarat-syarat seperti sederhana dan cepat,
menggunakan peralatan yang sedikit mungkin, selektif untuk kelompok tertentu
dan dapat memberikan informasi tambahan mengenai keberadaan suatu senyawa
yang sedang diperiksa.
Senyawa-senyawa yang akan diidentifikasi dengan uji pereaksi kimia pada
praktikum kali ini adalah senyawa golongan alkaloid, polifenolat, flavonoid,
saponin, antrakuinon, tanin, monoterpen, seskuiterpen, triterpenoid dan steroid.
Sampel yang digunakan adalah simplisia buah cabe jawa yang sudah dikecilkan
dan di gerus dalam mortir.
Pada pemeriksaan senyawa alkaloid, simplisia buah cabe jawa
ditambahkan larutan HCl 2N hal ini dimaksudkan agar larutan tersebut bersifat
asam sehingga alkaloid yang semua merupakan basa bebas berubah menjadi
bentuk garamnya kemudian disaring. Tujuan alkaloid dibuat menjadi bentuk
garamnya adalah agar senyawa-senyawa yang bersifat non polar dapat dipisahkan.
Kemudian larutan tersebut dibasakan menggunakan larutan amonia 10%, hal ini
bertujuan agar senyawa yang bersifat polar dapat dipisahkan. Selanjutnya
ditambahkan kloroform yang bersifat semipolar, hal ini bertujuan agar senyawa
non polar dan polar benar-benar tertarik dan kemudian dipipet sambil larutan
disaring. Filtrat kemudian ditambahkan HCl 2N, hal ini bertujuan agar filtrat
bersifat asam. Kemudian larutan tersebut dikocok kuat dan lapisan asamnya
dipipet. Proses penambahan larutan yang bersifat basa dan bersifat asam adalah
agar senyawa-senyawa yang bersifat polar dan non polar dapat tertarik sehingga
saat ditambahkan pereaksi maka hanya senyawa alkaloid saja yang dapat
terdeteksi untuk menghindari adanya hasil positif palsu. Lapisan asam tersebut
kemudian dibagi menjadi 3 bagian, pada bagian pertama ditambahkan pereaksi
Mayer, bagian kedua ditambahkan pereaksi Dragendorff dan bagian ketiga
digunakan sebagai blangko.
Pada bagian pertama saat ditambahkan pereaksi Mayer, di dalam larutan
menjadi bening kekeruhan dan timbul endapan putih. Hal tersebut dapat terjadi
karena nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam Hg dari kalium
tetraiomerkurat (II) sehingga membentuk kompleks merkuri-alkaloid yang
mengendap (Marliana, 2005). Oleh karena itu saat ditambahkan pereaksi Mayer,
maka akan diperoleh hasil berupa larutan positif mengandung alkaloid. Pada
bagian kedua, larutan ditambahkan pereaksi Dragendorff, dan terjadi perubahan
pada larutan menjadi warna jingga-kekuningan. Hal ini dikarenakan nitrogen pada
alkaloid membentuk ikatan kovalen koordinat dengan bismuth (Marliana, 2005).
Sedangkan bagian tiga digunakan sebagai blangko yang berfungsi sebagai
pembanding.
Identifikasi selanjutnya adalah terhadap senyawa polifenolat. Senyawa
polifenolat merupakan senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan dari adaptasi
tanaman terhadap kondisi stres lingkungan akibat sinar radiasi UV atau agresi
patogen. Saat ditambahkan larutan pereaksi besi (III) klorida maka larutan yang
merupakan campuran antara simplisia dengan air yang telah dipanaskan dan
disaring akan berubah warna menjadi hijau. Hal tersebut karena senyawa
polifenolat yang terdapat di dalam simplisia daun sirsak bereaksi dengan pereaksi
besi (III) klorida.
Uji selanjutnya adalah uji senyawa flavonoid, simplisia ditambahkan air
panas. Hal tersebut bertujuan agar senyawa-senyawa yang terdapat di dalam
simplisia dapat tertarik dan didihkan selama 10 menit dengan tujuan untuk
memaksimalkan proses penarikan senyawa-senyawa. Kemudian larutan tersebut
disaring untuk dipisahkan dari serbuknya dan ditandai sebagai larutan C untuk
pengujian senyawa flavonoid, saponin dan antrakuinon. Kemudian paa larutan C
untuk pengujian senyawa flavonoid, ditambahkan serbuk magnesium dan HCl
pekat. Lalu ditambahkan amilalkohol, dan dikocok kuat. Hal tersebut bertujuan
agar senyawa flavonoid dapat tertarik dan terdapat pada lapisan amilalkohol.
Adanya kandungan senyawa flavonoid ditandai dengan terbentuknya warna pada
lapisan amilalkohol. Berdasarkan hasil percobaan uji senyawa flavonoid
menunjukkan hasil positif.
Pengujian selanjutnya adalah uji senyawa saponin. Larutan C untuk
pengujian saponin dimasukkan kedalam tabung reaksi dan dikocok secara vertikal
selama 10 menit. Pengujian inin dilakukan secara duplo. Pengocokan bertujuan
untuk mengetahui adanya kandungan saponin yang ditandai dengan terbentuknya
busa setinggi 1 cm. Berdasarkan hasil pengocokan, dalam larutan C memang
terdapat busa namun hanya sebentar sehingga pengujian ini menghasilkan hasil
yang negatif. Hal tersebut dikarenakan apabila suatu simplisia positif mengandung
saponin maka tinggi busa harus 1 cm dan busa tersebut bersifat stabil.
Senyawa yang diuji selanjutnya adalah senyawa antrakuinon. Suatu
simplisia dikatakan positif mengandung antrakuinon apabila saat ditambahkan
beberapa tetes NaOH maka adanya warna kuning hingga merah. Berdasarkan
hasil percobaan, larutan c terbentuk warna kuning kemerahan. Hal ini
menandakan bahwa cabe jawa mengandung senyawa antrakuinon.
Selanjutnya dilakukan pengujian terhadap senyawa tanin. Saat filtrat hasil
penarikan senyawa menggunakan air panas dan proses pendidihan selama 15
menit dibagi menjadi 3 bagian. Pada tabung 1 ditambahkan larutan besi (III)
klorida 1% tidak terbentuk warna biru tua atau hitam kehijauan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa simplisia cabe jawa negatif atau tidak mengandung senyawa
tanin. Reaksi perubahan warna tersebut merupakan reaksi khusus untuk golongan
fenol. Tanin termasuk golongan fenol sehingga dapat diuji menggunakan metode
ini. Perubahan warna tersebut dapat terjadi karena apabila Fe terikat dengan tanin
maka akan menghasilkan warna yang spesifik karena gugus hidroksil
berkonjugasi dengan ikatan rangkap (Robinson, 1995). Sedangkan pada tabung 2
dan 3 juga sama tidak menunjukkan adanya kandungan tanin. Hal ini
menunjukkan bahwa tanin yang terkandung didalam cabe jawa tidak spesifik
berupa tanin galat dan tanin katekat.
Pengujian selanjutnya adalah pengujian kandungan senyawa monoterpen
dan seskuiterpen. Pengujian tersebut dilakukan dengan cara simplisia digerus
dengan eter lalu disaring. Kemudian filtrat ditempatkan di cawan penguap dan
dibiarkan menguap sampai kering. Kemudian ke dalam filtrat ditambahkan larutan
vanilin 1% dalam H2SO4 pekat. Kemudian pada filtrat timbul warna hitam pekat
sehingga dapat diperoleh hasil bahwa simplisia cabe jawa mengandung senyawa
monoterpen. Proses penggerusan simplisia menggunakan eter bertujuan agar
senyawa monoterpen dan seskuiterpen dapat tertarik keluar dari simplisia dan
dilakukan proses penggerusan adalah untuk mempercepat proses tersebut.
Pengujian yang terakhir adalah pengujian senyawa triterpenoid dan
steroid. Pada awalnya simplisia digerus dengan eter kemudian disaring. Lalu
filtrat ditempatkan di dalam cawan penguap dan dibiarkan hingga kering. Lalu
ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard. Hasil yang diperoleh adalah
timbulnya warna hijau kehitaman sehingga dapat diketahui bahwa di dalam cabe
jawa terdapat senyawa steroid. Sedangkan untuk triterpenoid menghasilkan hasil
positif. Hal tersebut menunjukkan bahwa cabe jawa positif mengandung
triterpenoid.
Berdasarkan hasil pengujian, simplisia cabe jawa positif mengandung
alkaloid, polifenolat, flavonoid, antarkuinon, monoterpena dan seskuiterpena,
serta triterpenoid dan steroid. Tetapi simplisia cabe jawa negative mengandung
saponin dan tanin.
5.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan
pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk
mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain. Seringkali
campuran bahan padat dan cair (misalnya bahan alami) tidak dapat atau sukar
sekali dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis. Misalnya saja, karena
komponennya saling bercampur dengan sangat erat, peka terhadap panas, beda
sifat-sifat fisiknya terlalu kecil, atau tersedia dalam konsentrasi yang terlalu
rendah (Christian, 2004).
Simplisia yang digunakan pada tahapan ekstraksi percobaan ini, adalah
bagian buah dari cabe jawa yang berupa padatan, maka dari itu, metode ekstraksi
yang digunakan adalah ekstraksi padat-cair. Adapun mekanisme dari
proses ekstraksi padat cair: pertama, terjadi perpindahan solven dari larutan ke
permukaan solid (adsorpsi), diikuti dengan difusi solven ke dalam solid dan
pelarutan solut oleh solven, kemudian difusi ikatan solut-solven ke permukaan
solid, dan desorpsi campuran solut-solven dari permukaan solid kedalam badan
pelarut. Pada umumnya perpindahan solven ke permukaan terjadi sangat cepat di
mana berlangsung pada saat terjadi kontak antara solid dan solvent, sehingga
kecepatan difusi campuran solut-solven ke permukaan solid merupakan tahapan
yang mengontrol keseluruhan proses ekstraksi padat-cair. Kecepatan difusi ini
tergantung pada beberapa faktor yaitu: temperatur, luas permukaan partikel,
pelarut, perbandingan solut dan solven, kecepatan dan lama pengadukan. Untuk
memisahkan minyak dari pelarutnya, dilakukan dengan cara distilasi (Pramudono
dkk, 2008).
5.2.1 Maserasi
Metode ekstraksi padat-cair ini, digunakan dengan salah satu cara dingin
yaitu: maserasi. Metode maserasi merupakan metode perendaman sampel dengan
pelarut organik, umumnya digunakan pelarut organik dengan molekul relatif kecil
dan perlakuan pada temperatur ruangan, agar pelarut mudah terdistribusi ke dalam
sel tumbuhan. Metode maserasi ini sangat menguntungkan karena maserasi akan
memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa
bahan alam dalam pelarut akibat kontak langsung dan waktu yang cukup lama
dengan sampel (Djarwis, 2004).
Tahapan pertama yang dilakukan dalam proses ekstraksi dengan cara
maserasi ini, yaitu: alat maserator terlebih dahulu dipastikan bersih, kemudian alat
maserator dibilas dengan etanol secukupnya. Hal ini, bertujuan agar tidak ada
pengotor pada alat yang dapat mempengaruhi hasil dari ekstrak yang diperoleh.
Setelah alat maserator dipastikan bersih, dipasangkan sumbat kapas pada bagian
bawah alat maserator, dipasangkan juga kertas saring yang diameternya telah
disesuaikan dan diatas kertas saring tersebut ditutupi kembali menggunakan
kapas. Pemasangan kapas dan kertas saring ini bertujuan agar saat mengambil
filtrat dari bawah alat maserator, simplisia tersaring dan hanya filtrat nya saja
yang tertampung.
Simplisia buah cabe jawa sebelum dimasukan ke dalam alat maserator,
terlebih dahulu ditumbuk kasar, tujuannya untuk memperoleh filtrat dalam jumlah
banyak, karena semakin kecil ukuran partikel maka akan semakin luas permukaan
dari simplisia yang kontak dengan pelarut, sehingga senyawa yang tertarik akan
semakin banyak. Akan tetapi simplisia tidak boleh ditumbuk terlalu halus, karena
jika simplsia terlalu halus, simplisia akan ikut tersaring pada saat proses ekstraksi.
Lalu, kedalamnya ditambahkan pelarut organik berupa etanol secara perlahan
sampai simplisia dalam alat maserator terendam. Jumlah etanol yang digunakan
sebanyak 600 mL. Pada proses ini, pelarut yang digunakan adalah etanol karena
etanol bersifat universal yang artinya dapat menyari zat yang sifat kepolarannya
relatif tinggi sampai yang relatif rendah. Selain itu, etanol tidak menyebabkan
pembengkakan membran sel dan efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif
yang optimal(Argianti,dkk.2015). Kemudian pada bagian atas alat maserator,
ditutup menggunakan alumunium foil agar pelarut yang digunakan untuk
merendam simplisia tidak mudah menguap.
Perendaman simplisia buah cabe jawa dilakukan selama 48 jam dan tiap
24 jam, filtrat ditampung dan ditambahkan kembali pelarut, pada 24 jam kedua,
jumlah pelarut yang ditambahkan sebanyak 500 mL. Selain itu, selama proses
perendaman, campuran sesekali diaduk ini dilakukan agar memperoleh hasil filtrat
yang maksimal. Kemudian saluran pada bagian bawah maserator dibuka dan
filtrat ditampung dalam botol kaca.
5.4 Fraksinasi
Fraksinasi Fraksinasi adalah proses pemisahan suatu kuantitas tertentu dari
campuran (padat, cair, terlarut, suspensi atau isotop) dibagi dalam beberapa
jumlah kecil (fraksi) komposisi perubahan menurut kelandaian. Pembagian atau
pemisahan ini didasarkan pada bobot dari tiap fraksi, fraksi yang lebih berat akan
berada paling dasar sedang fraksi yang lebih ringan akan berada diatas. Fraksinasi
bertingkat biasanya menggunakan pelarut organik seperti eter, aseton, benzena,
etanol, diklorometana, atau campuran pelarut tersebut. Asam lemak, asam resin,
lilin, tanin, dan zat warna adalah bahan yang penting dan dapat diekstraksi dengan
pelarut organik (Adijuwana dan Nur, 1989).
Fraksinasi merupakan prosedur pemisahan yang bertujuan untuk
memisahkan golongan utama kandungan yang satu dari kandungan yang lain.
Senyawa yang bersifat polar akan masuk ke pelarut polar dan senyawa non-polar
akan masuk ke pelarut non-polar. Dari proses graksinasi, dapat diduga sifat
kepolaran dari senyawa yang akan dipisahkan (Adijuwana dan Nur, 1989).
Fraksinasi bertingkat umumnya diawali dengan pelarut yang kurang polar
dan dilanjutkan dengan pelarut yang lebih polar. Tingkat polaritas pelarut dapat
ditentukan dari nilai konstanta dielektrik pelarut. Emapat tahapan fraksinasi
bertingkat dengan menggunakan empat macam pelarut yaitu:
1. ekstraksi aseton
2. fraksinasi n-heksan
3. fraksinasi etil eter
4. fraksinasi etil asetat
(Lestari dan Pari, 1990).