TUGAS AKHIR
YULIANUS
1422010279
Segalah puji syukur bagi Tuhan sang pencipta alam semesta, Dialah satu-
satu-Nya yang memeiliki kebesaran dan keagungan. Karena Dialah saya dapat
Laporan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
studi pada program Budidaya Perikanan, yang dibuat berdasarkan hasil PKPM yang
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
bimbingan, arahan dan petunjuk dalam menyelesaikan laporan tugas akhir ini.
3. Bapak Ibu tercinta yang telah membesarkan dan mendidik saya, memberikan
kasih sayang.
4. PT. Esaputlii Prakarsa Utama (Benur Kita) yang telah memberikan tempat
5. Kepada Ketua Jurusan Budidaya Perikanan Bapak Ir. Rimal Hamal, M.P.
Negeri Pangkep.
7. Bapak dan Ibu dosen program studi budidaya perikanan yang telah
8. Para teknisi program, laporan pada studi budidaya perikanan yang telah
Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir ini tidak akan selesai tanpa
adanya saran dan dorongan yang telah diberikan oleh semua pihak kepeda penulis.
Pangkep,......................2017
Penulis
RINGKASAN
Jenis pakan alami yang baik dan memiliki nilai gizi yang tinggi
dapat menunjang kehiduopan larva bandeng antara lain jenis Chlorella sp dan
Rotifer (Banchionus plicatilis). Jenis pakan alami ini memiliki kemampuan
berkembang baik dalam waktu relatife singkat sehingga ketersediaannya dapat
terjamin sepanjang waktu.
Tujuan tugas akhir adalah memperkuat penguasaan teknik kultur Rotifer (Br
anchionus plicatilis)) di PT. Esaputlii Prakarsa Utama, Kabupaten Barru. Sulawesi.
Manfaat tugas akhir ini adalah untuk memperluas wawasan, kopetensi keahlian
mahasiswa dalam berkarya di masyarakat kelak khususnya mengenai teknik kultur
Rotifera (Branchionus plicatilis).
RINGKASAN ................................................................................................ iv
I. PENDAHULUAN .................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
LAMPIRAN ............................................................................... 28
Pemanfaatan Sumber daya hayati perairan saat ini merujuk kepada sistem
sistem perairan yang terdiri dari air tawar, air payau dan air laut.Pemanfaatan pada
budidaya air payau saat ini terus digalakkan dengan komoditi budidaya ikan
bandeng. Teknologi yang diterapkan juga berkembang pesat dari mulai tradisional
yang mengandalkan benih dari alam sampai dari hatchery–hatchery dengan pola
budidaya yang terencana. Potensi nener atau benih bandeng di Indonesia cukup
yang dialami oleh para pembudidaya saat ini. Dengan melihat keadaan yang ada
pada ketersediaan nener dari alam tidak menjamin kebutuhan para penggelondong
walaupun kualitas nener yang bersumber dari alam masih lebih unggul bila
dibandingkan produksi nener di hatchery tetapi dari segi kuantitas harus tetap
merujuk ke hatchery.
memiliki kualitas sama dengan alam terus diupayakan dengan cara melakukan
pengelolaan kualitas air, pemberian pakan alami dan pakan buatan serta
pengendalian hama dan penyakit secara kontinyu dan frekuensi yang telah
ditetapkan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk mewujudkan anlisa usaha yang
menguntungkan dengan produksi nener yang memiliki kualitas baik dan kuantitas
yang tinggi.
etos kerja maksimal yang harus dilakukan untuk menghasilkan target produksi
yang sudah ditetapkan. Salah satu tahap kegiatan penting dalam pembelahan ikan
bandeng yaitu pengelolaan larva ikan bandeng. Untuk menghasilkan nener (benih)
pemberian pakan alami dan pakan buatan yang tepat dosis, dan manajemen kualitas
Phyllum : Rotifer
Kelas : Monogonata
Ordo : Ploima
Famili : Brachioninae
Genus : Brachionus
2.2 Morfologi
transparan, beberapa berwarna hijau, merah atau coklat yang disebabkan oleh
warna makanan yang ada disekitar saluran pencernaannya. Tubuhnya terdiri atas
tiga bagian yaitu kepala yang pendek, badan yang besar, dan kaki atau ekor. Pada
bagian kepala terdapat enam buah duri, diantaranya terdapat sepasang duri yang
bagian kepala yang disebut corona. Kulit luar yang keras menutupi tubuhnya dise
but lorica memberikan rotifer bentuk tubuh yang jelas. Kadangkadang lorica me
pada bagian posterior digunakan untuk melekat. Panjang tubuh rotifer antara 60-
Antara jenis jantan dan betina terdapat perbedaan bentuk yang menyolok.
Secara umum yang jantan mempunyai bentuk tubuh yang jauh lebih kecil daripada
yang betina dan muncul pada masa-masa tertentu saja, sedangkan yang betina
memiliki ukuran tubuh lebih besar hampir setiap saat selalu berkembang biak
secara partenogenesis (tanpa kawin). Bahkan banyak diantara jenisnya yang tidak
Gambar 1 Rotifer
Sumber: (Mujib, 2008).
2.3 Habitat Rotifer
sebagian besar terdapat di perairan air payau (Murtidjo 2002) . Rotifer bersifat om
yang sesuai dengan lebar mulut larva. Jumlah dan kualitas makanan rotifer sangat
kepadatan Tetraselmis dan Chorella sp. sebesar 5 juta sel/ml dan roti sebanyak 500-
700 ekor/ml. Oleh sebab itu untuk mendapatkan rotifer yang lebih baik disarankan
agar dalam memberikan pakan Chlorella sp. sebaiknya dengan kepadatan 2,13-3,5
Rotiferdi dalam media kultur dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
secara sexual dan asexual. Perkembangbiakan secara asexsual (tidak kawin) yang
an spermatozoa, Rotifer jantan siap berkopulasi setelah satu jam telur menetas. Sifat
yang khas pada rotifer adalah adanya dua tipe jenis betina yaitu betina miktik dan
amiktik. Betina amiktik menghasilkan telur yang akan berkembang menjadi betina
amiktik pula. Tetapi dalam keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan (tidak
normal) seperti terjadi perubahan salinitas, suhu air dan kualitas pakan, maka telur
betina amiktik tersebut dapat menghasilkan individu dari jenis jantan dan betina,
yang akan berkembang menjadi jantan atau hiploid. Bila jantan dan betina miktik
tersebut kawin, maka betina miktik akan menghasilkan telur dorman (dorman egg)
dengan cangkang yang keras dan tebal yang tahan terhadap kondisi perairan yang
jelek dan kekeringan, dan dapat menetas bila keadaan perairan telah normal
kembali (Effendi, I 1978). Pada populasi yang rendah banyak dijumpai yang
populasi sedang meningkat, betina miktik tidak akan melakukan reproduksi secara
seksual.
Kista rotifer dihasilkan selama fase aseksual dalam sirklus hidupnya. Kista
bertahan selama beberapa tahun. Kista yang dihasilkan hampir sama dengan besar
telur yang dihasilkan melalui fase seksual. Namun bedanya mereka ditutupi oleh
cangkang yang keras serta mereka dapat bertahan dalam lingkungan yang ekstrim.
Ketika berada dalam lingkungan yang sesuai kista tersebut dapat menetas pada usia
24 atau 48 jam pada saat reproduksi, suhu maksimum antara 30-340C (Ayusta 1991)
langsung untuk pakan tetapi untuk inokulan untuk kultur massal. Setelah dikultur
massal baru rotifer-rotifer ini digunakan sebagai pakan alami untuk kepiting
Untuk memperoleh pakan alami yang tidak tercampur oleh jenis plankton dan
tumbuhan air lain, dapat dilakukan dengan cara kultur. Pada suatu unit pembenihan,
penyediaan pakan alami untuk larva ikan dibedakan menjadi tiga kegiatan, yaitu
kultur murni (skala laboratorium), kultur semi massal dan kultur massal yaitu dalam
dengan tujuan mendapatkan spesies murni (mono spesies). Kegiatan kultur murni
meliputi tahapan sterilisasi alat dan bahan, isolasi, kultur media agar dan
penyimpanan bibit.
Bibit rotifer dapat diambil dari perairan tawar, payau atau laut. Air media
untuk kultur ini dibuat dari ekstrak pupuk kandang. Ekstrak ini dibuat dengan
merebus pupuk tersebut dalam panci. Dalam tempet perebusan ini dituangkan air
dan kotoran kuda dengan perbandingan 5:4. Larutan ini direbus selama 1 jam,
kemudian didinginkan dan disaring. Air media dimasukkan dalam botol ukuran 1
galon. Selanjutnya, ke dalam air media ini dimasukkan bibit protozoa atau
ditumbuhkan sebagai pakan rotifer. Simpan air media ini selama 1 minggu supaya
pakan ini tumbuh melimpah. Induk dikembangkan secara bertahap dari test tube 5
TL dan dilengkapi aerasi sebagai suplai oksgen. Dalam waktu 3 – 4 hari, rotifer
yang dikultur berkembang dan dapat dipindahkan kedalam wadah yang volumenya
lebih besar. Selama pemeliharaan pada skala laboratorium tidak ada perlakuan ganti
zooplankton.(Aslamyah 2008).
Media Isolasi
Berdasarkan habitat alaminya pakan alami Rotifer ini dapat hidup pada
perairan yang mengandung unsur hara.Unsur hara ini dialam diperoleh dari hasil
alami diperlukan unsur hara tersebut didalam media budidaya.Unsur hara yang
Dalam hal mengisolasi satu spesies plankton dari alam ada beberapa metode
yang dapat dilakukan, salah satunya adalah metode media agar. Pada dasarnya
teknik isolasi menggunakan sejumlah cawan petri, pipa kapiler,beaker glass dan
pipet yang sebelum dipergunakan harus steril terlebih dahulu dengan autoclave.
Cawan steril diisi larutan agar dan sesudah larutan agar membeku plankton ditebar
dengan pipet tetes yang berujung kecil. Cawan petri ditutup dan disimpan pada suhu
kamar (± 25 ºC) selama beberapa hari. Setiap koloni plankton yang tumbuh
diperiksa dengan bantuan mikroskop, untuk mencari jenis alga yang dikehendaki.
Apabila masih tercampur harus dikultur lagi dalam media agar sampai diperoleh
Tahap-tahap yang dilakukan dalam kultur semi massal adalah persiapan dan
sterilisasi alat dan bahan, pengisian air media dan pemupukan, pemeliharaan dan
pemanenan
glassberkapasitas 1 ton yang bersih dan kering. Oleh karena itu, persiapan yang
optimal akan menghasilkan kultur yang maksimal. Sterilisasi alat dan bahan pada
kultur semi massal sama halnya dengan sterilisasi pada kultur murni.
25µ dan peralatan disterilkan dengan chlorinsasi kurang lebih 10 ppm dan
air laut bersalinitas 30–32 ppt, sumber energi di peroleh dari sinar matahari secara
tidak langsung dan dilengkapi aerasi sebagai suplaioksigen. Kepadatan rotifer yang
digunakan dalam kultur semi masal berkisar 40–50.( Hidayati, dan Saparinto 2007).
Wadah yang sudah disterilkan diisi air kolam yang dilewatkan saringan
halus sesuai dengan kapasitasnya. Sumber energi di peroleh dari sinar matahari
Pakan Rotifer adalah phytoplankton misalnya Chlorella sp., pakan ini dapat
tumbuh dengan cara pemberian pupuk kandang berupa kotoran ayam atau kotoran
sapi sebanyak 300-400 gr/liter air. Pupuk ini di bungkus dalam kantong kain strimin
dan dicelupkan menggantung dalam air. Pupuk lain yang biasa digunakan adalah
oleh jasad-jasad renik yang merupakan makanan Rotifer. Selama beberapa hari
sejak pemupukan tersebut warna air akan menjadi coklat pirang. Setelah keadaan
diberikan berupa pakan alami hasil produksi massal pula. Pakan alami ini
diproduksi tersendiri dan kemudian diberikan setiap harinya. Untuk setiap ton
kapasitas wadah produksi massal Rotifer dapat diberikan pakan alami dengan
Kultur masal pada bak volume 5 – 12 m³. Kultur dilakukan dalam ruang
dalam kegiatan kultur skala massal adalah persiapan alat dan wadah budidaya,
pemanenan.
Persiapan Alat dan Wadah
pemupukan. Kolam dikeringkan selama 3-4 hari. Kemudian kapur dan pupuk
ditebar. Jenis kapur yang dipergunakan adalah kapur tohor (CaO) sebanyak 200-
Pengisian Media
adalah pemasukan air hingga penuh. Biarkan genangan air ini selama 4-5 hari agar
pupuk terurai sempurna. Beberapa organisme air akan tumbuh bersamaan dengan
Penebaran Bibit
` Secara umum dikenal 2 metode kultur rotifer yaitu metode panen harian dan
metode transfer. Metode panen harian lebih praktis dan mudah sedangkan pada
metode trasfer di perlukan bak yang lebih banyak, namun rotifer yang dihasilkan
trasfer lebih bersih. Metode panen harian diawali penumbuhan phytoplankton dan
bak kultur rotifer hingga mencapai kepadatan 3–4 juta sel/ml, setelah fitoplankton
siap, bibit rotifer dapat ditebar dengan kepadatan 40–50 ind/ml yang diperoleh dari
kultur semi massal. Pengisisan media alga dilakukan dengan metode transfer dari
bak kultur phytoplankton. Pengisisan terdiri dari 3 tahap yaitu hari I sebanyak 25%,
hari II 50% dan hari III 100% dari volume bak kultur.
ind/ml, dipanen setelah mencapai puncak kepadatan 250 ind/ml.( Anonim 1992)
Pemeliharaan Rotifer
Rotifer dapat tumbuh dengan baik pada suhu 20–300 C, salinitas 30–35 ppt,
tempat yang mendapat sinar matahari dengan suhu antara 27–290 C dan pH antara
7,7–8,7. Sedangkan untuk salinitas tergantung pada jenis rotifer, untuk jenis air laut
ada yang hidup pada salinitas antara 15–18 ppt dan ada pula hidup pada salinitas
3-4 hari, Rotifer yang di kultur dalam akuarium berkembang dan dapat digunakan
sebagai bibit untuk kultur massal, pertambahan populasi Rotifer di hitung setiap
bantu sedgwich rafter cell dan hand counter. Sedangkan yang melalui produksi
skala semi massal dan produksi massal, setelah 1 minggu rotifer akan berkembang
biak(Yudisti,2010).
kematian yang tinggi didalam media. Hal tersebut diakibatkan oleh kurangnya
oksigen didalam media kultur. Tingkat kepadatan populasi yang maksimal didalam
media kultur adalah 80 ind/ml, walaupun ada juga yang mencapai kepadatan 120 –
dilakukan dengan cara sampling beberapa titik dari media, minimal tiga kali
sampling. Sampling dilakukan dengan cara mengambil air media kultur yang berisi
Rotifer dengan menggunakan baker glass atau erlemeyer. Hitunglah jumlah Rotifer
yang terdapat dalam botol contoh tersebut, data tersebut dapat dikonversikan
Apabila jumlah rotifer yang ada sangat banyak, maka dari gelas piala 100 ml
dapat diencerkan, caranya adalah dengan menuangkan kedalam gelas piala 1000 ml
dan ditambah air hingga volumenya 1000 ml. Dari gelas 1000 ml, lalu diambil
sebanyak 100 ml. Rotifer yang ada dihitung seperti cara diatas, lalu kepadatan di
dalam wadah budidaya dapat diketahui dengan cara mengalikan 10 kali jumlah
didalam gelas 100 ml. Sebagai contoh, apabila di dalam gelas piala 100 ml terdapat
200 ekor rotifer, maka kepadatan rotifer diwadah budidaya adalah 10 X 200 ekor =
Pemanenan pakan alami rotifer ini dapat dilakukan setiap hari atau seminggu
sekali atau dua minggu sekali. Hal tersebut bergantung kepada kebutuhan suatu
usaha terhadap ketersediaan pakan alami rotifer. Pada saat panen, rotifer pada bak
kultur tidak dihabiskan namun di sisakan sebagian atau minmal 50 % dari tital
menggunakan seser halus. Waktu pemanenan dilakukan pada pagi hari disaat
matahari terbit, pada waktu tersebut rotifer akan banyak mengumpul dibagian
permukaan media untuk mencari sinar. Dengan tingkah lakunya tersebut akan
sangat mudah bagi para pembudidaya untuk melakukan pemanenan. Rotifer yang
baru dipanen tersebut dapat digunakan langsung untuk konsumsi larva atau benih
ikan.
bantuan selang spiral 1 dim dan menyaring serta menampung rotifer yang terbawa
air media dengan planktonnet 200 – 400 µm. Panen rotiferdapat dilakukan setiap
hari pada bak kultur yang sama. Pada umumnya metode panen harian dapat
bak pemeliharaan larva ikan ataupun diperkaya terlebih dahulu untuk meningkatkan
nilai nutrisi rotifer. Jika dengan metode transfer, kultur rotifer umumnya dilakukan
menggunakan bak ukuran kecil maksimal 10 m³ tergantung
Data Primer
Data Primer adalah data yang dikumpulkan sesuai hasil praktik yang di
Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang dikumpulkan dari berbagai sumber seperti
data yang diperoleh dari instansi terkait (KKP, PEMDA, dll) yang digunakan untuk
membantu dalam menjawab tujuan Tugas Akhir yang tidak bisa dilakukan secara
langsung di
Persiapan Wadah
1. Alat dan bahan yang akan digunakan dalam kegiatan pencucian bak Rotifer
yaitu penggosok panci atau sikat, selang, dan selang yang berukuran 1 inci.
2. Wadah terlebih dahulu disiram dengan air laut kemudian dinding dan dasar bak
dengan air laut menggunakan selang supaya lumut dan kotorannya terlepas.
3. Selain itu selang dan batu aerasi juga dibersihkan dengan cara digosok sampai
bersih.
4. Setiap bak dilengkapi dengan selang aerasi sebanyak 1 titik yaitu ditengah bak.
pada lampiran 1
1. Erlenmeyer volume 500 ml dan 1 liter diisi dengan air media steril sebanyak
2. Erlemeyer yang telah diisi bibit di pupuk menggunakan pupuk walne untuk
sebanyak 20%
kepadatan Rotifer.
Pemeliharaan Rotifer
3. Panen Rotifer dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 06:00 dan siang hari
4. Pemberian Bento kepada Rotifer dilakukan pada sore hari sekitar pukul
17:00.
Pengendalian Hama
pH
Suhu
Salinitas
kembali prisma dengan baik dan pastikan air sampel memenuhi area
prisma.
3. Mengamati pada nilai skala, adanya perbedaan warna terang dan gelap, catat
Jumlah populasi rotefer yang diketahui melalui sampling pada empat titik
dibagian sudut bak dengan menggunakan pipet 1ml. Selanjutnya dihitung berapa
ekor roifer yang ada dalam 1 ml selanjunya untuk mengetahui jumlah populasi
dalam bak dikalikan dengan volume bak dan beberapa parameter kualitas air seperti
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑖𝑛𝑔
digunakan rumus: × volume wadah
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑖𝑛𝑔
(Hadisubroto 1985)
Pola jumlah populasi rotifer selama 7 hari disajikan pada Gambar 1dan
2860000
2330000
1700000
1070000 990000
740000
440000
0 0 0 0 0 0 0
hari 1 hari 2 hari 3 hari 4 hari 5 hari 6 hari 7
kepadatan populasi rotifer yang tertinggi di capai pada hari ke-4 - hari ke-5 dan
tepat untuk di panen adalah pada umur 4 – 5 hari setelah penebaran. Kepadatan
rotifer yang pada umur tersebut mencapai kepadatan individu 2.860 x 106 individu
per bak yang bervolume 30 ton atau kepadatan rata-rata 126 individu per ml.
Jumlah populasi meningkat terus hingga hari ke empat disebabkan karena
gizi. Menurut Rumengan (2010) rotifer dapat berkembang dengan baik apabila
jauh dikemukakan oleh Dewanto (2012) bahwa pertumbuhan populasi rotifer yang
ind/ml. Hal ini di lihat dengan data pada hari ke enam dimana jumlah populasi
menurun. Berdasarkan data pada Gambar 1, populasi 2, 860 x 106 ekor per 30 ton
pada hari ke 5 turun menjadi 0,990 x 106 ekor per 30 ton pada hari 6. Tingginya
populasi rotifer pada hari ke 5 diduga ditunjang oleh ketersediaan Chlorella sp yang
tinggi karena suhu perairan yang terukur juga tinggi sebagai efek dari sinar
Pengukuran kualitas air dilakukan setiap hari pada pukul 06.00 WITA dan
15.00 WITA. Adapun data kualitas air yang di peroleh selama kegiatan dapat dilihat
pada (Tabel 3)
Tabel 3 Hasil analisa kualitas air
Dari hasil pengamatan yang diperoleh pada Tabel 4 dapat dikatakan layak
(1995) rotifer dapat tumbuh dengan baik pada suhu 27-300C, Salitas 30-35 ppt, pH
7,5-8,5. Optimal salinitas untuk reproduksi adalah diHHhbawah 35 ppt. Jadi harus
yang rendah.Pada suhu rendah, pertumbuhan rotifer lambat Suhu optimal rotifer
reproduksi. Akan tetapi, akan menyebabkan peningkatan biaya makanan. Selain itu,
kualitas air dan starvation (kelaparan) juga harus diperhatikan. Pada suhu tinggi,
5.1 Kesimpulan
jumlah populasi tertinggi yaitu pada hari ke5 (2,86x10 6 ekor /30 ton)
selanjutnya menurun pada hari ke-6 (0,99 ekor/30 ton) dan pada hari ke-7 turun
Kisaran kualitas air selama pemeliharaan rotifer yang terpantau yaitu kisaran
0
suhu 27,5-29 C, kisaran pH antara 7,5-8 dan kisaran salinitas 30-35 ppt.
Semua kualitas air yang terpantau berada pada kisaran optimal untuk
5.2 Saran
Untuk itu disarankan bahwa untuk mendapatkan jumlah dan kandunggan gizi
Anonim, A, (1992), Pedoman Teknis Budidaya Pakan Alami Ikan dan Uda
Departemen Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perikanan. Jakarta.
Arimin, A, 2010. Perikanan Budidaya Bandeng.Agromedia PustakaJakarta.
Ayusta, I.M.P, 1991. Pengaruh Pemberian Pakan Alami terhadap Kelanggan Hid
up Larva Bandeng. Skripsi Jurusan Perikanan Fakultas Pertania Universit
as Warmadewa, Denpasar. 12 Hal.
Hadisubroto, T, 1985. Mutu induk dan benih udang yang baik balai besar riset
perikanan budidaya laut gondol Bali.
Rinrin S, 1993. Teknik budidaya Chlorella sp. dan Beberapa Pemanfaatan yang d
alam Kehidupan Sehari hari. Program Studi Teknologi Akuaku
ltur Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Jakarta.
Rumengan, I.F.M. 2010. Eksplorasi Kitin dan Khitosan dari Zooplankton Laut
Serta Karakteristik Sifat Kimia-Fisika dan Farmasetika Sediaan Farmasi.
Laporan Akhir Program Insertif Risert Dasar Kementrian Negara Risert dan
Teknologi.
Willyarta, dan Yudisti, 2010. Teknik budidaya Chlorella sp. dan Beberapa
Pemanfaatannya dalam Kehidupan Sehari-hari. Program Studi Teknologi
Akuakultur Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Jakarta.
Yusdar, Y, 1992. Teknis Budidaya Pakan Alami Ikan dan Udang. Departemen
Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta.
036 Balabatu, Kecamatan Tandukalua Kabupaten Mamasa pada tahun 2008. Pada
pada tahun 2011. Pada tahun yang sama penulipsmelanjutkan pendidikan di Seko
lah Mnengah (SMA) Negeri 2 Pinrang Kabupaten Pinrang dan selesai pada tahun
2014.
kuliah penulis aktif dalam beberapa organisasi antara lain: Anggota Himpunan
Mahasiswa (PKPM) selama tiga bulan dengan judul “Teknik Kultur Rotifer