Anda di halaman 1dari 11

PETUNJUK PRAKTIKUM

p
KIMIA BAHAN ALAM I
(FRS 203)

Smart, Creative and Entrepreneurial

PROGRAM STUDI

FARMASI

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA
PRAKTIKUM I
PEMBUATAN SIMPLISIA

A. Tujuan
Setelah mengikuti praktikum mahasiswa mampu melakukan pembuatan simplisia.

B. Tinjauan Pustaka
Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk pengobatan dan
belum mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan tidak lebih dari 60 oC
(BPOM, 2014).
Jenis-jenis simplisia:
1. Simplisia nabati: simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat
tumbuhan. Eksudat tumbuhan adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau
isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa
kimia murni
2. Simplisia hewani
3. Simplisia pelikan (mineral)

Simplisia yang aman dan berkhasiat adalah simplisia yang tidak mengandung bahaya kimia,
mikrobiologis, dan bahaya fisik, serta mengandung zat aktif yang berkhasiat. Ciri simplisia yang
baik adalah dalam kondisi kering (kadar air < 10%), untuk simplisia daun, bila diremas
bergemerisik dan berubah menjadi serpihan, simplisia bunga bila diremas bergemerisik dan
berubah menjadi serpihan atau mudah dipatahkan, dan simplisia buah dan rimpang (irisan) bila
diremas mudah dipatahkan. Ciri lain simplisia yang baik adalah tidak berjamur, dan berbau khas
menyerupai bahan segarnya (Herawati, Nuraida, dan Sumarto, 2012). Proses pemanenan dan
preparasi simplisia merupakan proses yang menentukan mutu simplisia dalam berbagai artian,
yaitu komposisi senyawa kandungan, kontminasi dan stabilitas bahan. Namun demikian
simplisia sebagai produk olahan, variasi senyawa kandungan dapat di perkecil, diatur atau
dikonstankan (Depkes RI, 2000). Dalam hal simplisia sebagai bahan baku dan produk siap
konsumsi langsung dapat dipertimbangkan 3 konsep untuk menyusun parameter standar umum:
1. Simplisia sebagai bahan kefarmasian seharusnya memenuhi 3 parameter mutu umum suatu
bahan (material), yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian (bebas dari kontaminasi
kimia dan biologis) serta aturan penstabilan (wadah, penyimpanan dan transportasi).
2. Simplisia sebagai bahan dan produk konsumsi manusia sebagai obat tetap diupayakan
memenuhi 3 paradigma produk kefarmasian, yaitu Quality, Safety, Efficacy (mutu-aman-
manfaat).
3. Simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang bertanggung jawab terhadap respon
biologis harus mempunyai spesifikasi kimia, yaitu informasi komposisi (jenis dan kadar )
senyawa kandungan. (Depkes RI, 2000).

Standarisasi suatu simplisia tidak lain pemenuhan terhadap persyaratan sebagai bahan dan
penetapan nilai berbagai parameter dari produk seperti yang ditetapkan sebelumnya. Standarisasi
simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan digunakan yang tercantum dalam
monografi terbitan resmi Departemen Kesehatan (Materia Medika Indonesia). Sedangkan
sebagai produk yang langsung dikonsumsi (serbuk jamu dsb.) masih harus memenuhi
persyaratan produk kefarmasian sesuai dengan peraturan yang berlaku. (Depkes RI, 2000). Pada
umumnya pembuatan simplisia melalui tahapan sebagai berikut:
1. Pengumpulan bahan baku: kualitas bahan baku simplisia sangat dipengaruhi beberapa faktor,
seperti : umur tumbuhan atau bagian tumbuhan pada waktu panen, bagian tumbuhan, waktu
panen dan lingkungan tempat tumbuh.
2. Sortasi basah: Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan asing
lainnya setelah dilakukan pencucian dan perajangan.
3. Pencucian: dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang melekat pada
bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih.
4. Perajangan
5. Pengeringan: mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan
dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi
enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia.
6. Sortasi kering: tujuannya untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian
tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masih ada dan
tertinggal pada simplisia kering.
7. Pengepakan
8. Penyimpanan dan pemeriksaan mutu (Depkes, 1985).

C. Cara Kerja
1. Pengumpulan bahan yang akan dijadikan sebagai bahan baku simplisia (1,5 kg)
2. Lakukan identifikasi organoleptic dari sampel tersebut meliputi bau, rasa, warna dan bentuk.
3. Dilakukan sortasi basah untuk memisahkan kotoran dari bahan
4. Bahan dicuci bersih dengan air mengalir
5. Bahan yang telah bersih dirajang ± 1cm bila berupa Rimpang, namun bila berupa daun yang
tidak lebar, proses perajangan tidak perlu dilakukan.
6. Setelah dirajang, bahan dikeringkan menggunakan wadah.

Catatan:
- Setiap praktikan menyiapkan bahan simplisia dan alat yang akan digunakan.
- Simplisia yang telah dirajang dimasukkan ke dalam lemari pengeringan/ruang pengeringan.
- Harus melakukan pengecekan terhadap simplisia selama proses pengeringan.
- Siapkan juga alumunium foil, kertas Koran, dan peralatan lain yang sekiranya dibutuhkan per
kelompok.
- Pembagian Simplisia:
 Sesi 1 : Kemangi
 Sesi 2 : Daun Jambu
 Sesi 3 : Rimpang Jahe Emprit
 Sesi 4 : Pegagan
 Sesi 5 : Daun singkong
 Sesi 6 : Batang Sereh
PRAKTIKUM II
PEMBUATAN SERBUK SIMPLISIA

A. Tujuan
Setelah mengikuti praktikum mahasiswa mampu melakukan pembuatan serbuk dari simplisia.

B. Tinjauan Pustaka
Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk pengobatan
dan belum mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan tidak lebih dari
60ᵒC (BPOM, 2014). Serbuk adalah sediaan obat tradisional berupa butiran athogen dengan
deraiat halus yang cocok; bahan bakunya berupa simplisia sediaan galenik, atau campurannya
(DepKes RI, 1994). Serbuk Simplisia adalah sediaan Obat Tradisional berupa butiran athogen
dengan derajat halus yang sesuai, terbuat dari simplisia atau campuran dengan Ekstrak yang cara
penggunaannya diseduh dengan air panas (BPOM, 2014). Serbuk dari simplisia memiliki
beberapa persyaratan yaitu:
1. Kadar air. Tidak lebih dari 10 %.
2. Angka lempeng total. Tidak lebih dari 10
3. Angka kapang dan khamir. Tidak lebih dari 10
4. Mikroba athogen. Negatif.
5. Aflatoksin. Tidak lebih dari 30 bpj.
Untuk penggunaan bahan tambahan seperti pengawet, serbuk dengan bahan baku simplisia
dilarang ditambahkan bahan pengawet. Wadah dan penyimpanan untuk serbuk simplisia ialah
dalam wadah tertutup baik; disimpan pada suhu kamar, ditempat kering dan terlindung dari sinar
matahari (DepKes RI, 1994).

C. Cara Kerja
1. Simplisia yang telah dibuat dipastikan kering, dipastikan dengan hasil rajangan mudah
diremah dan mudah patah.
2. Simplisia yang telah kering lalu didisortasi kering untuk menghilangkan kotoran yang masih
ada.
3. Simplisia ditimbang kemudian dibuat menjadi serbuk menggunakan alat penyerbukan hingga
halus.
4. Serbuk yang telah halus diayak kemudian ditimbang dan dimasukkan dalam wadah, diberi
label.

Catatan :
- Memastikan apakah simplisia yang telah dikeringkan sudah kering.
- Menyiapkan wadah penyimpanan simplisia
PRAKTIKUM III
SKRINING FITOKIMIA SIMPLISIA DENGAN METODE TABUNG

A. Tujuan
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu menganalisis kandungan
metabolit sekunder suatu simplisia tumbuhan obat atas dasar hasil pengujian penapisan fitokimia.

B. Tinjauan Pustaka
Tumbuhan obat adalah tumbuhan atau bagian-bagiannya yang digunakan baik untuk
pencegahan ataupun pengobatan penyakitpenyakit tertentu, atas dasar pengggunaan secara
empirik ataupun pengujian ilmiah. Pengujian khasiat suatu tanaman obat dilakukan melalui uji
pra klinik hingga uji klinik.
Pengembangan obat tradisional di Indonesia semakin menunjukkan kemajuan yang
mengarah kepada upaya memasuki jalur pelayanan kesehatan formal. Obat tradisional yang akan
memasuki jalur pelayanan kesehatan formal dituntut mempunyai kualitas yang memenuhi
standar yang telah ditetapkan. Evaluasi kualitas ini diperlukan untuk mendapatkan obat
tradisional yang memenuhi persyaratan, memiliki khasiat, dan aman digunakan.
Khasiat atau aktivitas farmakologi yang menjadi tumpuan bagi penggunaan suatu tumbuhan
sebagai tumbuhan obat ditentukan oleh kandungan senyawa metabolit sekunder dalam tumbuhan
atau bagian tumbuhan tersebut. Kandungan senyawa metabolit sekunder yang mempunyai arti
penting dalam kaitan dengan khasiat atau aktivitasfarmakologi tumbuhan obat adalah senyawa
metabolit sekunder kelompok alkaloid, tanin dan polifenolat, mono dan sesquiterpen, senyawa
kuinon, glikosida jantung, flavonoid, triterpenoid dan steroid, serta saponin.
Uji fitokimia terhadap kandungan senyawa kimia metabolit sekunder merupakan langkah
awal yang penting dalam penelitian mengenai tumbuhan obat atau dalam hal penelusuran
senyawa aktif baru yang berasal dari bahan alam yang dapat menjadi prekursor bagi sintesis
obatobat baru atau menjadi prototype senyawa obat dengan aktivitas tertentu. Oleh karenanya,
metode uji fitokimia harus merupakan uji sederhana tetapi terandalkan. Metode uji fitokimia
yang banyak digunakan adalah metode reaksi warna dan pengendapan yang dapat dilakukan di
lapangan atau di laboratorium. Metode evaluasi fitokimia meliputi penapisan fitokimia dan
pencarian senyawa identitas melalui analisis kromatografi.
C. Metode Kerja
Bahan
Serbuk simplisia Zingiber officinale, Centella asiatica, Manihot utilisima, Ocimum basilicum

Alat
o Beakerglass o Corong
o Erlenmeyer o Cawan penguap
o Tabung reaksi o Papan tetes
o Pipet tetes o Kertas saring
o Penangas air o Kapas
o Rak tabung reaksi

Cara kerja :
1. Uji Pendahuluan
Serbuk simplisia lebih kurang 1 gram dipanaskan dengan air 10 ml selama 30 menit diatas
penangas air mendidih, larutan yang terjadi disaring dengan kapas. Bila larutan yang dihasilkan
berwarna kuning sampai merah menunjukkan adanya senyawa yang mengandung kromofor
(flavonoid, antrakinon, dan lain-lain), dengan gugus (gula, asam fenolat) bila larutan ditambah
larutan KOH warna menjadi lebih intensif.

2. Uji Alkaloid
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian ditambah 1 ml asam klorida 2 N dan 9
ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring.
Filtrat yang diperoleh dipakai untuk tes alkaloida sebagai berikut:
- Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan dengan 2 tetes pereaksi Bouchardat, reaksi positif
ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna coklat sampai hitam.
- Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Dragendroff, reaksi positif ditandai
dengan terbentuknya warna merah atau jingga.
- Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan dengan 2 tetes pereaksi Wagner, reaksi positif ditandai
dengan terbentuknya endapan berwarna coklat.
3. Uji Senyawa Polifenol
Serbuk simplisia lebih kurang 1 gram ditempatkan dalam tabung reaksi lalu ditambahkan air
secukupnya, lalu dipanaskan di atas penangas air dan disaring, tunggu sampai dingin. Ambil
filtrat 3 ml, masukkan ke dalam tabung reaksi. Larutan pereaksi besi(III) klorida ditambahkan ke
dalam filtrat dan timbulnya warna hijau atau biru-hijau, merah ungu, biru-hitam hingga hitam
menandakan positif fenolat atau timbul endapan coklat menandakan adanya polifenol.

4. Uji Tanin
Serbuk simplisia lebih kurang 1 gram ditempatkan dalam tabung reaksi lalu ditambahkan
aquadest 50 ml, kemudian dididihkan selama 15 menit. Ambil filtrat 5 ml dipindahkan kedalam
tabung reaksi kemudian diteteskan pereaksi besi (III) klorida, lalu terjadi warna hitam
kehijauan,menunjukkan adanya golongan senyawa tanin.

5. Uji Flavonoid
Serbuk simplisia lebih kurang 1 gram ditempatkan dalam tabung reaksi lalu dicampur dengan
serbuk magnesium 500 mg dan 2 ml asam klorida 2 N dan dipanaskan di atas penangas air dan
disaring. Ambil alkohol 2 ml ditambahkan ke dalam tabung lalu dikocok kuat-kuat dan
timbulnya warna merah, kuning, jingga pada lapisan alkohol menandakan positif flavonoid.

6. Uji Kumarin
Timbang 500 mg serbuk simplisia, ditambahkan air sebanyak 50 ml, didihkan selama 5 menit.
Pindahkan 3 ml filtrat pada tabung reaksi, teteskan larutan NaOH 1 N, bila terjadi warna merah
menunjukkan adanya kumarin.

7. Uji Monoterpenoid dan Seskuiterpenoid


Serbuk simplisia lebih kurang 1gram digerus dengan eter 10 ml lalu dipipet sambil disaring.
Ambil filtrat 3 ml, masukkan ke dalam cawan penguap. Filtrat ditempatkan dalam cawan
penguap dan dibiarkan menguap sampai kering, lalu ditambahkan larutan vanillin 10% dalam
asam sulfat pekat dan timbulnya warna-warna menandakan positif senyawa mono dan
seskuiterpen.
8. Uji Steroid dan Tritepenoid
Serbuk simplisia lebih kurang 1 gram dengan eter 10 ml lalu dipipet sambil disaring. Filtrat
ditempatkan dalam cawan penguap dan dibiarkan menguap sampai kering, lalu ditambahkan
larutan pereaksi Liebermann Burchard dan terjadinya warna ungu menandakan positif
triterpenoid, sedangkan bila warna hijau-biru menunjukkan positif steroid.

9. Uji Senyawa Kuinon


Serbuk simplisia lebih kurang 1 gram ditempatkan dalam tabung reaksi tambahkan 20 ml
aquadest, lalu dipanaskan di atas penangas air lalu disaring. Larutan kalium hidroksida 5 %
ditambahkan kedalam filtrat dan timbulnya warna kuning hingga merah menandakan positif
kuinon.

10. Uji Saponin


Serbuk simplisia lebih kurang 500 mg ditempatkan dalam tabung reaksi tambahkan 10 ml
aquadest, lalu dipanaskan di atas penangas air selama 30 menit, dinginkan, lalu setelah dingin
dikocok kuat-kuat dan terjadinya busa setinggi ± 1 cm yang bertahan selama 5 menit. Pada
penambahan 1 tetes HCl 2 N buih tidak hilang, menandakan positif saponin.
DAFTAR PUSTAKA

1. BPOM, 2014, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional, BPOM: Jakarta, hal
3,11.
2. DepKes RI, 1994, Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor:661/Menkes/Sk/Vii/1994 Tentang Persyaratan Obat Tradisional, DepKes:
Jakarta.
3. Depkes RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 9-16.
4. Depkes RI, 1985, Cara Pembuatan Simplisia, Depkes: Jakarta.
5. Herawati, Nuraida, dan Sumarto, 2012, Cara Produksi Simplisia Yang Baik, Seafast Center,
Bogor, 10-11.
6. MenKes, 2009, Keputusan Menteri Kesehatan RI No 261 tentang Farmakope Herbal edisi
pertama, Jakarta.
7. World Health Organization, 2003, WHO guidelines on good agricultural and collection
practices (GACP) for medicinal plants, Geneva.

Anda mungkin juga menyukai