Anda di halaman 1dari 61

II.

DASAR TEORI
SIMPLISIA

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali diyatakan lain simplisia merupakan bahan
yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia
pelikan atau mineral.
1.

Jenis Simplisia
a. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman
atau eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang
secara spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari
selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertent dipisahkan dari
tanamannya.
b. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh , bagian hewan atau
zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
c. Simplisia mineral atau pelikan adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau
mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum
berupa zat kimia murni.

Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaannya, maka


simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Dan untuk memenuhi persyarata minimal
tersebut, ada beberapa faktor yang berpengaruh , antara lain adalah :
1. Bahan baku simplisia.
2. Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia.
3. Cara penepakan dan penyimpanan simplisia.
Agar simplisia memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan, maka ketiga faktor tersebut
haus memenuhi persyaratan minimalyang ditetapkan.
A.

PEMBUATAN SIMPLISIA SECARA UMUM.


1. BAHAN BAKU
Tanaman obat yang menjadi sumber simplisia nabati , merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi mutu simplisia. Sebagai sumber simplisia, tanaman obat
dapat berupa tumbuhan liar atau berupa tanaman budidaya. Tumbuhan liar adalah
tumbuhan yang tumbuh dengan sendirinya di hutan atau tempat lain, atau tanaman
yang sengaja ditanam dengan tujuan lain, misalnya sebagai tanaman hias, tanaman
pagar, tetapi bukan dengan tujuan untuk memproduksi simplisia. Tanaman budidaya

adalah tanaman yang sengaja ditanam untuk tujuan produksi simplisia. Tanaman
simplisia dapat di perkebunan yang luas, dapat diusahakan oleh petani secara kecilkecilan berupa tanaman tumpang sari atau Tanaman Obat Keluarga. Tanaman Obat
Keluarga adalah pemanfaatan pekarangan yang sengaja digunakan untuk menanam
tumbuhan obat.

2. DASAR PEMBUATAN SIMPLISIA


a. Simplisia dibuat dengan cara pengeringan
Pembuatan simplisia dengan cara ini dilakukan dengan pengeringan cepat,
tetapi dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan yang terlalu lama
akan mengakibatkan simplisia yang diperoleh ditumbuhi kapang.
Pengeringan dengan suhu yang tinggi akan mengakibatkan perubahan kimia
pada kandungan senyawa aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, untuk
simplisia yang memerlukan perajangan perlu diatur panjang perajangannya,
sehingga diperoleh tebal irisan yang pada pengeringan tidak mengalami
kerusakan.
b. Simplisia dibuat dengan fermentasi.
Proses fermentasi dilakukan dengan seksama, agar proses tersebut tidak
berkelanjutan kearah yang tidak diinginkan.
c. Simplisia dibuat dengan proses khusus.
Pembuatan simplisia dengan penyulingan, pengentalan eksudat nabati,
penyaringan sari air dan proses khusus lainnya dilakukan dengan berpegang
pada prinsip bahwa pada simplisia yang dihasilkan harus memiliki mutu
sesuai dengan persyaratan.
d. Simplisia pada proses pembuatan memerlukan air.
Pati, talk dan sebagainya pada proses pembuatannya memerlukan air. Air
yang digunakan harus terbebas dari pencemaran serangga, kuman patogen,
logam berat dan lain-lain.

3. TAHAP PEMBUATAN
Pada umumya pembuatan simplisia melalui tahapan sebagai berikut :

A. Pengumpulan Bahan Baku


Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung
pada :
1. Bagian tanaman yang digunakan.
2. Umur tanaman yang digunakan.
3. Waktu panen.
4. Lingkungan tempat tumbuh.
Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di
dalam bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat
bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar.
Senyawa aktif terbentuk secara maksimal di dalam bagian tanaman atau
tanaman pada umur tertentu. Sebagai contoh pada tanaman Atropa belladonna,
alkaloid hiosiamina mula-mula terbentuk dalam akar. Dalam tahun pertama,
pembentukan hiosiamina berpindah pada batang yang masih hijau. Pada tahun kedua
batang mulai berlignin dan kadar hiosiamina mulai menurun sedang pada daun
kadar hiosiamina makin meningkat. Kadar alkaloid hios'amina tertinggi dicapai I
dalam pucuk tanaman pada saat tanai an berbunga dan kadar alkaloid menurun
pada saat tanaman berbualz dan niakin turun ketika buah makin tua. Contoh
lain, tanaman Menthapiperita muda mengandung mentol banyak dalanl
daunnya. Kadar rninyak atsiri dan mentol tertinggi pada daun tanaman ini
dicapai pada saat tanaman tepat akan berbunga. Pada Cinnamornunz camphors,
kamfer akan terkumpul dalam kayu tanaman yang telah tua. Penentuan bagian
tanaman yang dikumpulkan dan waktu pengumpulan secara tepat memerlukan
penelitian. Di samping waktu panen yang dikaitkan dengan umur, perlu
diperhatikan pula saat panen dalam sehari. Contoh, simplisia yang mengandung
minyak atsiri lebih baik dipanen pada pagi hari. Dengan demikian untuk
menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkan stabilitas kimiawi
dan fisik senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari.
Secara garis besar, pedoman panen sebagai berikut :
1. Tanaman yang pada saat panen diambil bijinya yang telah tua seperti
kedawung (Parkia rosbbrgii), pengambilan biji ditandai dengan telah
mengeringnya buah. Sering pula pemetikan dilakukan sebelum kering benar,
yaitu sebelum buah pecah secara alami dan biji terlempar jauh, misal jarak
(Ricinus cornrnunis).

2. Tanaman yang pada saat panen diambil buahnya, waktu pengambilan


sering dihubungkan dengan tingkat kemasakan, yang ditandai dengan
terjadinya perubahan pada buah seperti perubahan tingkat kekerasan misal
labu merah (Cucurbita n~oscllata). Perubahan warna, misalnya asam
(Tarnarindus indica), kadar air buah, misalnya belimbing wuluh (Averrhoa
belimbi), jeruk nipis (Citrui aurantifolia) perubahan bentuk buah, misalnya
mentimun (Cucurnis sativus), pare (Mornordica charantia).
3. Tanaman yang pada saat panen diambil daun pucuknya pengambilan
dilakukan pada saat tanaman mengalami perubahan pertumbuhan dari
vegetatif ke generatif. Pada saat itu penumpukan senyawa aktif dalam
kondisi tinggi, sehingga mempunyai mutu yang terbaik. Contoh tanaman yang diambil
daun pucuk ialah kumis kucing (Orthosiphon starnineus).
4. Tanaman yang pada saat panen diambil daun yang telah tua, daun yang
diambil dipilih yang telah membuka sempurna dan terletak di bagian cabang
atau batang yang menerima sinar matahari sempurna. Pada daun tersebut
terjadi kegiatan asimilasi yang sempurna. Contoh panenan ini misal
sembung (Blumea balsamifera).
5. Tanaman yang pada saat panen diambil kulit batang, pengambilan
dilakukan pada saat tanaman telah cukup umur. Agar pada saat pengambilan
tidak mengganggu pertumbuhan, sebaiknya dilakukan pada musim yang
menguntungkan pertumbuhan antara lain menjelang musim kemarau.
6. Tanaman yang pada saat panen diambil umbi lapis, pengambilan
dilakukan pada saat umbi mencapai besar maksimum dan pertumbuhan pada
bagian di atas tanah berhenti misalnya bawang merah (Allium cepa).
7.
Tanaman yang pada saat panen diambil rimpangnya, pengambilan
dilakukan pada musim kering dengan tanda-tanda mengeringnya bagian atas
tanaman. Dalam keadaan ini rimpang dalam keadaan besar maksimum. Panen
dapat dilakukan dengan tangan, menggunakan alat atau menggunakan mesin.
Dalam ha1 ini keterampilan pemetik diperlukan, agar diperoleh simplisia yang
benar, tidak tercampur dengan bagian lain dan tidak merusak tanaman
induk. Alat atau mesin yang digunakan untuk memetik perlu dipilih yang
sesuai. Alat yang terbuat dari logam sebaiknya tidak digunakan bila
diperkirakan akan merusak senyawa aktif siniplisia seperti fenol, glikosida
dan sebagainya. Cara pengambilan bagian tanaman untuk penibuatan
simplisia dapat dilihat pada tabel I hal. 6.

B.

SORTASI BASAH

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan


asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari
akar suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput,
batang, daun, akar yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang.
Tanah mengandung bermacam-macam mikroba dalam jurnlah yang tinggi,
oleh karena itu pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat
mengurangi jumlah mikroba awal.

C.

PENCUCIAN

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang


melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air
dari mata air, air sumur atau air PAM. Bahan simplisia yang mengandung zat
yang mudah larut di dalam air yang mengalir, pencucian agar dilakukan dalam
waktu yang sesingkat mungkin. Menurut Frazier (1978), pencucian sayur-

sayuran satu kali dapat menghilangkan 25% dari jumlah mikroba awal, jika
dilakukan pencucian sebanyak tiga kali, jumlah mikroba yang tertinggal hanya
42% dari jumlah mikroba awal. Pencucian tidak dapat membersihkan simplisia
dari semua mikroba karena air pencucian yang digunakan biasanya
mengandung juga sejumlah mikroba. Cara sortasi dan pencucian sangat
mempengaruhi jenis dan jumlah rnikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang
digunakan untuk pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan
bahan simplisia dapat bertambah dan air yang terdapat pada permukaan bahan
tersebut dapat menipercepat pertumbuhan mikroba. Bakteri yang umuln
terdapat
dalam
air
adalah Pseudomonas, Proteus,Micrococcus, Bacillus,Streptococcus, Enterobacter
dan Escherishia. Pada simplisia akar, batang atau buah dapat pula dilakukan
pengupasan kulit luarnya untuk mengurangi jumlah mikroba awal karena
sebagian besar jumlah mikroba biasanya terdapat pada permukaan bahan
simplisia. Bahan yang telah dikupas tersebut mungkin tidak memerlukan
pencucian jika cara pengupasannya dilakukan dengan tepat dan bersih.
D. PERAJANGAN
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan.
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan,
pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan langsung
dirajang tetapi dijemur dalam keadaan utuh selama 1 hari. Perajangan dapat
dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus sehingga
diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang dikehendaki.
Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air,
sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis
juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang
mudah menguap. Sehingga mempengaruhi komposisi bau dan rasa yang
diinginkan. Oleh karena itu bahan simplisia seperti temulawak, temu giring,
jahe, kencur dan bahan sejenis lainnya dihindari perajangan yang terlalu tipis
untuk mencegah berkurangnya kadar minyak atsiri. Selama perajangan seharusnya
jumlah mikroba tidak bertambah. Penjemuran sebelum perajangan diperlukan
untuk mengurangi pewarnaan akibat reaksi antara bahan dan logam pisau.
Pengeringan dilakukan dengan sinar matahari selama satu hari.
E.

PENGERINGAN

Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah


rusak,sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi
kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau
perusakan simplisia. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu
dapat merupakan media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya.Enzim
tertentu dalam sel,masih dapat bekerja,menguraikan senyawa aktif sesaat setelah
sel mati dan selama bahan simplisia tersebut masih mengandung kadar air tertentu.

Pada tumbuhan yang masih hidup pertumbuhan kapang dan reaksi enzimatik yang
merusak itu tidak terjadi karena adanya keseimbangan antara proses-proses
metabolisme, yakni proses sintesis, transformasi dan penggunaan isi sel.
Keseimbangan ini hilang segera setelah sel tumbuhan mati. Sebelum tahun 1950,
sebelum bahan dikeringkan, terhadap bahan simplisia tersebut lebih dahulu
dilakukan proses stabilisasi yaitu proses untuk menghentikan reaksi enzimatik.
Cara yang lazim dilakukan pada saat itu, merendam bahan simplisia dengan etanol
70 % atau dengan mengaliri uap panas. Dari hasil penelitian selanjutnya diketahui
bahwa reaksi enzimatik tidak berlangsung bila kadar air dalam simplisia kurang
dari 10%.
Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau
menggunakan suatu alat pengering. Hal-ha1 yang perlu diperhatikan selama proses
pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, Waktu
pengeringan dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan bahan simplisia tidak
dianjurkan rnenggunakan alat dari plastik. Selama proses pengeringan bahan
simplisia, faktor-faktor tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh simplisia
kering yang tidak mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan. Cara
pengeringan yang salah dapat mengakibatkan terjadinya "Face hardening", yakni
bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya masih basah. Hal ini
dapat disebabkan oleh irisan bahan simplisia yang terlalu tebal, suhu pengeringan
yang terlalu tinggi, atau oleh suatu keadaan lain yang menyebabkan penguapan air
permukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi air dari dalam ke permukaan
tersebut, sehingga permukaan bahan menjadi keras dan menghambat pengeringan
selanjutnya. "Face hardening" dapat mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di
bagian dalarn bahan yang dikeringkan.

Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan cara pengeringannya.


Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 300 sampai 90C, tetapi suhu yang
terbaik adalah tidak melebihi 60C. Bahan simplisia yang mengandung senyawa
aktif yang tidak tahan panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu
serendah mungkin, misalnya 300 sampai 450 C, atau dengan cara pengeringan
vakum yaitu dengan mengurangi tekanan udara di dalam ruang atau lemari
pengeringan, sehingga tekanan kira-kira 5 mm Hg. Kelembaban juga tergantung
pada bahan simplisia,cara pengeringan, dan tahap tahap selama pengeringan.
Kelembaban akan menurun selama berlangsungnya proses pengeringan. Berbagai
cara pengeringan telah dikenal dan digunakan orang. Pada dasarnya dikenal dua
cara pengeringan yaitu pengeringan secara alamiah dan buatan.

1. Pengeringan Alamiah.

Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang
dikeringkan, dapat dilakukan dua cara pengeringan :
a. Dengan panas sinar matahari langsung. Cara ini dilakitkan untuk
mengeringkan bagian tanaman yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu,
biji dan sebagainya, dan rnengandung senyawa aktif yang relatif stabil.
Pengeringan dengan sinar matahari yang banyak dipraktekkan di Indonesia
merupakan suatu cara yang mudah dan murah, yang dilakukan dengan cara
membiarkan bagian yang telah dipotong-potong di udara terbuka di atas
tampah-tampah tanpa kondisi yang terkontrol sepertl suhu, kelembaban dan
aliran udara. Dengan cara ini kecepatan pengeringan sangat tergantung
kepada keadaan iklim, sehingga cara ini hanya baik dilakukan di daerah
yang udaranya panas atau kelembabannya rendah, serta tidak turun hujan.
Hujan atau cuaca yang mendung dapat memperpanjang waktu pengeringan
sehingga memberi kesempatan pada kapang atau mikroba lainnya untuk
tumbuh sebelum simplisia tersebut kering. F'IDC (Food Technology
Development Center IPB) telah merancang dan membuat suatu alat
pengering dengan menggunakan sinar matahari, sinar matahari tersebut
ditampung pada permukaan yang gelap dengan sudut kemiringan tertentu.
Panas ini kemudian dialirkan keatas rak-rak pengering yang diberi atap
tembus cahaya di atasnya sehingga rnencegah bahan menjadi basah jika
tiba-tiba turun hujan. Alat ini telah digunakan untuk mengeringkan singkong
yang telah dirajang dengan demikian dapat pula digunakan untuk
mengeringkan simplisia.
b. Dengan diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari
langsung. Cara ini terutama digunakan untuk mengeringkan bagian
tanaman yang lunak seperti bunga, daun, dan sebagainya dan mengandung
senyawa aktif mudah menguap.

2. Pengeringan Buatan
Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan dengan sinar
matahari dapat diatasi jika melakukan pengeringan buatan, yaitu dengan
menggunakan suatu alat atau mesin pengering yang suhu kelembaban, tekanan
dan aliran udaranya dapat diatur. Prinsip pengeringan buatan adalah sebagai
berikut: udara dipanaskan oleh suatu sumber panas seperti lampu, kompor,
mesin disel atau listrik, udara panas dialirkan dengan kipas ke dalam ruangan
atau lemari yang berisi bahan yang akan dikeringkan yang telah disebarkan di

atas rak-rak pengering. Dengan prinsip ini dapat diciptakan suatu alat
pengering yang sederhana, praktis dan murah dengan hasil yang cukup baik.
Dengan menggunakan pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia dengan
mutu yang lebih baik karena pengeringan akan lebih merata dan waktu
pengeringan akan lebih cepat, tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Sebagai
contoh misalnya jika kita membutuhkan waktu 2 sampai 3 hari untuk
penjemuran dengan sinar matahari sehingga diperoleh simplisia kering dengan
kadar air 10% sampai 12%, dengan menggunakan suatu alat pengering dapat
diperoleh simplisia dengan kadar air yang sama dalam waktu 6 sampai 8 jam.
Daya tahan suatu simplisia selama penyimpanan sangat tergantung pada
jenis simplisia, kadar airnya dan cara penyimpanannya. Beberapa simplisia
yang dapat tahan lama dalam penyimpanan jika kadar airnya diturunkan 4
sampai 8%, sedangkan simplisia lainnya rnungkin masih dapat tahan selama
penyimpanan dengan kadar air 10 sampai 12%.

F.

SORTASI KERING

Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan


simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagianbagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masill
ada dan tertinggal pada sirnplisia kering. Proses ini dilakukan sebelum sirnplisia
dibungkus untuk kernudian disimpan. Seperti halnya pada sortasi awal, sortasi
disini dapat dilakukan dengan atau secara mekanik. Pada simplisia bentuk rimpang
sering jurnlah akar yang melekat pada rimpang terlampau besar dan harus dibuang.
Demikian pula adanya partikel-partikel pasir, besi dan benda-benda tanah lain
yang tertinggal harus dibuang sebelum simplisia dibungkus.

G. PENYIMPANAN DAN PENGEPAKAN


Sirnplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena berbagai faktor luar
dan dalam, antara lain :
1. Cahaya
: Sinar dari panjang gelombang
tertentu dapat menimbulkan perubahan kimia pada
simplisia, misalnya isomerisasi, polimerisasi, rasemisasi dan
sebagainya.
2. Oksigen udara : Senyawa tertentu dalam
simplisia dapat mengalami perubahan kimiawi oleh pengaruh

oksigen udara terjadi oksidasi dan perubahan ini dapat


berpengaruh pada bentuk simplisia, misalnya, yang semula
cair dapat berubah menjadi kental atau padat, berbutir-butir
dan sebagainya.
3. Reaksi kimia intern : perubahan kimiawi dalam
simplisia yang dapat disebabkan oleh reaksi kimia intern,
misalnya oleh enzim, polimerisasi, oto-oksidasi dan
sebagainya.
4. Dehidrasi
: Apabila kelembaban luar lebih rendah
dari simplisia, maka simplisia secara perlahan-lahan akan
kehilangan sebagian airnya sehingga rnakin lama makin
mengecil (kisut).
5. Penyerapan air :
Simplisia yang higroskopik,
misalnya agar-agar, bila disimpan dalam wadah yang
terbuka akan menyerap lengas udara sehingga menjadi
kempal basah atau mencair.
6. Pengotoran
: Pengotoran pada simplisia dapat
disebabkan oleh berbagai sumber, misalnya debu atau pasir,
ekskresi hewan, bahan-bahan asing (misalnya minyak yang
tertumpah) dan fragmen wadah (karung goni).
7. Serangga
: Serangga dapat menitnbulkan
kerusakan dan pengotoran pada simplisia, baik oleh bentuk
ulatnya maupin oleh bentuk dewasanya. Pengotoran tidak
hanya berupa kotoran serangga, tetapi juga sisa-sisa
metamorfosa seperti cangkang telur, bekas kepompong,
anyaman benang bungkus kepompong, bekas kulit serangga
dan sebagainya.
8. Kapang
: Bila kadar air dalam simplisia
terlalu tinggi, maka simplisia dapat berkapang. Kerusakan
yang timbul tidak hanya terbatas pada jaringan simplisia,
tetapi juga akan merusak susunan kimia zat yang dikandung
dan malahan dari kapangnya dapat mengeluarkan toksin
yang dapat mengganggu kesehatan.

B. METODOLOGI DAN PARAMTER STANDARISASI SIMPLISIA


Ada tiga Parameter standarisasi simplisia sebagai bahan baku yang
diperlukan dalam analisa mutu siplisia , yaitu :

1. Pengujian Pendahuluan ( Kebenaran Simplisia ) :


a. Pengujian Organoleptik
b. Pengujian Makroskopik
c. Pengujian Mikroskopik
2. Parameter Non Spesifik :
a. Penetapan kadar air dengan destilasi
b. Penetapan susut pengeringan
c. Penetapan kadar abu
d. Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam
e. Penetapan kadar sari yang larut dalam air
f. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol
g. Uji cemaran mikroba
3. Parameter Spesifik :
a. Identifikasi kimia terhadap senyawa yang disari
Pengujian Pendahuluan ( Kebenaran simplisia )
1. Uji Organoleptik
Dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kekhususan bau dan rasa simplisia
yang diuji.
2. Uji Makroskopik
Dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar atau tanpa alat, untuk mencari
kekhususan morfologi, ukuran dan warna simplisia yang diuji.
3. Uji Mikroskopik
Dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang derajat pembesarannya
disesuaikan dengan keperluan. Simplisia yang diuji dapat berupa sayatan
maupun serbuk. Tujuannya adalah untuk mencari unsur-unsur anatomi jaringan
yang khas. Dari pengujian ini akan diketahui jenis simplisia berdasarkan
fragmen pengenal yang spesifik bagi masing-masing simplisia. Serbuk yang

diperiksa adalah serbuk yang homogen dengan derajat kehalusan 4/18 yang
dipersyaratkan oleh MMI. Ada 4 cara pengamatan menggunakan mikroskop
yaitu :
1. MIKROSKOPIK 1
Menggunakan medium air atau gliserin. Digunakan untuk mendeteksi hablur
lepas, butir pati, butir tepung sari, serabut, sel batu, rambut penutup, rambut
kelenjar lepas serta beberapa jenis jaringan khas lainnya.

2. MIKROSKOPIK 2
Serbuk terlebih dahulu dididihkan dalam larutan kloral hidra. Butir pati akan
larut akan larut dan jaringan yang berisi klorofil menjadi jernih sehingga
pengamatan dapat lebih jelas. Akan tampak sel-sel epidermis , mesofil,
rongga minyak, parenkim, hablur, sistolit dll.
3. MIKROSKOPIK 3

Diakukan pewarnaan terhadap serbuk. Sebaiknya dilakukan setelah


serbuk dijernihkan dengan chloral hidrat, namun dalam hal-hal tertentu
boleh langsung menambahkan pereaksi tanpa didahului penjernihan
jaringan.

Pereaksi yang biasa digunakan misalnya floroglusin-asam klorida


akan menimbulkan warna merah pada sel yang berisi lignin ( sel batu,
serabut dan xilem ).
4. MIKROSKOPIK 4
Dilakukan terhadap serbuk yang telah diabukan. Uji ini khusus ditujukan
untuk mendeteksi ada tidaknya kerangka silika pada tanaman yang banyak
mengandung silika seperti familia Poaceae / Gramineae dan Equisetaceae.

4. Parameter Non-Spesifik
1. Penetapan Kadar Air ( MMI )
Kandungan air yang berlebihan pada bahan / sediaan obat tradisional
akan mempercepat pertumbuhan mikroba dan juga dapat mempermudah
terjadinya hidrolisa terhadap kandungan kimianya sehingga dapat

mengakibatkan penurunan mutu dari obat tradisional. Oleh karena itu batas
kandungan air pada suatu simplisia sebaiknya dicantumkan dalam suatu
uraian yang menyangkut persyaratan dari suatu simplisia.
Tujuan dari penetapan kadar air adalah utuk mengetahui batasan
maksimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan. Hal ini
terkait dengan kemurnian dan adanya kontaminan dalam simplisia tersebut.
Dengan demikian, penghilangan kadar air hingga jumlah tertentu berguna
untuk memperpanjang daya tahan bahan selama penyimpanan. Simplisia
dinilai cukup aman bila mempunyai kadar air kurang dari 10%. Penetapan
kadar air dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu ;
a.

Metode Titrimetri

Metode ini berdasarkan atas reaksi secara kuantitatif air dengan larutan
anhidrat belerang dioksida dan iodium dengan adanya dapar yang
bereaksi dengan ion hydrogen. Kelemahan metode ini adalah
stoikiometri reaksi tidak tepat dan reprodusibilitas bergantung pada
beberapa faktor seperti kadar relatif komponen pereaksi, sifat pelarut
inert yang digunakan untuk melarutkan zat dan teknik yang digunakan
pada penetapan tertentu. Metode ini juga perlu pengamatan titik akhir
titrasi yang bersifat relatif dan diperlukan sistem yang terbebas dari
kelembaban udara ( Anonim, 1995 ).

Zat yang akan diperiksa dimasukkan kedalam labu melalui pipa pengalir
nitrogen atau melalui pipa samping yang dapat disumbat. Pengadukan
dilakukan dengan mengalirkan gas nitrogen yang telah dikeringkan atau
dengan pengaduk magnit. Penunjuk titik akhir terdiri dari batere kering
1,5 volt atau 2 volt yang dihubungkan dengan tahanan variable lebih
kurang 2.000 ohm. Tahanan diatur sedemikian sehingga arus utama yang
cocok yang melalui elektroda platina berhubungan secara seri dengan
mikroammeter. Setiap kali penambahan pereaksi Karl Fishcer, penunjuk
mikroammeter akan menyimpang tetapi segera kembali ke kedudukan
semula. Pada titik akhir, penyimpangan akan tetap selama waktu yang
lebih lama. Pada zat-zat yang melepaskan air secara perlahan-lahan,
umumnya dilakukan titrasi tidak langsung.
b.

Metode Azeotropi ( Destilasi Toluena ).

Metode ini efektif untuk penetapan kadar air karena terjadi penyulingan
berulang ulang kali di dalam labu dan menggunakan pendingin balik
untuk mencegah adanya penguapan berlebih. Sistem yang digunakan
tertutup dan tidak dipengaruhi oleh kelembaban ( Anonim, 1995 ).
Kadar air (V/B) = Vol. Air yang terukur / bobot awal simplisia x 100%.

c.

Metode Gravimetri.

Dengan menghitung susut pngeringan hingga tercapai bobot tetap


( Anonim, 1995 ).
2 Penetapan Susut Pengeringan ( MMI )
Susut pngeringan adalah kadar bagian yang menguap suatu zat.kecuali
dinyatakan lain , suhu peetapan adalah 105oC , keringkan pada suhu
penetapan hingga bobot tetap. Jika suhu lebur zat lebih rendah dari suhu
penetapan, pengeringan dilakukan pada suhu antara 5oC dan 10oC dibawah
suhu leburnya selama 1 jam sampai 2 jam, kemudian pada suhu penetapan
selama waktu yang ditentukan atau hingga bobot tetap.

Susut pengeringan = (bobot awal bobot akhir) / bobot awal x 100% Untuk
simplisia yang tidak mengandung minyak atsiridan sisa pelarut organik
menguap, susut pengeringan diidentikkan dengan kadar air, yaitu kandungan
air karena simplisia berada di atmoster dan ligkungan terbuka sehingga
dipengaruhi oleh kelembaban lingkungan penyimpanan.
3 Penetapan Kadar Abu (MMI)
Penetapan kadar abu merupakan cara untuk mengetahui sisa yang tidak
menguap dari suatu simplisia pada pembakaran. Pada penetapan kadar abu
total, abu dapat berasal dari bagian jaringan tanaman sendiri atau dari
pengotoran lain misalnya pasir atau tanah.

4. Penetapan Kadar Abu yang tidak larut Asam (MMI)


Ditujukan untuk mengetahui jumlah pengotoran yang berasal dari pasir atau
tanah silikat.
5. Penetapan Kadar Sari yang larut dalam air (MMI)
Pengujian ini dimaksutkan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat
tersari dengan air dari suatu simplisia.
6. Penetapan Kadar Sari yang larut dalam etanol (MMI)
Pengujian ini dimaksutkan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat
tersari dengan etanol dari suatu simplisia.

7. Uji Cemaran Mikroba


a.

Uji Aflatoksin

Uji ini bertujuan untuk mengetahui cemaran aflatoksin yang dihasilkan


oleh jamur Aspergillus flavus.
b. Uji Angka Lempeng Total
Untuk mengetahui jumlah mikroba/bakteri dalam sample. Batasan
angka lempengan total yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan
yaitu 10oC FU/gram.
c.

Uji Angka Kapang

Untuk mengetahui adanya cemaran kapang, batasan angka lempeng


total yang ditetapkan oleh Kemenkes yaitu 104 CFU/gram.
5. Parameter Spesifik ( Pengujian Secara Kimia ).
Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari simplisia. Uji
kandungan kimia simplisia digunakan untuk menetapkan kandungan senyawa
tertentu dari simplisia. Biasanya dilakukan dengan analisa kromatografi lapis
tipis (KLT). Sebelum dilakukan KLT perlu dilakukan preparasi dengan
penyarian senyawa kimia aktif dari simplisia yang masih kasar.

Identifikasi kimia terhadap senyawa tersari


Kandungan kimia simplisia nabati pada umumnya dapat dikelompokkan sebagai
berikut : minyak atsiri, karotenoid, steroid, triterpenoid, alkaloid, asam lemak,
senyawa fenolik ( fenol-fenol asam fenolat, fenil propanolol, flavonoid,
antrakuinon, antosianin, xanton) asam organik, glikosida, saponin, tani,
karbohidrat dan lain-lain.

Simplisia yang diuji adalah simplisia tunggal yang berupa rajangan serbuk,
ekstrak atau dalam bentuk sediaan. Mula-mula serbuk simplisia disari dengan
larutan penyari yang berbeda-beda polaritasnya berturut-turut pelarut non polar,
pelarut kurang polar. Masing-masing pelarut secara selektif akan memisahkan
kelompok kandungan kimia tersebut. Pelarut yang bersifat non polar seperti eter
minyak tanah (petroleum eter) atau heksan. Pelarut kurang polar seperti eter,
clhoroform dll. Pelarut yang polar seperti etanol, air atau campuran keduanya
dengan berbagai perbandingan, umumnya dipakai etanol air 70%.

Penyarian dilakukan dengan cara pengocokan berkali-kali sehingga hasil


pengocokan terakhir bila diuapkan tidak meninggalkan sisa, atau dengan alat
soxhlet.

Untuk cara pengocokan dianjurkan untuk melakukan perendaman awal dengan


cairan penyari selama satu malam. Penggunaan alat soxhlet hanya dianjurkan
untuk penyariankandungan kimia yang telah diketahui stabil. Penggunaan eter
sebagai cairan penyari tidak dianjurkan mengingat sifatnya yang mudah
terbakar.
Dengan cara diatas akan diperoleh 3 macam sari yaitu :
1. Sari dalam eter minyak tanah atau heksana
Sari ini mengandung zat-zat kimia yang larut dalam minyak misalnya
minyak atsiri, lemak dan asam lemak tinggi, steroid, dan triterpenoid,
kerotenoid. Selain kelompok tersebut diatas, kemungkinan terkandung pada
klorofil dan resin yang disebut senyawa pengotor.
2. Sari dalam eter atau kloroform
Sari ini mengandung zat-zat kimia sebagi berikut :
a. Alkaloid
b. Senyawa fenolik :

* fenol-fenol

* asam fenolat
* fenil propanoid
* flavonoid
* antrakuinon
* xanton dan stilben
c.

Koponen minyak atsiri tertentu

d. Asam lemak.
3. Sari dalam etanol-air

Sari ini mengandung zat-zat kimia sebagai berikut :


a.

Garam alkaloid, alkaloid basa kuartener, amina teroksidasi.

b. Antosianin
c.

Glikosida

d. Saponin
e.

Tanin

f.

Karbohidrat

PENENTUAN KADAR AIR DAN KADAR ABU


PENENTUAN KADAR AIR DAN KADAR ABU

A. TUJUAN
Tujuan pada percobaan ini adalah untuk mengetahui kadar abu dan kadar air dari
simplisia.

B.

BAHAN

1. KLASIFIKASI TANAMAN
1) Jahe (ZingiberisOfficinalis)
Regnum
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: monocotyledonae
Ordo
: zingiberales
Famili
: zingiberaceae
Genus
: zingiber
Spesies
: Zingiberofficinale
2)

Johar (Cassia siamea)


Regnum
: Plantae
Divisi
: Magnolipohyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Fabales
Famili
: Fabaceae
Genus
: Casia
Spesies
: Cassia siamea

3)

Sambiloto (Andrographidis paniculatae)


Regnum
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Scrophulariales
Famili
: Acanthaceae
Genus
: Andrographidis
Spesies
: Andrographidis paniculatae

4)

Kunyit (Curcumae Domesticae)


Regnum
: Plantae

Divisi
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
5)

Jambu Biji (Psidii Guajavae)


Regnum
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: monocotyledonae
Ordo
: myrtales
Famili
: myrtaceae
Genus
: Psidium
Spesies
: Psidium guajavaL.
2.

1)

: Spermatophyta
: monocotyledonae
: zingiberales
: zingiberaceae
: curcuma
: Curcuma domestikaVal.

DESKRIPSI TANAMAN

Jahe (Zingiberis Officinalis)


Tema berbatang semu, tinggi 30 cm sampai 1 meter, rimpang bila dipotong
berwarna kuning atau jingga. Daun sempit, panjang 15 mm sampai 23 mm, lebar 8 mm
sampai 15 mm. tangkai daun berambut, panjang 2-4 mm. bentuk lidah daun memanjang,
panjang 7,5 mm-1 cm, tidak berambut, seludang agak berambut. Perbungaan berupa mulai
tersembul di permukaan tanah, berbentuk tongkat atau bulat telur yang sempit 2,75-3 kali
lebarnya, sanat tajam, panjang mulai 3,5 cm sampai 5 cm, lebar 1,5 cm-1,75 cm. gagang
bunga hamper tidak berambut, panjang 25 cm, rahis berambut jarang sisik pada ganggang
terdapat 5 buah sampai 7 buah, berbentuk lanset, berdekatan atau rapat, hampir tidak
berambut, panjang sisik 3 cm-5 cm. Daun pelindung berbentuk bundar telur terbalik, bulat
pada ujungnya, tidak berambut, berwarna hijau cerah, panjang 2,5 cm, lebar 1 cm - 1,75 cm;
mahkota bunga berbentuk tabung, panjang tabung 2 cm-2,5 cm, helaian yang agak sempit,
berbentuk tajam berwarna kuning kehijauan, panjang 1,5 mm-2,5 mm, lebar 13 mm, kepala
sari berwarna ungu, panjang 9 mm, tangkai putik 2.

2)

Johar (Cassia siamea)


Tanaman berwarna hijau. Daun tunggal berhadapan, berbentuk lonjong sampai
bundar. Batang berbentuk bundar, garis tengah kurang 1 mm. Cabang bergaris tengah lebih
kurang 0,5 mm. Buah bergagang agak panjang, berambut pada rusuk-rusuk.

3)

Sambiloto (Andrographidis paniculatae)


Permukaan atas berwarna hijau, hijau tua atau hijau kecoklatan dan bagian bawah
berwarna hijau pucat. Tangkai daun pendek. Buah berbentuk jorong, pangkal dan berujung
tajam kadang-kadang pecah secara membujur. Permukaan luar kulit buah berwarna hijau tua.

4)

Kunyit (Curcumae Domesticae)


Tumbuhan berbatang basah, tingginya sampai 0,75 m, daunnya berbentuk lonjong,
bunga majemuk berwarna merah atau merah muda. Tanaman herba tahunan ini menghasilkan
umbi utama berbentuk rimpang berwarna kekuningan tua atau jingga terang. Perbanyakannya
dengan anakan.

5)

Jambu Biji (Psidii Guajavae)


Tanaman perdu, tinggi 5-10 meter. Batang berkayu licin, mengelupas, bercabang,
warna cokelat kehijauan. Daun tunggal. Bulat telur, ujung tumpul, pangkal membulat, tepi
rata, panjang 6-14 cm, lebar 3-6 cm, pertulangan menyirip, warna hijau kekuningan. Bunga
tunggal di ketiak daun, mahkota bulat telur, panjang 1,5 cm, warna putih kekuningan. Buah
buni, bulat telur, warna putih kekuningan.
3. DESKRIPSI SIMPLISIA

1)

Jahe (Zingiberis Officinalis Rhizoma)


Rimpang agak pipih, bagian ujung bercabang pendek, warna putih kekuningan, bau
khas, rasa pedas. Bentuk bundar telur terbalik, pada setiap cabang terdapat parut melekuk ke
dalam. Dalam bentuk potongan, panjang umumnya 3-4 cm, tebal 1-6,5 mm. bagian luar
berwarna cokelat kekuningan, beralur memanjang, kadang-kadang terdapat serat bebas.
Bekas patahan pendek dan berserat menonjol. Pada irisan melintang terdapat berturut-turut
korteks sempit yang tebalnya lebih kurang sepertiga jari-jari dan endodermis. Berkas
pengangkut tersebar berwarna keabu-abuan. Sel kelenjar berupa titik yang lebih kecil
berwarna kekuningan.
Kandungan kimia dari rimpang jahe yaitu minyak atsiri, damar, mineral sineol,
fellandren, kamfer, borneol, zingiberin, zingiberol, gigerol (misalnya di bagian-bagian
merah), zingeron, lipidas, asam aminos, niacin, vitamin A, B1, C dan protein. Minyak jahe

berwarna kuning dan kental. Minyak ini kebanyakan mengandung terpen, fellandren,
dextrokamfen, bahan sesquiterpen yang dinamakan zingiberen, zingeron damar, pati.
Menurut Farmakope Belanda, Zingiber Rhizoma (Rhizoma Zingiberis akar jahe)
yang berupa umbi Zingerber officinale mengandung 6% bahan obat-obatan yang sering
dipakai sebagai rumusan obat-obatan atau sebagai obat resmi di 23 negara. Menurut daftar
prioritas WHO, jahe merupakan tanaman obat-obatan yang paling banyak dipakai di dunia.
Di negara Malaysia, Filipina dan Indonesia telah banyak ditemukan manfaat therapeutis.
Sejak dulu Jahe dipergunakan sebagai obat, atau bumbu dapur dan aneka keperluan Iainnya.
Jahe dapat merangsang kelenjar pencernaan, baik untuk membangkitkan nafsu makan dan
pencernaan. Jahe berguna sebagai obat gosok untuk penyakit encok dan sakit kepala. Jahe
segar yang ditumbuk halus dapat digunakan sebagai obat luar untuk sebagai obat mulas. Rasa
dan aromanya pedas dapat menghangatkan tubuh dan mengeluarkan keringat. Minyak
atsirinya bermanfaat untuk menghilangkan nyeri, anti inflamasi dan anti bakteri. Air perasan
umbinya (akar tongkat) digunakan untuk penyakit katarak. Pada umumnya jahe dipakai
sebagai pencampur beberapa jenis obat yaitu sebagai obat batuk, rnengobati luka luar dan
dalam, melawan gatal (umbinya ditumbuk halus) dan untuk mengobati gigitan ular.
2)

Johar (Cassia siamea)


Daun tunggal, berhadapan, tidak mudah rontok, helaian daun berbentuk lonjong
sampai bundar memanjang atau bundar telur terbalik, ujungnya bundar. Pangkal asimetris,
membundar atau berlekuk. Pinggir bergerigi sangat dangkal. Panjang daun 2-7 mm, lebar 1,54 mm.
Kandungan kimia johar, Daun: Barakol, alkaloid, flavoniod, steroida antrakinon,
dan tanin. Kulit akar: Lupeol, betalin, dan diantrakinon. Biji: Minyak lemak dan sitosterin.
Khasiat dari johar yaitu untuk mengobati Demam, Kencing manis, Malaria, Tonik, Luka.

3)

Sambiloto (Andrographidis paniculatae)


Daun bersilang berhadapan, umumnya terlepas dari batang, bentuk lanset sampai
bentuk lidah lombak. Rapuh, tipis, tidak berambut, pangkal daun runcing, ujung meruncing
dan tepi daun rata.

Kandungan Kimia dalam Sambiloto: Daun dan percabangannya mengandung


laktone yang terdiri dari deoksiandrografolid, andrografolid (Zat Pahit), Neonandrografolid,
14-deoksi-11-12-didehidroandrografolid, dan homoandrografolid. Juga terdapat Flavonoid,
alkene, keton, aldehid, mineral (kalium, kalsium, natrium), asam kersik, dan damar. Flavotoid
diisolasi terbanyak dari akar, yaitu polimetoksifalvon, andrografin, pan, ikulin,
monometilwithin, dan apigenin. Zat aktif andrografolid terbukti berkhasiat sebagai
hepatoprotekbar (melindungi sel hati dari zat toksik).
Khasiat Sambiloto Tanaman sambiloto digunakan untuk mencegah pembentukan
radang, memperlancar air seni (diuretika), kencing manis, dan terkena racun. kandungan
senyawa kalium memberikan khasiat menurunkan tekanan darah. Hasil percobaan
farmakologi menunjukan bahwa air rebusan daun sambiloto 10% dengan takaran 0,3 ml/kg
berat badan dapat memberikan penurunan kadar gula darah yang sebanding dengan
pemberian subpensi glibenclamid. Selain itu, daun sambiloto juga dipercaya sebagai obat
penyakit tifus dengan cara mengambil 10-15 daun yang direbus sampai mendidih dan
diminum air rebusannya.
4)

Kunyit (Curcumae Domesticae Rhizoma)


Kepingan ringan, rapuh, warna kuning jingga, kuning jingga kemerahan sampai
kuning jingga kecokelatan; bau khas, rasa agak pahit, agak pedas, lama kelamaan
menimbulkan rasa tebal; bentuk hamper bundar sampai bulat panjang, kadang-kadang
bercabang; lebar 0,5-3 cm, panjang 2-6 cm, tebal 1-5 mm; umumnya melengkung tidak
beraturan, kadang-kadang terdapat pangkal upih daun dan pangkal akar. Batas korteks dan
silinder pusat kadang- kadang jelas. Bekas patah agak rata, berdebu, warna kuning jingga
sampai cokelat kemerahan.
Kunyit mengandung senyawa yang berkhasiat obat, yang disebut kurkuminoid
yang terdiri dari kurkumin , desmetoksikumin sebanyak 10%
dan bisdesmetoksikurkumin sebanyak 1-5% dan zat- zat bermanfaat lainnya seperti minyak
atsiri yang terdiri dari Keton sesquiterpen, turmeron, tumeon60%, Zingiberen
25%, felandren , sabinen , borneol dan sineil. Kunyit juga mengandung Lemak sebanyak 1
-3%, Karbohidrat sebanyak 3%, Protein30%, Pati 8%, Vitamin C 45-55%, dan garam-garam
mineral, yaitu zat besi, fosfor, dan kalsium.

Produk farmasi berbahan baku kunyit, mampu bersaing dengan berbagai obat
paten, misalnya untuk peradangan sendi (arthritis- rheumatoid) atau osteo-arthritis berbahan
aktif natrium deklofenak, piroksikam, dan fenil butason dengan harga yang relatif mahal atau
suplemen makanan (Vitamin-plus) dalam bentuk kapsul. Dalam bahasa Banjar kunyit biasa
pula disebut Janar. Produk bahan jadi dari ekstrak kunyit berupa suplemen makanan dalam
bentuk kapsul (Vitamin-plus) pasar dan industrinya sudah berkembang. Suplemen makanan
dibuat dari bahan baku ekstrak kunyit dengan bahan tambahan Vitamin B1, B2, B6, B12,
Vitamin E, Lesitin,Amprotab, Mg-stearat, Nepagin dan Kolidon 90.

5)

Jambu Biji (Psidii Guajavae Folium)


Bentuk berupa lembaran daun, warna hijau; bau khas aromatic; rasa kelat. Daun
tunggal, bertangkai pendek, panjang tangkai daun 0,5-1 cm; helai daun berbentuk bundar
menjorong, panjang 5-13 cm, lebar 3-6 cm; pinggir daun rata agak menggulung keatas;
permukaan atas agak licin, warna hijau kecokelatan; ibu tulang daun dan tulang cabang
menonjol pada permukaan bawah, bertulang menyirip.
Jambu biji kaya akan kandungan kimia, terutama pada daun dan buah bahkan pada
akarnya. Daun mengandung tanin, minyak asiri (eugenol), minyak lemak, damar, zat samak,
triterpenoid, asam malat, dan asam apfel.
Buahnya mengandung asam amino (triptofan, lisin), pektin, kalsium, fosfor, besi,
mangan, magnesium, belerang, dan vitamin (A, BI dan C). Saat menjelang matang,
kandungan vitamin C dapat mencapai 3-6 kali lipat lebih tinggi dari jeruk. Jambu biji, kaya
dengan serat yang larut dalam air, terutama di bagian kulitnya sehingga dapat mengganggu
penyerapan glukosa dan lemak yang berasal dari makanan dan membuangnya ke luar tubuh.
Jambu biji mempunyai beberapa khasiat bagi kesehatan, terutama pada buah dan
daunnya. Daun: rasanya manis, sifatnya netral, berkhasiat astrigen (pengelat), antidiare,
antiradang, penghentian perdarahan (hemostatis), dan peluruh haid. Buah: berkhasiat
antioksidan karena kandungan betakaroten dan vitamin C yang tinggi sehingga dapat
meningkatkan daya tahan tubuh.

C. HASIL PENGAMATAN
Uji
Berat sebelum

Penimbangan (g)

Rata-rata

(g)
Kadar air

Kadar abu

50,9483
32,6937
35,0867
36,3791
33,1487
50,7906

I
50,8077
32,5551
34,9594
35,3852
32,1174
49,8085

II
50,8179
32,5598
34,9464
35,3852
32,1174
49,8085

III
50,8103
32,5589
34,9636
35,3852
32,1174
49,8085

50,8119
32,5579
34,9626
35,3852
32,1174
49,8085

D. PEMBAHASAN
Simplisia merupakan bahan alami yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah
dikeringkan. Simplisia terbagi 3 jenis, yaitu simplisia nabati adalah simplisia yang berupa
tanaman utuh, bagian dari tanaman atau isi sel dengan cara tertentu dipisahkan dari
tanamannya dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia hewani adalah simplisia yang
berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan
belum berupa zat kimia murni. Sedangkan Simplisia pelikan (mineral), yaitu simplisia yang
berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara
sederhana dan belum berupa zat kimia murni.
Sampel yang digunakan adalah sampel daun jambu biji. Sampel jambu biji akan
ditentukan kadar air dan kadar abu di dalamnya. Kadar air yang terkandung dalam sampel
merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen.
Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air
dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam
bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air
yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak,
sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan.
Cara yang dilakukan untuk pengeringan adalah dengan menggunakan oven dan tanur
listrik, karena simplisia jambu biji merupakan contoh bahan yang kandungan airnya dapat
diuapkan dengan oven dan tanur listrik. Kadar air ditentukan dengan membandingkan selisih
bobot simplisia sebelum pengeringan dan simplisia sesudah dikeringkan dengan oven. Sifat
dari metode analisa kadar air dengan menggunakan metode oven berdasarkan pada

gravimetri, yaitu berdasarkan pada selisih berat sebelum pemanasan dan setelah
pemanasan. Sebelum dilakukan analisa, terlebih dahulu dilakukan penimbangan cawan yang
akan dipergunakan untuk mengeringkan sample. Penimbangan dilakukan sampai berat cawan
konstan, yaitu dengan memanaskan cawan dalam oven pada suhu 100-105 0C selama 1,5
jam. Dilakukan triplo dengan menggunakan tiga cawan yang berbeda. Dan kadar air yang
diperoleh yaitu sebesar 13,64%, 13,58% dan 12,50%.
Abu adalah zat anorganik sisa pembakaran dari senyawa organik. Dalam bahan
pangan, selain abu terdapat pula komponen lain yaitu mineral. Kadar abu dalam bahan
pangan sangat mempengaruhi sifat dari bahan pangan. Kadar abu merupakan ukuran dari
jumlah total mineral yang terdapat dalam bahan pangan. Hal ini menunjukkan bahwa
penentuan kadar air sangat mempengaruhi penentuan kadar mineral.
Kadar abu ialah material yang tertinggal bila bahan makanan dipijarkan dan dibakar
pada suhu sekitar 500-800C. Dalam hal ini metode pengabuan dengan metode tanur adalah
dengan cara membakar bahan hingga mencapai suhu 600-750oC hingga bahan berwarna abuabu. Kadar abu ditentukan dengan membandingkan bobot abu yang didapat dengan bobot
simplisia jambu biji sebelum pengeringan.Pada metode pengabuan kering, air dan bahan
volatile lain diuapkan kemudian zat- zat organik dibakar hingga menghasilkan CO2, H2O dan
N2. Proses pemindahan cawan selalu menggunakan gegep agar lemak dari tangan yang
mungkin menempel pada cawan tidak ikut tertimbang. Dilakukam triplo dengan tiga cawan
berbeda untuk hasil yang lebih akurat, namun terdapat data yang rancu. Data yang diperoleh
yaitu 8,68%, -0,46%, dan 2,56%.
Kadar abu dari ulangan pertama ternyata menunjukkan hasil yang berbeda dengan
kadar abu ulangan selanjutnya. Seharusnya kadar abu tersebut sama karena sampel yang
digunakan sama, dengan berat awal yang sama, bedanya hanya berat krus porselen yang
digunakan. Penyimpangan ini dapat terjadi karena kesalahan saat penimbangan atau abu ada
yang menyerap air karena dibiarkan di udara terbuka terlalu lama saat menunggu ditimbang
sehingga abu akan menarik air dan mempengaruhi berat saat ditimbang. Akibatanya kan
mempengaruhi ketepatan analisis.

E.

PENUTUP
1.

KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini yaitu kadar air sampel daun

jambu biji yaitu 13,64%, 13,58% dan 12,50% dan kadar abu sampel daun jambu biji yaitu
8,68%, -0,46%, dan 2,56%.
2.

SARAN
Saran yang dapat diberikan yaitu saat pengujian diharapkan mahasiswa dapat lebih

serius dalam proses pengerjaannya sehingga kesalahan dalam proses pengujian dapat
diminimalisis.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2009, Farmakope Herbal Indonesia Edisi I, Departemen Kesahatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Anonim, 1989, MateriaMedika Indonesia Jilid V, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Diposkan oleh Endra Sendana di 6/01/2014 10:15:00 AM
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:


Poskan Komentar

Penetapan Kadar Abu


BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Ilmu yang mempelajari mengenai pengetahuan tentang obat-obatan disebut
juga sebagai Farmakognosi. Dimana dalam farmakognosi ini, yang menjadi kajian
utamanya adalah bahan alam. Bahan alam yang dapat diolah menjadi suatu senyawa
yang dapat memberikan manfaat melalui zat-zat atau kandungan kimia yang ada di
dalamnya.
Pada makalah ini, kami akan membahas mengenai uji kadar sari dan uji kadar
abu suatu sediaan guna untuk mengetahui cara penetapan kadar sari dan kadar abu
serta mengetahui kandungan yang terdapat dalam suatu sampel.
Uji ini sangat barmanfaat bagi kita, karena kita dapat menentukan kadar dari
suatu sampel sehingga memudahkan kita dalam pembuatan suatu sediaan obat yang
sesusai yang kita inginkan.
Uji kadar sari dari suatu ekstrak bahan obat alam dimaksudkan agar dapat
memberikan gambaran awal sejumlah kandungan. Berbagai senyawa penyarian dari
bahan obat alam seperti penyarian dengan pelarut air atau alkohol digunakan untuk
menentukan presentase tersarinya dengan pelarut tersebut.
Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol lebih sering digunakan untuk
mengetahui apakah bahan baku obat tradisional tersebut dapat larut dalam pelarut
organik. Penetapan kadar sari larut dalam air digunakan untuk menentukan kemampuan
dari bahan obat tersebut apakah tersari dalam pelarut air.

I.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan
memahami apa yang tujuan dilakukannya penetapan kadar abu dan kadar sari serta cara
penetapannya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Kandungan bahan organik dari hasil metabolisme sekunder yang terdapat pada
tanaman sebagai bahan baku obat tradisional merupakan identitas kimiawi dan ciri
spesifik tanaman yang berhubungan dengan efek farmakologis yang ditimbulkannnya,
karena metabolit sekunder yang dihasilkan tanaman memiliki karakteristik untuk tiap
genara, spesies dan strain/varietas tertentu (Anonim, 2007).
Uji kadar sari dari suatu ekstrak bahan obat alam dimaksudkan agar dapat
memberikan gambaran awal sejumlah kandungan, dengan cara melarutkan ekstrak
sediaan dalam pelarut organik tertentu (etanol atau air) (Anonim, 2007).
Berbagai senyawa penyarian dari bahan obat alam seperti penyarian dengan
pelarut air atau alkohol digunakan untuk menentukan presentase tersarinya dengan
pelarut tersebut. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol lebih sering digunakan
untuk mengetahui apakah bahan baku obat tradisional tersebut dapat larut dalam
pelarut organik. Penetapan kadar sari larut dalam air digunakan untuk menentukan
kemampuan dari bahan obat tersebut apakah tersari dalam pelarut air (Anonim, 2007).
Kemampuan bahan obat terserap dalam air dapat menjadi acauan penggunaan
jamu dalam bentuk rebusan (infusa) oleh masyarakat. Sehingga efek yang diinginkan
tercapai, sedangkan kemampuan bahan obat tersari dalam etanol dapat dijadikan
standar dalam pembuatan sediaan ekstrak. Besarnya kadar yang tersari dapat dijadikan
standar atau control untuk mutu dari suatu bahan atau obat herbal tersandarkan
(Anonim, 2007).
Dalam menetapkan besarnya kadar sari yang terkandung dalam bahan obat
tradisional (ekstrak) dilakukan beberapa kali penimbangan hingga diperoleh bobot
tetap/konstan. Bobot konstan yang dimaksud adalah dua kali penimbangan berturutturut berbeda tidak lebih dari 0,5 mg tiap gram sisa yang ditimbang (Anonim, 2007).
Cara perhitungan kadar sari (Anonim, 2007) :
Berat ekstrak

= [berat penimbangan total berat cawan kosong]

Kadar sari larut etanol (N) = 5 x berat ekstrak x 100%


Berat sample
Kadar sari rata-rata

N1 + N2 + N3
3

x 100%

Penetapan fisis dari sediaan jamu (simplisia) dilakukan berupa penetapan kadar
abu sisa pemijaran (kadar abu total) dan kadar abu yang tidak larut dalam asam
(Anonim, 2007).
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengidentifikasi suatu simplisia karena tiap
simplisia mempunyai kandungan atau kadar abu yang berbeda-beda, dimana bahan
anorganik yang terdapat dalam simplisia tersebut ada yang terbentuk secara alami
dalam tumbuhan. (Anonim, 2007)
Atas dasar tersebut dapat ditentukan besarnya cemaran bahan-bahan anorganik
yang terdapat dalam simplisia yang terjadi pada saat pengolahan ataupun dalam
pengemasan simplisia (Anonim, 2007)
Prinsipnya adalah bahan dipanaskan pada temperature dimana senyawa oraganik
dan turunannya terdekstruksi dan menguap hingga tersisa unsur mineral organik,
penetapan kadar abu bertujuan memberi gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal dalam simplisia, mulai dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Kadar
abu diperiksa untuk menetapkan tingkat pengotoran oleh logam-logam dan silikat
(Anonim, 2007).
Kadar abu total (sisa pemijaran) dan abu yang tidak dapat larut dalam asam
dapat ditetapkan melalui metode yang resmi. Dalam hal ini terjadi pemijaran dan
penimbangan, total abu kemudian dididihkan dengan asam klorida, disaring, dipijarkan
dan ditimbang abu yang tidak larut dalam asam dimaksudkan untuk melarutkan kalsium
karbonat, alkali klorida sedangkan yang tidak larut dalam asam biasanya mengandung
silikat yang berasal dari tanah atau pasir. Jumlah kotoran, tanah, tanah liat dan lain-lain
yang terdapat dalam sample uji disebut sebagai zat anorganik asing yang terbentuk
dalam bahan obat atau melekat pada bahan obat pada saat pencampuran (Anonim,
2007).
Perlu diingat, saat penimbangan kadar abu diakukan sampai diperoleh bobot
tetap/konstan dari alat dan bahan yang digunakan. Bobot konstan yang dimaksud bahwa
dua kali penimbangan berturut-turut berbeda tidak lebih dari 0,5 mg tiap gram sisa yang
ditimbang (Anonim, 2007).
Cara perhitungan kadar abu (Anonim, 2007) :
Berat abu total
Kadar abu total
Berat sampel

= [berat total penimbangan berat cawan kosong]


=
Berat abu total x 100%

Kadar sari rata-rata


3

= N1 + N2 + N3

x 100%

Dalam menetapkan besarnya kadar sari yang terkandung dalam bahan obat
tradisional (ekstrak) dilakukan beberapa kali penimbangan hingga diperoleh bobot
tetap/konstan. Bobot konstan yang dimaksud adalah dua kali penimbangan berturutturut berbeda tidak lebih dari 0,5 mg tiap gram sisa yang ditimbang.
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengidentifikasi suatu simplisia karena tiap
simplisia mempunyai kandungan atau kadar abu yang berbeda-beda, dimana bahan
anorganik yang terdapat dalam simplisia tersebut ada yang terbentuk secara alami
dalam tumbuhan. Atas dasar tersebut dapat ditentukan besarnya cemaran bahan-bahan
anorganik yang terdapat dalam simplisia yang terjadi pada saat pengolahan ataupun
dalam pengemasan simplisia.
Prinsipnya adalah bahan dipanaskan pada temperature dimana senyawa organik
dan turunannya terdekstruksi dan menguap hingga tersisa unsur mineral organik,
penetapan kadar abu bertujuan memberi gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal dalam simplisia, mulai dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Kadar
abu diperiksa untuk menetapkan tingkat pengotoran oleh logam-logam dan silikat.
Kadar abu total (sisa pemijaran) dan abu yang tidak dapat larut dalam asam
dapat ditetapkan melalui metode yang resmi. Dalam hal ini terjadi pemijaran dan
penimbangan, total abu kemudian dididihkan dengan asam klorida, disaring, dipijarkan
dan ditimbang abu yang tidak larut dalam asam dimaksudkan untuk melarutkan kalsium
karbonat, alkali klorida sedangkan yang tidak larut dalam asam biasanya mengandung
silikat yang berasal dari tanah atau pasir. Jumlah kotoran, tanah, tanah liat dan lain-lain
yang terdapat dalam sample uji disebut sebagai zat anorganik asing yang terbentuk
dalam bahan obat atau melekat pada bahan obat pada saat pencampuran.

II.2 Cara Kerja


Adapun cara kerja dari penetapan kadar sari dan kadar abu adalah sebagai berikut :
a. Uji kadar sari
1.

Ditimbang serbuk sampel sebanyak 5 gram.

2.

Dimaserasi dengan 100 ml etanol (95 %) selama 24 jam menggunakan labu bersumbat
kaca sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam, kemudian diamkan selama 18 jam.

3.

Disaring cepat untuk mencegah etanol menguap.

4.

Diuapkan 20 ml filtrat dalam cawan dangkal dasar rata yang telah ditera di atas tangas
air hingga ekstrak kering.

5.

Dipanaskan ekstrak pada suhu 105oC hingga bobot tetap/konstan.

6.

Dihitung kadar dalam persen terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.

b. Uji kadar abu


1.

Ditimbang serbuk simplisa sebanyak 5 gram.

2.

Dmasukkan dalam cawan porselin yang telah dipijarkan dan telah dikonstankan
sebelumnya.

3.

Dipijarkan dalam tanur secara perlahan-lahan sehingga arang habis.

4.

Didinginkan dalam eksikator dan ditimbang hingga bobot tetap/konstan.

5.

Dihitungk kadar abu terhadap bahan yang dikeringkan di udara.

BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Uji kadar sari bertujuan memberikan gambaran awal jumlah senyawa yang
terkandungan dalam suatu sampel.
Uji kadar abu bertujuan untuk mengetahui berapa besarnya cemaran bahanbahan anorganik yang terdapat dalam suatu sampel.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Penuntun Praktikum Faemakognosi I. Universitas Muslim Indonesia ; Makassar.
Ansel, Hiward C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi keempat, UI Press : Jakarta.

PENETAPAN KADAR SARI DALAM PELARUT TERTENTU


LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI 2
PENETAPAN KADAR SARI DALAM PELARUT TERTENTU

Disusun Oleh :
Kelompok 3C
Ogy Goesgiantoro
(10060309086)
Nurazaniah Rakhmadewi
(10060309087)
Nina Nurwila
(10060309088)
Siska Hotimah
(10060309089)
Eldi Ali Rakhman
(10060309090)
Tanggal praktikum : Selasa, 20 Desember 2011
Tanggal laporan
: Selasa, 27 Desember 2011

Asisten Kelompok:
M. Fajar Daud S.Farm

LABORATORIUM FARMASI UNIT B


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2011
PENETAPAN KADAR SARI DALAM PELARUT TERTENTU
A. TUJUAN
Mahasiswa dapat memahami dan melakukan salah satu cara isolasi minyak atsiri yaitu
dengan cara destilasi.
B. TEORI DASAR
Untuk menjamin kualitas dari simplisia atau ekstrak diperlukan standararisasi simplisia
atau ekstrak. Parameter standarisasinya berupa parameter standar spesifik dan non spesifik.
1. Parameter spesifik

Identitas
Tujuannya memberikan identitas objektif dari nama dan spesifik dari senyawa identitas.
Diantaranya deskripsi tata nama dan ekstrak yang mempunyai senyawa identitas artinya
senyawa tertentu yang menjadi penunjuk spesifik dengan metode tertentu. Deskripsi nama
berupa nama ekstrak, nama latin tumbuhan, bagian tumbuhan yang digunakan dan nama
Indonesia tumbuhan.
Organoleptik
Penggunaan panca indera mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa. Tujuannya
untuk pengenalan awal yang sederhana seobjektif mungkin.
Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
Melarutkan ekstrak dengan pelarut (alcohol atau air) untuk ditentukan jumlah solute
yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetri. Dalam hal tertentu dapat
diukur senyawa terlarut dalam pelarut lain misalnya heksana, diklorometan,
metanol. Tujuannya memberikan gambaran awal jumlah senyawa kandungan. (Ditjen POM,
2000)
2. Ekstraksi
Ekstraksi yang sering digunakan untuk memisahkan senyawa organik adalah ekstraksi
zat cair, yaitu pemisahan zat berdasarkan perbandingan distribusi zat tersebut yang terlarut
dalam dua pelarut yang tidak saling melarutkan.
Yang paling baik adalah dimana kelarutan tersebut dalam pelarut satu lebih besar
daripada konsentrasi zat terlarut dalam pelarut lainnya, harga K hendaknya lebih besar atau
lebih kecil dari satu ekstraksi jangka pendek disebut juga proses pengorokan, sedangkan pada
proses jangka panjang menggunakan soxhlet dan dengan pemanasan (Wasilah, 1978).
Kriteria pemilihan pelarut:
- Pelarut mudah melarutkan bahan yang di ekstrak
- Pelarut tidak bercampur dengan cairan yang di ekstrak
- Pelarut mengekstrak sedikit atau tidak sama sekali pengotor yang ada
- Pelarut mudah dipisahkan dari zat terlarut
- Pelarut tidak bereaksi dengan zat terlarut melalui segala cara (Cahyono, 1991).
2.1. Prinsip Ekstraksi pelarut
Ekstrasi adalah proses pemindahan suatu konstituen dalam suatu sample ke suatu pelarut
dengan cara mengocok atau melarutkannya. Ektraksi pelarut bisa disebut ekstraksi cair-cair
yaitu proses pemindahan solut dari pelarut satu ke pelarut lainnya dan tidak bercampur
dengan cara pengocokkan berulang. Prinsip dasar dari ekstraksi pelarut ini adalah distribusi
zat terlarut dalam dua pelarut yang tidak bercampur (Ibrahim,2009).
3. Kadar sari
Penetapan kadar sari adalah metode kuantitatif untuk jumlah kandungan senyawa dalam
simplisia yang dapat tersari dalam pelarut tertentu. Penetapan ini dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu kadar sari yang larut dalam air dan kadar sari yang larut dalam etanol. Kedua cara
ini didasarkan pada kelarutan senyawa yang terkandung dalam simplisia.
Ada beberapa teknik isolasi senyawa bahan alam yang umum digunakan seperti
maserasi, perkolasi, dan ekstraksi kontinu. Tetapi pada penelitian ini yang digunakan adalah
maserasi. Maserasi merupakan metode perendaman sampel dengan pelarut organik,
umumnya digunakan pelarut organik dengan molekul relatif kecil dan perlakuan pada
temperatur ruangan, akan mudah pelarut terdistribusi ke dalam sel tumbuhan.

Metode maserasi ini sangat menguntungkan karena pengaruh suhu dapat dihindari, suhu
yang tinggi kemungkinan akan mengakibatkan terdegradasinya senyawa-senyawa metabolit
sekunder. Pemilihan pelarut yang digunakan untuk maserasi akan memberikan efektivitas
yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut akibat
kontak langsung dan waktu yang cukup lama dengan sampel (Djarwis, 2004).
Salah satu kekurangan dari metode ini adalah membutuhkan waktu yang lama untuk
mencari pelarut organik yang dapat melarutkan dengan baik senyawa yang akan diisolasi dan
harus mempunyai titik didih yang tinggi pula sehingga tidak mudah menguap (Manjang,
2004).
4. Kayu manis (Cinnamomum burmani).
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Laurales
Famili
: Lauraceae
Genus
: Cinnamomum
Spesies
: Cinnamomum burmannii
Tinggi tanaman 6-12 m, akan tetapi pada tempat yang cocok bisa mencapai 18 m.
Batang berwarna keabu-abuan dan berbau harum, percabangan dekat tanah, pada ranting tua
sering tidak tumbuh daun-daun baru (gundul), tajuk kekar, dan mahkotanya berbentuk
kerucut. Daun berbentuk bulat telur, agak memanjang dengan ujung bulat/tumpul, meruncing
dan lokos (licin dan mengkilap), dan berwarna merah pada waktu masih muda, dan berubah
menjadi hijau tua di permukaan atas dan pucat keabu-abuan di bagian bawah. Bunga kecil,
tidak menarik, ranting, warnanya putih kekuning-kuningan, dan berbunga pada bulan Juli
hingga September. Buah memanjang berwarna coklat.
Ketinggian tempat penanaman kayu manis dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman
serta kualitas kulit seperti seperti ketebalan dan aroma. Kayu manis dapat tumbuh pada
ketinggian hingga 2000 meter dari permukaan laut. Cinnomomun burmannii akan
berproduksi baik bila ditanam di daerah dengan ketinggian 500-1500 meter dari permukaan
laut.
Kandungan kimia dalam kulit kayu manis komponen terbesarnya ialah cinnaldehida 60
70% ditambah dengan eugenol, beberapa jenis aldehida, benzylbenzoat, phelandrene dan
lainlainnya. Kadar eugenol ratarata 8066%. Dalam kulit kayu manis masih banyak
komponenkomponen kimiawi misalnya damar, pelekat, tanin, zat penyamak, gula, kalsium,
oksalat, dua jenis insektisida cinnzelanin dan cinnzelanol, cumarin dan sebagainya
(Rismunandar, 1995).
Kulit kayu manis mempunyai rasa pedas dan manis, berbau wangi, serta bersifat hangat.
Beberapa bahan kimia yang terkandung di dalam kayu manis diantaranya minyak atsiri
eugenol, safrole, sinamaldehide, tannin, kalsium oksalat, damar dan zat penyamak (Hariana,
2007).
Kayu manis memiliki banyak khasiat obat, antara lain:
1. Menurunkan kadar kolesterol
2. Melindungi tubuh dari resiko atherosclerosis
3. Mengandung antioksidan yang berguna untuk melumpuhkan radikal bebas yang mengganggu
sistem kekebalan tubuh
4. Membantu mengobati kanker

5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Mengobati asam urat, tekanan darah tinggi (hipertensi), radang lambung atau maag (gastritis)
Membantu menurunkan berat badan
Meredakan sakit kepala dan sakit gigi
Meredakan masuk angin, perut kembung, diare, dan muntah-muntah
Membantu masalah susah buang air besar
Membantu mengobati sariawan dan membuat nafas tetap segar
Meredakan pilek, batuk, serta sinus dan membantu mencegah flu

4.1. Kulit kayu manis (Burmani Cortex)

Nama Daerah
Sumatera: holim, holim manis, modang siak-siak (Batak), kanigar, kayu manis (Melayu),
madang kulit manih (Minangkabau). Jawa: huru mentek, kiamis (Sunda), kanyengar
(Kangean). Nusatenggara: kesingar, kecingar, cingar (Bali), onte (Sasak), kaninggu (Sumba),
puu ndinga (Flores).
Pemerian
Bau khas aromatik, rasa agak manis, agak pedas dan kelat.

Pemeriksaan Makroskopik
Potongan kulit : bentuk gelondong, agak menggulung membujur, agak pipih atau berupa
berkas yang terdiri dari tumpukan beberapa potong kulit yang tergulung membujur; panjang
sampai 1m, tebal kulit 1mm sampai 3mm atau lebih. Permukaan luar: yang tidak bergabus
berwarna coklat kekuningan atau coklat sampai coklat kemerahan, bergaris-garis pucat
bergelombang memanjang dan bergaris-garis pendek melintang yang menonjol atau agak
berlekuk; yang bergabus berwarna hijau kehitaman atau coklat kehijauan, kadang-kadang
terdapat terdapat bercak bercak lumut kerak berwarna agak putih atau coklat muda.
Permukaan dalam: berwarna coklat kemerahan tua sampai coklat kehitaman. Bekas patahan
tidak rata.
Uji Kemurnian
Kadar abu. Tidak lebih dari 3,5%.
Kadar abu yang tidak larut dalam asam. Tidak lebih dari 0,4 %
Kadar sari yang larut dalam etanol. Tidak kurang dari 10%
Bahan organik asing. Tidak lebih dari 2 %.
Kegunaan : Karminatif
Kandungan Senyawa : Minyak atsiri 1-3%, tanin, damar, lendir, kalsium oksalat.
(Depkes RI, 1977)

C. ALAT DAN BAHAN


Alat :

Bahan :

Alat destilasi stahl

Simplisia

Labu destilasi 1000 ml

Aquadest

Kondensor

Buret 0,5 ml berskala 0,01 ml


Pemanas
Timbangan analitis
Batu didih

D. PROSEDUR
1. Penetapan kadar senyawa larut air
Cawan dipanaskan pada suhu 105o C, didinginkan dalam desikator hingga suhu kamar,
kemudian cawan tersebut ditimbang.
Sampel ditimbang sebanyak 5 gram
Sampel dimaserasi Selama 24 jam dengan 100 ml air-kloroform P, menggunakan Erlenmeyer
sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama dibiarksan selama 18 jam.
Sebanyak 20 ml filtrat disaring, kemudian diuapkan hingga kering dalam cawan yang telah
ditara, sisanya dipanaskan pada suhu 105o C hingga bobot tetap.
Kadar sari larut dalam air dihitung dalam persen terhadap bahan yang dikeringkan diudara.
2. Penetapan kadar senyawa larut etanol
Cawan dipanaskan pada suhu 105o C, didinginkan dalam desikator hingga suhu kamar,
kemudian cawan tersebut ditimbang.
Sampel ditimbang sebanyak 5 gram
Sampel dimaserasi Selama 24 jam dengan 100 ml etanol (95%), menggunakan Erlenmeyer
sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama dibiarksan selama 18 jam.
Sebanyak 20 ml filtrat disaring, kemudian diuapkan hingga kering dalam cawan yang telah
ditara, sisanya dipanaskan pada suhu 105o C hingga bobot tetap.
Kadar sari larut dalam etanol (95%) dihitung dalam persen terhadap bahan yang dikeringkan
diudara.
E. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Data Pengamatan
Nama simplisia
: Kulit kayu manis
Nama latin simplisia
: Burmani Cortex
Nama latin tumbuhan
: Cinnamomum burmani
Pengamatan Kadar sari
:
1. Kadar sari larut air ( kelompok 3C)
Berat kayu manis tabung I = 5,0141 g
Berat kayu manis tabung II = 5,0060 g
Masing-masing tabung ditambahkan kloroform (0,25 ml) dan aquadest ad 100 ml.
Berat cawan kosong yang sudah ditara:

Cawan I = 65,31 g
Cawan II = 71,66 g
Berat cawan + simplisia filtrat kering (bobot tetap):
Cawan I = 65,42 g
Cawan II = 71,78 g
2. Kadar sari larut etanol ( kelompok 4C)
Berat kayu manis tabung I = 5,0 g
Berat kayu manis tabung II = 5,0 g
Masing-masing tabung ditambahkan etanol 100 ml.
Berat cawan kosong yang sudah ditara:
Cawan I = 71,06 g
Cawan II = 70,53 g
Berat cawan + filtrat kering (bobot tetap):
Cawan I = 71,42 g
Cawan II = 70,84 g
Perhitungan :
x x 100 %
1. Kadar sari larut air
Cawan I
x x 100 % = 10,97 %

Cawan II
x x 100 % = 11,99 %
2. Kadar sari larut etanol
Cawan I
x x 100 % = 36 %
Cawan II
x x 100 % = 31 %
Tabel persen kadar sari Kulit kayu manis
Kadar sari
Kadar sari larut air
Kadar sari larut etanol

Cawan 1
10,97 %
36 %

Cawan 2
11,99 %
31 %

Rata-rata
11,48 %
33,5 %

F. PEMBAHASAN
Simplisia sebagai suatu bahan yang akan mengalami proses lanjutan atau
langsung dikonsumsi harus memiliki standarisasi. Hal ini penting sebagai acuan mengenai
segala sesuatu mengenai cara penggunaan simplisia. Karena simplisia yang berasal dari
bahan alam biasanya memiliki keragaman, terutama dalam kandungan zat aktifnya. Sehingga
agar didapatkan mutu dan kualitas yang sama pada semua konsumen, standar penggunaan
simplisia sangat diperlukan.
Standarisasi merupakan hal yang penting untuk simplisia dan ekstrak yang akan
digunakan atau dikonsumsi. Parameter standar merupakan suatu metode standarisasi untuk

menjaga kualitas dari suatu simplisia maupun ekstrak. Parameter standar meliputi parameter
standar spesifik dan parameter standar non spesifik, yang diujikan terhadap simplisia dan
ekstrak. Salah satu parameter standar spesifik untuk pengujian standar simplisia adalah
penetapan kadar sari pada pelarut tertentu.
Kadar sari larut air dan etanol merupakan pengujian untuk penetapan jumlah kandungan
senyawa yang dapat terlarut dalam air (kadar sari larut air) dan kandungan senyawa yang
dapat terlarut dalam etanol (kadar sari larut etanol). (Ditjen POM, 2000)
Metode penentuan kadar sari digunakan untuk menentukan jumlah senyawa aktif yang
terekstraksi dalam pelarut dari sejumlah simplisia. Penentuan kadar sari juga dilakukan untuk
melihat hasil dari ekstraksi, sehingga dapat terlihat pelarut yang cocok untuk dapat
mengekstraksi senyawa tertentu. Prinsip dari ekstraksi didasarkan pada distribusi zat terarut
dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling campur (Ibrahim,2009).
Pada penentuan kadar sari larut air, simplisia terlebih dahulu dimaserasi selama 24 jam
dengan air. Sedangkan pada penentuan kadar sari larut etanol, simplisia terlebih dahulu
dimaserasi selama 24 jam dengan etanol (95 %). Hal ini bertujuan agar zat aktif yang ada
pada simplisia dapat terekstraksi dan tertarik oleh pelarut tersebut.
Ketika penentuan kadar sari larut air, simplisia ditambahkan kloroform terlebih dahulu,
penambahan kloroform tersebut bertujuan sebagai zat antimikroba atau sebagai pengawet.
Karena apabila pada saat masrasi hanya air saja, mungkin ekstraknya akan rusak karena air
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba atau dikhawatirkan terjadi proses
hidrolisis yang akan merusak eksatrak sehingga menurunkan mutu dan kualitas dari ekstrak
tersebut. Sementara pada penentuan kadar sari larut etanol tidak ditambahkan kloroform,
karena etanol sudah memiliki sifat antibakteri jadi tidak perlu ditambahkan kloroform.
Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil kadar sari larut air dari kulit kayu
manis adalah 11,48 % dan 33,5 % untuk kadar sari larut etanol. Kadar sari larut etanol yang
didapat lebih besar dibandingkan dengan kadar sari larut airnya. Hal ini karena air bersifat
polar dan etanol bersifat non polar. Jadi etanol bisa menarik senyawa yang bersifat polar dan
non polar dibandingkan air yang hanya bias menarik senyawa yang polar saja. Oleh karena
itu etanol biasa disebut pelarut universal.
Berdasarkan kelarutan dari kandungan senyawa yang terkandung dalam kulit kayu manis
yaitu minyak atsiri 1-3%, tanin, damar, lendir (mucilago/amilum), kalsium oksalat (Depkes
RI, 1977) dapat diketahui sifat-sifat dari zat tersebut.
Misalnya tannin. Tanin mudah larut dalam air disebabkan karena adanya gula yang
terikat. Hal ini sama diungkapkan oleh Browning (1980) bahwa semua jenis tanin larut dalam
air, kelarutannya akan bertambah besar apabila dilarutkan adalam air panas. Markhan (1988)
mengatakan bahwa karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil pada flavanoid (bentuk tanin
yang umum ditemukan) maka cenderung menyebabkan flavanoid mudah larut dalam air
panas atau larutan basa encer karena cara ini adalah cara yang termurah dengan perolehan
ekstraksi uang cukup besar ( Umar, 2002). Kelarutan dalam etanol 0,82gr dalam 1 ml (70oC).
Kelarutan dalam air 0,656 gr dalam 1ml (70oC) (Anonim, 2011).
Sifat damar antara lain rapuh dan mudah melekat pada tangan pada suhu kamar, mudah
larut dalam minyak atsiri dan pelarut organic nonpolar,sedikit larut dalam pelarut organic
yang polar, tidak larut dalam air, tidak tahan panas, mudah terbakar,tidak volatile apabila
terdekomposisi dan mudah berubah warna bila disimpan terlalu lama dalam tempat tertutup
tanpa sirkulasi udara yang baik (Mulyono, 2004). Sehingga damar tersebut akan lebih banyak
terekstraksi oleh etanol.

Selain tanin dan damar, terdapat pula minyak atsiri 1-3%,


tanin, lendir (mucilago/amilum), kalsium oksalat. Minyak atsiri yang bersifat non polar akan
lebih mudah dan lebih banyak terekstraksi oleh etanol dibanding dengan air. Pati atau amilum
adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, oleh karena itu tidak akan
terekstraksi oleh air.
Dilihat dari kelarutan zat-zat yang terkandung dari simplisia tersebut yang sebagian besar
tidak larut dalam air jadi kadar sari larut airnya lebih sedikit dari pada kadar sari larut etanol.
Kadar sari yang larut dalam etanol dari kulit kayu manis pada literature (MMI) tidak
kurang dari 10%. Dari data yang didapat dari percobaan kadar sari larut dari etanol telah
memenuhi persyaratan karena hasil yang didapatkan yaitu 33,5 %.
Data kadar sari dalam pelarut tertentu biasanya diperlukan untuk menentukan pelarut
yang akan digunakan untuk mengekstraksi senyawa tertentu agar zat-zat yang terekstraksi
lebih banyak yang terekstrak dari simplisia yang akan diekstrak.

G. KESIMPULAN
Salah satu parameter standar spesifik untuk pengujian standar simplisia adalah penetapan
kadar sari pada pelarut tertentu.
Kadar sari larut air dan etanol merupakan pengujian untuk penetapan jumlah kandungan
senyawa yang dapat terlarut dalam air (kadar sari larut air) dan kandungan senyawa yang
dapat terlarut dalam etanol (kadar sari larut etanol).
Maserasi bertujuan agar zat aktif yang ada pada simplisia dapat terekstraksi dan tertarik oleh
pelarut tersebut.
Ketika penentuan kadar sari larut air, simplisia ditambahkan kloroform terlebih dahulu,
penambahan kloroform tersebut bertujuan sebagai zat antimikroba atau sebagai pengawet.
Pada penentuan kadar sari larut etanol tidak ditambahkan kloroform, karena etanol sudah
memiliki sifat antibakteri jadi tidak perlu ditambahkan kloroform.
Hasil kadar sari larut air dari kulit kayu manis yang didapat adalah 11,48 %
Hasil kadar sari larut etanol dari kulit kayu manis yang didapat adalah 33,5 %.
Data kadar sari dalam pelarut tertentu biasanya diperlukan untuk menentukan pelarut yang
akan digunakan untuk mengekstraksi senyawa tertentu agar zat-zat yang terekstraksi lebih
banyak yang terekstrak dari simplisia yang akan diekstrak.

DAFTAR PUSTAKA

Ditjen POM Depkes RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Ditjen POM Depkes RI, 1977, Materia Medika Indonesia I, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.
Ibrahim. 2009. Ekstraksi. Bandung: Sekolah Farmasi ITB
Wasilah, Sudja. 1978. Penuntun Percobaan Pengantar Kimia Organik. Bandung: PT Karya
Nusantara
Djarwis, D. 2004. Teknik Penelitian Kimia Organik Bahan Alam, Workshop Peningkatan
Sumber Daya Manusia Penelitian dan Pengelolaan Sumber Daya Hutan yang
Berkelanjutan. Jakarta : Ditjen Dikti Depdiknas.

Manjang, Y. 2004. Penelitian Kimia Organik Bahan Alam, Pelestarian dan Perkembangan
Melalui Tanah Agrowisata, Workshop Peningkatan Sumber Daya Manusia Penelitian dan
Pengelolaan Sumber Daya Hutan yang Berkelanjutan. Jakarta : Ditjen Dikti Depdiknas.
Hariana, Arief. 2007. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rismunandar. 1995. Kayu Manis. Penebar Swadaya, Jakarta.
Umar, Buyung suwardi. 2002. Analisis Kadar Tanin pada Buah Kakao (Theobroma Cacao
L). Jakarta.
Mulyono, Noryawati., Apriyantono, Anton. 2004. Sifat fisik, kimia dan fungsional dammar.
Jurnal teknologi dan industri pangan Vol XV No.3
Anonim, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22677/4/Chapter%20II.pdf diakses
tanggal 25 desember 2011.

August 23rd, 2012


November 8th, 2011
Teori Abiogenesis dan Biogenesis
Etika Kesehatan
Klasifikasi Puring (Codiaeum variegatum L)
Trifolium pratense Linn.
Laporan Fitokimia

Laporan Fitokimia
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Dalam percobaan kali ini kita menggunakan metode uji fitokimia. Dalam uji fitokimia ini
kita menggunakan Alkaloid, Flavanoid, Kuinon, Tannin dan Polifenol, Saponin, Steroid dan
Triterpenoid.
Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, dalam arti luas adalah segala jenis zat kimia
atau nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk sayuran dan buah-buahan.
Dalam penggunaan umum, fitokimia memiliki definisi yang lebih sempit. Fitokimia biasanya
digunakan untuk merujuk pada senyawa yang ditemukan pada tumbuhan yang tidak
dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh, tapi memiliki efek yang menguntungkan bagi
kesehatan atau memiliki peran aktif bagi pencegahan penyakit. Karenanya, zat-zat ini
berbeda dengan apa yang diistilahkan sebagai nutrien dalam pengertian tradisional, yaitu
bahwa mereka bukanlah suatu kebutuhan bagi metabolisme normal, dan ketiadaan zat-zat ini
tidak akan mengakibatkan penyakit defisiensi, paling tidak, tidak dalam jangka waktu yang
normal untuk defisiensi tersebut. Fitokimia, senyawa yang begitu bermanfaat sebagai
antioksidan dan mencegah kanker juga penyakit jantung.
Beberapa studi pada manusia dan hewan membuktikan zat zat kombinasi fitokimia ini
didalam tubuk memilikmi fungsi tertentu yang berguna bagi kesehatan. Kombinasi itu antara
lain menghasilkan enzim enzim sebagai penangkal racun, merangsang system pertahanan
tubuh, mencegah penggupalan keeping keeping darah, menghambat sintesa kolesterol
dihati, meningkatkan metabolism hormone, meningkatkan oengenceran dan p[engikatan zat
karsionogen dalam liang usus, menimbulkan efek anti bakteri, anti virus dan anti oksidan dan
mengatur gula darah serta dapat menimbulkan efek anti kanker.
1.2 Tujuan
Untuk menguji sampel hasil simplisia apakah sampel itu mengandung Alkaloid,
Flafanoid, Kuinon, Tanin dan Polifenol, saponin, steroid dan triterpenoid.

a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)

h)
i)

BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Tinjauan umum komponen farmaka bahan alam
Alkaloid
Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan
heterosiklik dan terdapat di tetumbuhan (tetapi ini tidak mengecualikan senyawa yang berasal
dari hewan). Asam amino, peptida, protein, nukleotid, asam nukleik, gula amino dan
antibiotik biasanya tidak digolongkan sebagai alkaloid. Dan dengan prinsip yang sama,
senyawa netral yang secara biogenetik berhubungan dengan alkaloid termasuk digolongan
ini. Alkaloid dihasilkan oleh banyak organisme, mulai dari bakteria, fungi (jamur), tumbuhan,
dan hewan. Ekstraksi secara kasar biasanya dengan mudah dapat dilakukan melalui teknik
ekstraksi asam- basa. Rasa pahit atau getir yang dirasakan lidah dapat disebabkan oleh
alkaloid. Istilah "alkaloid" (berarti "mirip alkali", karena dianggap bersifat basa) pertama kali
dipakai oleh Carl Friedrich Wilhelm Meissner (1819), seorang apoteker dari Halle (Jerman)
untuk menyebut berbagai senyawa yang diperoleh dari ekstraksi tumbuhan yang bersifat basa
(pada waktu itu sudah dikenal, misalnya, morfina, striknina, serta solanina). Hingga sekarang
dikenal sekitar 10.000 senyawa yang tergolong alkaloid dengan struktur sangat beragam,
sehingga hingga sekarang tidak ada batasan yang jelas untuknya. Alkaloid bersifat basa yang
tergantung pada pasangan electron pada nitrogen. Kebasaan alkaloid menyebabkan sentawa
tersebut sangat mudah mengalami dekomposisi terutama oleh panas dan sinar dengan adanya
oksigen. Dekomposisi alkaloid selama atau setelah isolasi dapat menimbulkan berbagai
persoalan jika penyimpanan dalam waktu lama. Pembentukan garam dengan senyawa organic
atau anorganik sering mencegah dekomposisi.
Flavonoid
Pereaksi Dragendrof, negative (-) karena tidak terbentuk endapan jingga.
Pereaksi meyer, positif (+) karena terbentuk endapan putuh.
Pereaksi Bouchardat, positif (+) karena terbentuk endapan coklat merah.
Flavonoid, hasilnya negative ( - ) karena tidak menimbulkan warna merah
Kuinon, hasilnya positif ( + ) karena berwarna merah
Tannin dan Polifenol, hasilnya
Ditambahkan FeCL3 1%, negative ( - )
Ditambahkan FeCL3 1%, negative ( - )
Ditambahkan Glatin 10 %, negative ( - )
Saponin, hasilnya negative ( - )
Steroid dan triterpenoid, hasilnya steroid.
4.2. Pembahasan
Untuk mengetahui apakah sempel dari hasil simplisia mengandung 6 senyawa
fitokimia kita harus melakukan percobaan dulu, yang pertama alkaloid pertama Sampel
dibasakan denagn Ammonia 10 % ditambahkan CHCL3 lalu digerus dan dikocok. Lapisan
CHCL3 diambil lalu ditambahkan HCL 1N dan di kocok. Diambil fasa airnya lalu dibagi 3
pada masing masing bgian ditambahkan Pereaksi Dragendrof, Pereaksi meyer dan Pereaksi
Bouchardat, dari situ kita akan mengetahui apakah sampel mengandung alkaloid dengan cara
jika pereaksi Dragendrof terbentuk endapan jingga maka perekasi itu mengandung alkaloid,
tetapi kalo tidak memiliki maka hasilnya adalah negative, lalu Pereaksi meyer jika terbentuk

1.
a.
b.
c.
2.
3.
4.
a.
b.
5.
6.

endapan putih maka perekasi hasilnya positive tetapi kalo tidak hasilnya negative, lalu
Pereaksi Bouchardat jika terbentuk endapan coklat merah maka hasilnya positive tetapi jika
tidak hasilnya negative. Lalu yang selanjutnya flavanoid pertama Sampel dipanaskan dengan
campuran logam magnesium dan asam klorida 2 %, kemudian disaring. Jika menimbulkan
warna merah maka hasilnya positif tetap jika tidak maka hasilnya negative.
Lalu kuinon pertama Sampel dikocok dengan air panas lalu dididihkan selama 5
menit, lalu disaring kedalam filtrat dan ditambahkan NaOH 1 %. Jika berwarna merah maka
hasilnya positive tapi jika tidak maka hasilnya negative.
Lalu tannin dan polifenol pertama Sampel ditambahkan air panas dan dididihkan
selam 5 menit, setelah dingin disaring, fitratnya di bagi 2 masing masing Ditambahkan
FeCL3 1% dan Ditambahkan Glatin 10 %.
Lalu saponin pertama Sampel ditambah air panas dan dididihkan selama 5 menit,
setelah dingin disaring. Fitratnya diambil sebanyak 10 ml lalu dikocok selama 10 detik.
Lalu steroid dan triterpenoid pertama Sampel digerus dengan eter, fase eter dipepet
lalu diuapkan pada cawan penguap sampai kering. Pada residunya ditambahkan pereaksi
Lieberman burchard.
BAB V
Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan
Hasil yang didapat dari hasil pengujian komponen farmaka dalam simplisia dengan 6
senyawa fitokimia yaitu :
Alkaloid, hasilnya
Pereaksi Dragendrof, negative (-) karena tidak terbentuk endapan jingga.
Pereaksi meyer, positif (+) karena terbentuk endapan putih.
Pereaksi Bouchardat, positif (+) karena terbentuk endapan coklat merah.
Flavonoid, hasilnya negative ( - ) karena tidak menimbulkan warna merah
Kuinon, hasilnya positif ( + ) karena berwarna merah
Tannin dan Polifenol, hasilnya
Ditambahkan FeCL3 1%, negative ( - )
Ditambahkan Glatin 10 %, negative ( - )
Saponin, hasilnya negative ( - )
Steroid dan triterpenoid, hasilnya steroid.
5.2. Saran
Dalam melakukan percobaan uji fitokimia ini kita harus mengerjakannya dengan
baik dan teliti, karena jika kita melakukan prosedur dengan baik maka kita dapat mengetahui
kandungan zat aktif pada bahan percobaan.
DAFTAR PUSTAKA
admin.indoskripsi@gmail.com
Anonim.Alkaloid. Situs Web Wikipedia
Sovia Lenny. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenil Propanoida, Alkaloida. USU Repository
Amrun Hidayat, M. Alkaloid Turunan Triptofan. Makalah Ilmiah. In Internet.
Diposkan 18th October 2011 oleh Andi Musafir Amar
Label: Fitokimia

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM


FITOKIMIA_Akfar Theresiana Semarang
1 DESEMBER 2014 | ABILIOFEBRIAN
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM FITOKIMIA
SKRINING FITOKIMIA
Disusun Oleh :
Nama : Arinta Yuniawati
NIM : 12.0281
Hari dan tanggal praktikum : Sabtu, 20 September 2014
Dosen Pengampu : Margareta Retno Priamsari, M. Sc., Apt
Septiana Laksmi Ramayani, S.Farm., Apt
LABORATORIUM FITOKIMIA
AKADEMI FARMASI THERESIANA
SEMARANG
2014
SKRINING FITOKIMIA
I. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan melakukan cara skrining fitokimia
pada Daun Jati Cina dengan baik dan benar.
2. Mahasiswa mampu mengidentifikasi senyawa golongan flavonoid, senyawa
golongan antrakinon, senyawa golongan saponin (steroid dan triterpenoid),
senyawa golongan alkaloid, dan senyawa golongan fenolik dan polifenolik
dari Daun Jati Cina dengan uji tabung (uji pendahuluan, uji alkaloid, uji
antrakinon, uji polifenol, uji tanin dan uji saponin).
3. Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil yang didapat dari skrining fitokimia
Daun Jati Cina dengan uji tabung (uji pendahuluan, uji alkaloid, uji antrakinon,
uji polifenol, uji tanin dan uji saponin).
II. PRINSIP
Pendekatan Skrining Fitokimia :
Analisa kualitatif kandungan kimia dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan
(akar, batang, daun, bunga, buah, biji), terutama kandungan metabolit

sekunder yang bioaktif, yaitu alkaloid, antrakinon, flavonoid, glikosida


jantung, kumarin, saponin (steroid dan triterpenoid), tanin (polifenolat),
minyak atsiri (terpenoid), dan sebagainya yang bertujuan untuk
mendapatkan kandungan bioaktif. Analisa kualitatif dapat dilakukan dengan
uji tabung.
Uji Tabung :
Analisa kualitatif yang dilakukan dengan cara mengidentifikasi suatu
senyawa yang terdapat pada tanaman atau bagian tanaman menggunakan
pereaksi tertentu untuk mendapatkan senyawa bioaktif yang diinginkan.
III. TINJAUAN PUSTAKA
Salah satu pendekatan untuk penelitian tumbuhan obat adalah penapis
senyawa kimia atau biasa disebut dengan skrining fitokimia yang terkandung
dalam tanaman. Metode ini digunakan untuk mendeteksi adanya golongan
senyawa alkaloid, flavonoid, senyawa fenolat, tannin, saponin, kumarin,
quinon, steroid / terpenoid (Teyler. V. E, 1988).
Skrining fitokimia adalah metode analisis untuk menentukan jenis metabolit
sekunder yang terdapat dalam tumbuh tumbuhan karena sifatnya yang
dapat bereaksi secara khas dengan pereaksi tertentu. Skrining fitokimia
dilakukan melalui serangkaian pengujian dengan menggunakan pereaksi
tertentu. Beberapa jenis senyawa yang dapat dideteksi secara skrining
fitokimia antara lain :
a. Alkaloid
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Pada
umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu
atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari
sistem siklik. Alkaloid biasanya tanpa warna, seringkali bersifat optis aktif,
kebanyakan berbentuk kristal, tetapi hanya sedikit yang berupa cairan
(Teyler. V. E, 1988).
Alkaloid dapat dideteksi dengan beberapa pereaksi pengendap. Pereaksi
Mayer mengandung kalium iodida dan merkuri klorida, dengan pereaksi ini
alkaloid akan memberikan endapan berwarna putih. Pereaksi Dragendorff
mengandung bismuth nitrat dan merkuri klorida dalam asam nitrat berair.
Senyawa positif mengandung alkaloid jika setelah penyemprotan dengan
pereaksi Dragendorff membentuk warna jingga (Sastrohamidjojo, 1996).
b. Antrakinon
Antrakinon merupakan senyawa turunan antrasena yang diperoleh dari reaksi

oksidasi antrasena. Golongan ini memiliki aglikon yang sekerabat dengan


antrasena yang memiliki gugus karbonil pada kedua atom C yang
berseberangan (atom C9 dan C10), larut dalam air panas atau alkohol encer.
Antrakinon yang mengandung gugus karboksilat dapat diekstraksi dengan
penambahan basa, misalnya dengan natrium bikarbonat. Hasil reduksi
antrakinon adalah antron denantranol terdapat bebas di alam atau sebagai
glikosida (Stanisky, 2003).
c. Polifenol
Polifenol adalah kelompok zat kimia yang ditemukan pada tumbuhan. Zat ini
memiliki tanda khas yaitu memiliki banyak gugus phenol dalam molekulnya.
Polifenol sering terdapat dalam bentuk glikosida polar dan mudah larut dalam
pelarut polar (Hosttetmant, dkk, 1985).
d. Tanin
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae
terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya, tanin dapat
bereaksi dengan protein membentuk kepolumer mantap yang tidak larut
dalam air. Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin yang tersebar tidak
merata dalam dunia tumbuhan. Tanin terkondensasi hampir terdapat di
dalam paku pakuan dan gimnospermae, serta tersebar luas dalam
angiospermae, terutama pada jenis tumbuhan berkayu. Sebaliknya tanin
yang terhidrolisis penyebarannya terbatas pada tumbuhan berkeping dua
(Harbrone, J.B, 1987).
e. Steroid dan Triterpenoid
Triterpenoid senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan
isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C 30 asiklik,
yaitu skualena. Triterpenoid dapat dipilah menjadi sekurang kurangnya
empat golongan senyawa : triterpena sebenarnya, steroid, saponin, dan
glikosida jantung.
Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya system cincin siklopentana
perhidrofenantrena. Dahulu sterol terutama dianggap sebagai senyawa satwa
(sebagai hormone kelamine, asam empedu, dll), tetapi pada tahun tahun
terakhir ini banyak senyawa tersebut yang ditemukan dalam jaringan
tumbuhan (Harbrone.J.B., 1987).
Klasifikasi Tanaman Daun Jati Cina (Sennae Folium)
Nama ilmiah : Senna alexandrina
Kerajaan : Plantae

Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Kandungan daun jati cina :
Berdasarkan analisis fitokimia dalam daun jati cina terkandung triterpen,
kariofilen, katekin, farnesol, friedelin, asam kaurenat, prekosen I, prosianidin
B-2, prosianidin B-5, prosianidin C-1, sitosterol, friedelin-3a-ol, sterol, alkaloid,
karotenoid.
IV. ALAT DAN BAHAN
ALAT :
a. Ayakan
b. Beakerglass
c. Lampu spiritus
d. Tabung reaksi
e. Batang pengaduk
f. Kapas
g. Pisau
h. Penangas air
i. Pipet tetes
j. Pipet pasteur
k. Kertas saring
l. pH indikator
BAHAN :
a. Daun Jati Cina
b. Aquadest
c. Kalium Hidroksida
d. Asam Klorida 1%
e. Pereaksi Dragendroff
f. Pereaski Mayer
g. Serbuk Natrium Karbonat
h. Kloroform
i. Larutan Hidrogen Peroksida
j. Asam Asetat
k. Toluena
l. Pereaksi besi (III) klorida
m. Etanol 80 %

n. Larutan Natrium Klorida 2 %


o. Larutan Gelatin 1 %
V. CARA KERJA
a. Pembuatan Serbuk Simplex
Dikumpulkan daun jati cina yang akan diserbukkan.

Dicuci dengan air mengalir.

Dikeringkan dengan cara diangin-anginkan, dipanaskan dalam oven, dijemur


di bawah sinar matahari langsung atau ditutupi dengan kain hitam.

Digiling atau dihaluskan simpleks yang sudah dihancurkan dengan cara


diblender.

Diayak sehingga diperoleh serbuk simpleks yang kering dan siap untuk
diteliti.
b. Uji Pendahuluan
Ditimbang serbuk daun jati cina sebanyak 2 gram.

Dipanaskan dengan air (10 ml) selama 30 menit di atas air mendidih.

Disaring dengan kapas.


Ampas Filtrat

Dibuang Larutan berwarna kuning sampai merah

Ditambah KOH

Warna larutan menjadi lebih intensif.


c. Uji Alkaloid
Ditimbang serbuk daun jati cina sebanyak 2 gram.

Ditambah HCl 1% sebanyak 10 ml.

Dipanaskan selama 30 menit dalam penangas air mendidih.

Disaring dengan kapas.


Ampas Filtrat

Dibuang Ditampung dalam tabung reaksi A dan B


sama banyak.
Tabung A Tabung B

A1 A2 Ditambah serbuk
Na2CO3 sampai pH 8-9
Ditambah pereaksi Ditambah pereaksi
Dragendorff (3 tetes) Mayer (3 tetes) Ditambah kloroform
4 ml aduk pelan
Alkaloid Alkaloid
Kloroform memisah
Diambil dengan pipet pasteur

Ditambah CH3COOH (asam


cuka) 5% sampai pH 5.

Diaduk lalu dipisahkan lapisan


bawah dan lapisan atas dengan pipet.
Lapisan atas Lapisan bawah

Ditambah pereaksi Ditambah HCl 1%


Dragendorff (5 tetes) (10 tetes)

Endapan alkaloid Diaduk dan dipisahkan


dari basa kuartener dengan pipet
Lap atas Lap bawah

Ditambah pereaksi
Dragendorff (2 tetes)


Terbentuk endapan
Alkaloid dari basa tersier
d. Uji Antrakinon
Ditimbang serbuk daun jati cina sebanyak 300 mg.

Ditambah kalium hidroksida 0,5 N (10 ml) dan


larutan hidrogen peroksida (1 ml).

Dididihkan selama 2 menit

Didinginkan

Suspensi disaring melalui kapas


Ampas Filtrat (5 ml)

Dibuang Ditambah asam asetat (10 tetes)


sampai pH 5

Ditambah toluena (10 ml)


Lapisan atas Lapisan bawah

Dipipet 5 ml Dibuang

Dimasukkan dalam
tabung reaksi

Ditambah kalium hidroksida 0,5N

Warna merah yang terjadi pada lapisan air (basa)


menunjukkan adanya senyawa antrakinon.
e. Uji Polifenol
Ditimbang serbuk daun jati cina sebanyak 2 gram.

Dipanaskan dengan air (10 ml) selama 10 menit


dalam penangas air mendidih.

Disaring panas-panas

Didinginkan

Setelah dingin ditambah pereaksi besi (III) klorida (3 tetes).

Terjadi warna hijau biru menunjukkan adanya polifenolat.

Uji diulang dengan filtrat hasil pendidihan serbuk daun jati cina (2 gram)
dengan etanol 80% (10 ml) selama 10 menit dalam penangas air.
f. Uji Tanin
Ditimbang serbuk daun jati cina sebanyak 2 gram

Dipanaskan dengan air (10 ml) selama 30 menit di atas tangas air.

Disaring
Ampas Filtrat

Dibuang Dipipet 5 ml

Ditambah larutan
NaCl 2% (1 ml)

Bila terjadi suspensi / endapan disaring


melalui kertas saring.
Ampas Filtrat

Dibuang Ditambah larutan


gelatin 1% (5 ml)

Terbentuk endapan menunjukkan


adanya tanin atau zat samak.

g. Uji Saponin
Ditimbang serbuk daun jati cina sebanyak 100 mg.

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

Ditambahkan air suling (10 ml), tutup dan


kocok kuat-kuat selama 30 detik.

Dibiarkan tabung dalam posisi tegak selama 30 menit.

Apabila buih (sarang lebah) setinggi 3 cm dari permukaan cairan


menunjukkan adanya saponin.
VI. GAMBAR RANGKAIAN ALAT
VII. HASIL EVALUASI
a. Organoleptis
Nama Simplisia : Daun Jati Cina ( Sennae Folium )
Bau : Tidak berbau
Rasa : Rasa getir
Warna : Hijau
Bentuk : Serbuk halus
b. Hasil Praktikum
No Simpli
sia Uji
Pendahulu
An Uji Alkaloid Uji Uji Uji Uji
A1 A2 Basa
Ter-sier Basa Kuar
tener Antra
kinon Polifenol Tanin Sa
ponin
1. Daun Jati Cina +
Lart. Merah +
ke
hijau

an +
pth kehi
jaun +
kris
tal putih +
pu
tih
Lart. bening +
Hijau kehitaman +

coklat
Lart. orange
Tdk berbuihlart. kuning
2. Daun Kumis Kucing +
Ku
ning, keco
klatan +
jing
Ga +
jing
ga +
pu
tih +
pu
tih
Lart. bening +
Hijau kotor
Lart. coklat
Tdk berbuihlart. coklat
3. Daun Sirsak +
Ku
ning, keco
klatan +
jing
Ga +
pu
tih ku
ning +

pu
tih +
pu
tih
Lart. bening (+) FeCl3
()
etanol +
pu
tih
Tdk berbuih
Sampai 3 cm
4. Kulit Kina +
Ku
ning, keco
klatan +
jing
ga +
pu
tih ku
ning +
pu
tih +
pu
tih
Lart. bening (+) FeCl3
()
etanol +

coklat
Tdk berbuih
Sampai 3 cm
VIII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini membahas tentang skrining fitokimia tanaman atau
bagian tanaman dengan menggunakan uji tabung. Tanaman atau bagian
tanaman yang digunakan adalah daun jati cina (Sennae Folium). Tujuan
melakukan skrining fitokimia pada daun jati cina (Sennae Folium) yaitu untuk
mengetahui apakah daun jati cina mengandung senyawa golongan flavonoid,

antrakinon, saponin (steroid dan triterpenoid), alkaloid, fenolik dan


polifenolik.
Daun jati cina (Sennae Folium) harus diserbukkan atau dihaluskan terlebih
dahulu sebelum dilakukan skrining fitokimia. Hal ini bertujuan untuk
menghancurkan dinding sel yang sifatnya kaku sehingga senyawa target
(metabolic sekunder) yang berada dalam vakuola mudah diambil dan
memudahkan dalam pengujian. Penyerbukkan daun jati cina melalui
beberapa tahap yaitu :
1. Pencucian daun jati cina
Daun jati cina dicuci menggunakan air mengalir yang bertujuan untuk
menghilangkan kotoran atau zat asing yang tidak diinginkan dan mencegah
adanya kontaminasi yang dapat mempengaruhi hasil akhir pengujian.
2. Pengeringan daun jati cina
Setelah dicuci dengan air mengalir, daun jati cina dikeringkan dengan cara
dijemur di bawah sinar matahari langsung. Pengeringan ini bertujuan untuk
mengurangi kadar air yang ada dalam simplisia sehingga diperoleh simplisia
yang benar benar kering dan mudah untuk dihancurkan.
3. Penggilingan daun jati cina
Proses penggilingan atau penghalusan daun jati cina dilakukan dengan cara
diblender. Hal ini bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel sehingga
diperoleh daun jati cina dalam keadaan serbuk.
4. Pengayakan serbuk
Setelah digiling atau dihaluskan, daun jati cina yang sudah dalam bentuk
serbuk diayak menggunakan pengayak. Hal ini bertujuan untuk memperhalus
serbuk serta menghilangkan kotoran yang kemungkinan ada pada saat
proses penggilingan sehingga diperoleh serbuk simpleks yang kering dan siap
untuk diteliti.
Serbuk simpleks dari daun Jati Cina (Sennae Folium) yang sudah terbentuk,
kemudian dilakukan skrining fitokimia dengan uji tabung meliputi uji
pendahuluan, uji alkaloid, uji antrakinon, uji polifenol, uji tanin dan uji
saponin.
a) Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan harus dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan uji yang
lain (uji alkaloid, uji antrakinon, uji polifenol, uji tanin, dan uji saponin). Hal ini
bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya gugus kromoform dalam daun
jati cina (Sennae Folium). Uji pendahuluan dilakukan dengan cara
mencampurkan serbuk daun jati cina dengan air sebanyak 10 ml dan
dipanaskan selama 30 menit dalam air mendidih. Pemanasan tersebut

bertujuan untuk mempercepat reaksi sehingga diperoleh larutan berwarna


merah. Larutan berwarna merah yang terjadi menunjukkan bahwa daun jati
cina memiliki gugus kromoform (flavonoid, antrakinon, dsb). Gugus
kromoform adalah suatu gugus fungsi yang memiliki peranan menyebabkan
suatu senyawa memiliki warna. Larutan berwarna merah tersebut menjadi
lebih intensif dengan penambahan KOH, karena KOH termasuk dalam gugus
auksokrom yang mempunyai peranan untuk memberikan warna lebih intensif
pada suatu senyawa. Auksokrom dapat berfungsi tidak lepas kaitannya
dengan adanya kromoform di dalam senyawa tersebut. Mekanisme kerja
gugus auksokrom terhadap gugus kromoform yaitu gugus auksokrom akan
memperlebar sistem kromoform dan menggeser maksimum absorpsi ke arah
panjang gelombang yang lebih panjang. Gugus auksokrom tidak menyerap
pada panjang gelombang 200 800 nm, namun mempengaruhi spektrum
kromoform dimana auksokrom tersebut terikat.
b) Uji Alkaloid
Pada uji alkaloid serbuk daun jati cina ditambah dengan HCl 1% dan
dipanaskan dalam air mendidih selama 30 menit. Penambahan HCl ini
berfungsi untuk membentuk garam alkaloid, karena alkaloid yang bersifat
basa dapat larut dalam pelarut yang bersifat asam. Pemanasan dalam uji
alkaloid cukup lama yaitu 30 menit yang bertujuan untuk membentuk garam
alkaloid yang stabil. Filtrat yang didapat dibagi menjadi dua bagian ke dalam
tabung reaksi A dan tabung reaksi B. Larutan dalam tabung reaksi A dibagi
menjadi dua lagi yaitu A1 dan A2.
Larutan A1 ditambah pereaksi dragendorff, positif bila membentuk endapan
alkaloid berwarna jingga. Dragendorff dapat mengendapkan alkaloid karena
dalam senyawa alkaloid terdapat gugus nitrogen yang memiliki satu pasang
elektron bebas menyebabkan senyawa alkaloid bersifat nukleofilik (basa).
Maka dari itu, senyawa alkaloid mampu mengikat ion logam berat
(Dragendorff) yang mempunyai muatan positif sehingga terbentuk endapan
jingga.
Larutan A2 ditambah dengan pereaksi mayer membentuk endapan alkaloid
berwarna putih kehijauan. Berarti daun jati cina positif terdapat senyawa
alkaloid. Pereaksi mayer bertujuan untuk mendeteksi alkaloid dimana
pereaksi ini berikatan dengan alkaloid melalui ikatan koordinasi antara atom
N alkaloid dan Hg pereaksi mayer sehingga menghasilkan senyawa kompleks
merkuri yang non polar mengendap berwarna putih. Reaksi uji alkaloid ini
dengan pereaksi mayer adalah :
N + KHgI4 Hg-N putih

Atom N menyumbangkan pasangan elektron bebas dan atom Hg sehingga


membentuk senyawa kompleks yang mengandung atom N sebagai ligannya.
Sedangkan larutan B ditambah natrium karbonat serbuk sampai pH 8-9.
Na2CO3 di sini berfungsi untuk membentuk kembali alkaloidnya dalam
keadaan basa. Setelah itu ditambah kloroform yang bertujuan untuk
melarutkan alkaloid kembali dan untuk memutuskan ikatan antara asam
tanin dan alkaloid yang terikat secara ionic dimana atom N dari alkaloid
berikatan saling stabil dengan gugus hidroksil fenolik dari asam tanin.
Dengan terputusnya ikatan ini alkaloid akan bebas, sedangkan asam tanin
terikat oleh kloroform. Pengadukan bertujuan untuk memperbanyak kontak
yang terjadi antara kloroform dengan alkaloid semakin banyak sehingga
alkaloid bebas yang didapat semakin banyak. Larutan ini diasamkan kembali
dengan penambahan asam cuka 5% sampai pH 5 yang berfungsi untuk
mengikat kembali alkaloid menjadi garam alkaloid agar dapat bereaksi
dengan pereaksi pereaksi logam berat yaitu spesifik untuk alkaloid
menghasilkan kompleks garam anorganik yang tidak larut sehingga terpisah
dengan metabolik sekundernya. Penambahan asam cuka 5% mengakibatkan
terbentuknya larutan menjadi dua fase karena adanya perbedaan tingkat
kepolaran. Garam alkaloid larut pada lapisan atas, sedangkan lapisan
kloroform berada pada lapisan bawah karena memiliki massa jenis lebih
besar.
Pada lapisan atas ditambah pereaksi dragendorff membentuk endapan
alkaloid dari basa kuartener yang menunjukkan daun jati cina positif
mengandung alkaloid. Lapisan bawah diasamkan lagi dengan penambahan
HCl 1% yang bertujuan untuk mengikat kembali alkaloid menjadi garam
alkaloid sehingga membentuk dua lapisan yaitu lapisan atas dan lapisan
bawah. Lapisan atas ditambah dengan pereaksi dragendorff akan terbentuk
endapan alkaloid dari basa tersier. Digunakan lapisan atas karena garam
alkaloid larut pada lapisan atas. Berarti daun jati cina positif mengandung
alkaloid hal ini sesuai dengan pustaka.
c) Uji Antrakinon
Uji antrakinon dilakukan dengan serbuk daun jati cina ditambah dengan
kalium hidroksida dan larutan hidrogen peroksida dan didihkan selama 2
menit. Penambahan KOH dan hidrogen peroksida bertujuan untuk melarutkan
senyawa antrakinon yang ada di dalam serbuk daun jati cina. Pemanasan ini
berfungsi untuk melarutkan antrakinon agar terpisah dari bagian serbuk
simpleks. Setelah itu didinginkan agar senyawa antrakinon yang diperoleh
lebih stabil. Kemudian disaring untuk memisahkan filtrat dengan ampas atau

pengotor lainnya yang terdapat dalam larutan. Filtrat ditambahkan asam


asetat untuk melarutkan senyawa antrakinon dan ditambahkan toluen untuk
membentuk dua lapisan yaitu lapisan atas dan lapisan bawah yang berbeda
sesuai dengan kepolarannya. Lapisan bawah dibuang dan lapisan atas yang
digunakan untuk pengujian karena antrakinon larut pada lapisan atas.
Lapisan atas ditambahkan KOH 0,5 N yang berfungsi untuk menghidrolisis
glikosida dan mengoksidasi antranol menjadi antrakinon sehingga terbentuk
larutan berwarna merah.
Tetapi hasil praktikum, daun jati cina menunjukkan negatif antrakinon karena
larutan tetap bening. Hal ini tidak sesuai dengan pustaka seharusnya daun
jati cina positif mengandung antrakinon karena bermanfaat sebagai laxative.
Kesalahan dalam hasil pengujian ini kemungkinan disebabkan karena waktu
pemanasan yang tidak tepat 2 menit, penyaringan larutan belum terlalu
dingin atau penambahan jumlah reagen yang tidak tepat.
d) Uji Polifenol
Uji polifenol dilakukan dengan cara memanaskan serbuk daun jati cina yang
ditambah dengan air sebanyak 10 ml ke dalam penangas air mendidih
selama 10 menit. Pemanasan ini berfungsi untuk melarutkan polifenol agar
terpisah dari bagian tubuh tumbuhan sampel. Larutan disaring panas panas
yang bertujuan untuk mendapatkan senyawa polifenol yang lebih banyak dan
mencegah senyawa polifenol bercampur kembali dengan serbuk simplek.
Setelah dingin, ditambah dengan FeCl3 terbentuk warna hijau tua.
Terbentuknya warna hijau tua karena FeCl3 berfungsi untuk membentuk
kompleks. FeCl3 ditambahkan saat larutan dingin agar tidak teroksidasi.
Berarti daun jati cina positif mengandung polifenol.
e) Uji Tanin
Uji tanin dilakukan dengan cara memanaskan serbuk simplisia dalam air
mendidih selama 30 menit. Pemanasan ini berfungsi untuk melarutkan tanin
agar terpisah dari bagian tubuh tumbuhan sampel. Kemudian disaring untuk
memisahkan filtrat dengan ampasnya. Filtrat yang diperoleh ditambah NaCl
2%. Penambahan NaCl berguna untuk membentuk garam tanin. Setelah itu
ditambah gelatin 1% yang bertujuan untuk mengendapkan garam tersebut,
karena jika ikatan tanin dan gelatin semakin kuat endapan akan terbentuk.
Hasil praktikum menunjukkan daun jati cina positif mengandung tanin
ditandai dengan terbentuknya endapan dalam larutan yang berwarna orange,
berarti sesuai dengan pustaka.
f) Uji Saponin
Uji saponin dilakukan dengan cara serbuk daun jati cina dimasukkan dalam

tabung reaksi ditambah air suling ditutup dan dikocok kuat selama 30 detik
setelah itu didiamkan sampai terbentuk buih. Hasil praktikum menunjukkan
daun jati cina negatif mengandung saponin karena tidak terbentuk buih.
Seharusnya terbentuk buih karena saponin termasuk surfaktan. Buih tidak
timbul karena pengocokan yang kurang kuat, dan ruang lingkup sedikit.
IX. KESIMPULAN
Mahasiswa telah mampu melakukan skrining fitokimia mulai dari
pembuatan serbuk daun jati cina (Sennae Folium) sampai pengujian
menggunakan uji tabung (uji pendahuluan, uji alkaloid, uji antrakinon, uji
polifenol, uji tanin dan uji saponin) sehingga mengetahui senyawa yang
terkandung dalam daun jati cina.
Identifikasi daun jati cina (Sennae Folium) dalam praktikum ini
menghasilkan bahwa daun jati cina positif mengandung senyawa alkaloid,
polifenol, dan tanin. Hasil ini sesuai dengan pustaka.
Evaluasi yang didapat yaitu seharusnya daun jati cina (Sennae Folium) juga
mengandung senyawa antrakinon dan saponin tetapi hasil pengujian
menunjukkan hasil negatif pada uji antrakinon dan uji saponin. Hal ini
disebabkan karena adanya kesalahan selama proses preparasi sampel dan
proses pengujian seperti penimbangan daun jati cina yang tidak tepat, waktu
pemanasan tidak tepat, ketidaktepatan jumlah reagen yang ditambahkan
atau adanya kontaminasi silang dengan kotoran atau zat asing lainnya.
X. DAFTAR PUSTAKA
Harborne, J.B., 1987. Metode Fitokimia Penentuan Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, Penerbit ITB; Bandung.
Sastrohamidjojo. H, 1996, Sintesis Bahan Alam, Cetakan ke-1, Liberty,
Yogyakarta.
Tyler, V.E., LYNN, R.B. and ROBBERS, J.E. 1988. Pharmacognosy. Lea and
Febiger. Philadelphia.
XI. LAMPIRAN
Perhitungan Reagen yang digunakan dalam Praktikum
a. NaCl 2% b/v 10 ml
2 x 10 ml = 0,2 gram
100
Ditambah Aquadest ad 10 ml

b. Gelatin 1% 50 ml
1 x 50 ml = 0,5 gram
100
Ditambah Aquadest ad 50 ml
c. Etanol 80% 50 ml
Etanol dipersediaan C = 96%
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 96% = 50 ml x 80%
V1 = 4000 ml
96
V1 = 41,66 ml ~ 41,7 ml
Ditambah Aquadest ad 50 ml
d. KOH 0,5 N 100 ml
N = gram x 1000 x valensi
Mr vol
0,5 = gram x 1000 x 1
56 100
gram = 2,8 gram
Ditambah Aquadest ad 100 ml
e. HCl 1% 100 ml
HCl dipersediaan kadar 37%
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 37% = 100 ml x 1%
V1 = 97,3 ml
Ditambah Aquadest ad 100 ml
Formula dan Cara Pembuatan Reagen
Pereaksi Dragendorff
Pereaksi dragendorff dibuat dengan cara 0,8 gram bismut (III) nitrat sebanyak
0,8 gram dan dilarutkan dalam wadah lain ditimbang sebanyak 27,2 gram
kalium iodida dilarutkan dalam 20 ml aquadest, keduanya dicampurkan dan
didiamkan sampai memisah sempurna, larutan yang jernih diambil dan
diencerkan dengan aquadest sampai 10 ml.
(Mulyono, 2009)

Pereaksi Mayer
Dilarutkan 1,358 gram merkuri (II) klorida dengan 60 ml aquadest (larutan
A) . Dilarutkan beberapa gram kalium iodida dengan 10 ml aquadest (larutan
B). Dituang larutan A ke dalam larutan B. Diencerkan dalam aquadest sampai
100 ml (Mulyono, 2009)
Gambar Hasil Praktikum
a. Uji Pendahuluan
b. Uji Alkaloid
c. Uji Antrakinon
d. Uji Polifenol
e. Uji Tanin
f. Uji Saponin
Mengetahui, Semarang, 25 September 2014
Dosen Pengampu Praktikan
( ) ( Arinta Yuniawati)

Anda mungkin juga menyukai