PEMBAHASAN
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah bagian bunga dari tanaman
telang (Clitoria ternatea L) yang diambil dari Desa Tanjung Benoa Kecamatan
dilanjutkan dengan ekstraksi sampel, uji parameter non spesifik dan spesifik,
kotoran atau bahan-bahan asing lainnya yang masih menempel pada bunga.
Pemisahan dari kotoran ini bertujuan mengurangi kontaminasi awal yang dapat
pengotor lainnya yang masih menempel pada bunga. Proses ini dilakukan dengan
1
menggunakan air bersih yang mengalir. Setelah itu dilakuakan perajangan dengan
2
6.2 Ektrasi Bunga Telang
Bahan yang telah dirajang dipotong menjadi bagian kecil dengan bantuan blender. Ini
bertujuan untuk memperluas bidang kontak antara sampel dengan pelarut pada saat proses
ekstraksi. Semakin luas bidang kontak antara simplisia dengan pelarut maka akan semakin
banyak jumlah zat kimia yang akan terekstraksi. Ekstraksi bunga telang yang dilakukan dengan
bantuan gelombang ultrasonik menggunakan pelarut etanol 96%. Pemilihan metode ekstraksi
dikarenakan waktu ekstraksi singkat, rendahnya energi yang digunakan dan sedikitnya pelarut
yang diperlukan. Energi ultrasonik berperan besar dalam menciptakan pencampuran yang efektif,
perpindahan energi yang cepat, menurunkan gradien termal dan suhu ekstraksi, sangat selektif
dalam mengekstraksi bahan aktif, dan ukuran peralatan yang kecil, (Endarini, 2016). Dengan
bantuan ultrasonik, proses ektraksi senyawa organik pada tanaman dengan menggunakan pelarut
organik dapat berlangsung lebih cepat. Dinding sel dari bahan dipecah dengan getaran ultrasonik
sehingga kandungan yang ada di dalamnya dapat keluar dengan mudah (Mason, 1990; Sholihah
2017). Pemilihan pelarut etanol 96% yaitu senyawa polar yang mudah menguap, tidak toksik dan
pelarut pilihan utama untuk mengekstraksi metabolit sekunder yang belum diketahui strukturnya dan
Proses ekstraksi Bunga telang segar yang telah dipotong dihaluskan dengan cara diblender
Ditimbang sebanyak 100 gram bunga telang ditambahkan pelarut etanol 96% sebanyak 700 ml
rasio bahan:pelarut 1:7 (b/v). Pemilihan rasio ekstraksi tersebut merupakan rasio bahan:pelarut
dengan perlakuan terbaik berdasarkan penelitian (Winata,2015) dimana pada penlitian tersebut
menghasilkan rendemen, kadar antosianin dan aktivitas antioksidan lebih baik dibandingkan rasio
bahan:pelarut yang lain. lalu diultrasonik selama 3 x 3 menit. Setiap 3 menit dilakukan pengadukan
sebelum diultrasonik kembali. Hasilnya disaring, filtrat ditampung, residu yang didapatkan
dimasukkan ke beaker gelas, ditambah 700 mL etanol 96% dan diultrasonik kembali selama 3 x
3
3 menit, filtrat digabung dengan filtrat pertama. Demikian seterusnya hingga total pelarut etanol
96% yang digunakan sebanyak 2100 mL. Selanjutnya, semua filtrat yang diperoleh dipekatkan
menggunakan rotary evaporator yang dilengkapi dengan pompa vacum, dengan adanya pompa
vacum pada rotary evaporator maka penguapan pelarut dapat dilakukan di bawah titik didih
pelarut dan proses penguapan dapat berlangsung lebih cepat. Setelah penguapan rotary
evaporator kemudian dimasukan ke dalam oven untuk menguapkan sisa pelarut penggunaan
oven disini bertujuan untuk meguapkan sisa etanol dari penguapan menggunakan rotary
evaporator. Suhu yang di gunakan pada proses penguapan di oven adalah 40 °C. Penguapan
akan di hentikan ketika ekstrak yang diuapkan sudah kental. Dari proses ekstraksi didapatkan
ektrak kental sebanyak 9 gram, selanjutnya dihitung nilai persen rendemen ektrak. Nilai persen
rendemen ektrak yang didapat 9%. Nilai rendemen digunakan untuk mengetahui nilai ekonomis
suatu produk atau bahan. Semakin tinggi nilai rendemennya, maka semakin tinggi pula nilai
Standarisasi ekstrak dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan ekstrak yang aman dan
stabilitasnya teruji sehingga sediaan yang dihasilkan merupakan sediaan yang terjamin mutunya.
Pada penelitian telah dilakukan standarisasi non spesisik dan standarisasi spesifik untuk ekstrak
etanol 96% bunga telang. Standarisasi non spesifik yang dilakukan adalah susut pengeringan
4
Penetapan susut pengeringan bertujuan untuk mengetahui kadar air dan pelarut yang tersisa
di dalam ekstrak sehingga dapat diketahui ekstrak yang digunakan tergolong ekstrak cair, kental
atau kering. Penetapan susut pengeringan bertujuan untuk mendapatkan persentase senyawa
yang mudah menguap atau menghilang selama proses pemanasan, tidak hanya menggambarkan
air yang hilang tetapi juga senyawa menguap lain, misalnya minyak atsiri dan sisa pelarut
organik Hasil penetapan susut pengeringan menunjukkan ekstrak yang diperoleh termasuk
ekstrak kental. Hasil standarisasi susut pengeringan ekstrak etanol 96% bunga telang adalah
8.514 ± 0,756 % dimana hasilnya memenuhi nilai standarisasi yang terdapat dalam Farmakope
bnetuk, warna, dan bau dari ekstrak yang akan diuji serta merupakan pengujian awal yang
Uji penegasan golongan senyawa metabolit yang terkandung dalam ekstrak menggunakan
KLT. Kromatogafi lapis tipis adalah metode pemisahan fitokimia dengan dua fase yaitu fase
diam dan fase gerak, dimana prinsip pemisahan senyawa menggunakan KLT adalah perbedaan
kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Uji penegasan menggunakan
Hasil identifikasi metabolit sekunder senyawa alkaloid pada ektrak etanol 96% bunga telang
secara KLT dengan fase gerak Kloroform:metanol:amonia (85:15:1) terdapat lima spot noda
5
berwarna jingga dengan Rf 0.11, 0.16, 0.24, 0.31, 0.94 setelah disemprot dengan dragendorf LP.
Diduga lima spot noda adalah senyawa alkaloid karena noda berwarna jingga setelah disemprot dengan
dragendorf LP. Hasil ini menunjukkan bahwa ektrak etanol 96% bunga telang mengandung senyawa
Hasil identifikasi metabolit sekunder senyawat terpenoid pada ektrak etanol 96% bunga
telang secara KLT dengan fase gerak n-heksana:etil asetat (7:3) terdapat satu spot noda berwarna
jingga dengan Rf 0.97 setelah disemprot dengan Liberman Buchard. Diduga spot noda tersebut
adalah senyawa terpenoid karena noda berwarna jingga setelah disemprot dengan Liberman Buchard.
Hasil ini menunjukkan bahwa ektrak etanol 96% bunga telang mengandung senyawa terpenoid.
(Anam,2015)
Hasil identifikasi metabolit sekunder senyawat flavonoid pada ektrak etanol 96% bunga
telang secara KLT dengan fase gerak asam asetat glacial : butanol : air (1:4:5) terdapat satu spot
noda dengan Rf 0.5, 0.64, 0.73, 0.98. Dari hasil KLT terlihat adanya noda berwarna kuning cokelat
setelah diuapkan dengan ammonia dan berflouresensi biru pada UV 366 nm pada Rf 0,64 yang diduga
adalah senyawa golongan flavonoid. Warna. Menurut Markham (1998), terdapat penafsiran warna
bercak dari segi struktur flavonoid, yang dimana pada sinar UV 366 nm sebelum diuapkan dengan
ammonia terdapat noda fluoresensi biru muda dan setelah diuapkan dengan ammonia yang terjadi
perubahan warna sedikit atau tanpa perubahan atau menjadi fluoresensi murup biru muda maka jenis
flavonoid yang mungkin terkait yaitu Isoflavon yang tak mengandung 5-OH bebas, seperti yang terlihat
pada gambar 2. Penelitian lain yang telah dilakukan juga menunjukkan hasil positif flavonoid yang
terkandung dalam Patikan KeboBiru pada sinar UV 366nm dan setelah penguapan dengan
6
ammonia pada sinar tampak terbentuk warna kuning kecoklatan setelah diuapkan dengan Uap
Hasil identifikasi metabolit sekunder senyawat saponin pada ektrak etanol 96% bunga telang
secara KLT dengan fase gerak butanol-asam asetat glasial-aquades (50:10:40) terdapat satu spot
noda berwarna kuning dengan Rf 0.086, 0.142, 0.171 0.357, 0.457 Warna kuning pada sinar
sinar tampak setelah penyemprotan dengan anisaldehid-asam sulfat dan setelah dipanaskan pada
Hasil identifikasi metabolit sekunder senyawa tanin pada ektrak etanol 96% bunga telang
secara KLT dengan fase gerak metanol-air (6:4) terdapat satu spot noda berwarna hitam dengan
Rf 0.86 pada sinar sinar tampak setelah penyemprotan dengan FeCl 3 5%. Diduga pada Rf 0,87
adalah senyawa tanin karena noda berwarna hitam setelah disemprot dengan FeCl 3 5%. Hasil ini
menunjukkan bahwa ektrak etanol 96% bunga telang mengandung senyawa tannin (Yuda dkk,2017)).
5.5 Pengujian Aktifitas Antioksidan Pada Ekstrak Etanol 96% Bunga Telang
serapan tinggi. Pengukuran sampel harus dilakukan pada Panjang gelombang maksimum agar
kepekaanya lebih maksimal dan meminimalkan kesalahan karena pada panjang gelombang
tersebut perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar. Pada
7
daerah sekitar Panjang gelombang maksimum, benuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi
Radikal DPPH memiliki warna ungu dan memberikan absorbansi maksimum pada Panjang
λmax sebesar 515.38 nm. Hasil spektra dapat dilihat pada lampiran. .
Pengujian aktifitas antioksidan bunga telang dilakukan pada Panjang gelombang 515.38
dengan variasi konsentrasi yang akan di uji dimana akan di buat lima konsentrasi yang berbeda –
beda yaitu 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, 70 ppm dan 80 ppm. Tujuan dari pemilihan variasi
konsnetrasi pada penlitian ini adalah untuk mendapatkan kurva linieritas dimana pada kurva ini
nantinya akan di lihat apakah dengan peningkatan konsentrasi sampel dapat berbanding lurus
UV-Vis double beam karena memiliki keuntungan yaitu nilai blangko dapat langsung di ukur
bersamaan dengan larutan sampel yang akan diuji dalam satu kali proses. Pengukuran
antioksidan dengan metode DPPH adalah metode pengukuran antioksidan yang sederhana, cepat
dan tidak membutuhkan banyak reagen seperti halnya metode lain. Hasil pengukuran dengan
metode DPPH menunjukkan kemampuan antioksidan sampel secara umum, tidak berdasarkan
pada jenis radikal yang dihambat (Sayuti,2015). Pada metode lain selain DPPH membutuhkan
reagen kimia yang cukup banyak, waktu analisis yang lama, biaya yang mahal dan tidak selalu
dapat diaplikasikan pada semua sampel (Sayuti,2015). Pada metode ini, larutan DPPH berperan
8
sebagai radikal bebas yang akan bereaksi dengan senyawa antioksidan sehingga DPPH akan
1,1- diphenyl-2-picrylhydrazin akan ditandai dengan berubahnya warna ungu tua menjadi warna
merah muda atau kuning pucat dan bisa diamati dan dilihat menggunakan spektrofotometer
sehingga aktivitas peredaman radikal bebas oleh sampel dapat ditentukan (Molyneux, 2004).
Pengujian aktivitas antioksidan ekstrak etanol 96% bunga telang menunjukan hasil yaitu
setiap konsentrasi mengalami perubahan persen peredaman, semakin besar konsentrasi, maka
kemampuan ekstrak etanol 96% bunga telang untuk meredam radikal bebas juga semakin kuat.
Dari kurva hubungan antara konsentrasi larutan uji dengan persen peredaman didapat persamaan
Kurva regresi juga menunjukan bahwa terdapat hubungan yang erat antara konsentrasi
dengan persen peredaman. Hal ini diperlihatkan dengan nilai r (koefisien korelasi), dan R2
(Koefisien determinasi) diatas 0,90 nilai r menyatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara
konsentrasi sampel dengan presentase peredaman. Dari nilai R2 dapat di ketahui bahwa terdapat
keeratan hubungan yang signifikan antara konsentrasi pelarut dengan persentase peredaman yang
di amati dengan derajat keeratan sebesar 0,9943. Hal ini menunjukan bahwa lebih dari 99%
9
penghambatan dipengaruhi oleh konsentrasi bahan, sedangkan kurang dari 1% di pengaruhi oleh
faktor lain seperti kurang ketelitian dalam penimbangan, penambahan pelarut, pemipetan atau
Syarat linearitas dapat ditentukan dari koefisien korelasi dan koefisien determinasi yang
mendekati = 1. Artinya kurva ini memiliki linearitas yang baik karena memiliki koefisien korelasi dan
koefisien determinasi yang mendekati 1 sehingga dapat digunakan sebagai standar untuk penentuan
persen peredaman. Hal ini berkaitan dengan jumlah senyawa metabolit sekunder yang terlarut di
dalam ekstrak dan memiliki aktivitas antioksidan (Prawirodihardjo, 2014). Selanjutnya dilakukan
perhitungan nilai IC50 berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh dengan mengganti nilai y=
50. Nilai IC50. Secara spesifik , suatu senyawa di katakan sebagai antioksidan sangat kuat jika
nilai IC50 kurang dari 50 ppm, kuat jika IC50 bernilai 50 – 100 ppm, sedang jika IC50 bernilai 100
– 150 ppm dan lemah jika IC50 bernilai 151-200 ppm (Supiyanti, 2010 dalam Wulandari dan
Idiawati, 2013). Berdasarkan hasil perhitungan nilai IC50 yang diperoleh sebesar 71.09486 ppm,
ekstrak etanol 96% bunga telang memiliki aktivitas antioksidan dalam katagori kuat.
10