Anda di halaman 1dari 15

Edisi Mei 2017 Volume X No.

1 ISSN 1979-8911

EFEK LARVASIDA HASIL FRAKSINASI METANOL DAUN


Aglaia glabrata TERHADAP LARVA Aedes aegypti

Asep Supriadin, Rohana Kudus dan Vina Amalia

Abstrak
Aglaia glabrata merupakan salah satu spesies tumbuhan dari famili Meliaceae.
Salah satu kandungan Aglaia sp. adalah senyawa siklopentatetrabenzohidrofuran
yang bermanfaat sebagai insektisida. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
golongan senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam hasil fraksinasi
metanol daun A. glabrata, dengan analisis uji fitokimia dan sfektrum FTIR. Selain
itu dalam penelitian ini dilakukan juga uji larvasida ekstrak metanol dan hasil
fraksinasi dari daun A. glabrata terhadap larva Aedes aegypti. Ekstraksi dilakukan
melalui metode maserasi menggunakan pelarut metanol. Ekstrak metanol yang
dihasilkan difraksinasi menggunakan metode Kromatografi Cair Vakum (KCV),
Kromatografi Kolom Gravitasi (KKG). Uji fitokimia dilakukan pada sampel fraksi
awal dan fraksi B4D. Fraksi awal ekstrak metanol daun A. glabrata positif alkaloid,
terpenoid, tanin, flavonoid, dan saponin, sedangkan pada fraksi B4D positif tanin
dan steroid. Analisis spektrum FTIR fraksi B4D didapatkan gugus fungsi –OH, -
CH, C=O, -CH2-, C=C aromatik dan C-O. Larva Aedes aegypti yang digunakan
yaitu larva instar III untuk menentukan uji larvasida. Data mortalitas Aedes aegypti
dianalisis probit dengan SPSS 16,00 untuk mengetahui LC50 selama 24 jam.
Ekstrak dapat dikategorikan toksik bila nilai LC50 <1000 ppm. Hasil analisis probit
menunjukkan bahwa nilai LC50 B4D adalah 849,090 ppm, sehingga ekstrak daun A.
glabrata memiliki nilai toksik terhadap larva Aedes aegypti.

Kata-kata kunci: A. glabrata, Meliaceae, Aedes aegypti, Larvasida.

1. Latar Belakang diyakini berpotensi sebagai sumber


obat, gizi, dan plasma nutfah.
Indonesia terletak di daerah
Keanekaragaman hujan teropis
iklim tropik sehingga memiliki
merupakan gudang senyawa organik
keanekaragaman hayati yang tinggi
bahan alam, baik berupa kandungan
dibandingkan dengan daerah
senyawa aktif.
subtropik (iklim sedang) dan kutub
Salah satunya tumbuhan
(iklim kutub), sehingga Indonesia
keluarga Meliaceae, yaitu tumbuhan
sangat kaya akan berbagai jenis
berkayu yang tumbuh di daerah tropis
tumbuh-tumbuhan. Banyak tumbuhan
dan subtropis yang terdiri atas 51
di Indonesia yang belum di teliti yang
genus dan kurang lebih 550

68
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

spesies.Tumbuhan keluarga Beberapa genus dari famili


Meliaceae ini telah dilaporkan Meliaceae diketahui memiliki
mengandung banyak senyawa aktif aktivitas insektisida, diantaranya
baik yang berkaitan dalam bidang Aglaia, Cedrela, Chisocheton,
pertanian maupun kesehatan, seperti Lansium, Khaya, Melia, Saudoricum,
insektisidal, antimakan, pengatur Swietenia, Toona, Trichilia, Turraea,
tumbuh, pengusir nyamuk (repellent), Azadirachta, Chickrassia,
larvasida, antimalaria, antiviral, Dysoxylum. Menurut Pannel, (1992)
antioksidan, antikanker, antibakteri, genus Aglaia terdiri dari 105 spesies
antijamur, dan antiinflamasi. dan 84 diantaranya di Malaysia.
Keluarga Meliaceae ini Terdapat 52 spesies ada di k epulauan
merupakan tumbuhan berkayu keras sunda besar, 37 spesies di Australia
dengan tinggi pohon 10-15 meter, dan Pasifik Barat, 5 spesies di
batang tegak, berkayu bulat, Wallacea, 1 spesies di Papua Nugini,
permukaan kasar, dan berwarna 9 spesies di kepulauan Sunda kecil
(Sukandar, M, & Nurlaela, 2007,
coklat. Tumbuhan Meliaceae dan Australia
hal. 1)
memiliki daun majemuk, berhadapan, .Aglaia glabrata adalah spesies
lonjong, melengkung, tepi bergerigi, tanaman anggota famili Meliaceae
ujung dan pangkal runcing, yang merupakan salah satu bagian
pertulangan menyirip, panjang 5-7 dari genus Aglaia.
cm, lebar 3-4 cm, dan berwarna hijau. Tumbuhan genus Aglaia ini
Bunga majemuk berujung cabang, merupakan suatu tumbuhan berupa
berkelamin dua, panjang 8-15 cm pohon, tinggi 10-15 meter.
dengan mahkota halus, dan berwarna Tumbuhan memiliki batang tegak,
putih. Buah buni, bulat telur, dan berkayu, bulat, permukaan kasar, dan
berwarna hijau. Sifat khas dari berwarna coklat. Tumbuhan berdaun
tumbuhan ini adalah pahit dan majemuk yang berhadapan,
beracun. Senyawa kimia yang berbentuk lonjong, melengkung, tepi
terkandung pada daunnya adalah bergerigi, ujung dan pangkalnya
margosin sedangkan pada akarnya meruncing, bertulang menyirip,
adalah nimbin, nimbinin, nimbiol, panjang 5-7 cm, lebar 3-4 cm, dan
nimbiosterol, dan sugiol. berwarna hijau. Bunga majemuk,
berkelamin dua di ujung cabang

69
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

dengan panjang 8-15 cm, mahkota senyawa jenis terpen dari spesies
halus dan berwarna putih. Aglaia odorata (Hartanto & Hidayati, 2012, hal.
3)
Tumbuhan Aglaia mengandung . Selain itu dalam penelitian Istifani
minyak atsiri, alkaloid, saponin, Hakim, (2013) pada kulit batang
flavonoid, tanin, lignan, tumbuhan A. glabrata menggunakan
aminopirolidin, odorin, dan 5’- fraksi etil asetat terdapat senyawa
epiodorin dan senyawa-senyawa katekin dan dilakukannya uji
turunan siklopenta[b]benzopiran toksisitas ekstrak n-heksana dengan
(thapsakin, aglain, dan aglaforbesin) kandungan kimia golongan steroid,
(Hakim, 2013,
dan turunan benzo[b]oksepin triterpenoid, dan flavonoid
hal. 4)
(forbaglin dan thapoksepin). Selain .
senyawa-senyawa tersebut di atas, Fraksi metanol daun A. glabrata
tumbuhan Aglaia mengandung masih belum diteliti nilai LC50 dan
sejumlah senyawa aktif insektisidal efek lasvasida menggunakan nyamuk
turunan dari benzofuran yang Aedes aegypti. Metode pendekatan
termasuk ke dalam golongan skrining fitokimia dilakukan untuk
rokaglamida. Kelompok senyawa mengetahui beberapa senyawa
triterpenoid dan steroid juga metabolit sekunder. Senyawa
ditemukan pada beberapa spesies metabolit sekunder yang diduga
Aglaia, seperti sikloartan dan sterol. bioktivitas, dicari nilai LC50.
Beberapa komponen kimia telah Pencarian LC50 dapat diharapkan
diisolasi dari marga Aglaia (A. ditemukannya senyawa larvasida
argentea, A. silvestris, dan A. yang dapat dijadikan referensi untuk
tomentosa) adalah sterol dan penelitian selanjutnya dan maupun
triterpen, alkaloid basa, gula dalam bidang kesehatan.
pereduksi, dan steroid (Praptiwi, Harapini, & Uji larvasida fraksi metanol
Astuti, 2006, hal. 2)
. Dede Sukandar, (2006) daun A. glabrata dilakukan
telah berhasil mengisolasi senyawa menggunakan larva Aedes aegypti,
fenol-2-(1-metiletoksi) metilkarbomat dikarenakan dalam pengujiannya
(1) yang berasal dari fraksi etil asetat mudah dilakukan dan juga mudah
(Sukandar, M, &
tumbuhan A. disosilum didapat. Untuk mengetahui apakah
Nurlaela, 2007, hal. 1)
. Satrio Hartanto, ekstrak dari daun A. glabrata
(2012) berhasil mengisolasi tiga memiliki sifat toksisitas, maka

70
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

diperlukannya penelitian nilai Lethal Teknik Isolasi


Contrantation-50 (LC50). LC50 adalah Fraksi pekat yang diperoleh
kadar yang menyebabkan kematian difraksinasi dengan berbagai metode
50% hewan uji selama waktu kromatografi diantaranya;
tertentu. Apabila nilai LC50 suatu kromatografi cair vakum (KCV),
senyawa kurang dari 1000 ppm maka Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan
dapat dikatakan toksik dan apabila Kromatografi Kolom Gravitasi
nilai LC50 lebih dari 1000 ppm maka (KKG) dengan fasa diam silika gel
senyawa tersebut dikatakan tidak G60 mesh 230-400 dengan
(Beatriz, Geraldo, & Maria, 2002, p. 5).
toksik menggunakan pelarut n-heksana, etil
asetat, dan aseton, sampai
didapatkannya noda target.
2. Metode Penelitian
Uji Toksisitas
Ekstraksi Daun A. glabrata Uji toksisitas terhadap larva
Daun tumbuhan A. glabrata nyamuk Aedes aegypti dilakukan
dicuci dari debu dan pengotor dengan menggunakan 7 konsentrasi
kemudian dikeringkan pada suhu larutan yang berbeda yaitu 0 ppm,
kamar tanpa proses penyinaran 250 ppm, 500 ppm, 750 ppm, 1000
matahari dan setelah kering ppm, 1250 ppm, dan 1500 ppm.
dihaluskan dengan alat penggiling. Pembuatan konsentrasi larutan
Kemudian serbuk A. glabrata yang digunakan menggunakan rumus
telah didapat diekstraksi perbandingan M1.V1 = M2.V2. Gelas
menggunakan metode maserasi pelastik yang diisi dengan 99 mL air
dengan pelarut metanol secara dan 1 mL larutan sampel diberi 10
berulang selama 3x24 jam pada suhu larva nyamuk instar III ditutup
ruang. Maserat yang diperoleh menggunakan jaring dan dibiarkan
dipekatkan dengan menggunakan selama 24 jam kemudian dilakukan
rotary evaporator pada suhu 40℃, pengamatan dengan mencatat larva
sehingga diperoleh ekstrak metanol. yang mati.

71
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

Uji Spektroskopi 3. Uji Flavonoid


Isolat yang diperoleh 1 mL sampel dimasukkan ke
dianalisis lebih lanjut menggunakan tabung reaksi kemudian ditambah
spektrofotometer inframerah (FTIR). dengan 5 tetes etanol, lalu dikocok
samapi homogen. Setelah itu
Uji Fitokimia ditambah dengan pita Mg dan 5 tetes
HCl pekat. Jika positip mengasilkan
1. Identifiksi Kandungan Alkaloid
warna kuning, orange, dan merah.
Sebanyak 1 mL ekstrak
tanaman A. glabrata dimasukkan 4. Uji Tanin
kedalam tabung reaksi dan ditambah 1 mL sampel dimasukkan ke
5 tetes ammonia pekat. Setelah itu, tabung reaksi kemudian ditambahkan
disaring kemudian ditambah 2 mL beberapa tetes air setelah itu
asam sulfat 2N dan dikocok hingga ditambahkan 2-3 tetes FeCl3 1%.
member lapisan atas dan bawah. Hasil positip ditunjukkan dengan
Larutan dibagi menjadi tiga bagian, terbentuknya warna hitam kebiruan
pada tabung pertama ditambahkan 1 atau hijau.
tetes mayer, adanya alkaloid ditandai
5. Uji Kandungan
dengan terbentuknya endapan. Pada
Terpenoid/steroid
tabung kedua ditambah 1 tetes
1 mL sampel dimasukkan ke
pereaksi Dragendrof dan
tabung reaksi kemudian ditambahkan
terbentuknya endapan menandakan
asam asetat anhidrat dan asam sulfat
adanya alkaloid. Tabung ketiga
pekat.Jika terbentuk warna biru atau
ditambah 1 tetes pereaksi
hijau menandakan adanya steroid.
bourcharder dan
Jika terbentuk warna ungu atau jingga
2. Uji Saponin
menandakan adanya triterpenoid.
1 mL sampel dimasukkan ke
tabung reaksi kemudian ditambah 2 3. Hasil dan Pembahasan
mL air dan dikocok kuat sampai
Ekstraksi Daun A. glabrata
terbentuk buih setelah itu
ditambahkan HCl. Hasil positif Ekstraksi dilakukan dengan
ditunjukan dengan buih yang setabil. cara maserasi menggunakan pelarut
metanol. Simplisia sebanyak 3 kg

72
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

direndam dengan pelarut metanol menggunakan kromatografi cair


secara berulang 4x24 jam pada suhu vakum dimana 45,2462 gram ekstrak
ruang. Metode maserasi merupakan pekat. Dielusi menggunakan pelarut
proses perendaman sampel dengan n-heksana : etil asetat dan etil asetat :
pelarut organik dengan beberapa kali metanol dengan perbandingan
pengocokan atau pengadukan dalam gradien 10 % dengan total volume
temperatur ruangan. Proses ini sangat tiap botol sebanyak 500 mL. Hasil
menguntungkan karena dengan fraksinasi KVC pertama
perendaman sampel tanamanakan menghasilkan 16 tampungan. Dilihat
mengakibatkan pemecahan dinding pola nodanya menggunakan metode
sel dan membran sel akibat kromatografi lapis tipis (KLT) silika
perbedaaan tekanan antara di dalam gel GF254 .
sel dan di luar sel. Tujuan digunakan Elusi yang dilakukan
pelarut metanol ialah karena metanol menggunakan fase gerak dengan
merupakan pelarut yang umum gradien polaritas dari polaritas paling
digunakan selain itu metanol dapat rendah sampai polaritas yang paling
mengikat senyawa-senyawa organik tinggi sehingga dapat memisahkan
yang bersifat polar maupun nonpolar. senyawa-senyawa yang memiliki
Adanya gugus hidroksil pada polaritas yang berbeda. Dari hasil
strukturnya membuat metanol mampu kromatografi cair vakum, dilihat pola
menarik senyawa yang bersifat polar, nodanya melalui tahap kromatografi
sedangkan adanya gugus metil lapis tipis dengan tujuan mencari
membuat metanol mampu menarik pelarut dan menganalisis fraksi yang
(Lenny,
komponen senyawa nonpolar sesuai untuk melanjutkan proses
2006, p. 6)
. Hasil maserat metanol pemisahan selanjutnya. KLT juga
dipekatkan menggunakan rotary merupakan cara analisis cepat yang
evaporator pada suhu 40oC, sehingga memerlukan bahan sangat sedikit
(Markham, 1988, p. 7)
diperoleh ekstrak pekat metanol .
seberat 45,2462 gram.. Hasil dari KLT kemudian
dilihat pola nodanya dengan lampu
Fraksinasi
UV yang sebelumnya disemprot
Pada tahap pertama fraksinasi menggunakan penampang bercak
digunakannya pemisahan asam sulfat 10%, kemudian plat

73
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

dipanaskan pada penangas sampai asetat :aseton dengan gradien 2:1:1


warna pada lempeng terlihat dengan dan didapatkannya senyawa target B
optimum. Setelah peroses pemanasan yang memiliki pola noda yang sama.
baru dilanjutkan dengan pemeriksaan Hasil dari penggabungan dari target B
warna menggunakan UV. didapatkan sebanyak 19,4166 gram
Pada dasarnya plat KLT ekstrak pekat. Peroses yang dilakukan
terdapat lapisan tipis yang pada KVC ke-2 tidak jauh beda
mengandung indikator fluoresensi dengan KVC ke-1 hanya saja pada
yang ditambahkan untuk membantu KVC ke-2 menggunakan dua jenis
penampakan bercak tanpa warna pada pelarut yaitu etil asetat : metanol
lapisan yang telah dikembangkan. dengan menggunakan perbedaan
Indikator fluoresensi ialah senyawa gradien 5% dan menghasilkan 21
yang memancarkan sinar tampak jika tampungan tiap-tiap tampungan berisi
disinari dengan sinar berpanjang 200 mL pelarut. Tiap tampungan
gelombang lain, biasanya sinar dicek metode KLT yang didapatkan
ultraviolet. Jadi, lapisan yang perbandingan eluen yang sesuai yaitu
mengandung indikator fluorensensi n-heksana:etil asetat: aseton
akan bersinar jika disinari pada (0,5:9:0,5) digunakan sebagai gradien
panjang gelombang yang tepat. Jika pemisahan pada metode ini dengan
senyawa pada bercak yang akan menggunakan elusi isokratik.
ditampakkan mengandung ikatan Prinsip kerjanya adalah
rangkap terkonjugasi atau cincin didasarkan pada perbedaan afinitas
aromatik jenis apa saja, sinar UV absorbsi komponen-komponen
yang mengeksitasi tidak dapat campuran terhadap permukaan fasa
mencapai indikator fluorensensi, dan diam. Sampel yang memiliki afinitas
tidak ada cahaya yang dipancarkan. besar terhadap absorben akan secara
Hasilnya ialah bercak berwarna gelap selektif tertahan dan yang afinitasnya
dengan latar bersinar. Cara ini sangat paling kecil akan mengikuti aliran
peka dan tidak merusak senyawa pelarut. Dikarenakan silika yang
yang ditampakkan (Stahl, 1985, p. 8) (J, M, & gunakan bersifat polar sehingga
E, 1991, p. 9)
. senyawa yang memiliki kepolaran
Dari fraksi KVC pertama yang tinggi akan tertahan di silika
menggunakan eluen n-heksana: etil dan senyawa yang memiliki

74
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

kepolaran yang lebih rendah, dan Uji Toksisitas Menggunakan Nyamuk


senyawa nonpolar akan terelusi Aedes aegypti
terlebih dahulu. Laju alir dari metode Uji larvasida dilakukan untuk
ini diperoleh dari gaya gravitasi. Fase mengetahui efek toksik yang
gerak dimasukkan kedalam kolom ditimbulkan pada hewan uji dengan
dengan cara dituangkan sedikit demi menentukan nilai LC50 dari hasil
sedikit atau dialirkan dari bejana yang fraksinasi metanol daun Aglaia
diletakkan diatas kolom sehingga fase glabrata. Parameter larvasida ini
gerak mengalir dengan sendirinya. dapat dilihat dari jumlah kematian
Pemisahan yang dilakukan larva akibat adanya pengaruh ekstrak
berdasarkan cara elusi isokratik yaitu bahan alam dengan variasi
selama proses elusi menggunakan konsentrasi yang telah ditentukan.
fase gerak dengan polaritas tetap. Metode ini dilakukan dengan
Hasil pemisahan dari kromatografi menentukan nilai LC50 selama 24
kolom gravitasi (KKG) ditampung
jam. LC50 adalah suatu konsentrasi
dalam deretan fraksi bervolum yang atau dosis yang dapat menyebabkan
serasi. Elusi dihentikan jika sudah kematian 50% hewan yang diuji.
tidak ada lagi sampel yang dapat Adapun hewan uji yang digunakan
dibawa keluar lagioleh fase gerak, adalah Aedes aegypti instar III.
bila digunakan elusi gradien sudah Penentuan LC50 dilakukan dengan
sampai pada fase gerakyang paling analisis probit menggunakan metode
polar. Pada metode pemisahan SPSS 16,00. Analisis probit
menggunakan KKG ini didapatkan 17 umumnya digunakan untuk
tampungan dimana masing-masing menentukan toksisitas suatu bahan
vial berisi 5 mL sampel, kemudian kimia terhadap organisme hidup dan
dilakukannya pengecekan noda dilakukan pada berbagai konsentrasi
menggunakan metode KLT, dilihat yang mengacu pada mati atau tidak
pola noda yang lebih sederhana matinya organisme yang diuji, yaitu
dibawah sinar UV, sehingga Aedes aegypti.
didapatkan noda target pada fraksi 7- Menurut Djojosumarto
12 sebanyak 0,0781 gram. (2008), senyawa atau unsur yang
bersifat toksik atau racun walaupun
dalam konsentrasi rendah apabila

75
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

masuk ke dalam tubuh larva Aedes version 16. LC50 dihitung pada
aegypti akan menimbulkan reaksi jumlah total larva Aedes aegypti yang
kimia dalam proses metabolisme mati setelah 24 jam.
tubuh yang dapat menyebabkan Nilai LC50 pada sampel
kematian. maserasi adalah 1204,846 ppm dan
Dilakukan uji toksisitas pada sampel fraksi B4D adalah
terhadap sampel hasil maserasi dan 849,090 ppm. Pada uji larvasida pada
sampel fraksi B4D menggunakan suatu senyawa dikatakan aktif pada
larva nyamuk demam berdarah Aedes konsentrasi LC50 maksimal 1000
aegypti instar III-IV. Pelarut yang ppm, jika harga LC50 ≤ 30 ppm
digunakan untuk melarutkan sampel dikatakan sangat toksik, LC50 ≤ 1000
adalah metanol. Sampel hasil ppm dikatakan toksik, sedangkan
maserasi dan sampel dari fraksi B4D senyawa dikatakan tidak toksik jika
dibuat variasi konsentrasi dengan mempunyai nilai LC50 ≥ 1000 ppm.
interval dari satu konsentrasi ke Hal ini menunjukan bahwa sampel
konsentrasi lainnya sebanyak 250 maserasi bersifat tidak toksik dan
ppm. Dibuatnya 7 variasi konsentrasi sampel fraksi B4D bersifat toksik.
yang digunakan diantaranya 0 ppm, Konsentrasi ekstrak memberikan
250 ppm, 500 ppm, 750 ppm, 1000 pengaruh yang berbeda-beda pada
ppm, 1250 ppm, dan 1500 ppm. Tiap kematian larva nyamuk. Pada
konsentasi dilakukan uji toksisitas umumnya, semakin besar konsentrasi
sebanyak 3 kali percobaan (triplo). suatu larutan uji mengakibatkan
Tujuan dibuat variasi konsentrasi naiknya angka kematian larva
adalah untuk mengetahui nilai dari nyamuk.
LC50 [10] Bioinsektisida dapat masuk ke
Nilai LC50 digunakan untuk dalam larva memaluai berbagai cara
mengetahui sampel tersebut bersifat diantaranya sebagai racun perut.
toksik. LC50 adalah kadar yang Mekanisme kematian larva
menyebabkan kematian 50% hewan berhubungan dengan senyawa yang
uji selama waktu tertentu. Penentuan terlarut pada pelarut yang dapat
nilai LC50 dihitung dengan analisis menghambat daya makan larva. Cara
probit menggunakan program kerja senyawa tersebut ialah dengan
software SPSS Probit Analysis bertindak sebagai stomach poisoning

76
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

atau racun perut.. Selain itu, senyawa pergantian kulit (perubahan dari
ini menghambat reseptor perasa pada stadium larva ke pupa dan dari pupa
daerah mulut larva. Hal tersebut ke nyamuk dewasa) dengan adanya
mengakibatkan larva gagal penambahan steroid yang berasal dari
mendapatkan stimulus rasa sehingga luar akan berpengaruh pada
tidak mampu mengenali makanannya penebalan dinding sel kitin pada
sehingga larva mati kelaparan. tubuh serangga, sehingga serangga
Harborne, (1987) menyebutkan menjadi abnormal. Steroid
apabila hewan memakan tumbuhan menyebabkan meningkatnya laju
yang mengandunng senyawa tanin, perpanjangan sel, pada kematian
maka akan terjadinya reaksi larva dengan perlakuan steroid,
penyamakan. Tanin akan mengikat terjadi perpanjangan sel 2 mm.
protein dalam sistem pencernaan Steroid dapat menghambat
yang diperlukan serangga untuk pertumbuhan serangga, dibuktikan
pertumbuhan sehingga proses dengan lama waktu pertumbuhan
penyerapan protein dalam sistem larva sampai pupa membutuhkan
pencernaan menjadi terganggu. Tanin waktu 7 - 8 hari sedangkan apabila
juga dapat menekan nafsu makan, diperlakukan dengan steroid
tingkat pertumbuhan, dan membutuhkan waktu 10-11 hari
(Harborne, 1987, p. (Mardiana & dkk, 2009, p. 12)
kemampuan bertahan .
11)
.
Steroid merupakan hormon
pertumbuhan yang mempengaruhi
Tablel 3.1 : Hasil LC50 pada sampel fraksi awal dan fraksi B4D

Jumlah Larva Rata-


Rata-rata
Konsent Mati rata
Sam Jumlah Jumlah LC50
rasi Ulangan Jumlah
pel Larva Larva (ppm)
(ppm) Larva
1 2 3 Mati (%)
Mati
0 10 0 0 0 0 0
250 10 1 2 2 1,7 17
500 10 3 3 2 2,7 27
mase 1204.
750 10 3 4 3 3,3 33
rasi 846
1000 10 4 4 4 4 40
1250 10 5 5 5 5 50
1500 10 6 6 7 6,3 63

77
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

0 10 0 0 0 0 0
250 10 3 2 2 2,3 23
500 10 4 3 4 3,7 37
849.0
B4C 750 10 4 4 5 4,3 43
90
1000 10 5 5 6 5,3 53
1250 10 6 5 7 6 60
1500 10 7 6 7 6,7 67

serapan gugus hidroksil pada bilangan


Analisis Spektroskopi Infra Merah
gelombang 3427,51 cm. Gugus
(FTIR) Isolat B4D
hidroksil ini merupakan regang –OH
Berdasarkan hasil analisis
terikat (dapat berikatan 78romatic),
spektroskopi inframerah fraksi B4D
OH terikat terlihat pada bilangan
diperoleh spektrum sebagaimana
gelombang 3450-3200 cm yang
yangpada Tabel 3.2.
membentuk pita lebar dengan
Spektrum IR senyawa hasil isolasi
intensitas yang kuat.
memberikan informasi adanya puncak

100

%T

90

698.23
619.15
727.16

543.93
80
1525.69

70
1124.50
1442.75

1051.20
1076.28
1381.03

60
1226.73
2854.65

1656.85

50
1724.36
2927.94
3427.51

40

4500 4000 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500
fm e 1/cm

Gambar 3.1 Spektrum inframerah isolat B4D

Adanya gugus hidroksil ini munculnya serapan pada 1442,75 -


juga diperkuat dengan munculnya 1381,03 cm menunju kkan adanya
regang –C-O- pada daerah 1226,73- ulur C-H. Adanya regang –C=O
1124,50 cm. Pita serapan pada karbonil ditunjukkan oleh serapan
bilangan gelombang 2927,94 cm pada bilangan gelombang cm. 1724,36
menunjukkan adanya regang C-H cm Pita serapan pada bilangan
alifatik dan diperkuat dengan gelombang 1656,85 cm menunjukkan

78
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

CH2. Pita serapan pada bilangan Uji Fitokimia


gelombang 1525,69 cm Dilakukannya uji fitokimia pada
mengindikasikan bahwa senyawa sampel maserasi dan sampel KKG
hasil isolasi merupakan senyawa (B4D) untuk mengetahui senyawa
79romatic. Gugus-gugus fungsi diatas metabolit sekunder yang masih
sesuai dengan hasil uji fitokimia terkandung di dalam masing- masing
dimana pada sampel B4D positif fraksi. Hasil uji fitokimia dapat dilihat
terdapat steroid dan tanin. pada Tabel 3.3.

Tabel 3.2: Data spektrum inframerah isolat B4D


Dugaan
Bilangan Gelombang
Bentuk pita Intensitas struktur/gugus
(cm-1)
fungsi
3427,51 Melebar Kuat O-H regang
1226,73 Tajam Lemah C-O regang
2927,94 Tajam Kuat C-H alifatik
1724,36 Tajam Kuat C=O regang
1656,85 Tajam Lemah CH2
1525,69 Tajam Lemah C=C aromatik

Uji fitokimia tersebut fitokimia sesuai dari hasil FTIR


menunjukkan bahwa sampel dimana gugus yang didapat
maserasi positif mengandung merupakan bagian dari senyawa tanin
senyawa metabolit sekunder berupa (OH, C=O, C=C aromatik) dan
senyawa golongan alkaloid, tanin, steroid (OH, C-H, C-O dan CH2) dan
flavonoid, alkaloid, saponin dan warna noda pada plat KLT hasil
terpenoid. Sedangkan fraksi B4D fraksi B4D saat disinari dengan
positif mengandung senyawa tanin lampu UV berwarna lembayung.
dan steroid. Pada fraksi B4D hasil
Tabel 3.3: Hasil uji skrining fitokimia ekstrak pada sampel hasil maserasi
dan KKG (B4D) dari tanaman A. glabrata

No Sampel
Uji Fitokimia
Maserasi KKG (B4D)
1. Flavonoid + -
2. Tanin + +
3. Saponin + -

79
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

4. Steroid/Terpenoid + (Terpenoid) + (Steroid)


5. Alkaloid :
a. Dragendrof + -
b. Mayer + -
c. Bourcharderd + -

yang didapat pada sampel fraksi


Hal ini diperkuat oleh Harborne,
awal adalah 1204,846 ppm
(1987) bahwa tanin dapat dideteksi
sedangkan pada fraksi B4D sebesar
dengan sinar UV berupa noda yang
849,090 ppm.
berwarna lembayung, Senyawa tanin
pada uji KLT akan menghasilkan Saran
warna lembayung. Senyawa yang Berdasarkan hasil penelitian
memberikan efek larvasida pada uji yang telah dilakukan, penulis
LC50 ialah senyawa tanin dan steroid. memberikan saran /
merekomendasikan sebagai berikut:
4. Kesimpulan dan Saran
1. Perlu dilakukan pemisahan dan
Kesimpulan pemurnian lebih lanjut sehingga
didapatkan senyawa murni,
Dari hasil penelitian ini dapat
2. Perlu dilakukan identifikasi
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
komponen-komponen senyawa
1) Fraksi awal ekstrak metanol A. yang terdapat dalam fraksi B4D
glabrata positip mengandung dengan menggunakan teknik
saponin, flavonoid, tanin, kromatografi dan spektrofotometri
terpenoid, alkaloid dan hasil fraksi IR, UV-vis, NMR dan spektroskopi
B4D positip mengandung tanin, massa.
steroid.
2) Fraksi awal daun A. glabrata
bersifat tidak toksik terhadap larva Referensi
nyamuk Aedes aegypti karena pada
uji larvasida nilai LC50> 1000 ppm, Sukandar D, M S, Nurlaela.
1
sedangkan pada sampel fraksi B4D Elusidasi Struktur Kimia Senyawa

daun A. glabrata bersifat toksik Bioaktif Pengendali Serangga Ulat

karena nilai LC50< 1000 ppm. LC50 Kubis dari Kulit Batang Aglaia

80
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

Disoxylum (Meliaceae). Jakarta: 8 J Roy Gritter, M James, E Arthur.


Fakultas Sains dan Teknologi UIN Pengantar Kromatografi. Bandung:
Syarif Hidayatullah; 2007. ITB; 1991.

2 Praptiwi, Harapini M, Astuti I. 9 Stahl E. Analisis Obat Secara


Nilai Peroksida Aglaia argentea Kromatografi dan Spektroskopi.
Blum, A. silvestria (M. Roemer) Bandung: ITB; 1985.
Merr, dan A. tomentosa Teijsm. & 10 Nuryadin W. Uji Efek Larvasida
Binn. Bogor: LIPI; 2006. Minyak Atsiri Limbah Jeruk Peras
3 Hartanto S, Hidayati N. Isolasi dan (Citrus sinesis (L) Obbeck).
Identifikasi Senyawa Terpen dari Bandung: UIN Sunan Gunung
Ekstrak Kulit Batang Aglaia Djati Bandung; 2014.
odorata lour (Meliaceae). Vol 01. 11 Harborne. Metode Fitokimia. 2nd
Surabaya: Jurusan Kimia, Fakultas ed. Bandung: ITB; 1987.
Matematika dan Ilmu Pengetahuan 12 Mardiana, dkk. Datura Metel
Alam UNESA; 2012. Linnaeus Sebagai Insektisida dan
4 Hakim I. Senyawa Katekin dari Larvasida Borani serta Bahan Baku
Ekstrak Etil Asetat Kulit Batang Obat Tradisional. Kesehal.
Tumbuhan Aglaia glabrata. 2009;19.
ISTEK. 2013.
5 Beatriz A, Geraldo M, Maria I,
dkk. An Application of Brine Asep Supriadin*
Shrimp Biossay for General Faculty of Science and Technology
Screening of Brazilian Medicinal UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Blants. 2002;21:175-8.
asupriadin@uinsgd.ac.id
6 Lenny S. Senyawa Flavonoida,
Fenilpropanoida dan Alkaloida.
Rohana Kudus
Medan: FMIPA Universitas
Chemistry Department, Faculty of
Sumatera Utara; 2006.
Science and Technology
7 Markham KR. Cara
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Mengidentifikasi Flavonoid.
rohana_kudus030333@yahoo.co.id
Bandung: ITB; 1988.

81
Edisi Mei 2017 Volume X No. 1 ISSN 1979-8911

Vina Amalia
Chemistry Department, Faculty of
Science and Technology
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
vinaamalia07@gmail.com

*Corresponding author

82

Anda mungkin juga menyukai