Anda di halaman 1dari 38

BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM

FARMASI FISIKA

LABORATORIUM FARMASI FISIKA


PROGRAM STUDI FARMASI
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
2018
KATA PENGANTAR

Buku Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika ini disusun untuk menunjang mata kuliah
Farmasi Fisika dalam Program Studi Farmasi Universitas Esa Unggul.
Diharapkan dengan buku ini, mahasiswa lebih memahami dasar – dasar praktikum
farmasi fisika, tata cara dan prosedur pelaksanaan praktikum farmasi fisika sehingga mahasiswa
memiliki kemampuan melakukan dan mengevaluasi hasil praktikum sesuai dengan teori yang
telah diberikan.
Sebagai akhir kata, penyusun mengucapkan terima kasih kepada staf pengajar, karyawan,
asisten, dan sejawat lainnya yang telah memberikan saran dan bantuanya hingga terbentuknya
Buku Petunjuk ini.

Penyusun :
1. Irvani Rakhmawati, M.Farm
2. Dr. Aprilita Rina Yanti Eff, M.Biomed., Apt
3. Dr. Sri Teguh Rahayu, M.Farm., Apt
4. Muchammad Reza Ghozaly, M.Si., Apt
Tata Tertib Pelaksanaan Praktikum

1. Mahasiswa wajib hadir di ruang praktikum sesuai jadwal praktikum yang berlaku.
2. Mahasiswa yang datang terlambat lebih dari 15 menit tidak diperkenankan mengikuti
kegiatan praktikum.
3. Mahasiswa wajib membawa farmasi kit disetiap kegiatan praktikum.
4. Mengikuti pretest sebelum praktikum dimulai.
5. Sebelum praktikum dimulai mahasiswa wajib mengenakan jas laboratorium.
6. Selama praktikum berlangsung, mahasiswa wajib menjaga ketertiban dan ketenangan
laboratorium.
7. Selama pelaksanaan praktikum mahasiswa tidak diperkenankan meninggalkan ruang
praktikum tanpa ijin dosen atau asisten pembimbing praktikum.
8. Setelah selesai praktikum, mahasiswa wajib merapikan dan membersihkan kembali
peralatan dan tempat praktikum sesuai ketentuan yang berlaku.
9. Mahasiswa wajib membuang sampah praktikum sesuai ketentuan yang berlaku.
10. Mahasiswa wajib melaporkan alat-alat yang rusak dan pecah ke laboran.
11. Mahasiswa wajib mengganti peralatan yang rusak atau pecah sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
12. Mahasiswa wajib membuat laporan resmi praktikum sesuai dengan hasil praktikum.

Kepala Laboratorium Farmasi Fisik


Format Laporan dan Kriterian Penilaian
Laporan Resmi :
1. Cover laporan: nama mata praktikum, judul pertemuan, logo universitas, nama dan
NIM penyusun, nama prodi, nama fakultas, nama universitas, tahun.
2. Isi
a. Judul praktikum
b. Tujuan praktikum
c. Dasar teori
d. Metode praktikum/cara kerja
e. Hasil praktikum
f. Pembahasan disertai jurnal ilmiah
g. Kesimpulan
h. Daftar pustaka

Kriteria Penilaian :
 Pretest/Posttest : 10%
 Absensi : 10%
 Laporan : 40%
 UTS/UAS : 40%
DAFTAR ISI

PRAKTIKUM 1 KELARUTAN 1
PRAKTIKUM 2 DIFUSI DAN DISOLUSI 5
PRAKTIKUM 3 TEGANGAN PERMUKAAN 10
PRAKTIKUM 4 EMULSIFIKASI 14
PRAKTIKUM 5 VISKOSITAS DAN RHEOLOGI 19
PRAKTIKUM 6 STABILITAS 25

PRAKTIKUM 1
KELARUTAN
TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan mampu untuk:
1. Menentukan kelarutan suatu zat secara kuantitatif
2. Menjelaskan faktor – faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat
3. Menjelaskan usaha-usaha yang dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan zat aktif
dalam air untuk pembuatan sediaan zat cair.

TEORI DASAR

Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia (obat) yang
terlarut, misalnya terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang saling bercampur. Oleh karena
molekul-molekul dalam larutan tersebut terdispersi secara merata maka penggunaan larutan
sebagai bentuk sediaan, umumnya memberikan jaminan keseragaman dosis dan memiliki
ketelitian yang baik jika larutan tersebut diencerkan atau dicampur.
Larutan adalah campuran 6ndicato yang terdiri atas satu atau lebih zat terlarut dalam
pelarut yang sesuai membentuk 6ndica termodinamika yang stabil secara fisika dan kimia di
mana zat terlarut terdispersi dalam sejumlah pelarut tersebut. Bentuk larutan dapat dilihat dalam
kehidupan kita sehari-hari seperti the manis, larutan garam, dan lain-lain. Dalam bidang Farmasi,
larutan dapat diaplikasikan dalam bentuk sediaan sirup obat, mouthwash, tetes hidung, tetes
telinga, tetes mata, gargle, betadine, dan lain-lain.

Menurut kesetimbangan, larutan dibagi menjadi tiga yaitu


1. Larutan jenuh. Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam
kesetimbangan (tepat larut dalam batas kelarutannya) dengan fase pelarutnya.
2. Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh. Suatu larutan yang mengandung zat terlarut
dalam konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna
pada 6ndicator6e tertentu.
3. Larutan lewat jenuh. Suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi
yang banyak pada suhu tertentu sehingga terdapat zat terlarut yang tidak dapat larut lagi.
Kelarutan dapat didefinisikan dalam istilah kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut
dalam larutan jenuh pada suhu tertentu dan secara kuantitatif dapat pula dinyatakan
sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk 7ndicato molekul
yang 7ndicato.

Kelarutan suatu zat dapat dipengaruhi oleh Ph larutan, suhu, jenis pelarut, bentuk dan
ukuran partikel zat, konstanta dielektrik bahan pelarut, serta adanya zat-zat lain seperti surfaktan,
pengkhelat, ion sejenis, dll.

ALAT DAN BAHAN

 Gelas kimia  Asam benzoat


 Batang pengaduk  Kertas saring
 Cawan penguap  NaOH 0.1 N
 Buret  Indikator fenolftalein
 Labu erlenmeyer  Asam salisilat
 Pipet tetes  Air es
 Penangas air  Tween 80
 Oven pengering  Aquades

PERCOBAAN
A. Penentuan kelarutan asam benzoat

1. Timbang 0,3 gram asam 8ndicato.


2. Masukkan asam 8ndicato yang telah ditimbang, ke dalam gelas kimia 100 ml,
kemudian tambahkan air suling sebanyak 50 ml. Aduk campuran tersebut selama 2
menit pada suhu kamar
3. Saring campuran tersebut menggunakan kertas saring. Letakkan kertas saring tsb ke
dalam cawan penguap, kemudian keringkan di dalam oven pada suhu 100o C selama
30 menit.
4. Timbang sisa asam 8ndicato kering yang tertinggal di atas kertas saring.
5. Hitung kelarutan asam 8ndicato

B. Pengaruh suhu pada kelarutan asam benzoat

1. Timbang 0,3 gram asam 8ndicato.


2. Masukkan asam 8ndicato yang telah ditimbang, ke dalam gelas kimia 100 ml,
kemudian tambahkan 50 ml air suling bersuhu 10 oC. Aduk campuran tersebut selama
2 menit pada suhu 10 oC.
3. Saring campuran tersebut menggunakan kertas saring. Letakkan kertas saring tsb ke
dalam cawan penguap, kemudian keringkan di dalam oven pada suhu 100 oC selama
30 menit.
4. Timbang sisa asam 8ndicato kering yang tertinggal di atas kertas saring.
5. Hitung kelarutan asam 8ndicato.
6. Ulangi prosedur tsb dengan melarutkan asam 8ndicato bersuhu 45 oC.
7. Bandingkan kelarutan asam 8ndicato pada suhu kamar, 10 oC, dan 45 oC.

C. Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan suatu zat’

1. Buatlah 100 ml campuran bahan pelarut yang tertera pada 8ndic di bawah ini.
2. Ambil 20 ml campuran pelarut, tambahkan asam salisilat sebanyak 100 mg ke dalam
masing-masing campuran pelarut. Aduk campuran selama 10 menit.
3. Saring larutan. Ambil sebanyak 5 ml larutan dan tentukan kadar asam salisilat yang
larut dengan cara titrasi asam basa dengan peniter NaOH 0,1 N dan indicator
fenolftalein.
4. Bandingkan kelarutan asam salisilat pada masing-masing campuran pelarut.

D. Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat

1. Buatlah 100 ml larutan Tween 80 dengan konsentrasi : 0; 0,1; 0,5; 1,0; 5,0; 10; 50,0;
100 mg/ 100 ml.
2. Ambil 10 ml masing-masing larutan dan tambahkan 100 mg asam salisilat ke dalam
masing-masing larutan.
3. Aduk campuran selama 10 menit.
4. Saring dan tentukan kadar asam salisilat yabg terlarut dalam masing-masing larutan
dengan cara titrasi asam basa menggunakan peniter NaOH 0,1 N dan 9ndicator
fenolftalein.
5. Buat kurva antara kelarutan asam salisilat dengan konsentrasi Tween 80 yang
digunakan. Bandingkan kelarutan asam salisilat dalam berbagai larutan Tween.
6. Tentukan konsentrasi misel kritik (KMK) Tween 80.

PUSTAKA
Ansel, H. C., 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi 4, UI Press,Jakarta.

Lachman, L., H. A. Lieberman, 1986, The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, 3rd
edition, Lea & Febiger, Philadelphia.

Sinala, Santi., 2016, Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi Farmasi Fisik, Cetakan Pertama,
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Sinko, P. J., 2011, Martin’s Physical Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 6th Edition,
Lippincott William and Wilkins, Philadelphia.

PRAKTIKUM 2
DIFUSI DAN DISOLUSI

TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan mampu untuk:
1. Mengamati peristiwa difusi sederhana.
2. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi difusi.
3. Memahami proses disolusi suatu zat.
4. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi.

TEORI DASAR
Difusi
Sediaan obat yang dihasilkan dalam bidang Farmasi, sebelum dilepas di pasaran harus
melalui beberapa pengujian untuk menstandarisasi dan menjamin kualitas segala aspek sediaan.
Pengujian sediaan farmasi termasuk salah satunya adalah uji disolusi dan uji difusi.
Uji disolusi dan difusi in vitro dapat dijadikan kontrol pengembangan formulasi obat dan
kualitas. Hal ini tidak hanya dapat digunakan sebagai alat utama untuk memantau konsistensi
dan stabilitas produk obat tetapi juga sebagai teknik yang relatif cepat dan murah untuk
memprediksi penyerapan in vivo suatu sediaan obat. Uji disolusi memberikan gambaran
perubahan jumlah zat aktif yang terlarut di dalam medium. Uji difusi dapat digunakan untuk
memperoleh parameter kinetik transpor obat melalui membran usus, serta mempelajari pengaruh
komponen penyusun sediaan terhadap profil transpor obat.
Difusi didefinisikan sebagai suatu proses perpindahan massa molekul suatu zat yang
dibawa oleh gerakan molekular secara acak dan berhubungan dengan adanya perbedaan
konsentrasi aliran molekul melalui suatu batas, misalnya suatu membran polimer.
Perbedaan konsentrasi (suatu zat dalam pelarut dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian
yang berkonsentrasi rendah) yang ada pada dua larutan disebut gradien konsentrasi. Difusi
akan terus terjadi hingga seluruh partikel tersebar luas secara merata atau mencapai keadaan
kesetimbangan manakala perpindahan molekul tetap terjadi, walaupun tidak ada perbedaan
konsentrasi.

Disolusi

Disolusi mengacu pada proses ketika fase padat (misalnya tablet atau serbuk) masuk ke
dalam fase larutan, seperti air.Intinya, ketika obat melarut, partikel-partikel padat memisah dan
molekul demi molekul bercampur dengan cairan dan tampak menjadi bagian dari cairan tersebut.
Disolusi adalah proses pelepasan senyawa obat dari sediaan dan melarut dalam media pelarut.
Disolusi terjadi pada tablet, kapsul, dan serbuk. Kecepatan disolusi adalah jumlah zat aktif yang
dapat larut dalam waktu tertentu pada kondisi antar permukaan cair-padat, suhu dan komposisi
media yang dibakukan.
Uji disolusi dalam bidang Farmasi memegang peranan penting yaitu :
a. Uji disolusi digunakan untuk dalam bidang industri; dalam pengembangan produk baru,
untuk pengawasan mutu, dan untuk membantu menentukan kesetersediaan hayati
b. Adanya perkembangan ilmu pengetahuan, seperti adanya aturan biofarmasetika, telah
menegaskan pentingnya disolusi.
c. Karakteristik disolusi biasa merupakan sifat yang penting dari produk obat yang
memuaskan.
d. Uji disolusi digunakan untuk mengontrol kualitas dan menjaga terjaminnya standar dalam
produksi tablet.
e. Uji disolusi untuk mengetahui terlarutnya zat aktif dalam waktu tertentu menggunakan
alat disolution tester sehingga bisa menentukan waktu paruh dari sediaan tersebut.
Menurut Farmakope IV Indonesia, alat disolusi terbagi menjadi :
a. Alat uji disolusi tipe keranjang (basket).

b. Alat uji disolusi tipe dayung (paddle).


Medium disolusi yang digunakan adalah medium yang menggambarkan keadaan cairan
pada lambung dan usus. Medium lambung dan usus berbeda pada kondisi pH. Komposisi cairan
lambung keadaan puasa simulasi (pH 1,2) cukup sederhana. Dalam keadaan tidak berpuasa,
kondisi lambung sangat bergantung pada jenis dan jumlah makanan yang dimakan.

ALAT DAN BAHAN


 Gelas kimia
 Cawan petri
 Penggaris
 Batang pengaduk
 Es
 Serbuk agar
 Kristal metil jingga
 Kristal KMnO4
 Perforator

PERCOBAAN
A. Difusi Sederhana
1. Timbang 0,1 gram kristal KMnO4. Masukkan kristal tsb ke dalam gelas kimia yg
sudah diisi dengan 100 ml air bersuhu ruang.
2. Amati perubahan yang terjadi dan catat waktu yang dibutuhkan sampai kristal
melarut.
3. Ulangi percobaan dengan melakukan pengadukan menggunakan batang pengaduk.
Catat waktu yang dibutuhkan sampai kristal melarut.
4. Bandingkan waktu yang dibutuhkan dari kedua percobaan tersebut.

B. Pengaruh Suhu pada Difusi


1. Timbang 0,1 gram kristal KMnO4. Masukkan kristal tsb ke dalam gelas kimia yg
sudah diisi dengan 100 ml air bersuhu 10 oC.
2. Amati perubahan yang terjadi dan catat waktu yang dibutuhkan sampai kristal
melarut.
3. Ulangi percobaan dengan menggunakan air bersuhu 50 oC.
4. Bandingkan waktu yang dibutuhkan sampai kristal melarut pada suhu kamar, 10 dan
50 oC

C. Difusi pada media agar


1. Buat larutan agar 2% b/v dalam air suling.
2. Didihkan agar tersebut sampai diperoleh larutan bening. Biarkan larutan agar tersebut
dingin.
3. Tuangkan 15 mL agar tersebut ke atas permukaan cawan petri. Biarkan memadat.
4. Buatlah lubang pada lempeng agar tersebut dengan alat pembuat lubang dengan jarak
antar lubang 3 cm (5 lubang/sumur per lempeng)
5. Tempatkan 50 mg kristal KMNO4 pada satu lubang pada lempeng agar tersebut dan
50 mg kristal metil jingga pada lubang yang lain.
6. Catat jarak difusi KMNO4 dan metil jingga sebagai fungsi waktu.
7. Bahas hasil percobaan tersebut.

D. Disolusi
1. Penangas air pada alat disolusi diisi dengan air suling. Alat dinyalakan dan diatur
pada suhu 37 oC.
2. Isi labu disolusi dengan media disolusi, yaitu air suling sebanyak 900 ml. Inkubasi
terlebih dahulu media dalam penangas air hingga suhunya 37 oC.
3. Bila suhu dalam labu disolusi sudah mencapai 37ºC (konstan), masukkan 300 serbuk
amoksisilin ke dalam wadah keranjang, lalu diaduk dengan kecepatan 100 rpm.
4. Catat waktu pada saat basket yang berisi tablet dimasukkan dalam labu disolusi.
5. Ambil media disolusi pada menit ke 5, 10 dan 15 sebanyak 10 ml dengan pipet
volume dan media disolusi dicukupkan lagi hingga 900 ml dengan aquadest tiap
setelah pengambilan sampel.
6. Sampel yang diambil dititrasi dengan NaOH 0,1 N menggunakan indikator
fenolftalein.
7. Hitung konsentrasi amoksisilin setiap waktu.
8. Ulangi percobaan dengan mengganti kecepatan pengadukan menjadi 50 dan 200 rpm.
9. Bandingkan hasil dari ketiga kecepatan pengadukan.

PUSTAKA
Ansel, H. C., 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi 4, UI Press,Jakarta.

Lachman, L., H. A. Lieberman, 1986, The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, 3rd
edition, Lea & Febiger, Philadelphia.

Sinala, Santi., 2016, Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi Farmasi Fisik, Cetakan Pertama,
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Sinko, P. J., 2011, Martin’s Physical Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 6th Edition,
Lippincott William and Wilkins, Philadelphia.

PRAKTIKUM 3
TEGANGAN PERMUKAAN
TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan perobaan ini, mahasiswa dihaapkan mampu untuk :
1. Menentukan tegangan permukaan zat cair
2. Menerangkan faktor - faktor yang mempengaruhi tegangan permukaan zat cair

TEORI DASAR
Cairan menunjukkan adanya perilaku seperti lapisan yang memiliki tegangan. Dalam
kehidupan sehari-hari tegangan permukaan cairan banyak dimanfaatkan dalam hubungannya
dengan kemampuan cairan tersebut membasahi benda. Detergen sintesis modern misalnya,
didesain untuk meningkatkan kemampuan air membasahi kotoran yang melekat pada pakaian
yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan sehingga hasil bersih. Demikian pula alkohol dan
jenis obat antiseptik lainnya, selain dibuat agar memiliki daya bunuh kuman yang baik juga
memiliki tegangan permukaan rendah agar membasahi seluruh permukaan luka.
Tegangan antarmuka ini dalam farmasi adalah faktor yang memengaruhi adsorbsi obat
dalam bentuk sediaan padat, penetrasi molekul melalui membrane biologi, penting pada sediaan
emulsi dan stabilitasnya.

Seperti diketahui bersama bahwa tiap-tiap zat memiliki permukaan. Contohnya yaitu
permukaan meja, permukaan air, permukaan pintu, dan lain-lain. Bila fase-fase berada bersama-
sama, batas antara keduanya disebut suatu ANTARMUKA. Diantara permukaan kedua fase
terdapat sebuah gaya. Gaya ini lah yang disebut sebagai Tegangan Antarmuka. Berdasarkan
gambaran di atas maka tegangan antarmuka adalah gaya per satuan panjang yang terdapat pada
antarmuka dua fase cairan yang tidak dapat tercampur.
Selain istilah tegangan antarmuka dikenal pula istilah Tegangan Permukaan. Tegangan
permukaan terjadi karena adanya gaya kohesi yaitu gaya tarik-menarik antar partikel sejenis.
Tegangan permukaan adalah gaya per satuan panjang yang diberikan sejajar dengan
permukaan untuk mengimbangi tarikan ke dalam. Tegangan permukaaan mempunyai satuan
dyne dalam cgs.
Tegangan antarmuka adalah gaya per satuan panjang yang terdapat pada antarmuka dua
fase cair yang tidak bercampur, mempunyai satuan dyne/cm. Tegangan antarmuka selalu lebih
kecil dari pada tegangan permukaan karena gaya adhesive dua fase cair yang membentuk suatu
antarmuka adalah lebih besar daripada bila suatu fase cair dan suatu fase gas berada bersama-
sama. Jadi, bila cairan bercampur dengan sempurna, tidak ada tegangan antarmuka yang terjadi.
Secara matematis, besar tegangan permukaan untuk benda yang memiliki satu permukaan
dapat ditulis dalam persamaan berikut.

Dengan :
γ = Tegangan permukaan (N/m)
F = gaya permukaan (N)
L = panjang permukaan benda (m)

Jika lapisan yang terbentuk memiliki dua permukaan maka persamaannya :

Dengan :
γ = Tegangan permukaan (N/m)
F = gaya permukaan (N)
L = panjang permukaan benda (m)

Metode Pengukuran tegangan Antarmuka


 Metode kenaikan kapiler (Untuk mengukur tegangan permukaan)
Prinsip:
Bila suatu kapiler dimasukkan dalam labu berisi zat cair maka pada umumnya zat cair akan naik
di dalam tabung sampai jarak tertentu. Dengan mengukur kenaikan ini, tegangan muka dapat
ditentukan karena diimbangi oleh gaya gravitasi ke bawah dan bobot dari cairan tersebut.

Dengan :
γ = Tegangan permukaan (N/m)
r = jari – jari (cm)
h = kenaikan cairan dalam pipa kapiler (cm)
= kerapatan senyawa
g = gaya gravitasi

ALAT dan BAHAN

PROSEDUR PERCOBAAN
A. Penentuan Tegangan Permukaan Zat Cair
1. Ukur bobot jenis air, etanol, propilen glikol dan gliserin menggunakan piknometer
2. Masukkan sejumlah zat cair tersebut ke dalam gelas kimia
3. Ambil pipa kapiler kering lalu celupkan pipa kapiler ke dalam gelas kimia berisi
cairan tersebut dan ukur kenaikan cairan dalam pipa kapiler
4. Lakukan pengukuran sebanyak dua kali (duplo). Catat hasil dalam tabel
5. Hitung tegangan permukaannya !

B. Pengaruh Suhu pada Tegangan Permukaan


1. Siapkan air bersuhu 40, 60 dan 80 C
2. Masukkan sejumlah zat cair tersebut ke dalam gelas kimia
3. Ambil pipa kapiler kering lalu celupkan pipa kapiler ke dalam gelas kimia berisi
cairan tersebut dan ukur kenaikan cairan dalam pipa kapiler
4. Lakukan pengukuran sebanyak dua kali (duplo). Catat hasil dalam tabel
5. Bandingkan dengan suhu kamar
6. Hitung tegangan permukaannya !

C. Pengaruh Surfaktan pada tegangan permukaan


1. Buat larutan Tween 80 dengan konsentrasi 0, 0.1, 0.5, 1, 5, dan 10 mg/100 ml
2. Masukkan sejumlah tertentu masing – masing larutan ke dalam gelas kimia
3. Ambil pipa kapiler kering, celupkan dalam gelas kimia tsb dan catat kenaikan di
dalam pipa kapiler
4. Lakukan pengukuran sebanyak 2 kali (duplo)
5. Hitung tegangan permukannya
6. Bandingkan dengan tegangan permukaan pada larutan tanpa surfaktan !

PUSTAKA
Ansel, H. C., 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi 4, UI Press,Jakarta.

Lachman, L., H. A. Lieberman, 1986, The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, 3rd
edition, Lea & Febiger, Philadelphia.

Sinala, Santi., 2016, Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi Farmasi Fisik, Cetakan Pertama,
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Sinko, P. J., 2011, Martin’s Physical Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 6th Edition,
Lippincott William and Wilkins, Philadelphia.

PRAKTIKUM 4
EMULSIFIKASI

TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk :
1. Menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan dalam pembuatan
emulsi
2. Membuat emulsi dengan menggunakan emulgator golongan surfaktan
3. Mengevaluasi kestidakstabilan suatu emulsi
4. Menentukan HLB butuh minyak yang digunakan daiam pembuatan emulsi

TEORI DASAR
Emulsi adalah suatu sistem dispersi yang secara termodinamik tidak stabil, terdiri dari
paling sedikit dua cairan yang tidak bercampur dan satu diantaranya terdispersi sebagai globul-
globul daiam cairan lainnya. Sistem ini umumnya distabilkan dengan emulgator. Dalam bidang
farmasi, emulsi umumnya terdiri dari fase minyak dan fase air. Berdasarkan fase terdispersinya
dikenal dua jenis emulsi, yaitu:
 Emulsi minyak daiam air, yaitu bila fase minyak terdispersi di daiam fase air
 Emulsi air daiam minyak, yaitu bila fase air terdispersi di daiam fase minyak
Sistem dispersi ini umumnya distabilkan oleh emulgator. Dalam pembuatan suatu emulsi,
pemlihan emulgator merupakan faktor penting untuk diperhatikan karena emulgator merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi mutu dan kestabilan suatu emulsi. Emulgator yang biasa
digunakan dalam bidang farmasi dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu emulgator golongan
surfaktan, koloid hidrofilik, dan serbuk padat terbagi halus.
Emulgator yang biasanya banyak digunakan dalam pembuatan emulsi adalah surfaktan.
Surfaktan menstabilkan emulsi dengan cara membentuk lapisan monomolekular pada permukaan
globul fase terdispersi sehingga tegangan permukaan antara fase terdispersi dan pendispersi
menurun. Surfaktan merupakan molekul amfifilik, yaitu molekul yang memiliki gugus polar dan
non polar. Surfaktan yang didominasi gugus polar akan cenderung membentuk emulsi minyak
dalam air. Sebaliknya, surfaktan yang didominasi gugus non polar akan cenderung menghasilkan
emulsi air dalam minyak. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan untuk melihat kekuatan gugus
polar dan non polar dari suatu surfaktan.
Metode yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi surfaktan sebagai emulgator
adalah metode HLB (hydrophilic – lipophilic balance). Griffin menyusun suatu skala ukuran
HLB surfaktan yang dapat digunakan menyusun daerah efisiensi HLB optimum untuk setiap
fungsi surfaktan. Semakin tinggi nilai HLB suatu surfaktan, sifat kepolarannya akan
meningkat. Selain mengetahui HLB surfaktan, dalam pembuatan emulsi perlu juga diketahui
nilai HLB butuh dari suatu minyak. Nilai HLB butuh suatu minyak adalah tetap untuk suatu
emulsi tertentu dan nilai ini ditentukan berdasarkan percobaan. Menurut Griffin, nilai HLB
butuh tersebut setara dengan nilai HLB surfaktan atau kombinasi surfaktan yang digunakan
untuk membentuk suatu emulsi yang stabil.

Secara teoritis emulgator dengan HLB 12 merupakan emulgator yang paling cocok untuk
pembuatan emulsi dengan formula diatas. Tetapi pada kenyataannya jarang sekali ditemukan
surfaktan dengan HLB yang nilainya persis sama dengan nilai HLB butuh fase minyak. Oleh
karena itu, penggunaan kombinasi surfaktan dengan nilai HLB rendah dan tinggi akan
memberikan hasil yang lebih balk. Hal ini disebabkan karena dengan menggunakan kombinasi
emulgator akan diperoleh nilai HLB mendekati nilai HLB butuh minyak.
Misalnya, pada emulsi tersebut di atas menggunakan kombinasi Tween 80 (HLB 15) dan Span
80 (HLB 4,3), diperlukan perhitungan jumlah masing-masing emulgator. Jumlah tersebut dapat
dihitung melalui cara berikut:

Untuk 100 g emulsi:


Jumlah emulgator yang dibutuhkan = 5% x 100 g = 5 g
Misal: jumlah Tween 80 = a gram, jumlah Span 80 = (5 – a) gram
Perhitungan:
(a x 15) + [(5-a) x 4,3) = 5 x 12
10,7 a + 21,5 = 60
10,7 a = 38,5 à a = 3,6
Jadi, jumlah Tween 80 yang dibutuhkan adalah sebesar 3,6 gram, sedangkan jumlah Span 80
yang dibutuhkan adalah (5 – 3,6) gram = 1,4 gram
Penggunaan kombinasi dua emulgator akan menghasilkan emulsi yang lebih stabil karena
terbentuknya lapisan mono molekular yang lebih rapat pada permukaan globul. Emulsi yang
secara termodinamika tidak stabil umumnya disebabkan oleh tingginya energi bebas permukaan.
Hal ini terjadi karena pada proses pembuatannya luas permukaan salah satu fase akan bertambah
berlipat ganda. Sedangkan seluruh sistem umumnya cenderung kembali kepada posisinya yang
paling stabil, yaitu pada saat energi bebasnya paling rendah. Oleh karena itu, globul-globul akan
bergabung sampai akhirnya sistem memisah kembali. Berdasar atas fenomena semacam itu,
dikenal beberapa peristiwa ketidakstabilan emulsi, yaitu:
1. Flokulasi dan Creaming
Fenomena ini terjadi karena penggabungan partikel yang disebabkan oleh adanya energi
bebas permukaan semata. Flokulasi adalah suatu peristiwa terbentuknya kelompok-kelompok
globul yang posisinya tidak beraturan di dalam emulsi. Creaming adalah suatu peristiwa
terjadinya lapisan-lapisan dengan konsentrasi yang berbeda-beda di dalam emulsi. Lapisan
dengan konsentrasi paling pekat akan berada di sebelah atas atau bawah tergantung dari bobot
jenis fase.
2. Koalesen dan Demulsifikasi
Peristiwa ini terjadi tidak semata-mata disebabkan karena energi bebas permukaan, tetapi
disebabkan pula oleh ketidaksempurnaan pelapisan globul. Koalesen adalah peristiwa terjadinya
penggabungan globul-globul menjadi lebih besar. Sedangkan demulsifikasi adalah peristiwa
yang disebabkan oleh terjadinya proses lanjut dari koalesen. Kedua fase akhirnya terpisah
kembali menjadi dua cairan yang tidak bercampur. Untuk kedua peristiwa semacam ini, emulsi
tidak dapat diperbaiki melalui pengocokan.
Nilai HLB butuh pada beberapa minyak :
Nilai HLB beberapa surfaktan :
ALAT dan BAHAN
 Mixer
 Gelas ukur
 Penangas air
 Minyak
 Aquadest
 Tween
 Span

PROSEDUR PERCOBAAN
R/ Minyak 20
Tween 80
5
Span 40
Air 100
Buatlah satu seri emulsi dengan nilai HLB butuh masing-masing 6, 8, dan 10

1. Hitung jumlah Tween dan Span yang diperlukan untuk setiap nilai HLB butuh.
2. Timbang masing-masing minyak, air, Tween dan Span sejumlah yang diperlukan.
3. Campurkan Span dengan minyak, Tween dengan air, panaskan masing-masing campuran
pada penangas air hingga bersuhu 70 oC.
4. Gabungkan kedua campuran, lalu dicampur dengan menggunakan mixer pada kecepatan
dan waktu yang sama untuk masing-masing nilai HLB butuh.
5. Masukkan emulsi ke dalam tabung sedimentasi dan beri tanda sesuai nilai HLB masing-
masing. Usahakan tinggi emulsi yang dimasukkan ke dalam tabung sama satu dengan
yang lainnya dan catat waktu saat mulai memasukkan emulsi ke dalam tabung.
6. Amati ketidakstabilan emulsi yang terjadi pada 30 menit, 1 jam, 2 jam, dan 24 jam setelah
pembuatan. Bila terjadi creaming, ukur dan catat tinggi emulsi yang membentuk cream.
7. Tentukan pada nilai HLB berapa emulsi tampak relatif paling stabil.

PUSTAKA
Ansel, H. C., 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi 4, UI Press,Jakarta.

Lachman, L., H. A. Lieberman, 1986, The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, 3rd
edition, Lea & Febiger, Philadelphia.

Sinala, Santi., 2016, Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi Farmasi Fisik, Cetakan Pertama,
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Sinko, P. J., 2011, Martin’s Physical Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 6th Edition,
Lippincott William and Wilkins, Philadelphia.
PRAKTIKUM 5
VISKOSITAS dan RHEOLOGI
TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan untuk :
1. Menerangkan arti viskositas dan rheologi
2. Membedakan cairan Newton dan non Newton
3. Mengenal beberapa metode pengukuran viskositas dan alat yang digunakan
4. Menentukan viskositas beberapa cairan dengan viskometer Oswald

TEORI DASAR
Rheologi
Dalam bidang Farmasi, aliran pada suatu sediaan dikenal dengan istilah rheologi. Rheologi
berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari dua kata yaitu Rheo yang artinya mengalir dan logos yang
artinya ilmu. Menurut Bingham dan Crawford, rheologi menggambarkan aliran zat cair atau
perubahan bentuk (deformasi) zat di bawah tekanan.
Dalam bidang penelitian dan teknologi farmasi, pengukuran rheologi digunakan untuk
mengkarakterisasi:
 Proses penuangan sediaan dari botol. Misalnya menuang sirup obat dari botolnya
 Penekanan atau pemencetan sediaan dari suatu tube atau wadah lain yang dapat berubah
bentuk. Misalnya proses pemencetan salep dari tubenya.
 Penggosokan dan pengolesan bentuk produk di atas permukaan kulit atau ke dalam kulit.
Misalnya proses pengolesan krim di wajah.
 Pemompaan sediaan dan penyimpanan ke alat pengisian.
 Pelewatan dari suatu jarum suntik yang diproduksi oleh industri.

Viskositas
Selain rheologi, dikenal pula istilah viskositas (kekentalan). Dalam bidang fisika,
kekentalan disebut sebagai viskositas. Salah satu contohnya adalah air yaitu merupakan contoh
dari cairan yang encer dan misalnya kecap merupakan cairan yang kental. Nah, sifat kekentalan
ini lah yang merupakan faktor utama yang memengaruhi daya mengalirnya suatu cairan.
Suatu cairan yang memiliki viskositas (kekentalan) yang rendah, maka cairan tersebut akan lebih
mudah mengalir misalnya yang telah disebut di atas yaitu air dan sebaliknya suatu cairan yang
memiliki viskositas (kekentalan) yang tinggi maka cairan-cairan tersebut akan sulit mengalir,
misalnya oli, kecap, saus lombok dan lain-lain.
Kekentalan (viskositas) pada zat cair ini disebabkan oleh adanya gaya kohesi yaitu gaya
tarik menarik antara molekul sejenis. Secara teoritis dalam ilmu rheologi istilah viskositas
(kekentalan) dapat didefinisikan sebagai berikut. Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari
suatu cairan untuk mengalir. Makin tinggi viskositas, maka makin besar tahanannya.
Hal – hal yang mempengaruhi viskositas adalah :
 Suhu :
Suhu sangat memengaruhi tingkat viskositas. Semakin tinggi suhu zat cair, maka
semakin kurang kental zat cair tersebut. Misalnya ketika ibu menggoreng ikan di dapur, minyak
goreng yang awalnya kental menjadi lebih cair ketika dipanaskan. Sebaliknya, semakin tinggi
suhu suatu zat gas, semakin kental zat gas tersebut. Pemanasan zat cair menyebabkan molekul-
molekulnya memperoleh energi. Molekul-molekul cairan bergerak sehingga gaya interaksi antar
molekul melemah.
 Tekanan
Viskositas cairan naik dengan naiknya tekanan, sedangkan viskositas gas tidak
dipengaruhi oleh tekanan.
 Penambahan bahan lain
Penambahan gula pasir meningkatkan viskositas air. Saudara mahasiswa dapat melihat
hal ini, pada saat anda melarutkan gula dalam air, dari yang cair kemudian menjadi agak kental.
Adanya bahan tambahan seperti bahan suspensi menaikkan viskositas air. Hal ini dapat Anda
lihat, misalnya Anda menambahkan tepung dalam air atau dalam bidang Farmasi, bila Anda
menambahkan natrium CMC, tragakan, atau bentonit magma dalam pembuatan suspensi.
Pada minyak ataupun gliserin adanya penambahan air akan menyebabkan viskositas akan turun
karena gliserin maupun minyak akan semakin encer, sehingga waktu alirnya semakin cepat.
 Berat molekul
Viskositas naik dengan naiknya berat molekul. Misalnya, laju aliran alkohol cepat,
kekentalan alkohol rendah sedangkan larutan minyak laju alirannya lambat ,viskositas juga
tinggi. Viskositas akan naik jika ikatan rangkap semakin banyak. Karena dengan adanya solute
yang berat memberi beban yang berat pada cairan sehingga menaikkan viskositas.
 Konsentrasi larutan
Viskositas berbanding lurus dengan konsentrasi larutan. Suatu larutan dengan konsentrasi
tinggi akan memiliki viskositas yang tinggi pula, karena konsentrasi larutan menyatakan
banyaknya partikel zat yang terlarut tiap satuan volume. Semakin banyak partikel yang terlarut,
gesekan antar partikel semakin tinggi dan viskositasnya semakin tinggi pula. Contohnya,
melarutkan tiga sendok gula pasir ke dalam air, maka larutan gula ini akan lebih kental dibanding
jika hanya melarutkan satu sendok gula pasir.
Viskositas mula-mula diselidiki oleh Newton, yaitu dengan mensimulasikan zat cair
dalam bentuk tumpukan kartu seperti gambar berikut:

Zat cair diasumsikan terdiri dari lapisan-lapisan molekul yang sejajar satu sama lain. Lapisan
terbawah tetap diam, sedangkan lapisan diatasnya bergerak dengan kecepatan konstan, sehingga
setiap lapisan akan bergerak dengan kecepatan yang berbanding langsung dengan jaraknya
terhadap lapisan terbawah yang tetap. Perbedaan kecepatan dv antara dua lapisan yang
dipisahkan dengan jarak dx adalah dv/dx atau kecepatar geser (rate of shear). Sedangkan gaya
satuan luas yang dibutuhkan untuk mengalirkan zat cair tersebut adalah F/A atau tekanan geser
(shearing stress). Menurut Newton, tekanan geser berbanding lurus dengan kecepatan geser
seperti pada persamaan berikut :
Cairan yang mengikuti hukum Newton, viskositasnya tetap pada suhu dan tekanan
tertentu dan tidak tergantung pada kecepatan geser. Oleh karena itu, viskositasnya dapat
ditentukan pada satu kecepatan geser. Viskometer yang dapat digunakan untuk mengukur
viskositas cairan Newton adalah viskometer kapiler dan viskometer bola jatuh.
Hampir seluruh sistem disperse termasuk sediaan-sediaan farmasi yang berbentuk emulsi,
suspensi dan sediaan setengah padat tidak mengikuti hokum Newton. Viskositas cairan non-
Newton ini bervariasi pada setiap kecepatan geser sehingga diperlukan pengukuran pada
beberapa kecepatan geser untuk mengetahui sifat alirnya.
Berdasarkan grafik sifat alirannya (rheogram), cairan non Newton terbagi menjadi 2
kelompok, yaitu cairan yang sifat alirannya tidak dipengaruhi oleh waktu dan yang sifat alirnya
dipengaruhi oleh waktu. Cairan yang sifat alirnya tidak dipengaruhi oleh waktu terbagi menjadi
aliran plastik, pseudoplastik, dilatan. Sedangkan sifat alir cairan yang dipengaruhi oleh waktu
terbagi menjadi aliran tiksotropik, rheopeksi, dan antitiksotropik.
Peralatan yang digunakan untuk mengukur viskositas dan rheology suatu zat cair disebut
viscometer. Ada dua jenis viscometer, yaitu:
1. Viskometer satu titik
Viskometer ini hanya bekerja pada satu titik kecepatan geser sehingga hanya dihasilkan
satu titik pada rheogram. Alat ini hanya dapat digunakan untuk menentukan viskositas
cairan Newton. Yang termasuk ke dalam jenis ini, antara lain viskometer kapiler,
viskometer bola jatuh, dll.
2. Viskometer banyak titik
Viskometer ini dapat digunakan untuk mengukur beberapa harga kecepatan geser sehingga
diperoleh rheogram yang sempurna. Viskometer ini dapat digunakan untuk mengukur
viskositas cairan Newton dan cairan non Newton. Yang termasuk ke dalam viskositas ini
adalah viskometer Stormer, Brookfield, dll.
Cairan yang mengikuti hukum Newton, viskositasnya tetap pada suhu dan tekanan
tertentu dan tidak tergantung pada kecepatan geser. Oleh karena itu, viskositasnya cukup
ditentukan pada satu kecepatan geser. Viskometer yang dapat dipergunakan untuk keperluan itu
adalah viskometer kapiler atau bola jatuh. Viskometer bola jatuh merupakan viskometer satu titik
yang digunakan untuk menentukan viskositas cairan newton. Viskometer ini bekerja pada satu
titik kecepatan geser sehingga dihasilkan hanya satu titik pada rheogram. Pada viskometer ini
sampel dan bola diletakkan di dalam tabung gelas dan dibiarkan mencapai keseimbangan dengan
air yang berada dalam jaket di sekelilingnya pada temperatur konstan. Tabung dan jaket air
tersebut kemudian dibalik, yang akan menyebabkan bola berada pada puncak tabung gelas
dalam.

ALAT DAN BAHAN


 Air
 Amilum
 Batang pengaduk
 Gelas kimia
 Kompor
 Minyak
 Propilen glikol
 Piknometer
 Stopwatch
 Sukrosa
 Timbangan
 Viskometer ostwald
PROSEDUR PERCOBAAN
A. Penyiapan larutan uji
1. Larutan sukrosa
a. Tara gelas kimia dengan sejumlah volume air yang dibutuhkan
b. Timbang sejumlah sukrosa untuk membuat larutan sukrosa dengan konsentrasi
20, 40, 60 dan 80 % (b/v)
c. Larutkan sukrosa dengan sejumlah air yang dibutuhkan. Panaskan larutan tersebut
sampai semua sukrosa larut
2. Larutan amilum
a. Tara gelas kimia dengan sejumlah volume air yang dibutuhkan
b. Timbang sejumlah amilum untuk membuat larutan amilum dengan konsentrasi
0,5;1;5 dan 10 % (b/v)
c. Masukkan serbuk amilum ke dalam gelas kimia dengan sebagian air. Aduk hingga
larut. Kemudian panaskan hingga mendidih dan campuran berwarna jenih
d. Tambahkan sejumlah air hangat hingga volume yang diinginkan
B. Pengukuran Viskositas
1. Timbang piknometer kosong, kemudian masukkan masing-masing sampel ke dalam
piknometer dan tentukan bobot jenis masing – masing sampel
2. Masukkan masing – masing sampel ke dalam viskometer kemudian ukur waktu yang
dibutuhkan untuk melewati jarak tertentu. Tentukan masing – masing sampel.
Pengukuran dilakukan duplo untuk tiap sample.
PUSTAKA
Ansel, H. C., 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi 4, UI Press,Jakarta.

Lachman, L., H. A. Lieberman, 1986, The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, 3rd
edition, Lea & Febiger, Philadelphia.

Sinala, Santi., 2016, Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi Farmasi Fisik, Cetakan Pertama,
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Sinko, P. J., 2011, Martin’s Physical Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 6th Edition,
Lippincott William and Wilkins, Philadelphia.
PRAKTIKUM 6
STABILITAS OBAT

TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan mampu untuk :
 Menerangkan pengaruh suhu terhadap kestabilan suatu zat

TEORI DASAR
Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat
formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu sediaan biasanya
diproduksi dalam jumlah besar dan memerlukan waktu yang lama untuk sampai ke tangan
pasien yang membutuhkan. Obat yang disimpan dalam jangka waktu lama dapat
mengalami penguraian dan mengakibatkan dosis yang diterima pasien berkurang.
Adakalanya hasil urai zat tersebut bersifat toksis sehingga dapat membahayakan jiwa
pasien. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu
zat sehingga dapat dipilih kondisi pembuatan sediaan yang tepat sehingga kestabilan obat
terjaga.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat antara lain panas,
cahaya, kelembaban, oksigen, pH, mikroorganisme dan bahan-bahan tambahan yang
dipergunakan dalam formula sediaan obat. Sebagai contoh: senyawa-senyawa ester dan
amilnitrat seperti anvil nitrat dan kloramfenikol merupakan zat yang mudah terhidrolisis
dengan adanya lembab. Sedangkan vitamin C sangat mudah sekali mengalami oksidasi.
Pada umumnya penentuan kestabilan suatu zat dapat dilakukan melalui perhitungan
kinetika kimia. Cara ini tidak memerlukan waktu lama sehingga cukup praktis digunakan
dalam bidang farmasi.

ALAT DAN BAHAN


 Gelas ukur
 Statif dan buret
 Erlenmeyer
 Beaker glass
 Labu ukur
 Ballfiller
 Neraca analitik
 Oven
 Larutan vitamin C 100 mg/mL

 Larutan H2SO4 0,5 M

 Larutan Na2S2O3 0,1 M

 Larutan KIO3 0,02 M

 KI
 Indikator kanji
 Es batu
 Aquadest

PROSEDUR PERCOBAAN
Pengaruh suhu terhadap stablitias vitamin C
1. Siapkan larutan vitamin C 100mg/mL
2. Panaskan pada variasi suhu 70 – 100 C sampel selama 15, 30, 45, 60, dan 90 menit
3. Masukkan sampel pada es begitu dikeluarkan dari penangas
4. Hitung kadar vitamin C dengan menggunakan metode titrasi iodometri
5. Jelaskan kesimpulan dari data yang diperoleh
PUSTAKA
Ansel, H. C., 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi 4, UI Press,Jakarta.

Lachman, L., H. A. Lieberman, 1986, The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, 3rd
edition, Lea & Febiger, Philadelphia.

Sinala, Santi., 2016, Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi Farmasi Fisik, Cetakan Pertama,
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Sinko, P. J., 2011, Martin’s Physical Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 6th Edition,
Lippincott William and Wilkins, Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai