DASAR TEORI
SIMPLISIA
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali diyatakan lain simplisia merupakan bahan
yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia
pelikan atau mineral.
1.
Jenis Simplisia
a. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman
atau eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang
secara spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari
selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertent dipisahkan dari
tanamannya.
b. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh , bagian hewan atau
zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
c. Simplisia mineral atau pelikan adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau
mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum
berupa zat kimia murni.
adalah tanaman yang sengaja ditanam untuk tujuan produksi simplisia. Tanaman
simplisia dapat di perkebunan yang luas, dapat diusahakan oleh petani secara kecilkecilan berupa tanaman tumpang sari atau Tanaman Obat Keluarga. Tanaman Obat
Keluarga adalah pemanfaatan pekarangan yang sengaja digunakan untuk menanam
tumbuhan obat.
3. TAHAP PEMBUATAN
Pada umumya pembuatan simplisia melalui tahapan sebagai berikut :
B.
SORTASI BASAH
C.
PENCUCIAN
sayuran satu kali dapat menghilangkan 25% dari jumlah mikroba awal, jika
dilakukan pencucian sebanyak tiga kali, jumlah mikroba yang tertinggal hanya
42% dari jumlah mikroba awal. Pencucian tidak dapat membersihkan simplisia
dari semua mikroba karena air pencucian yang digunakan biasanya
mengandung juga sejumlah mikroba. Cara sortasi dan pencucian sangat
mempengaruhi jenis dan jumlah rnikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang
digunakan untuk pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan
bahan simplisia dapat bertambah dan air yang terdapat pada permukaan bahan
tersebut dapat menipercepat pertumbuhan mikroba. Bakteri yang umuln
terdapat
dalam
air
adalah Pseudomonas, Proteus,Micrococcus, Bacillus,Streptococcus, Enterobacter
dan Escherishia. Pada simplisia akar, batang atau buah dapat pula dilakukan
pengupasan kulit luarnya untuk mengurangi jumlah mikroba awal karena
sebagian besar jumlah mikroba biasanya terdapat pada permukaan bahan
simplisia. Bahan yang telah dikupas tersebut mungkin tidak memerlukan
pencucian jika cara pengupasannya dilakukan dengan tepat dan bersih.
D. PERAJANGAN
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan.
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan,
pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan langsung
dirajang tetapi dijemur dalam keadaan utuh selama 1 hari. Perajangan dapat
dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus sehingga
diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang dikehendaki.
Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air,
sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis
juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang
mudah menguap. Sehingga mempengaruhi komposisi bau dan rasa yang
diinginkan. Oleh karena itu bahan simplisia seperti temulawak, temu giring,
jahe, kencur dan bahan sejenis lainnya dihindari perajangan yang terlalu tipis
untuk mencegah berkurangnya kadar minyak atsiri. Selama perajangan seharusnya
jumlah mikroba tidak bertambah. Penjemuran sebelum perajangan diperlukan
untuk mengurangi pewarnaan akibat reaksi antara bahan dan logam pisau.
Pengeringan dilakukan dengan sinar matahari selama satu hari.
E.
PENGERINGAN
Pada tumbuhan yang masih hidup pertumbuhan kapang dan reaksi enzimatik yang
merusak itu tidak terjadi karena adanya keseimbangan antara proses-proses
metabolisme, yakni proses sintesis, transformasi dan penggunaan isi sel.
Keseimbangan ini hilang segera setelah sel tumbuhan mati. Sebelum tahun 1950,
sebelum bahan dikeringkan, terhadap bahan simplisia tersebut lebih dahulu
dilakukan proses stabilisasi yaitu proses untuk menghentikan reaksi enzimatik.
Cara yang lazim dilakukan pada saat itu, merendam bahan simplisia dengan etanol
70 % atau dengan mengaliri uap panas. Dari hasil penelitian selanjutnya diketahui
bahwa reaksi enzimatik tidak berlangsung bila kadar air dalam simplisia kurang
dari 10%.
Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau
menggunakan suatu alat pengering. Hal-ha1 yang perlu diperhatikan selama proses
pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, Waktu
pengeringan dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan bahan simplisia tidak
dianjurkan rnenggunakan alat dari plastik. Selama proses pengeringan bahan
simplisia, faktor-faktor tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh simplisia
kering yang tidak mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan. Cara
pengeringan yang salah dapat mengakibatkan terjadinya "Face hardening", yakni
bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya masih basah. Hal ini
dapat disebabkan oleh irisan bahan simplisia yang terlalu tebal, suhu pengeringan
yang terlalu tinggi, atau oleh suatu keadaan lain yang menyebabkan penguapan air
permukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi air dari dalam ke permukaan
tersebut, sehingga permukaan bahan menjadi keras dan menghambat pengeringan
selanjutnya. "Face hardening" dapat mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di
bagian dalarn bahan yang dikeringkan.
1. Pengeringan Alamiah.
Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang
dikeringkan, dapat dilakukan dua cara pengeringan :
a. Dengan panas sinar matahari langsung. Cara ini dilakitkan untuk
mengeringkan bagian tanaman yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu,
biji dan sebagainya, dan rnengandung senyawa aktif yang relatif stabil.
Pengeringan dengan sinar matahari yang banyak dipraktekkan di Indonesia
merupakan suatu cara yang mudah dan murah, yang dilakukan dengan cara
membiarkan bagian yang telah dipotong-potong di udara terbuka di atas
tampah-tampah tanpa kondisi yang terkontrol sepertl suhu, kelembaban dan
aliran udara. Dengan cara ini kecepatan pengeringan sangat tergantung
kepada keadaan iklim, sehingga cara ini hanya baik dilakukan di daerah
yang udaranya panas atau kelembabannya rendah, serta tidak turun hujan.
Hujan atau cuaca yang mendung dapat memperpanjang waktu pengeringan
sehingga memberi kesempatan pada kapang atau mikroba lainnya untuk
tumbuh sebelum simplisia tersebut kering. F'IDC (Food Technology
Development Center IPB) telah merancang dan membuat suatu alat
pengering dengan menggunakan sinar matahari, sinar matahari tersebut
ditampung pada permukaan yang gelap dengan sudut kemiringan tertentu.
Panas ini kemudian dialirkan keatas rak-rak pengering yang diberi atap
tembus cahaya di atasnya sehingga rnencegah bahan menjadi basah jika
tiba-tiba turun hujan. Alat ini telah digunakan untuk mengeringkan singkong
yang telah dirajang dengan demikian dapat pula digunakan untuk
mengeringkan simplisia.
b. Dengan diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari
langsung. Cara ini terutama digunakan untuk mengeringkan bagian
tanaman yang lunak seperti bunga, daun, dan sebagainya dan mengandung
senyawa aktif mudah menguap.
2. Pengeringan Buatan
Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan dengan sinar
matahari dapat diatasi jika melakukan pengeringan buatan, yaitu dengan
menggunakan suatu alat atau mesin pengering yang suhu kelembaban, tekanan
dan aliran udaranya dapat diatur. Prinsip pengeringan buatan adalah sebagai
berikut: udara dipanaskan oleh suatu sumber panas seperti lampu, kompor,
mesin disel atau listrik, udara panas dialirkan dengan kipas ke dalam ruangan
atau lemari yang berisi bahan yang akan dikeringkan yang telah disebarkan di
atas rak-rak pengering. Dengan prinsip ini dapat diciptakan suatu alat
pengering yang sederhana, praktis dan murah dengan hasil yang cukup baik.
Dengan menggunakan pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia dengan
mutu yang lebih baik karena pengeringan akan lebih merata dan waktu
pengeringan akan lebih cepat, tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Sebagai
contoh misalnya jika kita membutuhkan waktu 2 sampai 3 hari untuk
penjemuran dengan sinar matahari sehingga diperoleh simplisia kering dengan
kadar air 10% sampai 12%, dengan menggunakan suatu alat pengering dapat
diperoleh simplisia dengan kadar air yang sama dalam waktu 6 sampai 8 jam.
Daya tahan suatu simplisia selama penyimpanan sangat tergantung pada
jenis simplisia, kadar airnya dan cara penyimpanannya. Beberapa simplisia
yang dapat tahan lama dalam penyimpanan jika kadar airnya diturunkan 4
sampai 8%, sedangkan simplisia lainnya rnungkin masih dapat tahan selama
penyimpanan dengan kadar air 10 sampai 12%.
F.
SORTASI KERING
diperiksa adalah serbuk yang homogen dengan derajat kehalusan 4/18 yang
dipersyaratkan oleh MMI. Ada 4 cara pengamatan menggunakan mikroskop
yaitu :
1. MIKROSKOPIK 1
Menggunakan medium air atau gliserin. Digunakan untuk mendeteksi hablur
lepas, butir pati, butir tepung sari, serabut, sel batu, rambut penutup, rambut
kelenjar lepas serta beberapa jenis jaringan khas lainnya.
2. MIKROSKOPIK 2
Serbuk terlebih dahulu dididihkan dalam larutan kloral hidra. Butir pati akan
larut akan larut dan jaringan yang berisi klorofil menjadi jernih sehingga
pengamatan dapat lebih jelas. Akan tampak sel-sel epidermis , mesofil,
rongga minyak, parenkim, hablur, sistolit dll.
3. MIKROSKOPIK 3
4. Parameter Non-Spesifik
1. Penetapan Kadar Air ( MMI )
Kandungan air yang berlebihan pada bahan / sediaan obat tradisional
akan mempercepat pertumbuhan mikroba dan juga dapat mempermudah
terjadinya hidrolisa terhadap kandungan kimianya sehingga dapat
mengakibatkan penurunan mutu dari obat tradisional. Oleh karena itu batas
kandungan air pada suatu simplisia sebaiknya dicantumkan dalam suatu
uraian yang menyangkut persyaratan dari suatu simplisia.
Tujuan dari penetapan kadar air adalah utuk mengetahui batasan
maksimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan. Hal ini
terkait dengan kemurnian dan adanya kontaminan dalam simplisia tersebut.
Dengan demikian, penghilangan kadar air hingga jumlah tertentu berguna
untuk memperpanjang daya tahan bahan selama penyimpanan. Simplisia
dinilai cukup aman bila mempunyai kadar air kurang dari 10%. Penetapan
kadar air dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu ;
a.
Metode Titrimetri
Metode ini berdasarkan atas reaksi secara kuantitatif air dengan larutan
anhidrat belerang dioksida dan iodium dengan adanya dapar yang
bereaksi dengan ion hydrogen. Kelemahan metode ini adalah
stoikiometri reaksi tidak tepat dan reprodusibilitas bergantung pada
beberapa faktor seperti kadar relatif komponen pereaksi, sifat pelarut
inert yang digunakan untuk melarutkan zat dan teknik yang digunakan
pada penetapan tertentu. Metode ini juga perlu pengamatan titik akhir
titrasi yang bersifat relatif dan diperlukan sistem yang terbebas dari
kelembaban udara ( Anonim, 1995 ).
Zat yang akan diperiksa dimasukkan kedalam labu melalui pipa pengalir
nitrogen atau melalui pipa samping yang dapat disumbat. Pengadukan
dilakukan dengan mengalirkan gas nitrogen yang telah dikeringkan atau
dengan pengaduk magnit. Penunjuk titik akhir terdiri dari batere kering
1,5 volt atau 2 volt yang dihubungkan dengan tahanan variable lebih
kurang 2.000 ohm. Tahanan diatur sedemikian sehingga arus utama yang
cocok yang melalui elektroda platina berhubungan secara seri dengan
mikroammeter. Setiap kali penambahan pereaksi Karl Fishcer, penunjuk
mikroammeter akan menyimpang tetapi segera kembali ke kedudukan
semula. Pada titik akhir, penyimpangan akan tetap selama waktu yang
lebih lama. Pada zat-zat yang melepaskan air secara perlahan-lahan,
umumnya dilakukan titrasi tidak langsung.
b.
Metode ini efektif untuk penetapan kadar air karena terjadi penyulingan
berulang ulang kali di dalam labu dan menggunakan pendingin balik
untuk mencegah adanya penguapan berlebih. Sistem yang digunakan
tertutup dan tidak dipengaruhi oleh kelembaban ( Anonim, 1995 ).
Kadar air (V/B) = Vol. Air yang terukur / bobot awal simplisia x 100%.
c.
Metode Gravimetri.
Susut pengeringan = (bobot awal bobot akhir) / bobot awal x 100% Untuk
simplisia yang tidak mengandung minyak atsiridan sisa pelarut organik
menguap, susut pengeringan diidentikkan dengan kadar air, yaitu kandungan
air karena simplisia berada di atmoster dan ligkungan terbuka sehingga
dipengaruhi oleh kelembaban lingkungan penyimpanan.
3 Penetapan Kadar Abu (MMI)
Penetapan kadar abu merupakan cara untuk mengetahui sisa yang tidak
menguap dari suatu simplisia pada pembakaran. Pada penetapan kadar abu
total, abu dapat berasal dari bagian jaringan tanaman sendiri atau dari
pengotoran lain misalnya pasir atau tanah.
Uji Aflatoksin
Simplisia yang diuji adalah simplisia tunggal yang berupa rajangan serbuk,
ekstrak atau dalam bentuk sediaan. Mula-mula serbuk simplisia disari dengan
larutan penyari yang berbeda-beda polaritasnya berturut-turut pelarut non polar,
pelarut kurang polar. Masing-masing pelarut secara selektif akan memisahkan
kelompok kandungan kimia tersebut. Pelarut yang bersifat non polar seperti eter
minyak tanah (petroleum eter) atau heksan. Pelarut kurang polar seperti eter,
clhoroform dll. Pelarut yang polar seperti etanol, air atau campuran keduanya
dengan berbagai perbandingan, umumnya dipakai etanol air 70%.
* fenol-fenol
* asam fenolat
* fenil propanoid
* flavonoid
* antrakuinon
* xanton dan stilben
c.
d. Asam lemak.
3. Sari dalam etanol-air
b. Antosianin
c.
Glikosida
d. Saponin
e.
Tanin
f.
Karbohidrat
A. TUJUAN
Tujuan pada percobaan ini adalah untuk mengetahui kadar abu dan kadar air dari
simplisia.
B.
BAHAN
1. KLASIFIKASI TANAMAN
1) Jahe (ZingiberisOfficinalis)
Regnum
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: monocotyledonae
Ordo
: zingiberales
Famili
: zingiberaceae
Genus
: zingiber
Spesies
: Zingiberofficinale
2)
3)
4)
Divisi
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
5)
1)
: Spermatophyta
: monocotyledonae
: zingiberales
: zingiberaceae
: curcuma
: Curcuma domestikaVal.
DESKRIPSI TANAMAN
2)
3)
4)
5)
1)
berwarna kuning dan kental. Minyak ini kebanyakan mengandung terpen, fellandren,
dextrokamfen, bahan sesquiterpen yang dinamakan zingiberen, zingeron damar, pati.
Menurut Farmakope Belanda, Zingiber Rhizoma (Rhizoma Zingiberis akar jahe)
yang berupa umbi Zingerber officinale mengandung 6% bahan obat-obatan yang sering
dipakai sebagai rumusan obat-obatan atau sebagai obat resmi di 23 negara. Menurut daftar
prioritas WHO, jahe merupakan tanaman obat-obatan yang paling banyak dipakai di dunia.
Di negara Malaysia, Filipina dan Indonesia telah banyak ditemukan manfaat therapeutis.
Sejak dulu Jahe dipergunakan sebagai obat, atau bumbu dapur dan aneka keperluan Iainnya.
Jahe dapat merangsang kelenjar pencernaan, baik untuk membangkitkan nafsu makan dan
pencernaan. Jahe berguna sebagai obat gosok untuk penyakit encok dan sakit kepala. Jahe
segar yang ditumbuk halus dapat digunakan sebagai obat luar untuk sebagai obat mulas. Rasa
dan aromanya pedas dapat menghangatkan tubuh dan mengeluarkan keringat. Minyak
atsirinya bermanfaat untuk menghilangkan nyeri, anti inflamasi dan anti bakteri. Air perasan
umbinya (akar tongkat) digunakan untuk penyakit katarak. Pada umumnya jahe dipakai
sebagai pencampur beberapa jenis obat yaitu sebagai obat batuk, rnengobati luka luar dan
dalam, melawan gatal (umbinya ditumbuk halus) dan untuk mengobati gigitan ular.
2)
3)
Produk farmasi berbahan baku kunyit, mampu bersaing dengan berbagai obat
paten, misalnya untuk peradangan sendi (arthritis- rheumatoid) atau osteo-arthritis berbahan
aktif natrium deklofenak, piroksikam, dan fenil butason dengan harga yang relatif mahal atau
suplemen makanan (Vitamin-plus) dalam bentuk kapsul. Dalam bahasa Banjar kunyit biasa
pula disebut Janar. Produk bahan jadi dari ekstrak kunyit berupa suplemen makanan dalam
bentuk kapsul (Vitamin-plus) pasar dan industrinya sudah berkembang. Suplemen makanan
dibuat dari bahan baku ekstrak kunyit dengan bahan tambahan Vitamin B1, B2, B6, B12,
Vitamin E, Lesitin,Amprotab, Mg-stearat, Nepagin dan Kolidon 90.
5)
C. HASIL PENGAMATAN
Uji
Berat sebelum
Penimbangan (g)
Rata-rata
(g)
Kadar air
Kadar abu
50,9483
32,6937
35,0867
36,3791
33,1487
50,7906
I
50,8077
32,5551
34,9594
35,3852
32,1174
49,8085
II
50,8179
32,5598
34,9464
35,3852
32,1174
49,8085
III
50,8103
32,5589
34,9636
35,3852
32,1174
49,8085
50,8119
32,5579
34,9626
35,3852
32,1174
49,8085
D. PEMBAHASAN
Simplisia merupakan bahan alami yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah
dikeringkan. Simplisia terbagi 3 jenis, yaitu simplisia nabati adalah simplisia yang berupa
tanaman utuh, bagian dari tanaman atau isi sel dengan cara tertentu dipisahkan dari
tanamannya dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia hewani adalah simplisia yang
berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan
belum berupa zat kimia murni. Sedangkan Simplisia pelikan (mineral), yaitu simplisia yang
berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara
sederhana dan belum berupa zat kimia murni.
Sampel yang digunakan adalah sampel daun jambu biji. Sampel jambu biji akan
ditentukan kadar air dan kadar abu di dalamnya. Kadar air yang terkandung dalam sampel
merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen.
Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air
dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam
bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air
yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak,
sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan.
Cara yang dilakukan untuk pengeringan adalah dengan menggunakan oven dan tanur
listrik, karena simplisia jambu biji merupakan contoh bahan yang kandungan airnya dapat
diuapkan dengan oven dan tanur listrik. Kadar air ditentukan dengan membandingkan selisih
bobot simplisia sebelum pengeringan dan simplisia sesudah dikeringkan dengan oven. Sifat
dari metode analisa kadar air dengan menggunakan metode oven berdasarkan pada
gravimetri, yaitu berdasarkan pada selisih berat sebelum pemanasan dan setelah
pemanasan. Sebelum dilakukan analisa, terlebih dahulu dilakukan penimbangan cawan yang
akan dipergunakan untuk mengeringkan sample. Penimbangan dilakukan sampai berat cawan
konstan, yaitu dengan memanaskan cawan dalam oven pada suhu 100-105 0C selama 1,5
jam. Dilakukan triplo dengan menggunakan tiga cawan yang berbeda. Dan kadar air yang
diperoleh yaitu sebesar 13,64%, 13,58% dan 12,50%.
Abu adalah zat anorganik sisa pembakaran dari senyawa organik. Dalam bahan
pangan, selain abu terdapat pula komponen lain yaitu mineral. Kadar abu dalam bahan
pangan sangat mempengaruhi sifat dari bahan pangan. Kadar abu merupakan ukuran dari
jumlah total mineral yang terdapat dalam bahan pangan. Hal ini menunjukkan bahwa
penentuan kadar air sangat mempengaruhi penentuan kadar mineral.
Kadar abu ialah material yang tertinggal bila bahan makanan dipijarkan dan dibakar
pada suhu sekitar 500-800C. Dalam hal ini metode pengabuan dengan metode tanur adalah
dengan cara membakar bahan hingga mencapai suhu 600-750oC hingga bahan berwarna abuabu. Kadar abu ditentukan dengan membandingkan bobot abu yang didapat dengan bobot
simplisia jambu biji sebelum pengeringan.Pada metode pengabuan kering, air dan bahan
volatile lain diuapkan kemudian zat- zat organik dibakar hingga menghasilkan CO2, H2O dan
N2. Proses pemindahan cawan selalu menggunakan gegep agar lemak dari tangan yang
mungkin menempel pada cawan tidak ikut tertimbang. Dilakukam triplo dengan tiga cawan
berbeda untuk hasil yang lebih akurat, namun terdapat data yang rancu. Data yang diperoleh
yaitu 8,68%, -0,46%, dan 2,56%.
Kadar abu dari ulangan pertama ternyata menunjukkan hasil yang berbeda dengan
kadar abu ulangan selanjutnya. Seharusnya kadar abu tersebut sama karena sampel yang
digunakan sama, dengan berat awal yang sama, bedanya hanya berat krus porselen yang
digunakan. Penyimpangan ini dapat terjadi karena kesalahan saat penimbangan atau abu ada
yang menyerap air karena dibiarkan di udara terbuka terlalu lama saat menunggu ditimbang
sehingga abu akan menarik air dan mempengaruhi berat saat ditimbang. Akibatanya kan
mempengaruhi ketepatan analisis.
E.
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini yaitu kadar air sampel daun
jambu biji yaitu 13,64%, 13,58% dan 12,50% dan kadar abu sampel daun jambu biji yaitu
8,68%, -0,46%, dan 2,56%.
2.
SARAN
Saran yang dapat diberikan yaitu saat pengujian diharapkan mahasiswa dapat lebih
serius dalam proses pengerjaannya sehingga kesalahan dalam proses pengujian dapat
diminimalisis.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2009, Farmakope Herbal Indonesia Edisi I, Departemen Kesahatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Anonim, 1989, MateriaMedika Indonesia Jilid V, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Diposkan oleh Endra Sendana di 6/01/2014 10:15:00 AM
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Kandungan bahan organik dari hasil metabolisme sekunder yang terdapat pada
tanaman sebagai bahan baku obat tradisional merupakan identitas kimiawi dan ciri
spesifik tanaman yang berhubungan dengan efek farmakologis yang ditimbulkannnya,
karena metabolit sekunder yang dihasilkan tanaman memiliki karakteristik untuk tiap
genara, spesies dan strain/varietas tertentu (Anonim, 2007).
Uji kadar sari dari suatu ekstrak bahan obat alam dimaksudkan agar dapat
memberikan gambaran awal sejumlah kandungan, dengan cara melarutkan ekstrak
sediaan dalam pelarut organik tertentu (etanol atau air) (Anonim, 2007).
Berbagai senyawa penyarian dari bahan obat alam seperti penyarian dengan
pelarut air atau alkohol digunakan untuk menentukan presentase tersarinya dengan
pelarut tersebut. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol lebih sering digunakan
untuk mengetahui apakah bahan baku obat tradisional tersebut dapat larut dalam
pelarut organik. Penetapan kadar sari larut dalam air digunakan untuk menentukan
kemampuan dari bahan obat tersebut apakah tersari dalam pelarut air (Anonim, 2007).
Kemampuan bahan obat terserap dalam air dapat menjadi acauan penggunaan
jamu dalam bentuk rebusan (infusa) oleh masyarakat. Sehingga efek yang diinginkan
tercapai, sedangkan kemampuan bahan obat tersari dalam etanol dapat dijadikan
standar dalam pembuatan sediaan ekstrak. Besarnya kadar yang tersari dapat dijadikan
standar atau control untuk mutu dari suatu bahan atau obat herbal tersandarkan
(Anonim, 2007).
Dalam menetapkan besarnya kadar sari yang terkandung dalam bahan obat
tradisional (ekstrak) dilakukan beberapa kali penimbangan hingga diperoleh bobot
tetap/konstan. Bobot konstan yang dimaksud adalah dua kali penimbangan berturutturut berbeda tidak lebih dari 0,5 mg tiap gram sisa yang ditimbang (Anonim, 2007).
Cara perhitungan kadar sari (Anonim, 2007) :
Berat ekstrak
N1 + N2 + N3
3
x 100%
Penetapan fisis dari sediaan jamu (simplisia) dilakukan berupa penetapan kadar
abu sisa pemijaran (kadar abu total) dan kadar abu yang tidak larut dalam asam
(Anonim, 2007).
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengidentifikasi suatu simplisia karena tiap
simplisia mempunyai kandungan atau kadar abu yang berbeda-beda, dimana bahan
anorganik yang terdapat dalam simplisia tersebut ada yang terbentuk secara alami
dalam tumbuhan. (Anonim, 2007)
Atas dasar tersebut dapat ditentukan besarnya cemaran bahan-bahan anorganik
yang terdapat dalam simplisia yang terjadi pada saat pengolahan ataupun dalam
pengemasan simplisia (Anonim, 2007)
Prinsipnya adalah bahan dipanaskan pada temperature dimana senyawa oraganik
dan turunannya terdekstruksi dan menguap hingga tersisa unsur mineral organik,
penetapan kadar abu bertujuan memberi gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal dalam simplisia, mulai dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Kadar
abu diperiksa untuk menetapkan tingkat pengotoran oleh logam-logam dan silikat
(Anonim, 2007).
Kadar abu total (sisa pemijaran) dan abu yang tidak dapat larut dalam asam
dapat ditetapkan melalui metode yang resmi. Dalam hal ini terjadi pemijaran dan
penimbangan, total abu kemudian dididihkan dengan asam klorida, disaring, dipijarkan
dan ditimbang abu yang tidak larut dalam asam dimaksudkan untuk melarutkan kalsium
karbonat, alkali klorida sedangkan yang tidak larut dalam asam biasanya mengandung
silikat yang berasal dari tanah atau pasir. Jumlah kotoran, tanah, tanah liat dan lain-lain
yang terdapat dalam sample uji disebut sebagai zat anorganik asing yang terbentuk
dalam bahan obat atau melekat pada bahan obat pada saat pencampuran (Anonim,
2007).
Perlu diingat, saat penimbangan kadar abu diakukan sampai diperoleh bobot
tetap/konstan dari alat dan bahan yang digunakan. Bobot konstan yang dimaksud bahwa
dua kali penimbangan berturut-turut berbeda tidak lebih dari 0,5 mg tiap gram sisa yang
ditimbang (Anonim, 2007).
Cara perhitungan kadar abu (Anonim, 2007) :
Berat abu total
Kadar abu total
Berat sampel
= N1 + N2 + N3
x 100%
Dalam menetapkan besarnya kadar sari yang terkandung dalam bahan obat
tradisional (ekstrak) dilakukan beberapa kali penimbangan hingga diperoleh bobot
tetap/konstan. Bobot konstan yang dimaksud adalah dua kali penimbangan berturutturut berbeda tidak lebih dari 0,5 mg tiap gram sisa yang ditimbang.
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengidentifikasi suatu simplisia karena tiap
simplisia mempunyai kandungan atau kadar abu yang berbeda-beda, dimana bahan
anorganik yang terdapat dalam simplisia tersebut ada yang terbentuk secara alami
dalam tumbuhan. Atas dasar tersebut dapat ditentukan besarnya cemaran bahan-bahan
anorganik yang terdapat dalam simplisia yang terjadi pada saat pengolahan ataupun
dalam pengemasan simplisia.
Prinsipnya adalah bahan dipanaskan pada temperature dimana senyawa organik
dan turunannya terdekstruksi dan menguap hingga tersisa unsur mineral organik,
penetapan kadar abu bertujuan memberi gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal dalam simplisia, mulai dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Kadar
abu diperiksa untuk menetapkan tingkat pengotoran oleh logam-logam dan silikat.
Kadar abu total (sisa pemijaran) dan abu yang tidak dapat larut dalam asam
dapat ditetapkan melalui metode yang resmi. Dalam hal ini terjadi pemijaran dan
penimbangan, total abu kemudian dididihkan dengan asam klorida, disaring, dipijarkan
dan ditimbang abu yang tidak larut dalam asam dimaksudkan untuk melarutkan kalsium
karbonat, alkali klorida sedangkan yang tidak larut dalam asam biasanya mengandung
silikat yang berasal dari tanah atau pasir. Jumlah kotoran, tanah, tanah liat dan lain-lain
yang terdapat dalam sample uji disebut sebagai zat anorganik asing yang terbentuk
dalam bahan obat atau melekat pada bahan obat pada saat pencampuran.
2.
Dimaserasi dengan 100 ml etanol (95 %) selama 24 jam menggunakan labu bersumbat
kaca sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam, kemudian diamkan selama 18 jam.
3.
4.
Diuapkan 20 ml filtrat dalam cawan dangkal dasar rata yang telah ditera di atas tangas
air hingga ekstrak kering.
5.
6.
Dihitung kadar dalam persen terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.
2.
Dmasukkan dalam cawan porselin yang telah dipijarkan dan telah dikonstankan
sebelumnya.
3.
4.
5.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Uji kadar sari bertujuan memberikan gambaran awal jumlah senyawa yang
terkandungan dalam suatu sampel.
Uji kadar abu bertujuan untuk mengetahui berapa besarnya cemaran bahanbahan anorganik yang terdapat dalam suatu sampel.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Penuntun Praktikum Faemakognosi I. Universitas Muslim Indonesia ; Makassar.
Ansel, Hiward C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi keempat, UI Press : Jakarta.
Disusun Oleh :
Kelompok 3C
Ogy Goesgiantoro
(10060309086)
Nurazaniah Rakhmadewi
(10060309087)
Nina Nurwila
(10060309088)
Siska Hotimah
(10060309089)
Eldi Ali Rakhman
(10060309090)
Tanggal praktikum : Selasa, 20 Desember 2011
Tanggal laporan
: Selasa, 27 Desember 2011
Asisten Kelompok:
M. Fajar Daud S.Farm
Identitas
Tujuannya memberikan identitas objektif dari nama dan spesifik dari senyawa identitas.
Diantaranya deskripsi tata nama dan ekstrak yang mempunyai senyawa identitas artinya
senyawa tertentu yang menjadi penunjuk spesifik dengan metode tertentu. Deskripsi nama
berupa nama ekstrak, nama latin tumbuhan, bagian tumbuhan yang digunakan dan nama
Indonesia tumbuhan.
Organoleptik
Penggunaan panca indera mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa. Tujuannya
untuk pengenalan awal yang sederhana seobjektif mungkin.
Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
Melarutkan ekstrak dengan pelarut (alcohol atau air) untuk ditentukan jumlah solute
yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetri. Dalam hal tertentu dapat
diukur senyawa terlarut dalam pelarut lain misalnya heksana, diklorometan,
metanol. Tujuannya memberikan gambaran awal jumlah senyawa kandungan. (Ditjen POM,
2000)
2. Ekstraksi
Ekstraksi yang sering digunakan untuk memisahkan senyawa organik adalah ekstraksi
zat cair, yaitu pemisahan zat berdasarkan perbandingan distribusi zat tersebut yang terlarut
dalam dua pelarut yang tidak saling melarutkan.
Yang paling baik adalah dimana kelarutan tersebut dalam pelarut satu lebih besar
daripada konsentrasi zat terlarut dalam pelarut lainnya, harga K hendaknya lebih besar atau
lebih kecil dari satu ekstraksi jangka pendek disebut juga proses pengorokan, sedangkan pada
proses jangka panjang menggunakan soxhlet dan dengan pemanasan (Wasilah, 1978).
Kriteria pemilihan pelarut:
- Pelarut mudah melarutkan bahan yang di ekstrak
- Pelarut tidak bercampur dengan cairan yang di ekstrak
- Pelarut mengekstrak sedikit atau tidak sama sekali pengotor yang ada
- Pelarut mudah dipisahkan dari zat terlarut
- Pelarut tidak bereaksi dengan zat terlarut melalui segala cara (Cahyono, 1991).
2.1. Prinsip Ekstraksi pelarut
Ekstrasi adalah proses pemindahan suatu konstituen dalam suatu sample ke suatu pelarut
dengan cara mengocok atau melarutkannya. Ektraksi pelarut bisa disebut ekstraksi cair-cair
yaitu proses pemindahan solut dari pelarut satu ke pelarut lainnya dan tidak bercampur
dengan cara pengocokkan berulang. Prinsip dasar dari ekstraksi pelarut ini adalah distribusi
zat terlarut dalam dua pelarut yang tidak bercampur (Ibrahim,2009).
3. Kadar sari
Penetapan kadar sari adalah metode kuantitatif untuk jumlah kandungan senyawa dalam
simplisia yang dapat tersari dalam pelarut tertentu. Penetapan ini dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu kadar sari yang larut dalam air dan kadar sari yang larut dalam etanol. Kedua cara
ini didasarkan pada kelarutan senyawa yang terkandung dalam simplisia.
Ada beberapa teknik isolasi senyawa bahan alam yang umum digunakan seperti
maserasi, perkolasi, dan ekstraksi kontinu. Tetapi pada penelitian ini yang digunakan adalah
maserasi. Maserasi merupakan metode perendaman sampel dengan pelarut organik,
umumnya digunakan pelarut organik dengan molekul relatif kecil dan perlakuan pada
temperatur ruangan, akan mudah pelarut terdistribusi ke dalam sel tumbuhan.
Metode maserasi ini sangat menguntungkan karena pengaruh suhu dapat dihindari, suhu
yang tinggi kemungkinan akan mengakibatkan terdegradasinya senyawa-senyawa metabolit
sekunder. Pemilihan pelarut yang digunakan untuk maserasi akan memberikan efektivitas
yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut akibat
kontak langsung dan waktu yang cukup lama dengan sampel (Djarwis, 2004).
Salah satu kekurangan dari metode ini adalah membutuhkan waktu yang lama untuk
mencari pelarut organik yang dapat melarutkan dengan baik senyawa yang akan diisolasi dan
harus mempunyai titik didih yang tinggi pula sehingga tidak mudah menguap (Manjang,
2004).
4. Kayu manis (Cinnamomum burmani).
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Laurales
Famili
: Lauraceae
Genus
: Cinnamomum
Spesies
: Cinnamomum burmannii
Tinggi tanaman 6-12 m, akan tetapi pada tempat yang cocok bisa mencapai 18 m.
Batang berwarna keabu-abuan dan berbau harum, percabangan dekat tanah, pada ranting tua
sering tidak tumbuh daun-daun baru (gundul), tajuk kekar, dan mahkotanya berbentuk
kerucut. Daun berbentuk bulat telur, agak memanjang dengan ujung bulat/tumpul, meruncing
dan lokos (licin dan mengkilap), dan berwarna merah pada waktu masih muda, dan berubah
menjadi hijau tua di permukaan atas dan pucat keabu-abuan di bagian bawah. Bunga kecil,
tidak menarik, ranting, warnanya putih kekuning-kuningan, dan berbunga pada bulan Juli
hingga September. Buah memanjang berwarna coklat.
Ketinggian tempat penanaman kayu manis dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman
serta kualitas kulit seperti seperti ketebalan dan aroma. Kayu manis dapat tumbuh pada
ketinggian hingga 2000 meter dari permukaan laut. Cinnomomun burmannii akan
berproduksi baik bila ditanam di daerah dengan ketinggian 500-1500 meter dari permukaan
laut.
Kandungan kimia dalam kulit kayu manis komponen terbesarnya ialah cinnaldehida 60
70% ditambah dengan eugenol, beberapa jenis aldehida, benzylbenzoat, phelandrene dan
lainlainnya. Kadar eugenol ratarata 8066%. Dalam kulit kayu manis masih banyak
komponenkomponen kimiawi misalnya damar, pelekat, tanin, zat penyamak, gula, kalsium,
oksalat, dua jenis insektisida cinnzelanin dan cinnzelanol, cumarin dan sebagainya
(Rismunandar, 1995).
Kulit kayu manis mempunyai rasa pedas dan manis, berbau wangi, serta bersifat hangat.
Beberapa bahan kimia yang terkandung di dalam kayu manis diantaranya minyak atsiri
eugenol, safrole, sinamaldehide, tannin, kalsium oksalat, damar dan zat penyamak (Hariana,
2007).
Kayu manis memiliki banyak khasiat obat, antara lain:
1. Menurunkan kadar kolesterol
2. Melindungi tubuh dari resiko atherosclerosis
3. Mengandung antioksidan yang berguna untuk melumpuhkan radikal bebas yang mengganggu
sistem kekebalan tubuh
4. Membantu mengobati kanker
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Mengobati asam urat, tekanan darah tinggi (hipertensi), radang lambung atau maag (gastritis)
Membantu menurunkan berat badan
Meredakan sakit kepala dan sakit gigi
Meredakan masuk angin, perut kembung, diare, dan muntah-muntah
Membantu masalah susah buang air besar
Membantu mengobati sariawan dan membuat nafas tetap segar
Meredakan pilek, batuk, serta sinus dan membantu mencegah flu
Nama Daerah
Sumatera: holim, holim manis, modang siak-siak (Batak), kanigar, kayu manis (Melayu),
madang kulit manih (Minangkabau). Jawa: huru mentek, kiamis (Sunda), kanyengar
(Kangean). Nusatenggara: kesingar, kecingar, cingar (Bali), onte (Sasak), kaninggu (Sumba),
puu ndinga (Flores).
Pemerian
Bau khas aromatik, rasa agak manis, agak pedas dan kelat.
Pemeriksaan Makroskopik
Potongan kulit : bentuk gelondong, agak menggulung membujur, agak pipih atau berupa
berkas yang terdiri dari tumpukan beberapa potong kulit yang tergulung membujur; panjang
sampai 1m, tebal kulit 1mm sampai 3mm atau lebih. Permukaan luar: yang tidak bergabus
berwarna coklat kekuningan atau coklat sampai coklat kemerahan, bergaris-garis pucat
bergelombang memanjang dan bergaris-garis pendek melintang yang menonjol atau agak
berlekuk; yang bergabus berwarna hijau kehitaman atau coklat kehijauan, kadang-kadang
terdapat terdapat bercak bercak lumut kerak berwarna agak putih atau coklat muda.
Permukaan dalam: berwarna coklat kemerahan tua sampai coklat kehitaman. Bekas patahan
tidak rata.
Uji Kemurnian
Kadar abu. Tidak lebih dari 3,5%.
Kadar abu yang tidak larut dalam asam. Tidak lebih dari 0,4 %
Kadar sari yang larut dalam etanol. Tidak kurang dari 10%
Bahan organik asing. Tidak lebih dari 2 %.
Kegunaan : Karminatif
Kandungan Senyawa : Minyak atsiri 1-3%, tanin, damar, lendir, kalsium oksalat.
(Depkes RI, 1977)
Bahan :
Simplisia
Aquadest
Kondensor
D. PROSEDUR
1. Penetapan kadar senyawa larut air
Cawan dipanaskan pada suhu 105o C, didinginkan dalam desikator hingga suhu kamar,
kemudian cawan tersebut ditimbang.
Sampel ditimbang sebanyak 5 gram
Sampel dimaserasi Selama 24 jam dengan 100 ml air-kloroform P, menggunakan Erlenmeyer
sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama dibiarksan selama 18 jam.
Sebanyak 20 ml filtrat disaring, kemudian diuapkan hingga kering dalam cawan yang telah
ditara, sisanya dipanaskan pada suhu 105o C hingga bobot tetap.
Kadar sari larut dalam air dihitung dalam persen terhadap bahan yang dikeringkan diudara.
2. Penetapan kadar senyawa larut etanol
Cawan dipanaskan pada suhu 105o C, didinginkan dalam desikator hingga suhu kamar,
kemudian cawan tersebut ditimbang.
Sampel ditimbang sebanyak 5 gram
Sampel dimaserasi Selama 24 jam dengan 100 ml etanol (95%), menggunakan Erlenmeyer
sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama dibiarksan selama 18 jam.
Sebanyak 20 ml filtrat disaring, kemudian diuapkan hingga kering dalam cawan yang telah
ditara, sisanya dipanaskan pada suhu 105o C hingga bobot tetap.
Kadar sari larut dalam etanol (95%) dihitung dalam persen terhadap bahan yang dikeringkan
diudara.
E. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Data Pengamatan
Nama simplisia
: Kulit kayu manis
Nama latin simplisia
: Burmani Cortex
Nama latin tumbuhan
: Cinnamomum burmani
Pengamatan Kadar sari
:
1. Kadar sari larut air ( kelompok 3C)
Berat kayu manis tabung I = 5,0141 g
Berat kayu manis tabung II = 5,0060 g
Masing-masing tabung ditambahkan kloroform (0,25 ml) dan aquadest ad 100 ml.
Berat cawan kosong yang sudah ditara:
Cawan I = 65,31 g
Cawan II = 71,66 g
Berat cawan + simplisia filtrat kering (bobot tetap):
Cawan I = 65,42 g
Cawan II = 71,78 g
2. Kadar sari larut etanol ( kelompok 4C)
Berat kayu manis tabung I = 5,0 g
Berat kayu manis tabung II = 5,0 g
Masing-masing tabung ditambahkan etanol 100 ml.
Berat cawan kosong yang sudah ditara:
Cawan I = 71,06 g
Cawan II = 70,53 g
Berat cawan + filtrat kering (bobot tetap):
Cawan I = 71,42 g
Cawan II = 70,84 g
Perhitungan :
x x 100 %
1. Kadar sari larut air
Cawan I
x x 100 % = 10,97 %
Cawan II
x x 100 % = 11,99 %
2. Kadar sari larut etanol
Cawan I
x x 100 % = 36 %
Cawan II
x x 100 % = 31 %
Tabel persen kadar sari Kulit kayu manis
Kadar sari
Kadar sari larut air
Kadar sari larut etanol
Cawan 1
10,97 %
36 %
Cawan 2
11,99 %
31 %
Rata-rata
11,48 %
33,5 %
F. PEMBAHASAN
Simplisia sebagai suatu bahan yang akan mengalami proses lanjutan atau
langsung dikonsumsi harus memiliki standarisasi. Hal ini penting sebagai acuan mengenai
segala sesuatu mengenai cara penggunaan simplisia. Karena simplisia yang berasal dari
bahan alam biasanya memiliki keragaman, terutama dalam kandungan zat aktifnya. Sehingga
agar didapatkan mutu dan kualitas yang sama pada semua konsumen, standar penggunaan
simplisia sangat diperlukan.
Standarisasi merupakan hal yang penting untuk simplisia dan ekstrak yang akan
digunakan atau dikonsumsi. Parameter standar merupakan suatu metode standarisasi untuk
menjaga kualitas dari suatu simplisia maupun ekstrak. Parameter standar meliputi parameter
standar spesifik dan parameter standar non spesifik, yang diujikan terhadap simplisia dan
ekstrak. Salah satu parameter standar spesifik untuk pengujian standar simplisia adalah
penetapan kadar sari pada pelarut tertentu.
Kadar sari larut air dan etanol merupakan pengujian untuk penetapan jumlah kandungan
senyawa yang dapat terlarut dalam air (kadar sari larut air) dan kandungan senyawa yang
dapat terlarut dalam etanol (kadar sari larut etanol). (Ditjen POM, 2000)
Metode penentuan kadar sari digunakan untuk menentukan jumlah senyawa aktif yang
terekstraksi dalam pelarut dari sejumlah simplisia. Penentuan kadar sari juga dilakukan untuk
melihat hasil dari ekstraksi, sehingga dapat terlihat pelarut yang cocok untuk dapat
mengekstraksi senyawa tertentu. Prinsip dari ekstraksi didasarkan pada distribusi zat terarut
dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling campur (Ibrahim,2009).
Pada penentuan kadar sari larut air, simplisia terlebih dahulu dimaserasi selama 24 jam
dengan air. Sedangkan pada penentuan kadar sari larut etanol, simplisia terlebih dahulu
dimaserasi selama 24 jam dengan etanol (95 %). Hal ini bertujuan agar zat aktif yang ada
pada simplisia dapat terekstraksi dan tertarik oleh pelarut tersebut.
Ketika penentuan kadar sari larut air, simplisia ditambahkan kloroform terlebih dahulu,
penambahan kloroform tersebut bertujuan sebagai zat antimikroba atau sebagai pengawet.
Karena apabila pada saat masrasi hanya air saja, mungkin ekstraknya akan rusak karena air
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba atau dikhawatirkan terjadi proses
hidrolisis yang akan merusak eksatrak sehingga menurunkan mutu dan kualitas dari ekstrak
tersebut. Sementara pada penentuan kadar sari larut etanol tidak ditambahkan kloroform,
karena etanol sudah memiliki sifat antibakteri jadi tidak perlu ditambahkan kloroform.
Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil kadar sari larut air dari kulit kayu
manis adalah 11,48 % dan 33,5 % untuk kadar sari larut etanol. Kadar sari larut etanol yang
didapat lebih besar dibandingkan dengan kadar sari larut airnya. Hal ini karena air bersifat
polar dan etanol bersifat non polar. Jadi etanol bisa menarik senyawa yang bersifat polar dan
non polar dibandingkan air yang hanya bias menarik senyawa yang polar saja. Oleh karena
itu etanol biasa disebut pelarut universal.
Berdasarkan kelarutan dari kandungan senyawa yang terkandung dalam kulit kayu manis
yaitu minyak atsiri 1-3%, tanin, damar, lendir (mucilago/amilum), kalsium oksalat (Depkes
RI, 1977) dapat diketahui sifat-sifat dari zat tersebut.
Misalnya tannin. Tanin mudah larut dalam air disebabkan karena adanya gula yang
terikat. Hal ini sama diungkapkan oleh Browning (1980) bahwa semua jenis tanin larut dalam
air, kelarutannya akan bertambah besar apabila dilarutkan adalam air panas. Markhan (1988)
mengatakan bahwa karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil pada flavanoid (bentuk tanin
yang umum ditemukan) maka cenderung menyebabkan flavanoid mudah larut dalam air
panas atau larutan basa encer karena cara ini adalah cara yang termurah dengan perolehan
ekstraksi uang cukup besar ( Umar, 2002). Kelarutan dalam etanol 0,82gr dalam 1 ml (70oC).
Kelarutan dalam air 0,656 gr dalam 1ml (70oC) (Anonim, 2011).
Sifat damar antara lain rapuh dan mudah melekat pada tangan pada suhu kamar, mudah
larut dalam minyak atsiri dan pelarut organic nonpolar,sedikit larut dalam pelarut organic
yang polar, tidak larut dalam air, tidak tahan panas, mudah terbakar,tidak volatile apabila
terdekomposisi dan mudah berubah warna bila disimpan terlalu lama dalam tempat tertutup
tanpa sirkulasi udara yang baik (Mulyono, 2004). Sehingga damar tersebut akan lebih banyak
terekstraksi oleh etanol.
G. KESIMPULAN
Salah satu parameter standar spesifik untuk pengujian standar simplisia adalah penetapan
kadar sari pada pelarut tertentu.
Kadar sari larut air dan etanol merupakan pengujian untuk penetapan jumlah kandungan
senyawa yang dapat terlarut dalam air (kadar sari larut air) dan kandungan senyawa yang
dapat terlarut dalam etanol (kadar sari larut etanol).
Maserasi bertujuan agar zat aktif yang ada pada simplisia dapat terekstraksi dan tertarik oleh
pelarut tersebut.
Ketika penentuan kadar sari larut air, simplisia ditambahkan kloroform terlebih dahulu,
penambahan kloroform tersebut bertujuan sebagai zat antimikroba atau sebagai pengawet.
Pada penentuan kadar sari larut etanol tidak ditambahkan kloroform, karena etanol sudah
memiliki sifat antibakteri jadi tidak perlu ditambahkan kloroform.
Hasil kadar sari larut air dari kulit kayu manis yang didapat adalah 11,48 %
Hasil kadar sari larut etanol dari kulit kayu manis yang didapat adalah 33,5 %.
Data kadar sari dalam pelarut tertentu biasanya diperlukan untuk menentukan pelarut yang
akan digunakan untuk mengekstraksi senyawa tertentu agar zat-zat yang terekstraksi lebih
banyak yang terekstrak dari simplisia yang akan diekstrak.
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen POM Depkes RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Ditjen POM Depkes RI, 1977, Materia Medika Indonesia I, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.
Ibrahim. 2009. Ekstraksi. Bandung: Sekolah Farmasi ITB
Wasilah, Sudja. 1978. Penuntun Percobaan Pengantar Kimia Organik. Bandung: PT Karya
Nusantara
Djarwis, D. 2004. Teknik Penelitian Kimia Organik Bahan Alam, Workshop Peningkatan
Sumber Daya Manusia Penelitian dan Pengelolaan Sumber Daya Hutan yang
Berkelanjutan. Jakarta : Ditjen Dikti Depdiknas.
Manjang, Y. 2004. Penelitian Kimia Organik Bahan Alam, Pelestarian dan Perkembangan
Melalui Tanah Agrowisata, Workshop Peningkatan Sumber Daya Manusia Penelitian dan
Pengelolaan Sumber Daya Hutan yang Berkelanjutan. Jakarta : Ditjen Dikti Depdiknas.
Hariana, Arief. 2007. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rismunandar. 1995. Kayu Manis. Penebar Swadaya, Jakarta.
Umar, Buyung suwardi. 2002. Analisis Kadar Tanin pada Buah Kakao (Theobroma Cacao
L). Jakarta.
Mulyono, Noryawati., Apriyantono, Anton. 2004. Sifat fisik, kimia dan fungsional dammar.
Jurnal teknologi dan industri pangan Vol XV No.3
Anonim, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22677/4/Chapter%20II.pdf diakses
tanggal 25 desember 2011.
Laporan Fitokimia
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Dalam percobaan kali ini kita menggunakan metode uji fitokimia. Dalam uji fitokimia ini
kita menggunakan Alkaloid, Flavanoid, Kuinon, Tannin dan Polifenol, Saponin, Steroid dan
Triterpenoid.
Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, dalam arti luas adalah segala jenis zat kimia
atau nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk sayuran dan buah-buahan.
Dalam penggunaan umum, fitokimia memiliki definisi yang lebih sempit. Fitokimia biasanya
digunakan untuk merujuk pada senyawa yang ditemukan pada tumbuhan yang tidak
dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh, tapi memiliki efek yang menguntungkan bagi
kesehatan atau memiliki peran aktif bagi pencegahan penyakit. Karenanya, zat-zat ini
berbeda dengan apa yang diistilahkan sebagai nutrien dalam pengertian tradisional, yaitu
bahwa mereka bukanlah suatu kebutuhan bagi metabolisme normal, dan ketiadaan zat-zat ini
tidak akan mengakibatkan penyakit defisiensi, paling tidak, tidak dalam jangka waktu yang
normal untuk defisiensi tersebut. Fitokimia, senyawa yang begitu bermanfaat sebagai
antioksidan dan mencegah kanker juga penyakit jantung.
Beberapa studi pada manusia dan hewan membuktikan zat zat kombinasi fitokimia ini
didalam tubuk memilikmi fungsi tertentu yang berguna bagi kesehatan. Kombinasi itu antara
lain menghasilkan enzim enzim sebagai penangkal racun, merangsang system pertahanan
tubuh, mencegah penggupalan keeping keeping darah, menghambat sintesa kolesterol
dihati, meningkatkan metabolism hormone, meningkatkan oengenceran dan p[engikatan zat
karsionogen dalam liang usus, menimbulkan efek anti bakteri, anti virus dan anti oksidan dan
mengatur gula darah serta dapat menimbulkan efek anti kanker.
1.2 Tujuan
Untuk menguji sampel hasil simplisia apakah sampel itu mengandung Alkaloid,
Flafanoid, Kuinon, Tanin dan Polifenol, saponin, steroid dan triterpenoid.
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Tinjauan umum komponen farmaka bahan alam
Alkaloid
Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan
heterosiklik dan terdapat di tetumbuhan (tetapi ini tidak mengecualikan senyawa yang berasal
dari hewan). Asam amino, peptida, protein, nukleotid, asam nukleik, gula amino dan
antibiotik biasanya tidak digolongkan sebagai alkaloid. Dan dengan prinsip yang sama,
senyawa netral yang secara biogenetik berhubungan dengan alkaloid termasuk digolongan
ini. Alkaloid dihasilkan oleh banyak organisme, mulai dari bakteria, fungi (jamur), tumbuhan,
dan hewan. Ekstraksi secara kasar biasanya dengan mudah dapat dilakukan melalui teknik
ekstraksi asam- basa. Rasa pahit atau getir yang dirasakan lidah dapat disebabkan oleh
alkaloid. Istilah "alkaloid" (berarti "mirip alkali", karena dianggap bersifat basa) pertama kali
dipakai oleh Carl Friedrich Wilhelm Meissner (1819), seorang apoteker dari Halle (Jerman)
untuk menyebut berbagai senyawa yang diperoleh dari ekstraksi tumbuhan yang bersifat basa
(pada waktu itu sudah dikenal, misalnya, morfina, striknina, serta solanina). Hingga sekarang
dikenal sekitar 10.000 senyawa yang tergolong alkaloid dengan struktur sangat beragam,
sehingga hingga sekarang tidak ada batasan yang jelas untuknya. Alkaloid bersifat basa yang
tergantung pada pasangan electron pada nitrogen. Kebasaan alkaloid menyebabkan sentawa
tersebut sangat mudah mengalami dekomposisi terutama oleh panas dan sinar dengan adanya
oksigen. Dekomposisi alkaloid selama atau setelah isolasi dapat menimbulkan berbagai
persoalan jika penyimpanan dalam waktu lama. Pembentukan garam dengan senyawa organic
atau anorganik sering mencegah dekomposisi.
Flavonoid
Pereaksi Dragendrof, negative (-) karena tidak terbentuk endapan jingga.
Pereaksi meyer, positif (+) karena terbentuk endapan putuh.
Pereaksi Bouchardat, positif (+) karena terbentuk endapan coklat merah.
Flavonoid, hasilnya negative ( - ) karena tidak menimbulkan warna merah
Kuinon, hasilnya positif ( + ) karena berwarna merah
Tannin dan Polifenol, hasilnya
Ditambahkan FeCL3 1%, negative ( - )
Ditambahkan FeCL3 1%, negative ( - )
Ditambahkan Glatin 10 %, negative ( - )
Saponin, hasilnya negative ( - )
Steroid dan triterpenoid, hasilnya steroid.
4.2. Pembahasan
Untuk mengetahui apakah sempel dari hasil simplisia mengandung 6 senyawa
fitokimia kita harus melakukan percobaan dulu, yang pertama alkaloid pertama Sampel
dibasakan denagn Ammonia 10 % ditambahkan CHCL3 lalu digerus dan dikocok. Lapisan
CHCL3 diambil lalu ditambahkan HCL 1N dan di kocok. Diambil fasa airnya lalu dibagi 3
pada masing masing bgian ditambahkan Pereaksi Dragendrof, Pereaksi meyer dan Pereaksi
Bouchardat, dari situ kita akan mengetahui apakah sampel mengandung alkaloid dengan cara
jika pereaksi Dragendrof terbentuk endapan jingga maka perekasi itu mengandung alkaloid,
tetapi kalo tidak memiliki maka hasilnya adalah negative, lalu Pereaksi meyer jika terbentuk
1.
a.
b.
c.
2.
3.
4.
a.
b.
5.
6.
endapan putih maka perekasi hasilnya positive tetapi kalo tidak hasilnya negative, lalu
Pereaksi Bouchardat jika terbentuk endapan coklat merah maka hasilnya positive tetapi jika
tidak hasilnya negative. Lalu yang selanjutnya flavanoid pertama Sampel dipanaskan dengan
campuran logam magnesium dan asam klorida 2 %, kemudian disaring. Jika menimbulkan
warna merah maka hasilnya positif tetap jika tidak maka hasilnya negative.
Lalu kuinon pertama Sampel dikocok dengan air panas lalu dididihkan selama 5
menit, lalu disaring kedalam filtrat dan ditambahkan NaOH 1 %. Jika berwarna merah maka
hasilnya positive tapi jika tidak maka hasilnya negative.
Lalu tannin dan polifenol pertama Sampel ditambahkan air panas dan dididihkan
selam 5 menit, setelah dingin disaring, fitratnya di bagi 2 masing masing Ditambahkan
FeCL3 1% dan Ditambahkan Glatin 10 %.
Lalu saponin pertama Sampel ditambah air panas dan dididihkan selama 5 menit,
setelah dingin disaring. Fitratnya diambil sebanyak 10 ml lalu dikocok selama 10 detik.
Lalu steroid dan triterpenoid pertama Sampel digerus dengan eter, fase eter dipepet
lalu diuapkan pada cawan penguap sampai kering. Pada residunya ditambahkan pereaksi
Lieberman burchard.
BAB V
Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan
Hasil yang didapat dari hasil pengujian komponen farmaka dalam simplisia dengan 6
senyawa fitokimia yaitu :
Alkaloid, hasilnya
Pereaksi Dragendrof, negative (-) karena tidak terbentuk endapan jingga.
Pereaksi meyer, positif (+) karena terbentuk endapan putih.
Pereaksi Bouchardat, positif (+) karena terbentuk endapan coklat merah.
Flavonoid, hasilnya negative ( - ) karena tidak menimbulkan warna merah
Kuinon, hasilnya positif ( + ) karena berwarna merah
Tannin dan Polifenol, hasilnya
Ditambahkan FeCL3 1%, negative ( - )
Ditambahkan Glatin 10 %, negative ( - )
Saponin, hasilnya negative ( - )
Steroid dan triterpenoid, hasilnya steroid.
5.2. Saran
Dalam melakukan percobaan uji fitokimia ini kita harus mengerjakannya dengan
baik dan teliti, karena jika kita melakukan prosedur dengan baik maka kita dapat mengetahui
kandungan zat aktif pada bahan percobaan.
DAFTAR PUSTAKA
admin.indoskripsi@gmail.com
Anonim.Alkaloid. Situs Web Wikipedia
Sovia Lenny. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenil Propanoida, Alkaloida. USU Repository
Amrun Hidayat, M. Alkaloid Turunan Triptofan. Makalah Ilmiah. In Internet.
Diposkan 18th October 2011 oleh Andi Musafir Amar
Label: Fitokimia
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Kandungan daun jati cina :
Berdasarkan analisis fitokimia dalam daun jati cina terkandung triterpen,
kariofilen, katekin, farnesol, friedelin, asam kaurenat, prekosen I, prosianidin
B-2, prosianidin B-5, prosianidin C-1, sitosterol, friedelin-3a-ol, sterol, alkaloid,
karotenoid.
IV. ALAT DAN BAHAN
ALAT :
a. Ayakan
b. Beakerglass
c. Lampu spiritus
d. Tabung reaksi
e. Batang pengaduk
f. Kapas
g. Pisau
h. Penangas air
i. Pipet tetes
j. Pipet pasteur
k. Kertas saring
l. pH indikator
BAHAN :
a. Daun Jati Cina
b. Aquadest
c. Kalium Hidroksida
d. Asam Klorida 1%
e. Pereaksi Dragendroff
f. Pereaski Mayer
g. Serbuk Natrium Karbonat
h. Kloroform
i. Larutan Hidrogen Peroksida
j. Asam Asetat
k. Toluena
l. Pereaksi besi (III) klorida
m. Etanol 80 %
Diayak sehingga diperoleh serbuk simpleks yang kering dan siap untuk
diteliti.
b. Uji Pendahuluan
Ditimbang serbuk daun jati cina sebanyak 2 gram.
Dipanaskan dengan air (10 ml) selama 30 menit di atas air mendidih.
Ditambah KOH
A1 A2 Ditambah serbuk
Na2CO3 sampai pH 8-9
Ditambah pereaksi Ditambah pereaksi
Dragendorff (3 tetes) Mayer (3 tetes) Ditambah kloroform
4 ml aduk pelan
Alkaloid Alkaloid
Kloroform memisah
Diambil dengan pipet pasteur
Ditambah pereaksi
Dragendorff (2 tetes)
Terbentuk endapan
Alkaloid dari basa tersier
d. Uji Antrakinon
Ditimbang serbuk daun jati cina sebanyak 300 mg.
Didinginkan
Dipipet 5 ml Dibuang
Dimasukkan dalam
tabung reaksi
Disaring panas-panas
Didinginkan
Uji diulang dengan filtrat hasil pendidihan serbuk daun jati cina (2 gram)
dengan etanol 80% (10 ml) selama 10 menit dalam penangas air.
f. Uji Tanin
Ditimbang serbuk daun jati cina sebanyak 2 gram
Dipanaskan dengan air (10 ml) selama 30 menit di atas tangas air.
Disaring
Ampas Filtrat
Dibuang Dipipet 5 ml
Ditambah larutan
NaCl 2% (1 ml)
g. Uji Saponin
Ditimbang serbuk daun jati cina sebanyak 100 mg.
an +
pth kehi
jaun +
kris
tal putih +
pu
tih
Lart. bening +
Hijau kehitaman +
coklat
Lart. orange
Tdk berbuihlart. kuning
2. Daun Kumis Kucing +
Ku
ning, keco
klatan +
jing
Ga +
jing
ga +
pu
tih +
pu
tih
Lart. bening +
Hijau kotor
Lart. coklat
Tdk berbuihlart. coklat
3. Daun Sirsak +
Ku
ning, keco
klatan +
jing
Ga +
pu
tih ku
ning +
pu
tih +
pu
tih
Lart. bening (+) FeCl3
()
etanol +
pu
tih
Tdk berbuih
Sampai 3 cm
4. Kulit Kina +
Ku
ning, keco
klatan +
jing
ga +
pu
tih ku
ning +
pu
tih +
pu
tih
Lart. bening (+) FeCl3
()
etanol +
coklat
Tdk berbuih
Sampai 3 cm
VIII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini membahas tentang skrining fitokimia tanaman atau
bagian tanaman dengan menggunakan uji tabung. Tanaman atau bagian
tanaman yang digunakan adalah daun jati cina (Sennae Folium). Tujuan
melakukan skrining fitokimia pada daun jati cina (Sennae Folium) yaitu untuk
mengetahui apakah daun jati cina mengandung senyawa golongan flavonoid,
tabung reaksi ditambah air suling ditutup dan dikocok kuat selama 30 detik
setelah itu didiamkan sampai terbentuk buih. Hasil praktikum menunjukkan
daun jati cina negatif mengandung saponin karena tidak terbentuk buih.
Seharusnya terbentuk buih karena saponin termasuk surfaktan. Buih tidak
timbul karena pengocokan yang kurang kuat, dan ruang lingkup sedikit.
IX. KESIMPULAN
Mahasiswa telah mampu melakukan skrining fitokimia mulai dari
pembuatan serbuk daun jati cina (Sennae Folium) sampai pengujian
menggunakan uji tabung (uji pendahuluan, uji alkaloid, uji antrakinon, uji
polifenol, uji tanin dan uji saponin) sehingga mengetahui senyawa yang
terkandung dalam daun jati cina.
Identifikasi daun jati cina (Sennae Folium) dalam praktikum ini
menghasilkan bahwa daun jati cina positif mengandung senyawa alkaloid,
polifenol, dan tanin. Hasil ini sesuai dengan pustaka.
Evaluasi yang didapat yaitu seharusnya daun jati cina (Sennae Folium) juga
mengandung senyawa antrakinon dan saponin tetapi hasil pengujian
menunjukkan hasil negatif pada uji antrakinon dan uji saponin. Hal ini
disebabkan karena adanya kesalahan selama proses preparasi sampel dan
proses pengujian seperti penimbangan daun jati cina yang tidak tepat, waktu
pemanasan tidak tepat, ketidaktepatan jumlah reagen yang ditambahkan
atau adanya kontaminasi silang dengan kotoran atau zat asing lainnya.
X. DAFTAR PUSTAKA
Harborne, J.B., 1987. Metode Fitokimia Penentuan Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, Penerbit ITB; Bandung.
Sastrohamidjojo. H, 1996, Sintesis Bahan Alam, Cetakan ke-1, Liberty,
Yogyakarta.
Tyler, V.E., LYNN, R.B. and ROBBERS, J.E. 1988. Pharmacognosy. Lea and
Febiger. Philadelphia.
XI. LAMPIRAN
Perhitungan Reagen yang digunakan dalam Praktikum
a. NaCl 2% b/v 10 ml
2 x 10 ml = 0,2 gram
100
Ditambah Aquadest ad 10 ml
b. Gelatin 1% 50 ml
1 x 50 ml = 0,5 gram
100
Ditambah Aquadest ad 50 ml
c. Etanol 80% 50 ml
Etanol dipersediaan C = 96%
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 96% = 50 ml x 80%
V1 = 4000 ml
96
V1 = 41,66 ml ~ 41,7 ml
Ditambah Aquadest ad 50 ml
d. KOH 0,5 N 100 ml
N = gram x 1000 x valensi
Mr vol
0,5 = gram x 1000 x 1
56 100
gram = 2,8 gram
Ditambah Aquadest ad 100 ml
e. HCl 1% 100 ml
HCl dipersediaan kadar 37%
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 37% = 100 ml x 1%
V1 = 97,3 ml
Ditambah Aquadest ad 100 ml
Formula dan Cara Pembuatan Reagen
Pereaksi Dragendorff
Pereaksi dragendorff dibuat dengan cara 0,8 gram bismut (III) nitrat sebanyak
0,8 gram dan dilarutkan dalam wadah lain ditimbang sebanyak 27,2 gram
kalium iodida dilarutkan dalam 20 ml aquadest, keduanya dicampurkan dan
didiamkan sampai memisah sempurna, larutan yang jernih diambil dan
diencerkan dengan aquadest sampai 10 ml.
(Mulyono, 2009)
Pereaksi Mayer
Dilarutkan 1,358 gram merkuri (II) klorida dengan 60 ml aquadest (larutan
A) . Dilarutkan beberapa gram kalium iodida dengan 10 ml aquadest (larutan
B). Dituang larutan A ke dalam larutan B. Diencerkan dalam aquadest sampai
100 ml (Mulyono, 2009)
Gambar Hasil Praktikum
a. Uji Pendahuluan
b. Uji Alkaloid
c. Uji Antrakinon
d. Uji Polifenol
e. Uji Tanin
f. Uji Saponin
Mengetahui, Semarang, 25 September 2014
Dosen Pengampu Praktikan
( ) ( Arinta Yuniawati)