Anda di halaman 1dari 36

MODUL PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN
LIKUID DAN SEMI SOID

Disusun oleh:

Yenni Puspita Tanjung, M. Farm., Apt.

LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI


AKADEMI FARMASI BUMI SILIWANGI BANDUNG
BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahuwtaala atas selesainya penyusunan modul
praktikum sediaan likuid dan semi solid. Tujuan penyusunan modul praktikum ini adalah agar
mahasiswa dapat menguasai prinsip-prinsip pada proses pembuatan sediaan likuid dan semi
solid khususnya suspensi, emulsi, solutio, krim, pasta, gel, supositoria dan ovula. Selain itu
mahasiswamampu melakukan pekerjaan produksi sekaligus mengevaluasi pada saat proses
pembuatan dan kualitas produk yang dihasilkan.
Penyususn menyadari bahwa modul praktikum ini masih belum sempurna, maka dari
itu saran dan kritik sangat diperlukan dari sejawat dan mahasiswa untuk perbaikan pada edisi
berikutnya.
Semoga modul praktikum ini dapat membantu mahasiswa dalam memahami cara
pembuatan dan evalusi sediaan likuid dan semi solid.

Bandung, Januari 2020

Tubagus Akmal, M.S.Farm., Apt


TATA TERTIB LABORATORIUM

A. Ketentuan Umum
1. Praktikan adalah mahasiswa yang sedang mengambil mata kuliah Teknologi Sediaan
Likuid dan Semi Solid (tercantum di KRS).
2. Semua modul praktikum harus diikuti (100%)
3. Praktikan harus hadir 10 menit sebelum praktikum dimulai
4. Praktikan yang terlambat lebih dari 15 menit dianggap tidak hadir
5. Praktikan yang tidak hadir wajib memberikan surat (sakit, izin dari tempat kerja)
kepada dosen koordinator praktikum
6. Praktikan yang tidak hadir harus mencari teman pengganti dari kelompok lain yang
praktikum di waktu yang berbeda untuk bertukar waktu praktikumnya
7. Praktikan harus berperilaku baik selama praktikum (sopan, santun, berbusana bersih)
8. Praktikan wajib mengikuti tata tertib yang berlaku saat praktikum
9. Setiap praktikan diharuskan membuat laporan hasil praktikum (satu grup satu laporan)
10. Setiap laporan harus diserahkan selambat-lambatnya sebelum praktikum berikutnya
dimulai. Data-data hasil pengamatan percobaan harus diserahkan pada setiap akhir
praktikum. Bagi praktikan yang tidak/terlambat menyerahkan laporan pada waktunya,
akan dikenakan sangsi yang akan dibicarakan bersama.

B. Tata Tertib
1. Dilarang mengobrol dan mengerjakan tugas lain
2. Dilarang keras merokok, makan dan minum di dalam laboratorium
3. Dilarang membawa tas ke dalam laboratorium
4. Obat (hasil produk) yang dipergunakan dalam praktikum tidak diperkenankan untuk
dimakan. Pelanggaran terhadap hal ini menjadi tanggung jawab penuh praktikan
5. Selama praktikum, seluruh praktikan diwajibkan mengenakan lab jas yang bersih,
head cap, dan masker.
6. Mahasiswa dilarang bekerja diluar waktu yang telah ditetapkan kecuali dengan seizin
koordinator praktikum.

C. Perlengkapan Praktikan
1. Setiap praktikan harus membawa peralatan yang telah ditetapkan oleh Laboratorium
2. Perlengkapan yang harus dibawa selama praktikum adalah:
a. Lab jas bersih
b. Masker, head cap bersih
c. Dua buah lap meja dan tissue gulung yang akan sangat banyak manfaatnya dalam
menjaga kebersihan dan menghasilkan kualitas obat yang tinggi.
d. Karet spons/fibre untuk lap penyerap air
3. Setiap praktikan yang akan meminjam alat-alat harus diketahui oleh asisten dan
laboran yang bertugas.
4. Sebelum dan sesudah memulai praktikum, semua peralatan harus dalam keadaan
bersih, demikian pula meja tempat bekerja harus bersih dan rapi. Pemeriksaan
kebersihan meja sebelum, setelah dan selama praktikum akan dilakukan oleh asisten
laboratorium yang bertugas
5. Setiap alat yang hilang, pecah atau rusak harus diganti pada giliran praktikum
selanjutnya sesuai alat yang hilang, pecah atau rusak.
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN
LIKUID DAN SEMI SOLID

Format Laporan

I. TUJUAN PRAKTIKUM
II. PRINSIP
III. TEORI
IV. ALAT DAN BAHAN
V. PROSEDUR PEMBUATAN
VI. DATA PENGAMATAN
VII. PEMBAHASAN
Pembahasan berisi mengenai alasan dari pemilihan formula (alasan pemilihan bahan
eksipien yang tercantum dalam formula), penjelasan mengenai setiap tahapan yang
dilakukan dalam prosedur pembuatan, penjelasan dan alasan mengenai data hasil
pengamatan.
VIII. KESIMPULAN
IX. DAFTAR PUSTAKA
X. LAMPIRAN
MODUL I
LARUTAN (SOLUTIO)

A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mahasiswa mampu membuat sediaan larutan (sirup dan elixir) dengan baik dan benar.
2. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap sediaan larutan (sirup dan elixir).

B. TEORI DASAR
Larutan didefinisikan sebagai sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia
yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air. Larutan obat-obat dalam air yang
mengandung gula digolongkan sebagai sirup; larutan yang mengandung hidroalkohol yang
diberi gula (kombinasi dari air dan etil alkohol) disebut eliksir; larutan dari bahan-bahan yang
berbau harum disebut spirit jika pelarutnya mengandung alkohol atau air aromatik (Ansel,
1989). Larutan oral, sirup dan eliksir dibuat dan digunakan karena efek tertentu dari zat obat
yang ada. Dalam sediaan ini zat obat umumnya diharapkan dapat memberikan efek sistemik,
biasanya berarti bahwa absorpsinya dalam sistem saluran cerna ke dalam sirkulasi sistemik
dapat diharapkan terjadi lebih cepat daripada bentuk sediaan suspensi padat atau padat dari
zat yang sama. Untuk sediaan larutan hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah kelarutan
dari zat-zat yang akan digunakan (Ansel, 1989). Zat pelarut disebut juga solvent, sedangkan
zat yang terlarut disebut solute.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan antara lain:
1. Sifat solute atau solvent
2. Cosolvensi
3. Kelarutan
4. Temperatur
5. Salting out
6. Salting in
Pembentukan kompleks

C. FORMULA
KELOMPOK 1 KELOMPOK 2
Parasetamol 0,12 % Parasetamol 0,1 %
Etanol 5% Tween 80 0,5 %
Propilenglikol 7% Sirupus simplex 40 %
Sirupus simplex 20 % Na. Benzoat 0,2 %
Essence 0,75 % Essence 0,75 %
Pewarna 0,05 % Pewarna 0,05 %
Aquabidest ad 300 ml Pelarut campur (Aquadest ad 300 ml
85 : Alkohol 15)

KELOMPOK 3 KELOMPOK 4
Parasetamol 0,12 % Parasetamol 100 mg
Etanol 8% Tween 80 0,5 %
Propilenglikol 5% Sirupus simplex 40 %
Sirupus simplex 25 % Na. Benzoat 0,2 %
Essence 0,75 % Essence 0,75 %
Pewarna 0,05 % Pewarna 0,05 %
Aquabidest ad 300 ml Pelarut campur (Aquadest ad 300 ml
90 : Alkohol 10)

D. PROSEDUR UMUM
Buat pelarut campuran kemudian larutkan zat yang tidak larut dalam air dalam pelarut
campuran. Untuk zat yang larut dalam air, dilarutkan terlebih dahulu dalam air. Campurkan
kedua larutan dan aduh sampai sediaan homogen. Tambahkan pembawa sampai volume yang
ditentukan. Essence dan pewangi ditambahkan terakhir.

E. EVALUASI
1. Uji Organoleptis
Pengamatan organoleptis dilakukan dengan mengamati bentuk, warna dan bau.
2. Uji pH
Pengukuran pH dilakukan menggunakan pH meter pada suhu ruang. Pertama
elektroda dikalibrasi dahulu menggunakan dapar standar pH 4 dan pH 7, elektroda
kemudian dicelupkan ke dalam sediaan emulsi sampai pH sediaan terbaca.
3. Penentuan Bobot Jenis
Bobot jenis diukur menggunakan piknometer. Piknometer yang bersih dan kering
ditimbang (A g) lalu diisi dengan air dan ditimbang (B g). piknometer dibersihkan
kemudian diisi dengan sediaan emulsi dan ditimbang (C g). bobot jenis dihitung
dengan perhitungan sebagai berikut :

Bobot jenis = x 1mg/ml


4. Viskositas Sediaan
Uji viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer Brookfield. Sediaan
disimpan dalam wadah, lalu spindle diturunkan ke dalam sediaan hingga batas yang
ditentukan, kecepatan diatur pada 100 rpm secara perlahan. Skala dicatat ketika
menunjukkan angka yang tetap.
5. Volume Terpindahkan
Kalibrasi botol 60 ml kemudian masukkan sediaan hingga tanda kalibrasi. Sediaan
dituangkan kembali kedalam gelas ukur dan catat volume yang terpindahkan.
MODUL II
SUSPENSI

A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mahasiswa mampu membuat sediaan suspensi dengan baik dan benar.
2. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap sediaan suspensi.
3. Mahasiswa mampu menganalisa pengaruh berbagai jenis zat pensuspensi terhadap
kualitas suediaan suspensi.

B. TEORI DASAR
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi
dalam fase cair. Beberapa suspensi dapat langsung digunakan, sedangkan yang lain beruapa
campuran padat yang harus dikonstitusikan terlebih dahulu dengan pembawa yang sesuai
segera sebelum digunakan.

Suspensi digolongkan dalam beberapa bagian:


1. Suspensi oral
Suspensi oral adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam
pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai, dan ditujukan untuk penggunaan
oral. Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai susu atau magma termasuk dalam
kategori ini.
2. Suspensi topikal
Suspensi topikal adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi
dalam pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan pada kulit. Beberapa suspensi
yang diberi etiket sebagai “Lotio” termasuk dalam kategori ini.
3. Suspensi tetes telinga
Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair mengandung partikel-partikel halus yang
ditujukan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.
4. Suspensi optalmik
Seperti tertera pada Ophthalmicae Praeparationes. Tidak boleh digunakan bila terjadi
massa yang mengeras atau penggumpalan.

Berdasarkan sifatnya suspensi dibedakan menjadi :


1. Suspensi Deflokulasi
a. Partikel yang terdispersi merupakan unit tersendiri dan apabila kecepatan
sedimentasi bergantung daripada ukuran partikel tiap unit, maka kecepatannya
akan lambat.
b. Gaya tolak-menolak di antara 2 partikel menyebabkan masing-masing partikel
menyelip diantara sesamanya pada waktu mengendap.
c. Supernatan sistem deflokulasi keruh dan setelah pengocokan kecepatan
sedimentasi partikel yang halus sangat lambat.
d. Keunggulannya: sistem deflokulasi akan menampilkan dosis yang relatif homogen
pada waktu yang lama karena kecepatan sedimentasinya yang lambat.
e. Kekurangannya: apabila sudah terjadi endapan sukar sekali diredispersi karena
terbentuk masa yang kompak.
f. Sistem deflokulasi dengan viskositas tinggi akan mencegah sedimentasi tetapi
tidak dapat dipastikan apakah sistem akan tetap homogen pada waktu paruhnya.
2. Suspensi Flokulasi
a. Partikel sistem flokulasi berbentuk agregat yang dapat mempercepat terjadinya
sedimentasi. Hal ini disebabkan karena setiap unit partikel dibentuk oleh kelompok
partikel sehingga ukurang agregat relatif besar.
b. Cairan supernatan pada sistem deflokulasi cepat sekali bening yang disebabkan
flokul-flokul yang terbentuk cepat sekali mengendap dengan ukuran yang
bermacam-macam.
c. Keunggulannya: sedimen pada tahap akhir penyimpanan akan tetap besar dan
mudah diredispersi.
d. Kekurangannya: dosis tidak akurat dan produk tidak elegan karena kecepatan
sedimentasinya tinggi.
e. Flokulasi dapat dikendalikan dengan:
a) Kombinasi ukuran partikel
b) Penggunaan elektrolit untuk kontrol potensial zeta.
Penambahan polimer mempengaruhi hubungan/ struktur partikel dalamsuspensi.

C. FORMULA
KELOMPOK 1 KELOMPOK 2
Parasetamol 250 mg Parasetamol 250 mg
Tween 80 0,1 % Tween 80 0,1 %
Na. CMC 1% Na. CMC 0,5 %
Sirupus Simplex 30 % Sirupus Simplex 30 %
Sorbitol 20% Sorbitol 20%
Aquadest ad 5 ml Aquadest ad 5 ml
m.f suspense 300 ml m.f suspense 300 ml

KELOMPOK 3 KELOMPOK 4
Parasetamol 125 mg Parasetamol 125 mg
Sorbitol 15 % Sorbitol 15 %
PPG 20 % PPG 20 %
Tragakan 1% Tragakan 2%
Asam sitrat 5% Asam sitrat 5%
Aquadest ad 5 ml Aquadest ad 5 ml
m.f suspense 300 ml m.f suspense 300 ml

D. PROSEDUR UMUM
1. Timbang sejumlah zat aktif dan eksipien sesuai dengan yang dibutuhkan.
2. Zat aktif dilarutkan dalam pelarutnya dan diaduk. Bila terjadi flokulasi maka
dibutuhkan kecepatan tinggi dalam pengadukan.
3. Buat campuran I zat yang larut air, aduk hingga sampai terdispersi sempurna selama
beberapa menit
4. Buat campuran II zat yang mengandung suspending agent, aduk hingga sampai
terdispersi sempurna selama beberapa menit
5. Campurkan kedua campuran dan aduk hingga bercampur sempurna selama beberapa
menit
6. Suspensi yang sudah jadi dimasukkan ke dalam alat pengisi (filler) dan diisikan ke
dalam botol sebanyak yang dibutuhkan
7. Kemas, beri etiket dan brosur

E. EVALUASI SEDIAAN SUSPENSI


1. Uji Organoleptik
Uji organoleptik meliputi pengamatan bentuk, warna dan bau.
2. Pengukuran Volume Sedimentasi
Volume sedimentasi (F) menggambarkan jumlah bahan terdispersi yang mengendap
dalam sediaan. Volume sedimentasi dapat diukur dengan membandingkan volume
endapan setelah proses pengendapan (Vu) dengan volume awal sebelum proses
pengendapan (Vo) atau tinggi endapan setelah proses pengendapan (Hu) dibandingkan
dengan tinggi awal suspensi (Ho).
3. Redispersibilitas
Uji ini menggambarkan mudah atau tidaknya suspensi homogen kembali setelah ada
pemberian penggojokan. Pada uji ini digunakan alat uji yang memungkinkan suspensi
dalam tabung berskala diputar 360° dengan kecepatan 20 rpm. Waktu yang diperlukan
sehingga dasar tabung bersih dari endapan suspensi dicatat.
4. Waktu tuang
Uji ini menggambarkan mudah atau tidaknya suspensi untuk dituang dari wadah. Pada
uji ini maka suspensi dimasukkan ke dalam tabung reaksi, digojok homogen dan
kemudian suspensi dituang dengan sudut 45°. Waktu yang dibutuhkan sampai
suspensi tertuang seluruhnya dicatat.
MODUL III
EMULSI

A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mahasiswa mampu membuat sediaan emulsi dengan baik dan benar.
2. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap sediaan emulsi.
3. Mahasiswa mampu melakukan perhitungan HLB.
4. Mahasiswa mampu menganalisa pengaruh berbagai jenis emulgator terhadap kualitas
suediaan emulsi.

B. TEORI DASAR
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain,
dalam bentuk tetesan kecil. Pada umunya cairan tersebut adalah campuran dari fase minyak
dan fase air yang dengan pengocokan akan diperoleh campuran yang homogen. Namun
demikian campuran tersebut mempunyai stabilitas minimal sehingga dalam waktu singkat
akan memisah kembali. Oleh karena itu stabilitas emulsi tersebut diperbesar dengan
penambahan bahan penolong yang disebut emulgator.

Emulgator dapat mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetes kecil menjadi tetesan besar dan
akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah. Emulgator menstabilkan dengan cara
menempati antar permukaan antara fase minyak dengan air, selain itu juga mengurangi
tegangan antar permukaan antara fase, sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama
pencampuran.

Emulsi terbagi menjadi 2 tipe yaitu :


1. Emulsi tipe minyak/air (m/a) atau oil/water (o/w) di mana minyak terdispersi dalam
bentuk tetes-tetes kecil di dalam air.
2. Emulsi tipe air/minyak (a/m) atau water/oil (w/o) di mana fase air terdispersi ke dalam
fase minyak.

Selain fase air dan fase minyak maka komponen penting lain dalam emulsi adalah
emulgator. Ada dua jenis emulgator yaitu :
1. Sufaktan
Surfaktan adalah suatu zat yang mempunyai gugusan hidrofil dan lipofil sekaligus dalam
molekulnya sehingga dapat berada di permukaan cairan atau antar muka dua cairan dengan
cara teradsorbsi. Gugus hidrofil akan berada pada bagian air sedangkan gugus lipofil akan
berada pada bagian minyak. Surfaktan ini memiliki 4 kategori yaitu surfaktan anionik,
surfaktan kationik, surfaktan amfoterik, dan surfaktan non-ionik berdasarkan atas muatan
yang dihasilkan bila zat ini terhidrolisis dalam air.

2. Hidrokoloid
Emulgator ini bekerja dengan membentuk lapisan yang rigid/kaku dan bersifat viskoelastik
pada permukaan minyak-air. Zat ini bersifat larut dalam air dan akan membentuk emulsi tipe
o/w. Beberapa jenis emulgator ini adalah:
a. Gom : gom arab, tragacant
b. Ganggang laut : agar-agar, alginat, caragen
c. Biji-bijian : guar gum
d. Selullosa: carboxi metil. cellulosa (CMC), metil cellulosa (MC)
e. Polimer sintetik, protein dan lain-lain
f. Zat padat halus yang terdispersi : bentonit, magnesium hidroksida dan aluminium
hidroksida.

C. FORMULA
KELOMPOK 1 KELOMPOK 2
Parafin cair 30 % Parafin cair 30 %
Tween 80 3% Na. CMC 1%
Span 80 3% Aquadest ad 5 ml
Aquadest ad 5 ml m.f emulsi 300 ml
m.f emulsi 300 ml

KELOMPOK 3 KELOMPOK 4
Parafin cair 30 % Parafin cair 30 %
PGA 10 % Veegum 2%
Aquadest ad 5 ml Aquadest ad 5 ml
m.f emulsi 300 ml m.f emulsi 300 ml

D. PROSEDUR UMUM
Pada pembuatan emulsi dibutuhkan senyawa yang dapat menyatukan kedua tipe fase hidrofil
dan lipofil yaitu senyawa yang disebut surfaktan. Penambahan surfaktan pada komponen
dapat dilakukan dengan:
1. Melarutkan surfaktan sesuai kelarutannya pada fase yang ada. Surfaktan yang larut
dalam minyak dilarutkan dalam minyak demikian juga yang larut dalam air dilarutkan
dalam air. Kemudian fase minyak ditambahkan ke dalam fase air sehingga dapat
terbentuk sabun yang digunakan sebagai emulgator.
2. Surfaktan (misalnya Tween dan Span) dimasukkan dalam fase minyak yang kemudian
dipanaskan kurang lebih 60-70°C. Demikian juga dengan fase air dipanaskan pada
suhu yang sama. Kemudian fase air ditambahkan porsi per porsi sambil diadu kke fase
minyak sehingga terbentuk emulsi. Pengadukan dilakukan sampai suhu kamar.

Selain itu dapat juga dilakukan pembuatan emulsi dengan :


1. Metode Anglosaxon/Metode Inggris/Gom Basah
Emulgator dicampur dengan sebagian air sehingga terbentuk musilago. Setelah itu fase
minyak dan fase air ditambahkan sedikit demi sedikit secara bergantian sambil diaduk
sampai homogen.
2. Metode Continental (4-2-1)/Metoda Gom Kering/Metode Suspensi
Fase minyak ditambah gom dengan perbandingan 4:1. Campuran tersebut
dihomogenkan dalam mortir kering kemudian ditambahkan 2 bagain air. Campuran
tersebut diaduk sehingga terbentuk korpus emulsi. Selanjutnya sisa air ditambahkan
sedikit demi sedikit sampai habis sambil diaduk hingga homogen.
3. Metode Botol/Botol Forbes
Minyak-minyak menguap dan minyak-minyak yang kurang kental dibuat emulsi
menggunakan metode ini yang merupakan variasi dari metode gom kering.

E. EVALUASI SEDIAAN EMULSI


1. Uji Organoleptis
Pengamatan organoleptis dilakukan dengan mengamati bentuk, warna dan bau.
2. Uji pH
Pengukuran pH dilakukan menggunakan pH meter pada suhu ruang. Pertama
elektroda dikalibrasi dahulu menggunakan dapar standar pH 4 dan pH 7, elektroda
kemudian dicelupkan ke dalam sediaan emulsi sampai pH sediaan terbaca.
3. Penentuan Bobot Jenis
Bobot jenis diukur menggunakan piknometer. Piknometer yang bersih dan kering
ditimbang (A g) lalu diisi dengan air dan ditimbang (B g). piknometer dibersihkan
kemudian diisi dengan sediaan emulsi dan ditimbang (C g). bobot jenis dihitung
dengan perhitungan sebagai berikut :

Bobot jenis = x 1mg/ml

4. Viskositas Sediaan
Uji viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer Brookfield. Sediaan
disimpan dalam wadah, lalu spindle diturunkan ke dalam sediaan hingga batas yang
ditentukan, kecepatan diatur pada 100 rpm secara perlahan. Skala dicatat ketika
menunjukkan angka yang tetap.
MODUL IV
SUPPOSITORIA

A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mahasiswa mampu membuat sediaan suppositoria dengan baik dan benar.
2. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap sediaan suppositoria.

B. TEORI DASAR
Supositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui
rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh.
Supositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai pembawa zat
terapetik yang bersifat lokal atau sistemik.

Bahan dasar supositoria yang umum digunakan adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi,
minyak nabati terhidrogenasi, campuran polietilen glikol berbagai bobot molekul dan ester
asam lemak polietilen glikol. Bahan dasar supositoria yang digunakan sangat berpengaruh
pada pelepasan zat terapetik. Lemak coklat cepat meleleh pada suhu tubuh dan tidak
tercampurkan dengan cairan tubuh, oleh karena itu menghambat difusi obat yang larut dalam
lemak pada tempat yang diobati. Polietilen glikol adalah bahan dasar yang sesuai untuk
beberapa antiseptik. Jika diharapkan bekerja secara sistemik, lebih baik menggunakan bentuk
ionik dari pada nonionik, agar diperoleh ketersediaan hayati yang maksimum. Meskipun obat
bentuk nonionik dapat dilepas dari bahan dasar yang dapat bercampur dengan air, seperti
gelatin tergliserinasi dan polietilen glikol, bahan dasar ini cenderung sangat lambat larut
sehingga menghambat pengelepasan. Bahan pembawa berminyak seperti lemak coklat jarang
digunakan dalam sediaan vagina, karena membentuk residu yang tidak dapat diserap,
sedangkan gelatin tergliserinasi jarang digunakan melalui rektal karena disolusinya lambat.
Lemak coklat dan penggantinya (lemak keras) lebih baik untuk menghilangkan iritasi, seperi
pada sediaan untuk hemoroid internal.

Massa suppositoria Berat (gram)


Anak-anak Dewasa
Oleum cacao 3 2
Gelatin 4 2,5
Sapo-glycerin 4 4
Glycerin-gelatin 4 3
Carbowax (PEG) 3,9 2,5
Glycerin c. Ol. Cacao 4 3
C. FORMULA
Aminofilin 300 mg
PEG 1000 (75%) 75 %
PEG 4000 (25%) 25 %
m.f suppo XII

D. PROSEDUR UMUM
Pembuatan supositoria secara umum yaitu bahan dasar supositoria yang digunakan dipilihagar
meleleh pada suhu tubuh atau dapat larut dalam bahan dasar, jika perlu dipanaskan. Jikaobat
sukar larut dalam bahan dasar, harus dibuat serbuk halus. setelah campuran obat dan
bahandasar meleleh atau mencair, tuangkan ke dalam cetakan supositoria kemudian
didinginkan.Tujuan dibuat serbuk halus untuk membantu homogenitas zat aktif dengan bahan
dasar.Cetakan suppositoria terbuat dari besi yang dilapisi nikel atau logam lainnya, namun
ada juga yang terbuat dari plastik. Cetakan ini mudah dibuka secara longitudinal untukmengel
uarkan supositoria. Untuk mengatasi massa yang hilang karena melekat pada
cetakan,supositoria harus dibuat berlebih (±10%), dan sebelum digunakan cetakan harus
dibasahi lebih dahulu dengan parafin cair atau minyak lemak, atau spiritus sapotanus (Soft
Soap liniment) agarsediaan tidak melekat pada cetakan. Namun, spiritus sapotanus tidak boleh
digunakan untuksupositoria yang mengandung garam logam karena akan bereaksi dengan
sabunnya dan sebagai pengganti digunakan oleum ricini dalam etanol. Khusus suppositoria
dengan bahan dasar PEG dan Tween bahan pelican cetakan tidak diperlukan, karena bahan
dasar tersebut sabunnya dan sebagai pengganti digunakan dapat mengerut sehingga mudah
dilepas dari cetakan pada proses pendinginan.

E. EVALUASI
1. Uji Homogenitas
Uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah bahan aktif dapat tercampur
rata dengan bahan dasar suppositoria atau tidak, jika tidak dapat tercampur maka akan
mempengaruhi proses absorbsi dalam tubuh. Obat yang terlepas akan memberikan
terapiyang berbeda. Cara menguji homogenitas yaitu dengan cara mengambil 3 titik
bagian suppositoria (atas-tengah-bawah atau kanan-tengah-kiri) masing-masing bagian
diletakkan pada kaca objek kemudian diamati dibawah mikroskop, cara selanjutnya
dengan menguji kadarnya dapat dilakukan dengan cara titrasi.
2. Kesegaman Bentuk
Bentuk suppositoria juga perlu diperhatikan karena jika dari bentuknya tidak seperti
sediaan suppositoria pada umunya, maka seseorang yang tidak tahu akan mengira
bahwa sediaan tersebut bukanlah obat. Untuk itu, bentuk juga sangat mendukung
karena akan memberikan keyakinan pada pasien bahwa sediaa tersebut adalah
suppositoria. Selain itu, suppositoria merupakan sediaan padat yang mempunyai
bentuk torpedo.
3. Uji Waktu Hancur
Uji waktu hancur ini dilakukan untuk mengetahui berapa lama sediaan tersebut dapat
hancur dalam tubuh. Cara uji waktu hancur dengan dimasukkan dalam air yang di set
sama dengan suhu tubuh manusia, kemudian pada sediaan yang berbahan dasar PEG
1000 waktu hancurnya ±15 menit, sedangkan untuk oleum cacao dingin 3 menit. Jika
melebihi syarat maka sediaan tersebut belum memenuhi syarat untuk digunakan dalam
tubuh. Pengujian menggunakan media air, dikarenakan sebagian besar (± 60%) tubuh
manusia mengandung cairan.
4. Uji Keseragaman Bobot
Keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui apakah bobot tiap sediaan sudah
sama atau belum, jika belum maka perlu dicatat. Keseragaman bobot akan
mempengaruhi terhadap kemurnian suatu sediaan karena dikhawatirkan zat lain yang
ikut tercampur. Caranya dengan ditimbang seksama sejumlah suppositoria, satu
persatu kemudian dihitung berat rata-ratanya. Hitung jumlah zak aktif dari masing-
masing sejumlah suppositoria dengan anggapan zak aktif terdistribusi homogen. Jika
terdapat sediaan yang melebihi rata-rata maka suppositoria tersebut tidak memenuhi
persyaratan dalam keseragaman bobot. Karena keseragaman bobot dilakukan untuk
mengetahui kandungan yang terdapat dalam masing-masing suppositoria tersebut
sama dan dapat memberikan efek terapi yang sama pula.
5. Uji Titik Lebur
Uji ini dilakukan sebagai simulasi untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan
sediaansupositoria yang dibuat melebur dalam tubuh. Dilakukan dengan cara
menyiapkan airdengan suhu ±37°C. Kemudian dimasukkan supositoria ke dalam air
dan diamati waktuleburnya. Untuk basis oleum cacao dingin persyaratan leburnya
adalah 3 menit, sedangkanuntuk PEG 1000 adalah 15 menit.
6. Kerapuhan
Supositoria sebaiknya jangan terlalu lembek maupun terlalu keras yangmenjadikannya
sukar meleleh. Untuk uji kerapuhan dapat digunakan uji elastisitas.Supositoria
dipotong horizontal. Kemudian ditandai kedua titik pengukuran melalui bagianyang
melebar, dengan jarak tidak kurang dari 50% dari lebar bahan yang datar,
kemudiandiberi beban seberat 20N (lebih kurang 2kg) dengan cara menggerakkan jari
atau batangyang dimasukkan ke dalam tabung.
MODUL V
SALEP

A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mahasiswa mampu membuat sediaan salep dengan baik dan benar.
2. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap sediaan salep.

B. TEORI DASAR
Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau
selaput lendir. Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok: dasar
salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang dapat dicuci dengan air, dasar
salep larut dalam air. Setiap salep obat menggunakan salah satu dasar salep tersebut.

Dasar salep hidrokarbon Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak antara lain
vaselin putih dan salep putih. Hanya sejumlah kecil komponen berair dapat dicampurkan ke
dalamnya. Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan
bertindak sebagai pembalut penutup. Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai
emolien, dan sukar dicuci. Tidak mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama.

Dasar salep serap Dasar salep serap ini dapat dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok pertama
terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam minyak
(Parafin hidrofilik dan Lanolin anhidrat), dan kelompok kedua terdiri atas emulsi air dalam
minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan air tambahan (Lanoli). Dasar salep
serap juga bermanfaat sebagai emolien. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air Dasar salep
ini adalah emulsi minyak dalam air antara lain Salep hidrofilik dan lebih tepat disebut krim.
Dasar ini dinyatakan juga sebagai “dapat dicuci dengan air” karena mudah dicuci dari kulit
atau dilap basah, sehingga lebih dapat diterima untuk dasar kosmetik. Beberapa bahan obat
dapat menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini daripada Dasar salep hidrokarbon.
Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap
cairan yang terjadi pada kelainan dermatologik. Dasar salep larut dalam air Kelompok ini
disebut juga “dasar salep tak berlemak” dan terdiri dari konstituen larut air. Dasar salep jenis
ini memberikan banyak keuntungan seperti dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan tidak
mengandung bahan tak larut dalam air seperti parafin, lanolin anhidrat atau malam. Dasar
salep ini lebih tepat disebut gel.
Pemilihan dasar salep Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor seperti khasiat
yang diinginkan, sifat bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan
ketahanan sediaan jadi. Dalam beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang kurang ideal
untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan. Misalnya obat-obat yang cepat terhidrolisis,
lebih stabil dalam Dasar salep hidrokarbon daripada dasar salep yang mengandung air,
meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam dasar salep yang mengandung air.

C. FORMULA
Kelompok 1 & 3 Kelompok 2 & 4
Asam salisilat 6% Klorheksidin 5 mg
Asam benzoat 12 % Titan dioksid 50 mg
Sulfur pp 7% Asam benzoat 100 mg
Mentol 3% Asam salisilat 1g
Kamfer 2% Basis ad 10 g
Basis ad 10 g m.f ungt. 30 g
m.f ungt. 30 g

D. PROSEDUR UMUM
Van duin menentukan aturan dalam pembuatan salep, yaitu sebagai berikut :
1. Peraturan salep pertama
Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak, dilarutkan ke dalamnya, jika perlu
dengan pemanasan
2. Peraturan salep kedua
Bahan bahan yang larut dalam air, jika tidak ada peraturan lain, dilarutkan lebih
dahulu dalam air, asalkan jumlah air yang dipergunakan dapat diserap seluruhnya oleh
basis salep dan jumlah air yang dipakai, dikurangi dari basis salepnya
3. Peraturan salep ketiga
Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam lemak dan air harus
diserbukkan lebih dahulu, kemudian diayak dengan pengayak No. 60
4. Peraturan salep keempat
Salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan, campurannya harus digerus sampai
dingin.” Bahan-bahan yang ikut dilebur, penimbangannya harus dilebihkan 10-20%
untuk mencegah kekurangan bobotnya
E. EVALUASI
1. Uji Organoleptik
Pengamatan yang dilakukan meliputi bentuk sediaan, bau dan warna sediaan.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan cara mengamati hasil pengolesan salep pada plat
kaca. Salep yang homogen ditandai dengan tidak terdapatnya gumpalan pada hasil
pengolesan sampai titik akhir pengolesan. Salep yang diuji diambil dari tiga tempat
yaitu bagian atas, tengah dan bawah dari wadah salep.
3. Uji Pengukuran pH
Pengujian pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Pengukuran pH dalam
penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat dari salep dalam mengiritasi kulit.
Kulit normal berkisar antara pH 4,5-6,5. Nilai pH yang melampaui 7 dikhawatirkan
dapat menyebabkan iritasi kulit.
4. Uji Daya Sebar
Sebanyak 0,5 gr setiap diletakkan diatas kaca bulat yang berdiameter 15cm, kaca
lainnya diletakkan diatasnya dandibiarkan selama 15 menit, kaca lainnya diletakkan
diatasnya selama 1menit. Diameter sebar salep diukur. Setelahnya ditambahkan 100gr
beban tambahan dan didiamkan selama1menit lalu diukur diameter yang konstan.
Sediaan salep yang nyaman digunakan memiliki daya sebar 5-7cm.
MODUL VI
KRIM

A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mahasiswa mampu membuat sediaan krim dengan baik dan benar.
2. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap sediaan krim.

B. TEORI DASAR
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut
atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan
untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai
emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang ini batas tersebut lebih diarahkan
untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam
lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih
ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk pemberian
obat melalui vaginal.

Ada 2 tipe krim yaitu krim tipe minyak dalam air (M/A) dan krim tipe air dalam minyak
(A/M). Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang
dikehendaki. Untuk krim tipe A/M digunakan sabun polivalen, span, adeps lanae, kolsterol
dan cera. Sedangkan untuk krim tipe M/A digunakan sabun monovalen, seperti trietanolamin,
natrium stearat, kalium stearat dan ammonium stearate, tween, natrium lauryl sulfat, kuning
telur, gelatinum, Na. CMC dan emulgid.

Kestabilan krim akan terganggu/rusak jika sistem campurannya terganggu, terutama


disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi yang disebabkan perubahan salah
satu fase secara berlebihan atau zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain.

C. FORMULA
Kelompok 1 & 3 Kelompok 2 & 4
Setiap 5 gram krim mengandung: Setiap 5 gram krim mengandung:
Ketokonazol 2% Asam askorbat 0,5 %
Trietanolamin 1,5 % Asam stearat 20 %
Propilenglikol 8% Gliserin 25 %
Cera alba 2% Na. bikarbonat 30 %
Metil paraben 0,18 % PEG 0,2 %
Propil paraben 0,02 % Nipagin 0,05 %
Vaselin album 25 % Nipasol 15 %
Aquadest ad 100 % Aquadest ad 100 %
m.f krim. 30 g m.f krim. 30 g

D. PROSEDUR UMUM
Pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan proses emulsifikasi. Biasanya
komponen yang tidak bercampur dengan air seperti minyak dan lilin dicairkan
bersama sama di penangas air pada suhu 70 - 75°C, sementara itu semua larutan
berair yang tahan panas, komponen yang larut dalam air dipanaskan pada suhu
yang sama dengan komponen lemak. Kemudian larutan berair secara perlahan - lahan
ditambahkan ke dalam campuran lemak yang cair dan diaduk secara konstan,
temperatur dipertahankan selama 5 - 10 menit untuk mencegah kristalisasi dari lilin/lemak.
Selanjutnya campuran perlahan - lahan didinginkan dengan pengadukan yang terus -
menerus sampai campuran mengental. Bila larutan berair tidak sama temperaturnya
dengan leburan lemak, maka beberapa lilin akan menjadi padat, sehingga terjadi
pemisahan antara fase lemak dengan fase cair.

E. EVALUASI
1. Uji Organoleptis
Uji organoleptis meliputi bau, warna, tekstur sedian
2. Uji Pengukuran pH
Pengukuran pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60 g :
200 ml air yang di gunakan untuk mengencerkan , kemudian aduk hingga
homogen, dan diamkan agar mengendap, dan airnya yang di ukur dengan pH meter,
catat hasil yang tertera pada alat pH meter.
3. Uji Daya Sebar
Sebanyak 0,5 gram setiap diletakkan diatas kaca bulat yang berdiameter 15cm, kaca
lainnya diletakkan diatasnya dandibiarkan selama 15 menit, kaca lainnya diletakkan
diatasnya selama 1menit. Diameter sebar salep diukur. Setelahnya ditambahkan 100
gram beban tambahan dan didiamkan selama1menit lalu diukur diameter yang
konstan.
MODUL VII
GEL

A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mahasiswa mampu membuat sediaan gel dengan baik dan benar.
2. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap sediaan gel.

B. TEORI DASAR
Gel, kadang-kadang disebut Jeli, merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang
dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh
suatu cairan. Jika massa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah, gel digolongkan
sebagai sistem dua fase (misalnya Gel Aluminium Hidroksida). Dalam sistem dua fase, jika
ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar, massa gel kadang-kadang dinyatakan
sebagai magma (misalnya Magma Bentonit). Baik gel maupun magma dapat berupa
tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan. Sediaan
harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas dan hal ini tertera
pada etiket.

Gel fase tungal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama dalam suatu
cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi
dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik (misalnya Karbomer)
atau dari gom alam (misalnya Tragakan). Sediaan tragakan disebut juga musilago. Walaupun
gel-gel ini umumnya mengandung air, etanol dan minyak dapat digunakan sebagai fase
pembawa. Sebagai contoh, minyak mineral dapat dikombinasi dengan resin polietilena untuk
membentuk dasar salep berminyak. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara
topikal atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh.

Ada 2 macam basis gel yaitu gel hidrofobik dan gel hidrofilik :
1. Gel hidrofobik (oleogel) adalah sediaan dengan basis yang biasanya mengandung
paraffin cair dengan polietilen atau minyak lemak membentuk gel dan silica koloidal
atau alumunium atau sabung seng.
2. Gel hidrofilik (hidrogel) adalah sediaan dengan basis yang biasanya mengandung air,
gliserol atau propilenglikol membentuk gel dengan gelling agent yang sesuai seperti
tragakan, pati, turunan selulosa, polimer karboksivinil dan magnesium-alumunium
silikat.
C. FORMULA
Kelompok 1 & 3 Kelompok 2 & 4
Na. Diklofenak 1% Na. alginat 7g
Viscolam 10 % Gliserol 7g
Propilenglikol 15 % Metil hidroksi benzoat 0,2 g
Metil paraben 0,12 % Ca-glukonat 0,05 g
Propil paraben 0,03 % Aquadest ad 100 g
Trietanolamin 1% m.f gel. 200 ml
Aquadest ad 100 ml
m.f gel. 200 ml

D. PROSEDUR UMUM
Bahan yang dapat larut dalam air dilarutkan terlebih dahulu dalam air, gelling agent dan zat
yang tidak larut dalam air dicampurkan dengan wetting agent. Kedua campuran kemudian
dicampurkan dengan pemanasan dan diaduk dengan cepat hingga homogen.

E. EVALUASI
1. Uji Organoleptik
Pengamatan yang dilakukan meliputi bentuk sediaan, bau dan warna sediaan.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan cara mengamati hasil pengolesan salep pada plat
kaca. Salep yang homogen ditandai dengan tidak terdapatnya gumpalan pada hasil
pengolesan sampai titik akhir pengolesan. Salep yang diuji diambil dari tiga tempat
yaitu bagian atas, tengah dan bawah dari wadah salep.
3. Uji Pengukuran pH
Pengujian pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Pengukuran pH dalam
penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat dari salep dalam mengiritasi kulit.
Kulit normal berkisar antara pH 4,5-6,5. Nilai pH yang melampaui 7 dikhawatirkan
dapat menyebabkan iritasi kulit.
CATATAN PENGOLAHAN BETS
PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN
LIKUID DAN SEMI SOLID

Disusun Oleh:

LABORATORIUM TEKNOLOGI SEDIAAN LIKUID DAN SEMI SOLID


AKADEMI FARMASI BUMI SILIWANGI
BANDUNG
2020
RANCANGAN FORMULA

No Nama Bahan Sat Jml Alat Sat Jml

1. …………………..  …………………..    
2. …………………..  …………………….    
3. …………………..  ……………………..    
4. …………………..  …………………..    
5. ………………….. …………………..
Tanggal/
Pelaksana:
Tanda Tangan
Tanggal/
Mengetahui:
Tanda Tangan

STUDI PUSTAKA

NAMA ZAT

PEMERIAN

STRUKTUR KIMIA

KELARUTAN
INDIKASI

…………………..

Tanggal/
Pelaksana:
Tanda Tangan
Tanggal/
Mengetahui:
Tanda Tangan

PENIMBANGAN

No Nama Bahan Data Data Tanggal/Waktu/Paraf


Teoritis Nyata

1. …………………..  …………………..
2. …………………..  …………………….
3. …………………..  ……………………..
4. …………………..  …………………..
5. ………………….. …………………..

PROSEDUR PEMBUATAN

Data Data Tanggal/


No Prosedur
Teoriotis Nyata Waktu/Paraf

A. Pencampuran awal

1. Masukan kedalam beaker glass …bahan-


bahan:
-
-
Aduk hingga sampai terdispersi sempurna
selama …..menit ( Campuran I )

2. Masukan ke dalam beaker glass ….bahan-


bahan:
-
-
Didihkan sampai larut sempurna selama
( Campuran II )

3. Masukkan kedalam beaker glass …. ml,


bahan–bahan :
-
-
Panaskan hingga 60 - 65ºC

Apabila sudah tercampur, tambahkan sedikit


demi sedikit :

-
Aduk dengan kuat hingga terbentuk masa
emulsi selama .......... ( Campuran III )

4. Masukkan kedalam beaker glass …. L,


bahan-bahan :
-
-
-
-
Aduk campuran tersebut sampai homogen
selama……. ( Campuran IV )

5. Masukkan kedalam beaker glass …. ml,


bahan –bahan :
-
-
Aduk campuran tersebut hingga larut
sempurna selama .......... (Campuran V)

B. Pencampuran Akhir

1. Masukkan kedalam Beaker glass … ml,


bahan –bahan :
- Campuran I
- Campuran II
- Campuran III
- Campuran IV
- Campuran V
-
-
Aduk seluruh campuran hingga semua
tercampur selama …. menit, lalu tambahkan:

-
Kemudian teruskan pengadukan selama
….. menit

Hentikan pengadukan, genapkan isi Beaker


glass tersebut dengan Aqua murni sampai

Lama pengadukan selama ….. menit

2. Lakukan penyaringan menggunakan mesh


…. selama ... menit
3. Ambil sample sebanyak…..
4. Masukkan kedalam botol …. ml.
5. Sampel di simpan untuk uji sediaan.

PENGEMASAN

Contoh Bahan Kemas

Contoh label/etiket

Tanggal : ............................ Paraf : ...........................


Contoh brosur

Tanggal : ............................ Paraf : ...........................


Contoh inner box

Tanggal : ............................ Paraf : ...........................

HASIL PENGUJIAN

Parameter
Tanggal/
No Syarat Hasil
Uji
Waktu/Paraf

1 pH

2 Berat Jenis

3 Viskositas

4 ………

Tanggal/
Pelaksana:
Tanda Tangan
Tanggal/
Mengetahui:
Tanda Tangan

PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA

Carter, S.J. 1975. Cooper and Gunn’s : Dispensing For Pharmaceutical Students.
12th edition. Pitman Press : London.
Departemen Kesehatan. 1978. Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Korpri Sub
Unit Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.
Departemen Kesehatan. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Korpri Sub
Unit Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.
Departemen Kesehatan. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi Kelima. Korpri Sub
Unit Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Formularium Nasional. Edisi
Kedua. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan : Jakarta.
Jenkins, Glenn L. 1957. Scoville’s : The Art Of Compounding. Ninth Edition.
McGraw-Hill : New York.
Jones, Davis. 2008. Pharmaceutics-Dosage Form and Design. Pharmaceutical
Press: London.
Niazi, Sarfaraz. 2004. Handbook of pharmaceutical manufacturing formulations:
liquid products/ Sarfaraz K. Niazi.
Niazi, Sarfaraz. 2004. Handbook of pharmaceutical manufacturing formulations:
semisolid products/ Sarfaraz K. Niazi.
Rowe, Raymond C,. Sheskey, Paul J, Owen, Siaˆn. 2006. Handbook of
pharmaceutical excipients. Pharmaceutical Press: London.
Van, Duin et al. 1947. Buku Penuntun Ilmu Resep Dalam Praktek Dan Teori.
Diterjemahkan oleh : Satiadarma, K dkk. Penerbit Soeroengan : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai