Anda di halaman 1dari 19

PETUNJUK PRAKTIKUM

FARMAKOGNOSI

Disusun Oleh :
Dr. Eka Prasasti Nur Rachmani, M.Sc, Apt
Nur Amalia Choironi, M.Si., Apt.
Dr.Warsinah, M.Si., Apt

LABORATORIUM BIOLOGI FARMASI


JURUSAN FARMASI FAKULTASILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2019
PRAKATA

Alhamdulillahi robbil’alamin, segala puja dan puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT
atas segala rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga Buku Petunjuk Praktikum Farmakognosi ini
dapat kami seleseikan. Buku ini berisi materi praktikum yang diharapkan dapat memperkuat
pemahaman dan pendalaman mahasiswa dalam mempelajari mata kuliah Farmakognosi.
Buku ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, karena itu kami sangat mengharapkan
masukan sehingga terdapat perbaikan pada buku petunjuk praktikum yang akan datang.

Purwokerto, September 2019

Tim penyusun

Petunjuk Praktikum Farmakognosi | ii


TATA TERTIB PRAKTIKUM

1. Mahasiswa harus datang 15 menit sebelum praktikum dimulai


2. Mahasiswa harus berpakaian rapi dan sopan:
a. Mengenakan kemeja atau kaos berkerah (bukan kaos oblong)
b. Memakai sepatu
c. Berpakaian bersih, rapi, dan sopan
3. Mahasiswa diharuskan mengenakan jas praktikum bersih berwarna putih
4. Mahasiswa wajib menjaga ketenangan dan menghindari hal-hal yang dapat menghambat
atau menggagalkan setiap acara praktikum
5. Sebelum praktikum mahasiswa wajib mempelajari materi praktikum yang akan
dilaksanakan.
6. Sebelum praktikum mahasiswa harus menyerahkan jurnal praktikum.
7. Jurnal praktikum dibuat per praktikan/mahasiswa.
8. Jurnal praktikum digunakan untuk menuliskan data/hal-hal yang diperoleh/yang terjadi
selama pelaksanaan praktikum.
9. Setiap kelompok wajib menyerahkan laporan akhir sesuai format yang ditentukan
10. Dosen berhak melarang mahasiswa mengikuti praktikum jika terbukti secara nyata dan
dapat dipertanggungjawabkan melanggar tata tertib ini.

Petunjuk Praktikum Farmakognosi | iii


PRAKTIKUM I
PEMBUATAN SIMPLISIA NABATI

A. TUJUAN PRAKTIKUM
Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa mampu membuat simplisia nabati
dari tumbuhan obat dengan harapan kandungan zat aktif tidak rusak dan dapat
disimpan dalam waktu yang lama

B. TEORI SINGKAT
Simplisia merupakanbahan alamiah yang belum mengalami pengolahan
apapunkecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan dan biasanya
digunakan sebagai obat tradisional. Simplisia ada3, yaitu simplisia nabati, simplisia
hewani dan simplisia pelikan (mineral).Simplisia nabati merupakan bahan dari
tumbuhan yang belum mengalami pengolahan apapun kecuali berupa bahan yang telah
dikeringkan. Berdasarkan kenyataan bahwa simplisia merupakan komponen utama
dalam pembuatan obat tradisional, khususnya tumbuhan sebagai bahan baku dapat
berasal dari tumbuhan liar (wild crop) dan tumbuhan budidaya (cultivar).
Produksi simplisia merupakan penanganan pasca panen dari tanaman
obat.Setelah dilakukan pemanenan bahan baku simplisia, maka tahapan
penangananpasca panen adalah sebagai berikut:
1. Sortasi basah, yaitu pemisahan dan pembuangan bahan organik asing
atautumbuhan atau bagian tumbuhan lain yang terikut. Bahan baku simplisia
jugaharus bersih, artinya tidak boleh tercampur dengan tanah, kerikil,
ataupengotor lainnya (misalnya serangga atau bagiannya).
2. Pencucian, sebaiknya menggunakan air dari mata air, sumur, atau air
ledeng(PAM). Setelah dicuci ditiriskan agar kelebihan air cucian mengalir.
3. Perajangan, dilakukan pada banyak simplisia agar proses
pengeringanberlangsung lebih cepat. Apabila terlalu tebal maka proses
pengeringan akanterlalu lama dan kemungkinan dapat membusuk atau berjamur.

Petunjuk Praktikum Farmakognosi | 1


Perajanganyang terlalu tipis akan berakibat rusaknya kandungan kimia karena
oksidasiatau reduksi.
4. Pengeringan, merupakan proses pengawetan simplisia agar simplisia tahanlama
dalam penyimpanan. Pengeringan yang cukup akan mencegahpertumbuhan
mikroorganisme dan kapang (jamur). Menurut persyaratan obattradisional
pengeringan dilakukan sampai kadar air tidak lebih dari 10%.Pengeringan dapat
dilakukan secara alami di bawah sinar matahari ataudengan alat pengering
(oven). Kecuali dinyatakan lain suhu pengeringansimplisia tidak lebih dari 60°C.
5. Sortasi kering, simplisia yang telah kering tersebut masih sekali lagidilakukan
sortasi untuk memisahkan kotoran, bahan organik asing, dansimplisia yang rusak
akibat proses sebelumnya.
6. Pengemasan dan penyimpanan, bahan pengemas harus sesuai dengansimplisia
yang akan dikemas, jika jumlahnya besar dapat digunakan karunggoni atau
karung plastik. Penyimpanan harus teratur dan rapi untuk mencegahrisiko
tercemar atau saling mencemari, serta untuk memudahkanpengambilan,
pemeriksaan, dan pemeliharaannya. Pengeluaran simplisia yangdisimpan harus
dilaksanakan dengan cara mendahulukan bahan yangdisimpan lebih awal (“First
in-First out” = FIFO).

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
Tampah, bak plastik, plastik, label/ etiket, kertas payung, kain hitam, talenan,
timbangan, pisau dapur, gunting, penggaris, oven.
2. Bahan
Batang serai, herba seledri, buah mengkudu, daun salam, daun sirih, daun jeruk
purut, jahe, dan temulawak.
D. PROSEDUR KERJA
1. Sortasi basah, dilakukan terhadap tanah dan kerikil, rumput-rumputan, bahan
tumbuhan lain/ bagian tumbuhan lain dan bagian tumbuhan yang rusak.

Petunjuk Praktikum Farmakognosi | 2


2. Timbang dengan seksama bahan baku yang sudah disiapkan sebanyak ± 250
gram (catat beratnya), kemudian ditempatkan di atas nampan/ baki.
3. Pencucian bahan baku dengan air mengalir hingga bersih, biarkan hingga tiris.
4. Pengubahan bentuk meliputi perajangan (rimpang, daun, herba), pengupasan
(buah, biji-bijian yang besar), pemotongan (akar, batang, ranting).
5. Diletakkan pada wadah yang sesuai (tampah/nampan)
6. Keringkandengan cara yang sesuai (di bawah sinar matahari langsung / ditutup
kain hitam, oven).
7. Timbang lagi dengan seksama dan catat beratnya.
8. Sortasi kering.
9. Lakukan pengepakan, dimasukkan ke dalam kertas, diberi label (nama simplisia,
tanggal pembuatan) dan disimpan ditempat yang kering.
10. Hitung rendemen simplisia yang diperoleh dengan persamaan berikut:

Rendemen = Bobot simplisia (akhir)x 100%


Bobot bahan baku(awal)

Hasil perhitungan rendemen dinyatakan dalam % b/b

11. Buat laporan hasil kerja praktikum

E. EVALUASI
1. Parameter apa yang digunakan bahwa simplisia tersebut sudah kering?
2. Pengaruh perbedaan pengeringan simplisia dengan sinar maatahari langsung
maupun ditutup kain hitam dan pengeringan menggunakan oven?
3. Tentukan titik kritis pembuatan simplisia atau penanganan pasca panen bahan
nabati?

Petunjuk Praktikum Farmakognosi | 3


PRAKTIKUM II
ANALISIS MAKROSKOPIK DAN MIKROSKOPIK SIMPLISIA

A. TUJUAN PRAKTIKUM
Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa mampu melakukan analisis
makroskopik simplisia (bentuk,ukuran, tekstur, organoleptik dan morfologi spesifk)
dan mikroskopik simplisia.

B. TEORI SINGKAT
Simplisia yang digunakan untuk sediaan farmasi harus memenuhi syarat mutu,
yaitu semua paparan yang terteradalam monografi, seperti Farmakope Indonesia,
Materia Medika Indonesia(M.M.I), Farmakope Herbal Indonesia (FHI). Syarat mutu
ini berlaku bagisimplisia dan ekstrak dengan tujuan pemeliharaan kesehatan dan
pengobatan,tidak berlaku untuk keperluan lain. Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan
dengancara organoleptik, makroskopik, mikroskopik, dan/atau secara kimiawi.
Beberapajenis simplisia tertentu perlu diperiksa dengan uji mutu secara biologi.
Analisis makroskopik dan organoleptik dilakukan dengan alat indra manusiauntuk
mengamati bentuk dan ciri-ciri luar serta warna, rasa, dan bau simplisia. Sedangkan
pemeriksaan mikrosokopik menggunakan mikroskop. Analisis mikroskopik biasanya
dilakukan terhadap simplisia dalam bentuk serbuk untuk memastikan kebenaran
simplisia tersebut dengan melihat fragmen khas.
1. Jaringan
Jaringan adalah sekumpulan sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama
a. Jaringan epidermis, jaringan terluar suatu organ tumbuhan yang terdiri dari sel-
sel berbentuk seragam serta mempunyai ukuran serba sama, tidak mempunyai
ruang antar sel. Dalam suatu organ, jaringan epidermis dapat terdiri dari satu
lapisan (monolayer epidermis) atau dapat terdiri dari beberapa lapisan sel
(multilayer epidermis).

Petunjuk Praktikum Farmakognosi | 4


b. Jaringan parenkim, jaringan yang terletak di sebelah dalam jaringan epidermis.
Pada daun disebut jaringan mesofil yang terdiri dari jaringan palisade dan
jaringan bunga karang. Jaringan palisade disebut juga jaringan pagar, sel-
selnya berbentuk segi empat panjang atau lonjong, tersusun rapat seperti pagar.
Pada jaringan ini terdapat klorofil, sehingga warnanya tampak hijau. Terdapat
dua tipe daun, ditinjau dari posisi jaringan palisade, yaitu daun tipe
dorsiventral, bila jaringan palisade hanya terdapat pada satu sisi epidermis
(umumnya di bagian dalam epidermis atas), dan daun tipe isolateral, bila
jaringan palisade terdapat pada kedua sisi epidermis. Jaringan bunga karang
terdapat di bagian lebih dalam dari jaringan palisade, banyak mempunyai
ruang antar sel, bentuk dan ukuran tidak beraturan. Pada jaringan ini terdapat
berkas pembuluh.
c. Korteks, jaringan yang umum terdapat pada batang, akar dan rimpang, terletak
antara epidermis dan endodermis, sebagian besar bersifat parenkimatik.
d. Endodermis, jaringan yang merupakan pembatas antara korteks dan perisikel.
Umumnya terdapat pada akar dan rimpang. Terdiri dari satu lapis sel yang
sebagian atau seluruh dinding sel-selnya menggabus
e. Perisikel, jaringan yang terletak di sebelah dalam endodermis, merupakan
bagian terluar dari silinder pusat dan terdiri atas satu atau beberapa lapisan sel.
Umum terdapat pada akar dan batang.
f. Silinder pusat, semua jaringan yang terletak di sebelah dalam endodermis,
umum terdapat pada akar dan batang.
g. Jari-jari empulur, jaringan penghubung antara empulur dengan korteks dan
perisikel, terdapat di antara berkas pembuluh umumnya parenkimatik.
Terdapat pada akar dan batang.
h. Empulur, bagian tengah batang, terdiri dari jaringan-jaringan parenkim.
i. Periderm, jaringan terluar dari tumbuhan. Dari luar ke arah dalam mempunyai
susunan berurutan dimulai dari jaringan gabus (felogen) dan feloderm.

Petunjuk Praktikum Farmakognosi | 5


Periderm ini termasuk jaringan sekunder yang umum terdapat pada batang dan
akar.
j. Ritidom, jaringan mati terluar akibat terbentuknya periderm berulang-ulang.
Seperti halnya periderm, ritidom juga merupakan jaringan sekunder
k. Jaringan pembuluh, jaringan yang terdiri dari pembuluh tapis (floem) dan
pembuluh kayu (xylem). Floem (pembuluh tapis) merupakan jaringan
pembuluh yang berfungsi sebagai alat transportasi hasil-hasil asimilasi atau
fotosintesis dari bagian atas tumbuhan ke bagian yang lebih bawah. Umumnya
terdapat di sebelah dalam perisikel atau jaringan antara periderm dan
kambium, sedangkan pada daun terdapat pada jaringan mesofil. Xylem
(pembuluh kayu) merupakan jaringan pembuluh yang berfungsi sebagai alat
transportasi dari bagian bawah tumbuhan ke bagian atas tumbuhan. Umumnya
terdapat di antara kambium dan empulur. Pada daun terdapat pada jaringan
mesofil. Jaringan pembuluh tapis dan pembuluh kayu ini sering terdapat dalam
bentuk berkas-berkas, yang disebut berkaspembuluh, yaitu sekelompok
jaringan yang terdiri dari floem dan xylem dengan atau tanpa kambium
2. Jenis rambut
Dikenal dua jenis rambut pada tumbuhan, yaitu:
a. Rambut penutup: rambut yang tidak bersekresi.
b. Rambut kelenjar : rambut yang bersekresi, terdapat dua tipe utama rambut
kelenjar, yaitu:
1. Rambut kelenjar tipe Asteraceae: terdiri dari satu deret sel tangkai dan dua
baris sel kelenjar.
2. Rambut kelenjar tipe Labiatae: terdiri atas satu sel pangkal yang lebar, satu
atau beberapa sel tangkai dan sebaris mendatar sel kelenjar sebanyak 4, 8,
12 atau lebih sel
3. Tipe sel

Petunjuk Praktikum Farmakognosi | 6


a. Idioblast: satu sel yang isi atau bentuknya jelas berbeda dengan jaringan di
sekitarnya, misalnya idioblast hablur, idioblast lendir, idioblast minyak dan
sebagainya
b. Sklerenkim, terdiri atas dua tipe sel, yaitu:
1. Serabut: sel panjang, ujung-ujungnya meruncing, dinding sel tebal,
umumnya berlignin
2. Sklereida (sel batu): sel berbentuk isodiametrik, dinding sel tebal,
umumnya berlignin

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
Lup/kaca pembesar, mikroskop, gelas objek, gelas penutup, pipet tetes, lampu
spiritus
2. Bahan
Simplisia yang telah dibuat pada praktikum P1
Daun : salam, sirih dan jeruk purut.
Akar : pule pandak, akar wangi
Korteks : kayu manis
Biji : pala
Bunga : cengkeh
Buah : cabe jawa, mengkudu
Rimpang : jahe, temulawak
Kayu : secang

D. PROSEDUR KERJA
1. Pengamatan Amilum
a. Ambil dan letakkan serbuk amilum secukupnya pada gelas objek.
b. Teteskan akuades secukupnya, lalu tutup dengan gelas penutup.

Petunjuk Praktikum Farmakognosi | 7


c. Amati preparat di bawah mikroskop dengan perbesaran lemah (12,5 x10)
dan perbesaran kuat (12,5x40).
d. Gambarkan hasil yang diperoleh.
2. Pengamatan Serbuk Simplisia
a. Sedikit serbuk simplisia diletakkan di atas kaca objek, ditetesi dengan
larutan kloralhidrat 70% LP, kemudian dipanaskan di atas lampuspiritus
dan dijaga jangan sampai mendidih (kering).
b. Tutup dengan gelas penutup.
c. Setelah dingin dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran lemah(12,5
x 10) dan bila perlu dilihat dengan perbesaran kuat (12,5 x 40).
d. Amati warna dan fragmen-fragmen pengenalnya.
e. Gambarkan fragmen-fragmen pengenalnya (bandingkan dengan
monografinya di dalam Materia Medika Indonesia atau FarmakopeHerbal
Indonesia) dan tunjukkan pada pembimbing praktikum hasilpengamatan
yang diperoleh.

E. EVALUASI
Bandingkan fragmen antar simplisia dan tentukan fragmen khas dari masing-
masing simplisia!

Petunjuk Praktikum Farmakognosi | 8


PRAKTIKUM III
IDENTIFIKASI KARBOHIDRAT

A. TUJUAN PRAKTIKUM
Setelah mengikuti praktikum ini, mahasiswa mampu mengidentifikasi fragmen
amilum sebagai fragmen pengenal simplisia dan menentukan jenis karbohidratnya.

B. TEORI SINGKAT
Sumber-sumber amilum sebagai berikut:
1. Amilum Maizena
Amilum maizena adalah pati jagung, diperoleh dari biji Zea mays, L. (suku
Poaceae). Mikroskopik: Butir bersegi banyak, bersudut, ukuran 2–23 μm atau butir
bulat dengandiameter 25–32 μm. Hilus di tengah berupa rongga yang nyata atau
celahberjumlah 2–5, tidak ada lamela. Amati di bawah cahaya terpolarisasi,tampak
bentuk silang berwarna hitam, memotong pada hilus.
2. Amilum Solani
Amilum Solani adalah pati kentang, berasal dari umbi tumbuhan Solanum
tuberosum L., suku Solanaceae, berupa serbuk agak kasar, warna putih,tidak
berbau dan tidak berasa.
Mikroskopik: Butiran berbentuk bulat telur atau tidak beraturan dengan ukuran
bervariasiantara 30–100 μm. Hilus terdapat sebagai titik pada bagian yang
sempit.Lamella terletak eksentris, terlihat dengan jelas.
3. Amilum Manihot
Amilum manihot adalah pati singkong, berasal dari tumbuhan Manihot utilissima
Pohl, suku Euphorbiaceac, berupa serbuk warna putih, tidakberbau dan tidak
berasa.
Mikroskopik: Butir tunggal atau bergerombol. Butiran tunggal berbentuk lonjong
atauseperti topi baja dengan ukuran antara 5–25 μm. Hilus terletak di

Petunjuk Praktikum Farmakognosi | 9


tengahterlihat dengan jelas seperti titik atau kadang-kadang segitiga. Lamella
adatetapi kurang jelas

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
Mikroskop, Bunsen, tabung reaksi, erlenmeyer, pipet obyek glas dan kaca
penutup
2. Bahan
Amilum jagung, amilum beras, amilum kentang, amilum singkong, simplisia
yang telah dibuat pada P1, aquadest, pereaksi Molish, pereaksi Benedict,
pereaksi Barfoed, asam sulfat.

D. PROSEDUR KERJA
1. Pengamatan Amilum
a. Ambil dan letakkan serbuk amilum secukupnya pada gelas objek.
b. Teteskan akuades secukupnya, lalu tutup dengan gelas penutup.
c. Amati preparat di bawah mikroskop dengan perbesaran lemah (12,5 x10)
dan perbesaran kuat (12,5x40).
d. Gambarkan hasil yang diperoleh.
2. Uji tabung (kualitatif)
a. Uji Molish
1. Menambahkan 5 tetes pereaksi molis dalam 2ml larutan karbohidrat
2. Memiringkan tabung reaksi lalu 2-4 tetes asam sulpat di alirkan lewat
dinding tabung, sehingga terbentuk dua lapisan
3. Mengamati perubahan warna yang terjadi
b. Uji Benedict
1. Memasukan 2ml larutan benedict dan 7 tetes larutan karbohidrat dalam
porselin (di campurkan).
2. Dipanaskan dalam api spirtus selama kurang lebih 5 menit

Petunjuk Praktikum Farmakognosi | 10


3. Lalu didinginkan kembali dan diamati perubahan warnanya yang
terjadi
c. Uji Barfoed
1. Memasukan 2ml larutan barfoed dan 1ml larutan karbohidrat
2. Larutan dicampurkan lalu dipanaskan di atas api spirtus kurang lebih
5 menit
3. Didinginkan dan diamati perubahan warna yang terjadi

E. EVALUASI
1. Bandingkan masing-masing jenis karbohidrat!
2. Tentukan jenis karbohidrat berdasarkan hasil uji tabung!

Petunjuk Praktikum Farmakognosi | 11


PRAKTIKUM IV
SUSUT PENGERINGAN

A. TUJUAN PRAKTIKUM
Setelah melakukan praktikum ini, mhasiswa mampu melakukan standardisasi
mutu dengan penentuan susutpengeringan simplisia

B. TEORI SINGKAT
Pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur 105oC selama 30
menit atau sampai berat konstan dinamakansusut pengeringan yang dinyatakan sebagai
nilai persen. Apabila bahan tidakmengandung minyak atsiri dan sisa pelarut organik
menguap, hal ini identikdengan kadar air, yaitu kandungan air karena berada di
atmosfer/lingkungan udaraterbuka. Pengukuran kadar air dapat dilakukan dengan cara
titrasi, distilasi ataugravimetri. Tujuannya untuk memberikan batasan
maksimal/rentang tentangbesarnya kandungan air di dalam bahan, terkait dengan
kemurnian dankontaminasi. Penurunan kadar air sampai kurang dari 10% sudah
dapatenghentikan proses enzimatik dalam sel sehingga dapat mencegah
penurunanmutu.

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
Oven, neraca timbang, cawan penguap, pinset/penjepit kayu, deksikator
2. Bahan
Simplisia yang dihasilkan dari P1 (pembuatan simplisia nabati)

D. PROSEDUR KERJA
1. Timbang cawan dan panaskan pada suhu 105ºC selama 30 menit hingga bobot
konstan

Petunjuk Praktikum Farmakognosi | 12


2. Masukkan ± 2 g simplisia yang telah disiapkan dan timbang seksamadalam wadah
yang telah konstan.
3. Panaskan pada suhu 105ºC selama 60 menit
4. Masukkan dalam deksikator hinga suhu kamar kemudian timbang.
5. Pemanasan selanjutnya pada suhu 105ºC selama 30 menit hingga bobot konstan
6. Lakukan penetapan hingga diperoleh bobot konstan (perbedaan antara dua
penimbangan berturut-turut tidak lebih dari0,5 mg/g bobot sampel.

E. EVALUASI
1. Jelaskan penentuan kadar air pada simplisia?
2. Apa perbedaan kadar air dengan susut pengeringan?
3. Bandingkan susut pengeringan antar kelompok/golongan dan tuliskan hasil analisa
kalian!

Petunjuk Praktikum Farmakognosi | 13


PRAKTIKUM V
IDENTIFIKASI KOMPONEN JAMU

A. TUJUAN PRAKTIKUM
Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa mampu mengidentifikasi
komponen penyusun jamu secara organoleptik, makroskopik, dan mikroskopik.

B. TEORI SINGKAT
Jamu adalah obat tradisional Indonesia. Berdasarkan pasal 1 Peraturan Kepala
Badan POM No. HK.00.05.4.1384 Tahun 2005 tentang kriteria dan tata laksana
pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka disebutkan bahwa
obat tradisional ialah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut,
yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman.
Untuk mengetahui kebenaran dan mutu obat tradisional termasuk simplisia
penyusunnya dapat dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif
meliputi uji organoleptik, makroskopik, mikroskopik, histokimia, dan identifikasi
kimia senyawa yang tersari. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan jenis simplisia
maupun kelompok utama zat aktifnya. Sedangkan analisis kuantitatif dimaksudkan
untuk menetapkan kemurnian dan mutu simplisia nabati, yang meliputi penentuan
bahan organik asing, kadar air, kadar abu, dan zat kandungan.
Mutu jamu ditentukan oleh beberapa persyaratan pokok seperti komposisi yang
benar, tidak mengalami perubahan fisika-kimia, dan tidak tercemar bahan asing.
Secara umum analisis jamu dapat dibagi dalam 3 (tiga) kategori sesuai bentuk
simplisia, yaitu jamu yang diramu dari simplisia utuh/ rajangan kasar, serbuk
simplisia, dan ekstrak/ sari simplisia.
Pemeriksaan mutu yang baik pada prinsipnya harus mampu mengidentifikasi
kembali simplisia dalam ramuan jamu (analisis kualitatif) dan menetapkan jumlah

Petunjuk Praktikum Farmakognosi | 14


simplisia tersebut satu per satu (analisis kuantitatif). Apabila jenis simplisia dalam
ramuan tidak dapat ditelusuri kembali, maka dimungkinkan komposisi jamunya tidak
benar atau tidak cocok dengan komposisi yang didaftarkan/ tertera pada etiket. Hal ini
jelas akan merugikan konsumen, misalnya banyak ditemukan kasus penambahan
Bahan Kimia Obat (BKO) dalam sedian jamu.

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
Kaca pembesar, mikroskop, gelas obyek, kaca penutup, lampu spiritus, pipet tetes,
spatula.
2. Bahan
Campuran jamu berupa rajangan dan bentuk serbuk, larutan kloral hidrat 70% LP,
akuades

D. PROSEDUR KERJA
Pada percobaan ini akan diperkenalkan metode sederhana dalam pemeriksaan
komponen jamu yang beredar, terutama jenis rajangan yang penggunaannya melalui
perebusan dan campuran serbuk.
1. Jamu yang berupa rajangan dipisahkan dan dikelompokkan berdasarkan simplisia
penyusunnya.
2. Lakukan uji makroskopik dan organoleptis pada setiap simplisia penyusun jamu
3. Tentukan nama masing-masing simplisia penyusun jamu tersebut
4. Jamu yang berupa campuran serbuk, lakukan pemeriksaan secara mikroskopik
5. Temukan fragmen khas pada serbuk jamu tersebut
6. Tentukan simplisia penyusun serbuk jamu tersebut

Petunjuk Praktikum Farmakognosi | 15


DAFTAR PUSTAKA

Claus, E. P., 1950, Laboratory Manual for Pharmacognosy, 2th Edition, The Mosby
Company, St. Louis (USA).
Departemen Kesehatan RI, 1985, Cara Pembuatan Simplisia, Depkes RI, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1987, Analisis Obat Tradisional, Jilid I, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1977-1995, Materia Medika Indonesia, Jilid I-VI, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat,
Cetakan I, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2008, Farmakope Herbal Indonesia, Edisi I, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2010, Suplemen I Farmakope Herbal Indonesia, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2011, Suplemen II Farmakope Herbal Indonesia, Edisi I,
Jakarta.
Gunawan, D. dan Mulyani, S., 2004, Ilmu Obat Alam, Farmakognosi, Jilid I, Penebar
Swadaya, Jakarta.
Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Mengekstraksi
Tumbuhan, diterjemahkan oleh K. Padmawinata, Penerbit ITB, Bandung, hlm.
147-155.
Soegihardjo, C.J., 2013, Farmakognosi, PT Citra Aji Parama, Yogyakarta.
Stahl, E., 1985, Analisis Obat secara Kromatografi dan Mikroskopi, Penerbit ITB,
Bandung.
Sutrisno, B., 1986, Analisis Jamu, Edisi I, Fakultas Farmasi Universitas Pancasila,
Jakarta.
Widiyastuti, Y., 1997, Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat Komersial, Trubus
Agriwidya, Ungaran.

Petunjuk Praktikum Farmakognosi | 16

Anda mungkin juga menyukai