Anda di halaman 1dari 98

PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN AIR BERSIH DI

PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BUNGUS


SUMATERA BARAT

RULLI KURNIAWAN

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
ABSTRAK

RULLI KURNIAWAN, C54104018. Pemanfaatan dan Pengelolaan Air Bersih di


Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus Sumatera Barat. Dibimbing oleh
ANWAR BEY PANE.

PPS Bungus sebagai satu-satunya pelabuhan perikanan tipe A di Sumatera,


diproyeksikan dan diharapkan dapat menjadi sentra perikanan tangkap terutama di
pesisir barat Pulau Sumatera. Untuk itu, perhatian yang penuh pada
pengembangan dan pengelolaan fasilitas perlu dilakukan. Salah satu fasilitas yang
perlu mendapat perhatian tersebut adalah air bersih dan instalasi penyediaanya.
Penyediaan air bersih di PPS Bungus dilakukan melalui dua kali mekanisme
pengolahan untuk memenuhi seluruh aktivitas di pelabuhan. Hasil penelitian
menunjukkan jumlah kebutuhan aktual air bersih di PPS Bungus pada tahun 2006
berada di bawah jumlah kebutuhan teoritisnya. Ketersediaan air bersih di
pelabuhan tersebut mampu mencukupi kebutuhan aktual air bersih namun belum
mencukupi jumlah kebutuhan teoritisnya.

Kata kunci: pemanfaatan air bersih, pengelolaan air bersih


PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN AIR BERSIH DI
PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BUNGUS
SUMATERA BARAT

RULLI KURNIAWAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
Judul Skripsi : Pemanfaatan dan Pengelolaan Air Bersih di Pelabuhan
Perikanan Samudera Bungus, Sumatera Barat
Nama : Rulli Kurniawan
Nomor Pokok : C54104018
Departemen : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Disetujui:

Pembimbing

Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA


NIP. 130 338 568

Diketahui:

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Indra Jaya


NIP. 131 578 799

Tanggal Lulus: 6 Januari 2009


KATA PENGANTAR

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis
melakukan penelitian berjudul “Pemanfaatan dan Pengelolaan Air Bersih di PPS
Bungus Sumatera Barat”.
Skripsi ini terdiri dari 8 bab berisikan: bab 1 Pendahuluan, bab 2 Tinjauan
Pustaka, bab 3 Metodologi Penelitian, bab 4 Pelabuhan Perikanan Samudera
Bungus, bab 5 Pengelolaan Air Bersih di PPS Bungus, bab 6 Mekanisme
Penyediaan dan Pendistribusian Air Bersih di PPS Bungus dan bab 7 Tingkat
Kebutuhan dan Pemanfaatan Air Bersih serta Bab 8 Kesimpulan dan Saran.
Kritik dan saran yang bersifat membangun, sangat penulis harapkan untuk
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang
membutuhkan.

Bogor, 20 Januari 2009

Rulli Kurniawan
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Desember 1985 dari


pasangan Bapak Masrul dan Ibu Elida Nawawi di Kecamatan
Sungai Penuh, Kerinci, Provinsi Jambi. Pendidikan yang telah
ditempuh oleh penulis, yaitu SDN 271/III Sungai Penuh dan
lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 9 Sungai Penuh dan
dinyatakan lulus pada tahun 2001. Penulis kemudian melanjutkan jenjang
pendidikan di SMU Negeri 2 Sungai Penuh dan lulus pada tahun 2004.
Selanjutnya, penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB) dan mengambil Program Studi Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan pada tahun 2004.
Selama menjadi mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, penulis
pernah mengikuti organisasi diantaranya BEM FPIK Departemen Kebijakan
Perikanan Kelautan dan Politik periode 2005-2006 serta KAMMI (Kesatuan Aksi
Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat IPB periode 2005-2006.
Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis
melakukan penelitian yang berjudul “Pemanfaatan dan Pengelolaan Air Bersih di
PPS Bungus Sumatera Barat”
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL.......................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. iii
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ..................................................................................... 1
1.2 Perumusan masalah.............................................................................. 1
1.3 Tujuan penelitian ................................................................................. 2
1.4 Manfaat penelitian ............................................................................... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pelabuhan Perikanan Samudera ........................................................... 3
2.2.1 Pengertian dan klasifikasi pelabuhan perikanan .......................... 3
2.2.2 Fasilitas pelabuhan perikanan ...................................................... 4
2.2.3 Fungsi dan peran pelabuhan perikanan ....................................... 5
2.2 Air ...................................................................................................... 6
2.2.1 Pengertian tentang air .................................................................. 6
2.2.2 Sumber air dan klasifikasinya ...................................................... 7
2.2.3 Instalasi pengolahan air ............................................................... 9
2.3 Air bersih di Pelabuhan Perikanan........................................................ 12
2.3.1 Pemanfaatan air bersih pelabuhan perikanan .............................. 12
2.3.2 Sumber air bersih di pelabuhan perikanan .................................. 12

3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan tempat penelitian ............................................................... 14
3.2 Metode penelitian ................................................................................ 14
3.3 Analisis Data ...................................................................................... 16
3.3.1 Mekanisme penyediaan dan distribusi air bersih…… .............. 16
3.3.2 Tingkat kebutuhan dan pemanfaatan air bersih ............................ 16

4 PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BUNGUS


4.1 Lokasi, Sejarah dan Organisasi ............................................................ 19
4.1.1 Lokasi ......................................................................................... 19
4.1.2 Sejarah ........................................................................................ 19
4.1.3 Organisasi ................................................................................... 20
4.2 Perikanan Tangkap di PPS Bungus ...................................................... 21
4.2.1 Unit penangkapan ikan ................................................................ 21
4.2.2 Hasil tangkapan........................................................................... 25
4.2.3 Musim ikan, musim pendaratan dan daerah penangkapan ikan .... 28
4.3 Fasiltas PPS Bungus ............................................................................ 29
4.3.1 Fasilitas pokok ............................................................................ 29
4.3.2 Fasilitas fungsional ..................................................................... 29
4.3.3 Fasilitas penunjang ...................................................................... 31
5 PENGELOLAAN AIR BERSIH DI PPS BUNGUS
5.1 Penyediaan Air Bersih ......................................................................... 32
5.1.1 Kondisi dan kapasitas sumber air baku ........................................ 32
5.1.2 Fasilitas penyediaan air bersih (unit produksi) ............................. 35
5.2 Pendistribusian Air Bersih ................................................................... 42
5.2.1 Fasilitas pendistribusian air bersih ............................................... 42
5.2.2 Kemampuan distribusi................................................................. 45

6 MEKANISME PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN AIR BERSIH


DI PPS BUNGUS

6.1 Mekanisme penyediaan air bersih ........................................................ 47


6.2 Mekanisme pendistribusian air bersih .................................................. 49

7 TINGKAT KEBUTUHAN DAN PEMANFAATAN AIR BERSIH DI PPS


BUNGUS
7.1 Tingkat Kebutuhan Air Bersih di PPS Bungus ..................................... 56
7.1.1 Tingkat kebutuhan air bersih pada kegiatan penangkapan ikan .... 56
7.1.2 Tingkat kebutuhan air bersih pada unit kegiatan pabrik es ........... 64
7.1.3 Tingkat kebutuhan air bersih pada unit processing ...................... 66
7.1.4 Tingkat kebutuhan air bersih pada unit perumahan ...................... 67
7.1.5 Tingkat kebutuhan air bersih pada unit perkantoran..................... 68
7.2 Tingkat Pemanfaatan Air Bersih di PPS ............................................... 70
7.2.1 Tingkat pemanfaatan aktual ........................................................ 71
7.2.2 Tingkat pemanfaatan teoritis ....................................................... 71

8 KESIMPULAN DAN SARAN


8.1 Kesimpulan.......................................................................................... 73
8.2 Saran ................................................................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 75


LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Halaman

1 Pengguna dan penggunaan air bersih di Pelabuhan Perikanan.................... 12


2 Data dan Informasi yang dikumpulkan, sifat, sumber dan cara pengum-
pulan data pada penelitian ......................................................................... 15
3 Jumlah kumulatif per tahun armada penangkapan ikan di PPS Bungus periode
1997 - 2006 ............................................................................................... 22
4 Alat penangkap ikan di PPS Bungus.......................................................... 23
5 Jumlah nelayan berdasarkan alat tangkap yang dioperasikan di
PPS Bungus Tahun 2006 ........................................................................... 24
6 Volume dan nilai produksi hasil tangkapan di PPS Bungus tahun 2006 ..... 25
7 Produksi dan nilai produksi hasil tangkapan di PPS Bungus periode 1997 –
2006 .......................................................................................................... 26
8 Daftar harga jual air bersih di PPS Bungus pada tahun 2007...................... 50
9 Jumlah distribusi air bersih di PPS Bungus selama tahun 2006 .................. 54
10 Kebutuhan aktual air bersih unit kegiatan melaut kapal tonda ................... 57
11 Kebutuhan aktual air bersih unit kegiatan melaut kapal purse seine .......... 57
12 Kebutuhan aktual air bersih unit kegiatan melaut kapal long line.............. 58
13 Kebutuhan aktual air bersih unit kegiatan melaut perahu bagan ................ 58
14 Tingkat kebutuhan air bersih untuk aktifitas penangkapan ikan
di PPS bungus .......................................................................................... 60
15 Total tingkat kebutuhan air bersih di PPS Bungus pada tahun 2006 .......... 69
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Unsur-unsur fungsional dalam sistem penyediaan air bersih ...................... 10
2 Bagan alir yang umum untuk instalasi pengolahan air .............................. 11
3 Grafik perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di PPS Bungus
periode 1997 - 2006 .................................................................................. 23
4 Grafik perkembangan volume produksi hasil tangkapan di PPS Bungus
periode 1997 - 2006 .................................................................................. 26
5 Grafik perkembangan nilai produksi hasil tangkapan di PPS Bungus
periode 1997 - 2006 .................................................................................. 27
6 Sumber air baku PPS Bungus; aliran air permukaan .................................. 33
7 Intake penyediaan air bersih PPS Bungus .................................................. 36
8 Bak sedimentasi system pengolahan air bersih di PPS Bungus .................. 38
9 Instalasi (pipa) transmisi ........................................................................... 39
10 Bak pengolahan (saringan pasir lambat) ................................................... 40
11 Penampang melintang saringan pasir lambat ............................................ 41
12 Reservoir air bersih PPS Bungus .............................................................. 43
13 Tangki air PPS Bungus ............................................................................ 44
14 Skema penyediaan air bersih PPS Bungus ................................................ 47
15 Skema pengolahan air bersih PPS Bungus ................................................ 48
16 Skema distribusi air bersih di PPS Bungus ............................................... 49
17 Pendistribusian air bersih di dermaga ....................................................... 51
18 Jumlah air yang didistribusikan di PPS Bungus selama tahun 2007 .......... 54
19 Perbandingan kebutuhan aktual dan teoritis air bersih untuk
aktifitas penangkapan di PPS Bungus pada tahun 2006 ............................ 61
20 Perbandingan nilai kebutuhan aktual dan teoritis air bersih
di PPS Bungus pada tahun 2006 di PPS Bungus ....................................... 69
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1 Layout PPS Bungus ..................................................................................... 77
2 Layout distribusi air bersih di PPS Bungus ................................................. 78
3. Denah Pendistribusian air bersih di PPS Bungus.......................................... 79
4 Struktur organisasi PPS Bungus .................................................................. 80
5 Perhitungan kebutuhan air bersih teoritis per jenis kapal .............................. 81
6 Perhitungan kebutuhan air bersih teoritis untuk seluruh kapal
.................................................................................................................... 83
7 Perhitungan pemanfaatan air bersih per jenis kapal ...................................... 85
8 Daftar persyaratan kualitas air minum ......................................................... 87
1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


PPS Bungus sebagai satu-satunya pelabuhan perikanan tipe A di Sumatera
saat ini, diproyeksikan dan diharapkan dapat menjadi sentra perikanan tangkap
terutama di pesisir barat Pulau Sumatera. Melalui fungsinya sebagai pelabuhan
perikanan diharapkan dapat membangkitkan dan mendorong pertumbuhan sektor
lainnya secara terintegritas (multiplier effect) di kawasan barat Sumatera. Hal ini
sesuai dengan visi PPS Bungus menjadi pusat perikanan terpadu di kawasan barat
sumatera pada tahun 2009.
Visi PPS Bungus tersebut ditunjang oleh besarnya potensi kelautan
khususnya perikanan tangkap. Berdasarkan data DKP Sumbar (2006), hingga
tahun 2006 potensi perikanan tangkap di pesisir barat Sumatera yang telah
dimanfaatkan baru sebesar 35% dari total potensi yang ada. Besarnya potensi
perikanan tangkap tersebut memungkinkan untuk berkembangnya berbagai usaha
yang terkait dengan industri perikanan tangkap di PPS Bungus, seperti usaha
perikanan tuna long line, usaha perikanan purse seine, pabrik es dan cold storage,
dock yard dan unit pengolahan berupa pengalengan, pengeringan, tepung ikan
serta berbagai usaha penunjang lainnya seperti usaha perlatan/perbekalan melaut
dan sebagainya.
Seiring dengan perkembangan tersebut, menuntut pihak pengelola
pelabuhan meningkatkan dan mengembangkan segala fasilitas yang menunjang
aktifitas kepelabuhanan. Salah satu fasilitas yang perlu mendapat perhatian
tersebut adalah air bersih dan instalasi penyediaannya. Air bersih memiliki peran
penting dalam mendukung kelancaran akitifitas di pelabuhan perikanan. Bahkan
Lubis (2006) menyebutkan bahwa air bersih dan instalasi penyediaannya
merupakan salah satu jenis fasilitas yang „mutlak‟ ada di pelabuhan perikanan.
Ketersediaan dan ketercukupan air bersih di pelabuhan perikanan
dipengaruhi oleh faktor pengelolaan (penyediaan dan pendistribusian) serta
pemanfaatan (tingkat pemanfaatan dan kebutuhan) air bersih pada berbagai
aktivitas di pelabuhan perikanan. Oleh karena itu, penelitian tentang pengelolaan
dan pemanfaatan air bersih di PPS Bungus Sumatera Barat perlu dilakukan.
1.2 Perumusan Masalah
1) Belum diketahui jumlah air bersih yang seharusnya disediakan terkait
aktivitas yang ada di PPS Bungus saat ini.
2) Belum diketahui jumlah air bersih yang digunakan untuk masing-masing unit
kegiatan (yang menggunakan air bersih) di PPS Bungus.
Hal tersebut diatas dapat menimbulkan permasalahan dalam optimalisasi
produksi dan distribusi air bersih bagi kelancaran aktivitas di PPS Bungus.

1.3 Tujuan Penelitian


1) Mengetahui pengelolaan (mekanisme penyediaan dan pendistribusian) air
bersih di PPS Bungus.
2) Mengetahui tingkat kebutuhan dan pemanfaatan air bersih di PPS Bungus

1.4 Manfaat Penelitian


1) Bagi pihak pelabuhan, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan
masukan dalam mengambil kebijakan yang berhubungan dengan pemanfaatan
dan pengelolaan air bersih
2) Bagi nelayan atau stakeholders dapat memberikan informasi mengenai
kondisi air bersih di PPS Bungus.
2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelabuhan Perikanan Samudera


2.1.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan
Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.16/MEN/2006, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan
dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan
pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai
tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan atau bongkar muat ikan yang
dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang
perikanan.
Masih menurut peraturan tersebut, pelabuhan perikanan diklasifikasikan
menjadi empat kategori utama, yaitu:
1) Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS);
2) Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN);
3) Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP);
4) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI).
Pelabuhan perikanan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 tersebut,
diklasifikasikan menjadi:
1) Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS), dengan kriteria:
(1) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut
teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan laut lepas
(2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran
sekurang-kurangnya 60 GT
(3) Panjang darmaga sekurang-kurangnya 300 m, dengan kedalaman kolam
sekurang-kurangnya minus 3 m
(4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 100 kapal perikanan atau jumlah
keseluruhan sekurang-kurangnya 6.000 GT kapal perikanan sekaligus
(5) Ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan ekspor
(6) Terdapat industri perikanan
2) Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), dengan kriteria:
(1) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut
teritorial dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
(2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran
sekurang-kurangnya 30 GT
(3) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 150 m, dengan kedalaman kolam
sekurang-kurangnya minus 3 m
(4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 75 kapal perikanan atau jumlah
keseluruhan sekurang-kurangnya 2.250 GT kapal perikanan sekaligus
(5) Terdapat industri penangkapan
3) Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP), dengan kriteria:
(1) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan
pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial
(2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran
sekurang-kurangnya 10 GT
(3) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 100 m, dengan kedalaman kolam
sekurang-kurangnya 2 m
(4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 30 kapal perikanan atau jumlah
keseluruhan sekurang-kurangnya 300 GT kapal perikanan sekaligus
4) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI), dengan kriteria:
(1) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan
pedalaman dan perairan kepulauan
(2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran
sekurang-kurangnya 3 GT
(3) Panjang dermaga sekurang-kurang 50 m, dengan kedalaman kolam minus
2m
(4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan atau jumlah
keseluruhan sekurang-kurangnya 60 GT kapal perikanan sekaligus

2.1.2 Fasilitas Pelabuhan Perikanan


Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2006 pasal
22 tentang Pelabuhan Perikanan menyebutkan bahwa fasilitas pelabuhan
perikanan meliputi fasilitas pokok, fasilitas fungsional, fasilitas penunjang.
1) Fasilitas pokok sekurang-kurangnya meliputi:
(1) Pelindung seperti breakwater, revetment dan groin;
(2) Tambat seperti darmaga dan jetty;
(3) Perairan seperti kolam dan alur pelayaran;
(4) Penghubung seperti jalan, drainase, gorong-gorong, jembatan;
(5) Lahan pelabuhan perikanan.
2) Fasilitas fungsional sekurang-kurangnya meliputi
(1) Pemasaran hasil perikanan seperti tempat pelelangan ikan (TPI);
(2) Navigasi pelayaran dan komunikasi seperti telepon, internet, SSB, rambu-
rambu, lampu suar, dan menara pengawas;
(3) Suplai air bersih, es dan listrik;
(4) Pemeliharaan kapal dan alat penangkapan ikan seperti dock/slipway,
bengkel dan tempat perbaikan jaring;
(5) Penanganan dan pengolahan hasil perikanan seperti transit sheed dan
laboratorium pembinaan mutu;
(6) Perkantoran seperti kantor administrasi pelabuhan;
(7) Transportasi seperti alat-alat angkut ikan dan es; dan
(8) Pengolahan limbah seperti IPAL
3) Fasilitas penunjang sekurang-kurangnya meliputi:
(1) Pembinaan nelayan seperti balai pertemuan nelayan
(2) Pengelola pelabuhan seperti mess operator, pos jaga, dan pos pelayanan
terpadu
(3) Sosial dan umum seperti tempat peribadatan dan MCK
(4) Kios IPTEK
(5) Penyelenggaraan fungsi pemerintahan.

2.1.3 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan


Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.16/MEN/2006 pasal 4 ayat 1 dan 2, pelabuhan perikanan berfungsi
mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya perikanan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi,
pengolahan hingga pemasaran (Pasal 4 ayat 1). Sedangkan fungsi pelabuhan
perikanan menurut pasal 4 ayat 2 dalam mendukung kegiatan yang berhubungan
dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan dan lingkungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
1) Pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan serta kapal pengawas perikanan
2) Pelayanan bongkar muat
3) Pelaksanaan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan
4) Pemasaran dan distribusi ikan
5) Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan
6) Pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan
7) Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan
8) Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumber daya perikanan
9) Pelaksanaan kesyahbandaran
10) Pelaksanaan fungsi karantina ikan
11) Publikasi hasil riset kelautan dan perikanan
12) Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari
13) Pengendalian lingkungan (kebersihan, keamanan dan ketertiban, kebakaran
dan pencemaran).

2.2 Air
2.2.1 Pengertian Tentang Air
Beberapa penyebutan istilah sehubungan dengan air bersih:
1) Sumberdaya air (water reseources) menyatakan pengertian yang utuh tentang
air, mencakup wujud, tempat, jumlah, kualitas dan karakteristik air di
permukaan bumi (Arsyad, 1989 vide Nugroho 2002).
2) Air baku (raw water) adalah sumberdaya air yang mengisi badan-badan air
(waduk, sungai, danau, mata air). Dirjen Cipta Karya 2001, diacu Nugroho
(2002), mendefenisikan sebagai sumber air yang perlu atau tidak perlu diolah
menjadi air minum untuk keperluan rumah tangga.
3) Air bersih (safe water) adalah sumberdaya air yang aman dan bersih,
memerlukan perlakukan tertentu untuk dijadikan air minum (Nugroho, 2002).
4) Air minum (drink water) adalah air bersih yang bisa dipergunakan oleh
masyarakat untuk keperluan sehari-hari dengan kualitas yang memenuhi
standar Peraturan Menteri Kesehatan No 416 tahun 1990.
5) Fresh water: sumberdaya air yang jumlahnya lebih banyak dari safe water,
merujuk kepada pengertian seluruh air tawar di muka bumi dan atmosfir, selain
dari lautan (World Bank 1996, vide Nugroho 2002).

2.2.2 Sumberdaya Air dan Klasifikasinya


1) Sumberdaya air
Arsyad (1989) vide Nugroho (2002) menyatakan sumberdaya air (water
reseources) memiliki pengertian yang utuh tentang air, mencakup wujud, tempat,
jumlah, kualitas dan perilaku air di muka bumi. Berdasarkan siklus hidrologi
diketahui bahwa awal sumber air tawar adalah air hujan. Air hujan mengalir
sesuai dengan daerah jatuhnya, sebagian akan berubah menjadi uap air yang
kemudian kembali membentuk awan, sebagian mengalir sebagai air sungai dan
sebagian tertahan sebagai air danau serta sebagian lagi mengalir sebagai air tanah.
Baik air tanah maupun air permukaan sebagian besar selanjutnya akan bermuara
ke laut dan bercampur dengan air laut sehingga menjadi air asin. Air daratan yang
menguap akan bergabung dengan uap air yang berasal dari laut untuk selanjutnya
menjadi awan dan akan jatuh lagi sebagai air hujan.
Berdasarkan siklus hidrologi tersebut, kategori air baku yang dapat
digunakan sebagai sumber air bersih pada umumnya meliputi; air hujan, air
permukaan (air sungai dan air danau), air tanah (Rahayu, 2002) dan air permukaan
tanah (Pane, 2005).
(1) Air hujan
Air hujan mempunyai potensi terbesar sebagai sumber air dibandingkan
dengan sumber lainnya, karena semua sumber air lainnya berawal dari sumber ini
(air hujan). Faktor kekurangan air hujan adalah keberadaannya yang sangat
singkat, biasanya hanya sekitar 75% dari jumlah hari dalam setahun dan hanya
beberapa jam dalam sehari, hal inipun bergantung pada lokasi/daerah. Selain
keberadaannya singkat, sumber air ini juga mempunyai kesinambungan yang
buruk. Untuk memanfaatkan sumber air ini biasanya diperlukan penampungan
dengan kapasitas yang besar karena harus dapat menampung jumlah yang
dibutuhkan untuk beberapa bulan.
(2) Air permukaan
Air permukaan mempunyai jumlah terbesar kedua setelah air hujan, namun
memiliki kesinambungan yang lebih baik. Biasaya keberadaan air permukaan
dapat mencapai setahun penuh, hanya saja diikuti fluktuasi yang sangat
bergantung pada keadaan alam.
(3) Air tanah
Air tanah memiliki jumlah yang lebih terbatas dari air permukaan dan
bahkan pada daerah tertentu sumber air ini nyaris tidak dijumpai. Keberadaan
sumber air tanah bergantung pada kondisi batuan di wilayah tersebut serta daerah
pasokannya. Kualitas sumber air tanah biasanya lebih baik dari air permukaan,
terutama kualitas biologisnya, namun terkadang dijumpai kekurangan dalam
kualitas kimiawinya. Yang sering ditemukan adalah tingginya kandungan besi dan
mangan
(4) Air Permukaan Tanah
Air jenis ini berasal dari presipitasi (turun mengendapnya) air yang berasal
dari air hujan menembus langsung ke dalam tanah. Selain melalui proses tersebut,
air ini juga berasal dari air hujan yang memasuki sungai dan merembes ke tanah.
Sumber lain air jenis ini adalah air lapisan, yakni air yang terdapat jauh di bawah
tanah yang terbawa keluar dalam batuan intrusif dan air yang terjebak dalam
batuan sedimen selama pembentukan sedimen.

2) Baku Mutu Sumberdaya Air


Setiap negara memiliki standar kualitas air yang berbeda-beda, hal ini
terkait tujuan penggunaan dan kondisi alam yang juga berbeda. Menurut Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001, penggolangan air menurut
peruntukannya, terbagi menjadi:
(1) Kelas satu, yakni air yang peruntukannya dapat digunakan sebagai air baku
air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
(2) Kelas dua, yakni air yang peruntukannya dapat digunakan sebagai
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air
untuk mengairi tanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
(3) Kelas tiga, yakni air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman, dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
(4) Kelas empat, yakni air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
tanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.

2.2.3 Intalasi Pengolahan Air


Pembangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA) bertujuan menghasilkan air
yang memenuhi standar kualitas air bersih dengan harga yang sesuai bagi
konsumen (Qasim et al., 2000 vide Watironna 2005). Instalasi Pengolahan Air
(IPA) mengambil air baku dari sumber-sumber air seperti sungai atau danau, dan
melewatkannya melalui proses-proses atau perlakuan tertentu (Kerry, 1996 vide
Watironna 2005). Proses pengolahan air permukaan menjadi air bersih atau air
minum secara umum dapat diterangkan sebagai berikut (PAM Jaya, 1998 vide
Beni 2003):
(1) Pengambilan air baku (Water Intake): tahap pengambilan air permukaan yang
akan diproduksi di instalasi
(2) Proses pembubuhan bahan koagulan (coagulation). Koagulan adalah zat
kimia yang ditambahkan ke dalam air baku yang akan diolah di dalam tangki
(coagulation tank). Koagulan ini mempunyai sifat dapat mengikat kotoran
yang berupa koloidal yang terdapat dalam air baku. Koagulan yang biasa
dipakai adalah larutan Aluminium sulphate (Alum).
(3) Proses pengendapan (sedimentation), berfungsi untuk membuang partikel-
partikel seperti lanau, pasir dan bahan flokulasi yang terapung melalui
pengendapan. Flokulasi adalah pembentukan gumpalan-gumpalan halus
melalui pencampuran.
(4) Proses filtrasi (filtration), tahap penyaringan bahan-bahan flokulasi sisa yang
masih halus.
(5) Netralisasi, tahap pembubuhan larutan kapur yang bertujuan mengatur derajat
keasaman air.
(6) Clear water tank (CWT), tempat penampungan air bersih untuk kemudian
didistribusikan.
Pada umumnya unsur-unsur dalam instalasi pengolahan dapat dilihat pada
Gambar 1 (Linsley dan Franzini, 1996).

Gambar 1 Unsur-unsur fungsional dalam sistem penyediaan air bersih.

Unsur-unsur (Gambar 1) yang membentuk suatu sistem penyediaan air yang


modern meliputi (1) sumber-sumber penyediaan, (2) sarana-sarana penampungan,
(3) sarana-sarana penyaluran (ke pengolahan), (4) sarana-sarana pengolahan, (5)
sarana-sarana penyaluran (dari pengolahan) tampungan sementara, serta (6)
sarana-sarana distribusi.
Sumber penyediaan merupakan sumber-sumber air permukaan bagi
penyediaan, seperti sungai, danau dan waduk atau sumber air tanah. Penampungan
merupakan sarana-sarana yang dipergunakan untuk menampung air permukaan,
biasanya terletak pada atau dekat sumber penyediaan. Penyuluran merupakan
sarana-sarana untuk menyalurkan air dari tampungan ke sarana-sarana pengolah.
Pengolahan merupakan sarana-sarana yang dipergunakan untuk memperbaiki atau
merubah mutu air. Penyaluran merupakan sarana-sarana untuk manyalurkan air
yang sudah diolah ke sarana-sarana penampungan sementara serta ke satu atau
beberapa titik distribusi. Distribusi merupakan sarana-sarana yang dipergunakan
untuk membagi air ke masing-masing pemakai yang terkait di dalam sistem.

Gambar 2 Bagan alir yang umum untuk instalasi pengolahan air.

Gambar 2 merupakan bagan alir umum untuk instalasi pengolahan air.


Menurut Linsley dan Franzini, jenis pengolahan air yang dibutuhkan bergantung
pada ciri-ciri fisik dan kimiawi air yang bersangkutan. Tidak seluruh tahapan pada
bagan alir tersebut harus dilalui, namun terkadang perlu dilakukan perlakuan
(treatment) khusus yang jarang atau tidak umum digunakan, semua bergantung
pada ciri-ciri fisik dan kimiawi air baku.
Kekeruhan air yang tinggi membutuhkan koagulasi kimiawi dan filtrasi.
Tingginya kadar garam pada suatu sumber air baku membutuhkan perlakuan
reverse osmosis. Namun, untuk sumber air baku yang hanya bermasalah pada
kesadahan malah tidak memerlukan penerapan seluruh tahapan yang terdapat pada
bagan alir tersebut.
2.3 Air Bersih di Pelabuhan Perikanan
2.3.1 Pemanfaatan air bersih di Pelabuhan Perikanan
Air bersih di pelabuhan perikanan merupakan suatu hal yang penting
untuk diperhatikan. Lubis (2006) menggolongkan air bersih dan fasilitas
instalasinya di pelabuhan sebagai fasilitas yang bersifat mutlak/vital, artinya
fasilitas yang tidak boleh tidak ada di suatu pelabuhan perikanan. Penggunaan dan
pengguna air bersih di pelabuhan perikanan dikelompokkan oleh Pane (2005)
sebagaimana disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Pengguna dan Penggunaan Air Bersih di Pelabuhan Perikanan


No Pengguna Penggunaan

1. Nelayan/ABK/kapal Air minum


Memasak bahan makanan
Mandi, WC
Mencuci pakaian, peralatan
Pembersihan hasil tangkapan
Pembersihan kapal
2. Pabrik es Pembuatan es
Air minum karyawan
Mandi, WC, pencucian
3. Industri olahan Bahan tambahan
Air minum karyawan
Mandi, WC, pencucian peralatan
4. Perkantoran pelabuhan perikanan Air minum karyawan
Mandi, WC
5. Perumahan pelabuhan Air minum
Memasak bahan makanan
Mandi, WC
Mencuci pakaian
6. Instalasi atau fasilitas pelabuhan Pembersihan dermaga
perikanan Pembersihan lantai TPI

Sumber: Pane, 2005

Kebutuhan air bersih di PPS Bungus diketahui dengan menggunakan rumus Pane
(2005), sebagai berikut:

KAPP = (KAM + KAI + KAP + KAE + KAO + KAR + KAB + KAL)

Keterangan:
KAPP : Kebutuhan air di pelabuhan perikanan
KAM : Kebutuhan air bersih untuk melaut (liter/hari)
KAE : Kebutuhan air bersih untuk pabrik es (liter/hari)
KAO : Kebutuhan air bersih untuk undustri olahan (liter/hari)
KAR : Kebutuhan air bersih untuk perumahan di pelabuhan perikanan
(liter/hari)
KAB : Kebutuhan air bersih untuk perkantoran (liter/hari)

2.3.2 Sumber Air bersih di Pelabuhan Perikanan


Sumber air bersih di suatu pelabuhan perikanan dapat berasal dari
berbagai sumber seperti sungai, situ, waduk, sumur artesis, PAM, air laut olahan
dan waduk buatan (Pane, 2006). Tidak semua air yang berasal dari sumber-
sumber air tersebut (sungai, situ, waduk, sumur artesis, PAM, air laut olahan, dan
waduk buatan) dapat langsung dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan air
bersih, karena masih memerlukan pengolahan lebih lanjut agar air tersebut
memenuhi syarat standar kebersihan.
Instalasi pengolahan air bersih di suatu pelabuhan perikanan harus mampu
memenuhi kebutuhan air bersih di pelabuhan perikanan tersebut. Pada umumnya,
penyediaan air di suatu pelabuhan disuplai dari air PAM dan sumur artesis.
Pemanfaatan air sumur artesis relatif lebih menguntungkan/meringankan beban
nelayan maupun pihak pelabuhan, karena biaya operasional untuk penyediaan air
sumur lebih rendah dari pada air dari PAM, sehingga biaya yang dikeluarkan
nelayan untuk mendapatkan fasilitas air tersebutpun lebih murah. (Mahendra,
2001).
3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan di PPS Bungus Sumatera Barat. Pengamatan dan
pengambilan data dilaksanakan pada bulan Februari 2008.

3.2 Metode Penelitian


Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus, yaitu mengkaji
pengelolaan dan pemanfaatan air bersih di PPS Bungus Sumatera Barat. Aspek
yang diteliti dalam penelitian ini meliputi aspek pengelolaan yang meliputi
penyediaan dan pendistribusian, aspek pemanfaatan yang meliputi tingkat
kebutuhan dan pemanfaatan air bersih yang ada di PPS Bungus. Kedua aspek
tersebut diteliti dalam rangka memperoleh data dan informasi mengenai kondisi
terkini air bersih PPS Bungus dan sekaligus mengetahui permasalahan-
permasalahan yang dihadapi. Informasi dan permasalahan yang diperoleh
digunakan sebagai bahan kajian untuk melahirkan solusi dan masukan bagi
perbaikan proses atau mekanisne pengelolaan air bersih di pelabuhan ini.
Responden diambil secara purposive yang dianggap dapat mewakili
kepentingan penelitian. Responden yang dipilih terdiri atas:
 Penyedia atau pengelola air bersih 2 orang
 Nelayan, pemilik kapal/pengusaha penangkapan, nahkoda
atau ABK 10 orang
 Pihak Pelabuhan Perikanan 2 orang
 Pihak industri/usaha pengolahan 3 orang/usaha
 Pihak pabrik es 2 orang
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data dan
informasi yang dikumpulkan, sifat, sumber dan cara pengumpulan data disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2 Data dan Informasi yang dikumpulkan, Sifat, Sumber dan Cara Pengumpulan Data pada Penelitian
Cara Pengumpulan
Tujuan Informasi yang dipelukan Sifat Data Sumber
Data
Mekanisme Penyediaan dan 1. Sumber, kualitas dan kapasitas air bersih Primer Pengelola pelabuhan 1. Wawancara
Pendistribusian air bersih 2. Fasilitas penyediaan dan pendistribusian (UPT) (kuesioner)
air bersih yang mencakup jenis, kondisi 2. Pengamatan
dan ukuran
3. Pihak yang terlibat dalam penyediaan dan
pendistribusian air bersih
4. Mekanisme penyediaan dan
pendistribusian air bersih
5. Prosedur pemesanan air bersih

Tingkat Pemanfaatan dan 1. Unit kegiatan yang ada di PPS Bungus Primer 1. Nahkoda/pemilik Wawancara (kuesioner)
Kebutuhan air bersih dan memanfaatkan air bersih dari kapal/nelayan
pelabuhan 2. Pabrik es
2. Jumlah pengguna per unit kegiatan 3. Processing
3. Jumlah hari operasi kegiatan 4. Perkantoran
4. Tujuan penggunaan air bersih 5. Perumahan
6. UPT
Khusus untuk kebutuhan melaut:
1. Rata-rata hari operasi penangkapan
dalam setahun
2. Lama trip
3. Rata-rata jumlah awak kapal per kapal
4. Frekuensi trip per tahun
5. Jumlah kebutuhan air bersih per trip
Data pendukung 1. Keadaan umum pelabuhan Sekunder 1. DKP Studi pustaka
2. Laporan statistik pelabuhan 2. UPT
3. Keadaan umum daerah 3. Pemda
3.3 Analisis Data
3.3.1 Mekanisme Penyediaan dan Pendistribusian Air Bersih
Analisis yang digunakan adalah metode deskriptif, yakni menggambarkan
kondisi dan mekanisme penyediaan dan pendistribusian air bersih di PPS Bungus.
Hal yang terkait dalam analisis ini mencakup pengelola dalam pengadaan
(penyediaan), fasilitas dan mekanisme pengadaan, fasilitas dan mekanisme
distribusi.

3.3.2 Tingkat Kebutuhan dan Pemanfaatan Air Bersih


1) Penghitungan Kebutuhan Teoritis Air Bersih
Kebutuhan teoritis air bersih di PPS Bungus dapat diketahui dengan menggunakan
rumus Pane (2005)(subbab 2.3.1), sebagai berikut:

KAPP = (KAM + KAE + KAO + KAR + KAB)

Keterangan:
KAPP : Kebutuhan air di pelabuhan perikanan
KAM : Kebutuhan air bersih untuk melaut (liter/hari)
KAE : Kebutuhan air bersih untuk pabrik es (liter/hari)
KAO : Kebutuhan air bersih untuk industri olahan (liter/hari)
KAR : Kebutuhan air bersih untuk perumahan di pelabuhan perikanan
(liter/hari)
KAB : Kebutuhan air bersih untuk perkantoran (liter/hari)
Rumus ini meliputi seluruh kegiatan di pelabuhan perikanan yang
membutuhkan suplai air bersih dalam aktivitasnya. Unsur tersebut dianalisis lagi
dengan menggunakan rumus:
(1) KAM (Kebutuhan air bersih untuk melaut liter/hari)
  1
KAM KMxI xN xA
360
 KM : banyaknya kapal yang direncanakan melakukan pembelian
kebutuhan melaut di Pelabuhan Perikanan (unit)

 I : rata-rata hari operasi penangkapan dalam setahun perkapal untuk
seluruh kapal yang direncanakan di PP (hari/tahun)

 N : rata-rata jumlah awak kapal perkapal yang direncanakan di PP
(orang/unit)
 A : 50 liter/orang/hari untuk kapal motor, 3 liter/orang/hari untuk perahu
motor tempel
 : koefisien besarnya cadangan air bersih di kapal (0,5)
(2) KAE (Kebutuhan air bersih untuk pabrik es liter/hari) (Direktorat Jenderal
Perikanan, 1981)
KAE xK
 K : kapasitas pabrik es per hari (ton/hari)
 : koefisien kebutuhan air bersih pabrik es (1,1 – 1,3)
(3) KAO (Kebutuhan air bersih untuk industri olahan liter/hari)

n
KAO FKOixKOIi
n 1

 FKOi : faktor konversi kebutuhan air bersih industri olahan ke-I di PP


(liter/Kg/hari)
 KOLi : kebutuhan bahan baku ikan industri olahan ke-I perhari (Kg)
(4) KAR (Kebutuhan air bersih untuk perumahan di pelabuhan perikanan
liter/hari)
KAR = FKR x M
 FKR : faktor kondisi kebutuhan air perumahan (70 liter/hari/orang)
 M : banyaknya seluruh anggota keluarga dewasa di semua rumah dinas di
PP (orang)
(5) KAB (Kebutuhan air bersih untuk perkantoran liter/hari)
KAB = FKB x O/L
 FKB : faktor konversi kebutuhan air bersih perkantoran di PP (30
liter/hari/orang atau 2,81/m3 luas lantai)
 O : banyaknya semua tenaga kerja disemua perkantoran PP (orang)
 L : luas lantai jemur perkantoran PP
2) Penghitungan Kebutuhan Aktual Air Bersih
Penghitungan jumlah kebutuhan aktual air bersih di PPS Bungus dilakukan
dengan terlebih dahulu mengklasifikasikan pemanfaatan air bersih per unit
kegiatan di pelabuhan perikanan. Kemudian dilakukan penghitungan jumlah air
yang digunakan per unit kegiatan tersebut.
Data yang diperlukan untuk perhitungan diperoleh melalui kuesioner dan
wawancara, yaitu meliputi jumlah air yang digunakan, jumlah pengguna per unit
kegiatan, jumlah hari operasi kegiatan (per minggu atau per bulan) dan tujuan
penggunaan air bersih tersebut.

3) Penghitungan Tingkat Kebutuhan dan Pemanfaatan Air Bersih


Setelah jumlah kebutuhan aktual dan teoritis diketahui, dilakukan
penghitungan menggunakan rumus Pane (2005):
(1) Tingkat Kebutuhan (TK)
KAM
TK x100%
KT
(2) Tingkat Pemanfaatan Aktual (TPA)
KAM
TPA x100%
T
(3) Tingkat Pemanfaatan Teoritis (TPT)

KT
TPT x100%
T
Keterangan:
TK : Tingkat kebutuhan air bersih (%)
TPA : Tingkat pemanfaatan aktual (%)
TPT : Tingkat pemanfaatan teoritis (%)
KA : Kebutuhan aktual air bersih (ton/tahun), ekivalen dengan KAP
KT : Kebutuhan teoritis air bersih (ton/tahun), ekivalen dengan KAM, KAE,
KAO, KAR dan KAB
T : Jumlah air bersih yang tersedia (ton)
4 PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BUNGUS

4.1 Lokasi, Sejarah dan Organisasi


4.1.1 Lokasi
Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bungus terletak di Kecamatan
Bungus Teluk Kabung Kota Padang. Secara geografis, PPS Bungus berada pada
koordinat 010 – 02‟ – 15” LS dan 1000 – 23‟ – 34” BT (PPS Bungus, 2006).
Keadaan cuaca disekitar PPS Bungus secara umum sama dengan cuaca
daerah yang dilalui oleh ekuator lainnya, yaitu angin yang bergerak dengan
kecepatan teratur dan curah hujan serta jumlah hari hujan yang tinggi. Kondisi
perairan di pelabuhan ini pun cukup tenang karena terlindung oleh gugusan
Kepulauan Mentawai.
PPS Bungus memiliki areal tanah seluas 14 ha dan kolam pelabuhan seluas
7,5 ha. Jarak lokasi pelabuhan ini dengan pusat Kota Padang adalah sejauh 16 Km
dan jarak menuju Bandar Udara Minangkabau sejauh 30 Km yang terhubung oleh
jalan arteri Padang Bypass.
Kondisi jalan dari dan menuju lokasi pelabuhan cukup baik (sudah beraspal)
sehingga mudah dijangkau oleh sarana transportasi yang ada. Jenis-jenis angkutan
umum yang tersedia diantaranya mobil angkutan kota, sepeda motor dan becak.
Keberadaan PPS Bungus telah dapat dirasakan manfaatnya oleh segenap
pengguna jasa di pelabuhan, terutama masyarakat nelayan dan pengusaha
perikanan, namun sampai sekarang tingkat pemanfaatannya belum optimal,
keadaan ini diindikasikan oleh (Luthfi, 2005):
a. Masih rendahnya tingkat pemanfaatan fasilitas pelabuhan;
b. Masih rendahnya tingkat kunjungan kapal per hari;
c. Masih enggannya sebagian masyarakat nelayan (nelayan tonda) untuk
menjadikan PPS Bungus sebagai home base-nya

4.1.2 Sejarah
Pembangunan PPS Bungus berawal dari proyek Pembangunan dan
Pengembangan Perikanan Sumatera atau lebih dikenal dengan nama Sumatera
Fisheries Development Project (SFDP). Pembangunan ini dimulai sejak tahun
1981 dan selesai tahun 1989 dengan sumber dana dari pinjaman Bank
Pembangunan Asia (ADB Loan 474-INO) sebesar US$ 9.3 juta dan dana
pendamping setiap tahun anggaran dari APBN. Pada periode ini SFDP telah
berhasil membangun beberapa fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas
penunjang. Pada tahun 1991, status pelabuhan ini menjadi Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) Bungus (PPS Bungus, 2006).
Perkembangan selanjutnya terhitung mulai tanggal 1 Mei 2001, PPN
Bungus ditingkatkan statusnya menjadi Pelabuhan Perikanan tipe A dengan
klasifikasi Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bungus berdasarkan SK.
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: 26/I/MEN/2001 (Vide Persetujuan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 86/M.PAN/4/2001
tanggal 4 April 2001) (Atharis, 2007).

4.1.3 Organisasi
1) Struktur Organisasi
Berdasarkan SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. 26.I/MEN/2001 tahun
2001, struktur organisasi PPS Bungus terdiri atas (PPS Bungus, 2006):
1) Kepala Pelabuhan;
2) Kepala Bagian Tata Usaha, yang terdiri atas Kasubag Umum dan Kasubag
Keuangan;
3) Kepala Bidang Tata Operasional yang terdiri atas Kasi Kesyahbandaran
Perikanan dan Kasi Pemasaran dan Informasi;
4) Kepala Bidang Pengusahaan yang terdiri Kasi Sarana dan Kasi Pelayanan dan
Pengembangan Usaha. Termasuk tangggung jawab bidang ini adalah
mengatur pelayanan air bersih untuk berbagai unit kegiatan di pelabuhan.
5) Kelompok Jabatan Fungsional yang terdiri Pemangku Jabatan Fungsional di
bidang Pengawasan Sumberdaya Perikanan dan Pemangku Jabatan Fungsional
lainnya yang diatur berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku

2) Fungsi PPS Bungus


Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor
26.I/MEN/2001 tanggal 1 Mei 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan
Perikanan, ditetapkan bahwa tugas pokok PPS Bungus adalah melakukan
koordinasi dan fasilitasi peningkatan produksi dan pemasaran hasil perikanan
tangkap di wilayahnya dan pengawasan pemanfaatan sumberdaya (penangkapan)
untuk pelestariannya (PPS Bungus, 2006).
Dalam pelaksanaan tugasnya sesuai dengan UU No. 31 Tahun 2004, PPS
Bungus mempunyai fungsi sebagai berikut:
(1) Tempat tambat labuh kapal perikanan;
(2) Tempat pendaratan ikan, tempat pemasaran dan distribusi ikan serta tempat
pelaksanaan mutu hasil perikanan;
(3) Tempat pengumpulan data tangkapan;
(4) Tempat pelaksanaan penyuluhan, pengembangan masyarakat nelayan dan
tempat untuk memperlancar operasional kapal perikanan.

4.2 Perikanan Tangkap di PPS Bungus


4.2.1 Unit Penangkapan Ikan
1) Armada Penangkapan Ikan
Armada penangkapan ikan yang beroperasi di PPS Bungus terdiri atas kapal
motor bermesin dalam (inboard) yang berukuran < 10 GT sampai dengan > 50
GT dan jenis perahu motor tempel (outboard). Kapal motor biasa digunakan pada
alat tangkap tuna long line dan purse seine, sedangkan perahu motor tempel
(PTM) biasa digunakan pada alat tangkap pancing tonda, payang dan gill net.
Pada tahun 2006, armada penangkapan ikan di PPS Bungus berjumlah
kumulatif 1.275 unit *) per tahun dengan komposisi perahu tanpa motor berjumlah
kumulatif 154 unit (12,1%), perahu motor tempel (PMT) kumulatif 645 unit
(50,6%) dan kapal motor (KM) berjumlah kumulatif 476 unit per tahun (37,3 %)
(PPS Bungus, 2006). Hal ini menunjukkan bahwa perahu motor tempel
merupakan armada penangkapan ikan yang dominan di PPS Bungus.
Jumlah kumulatif armada penangkapan pada tahun 2006 meningkat sebesar
46,9 % dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan ini terkait dengan
upaya (effort) pemerintah daerah (Pemda) Sumatera Barat, PPS Bungus dan
pengusaha di bidang perikanan untuk meningkatkan produksi hasil tangkapan di
PPS Bungus. Diantara upaya yang dilakukan adalah penambahan jumlah armada
penangkapan purse seine dan long line.
Perkembangan jumlah kumulatif armada penangkapan ikan di PPS Bungus
selama periode 1997 – 2006 disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 3. Rata-rata
pertumbuhan jumlah kumulatif armada penangkapan ikan yang ada di PPS
Bungus selama periode 1997 - 2006 adalah sebesar -2,9 unit per tahun. Titik
terendah tejadi pada tahun 2004 dengan tingkat pertumbuhan menurun 50% dari
tahun sebelumnya. Kondisi ini disebabkan adanya permasalahan (konflik) antara
masyarakat nelayan setempat (Kecamatan Bungus) dengan nelayan pendatang.
Menurut keterangan pihak pengelola pelabuhan, sikap kurang terbukanya
masyarakat setempat dalam menghadapi persaingan dengan nelayan pendatang
menimbulkan suasana yang tidak nyaman bagi sebagian besar nelayan untuk
berlabuh di pelabuhan ini.
Kenaikan jumlah kumulatif armada kembali terjadi mulai tahun 2005 sebesar 45,2
% (sejumlah kumulatif 598 unit pada tahun 2004 menjadi 868 unit). Kenaikan
tertinggi terjadi pada tahun 2006 sebesar 46,9 % (sejumlah kumulatif 868 unit
pada tahun 2005 menjadi 1.275 unit). Kondisi ini disebabkan oleh meredanya
konflik yang terjadi di PPS Bungus dan juga terkait oleh kebijakan yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk memberikan bantuan armada
penangkapan sejumlah 407 unit untuk wilayah Kota Padang yang berbasis pada
PPS Bungus (PPS Bungus, 2006).

Tabel 3 Jumlah kumulatif per tahun armada penangkapan ikan di PPS


Bungus periode 1997-2006
Tahun Jumlah Armada Pertumbuhan
(unit) (%)
1997 3.383 -
1998 3.141 -7,1
1999 3.016 -4,0
2000 2.614 -13,3
2001 3.590 37,3
2002 2.674 -25,5
2003 1.195 -55,3
2004 598 -50,0
2005 868 45,2
2006 1.275 47,0
Kisaran 589 – 3.590 -55,3 – 46,9
Rata-rata 2.235,4 -2,9
Sumber: PPS Bungus, 2006
Gambar 3 Grafik perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di PPS
Bungus periode 1997-2006.

2) Alat Tangkap
Terdapat berbagai jenis alat tangkap yang pengoperasiannya berbasis di PPS
Bungus, diantaranya long line, purse seine, pancing tonda, payang dan gill net.
Pada tahun 2006, alat tangkap di PPS Bungus berjumlah 1.413 unit yang di
dominasi oleh alat tangkap pancing tonda, gill net, payang dan hand line. Jumlah
alat tangkap tersebut adalah 300 unit (21,23%) untuk pancing tonda, 291 unit
(20,59%) untuk gill net, 167 unit (11,82%) untuk bagan perahu dan 316 unit
(22,36%) untuk hand line (PPS Bungus, 2006).

Tabel 4 Alat penangkapan ikan di PPS Bungus tahun 2006


No. Jenis Alat Tangkap Jumlah Komposisi
(unit) (%)
1. Bagan 167 11,8
2. Gill net 291 20,6
3. Hand line 316 22,4
4. Long line 243 17,2
5. Pancing Tonda 300 21,2
6. Payang 81 5,7
7. Purse Seine 15 1,1
Jumlah 1.413 100,0
Sumber: PPS Bungus, 2006
Alat tangkap hand line merupakan alat tangkap yang paling banyak digunakan di
PPS Bungus seperti terlihat pada Tabel 4, karena alat tangkap ini merupakan alat
tangkap skala kecil dengan armada penangkapan menggunakan perahu motor
tempel berukuran 0 – 5 GT. Investasi dan biaya kebutuhan melaut yang tidak
terlalu memberatkan nelayan menjadikan alat tangkap ini sebagai pilihan nelayan
untuk menangkap ikan.

3) Nelayan
Nelayan di PPS Bungus terdiri atas dua kelompok, yaitu nelayan buruh dan
nelayan pemilik. Nelayan buruh adalah orang yang secara aktif melakukan
pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan, sedangkan nelayan pemilik adalah
orang yang memiliki armada penangkapan ikan dan tidak selalu ikut dalam
operasi penangkapan ikan.
Mayoritas nelayan PPS Bungus merupakan penduduk asli Kecamatan Bungus dan
masyarakat yang tinggal di sepanjang pesisir Kota Padang, namun banyak juga
nelayan pendatang yang berasal dari daerah lain baik dari Sumatera Barat sendiri
maupun dari Sumatera Utara dan Bengkulu.
Jumlah nelayan yang kapalnya berkunjung di PPS Bungus, baik untuk
membongkar hasil tangkapan, mengisi perbekalan maupun perbaikan selama
tahun 2006 tercatat sebanyak 2.139 orang. Jumlah ini mengalami penurunan
disebabkan banyak nelayan yang beralih pekerjaan seperti tukang ojek, petani dan
pedagang akibat semakin tingginya biaya untuk melaut (PPS Bungus, 2006).

Tabel 5 Jumlah nelayan berdasarkan alat tangkap yang dioperasikan di


PPS Bungus tahun 2006
NO Jenis alat tangkap Jumlah nelayan Komposisi
(orang) (%)
1. Bagan 200 9,4
2. Gillnet 101 4,9
3. Hand line 90 4,2
4. Long line 415 19,4
5. Pancing tonda 580 27,1
6. Payang 150 7,0
7. Purse seine 600 28,1
Jumlah 2.139 100,0
Sumber: PPS Bungus, 2006
Berdasarkan jenis alat tangkap yang beroperasi (Tabel 5), jumlah nelayan
yang paling dominan adalah nelayan purse seine dengan jumlah nelayan 600
orang (28,1% dari jumlah nelayan keselurahan) dan diikuti nelayan kapal tonda
dengan jumlah nelayan 580 orang (27,1% dari jumlah nelayan keselurahan).

4.2.2 Hasil Tangkapan


Produksi hasil tangkapan di PPS Bungus terdiri atas hasil tangkapan ikan
yang didaratkan oleh nelayan lokal (nelayan kapal tonda) dan nelayan-nelayan
pesisir Kota Padang serta daerah-daerah lain di Sumatera Barat. Nelayan-nelayan
dari Sibolga dan Bengkulu juga banyak yang mendaratkan hasil tangkapannya di
PPS Bungus (PPS Bungus 2006e).
Produksi ikan yang di daratkan di PPS Bungus didominasi oleh jenis ikan
Tuna, Cakalang dan Tongkol serta beberapa jenis ikan karang. Volume hasil
tangkapan yang di daratkan pada tahun 2006 sebanyak 2.012,9 ton, dengan nilai
sebesar Rp. 74.453.085.180,- (PPS Bungus 2006)

Tabel 6 Volume dan nilai produksi hasil tangkapan di PPS Bungus tahun
2006
Bulan Volume Nilai
(ton) (Rp 1 juta)
Januari 58,5 409
Februari 100,7 840
Maret 94,2 1.114
April 189,9 5.307
Mei 124,9 5.508
Juni 106,4 7.056
Juli 257,1 10.564
Agustus 194,1 9.350
September 252,4 8.539
Oktober 429,3 19.842
November 113,0 5.404
Desember 92,4 519
Jumlah 2.012,9 74.453
Rata-rata 167,7 6.204
Sumber: PPS Bungus, 2006
Pada Tabel 5 terlihat volume produksi hasil tangkapan di PPS Bungus
selama periode 1997 - 2006 mengalami kecenderungan menurun hingga tahun
2004 dan kemudian naik cukup tajam pada tahun 2006. Perkembangan volume
dan nilai produksi hasil tangkapan periode 1997 – 2006 di PPS Bungus disajikan
pada Tabel 6 dan Gambar 4

Tabel 7 Produksi dan nilai produksi hasil tangkapan di PPS Bungus


periode 1997-2006
Tahun Produksi Pertumbuhan Nilai Produksi Pertumbuhan
(ton) (%) (Rp 1.000) (%)
1997 2.920,3 6.210
1998 3.857,5 32,1 15.583 150,9
1999 3.398,3 -11,9 21.905 40,6
2000 1.603,3 -52,8 11.069 -49,5
2001 2.706,5 68,8 19.223 73,7
2002 2.190,9 -19,1 16.750 -12,9
2003 1.207,6 -44,9 6.611 -60,5
2004 503,7 -58,3 3.902 -50,0
2005 628,9 24,9 5.252 34,6
2006 2.012,9 220,1 74.453 1.317,6
Kisaran 503 – 3.857,5 -58,3 – 220,1 3.902 – 7.4453 -50,0 – 1.317,6
Rata-rata 2.103,0 17,7 18.096 161,5
Sumber: PPS Bungus, 2006
Kecenderungan menurunnya jumlah produksi hasil tangkapan hingga tahun
2004 terkait erat dengan aktivitas produksi yang semakin menurun. Kondisi ini
terlihat dari jumlah armada penangkapan yang melakukan operasi penangkapan
dan pendaratan ikan di PPS Bungus yang juga mengalami penurunan yang tajam
pada tahun-tahun tersebut.
Mendekati tahun 2006, jumlah armada penangkapan mulai bertambah
seiring dengan berbagai program yang diluncurkan oleh pihak pelabuhan, Pemda
dan stakeholders yang terkait, sehingga aktivitas penangkapan menjadi meningkat
dan akibatnya jumlah pendaratan ikanpun juga turut meningkat.
Rata-rata pertumbuhan produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPS
Bungus selama periode 1997 – 2006 adalah sebesar 17,65% per tahun atau
berkisar -58,29 – 220,06 % per tahun. Sementara itu, rata-rata pertumbuhan nilai
produksi hasil tangkapannya sebesar 161% per tahun.
4.5
4.0

Produksi (1000 ton)


3.5
3.0
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun

Gambar 4 Grafik perkembangan volume produksi hasil tangkapan di PPS


Bungus periode 1997-2006.

Penurunan terbesar pada persentase pertumbuhan nilai produksi hasil


tangkapan di PPS Bungus terjadi pada tahun 2003 – 2004 (Gambar5), yaitu
sebesar -60% dan -40%. Hal ini dikarenakan pada tahun tersebut terjadi
penurunan jumlah produksi hasil tangkapan sebesar -58,29% dari tahun
sebelumnya, sedangkan peningkatan persentase nilai produksi tertinggi terjadi
pada periode 2005 – 2006, yaitu sebesar 1.317,60%.

80
70
Nilai Produksi (Rp. 1Juta)

60
50
40
30
20
10
0
1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Tahun
Gambar 5 Grafik perkembangan nilai produksi hasil tangkapan di PPS
Bungus periode 1997-2006.
Jumlah produksi hasil tangkapan yang didaratkan mempengaruhi jumlah
nilai produksi, sehingga mempengaruhi nilai jual ikan hasil tangkapan nelayan di
PPS Bungus. Maksudnya adalah ketika jumlah produksi hasil tangkapan sedikit
sedangkan jumlah permintaan konsumen tinggi maka harga ikan akan semakin
tinggi, tetapi sebaliknya ketika jumlah produksi ikan banyak tetapi permintaan
konsumen sedikit maka harga ikan mengalami penurunan.
Kenaikan volume produksi yang besar terjadi pada tahun 2006 dengan
pertumbuhan 220,06%. Peningkatan ini diduga terkait dengan upaya yang
dilakukan oleh pemerintah, dimana sejak akhir tahun 2005, pemerintah mulai
melaksanakana kegiatan Optikapi yaitu modernisasi atau alih teknologi
penangkapan, dari penangkapan skala kecil ke besar, yaitu dengan pengadaan
kapal purse seine berukuran 100 GT dan 90 GT. Melalui pengadaan enam unit
kapal purse seine ini upaya penangkapan menjadi lebih tinggi sehingga produksi
hasil tangkapanpun meningkat. Peningkatan drastis produksi ikan di PPS Bungus
juga disebabkan oleh semakin banyaknya armada kapal purse seine dari Sibolga
yang membongkar hasil tangkapan di PPS Bungus (PPS Bungus, 2006).

4.2.3 Musim ikan, Musim Pendaratan dan Daerah Penangkapan Ikan


Nelayan PPS Bungus
Berdasarkan wawancara dengan pihak PPS Bungus, musim ikan terutama
pada tahun 2006 terjadi pada bulan Oktober sampai Maret (musim barat daya).
Pada musim ini hasil tangkapan nelayan baik di Bungus maupun pesisir barat
Sumatera umumnya relatif lebih tinggi, terutama pada bulan Oktober dan
November (musim puncak penangkapan).
Musim pendaratan ikan di PPS Bungus terkait erat dengan musim ikan dan
musim penangkapan. Hal ini terjadi pada bulan Oktober sampai Maret (musim
barat daya). Pada Tabel 6, terlihat bahwa pada bulan-bulan tersebut pendaratan
ikan di PPS Bungus mencapai jumlah tertinggi.
Daerah penangkapan ikan (DPI) nelayan yang berbasis di PPS Bungus,
terutama nelayan tonda, adalah perairan sekitar Kepulauan Mentawai (meliputi
pulau Siberut, Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan). Nelayan dengan armada
kapal motor (purse seine, long line) umumnya melakukan penangkapan di
perairan lebih ke laut lepas hingga ZEEI Samudera Hindia sebelah Barat yaitu
sekitar Pulau Nias (Provinsi Sumatera Utara) dan daerah Enggano (Provinsi
Bengkulu) (Atharis, 2008).

4.3 Fasilitas PPS Bungus


PPS Bungus dalam memberikan pelayanan dan kemudahan kepada
masyarakat nelayan mulai dari persiapan penangkapan ikan sampai proses
pemasarannya dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Fasilitas-fasilitas tersebut
meliputi (PPS Bungus, 2006):

4.3.1 Fasilitas Pokok


1) Dermaga Bongkar dan Muat
Panjang dermaga PPS Bungus keseluruhan sepanjang 217 meter, terbuat
dari konstruksi beton dan digunakan sebagai dermaga bongkar ikan, dermaga
muat, dermaga bunker untuk bertambat dan persiapan melaut.
2) Jetty
Jalan penghubung (jetty) di PPS Bungus sepanjang 40 m dan lebar 10 m
terbuat dari konstruksi beton, berfungsi sebagai penghubung dalam pengangkutan
ikan dari dermaga bongkar ke tempat pelelangan ikan (TPI).
3) Kolam pelabuhan dan tanah pelabuhan
Kolam pelabuhan berfungsi sebagai tempat berlabuh kapal menunggu
giliran untuk bersandar di dermaga atau istirahat menunggu pemberangkatan trip
penangkapan berikutnya. Luas kolam sekitar 7,5 ha dengan kedalaman air
berkisar 7 – 15 meter.
4) Jalan Utama Pelabuhan
Jalan utama pelabuhan terdapat sepanjang 1.500 meter, sebagian terbuat dari
konstruksi beton, sedangkan untuk ke atau dari komplek perumahan disediakan
jalan dengan konstruksi aspal sepanjang 200 meter.

4.3.2 Fasilitas Fungsional


1) Gedung kantor administrasi
Gedung kantor yang ada seluas 190 m2, dibangun oleh Sumatera Fisheries
Development Project (SFDP) pada tahun 1986.
2) Receiving Hall
Luas keseluruhan areal receiving hall ini sekitar 3.334 m2, dipergunakan
sebagai tempat pelelangan ikan (TPI) seluas 720 m2, untuk pabrik es PT.
Danitama Mina seluas 1.522 m2 dan sisanya seluas 1.092 m2 merupakan
bangunan cold storage.
3) Galangan kapal
Fasilitas galangan kapal berupa fasilitas dock kering (dry dock), berikut
lapangan perbaikan seluas 2.869 m2 yang dapat menampung secara berjejer
sekaligus sebanyak 20 unit kapal. Dry dock ini dilengkapi dengan alat pengangkat
kapal (vessel lift).
4) Bengkel
Fasilitas bengkel memiliki luas areal 250 m2 dapat melayani perbaikan
kerusakan berat atau ringan bagi kapal-kapal nelayan, baik pekerjaan perkayuan
maupun mesin (mekanik logam).
5) Sarana pelayanan perbekalan
(1) Tangki BBM berkapasitas 75 ton dilengkapi dengan 2 unit pompa
distribusi
(2) Tangki air tawar dengan kapasitas 50 ton dengan sumber air dari PDAM,
sedangkan reservoar kapasitas 300 ton sumber air dari pegunungan dekat
PPS Bungus.
6) Arel pengepakan
Tersedia areal seluas 670 m2 yang dialokasikan untuk kegiatan processing dan
pengepakan ikan.
7) Ruang generator
Semula bangunan ini diperuntukkan untuk rumah genset. Setelah genset
tidak dipergunakan lagi sebagai mesin pembangkit listrik, gedung seluas 214 m2
ini digunakan sementara sebagai ruangan pertemuan.
8) Instalasi Air Bersih
Instalasi penyediaan air bersih PPS Bungus meliputi instalasi unit air baku,
instalasi unit produksi dan instalasi unit distribusi. Penyediaan air bersih di PPS
Bungus diselenggarakan langsung oleh pihak pelabuhan.
9) Instalasi Listrik
Kapasitas instalasi listrik PPS Bungus sebesar 147 kVA. Arus listrik ini
berasal dari PLN Kota Padang.
10) Radio SSB
Guna menunjang kelancaran arus informasi dari dan ke pelabuhan perikanan
digunakan sarana komunikasi SSB yang dapat berhubungan baik dengan stasiun
radio SSB lingkup Departemen Kelautan dan Perikanan juga dengan kapal-kapal
yang membutuhkan.

4.3.3 Fasilitas Penunjang


Fasilitas penunjang yang tersedia di PPS Bungus adalah sebagai berikut:
1) Mess nelayan 16 kamar
2) Wisma tamu 1 unit (140 m2)
3) Mess operator 3 unit
4) Perumahan karyawan 19 unit
5) Masjid 1 unit
6) Toilet umum 2 unit.
5 PENGELOLAAN AIR BERSIH DI PPS BUNGUS

5.1 Penyediaan Air Bersih


Air bersih untuk berbagai kegiatan di PPS Bungus disediakan dan dikelola
langung oleh pihak pelabuhan. Pada subbab ini akan dibahas bagaimana kondisi
sumber air bersih, fasilitas dan mekanisme penyediaan hingga fasilitas dan
mekanisme pendistribusian air bersih ke unit-unit kegiatan di lingkungan
pelabuhan.
Secara umum, proses penyediaan air bersih di PPS Bungus hampir sama
dengan proses yang terdapat diberbagai PDAM yang ada di Indonesia. Oleh
karena itu, dalam pembahasan ini juga akan dicantumkan proses pengelolaan air
bersih yang dilakukan oleh PDAM tersebut sebagai perbandingan.

5.1.1 Kondisi dan Kapasitas Sumber Air Baku


Air baku merupakan air yang dapat berasal dari sumber air permukaan,
cekungan air tanah dan atau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai
air baku untuk air minum (Dirjen Cipta Karya, 2008). Menurut Kusnaedi (2002)
vide Watironna (2005) air baku merupakan air yang digunakan sebagai bahan
baku dalam proses pengolahan air, baik untuk air minum maupun untuk keperluan
lainnya.
Sumber air baku PPS Bungus berasal dari aliran air permukaan. Sumber
aliran air permukaan PPS Bungus berada pada salah satu bukit dari jajaran bukit
barisan. Secara vertikal, sumber air baku PPS Bungus berada pada ketinggian
sekitar 15 m dan secara horizontal berjarak sekitar 250 m dari daerah pelayanan.
Menurut defenisi Dirjen Cipta Karya (2003) air permukaan merupakan sumber air
yang terdapat di permukaan tanah seperti sungai, danau dan waduk/bendungan
yang merupakan tampungan air hujan.
Pada umumnya, penyediaan air baku di pelabuhan perikanan dilakukan oleh
PDAM dan agen/pedagang, salah satunya adalah PPS Nizam Zachman Jakarta
(Yumi, 2007). Selain itu juga ada yang memanfaatkan air tanah sebagai sumber
air baku di pelabuhan, seperti pada PPS Kendari (Saiben, 2003). Pemilihan
sumber air baku ini ditentukan berdasarkan pertimbangan kualitas dan kuantitas
sumber air serta faktor lokasi sumber air (BPTTG, 1990).
Penentuan aliran air permukaan sebagai sumber air baku di PPS Bungus
berdasarkan pertimbangan kualitas adalah menghindari pengolahan air yang
terlalu komplek yang akan menyebabkan sistem penyediaan air bersih menjadi
mahal sedangkan berdasarkan pertimbangan kuantitas adalah debit sumber air
harus cukup untuk melayani kebutuhan air bersih di pelabuhan dan debit
minimum sumber air harus lebih besar daripada debit maksimal pemakaian air
bersih per hari sehingga diharapkan dapat menjamin kesinambungan pengadaan
air bersih.
Secara visual, kondisi air baku PPS Bungus jernih seperti terlihat pada
Gambar 6, meskipun menurut Rahayu (2002) air permukaan pada umumnya
mempunyai kekeruhan dan terkadang disertai dengan kandungan organik yang
cukup tinggi. Oleh karena itu, menurut Rahayu air dengan kondisi seperti ini
hanya cocok untuk keperluan pertanian namun belum layak untuk dikonsumsi
langsung sebagai air minum, kecuali setelah melalui tahapan pengolahan terlebih
dahulu.

Gambar 6 Sumber air baku PPS Bungus; aliran air permukaan.


Hasil pengujian menyebutkan, secara keseluruhan (fisik dan kimiawi) air
baku PPS Bungus tergolong baik, namun masih bermasalah pada tingkat
kesadahan. Permasalahan ini akan dapat diatasi cukup dengan pengolahan air
baku metode konvensional (instalasi pengolahan air yang hanya menggunakan
pasir sebagai media penyaringan) (Dirjen Cipta Karya, 2008).
Berbeda halnya jika sumber air baku berasal dari air tanah, apalagi lokasi
sumur bor masih dalam wilayah pelayanan (pelabuhan), memiliki kemungkinan
tingkat pencemaran relatif lebih tinggi sehingga pengolahan air pun membutuhkan
perlakuan yang lebih cermat. Sebagaimana di PPS Kendari, kondisi air bakunya
tidak begitu baik (secara fisik dan kimia) akibat menggunakan air baku yang
berasal dari tanah, sehingga diperlukan perlakuan (treatment) tambahan (seperti
pembubuhan zat kimia) pada proses pengolahannya (Saiben, 2003).
Berdasarkan klasifikasi sumberdaya air menurut peruntukannya maka
sumber air baku PPS Bungus dapat dikategorikan air baku kelas satu, yaitu air
yang peruntukannya dapat digunakan sebagai bahan baku air minum dan atau
untuk peruntukan lainnya yang mempersyaratkan mutu air yang sama (Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001). Pengujian kualitas air ini
dilakukan oleh pihak pelabuhan pada saat permulaan pembangunan instalasi
penyediaan air bersih (1997) dan pengujian berikutnya pada tahun 2001 ketika
terjadi perubahan status pelabuhan dari tipe B menjadi tipe A. Namun, hingga
tahun 2007 belum dilakukan pengujian lagi tentang kualitas air ini. Bahkan, pada
sistem penyediaannya hingga kini belum dilengkapi dengan laboratorium atau
sejenisnya yang dapat memantau (monitoring) kualitas air bersih yang akan
didistribusikan. Idealnya, pengujian mutu air baku harus dilakukan setiap satu
minggu (Linley dan Franzini, 1996).
Sumber air baku PPS Bungus ini memiliki kapasitas atau debit sebesar 10
liter per detik. Pengukuran debit air ini dilakukan oleh pihak pelabuhan pada
intake (bangunan pengambilan) menggunakan metode penghitungan debit air
yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tahun 2007 tentang
Penyelenggaraan dan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Proses
pengukuran dilakukan pada saat musim kemarau (pada bulan Februari 2008).
Kemungkinan pada saat musim penghujan debit air akan lebih besar. Meskipun
demikian, berdasarkan perhitungan, debit air sebesar 10 liter per detik ini sudah
mencukupi semua kebutuhan (aktual) air bersih di pelabuhan perikanan.
Menurut Rajasa (2002), air permukaan mempunyai jumlah yang besar kedua
setelah air hujan namun memiliki kesinambungan yang lebih baik. Biasanya
keberadaannya dapat mencapai setahun penuh hanya saja diikuti fluktuasi yang
sangat bergantung pada alam.
Rajasa melanjutkan, ketersediaan dan kapasitas aliran air permukaan disuatu
tempat dipengaruhi oleh kondisi topografis tempat tersebut. Daerah yang memiliki
banyak gunung dan dataran tinggi cenderung memiliki ketersediaan air
permukaan yang tinggi. Seperti tertulis pada subbab 4.1.1, Kecamatan Bungus dan
Sumatera Barat umumnya merupakan daerah yang dilalui oleh pegunungan Bukit
Barisan dengan tingkat curah hujan yang tinggi. Kondisi ini berdampak positif
bagi ketersediaan dan kontinuitas aliran air permukaan yang menjadi sumber air
baku di PPS Bungus.
Faktor topografi dan iklim serta curah hujan yang tinggi menyebabkan
ketersediaan, kapasitas dan kontinuitas sumber air baku ini cukup baik dan
menurut pihak pengelola PPS Bungus ketersediaan jumlah air baku di pelabuhan
ini mencukupi untuk masa yang akan datang.

5.1.2 Fasilitas Penyediaan Air Bersih (Unit Produksi)


Fasilitas penyediaan air bersih atau umumnya disebut unit produksi
merupakan suatu bagian dari sistem penyediaan air bersih yang berfungsi
memproduksi air bersih untuk memenuhi kriteria yang ditetapkan (kuantitas dan
kualitasnya). Fasilitas penyediaan air bersih terdiri atas bangunan pengambilan air
baku, saluran air baku, bangunan pengolahan, bangunan elektrikal mekanikal,
saluran air bersih, reservoir (Dirjen Cipta Karya, 2008).

1) Bangunan Pengambilan Air Baku (Intake)


Bangunan pengambilan air baku (intake) merupakan bangunan atau
konstruksi penangkap air yang dibangun pada suatu lokasi sumber air (sungai,
mata air dan air tanah) dengan segala perlengkapannya dan dipergunakan sebagai
tempat untuk mengambil air tersebut guna penyediaan air bersih (Dirjen Cipta
Karya, 2008). Sutrisno (2006) menyebutkan fungsi dari bangunan penangkap air
(intake) adalah untuk menjaga kontinyuitas pengaliran air permukaan dan
mempermudah kontrol kualitas dan kapasitas aliran sumber air.
Intake yang digunakan PPS Bungus adalah jenis intake kanal, dimana air
diambil dari kanal (saluran) dan diteruskan ke tahapan selanjutnya. Untuk kasus
penyediaan air bersih skala besar (daerah), unit intake biasa terdiri atas beberapa
sub unit yang terdiri atas bangunan sadap, saluran pembawa air baku dan saringan
(bar screen). Instalasi seperti ini diterapkan oleh PDAM Kota Sukabumi
(Watironna, 2005). Pada PPS Bungus, intake hanya dilengkapi saringan kasar
(bar screen), yang berfungsi untuk menyaring semua kotoran-kotoran kasar
seperti daun, ranting kayu, plastik dan sampah-sampah lainnya yang terbawa
masuk melalui aliran air baku ke unit intake. Namun, bar screen PPS Bungus
tidak berfungsi lagi akibat kerusakan parah yang terjadi.

Gambar 7 Intake penyediaan air bersih di PPS Bungus.

Bangunan intake PPS Bungus berada di bukit (Gambar 7), sehingga jauh
dari berbagai aktivitas baik industri maupun aktivitas lain yang dapat
menimbulkan dampak pencemaran. Hal ini telah memenuhi ketentuan PERMEN
PU NOMOR 18/PRT/M/2007 tentang Sistem Penyediaan Air Bersih pada butir
(1), yang mana syarat utama penempatan bangunan penyadap (intake) haruslah
aman terhadap polusi yang disebabkan pengaruh luar (pencemaran oleh manusia
dan mahluk hidup lain)
Selain itu, posisi intake yang relatif lebih tinggi memudahkan transmisi air
ketahap pengolahan selanjutnya. Transmisi air dilakukan dengan mekanisme
gravitasi, tidak memerlukan fasilitas bantuan seperti pompa dan sebagainya. Hal
ini juga telah sesuai dengan PERMEN PU NOMOR 18/PRT/M/2007 tentang
Sistem Penyediaan Air Bersih pada butir ke (4), yang mana penempatan bangunan
pengambilan diusahakan menggunakan sistem gravitasi dalam pengoperasiannya.
Intake dibangun dengan konstruksi beton. Berdasarkan dimensi bangunan,
kapasitas intake saat ini berukuran sekitar 6 m3, dengan luas permukaan 6 m2 dan
kedalaman 1 m. Untuk kondisi PPS Bungus saat ini, kapasitas intake cukup untuk
memenuhi kebutuhan air bersih maksimum harian di pelabuhan.
Posisi intake yang relatif jauh dari daerah pelayanan dan “medan tempuh”
menuju lokasi yang cukup sulit, menimbulkan kesulitan dalam pengelolaannya.
Petugas dan teknisi yang bertanggung jawab mengontrol instalasi ini ternyata
hanya melakukan tugasnya satu kali dalam seminggu. Fungsi intake yang awalnya
untuk mempermudah dalam kontrol “tingkah laku” sumber air dan penghitungan
debit serta pengontrolan pencemaran dan sebagainya menjadi kurang efektif.
Padahal, menurut PERMEN PU NOMOR 18/PRT/M/2007 pada butir (2), intake
haruslah ditempatkan pada posisi yang memudahkan dalam pelaksanaan
pengelolaan, sehingga tidak menimbulkan permasalahan yang dapat mengganggu
kelancaran penyediaan air bersih.
Selain itu, faktor posisi intake yang berada di bukit yang memiliki curah
hujan yang tinggi sehingga menyebabkan bangunan intake PPS Bungus
berpotensi terkena bahaya longsor. Pada saat hujan, debit aliran air menjadi besar.
Lumpur dan sampah akan terbawa bersama aliran air masuk ke intake. Kondisi ini
akan berpengaruh pada kualitas dan debit air yang ditampung.

2) Bak Sedimentasi
Bak sedimentasi berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel padat pada
aliran air permukaan. Pengendapan umumnya dilakukan dengan mekanisme
gravitasi (Sutrisno, 2006). Pada instalasi penyediaan air bersih PPS Bungus, bak
sedimentasi berjarak 2 m dari intake, dengan dimensi bangunan sekitar 5 m3
(Gambar 8).
Gambar 8 Bak sedimentasi sistem pengolahan air bersih di PPS Bungus.

Pihak pengelola PPS Bungus menggunakan bak sedimentasi untuk


mengendapkan partikel-partikel pada aliran air yang berasal dari intake. Pada
kondisi biasa dengan aliran air normal, bak sedimentasi ini terlihat tidak begitu
berfungsi. Namun, ketika saat musim penghujan dengan tingkat curah hujan tinggi
yang menyebabkan aliran air banyak mengandung lumpur, bak sedimentasi ini
menjadi sangat dibutuhkan untuk melakukan fungsi pengendapan lumpur.
Menurut Sutrisno (2006), untuk air baku yang hanya bermasalah pada
tingkat kesadahan (seperti pada PPS Bungus), bak pengendapan tidak diperlukan.
Pada PDAM Sukabumi (Watironna, 2005), hasil pengujian kualitas air yang
menunjukkan hasil yang baik, menyebabkan pengelola memutuskan untuk tidak
menggunakan bak sedimentasi.

3) Pipa Transmisi Air Baku


Pipa transmisi air baku merupakan jalur pipa atau saluran pembawa air baku
dari titik awal transmisi air baku ke titik akhir transmisi air baku (unit pengolahan
air) (Dirjen Cipta Karya, 2008). Pipa transmisi yang digunakan PPS Bungus
adalah pipa dengan jenis GL (Galvanis) berdiameter 200 mm. Disamping
transmisi menuju bak pengolahan air, juga terdapat saluran by pass yang
mentransmisikan air dari bak sedimentasi langsung ke bak reservoir.

Gambar 9 Instalasi (pipa) transmisi; banyak terjadi kebocoran.

Kondisi pipa transmisi saat ini sudah cukup “berumur”, seperti terlihat pada
Gambar 9. Sejak pembangunan instalasi pada tahun 1998 hingga 2007 belum
pernah dilakukan penggantian (up grade) serius, hanya perbaikan kecil di
berbagai bagian pada jaringan instalasi. Hal ini berdampak pada seringnya terjadi
kebocoran (kehilangan air) akibat proses korosi yang dialami oleh pipa transmisi.
Meskipun jika terjadi kebocoran atau kehilangan air akan segera diatasi oleh
teknisi (petugas), namun kondisi ini tetap saja menimbulkan kehilangan air yang
berdampak pada pemborosan.

4) Instalasi Pengolahan Air; Saringan Pasir Lambat (Slow Sand Filter)


Fasilitas pengolahan air baku yang digunakan PPS Bungus adalah instalasi
saringan pasir lambat (slow sand filter). Saringan pasir lambat (slow sand filter)
merupakan unit pengolah air yang menggunakan suatu proses penyaringan,
pengendapan dan pemisahan partikel yang cukup besar dengan pengaliran air
yang lambat menggunakan pasir sebagai media penyaringnya (Dirjen Cipta
Karya, 2008).
Sistem pengolahan air slow sand filter yang diterapkan oleh PPS Bungus
masih menggunakan mekanisme sederhana, dimana pencucian pasir dan gravel
setelah proses penyaringan dilakukan secara manual karena sistem pengolahan ini
tidak dilengkapi dengan mekanisme back wash, yakni sistem pencucian material
saringan dengan menggunakan aliran air yang dibalikkan. Menurut pihak
pengolola, waktu yang diperlukan untuk mengolah air baku menjadi air bersih ini
relatif lama dengan sistem ini. Berdasarkan rencana, akhir tahun 2009 akan
dikembangkan sistem pengolahan air saringan pasir cepat.

Gambar 10 Bak pengolahan (saringan pasir lambat).

Terdapat 2 unit bak filtrasi pada IPA PPS Bungus (Gambar 10) yang
terletak sekitar 200 m dari intake dengan luas permukaan seluruhnya 119 m2,
dengan ukuran panjang 17 m dan lebar 7 m serta kedalaman bak 3 m. Kecepatan
penyaringan pada saringan pasir lambat ini sekitar 0,3 m/jam. Pasir yang menjadi
media penyaring memiliki kandungan SiO2 sekitar 91%, kisaran diameter butiran
media 0,2 – 0,4 mm dengan keseragaman butiran 2 – 3. Berat jenis butiran
berkisar antara 2,55 – 2,65 gr/cm3 dengan kelarutan butiran pasir dalam air selama
24 jam rata-rata 2.7 % beratnya. Dasar bak filtrasi dilengkapi nozzels atau lubang-
lubang yang meloloskan air hasil penyaringan ke saluran pipa pengumpul air
bersih berdiameter > 0,5 mm dengan tinggi 10 cm sehingga pasir kuarsa tidak
dapat melewatinya. Penampang melintang bak filtrasi PPS Bungus disajikan pada
Gambar 11 (Anonimus, 2006).
Gambar 11 Penampang melintang saringan pasir lambat.

Menurut Rahayu (2002), instalasi dan mekanisme saringan pasir lambat


memberikan banyak perbaikan terhadap kualitas air seperti membunuh bakteri
patogen, mereduksi padatan tersuspensi, menghilangkan kesadahan, penurunan
kekeruhan dan sebagainya. Rahayu melanjutkan, untuk pengolahan air bersih,
saringan pasir lambat merupakan metode pengolahan yang sangat populer.
Pengolahan jenis ini dapat mengolah air antara 3 – 5 m3 air bersih per m2 per hari.
Pengolahan ini dapat menyelesaikan masalah biologis, fisik dan kimia pada
tahapan tertentu. Komponen yang biasanya tidak dapat diselesaikan dengan
pengolahan ini diantaranya warna (disebabkan oleh tanin) dan logam dengan
kadar yang tinggi serta larutan seperti halnya air asin.
Untuk penyediaan air bersih skala kecil dan menengah, sistem slow sand
filter dirasa cukup efektif untuk mengolah air baku menjadi air bersih. Namun,
untuk kebutuhan air skala besar (lingkup daerah) sistem slow sand filter tidak
efektif, karena waktu yang dibutuhkan untuk proses pengolahan cukup lama.
Kasus PDAM Sukabumi (Watironna, 2005), unit-unit pendukung proses
pengolahan air bersih meliputi BPT (Bak Pelepas Tekan), unit flow splitter, unit
flokulasi, unit sedimentasi, unit filtrasi dan CWT (Clear Water Tank).

5.2 Pendistribusian Air Bersih


Unit distribusi merupakan satu sistem pelayanan yang merupakan satu
kesatuan sistem fisik (teknik) dan non fisik dari prasarana dan sarana air minum
dalam suatu sistem pelayanan air minum (Dirjen Cipta Karya, 2008). Menurut PP
No 19 tahun 2002 tentang Sistem Penyediaan Air Minum pasal 10, unit distribusi
terdiri atas bangunan penampungan, jaringan transmisi air, tangki air dan sistem
perpompaan.

5.2.1 Fasilitas Pendistribusian Air Bersih


1) Bangunan Penampungan Air (Reservoir)
Reservoir merupakan tempat penampungan air untuk sementara, sebelum
didistribusikan (Dirjen Cipta Karya, 2008). Menurut Sutrisno (2006), reservoir
merupakan wadah yang digunakan untuk menampung air yang telah mengalami
proses pengolahan dan siap untuk didistribusikan. Reservoir berfungsi untuk
menjaga keseimbangan antara produksi dan kebutuhan, sebagai penyimpan
kebutuhan air dalam keadaan darurat dan sebagai penyedia kebutuhan air untuk
keperluan instalasi.
Reservoir PPS Bungus berjarak sekitar 50 m dari daerah pelayanan (Gambar
12). Volume bak reservoir yang dimiliki sebesar 300 m3, artinya jumlah air
maksimum yang mampu ditampung pada suatu waktu tanpa didistribusikan
adalah 300 ton. Menurut BPTTG (1990), kapasitas ideal bak reservoir adalah
dapat menampung 30% dari kebutuhan air bersih per harinya. Lebih besar dari itu
akan tidak ekonomis.

Gambar 12 Reservoir air bersih di PPS Bungus.

2) Jaringan Transmisi Air Bersih


Jaringan transmisi air bersih merupakan jalur pipa pembawa air bersih dari
titik awal transmisi air bersih ke titik akhir transmisi air bersih (Dirjen Cipta
Karya, 2008). Jaringan pipa distribusi yang digunakan PPS Bungus untuk
mengalirkan air dari reservoir ke tangki air adalah pipa jenis GL (Galvanis)
berdiameter 150 mm.
Pada umumnya, di berbagai PDAM dan pelabuhan perikanan di Indonesia
sering terjadi kasus penyempitan pada pipa distribusi yang disebabkan oleh
kandungan zat kapur yang terlalu tinggi. Penyempitan diamater pipa akibat
kandungan zat kapur akan menyebabkan debit air yang sampai ke konsumen lebih
kecil dibandingkan dengankan debit air yang direncanakan dan waktu pengisian
air bersih menjadi cukup lama (pada unit kegiatan penangkapan). Kondisi seperti
ini terjadi di PPS Kendari (Saiben, 2003). Berbeda halnya dengan PPS Bungus,
rendahnya kadar zat kapur yang terlarut dalam air distribusi dan pengolahan air
bersih PPS Bungus yang dilakukan tanpa klorinisasi menyebabkan tidak terjadi
masalah penyempitan diameter (kapasitas) pipa distribusi.
3) Tangki Air
Tangki air selain berfungsi sebagai tempat penyimpan air juga berfungsi
untuk meningkatkan tekanan air yang akan dialirkan ke berbagai unit kegiatan
yang ada di pelabuhan. Atas alasan tersebut, tangki air PPS Bungus dibangun dan
ditempatkan pada posisi yang cukup tinggi dari tanah, yakni pada ketinggian 10 m
dari permukaan tanah (Gambar 13).

Gambar 13 Tangki air bersih PPS Bungus.

4) Pompa Distribusi
Pemasangan pompa penguat tekanan perlu dilakukan jika jarak reservoir
cukup jauh dari daerah pelayanan dan kondisi topografi tidak memungkinkan
distribusi secara gravitasi (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2007). Demikan
hal yang terjadi pada PPS Bungus, jarak reservoir yang relatif jauh dari daerah
pelayanan dan kondisi elavasi tanah yang datar menyebabkan pihak pelabuhan
membutuhkan bantuan pompa penguat untuk mendistribusikan air bersih ke
dermaga dan ke tangki air, juga dari tangki air ke unit fasilitas lain seperti
perumahan, perkantoran, pabrik es dan pengolahan.
Pada PPS Kendari (Saiben, 2003), pihak pelabuhan tidak menggunakan
mesin bantu untuk menyalurkan air, hal ini disebabkan tempat pengolahan (water
treatment) dan penampungan relatif lebih tinggi secara topografi dibandingkan
dengankan daerah pelayanan. Pendistribusian dilakukan dengan mekanisme
gravitasi.

5.2.2 Kemampuan Distribusi


1) Kapasitas Air Bersih Distribusi
Air bersih hasil pengolahan yang siap didistribusikan ke berbagai unit
pengguna air bersih di PPS Bungus adalah 71,4 ton per hari. Menurut pihak
pengelola, jumlah ini tidak mencukupi ketika pemanfaatan air mencapai waktu
penggunaan maksimum.
Untuk mengatasi hal tersebut, pihak pelabuhan menerapkan mekanisme
pengaliran air langsung dari intake menuju reservoir, tanpa melalui proses
pengolahan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi peningkatan permintaan air
pada saat jam puncak. Pihak pengelola mengakui, upaya penambahan volume air
bersih di reservoir melalui pengaliran langsung (by pass) memiliki resiko. Air
bersih hasil produksi kemungkinan tercampur dengan air yang dari saluran by
pass yang masih diragukan kebersihannya (masih mengandung lumpur). Namun,
menurut penuturan pengelola, upaya penyaluran langsung ini dilakukan ketika air
baku di intake berada dalam kondisi baik. Pengamatan ini dilakukan secara visual
tanpa bantuan peralatan laboratorium. Terkadang, tanpa kontrol yang teliti, air
dari intake dialirkan langsung begitu saja menuju reservoir.

2) Kemampuan Pengaliran
Kemampuan pengaliran terkait dengan debit, kebutuhan maksimum,
kecepatan aliran air dalam pipa dan tekanan air dalam pipa (Kepmen PU tahun
2007). Debit air dalam pipa distribusi adalah 0,04 m3/detik, sementara kecepatan
aliran air berkisar antara 0,6 m/s dan 4,5 m/s serta tekanan dalam pipa berkisar 1
atm hingga 6 atm (Anonimus, 2008). Artinya, debit air maksimum yang diterima
oleh pengguna adalah sebesar 0,04 m3/detik. Bagi pengguna air bersih dari unit
industri, perumahan dan perkantoran kapasitas debit, tekanan dan kecepatan aliran
air ini dirasa cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, untuk unit
penangkapan ikan, kapasitas tersebut dirasa terlalu kecil sehingga mempengaruhi
waktu penyaluran air bersih ke kapal.
Pihak pengelola perlu melakukan upaya untuk meningkatkan kemampuan
distribusi, baik debit, kecepatan maupun tekanan aliran air terutama untuk
penyaluran ke unit penangkapan ikan di dermaga. Hal ini terkait dengan proyeksi
semakin berkembangnya aktivitas perikanan di PPS Bungus, sehingga
membutuhkan dukungan yang kuat melalui fasilitas-fasilitas diantaranya air bersih
ini.
6 MEKANISME PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN
AIR BERSIH DI PPS BUNGUS

6.1 Mekanisme Penyediaan Air Bersih


Mekanisme penyediaan air bersih di PPS Bungus terdiri atas unsur-unsur
seperti yang terlihat pada Gambar 14. Jika dikelompokkan, sistem penyediaan air
bersih ini terbagi menjadi dua tahapan, yaitu tahapan pengadaan dan tahapan
pengolahan.

Gambar 14 Skema penyediaan air bersih di PPS Bungus.

1) Pengadaan
Fasilitas dan instalasi di PPS Bungus pada tahapan pengadaan terdiri atas
intake, bak sedimentasi dan pipa transmisi. Urutan mekanisme penyediaan air
bersih adalah: Aliran air pemukaan dengan debit sebesar 10 liter per detik yang
mengalir dari perbukitan ditampung pada intake. Kemudian, air dialirkan menuju
bak pengendapan untuk mengendapkan partikel-partikel yang terbawa bersama
aliran air. Air yang telah mengalami proses sedimentasi dialirkan secara gravitasi
melalui pipa transmisi air baku menuju bak pengolahan.

2) Pengolahan
Aliran air baku yang sampai pada bak pengolahan di PPS Bungus masih
bermasalah dalam hal kualitas, seperti kesadahan dan sebagainya. Aliran air ini
harus melalui proses filtrasi di dalam bak pengolahan.
Pada proses filtrasi, aliran air akan “terhadang” oleh media saringan (pasir)
yang memiliki ukuran sangat kecil dengan ukuran pori-pori antara butiran media
yang juga sangat kecil (Gambar 15). Partikel-partikel tersuspensi dalam air akan
terpisah dari air melalui pergesekan dengan pori-pori pasir. Seiring dengan
lambatnya aliran air dalam media penyaringan dan panjangnya waktu kontak
antara air dan media penyaring serta aliran yang berkelok-kelok melalui pori-pori
saringan memberikan kesempatan partikel halus untuk saling berinteraksi
membentuk gugusan yang lebih besar atau seperti lapisan biologis yang kemudian
tertahan oleh pori-pori saringan (akumulasi kotoran tersebut akan menempel pada
media). Dengan adanya lapisan itu, disamping proses penyaringan secara fisika,
terjadi pula penghilangan kotoran secara bio-kimia (Totok, 2006). Sehingga, zat
besi, mangaan, dan zat lain yang menimbulkan bau dan kesadahan akan hilang
dan dihasilkannya filtrat dari proses ini yaitu air yang terbebas dari partikel-
partikel yang tidak diharapkan ada dalam air bersih.

Gambar 15 Skema pengolahan air bersih di PPS Bungus.

Berbeda dengan proses pengolahan air bersih di PPS Kendari (Saiben,


2003), dimana kondisi air bakunya memiliki kandungan kapur yang sangat tinggi,
mengharuskan pengolahan air bersih di PPS ini menggunakan bahan kimia antara
lain: PAC, Natrium Clorat, Natrium Hidroksida dan Karbon aktif. Proses
pengolahan air bersihnya dilakukan melalui dua tahap: (1) air tanah di pompa
terlebih dan ditampung pada bak penampung yang bertujuan untuk melakukan
pengendapan lumpur, pembersihan dan kotoran-kotoran (2) air diolah
menggunakan bahan kimia untuk kemudian didistribusikan.
6.2 Mekanisme Pendistribusian Air Bersih
Setelah melalui proses pengolahan, air bersih didistribusikan ke unit-unit
kegiatan dengan menggunakan pipa distribusi dengan jenis GL (Galvanis)
berdiameter 150 mm. Skema distribusi air bersih di PPS Bungus disajikan pada
gambar 16 dan lay out distribusi dapat dilihat pada Lampiran 2.

Unit Kegiatan 1

Dermaga
Reservoir
(kebutuhan melaut)
Tangki Air

Unit Kegiatan 2

Perumahan
Perkantoran
Pabrik es
Pabrik pengolahan.

Gambar 16 Skema distribusi air bersih di PPS Bungus.

Pendistribusian air bersih ke unit-unit kegiatan bergantung pada permintaan


akan air bersih tersebut. Permintaan air bersih di PPS Bungus setiap bulannya
cukup fluktuatif, bergantung pada musim penangkapan/musim malaut (Anonimus,
2007). Pada saat musim penangkapan, permintaan air bersih untuk bekal melaut
meningkat, begitu juga permintaan es yang bahan baku air bersihnya dari
pelabuhan turut meningkat. Sedangkan aktivitas-aktivitas lain di pelabuhan tidak
signifikan mempengaruhi fluktuasi.
Selama tahun 2006, permintaan (pemanfaatan) air bersih selalu dapat
dipenuhi oleh pihak pelabuhan, bahkan pada musim puncak penangkapan
sekalipun. Hal ini antaralain disebabkan oleh belum maraknya aktivitas di
pelabuhan tersebut, baik kegiatan melaut, pengisian perbekalan, maupun aktivitas
penanganan ikan (processing). Selain itu, belum berfungsinya tempat pelelangan
ikan (TPI) menyebabkan alokasi air bersih yang seyogyanya cukup besar untuk
pencucian ikan, pembersihan area pelelangan, pencucian peralatan lelang dan
sebagainya menjadi nihil.
Kondisi ketersediaan air bersih di PPS Bungus lebih baik bila dibandingkan
dengan PPS Kendari. Di PPS Kendari, pada saat musim puncak penangkapan,
permintaan air bersih naik secara drastis sehingga pihak pelabuhan kesulitan
menyediakan air bersih bahkan mengalami kekurangan dalam suplai air. Namun,
sebaliknya ketika tidak musim ikan, air bersih yang tersedia cukup banyak bahkan
melimpah tidak terkendali (Saiben, 2003).
Mekanisme pendistribusian air bersih tidak terlepas dari mekanisme
pemesanan dan pembelian air bersih oleh konsumen. Mekanisme pembayaran
jumlah pemakaian air bersih oleh pengguna adalah: (1) pembayaran air untuk
perkantoran dan perumahan serta kegiatan industri seperti pabrik es dan
processing dihitung berdasarkan pemakaian selama satu bulan; (2) untuk kegiatan
melaut, jumlah air yang digunakan langsung dibayar sebelum melakukan
penangkapan atau saat kapal mengisi perbekalan. Tabel 7 menyajikan daftar harga
jual air bersih pada tahun 2006. Kebijakan pelabuhan menetapkan harga yang
berbeda untuk masing-masing unit kegiatan.

Tabel 8 Daftar harga jual air bersih di PPS Bungus pada tahun 2006
No. Jenis Pemakaian Air Harga Air (Rp/liter)
1. Kapal 5000
2. Kapal wisata (non periodik) 6000
3. Industri (pabrik) 4000
4. Perumahan Ditanggung UPT
5. Perkantoran Ditanggung UPT
Sumber: PPS Bungus 2007

1) Pendistribusian Air Bersih untuk Unit Kegiatan Penangkapan Ikan


Air bersih untuk kebutuhan di dermaga (unit kegiatan penangkapan) PPS
Bungus disalurkan langsung dari reservoir menuju hidran yang terdapat di
dermaga. Melalui hidran, air bersih didistribusikan ke kapal-kapal. Namun,
sebelum mendapatkan pelayanan air bersih dari PPS Bungus nahkoda/pemilik
kapal terlebih dahulu mengikuti prosedur permohonan/permintaan air bersih
(Anonimus, 2008).
Prosedur permohonan/permintaan air bersih dilakukan dengan cara: (1)
pemilik kapal atau nelayan melapor ke bagian pelayanan air bersih PPS Bungus.
(2) Pemilik kapal akan diminta untuk mengisi “form data kapal” yang berisi
tujuan penangkapan, jumlah ABK, lama trip penangkapan dan jumlah air yang
diperlukan. Pada umumnya, pembayaran dilakukan di depan (awal), dalam artian
pembayaran dilakukan di kantor pelayanan sebelum dilakukan pengisian air
bersih. (3) Setelah pemilik kapal membayar untuk sejumlah air yang diperlukan,
pengelola akan memberikan tanda bukti pembayaran. (4) Tanda bukti pembayaran
ini akan diperlihatkan pada petugas pengisian perbekalan air bersih di dermaga.
(5) Kemudian air bersih didistribusikan ke palkah-palkah air bersih kapal sesuai
jumlah air yang tertera pada bukti pembayaran. Hingga saat ini, belum ada
peraturan yang membatasi jumlah air bersih yang dapat dibeli oleh nelayan. Hal
ini disebabkan jumlah air yang tersedia masih mencukup jumlah pemanfaatan.

Gambar 17 Pendistribusian air bersih di dermaga.

Air bersih dari reservoir didistribusikan ke seluruh kapal melalui hidran


(Gambar 17). Sampai saat ini, hanya terdapat satu unit hidran yang dipasang di
dermaga. Dalam sekali pengisian, rata-rata memakan waktu 2 - 4 jam, tergantung
jumlah air yang diminta. Lamanya waktu pengisian terkait dengan debit air
distribusi dan kecepatan serta tekanan aliran air saat proses penyaluran. Mengenai
debit, kecepatan dan tekanan aliran air distribusi telah dibahas pada subbab 5.2.2.
2) Pendistribusian Air Bersih untuk Unit Industri
Terdapat 9 perusahaan swasta yang menyewa lahan untuk kegiatan industri
di bidang perikanan pada areal PPS Bungus (Anonimus, 2006) (Lampiran 4).
Seperti pada unit kegiatan penangkapan, untuk berlangganan air bersih di PPS
Bungus, unit industri harus melalui prosedur yang telah ditetapkan terlebih
dahulu.
Prosedur yang harus ditempuh untuk mendapatkan pelayanan air bersih
adalah pengajuan permohonan kepada bagian pelayanan air bersih kepada pihak
pengelola. Setelah pengajuan atau permohonan diterima, perusahaan secara
otomatis menjadi pelanggan air bersih PPS Bungus dan instalasi distribusi air
bersih segera dipasang. Air bersih disuplai dari tangki air.
Pembayaran rekening penggunaan air bersih dilakukan pada akhir bulan.
Perhitungan pembayaran dilakukan berdasarkan jumlah air yang telah digunakan
selama satu bulan. Alat pengontrol jumlah air yang digunakan adalah hidrometer
seperti yang dimiliki oleh PDAM.

3) Pendistribusian Air Bersih untuk Unit Perkantoran


Terdapat sekitar 9 kantor instansi pada areal PPS Bungus dengan jumlah
tenaga kerja keseluruhan 142 orang (Lampiran 5). Seluruh unit perkantoran ini
memanfaatkan langsung pelayanan air bersih dari PPS Bungus untuk memenuhi
kebutuhan akan air bersih. Air bersih dari PPS Bungus disuplai menuju unit
perkantoran melalui pipa distribusi yang dipasang pada tiap kantor. Air bersih ini
akan mengisi tangki-tangki penampungan kantor. Sehari-hari, pihak kantor
menggunakan suplai air bersih dari PPS Bungus ini untuk berbagai keperluan
terkait.
Pendistribusian air bersih ke perkantoran di PPS Bungus diatas dilakukan
melalui jaringan transmisi distribusi air bersih. Jaringan pipa yang digunakan
adalah pipa tertier sesuai ketentuan Dirjen Karya Cipta (2003) yakni pipa
distribusi yang langsung menyalurkan air bersih ke konsumen.
Berbeda dengan unit industri, untuk mendapatkan layanan air bersih dari
pelabuhan seluruh perkantoran tidak menempuh prosedur pembelian. Layanan air
bersih ditanggung oleh UPT PPS Bungus, demikian keterangan dari pengelola
pelabuhan. Hal ini dilakukan mengingat seluruh perkantoran tersebut masih
merupakan satu lingkup kerja di pelabuhan perikanan.

4) Pendistribusian Air Bersih untuk Unit Perumahan


Pendistribusian air bersih untuk unit perumahan di PPS Bungus tidak jauh
berbeda dengan unit kegiatan yang lain, baik prosedur pemasanan, pembayaran
hingga mekanime penyaluran air bersih. Air bersih disalurkan melalui jaringan
transmisi air bersih dari tangki air menuju rumah-rumah. Setiap rumah, memiliki
tangki air (bak penampungan) tersendiri untuk menampung air bersih yang
disalurkan oleh pelabuhan. Untuk mengetahui jumlah pemakaian air per bulannya,
pada tiap rumah dipasang hydrometer, seperti tool yang dimiliki oleh jaringan
transmisi PDAM.
Secara keseluruhan, pada tahun 2006 PPS Bungus telah mendistribusikan
air bersih sejumlah 25.047,8 ton untuk seluruh unit kegiatan di lingkungan
pelabuhan (Tabel 9).
Tabel 9 Jumlah distribusi air bersih di PPS Bungus selama tahun 2006
Bulan Jumlah (ton) Prosentase (%)
Januari 1.650,6 6,6
Februari 1.926,08 7,7
Maret 1.179,8 4,7
April 2.049,9 8,2
Mei 1.142,1 4,6
Juni 2.308,8 9,2
Juli 2.137,7 8,5
Agustus 1.286,8 5,1
September 3.030,6 12,1
Oktober 5.300,4 21,2
November 1.554,3 6,2
Desember 1.480,5 5,9
Total 25.047,8 100,0
Sumber: Anonimus, 2006

Distribusi air bersih tertinggi terjadi pada bulan September dan Oktober
(Gambar 18). Kondisi ini disebabkan pada bulan-bulan tersebut aktivitas
penangkapan meningkat drastis. Peningkatan aktivitas melaut secara tidak
langsung menyebabkan jumlah permintaan dan distribusi air bersih di pelabuhan
turut meningkat. Hal ini ditambah dengan turut meningkatnya permintaan air
bersih dari pabrik es yang juga termasuk perbekalan utama dalam aktivitas
penangkapan. Begitupun pada unit processing, tingginya jumlah pendaratan ikan
yang siap diolah menyebabkan kebutuhan air bersih untuk proses pengolahan pun
menjadi tinggi.

Gambar 18 Jumlah air bersih yang didistribusikan di PPS Bungus pada


tahun 2006.
7 TINGKAT KEBUTUHAN DAN PEMANFAATAN AIR
BERSIH DI PPS BUNGUS

7.1 Tingkat Kebutuhan Air Bersih di PPS Bungus


7.1.1 Tingkat Kebutuhan Air Bersih pada Unit Kegiatan Penangkapan
1) Kebutuhan Aktual
Kebutuhan air bersih untuk aktivitas melaut (menangkap ikan) terkait erat
dengan jumlah armada penangkapan yang mengisi perbekalan melaut di
pelabuhan perikanan (Yumi, 2007). Selama tahun 2006, armada penangkapan
yang memanfaatkan pelayanan air bersih PPS Bungus berjumlah kumulatif 793
unit armada. Mayoritas dari armada tersebut merupakan kapal motor (KM), yang
meliputi: kapal tonda, kapal purse seine dan kapal long line. Perahu motor tempel
(PMT) yang mengisi kebutuhan air bersih hanyalah perahu payang dan perahu
bagan. Sementara jenis armada perahu tanpa motor (PTM) tidak membeli air
bersih di PPS Bungus. Armada kapal (PTM) tersebut lebih memilih mengisi
perbekalan air bersih di tempat-tempat penjualan air bersih tradisional yang ada di
sekitar perkampungan nelayan. Selain itu, sebagian nelayan dari armada tersebut
mempersiapkan sendiri perbekalan air bersihnya. Selama tahun 2006, rata-rata
terdapat 2 unit kapal yang mengisi perbekalan air bersih di PPS Bungus setiap
hari kerja (1 tahun = 360 hari kerja pengisian perbekalan di PPS Bungus).

(1) Kapal Tonda


Armada kapal tonda yang berbasis di PPS Bungus pada tahun 2006
berjumlah kumulatif sekitar 300 unit per tahun dengan klasifikasi ukuran kapal
meliputi <10 GT dan 10 – 20 GT. Kapal tonda dengan ukuran diatas 30 GT masih
belum terdapat di PPS Bungus (Anonimus, 2007).
Armada kapal tonda melibatkan ABK sebanyak 3 – 5 orang dalam satu trip
penangkapan. Sementara itu, jumlah hari dalam satu trip penangkapan untuk
armada kapal tonda dengan klasifikasi ukuran <10 GT berkisar 7 – 13 hari dan 15
- 18 hari untuk klasifikasi ukuran 10 – 20 GT, sehingga dalam satu bulan bisa
dilakukan operasi penangkapan sebanyak dua hingga tiga kali.
Berdasarkan hasil wawancara, konsumsi air bersih masing-masing ABK
dalam satu kali operasi penangkapan adalah sekitar 15,5 liter/orang/hari. Air
bersih ini umumnya dipergunakan untuk memasak, makan/minum dan mencuci
muka.

Tabel 10 Kebutuhan aktual air bersih unit kegiatan melaut kapal tonda
Ukuran KM JA KAP
(GT) (Unit) (ton/tahun) (ton/tahun)
<10 160 9,7 1.552,0
10 - 20 140 15,1 2.114,0
Jumlah 300 - 3.666,0
Keterangan: KM = Jumlah kumulatif kapal yang melakukan pembelian kebutuhan melaut
di PPS Bungus (unit per tahun)
JA = Kebutuhan air bersih per kapal (ton/tahun)
KAP = Kebutuhan aktual air bersih melaut kapal penangkapan

Berdasarkan perhitungan, total pemanfaatan air bersih (kebutuhan aktual)


oleh armada kapal tonda selama satu tahun berjumlah sebesar 3.666 ton (Tabel
10). Sementara itu, jumlah kebutuhan air bersih teoritis pada armada kapal tonda
diketahui dengan mengasumsikan jumlah kebutuhan air tawar bagi awak kapal per
hari sebesar 50 liter/orang/hari, serta nilai koefisien cadangan air tawar di kapal
sebesar α = 0,5 (mengacu kepada rumus Pane (2005) subbab 3.3.2). Jumlah 50
liter/orang/hari ini merupakan jumlah yang harus terpenuhi untuk kenyamanan
para ABK, yang mencakup semua keperluan sehari-hari seperti keperluan makan,
minum, penanganan hasil tangkapan dan MCK.

(2) Kapal Purse seine


Jumlah kumulatif armada purse seine di PPS Bungus tergolong sedikit. Pada
tahun 2006, armada ini masih berjumlah kumulatif sekitar 15 unit, yang terdiri
atas klasifikasi ukuran 20 – 30 GT, 30 – 50 GT dan 50 – 100 GT. Mayoritas
armada kapal purse seine yang berbasis di PPS Bungus berasal dari berbagai
daerah, seperti Sibolga dan Bengkulu, bahkan beberapa diantaranya berasal dari
Jakarta. Armada kapal purse seine yang berasal dari Bungus dan Kota Padang
sendiri merupakan bantuan dari Pemerintah Daerah (Pemda) Sumatera Barat
(Anonimus, 2007).
Armada kapal purse seine melibatkan ABK sejumlah 13 - 19 orang dalam
satu trip penangkapan. Setiap ABK rata-rata mengkonsumsi air bersih sekitar
15,75 liter/orang/hari yang digunakan untuk makan, minum dan mencuci muka.
Sementara itu, waktu yang dihabiskan dalam satu trip penangkapan rata-rata
berkisar 30 – 45 hari. Sehingga total jumlah air bersih yang dimanfaatkan oleh
armada kapal purse seine dalam satu tahun berjumlah sekitar 1.817,6 ton (Tabel
11).

Tabel 11 Kebutuhan aktual air bersih unit kegiatan melaut kapal purse
seine
Ukuran KM JA KAP
(GT) (Unit) (ton/tahun) (ton/tahun)
20 – 30 7 97,2 680,4
30 – 50 4 97,2 388,8
50 – 100 4 187,1 748,4
Jumlah 15 - 1.817,6
Keterangan: KM = Jumlah kumulatif kapal yang melakukan pembelian kebutuhan melaut
di PPS Bungus (unit per tahun)
JA = Kebutuhan air bersih per kapal (ton/tahun)
KAP = Kebutuhan aktual air bersih melaut kapal penangkapan

(3) Armada Kapal Long line


Armada kapal long line yang berbasis di PPS Bungus selama tahun 2006
berjumlah kumulatif sekitar 20 unit. Seperti hal nya armada kapal purse seine,
mayoritas armada kapal long line juga berasal dari luar daerah, seperti dari
Sibolga dan Bengkulu. Visi pelabuhan dan pemerintah daerah untuk menjadikan
PPS Bungus sebagai “sentra tuna” di Pulau Sumatera menjadi daya tarik bagi
armada long line, yang target tangkapannya adalah tuna, untuk menjadikan
pelabuhan ini sebagai fishing base.
Waktu yang dipergunakan armada long line dalam satu trip penangkapan
adalah sekitar 30 – 45 hari, sehingga selama satu tahun bisa dilakukan 5 – 7 kali
operasi penangkapan. Jumlah armada yang dilibatkan dalam satu kali operasi
penangkapan berjumlah sekitar 14 -15 orang dengan kebutuhan air bersih 15
liter/orang/hari. Air bersih ini dipergunakan untuk masak/makan/minum dan
mencuci muka. Dengan demikian, dalam satu tahun armada ini dapat menyerap
940,0 ton air bersih untuk aktivitas penangkapan ikan (Tabel 12).
Tabel 12 Kebutuhan aktual air bersih unit kegiatan melaut kapal long line
Ukuran KM JA KAP
(GT) (Unit) (ton/tahun) (ton/tahun)
20 - 30 6 44,1 264,6
30 - 50 10 47,3 473,0
50 - 100 4 50,6 202,4
Jumlah 20 - 940,0
Keterangan: KM = Jumlah kumulatif kapal yang melakukan pembelian kebutuhan melaut
di PPS Bungus (unit per tahun)
JA = Kebutuhan air bersih per kapal (ton/tahun)
KAP = Kebutuhan aktual air bersih melaut kapal penangkapan

(4) Kapal Bagan


Perahu bagan di PPS Bungus pada tahun 2006 berjumlah kumulatif cukup
besar, yaitu sekitar 167 unit per tahun. Perahu bagan merupakan armada
penangkapan yang sudah lama beroperasi baik di PPS Bungus maupun pesisir
Sumatera Barat. Dapat dikatakan armada kapal bagan ini merupakan armada
penangkapan khas masyarakat pesisir Sumatera Barat.

Tabel 13 Kebutuhan aktual air bersih unit kegiatan melaut kapal bagan
Ukuran KM JA KAP
(GT) (Unit) (ton/tahun) (ton/tahun)
<10 68 4,0 272,0
10 20 64 25,2 1.612,8
20 - 30 35 72,6 2.541,0
Jumlah 167 - 4.425,8
Keterangan: KM = Jumlah kumulatif kapal yang melakukan pembelian kebutuhan melaut
di PPS Bungus (unit per tahun)
JA = Kebutuhan air bersih per kapal (ton/tahun)
KAP = Kebutuhan aktual air bersih melaut kapal penangkapan

Perahu bagan juga memanfaatkan air bersih dari PPS Bungus untuk
perbekalan melaut. Dalam satu kali operasi penangkapan yang melibatkan sekitar
5 – 8 orang dan lama trip penangkapan 1 - 6 hari, air bersih yang dipergunakan
bisa mencapai 15 – 336 liter per unit bagan. Dalam satu tahun, perahu bagan dapat
melakukan lebih dari dua ratus kali operasi penangkapan, sehingga dengan total
kumulatif perahu yang ada di PPS Bungus (sebanyak 167 unit per tahun),
kebutuhan aktual air bersih oleh perahu bagan berjumlah sekitar 4.425,8 ton/tahun
(Tabel 13).
(5) Kapal Payang
Kapal payang di PPS Bungus pada tahun 2006 berjumlah kumulatif sekitar
291 unit. Jumlah kumulatif ini merupakan terbesar kedua setelah armada kapal
tonda. Kapal payang juga merupakan kapal penangkapan tradisional yang sudah
memasyarakat baik di PPS Bungus maupun di pesisir Sumatera Barat (Anonimus,
2007).
Operasi penangkapan ikan yang dilakukan kapal payang bersifat one day
fishing. Dalam satu kali operasi penangkapan, dipergunakan 36 liter air bersih
untuk konsumsi seluruh ABK dan dan lain-lain. Selama tahun 2006, kebutuhan
aktual air bersih untuk perbekalan melaut sebesar 3.017,1 ton.

2) Kebutuhan Teoritis
Penghitungan kebutuhan air bersih teoritis untuk kegiatan penangkapan ikan
didasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah air bersih yang
dibutuhkan selama melaut, seperti lama operasi penangkapan (hari/trip) dan
jumlah awak kapal (orang) dan dalam perhitungan kebutuhan air bersih teoritis
dimasukkan juga nilai koefisien α = 0,5 , yaitu koefisien cadangan air tawar di
kapal dan jumlah air tawar bagi awak kapal per hari sebesar 50 liter/orang/hari
(Pane, 2005). Jumlah 50 liter/orang/hari merupakan patokan jumlah kebutuhan air
bersih yang harus terpenuhi di kapal per awak kapal. Patokan ini juga mengacu
pada “hak dasar” manusia atas air bersih yang ditetapkan oleh United Nations
Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) pada tahun 2002
sebesar 50 liter/orang/hari (Anonimus, 2008). Menurut badan PBB tersebut, „hak
dasar‟ manusia atas air bersih meliputi 5 liter untuk air minum, 20 liter untuk
kebersihan lingkungan, 15 liter untuk mandi dan 10 liter untuk masak. Meskipun
pada tataran aplikasi standar penggunaan air di kapal berbeda dengan di darat,
standar UNESCO ini bersifat umum.
Kebutuhan air bersih teoritis untuk setiap jenis kapal berbeda-beda.
Perbedaan jumlah kebutuhan air bersih tersebut disebabkan jumlah awak kapal
dan lama hari operasi penangkapan tiap jenis kapal yang juga berbeda (Yumi,
2007). Dalam perhitungan kebutuhan air bersih untuk seluruh kapal, terlebih
dahulu dilakukan pengklasifikasian berdasarkan jenis kapal dan ukurannya (GT).
Hal ini disebabkan jumlah awak kapal dan lama hari operasi yang tidak sama
untuk tiap jenis kapal dan ukuran kapal yang juga berbeda, menyebabkan perlu
dilakukan pengklasifikasian ini (Saiben, 2003). Langkah awal perhitungan adalah
menghitung kebutuhan air bersih untuk setiap kapal (JA). Setelah nilai JA
diketahui, kebutuhan aktual air bersih untuk seluruh jumlah kapal (KAP) dapat
diketahui dengan mengalikan nilai JA dengan jumlah kapal yang berangkat
melaut (KM).
Tabel 14 menyajikan tingkat kebutuhan air bersih teoritis dan aktual pada
aktifitas penangkapan ikan di PPS Bungus pada tahun 2006. Total kebutuhan air
bersih teoritis berdasarkan patokan UNESCO (2002) untuk seluruh kapal sebesar
138.172 ton atau 383,8 ton per hari, sedangkan kebutuhan aktual air bersih
nelayan di PPS Bungus adalah sebesar 13.868.5 ton per tahun atau 38 ton per hari.
Sehingga, tingkat kebutuhan air bersih pada aktifitas penangkapan ikan hanya
sebesar 10,0 %.

Tabel 14 Tingkat kebutuhan air bersih untuk aktifitas penangkapan ikan


di PPS Bungus
Jenis Kapal Kebutuhan Teoritis (KT) Kebutuhan Aktual (KA) TK
Jumlah % Jumlah % (KA/KT)
(ton) (ton) %
Tonda 19.980,0 14,5 3.666,0 26,4 18,3
Purse seine 10.098,0 7,3 1.817,6 13,1 18,0
Long line 4.698,0 3,4 940,0 6,8 20,0
Bagan 58.140,0 42.1 4.425,8 31,9 7,6
Payang 45.256,3 32,8 3.017,1 21.8 6,7
Jumlah 138.172,0 100,00 13.868,5 26,4 10,0
Keterangan:
KA = Kebutuhan aktual air bersih (ton)
KT = Kebutuhan teoritis air bersih (ton)
TK = Tingkat kebutuhan air bersih (%)

Menurut Pane (2005), kebutuhan air bersih untuk kapal penangkapan ikan di
Indonesia saat ini tidak mengikuti patokan teoritis sebagaimana yang disebut
diatas. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya sebagian armada
kapal penangkapan ikan di Indonesia melakukan aktivitas penangkapan yang
bersifat one day fishing dengan lama waktu operasi 1 hari sehingga tidak
memerlukan alokasi air bersih untuk mandi dan cuci atau kalaupun mandi
menggunakan air laut maka setelah itu dibilas menggunakan air tawar atau
terkadang mandi dengan “menyeburkan” diri ke laut saat selesai hauling seperti
pada purseseiner di Laut Jawa. Kondisi seperti ini terjadi pada armada kapal
payang yang termasuk armada kapal dengan jumlah terbesar di PPS Bungus.
Selanjutnya, menurut Pane untuk kapal penangkapan ikan di Indonesia
dengan lama trip > 1 hari pada umumnya belum dilengkapi dengan fasilitas/sarana
yang layak untuk menyimpan ketersediaan air selama di kapal. Faktor yang juga
turut mempengaruhi rendahnya pemanfaatan air bersih di kapal adalah untuk
keperluan MCK, pencucian peralatan dan penanganan hasil tangkapan, nelayan
lebih menggunakan air laut. Disamping itu, ketersediaan air bersih di kapal-kapal
penangkapan lebih diprioritaskan untuk kebutuhan makan dan minum, sedangkan
untuk mandi/cuci sangat terbatas atau sengaja dibatasi kecuali pada kapal-kapal
berukuran besar seperti > 200 GT.

Gambar 19 Perbandingan kebutuhan aktual dan teoritis air bersih untuk


aktifitas penangkapan ikan di PPS Bungus pada tahun 2006.

Pada Gambar 19, terlihat bahwa rata-rata pemanfaatan air bersih oleh
armada penangkapan untuk aktivitas melaut masih dibawah nilai teoritis.
Perbedaan nilai paling besar adalah pada armada bagan dimana nilai pemanfaatan
air bersih hanya sebesar 7,6 % dari nilai teoritis. Hal ini disebabkan perbedaan
nilai konsumsi ABK yang cukup jauh antara kebutuhan dan pemanfaatan.
Berdasarkan perhitungan, konsumsi air bersih ABK bagan hanya berkisar 10
hingga 15 liter/orang/hari, sedangkan konsumsi air bersih secara teoritis sebesar
50 liter/orang/hari. Selain itu, faktor koefisien cadangan air tawar (α = 0,5) yang
dimasukkan dalam perhitungan kebutuhan air bersih ikut mempengaruhi
perbedaan nilai yang cukup jauh antara kebutuhan air bersih dan nilai
pemanfaatannya.
Kondisi serupa di atas juga terjadi pada PPS Nizam Zachman Jakarta yang
telah diteliti oleh Yumi (2007). Rata-rata pemanfaatan air bersih kapal-kapal di
PPS Nizam Zachman juga masih dibawah nilai kebutuhan (teoritis). Perbedaan
nilai yang paling besar pada pelabuhan tersebut adalah pada armada long line
dimana nilai pemanfaatan air bersih hanya sebesar 9,5% dari nilai kebutuhan
(teoritis). Menurut Yumi, perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan nilai
konsumsi ABK yang cukup jauh antara kebutuhan (teoritis) dan pemanfaatan
(aktual), sebagaimana yang terjadi pada PPS Bungus. Yumi melanjutkan,
berdasarkan perhitungan, konsumsi air bersih ABK long line hanya sebesar 6,8
liter/orang/hari sedangkan konsumsi air bersih secara teoritis adalah sebesar 50
liter/orang/hari.
Jumlah perbekalan air bersih yang dibawa selama melaut dipengaruhi faktor
teknis dan non teknis. Secara teknis, kebutuhan untuk perbekalan air bersih di PPS
Bungus dipengaruhi oleh ukuran (GT) kapal, lama trip dan besarnya konsumsi air
bersih oleh ABK. Secara non teknis, jumlah perbekalan yang dibawa bergantung
pada kebijakan pemilik/pengurus kapal dalam pemesanan jumlah kebutuhan
perbekalan air bersih. Jika ditinjau berdasarkan kelaikan operasional kapal
perikanan, jumlah air bersih yang disediakan oleh armada kapal-kapal tersebut
pun masih jauh dari standar yang layak. Seyogyanya, kebutuhan air bersih
tersebut dipenuhi dengan baik demi terwujudnya kenyamanan para awak kapal,
dengan ketentuan persediaan air bersih untuk minum minimal 5 liter/orang/hari
dan memiliki cadangan air minum selama lebih dari 5 hari. Namun, karena
keterbatasan dana para pemilik kapal, jumlah tersebut masih sulit terealisir
7.1.2 Tingkat Kebutuhan Air Bersih pada Pabrik Es
1) Kebutuhan Aktual
Terdapat satu pabrik es di areal PPS Bungus, yang dikelola oleh PT.
Danitama Mina. Perusahaan ini berdiri dengan menyewa areal pelabuhan
perikanan seluas 1.523 m2. Pabrik es ini memiliki kapasitas produksi sebesar 60
ton/hari (Anonimus, 2007). Namun, hingga saat ini rata-rata produksi es setiap
harinya hanya berkisar 20 – 24 ton atau sekitar 33% dari kapasitas produksi.
Air baku yang dipergunakan untuk produksi es bersumber dari PPS Bungus.
Setiap harinya, air bersih yang dimanfaatkan untuk produksi es berkisar 25 - 27
ton. Air bersih untuk keperluan karyawan yang penggunaannya meliputi air
minum, mandi dan wc berjumlah 30 liter per hari ton per tahun dan pemanfaatan
air bersih untuk pencucian dan kebersihan peralatan berjumlah sebesar 20 liter per
hari. Selama tahun 2006, pabrik es ini memanfaatkan 7.804,8 ton air bersih dari
PPS Bungus untuk berproduksi. Pada tahun yang sama, jumlah es yang disalurkan
untuk berbagai keperluan di pelabuhan perikanan berjumlah 7.378,5 ton. Selain
itu, untuk kebutuhan air minum karyawan, mandi dan wc serta kebersihan lantai
dan peralatan memanfaatkan sejumlah 128,1 ton air bersih. Jadi, total
pemanfaatan air bersih oleh pabrik es Dinatama Mina pada tahun 2006 adalah
berjumlah 7.932,9 ton.

2) Kebutuhan Teoritis
Salah satu kebutuhan perbekalan melaut yang tidak kalah pentingnya adalah
es. Es dibutuhkan untuk menjaga suhu dan kondisi ikan agar tetap segar pasca
penangkapan, baik selama di atas kapal maupun pendaratan dan pemasaran ikan
di pelabuhan perikanan (Yumi, 2007).
Penghitungan kebutuhan teoritis air bersih oleh pabrik es di suatu pelabuhan
perikanan melibatkan beberapa variabel, yaitu kapasitas pabrik es per hari dan
koefisien kebutuhan air bersih. Sementara pada penghitungan nilai kebutuhan
aktual, variabel yang terlibat adalah besaran jumlah produksi, jumlah karyawan
dan kebutuhan air bersih karyawan per hari kerja, tanpa memasukkan nilai
koefisien kebutuhan air bersih dan kapasitas pabrik es perhari (Pane. 2005).
Perbedaan variabel tersebut mengakibatkan perbedaan nilai antara kebutuhan air
bersih teoritis dan nilai kebutuhan aktual.
Jumlah produksi es terkait erat dengan jumlah permintaan. Permintaan es
biasanya datang baik dari armada penangkapan di Bungus maupun di luar Kota
Padang, serta oleh pedagang ikan yang berada di lokasi pelabuhan. Faktor musim
penangkapan dan musim pendaratan cukup signifikan mempengaruhi jumlah
permintaan es. Pada saat musim penangkapan dan pendaratan kebutuhan es
meningkat.
Berdasarkan perhitungan, diketahui kebutuhan teoritis air bersih pada pabrik es di
PPS Bungus adalah 23.760 ton per tahun, sementara kebutuhan aktual air bersih
selama tahun 2006 berjumlah sebesar 7.932,9 ton. Terlihat perbedaan yang
mencolok pada kedua nilai tersebut. Tingkat kebutuhan air bersih pada pabrik es
hanya sebesar 31,67%. Hal ini dipengaruhi oleh faktor permintaan oleh pelanggan
es, dalam hal ini nelayan dan pemilik kapal. Sepinya aktivitas melaut
mengakibatkan jumlah permintaan es yang digunakan sebagai bekal melaut pun
minim (rendah). Kebijakan yang ditempuh pabrik es adalah menyesuaikan jumlah
produksi dengan tingkat permintaan. Rendahnya jumlah produksi es
menyebabkan jumlah pemakaian air bersih dari pelabuhanpun kecil.
Bila dibandingkan dengankan dengankan dengan PPS Kendari, yang mana
kapasitas/kemampuan produksinya sebesar 224,5 ton/hari, sementara produksi
aktual yang mampu diupayakan adalah 101.2 ton/hari, maka terjadi kekurangan
air bersih untuk memproduksi es bagi kebutuhan nelayan dan pengolahan di
pelabuhan ini. Hal ini disebabkan minimnya suplai air bersih dari pelabuhan
(Saiben, 2003).

7.1.3 Tingkat Kebutuhan Air Bersih pada Unit Processing


1) Kebutuhan Aktual
Terdapat lima perusahaan yang bergerak dalam bidang cold storage dan
processing di PPS Bungus pada tahun 2007, namun tiga perusahaan diantaranya
masih dalam status kontrak dan pembangunan gedung/fasilitas. Perusahaan
tersebut adalah CV. Priadi Sabena Sibolga, CV. Tridaya Eramina, dan usaha
perorangan Lajuardi. Sementara hanya ada dua perusahaan yang telah dan masih
melakukan aktivitas processing, yaitu perusahaan PT. Sinar Agromarine Utama
(SAMU) dan PT. Dempo Andalas Samudera. Kedua perusahaan ini bergerak
dibidang processing dan eksportir tuna. (Anonimus, 2007).
Jumlah air yang dimanfaatkan dalam kegiatan pengolahan ditentukan oleh
jumlah ikan yang akan diolah. Rasio air yang digunakan untuk pengolahan setiap
kg ikan adalah sekitar 1 liter. Air ini digunakan diantaranya untuk pencucian dan
pembekuan ikan. Setiap bulannya, rata-rata 90,25 ton ikan diproses di perusahaan
ini. Air bersih yang digunakan untuk itu adalah berkisar 90 – 100 ton. Pada tahun
2007, ikan yang diproses oleh perusahaan ini berjumlah sekitar 1.083 ton tuna
dengan pemanfaatan air bersih sebesar 1.200 ton. Sementara itu, untuk air minum
karyawan, mandi dan wc serta kebersihan lantai dan pencucian peralatan
memanfaatkan sejumlah 68,1 ton air bersih sehingga total pemanfaatan air bersih
oleh unit processing ini adalah 1.268,1 ton.

2) Kebutuhan Teoritis
Kelancaran kegiatan pengolahan ikan bergantung pada suplai air yang
disediakan oleh pihak PPS Bungus. Air bersih dalam industri pengolahan
digunakan untuk kegiatan pencucian ikan, pencucian peralatan, pembersihan
lantai, kebersihan pekerja, air pendingin mesin, air minum karyawan, mandi, WC
dan lain-lain.
Kebutuhan air bersih teoritis untuk dua perusahaan yang bergerak dalam
bidang processing ini pada tahun 2006 adalah 3.067,74 ton per tahun. Sementara
kebutuhan aktualnya berjumlah sebesar 1.200 ton sehingga tingkat kebutuhan air
bersih pada unit processing adalah sebesar 39,12%. Perbedaan nilai yang cukup
besar ini disebabkan oleh perbedaan antara rasio penggunaan air bersih antara
teoritis dan realitanya.
Pada penghitungan kebutuhan air bersih, secara teoritis rasio penggunaan air
bersih untuk processing 1 kg ikan adalah sebesar 1,15 liter, sedangkan realitas
rasio penggunaan air untuk memproses 1 kg ikan adalah sebesar 1 liter. Perbedaan
nilai rasio inilah yang menyebabkan terjadinya perbedaan nilai antara kebutuhan
teoritis dan kebutuhan aktual. Sementara menurut penuturan praktisi processing di
PPS Bungus, 1 liter air dirasakan cukup untuk memproses 1 kg ikan, mulai dari
pencucian hingga persiapan pembekuan.
Perbedaan dalam perhitungan kebutuhan aktual adalah jumlah hari dalam
setahun yang digunakan untuk pengolahan. Pada perhitungan kebutuhan teoritis,
processing diasumsikan dilakukan setiap hari, sedangkan data aktual tidak
demikan, processing dilakukan jika ada input ikan yang masuk ke unit processing
saja dan ini tidak terjadi setiap hari.

7.1.4 Tingkat Kebutuhan Air Bersih pada Komplek Perumahan


1) Kebutuhan Aktual
Terdapat sejumlah 15 unit rumah yang berada di areal PPS Bungus. Rata-
rata tiap unit rumah (keluarga) tersebut beranggotakan 5 orang. Berdasarkan hasil
wawancara, konsumsi air bersih rata-rata per orang per harinya sekitar 65 liter.
Air bersih ini umumnya digunakan untuk memasak, makan/minum, MCK,
mencuci berbagai peralatan rumah tangga, dan sebagainya. Sehingga, selama satu
hari, setiap rumah memanfaatkan air bersih tidak kurang dari 350 liter.
Berdasarkan perhitungan, pemanfaatan air bersih komplek perumahan di PPS
Bungus pada 2006 berjumlah sekitar 1.755 ton. Suplai air bersih tersebut berasal
dari pelabuhan dan dilengkapi oleh suplai air dari PDAM.

2) Kebutuhan Teoritis
Jumlah pengguna air bersih untuk perumahan di PPS Bungus relatif sedikit
dibandingkan dengankan dengankan pengguna lainnya seperti kegiatan
penangkapan dan pengolahan. Di PPS Kendari (Saiben, 2003), pengguna air
bersih untuk perumahan di pelabuhan tersebut dapat dibagi menjadi 3 yaitu
penghuni rumah dinas, masyarakat sekitar pelabuhan dan penghuni mess nelayan.
Kebutuhan teoritis air bersih untuk komplek perumahan di PPS Bungus
adalah sebesar 1.890 ton per tahun. Sementara itu kebutuhan aktualnya berjumlah
sebesar 1.775 ton per tahun sehingga tingkat kebutuhan air bersih pada komplek
perumahan di PPS Bungus ini sebesar 93,92%.
Komplek perumahan merupakan unit pengguna air bersih dengan tingkat
pemanfaatan hampir setara dengan kebutuhan teoritis dibandingkan dengan
keseluruhan pengguna air bersih. Artinya, kebutuhan air bersih bisa dikatakan
telah tercukupi dengan baik pada komplek perumahan ini.
Berbeda dengan unit pengguna lain, pada komplek perumahan hampir tidak
ada perbedaan baik nilai variabel maupun asumsi yang bisa menyebabkan
berbedanya hasil perhitungan antara nilai pemanfaatan dan kebutuhan. Setiap
orang memanfaatkan rata-rata 60 – 70 liter air bersih setiap hari. Berdasarkan
ketetapan badan dunia UNESCO tahun 2002, hak dasar manusia atas air yaitu
sebesar 50 liter/orang/hari. Berarti, pamanfaatan air bersih oleh unit perumahan
bisa dikategorikan baik.

7.1.5 Tingkat Kebutuhan Air Bersih pada Unit Perkantoran


1) Kebutuhan Aktual
Terdapat sembilan perkantoran (instansi) yang berada di areal PPS Bungus
dengan total jumlah pegawai dan karyawan yang bekerja didalamnya 142 orang.
Unit perkantoran tersebut memanfaatkan layanan air bersih dari pelabuhan untuk
memenuhi berbagai keperluan sehari-hari. Berdasarkan wawancara, keperluan
yang terkait air bersih tersebut meliputi untuk cuci muka, wc, air minum dan
kebersihan lantai serta keperluan lainnya. Rata-rata pemanfaatan air bersih untuk
unit perkantoran setiap harinya berjumlah sebesar 925 liter. Sehingga, total
pemanfaatan air bersih untuk unit perkantoran pada tahun 2007 adalah sebesar
222,2 ton.

2) Kebutuhan Teoritis
Kebutuhan air bersih untuk perkantoran pada umumnya hanya sebagai
pelengkap prasarana yang ada. Rata-rata kebutuhan air bersih yang digunakan di
perkantoran adalah untuk kebutuhan kamar mandi/WC, pembersihan kamar
mandi, pembersihan lantai dan peralatan serta kebutuhan pegawai dan karyawan
(Pane, 2005).
Jumlah kebutuhan air bersih untuk perkantoran dipengaruhi oleh banyaknya
jumlah karyawan yang ada disemua perkantoran yang terdapat di lingkungan PPS
Bungus. Penyerapan tenaga kerja sampai tahun 2006 di PPS Bungus sebesar 142
orang. Berdasarkan hasil perhitungan, kebutuhan teoritis air bersih untuk
perkantoran di lingkungan PPS Bungus adalah 1.022,4 ton per tahun, dengan rasio
penggunaan air sebesar 30 liter/orang/hari. Selain untuk keperluan karyawan
kebutuhan air bersih juga digunakan untuk pencucian lantai jemur perkantoran
PPS Bungus, namun karena lantai jemur belum difungsikan dengan baik maka
kebutuhan air bersih lantai jemur PPS Bungus tidak diperhitungkan.
Berdasarkan total kebutuhan air bersih teoritis yang harus terpenuhi, pihak
perkantoran hanya menggunakan (kebutuhan aktual) 222,20 ton per tahun
sehingga tingkat kebutuhan air bersih pada unit perkantoran di PPS Bungus ini
sebesar 8,3 %.
Tingkat kebutuhan air bersih yang relatif rendah ini disebabkan pada
perhitungan pemanfaatan air bersih rasio pemanfaatan air bersih per orang per
hari adalah 10 liter, sedangkan pada perhitungan kebutuhan teoritis, rasio
penggunaan air diasumsikan 30 liter/orang/hari. Perbedaan nilai rasio penggunaan
air ini menyebabkan perbedaan yang mencolok pada hasil perhitungan.
Total kebutuhan aktual air bersih di PPS Bungus pada tahun 2006 adalah
sebesar 25.047,8 ton, sementara total kebutuhan teoritisnya adalah sebesar
167.912,4 ton. Tingkat kebutuhan air bersih tertinggi adalah pada aktivitas
perumahan, yakni sebesar 92,9 % diikuti Processing dengan tingkat kebutuhan
sebesar 41,4 %. Tingkat kebutuhan air bersih paling rendah adalah pada aktivitas
penangkapan ikan.

Tabel 15 Total Tingkat Kebutuhan Air Bersih di PPS Bungus pada tahun
2006
No Unit Kegiatan Aktual (KA) Teoritis (KT) TK
(ton) (ton) (KA/KT)
(%)
1 Penangkapan 13.868,6 138.172,3 10,0
2 Pabrik es 7.932,9 23.760,0 33,4
3 Processing 1.269,1 3.067,7 41,4
4 Perumahan 1.755,0 1.890,0 92,9
5 Perkantoran 222,2 1.022,4 21,7
Jumlah 25.047,8 167.912,4
Keterangan:
KA = Kebutuhan aktual air bersih (ton)
KT = Kebutuhan teoritis air bersih (ton)
TK = Tingkat kebutuhan air bersih (%)
Secara keseluruhan, seperti terlihat pada Tabel 15 dan Gambar 20, nilai
kebutuhan aktual air bersih di PPS Bungus masih jauh dibawah nilai kebutuhan
teoritis. Seperti dijelaskan sebelumnya, secara umum hal ini disebabkan oleh
perbedaan nilai varibel antara perhitungan kebutuhan aktual dan teoritis. Nilai
variabel pada perhitungan kebutuhan aktual cenderung lebih kecil dibandingkan
dengankan dengankan dengankan asumsi ataupun nilai variabel pada perhitungan
kebutuhan teoritis. Hal ini terlihat jelas pada perhitungan kebutuhan teoritis dan
aktual air bersih untuk kegiatan melaut. Perbedaan nilai variabel air bersih yang
dimanfaatkan ABK dan kebutuhan teoritisnya bahkan mencapai 69%. Otomatis,
hal ini menyebabkan perbedaan yang sangat besar pada nilai perhitungannya.

Gambar 20 Histogram perbandingan nilai kebutuhan air bersih aktual dan


teoritis di PPS Bungus pada tahun 2006.

Gambar 20 memperlihatkan besarnya perbedaan nilai kebutuhan aktual dan


teoritis air bersih untuk kegiatan melaut. Sementara untuk unit kegiatan lain tidak
memperlihatkan perbedaan nilai yang signifikan. Terutama pada komplek
perumahan, kebutuhan aktual air bersih hampir mendekati nilai yang setara
dengan nilai kebutuhan teoritis.
7.2 Tingkat Pemanfaatan Air Bersih di PPS Bungus
Tingkat pemanfaatan air bersih merupakan hasil perbandingan antara total
kebutuhan air bersih, baik aktual maupun teoritis dengan jumlah air bersih
tersedia (subbab 3.3.2). Jumlah air bersih yang tersedia terdiri atas air bersih hasil
olahan dan total air bersih di reservoir (yang telah bercampur antara air bersih
hasil olahan dengan air bersih non-olahan dari intake).

7.2.1 Tingkat Pemanfaatan Aktual


Tingkat pemanfaatan aktual merupakan hasil perbandingan antara total
kebutuhan aktual dan total air bersih per tahun (subbab. Berdasarkan perhitungan
diketahui total kebutuhan aktual air bersih di PPS Bungus selama tahun 2006
adalah sebesar 25.047,8 ton sementara total air bersih yang tersedia (di reservoir)
pada tahun tersebut adalah sebesar 37.584 ton sehingga tingkat pemanfaatan
aktual air bersih di PPS Bungus pada tahun 2006 adalah 66,6%.
Jika total air bersih yang tersedia hanya dihitung dari air bersih hasil
pengolahan, yakni berjumlah 25.704 ton selama tahun 2006, maka tingkat
pemanfaatan aktual air bersih di PPS Bungus adalah 97,5 %.
Berdasarkan tingkat pemanfaatan aktual tersebut, ketersediaan air bersih
hasil pengolahan sebenarnya sudah mencukupi kebutuhan aktual di PPS Bungus.
Sehingga tidak perlu menggunakan tambahan pasokan air non-olahan dari intake.

7.1.1 Tingkat Pemanfaatan Teoritis


Tingkat kebutuhan teoritis merupakan perbandingan antara kebutuhan
teoritis dan total air bersih per tahun (subbab 3.3.2). Berdasarkan perhitungan,
diketahui total kebutuhan teoritis pada tahun 2006 adalah sebesar 167.912,46 ton,
sementara total air bersih yang tersedia (di reservoir) pada tahun tersebut adalah
sebesar 37.584 ton, sehingga tingkat pemanfaatan aktual air bersih di PPS Bungus
pada tahun 2006 adalah 22,4 %. Namun, jika total air bersih yang tersedia hanya
dihitung dari air bersih hasil pengolahan, yakni berjumlah 25.047,8 ton maka
tingkat pemanfaatan air bersih teoritis di PPS Bungus pada tahun 2006 adalah
15,3 %.
Berdasarkan nilai tingkat pemanfaatan teoritis tersebut, ketersediaan air
bersih tidak mencukupi jumlah kebutuhan teoritis yang dikehendaki. Oleh karena
itu, pihak pelabuhan perlu melakukan suatu upaya untuk meningkatkan
kemampuan produksi air bersih dengan tetap mengutamakan aspek kualitas.
Berbagai hal dapat dilakukan diantaranya meningkatkan frekuensi pengolahan
menjadi 7 kali per hari.
8 KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan
1) Pengelolaan air bersih di PPS Bungus dilakukan melalui dua tahapan yaitu
penyediaan dan pendistribusian.
Penyediaan air bersih per hari dilakukan melalui dua kali mekanisme
pengolahan untuk memenuhi seluruh aktivitas di pelabuhan ditambah dengan
pengaliran lansung (by pass) dari intake menuju reservoir pada waktu-waktu
tertentu (jam puncak).
Penyaluran langsung (by pass) telah menyebabkan terjadinya pencampuran
air bersih hasil olahan dan air dari intake yang belum mengalami pengolahan.
Waktu yang dibutuhkan untuk distribusi ke kapal relatif lama, disebabkan
faktor debit air, tekanan aliran air serta jumlah hidran yang terdapat di
dermaga.
Fasilitas penyediaan dan pendistribusian air bersih meliputi intake, bak
sedimentasi, bak pengolahan (slow sand filter), reservoir, tangki air, pipa
trasmisi dan pompa.
2) Jumlah air bersih yang digunakan di PPS Bungus pada tahun 2006 masih
berada dibawah jumlah kebutuhan yang seharusnya terpenuhi (teoritis)
dimana tingkat kebutuhan air bersih untuk seluruh unit kegiatan di PPS
Bungus baru mencapai 14,9 %
Ketersediaan air bersih pada tahun 2006 mampu mencukupi kebutuhan aktual
seluruh aktifitas di pelabuhan ini selama tahun tersebut, namun jumlah air
bersih yang disediakan pelabuhan tersebut tidak mencukupi jumlah
kebutuhan teoritisnya. Tingkat pemanfaatan aktual air bersih di PPS Bungus
adalah sebesar 97,5 % sedangkan tingkat pemanfaatan teoritisnya 15,3 %.

8.2 Saran
1) Untuk memenuhi kebutuhan teoritis air bersih dan kekurangan air bersih pada
jam puncak di PPS Bungus, perlu dilakukan peningkatan frekuensi
pengolahan menjadi 7 kali per hari.
2) Mekanisme saluran langsung (by pass) seharusnya tidak diadakan. Perlu
dilakukan pengawasan terhadap pengolahan air yang ada.
3) Perlu upaya meningkatkan debit air, kecepatan dan tekanan aliran air di
dalam saluran distribusi dan penambahan hidran di dermaga untuk efektivitas
waktu pendistribusian.
4) Perlu dilakukan pengolahan air bersih berdasarkan standar Depkes (aspek
fisika, kimia dan bakteriologi).
DAFTAR PUSTAKA

PPS Bungus, 2006. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera
Barat tahun 2006.

Anonimus. 25 April 2008. Sanitasi Tanggung Jawab Kita. Pikiran Rakyat: 6


(kolom 2 – 3)

Arsyad, S. 1998. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.

Atharis, Y. 2007. Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Pelayanan Kebutuhan


Melaut di PPS Bungus Sumatera Barat. [Skripsi]. Bogor: FPIK IPB

Bagakali, Y. 2000. Pedoman Pengoperasian, Pengelolaan dan Perawatan


Pelabuhan Perikanan. Pelatihan Manajemen Pengelolaan Operasional
Pelabuhan Perikanan/Pangkalan Pendaratan Ikan. Bogor: Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisr dan Lautan. Institut Pertanian Bogor

Beni. 2003. Studi Kualitas Air Baku, Air Limbah dan Badan Air Penerima
Limbah di Instalasi Pengolahan Air Pejompongan 1 dan 2 Jakarta selama
Periode 2002 – 2004.[Skripsi]. Bogor: FPIK IPB

[Depkes] Departemen Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 01/Birhumas/I/1975 tentang syarat-syarat dan pengawasan
kualitas air minum. Jakarta: Depkes; 1975.

[DepPU] Departemen Pekerjaan Umum. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum


Republik Indonesia Nomor 18/PRT/M/2007 tentang Penyelenggaraan dan
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Jakarta: DepPU; 2007

[Dirjen Cipta Karya]. Istilah-istilah dalam sistem penyediaan air bersih.


http://ciptakarya.pu.go.id/pam/Istilah/Istilah.htm (5 September 2008)

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. Peraturan Menteri Kelautan dan


Perikanan Republik Indonesia Nomor 16/MEN/2006 Pasal 4 tentang
Pelabuhan Perikanan. Jakarta: DKP; 2006

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. Peraturan Menteri Kelautan dan


Perikanan Republik Indonesia Nomor 16/MEN/2006 Pasal 16 tentang
Pelabuhan Perikanan. Jakarta: DKP; 2006

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. Peraturan Menteri Kelautan dan


Perikanan Republik Indonesia Nomor 16/MEN/2006 Pasal 22 tentang
Pelabuhan Perikanan. Jakarta: DKP; 2006

DKP Sumbar, 2006. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera
Barat tahun 2006.
Linsley RK, JB Franzini. Teknik Sumberdaya Air. Sasongko Joko, penerjemah.
Jakarta: Erlangga, 1995. Terjemahan dari Water Resources Engineering.

Lubis, E. 2006. Buku II: Pengantar Pelabuhan Perikanan. Bogor: Bagian


Pelabuhan Perikanan PSP FPIK IPB.

Lutfi. 2005. Strategi Pengembangan Perikanan Tuna yang Berbasis di Kota


Padang: Implikasi Pembangunan Bandar Udara Internasional Minangkabau
[Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Nugroho, I. 2002. Keragaan dan Strategi Pengembangan Sektor Air Bersih (Studi
Kasus di Propinsi Jawa Timur) [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana IPB

Pane, AB. 2005. Bahan Kuliah Teknik Perencanaan Pelabuhan Perikanan: Fungsi
Air (Air Tawar/Air Bersih) dan Kebutuhannya di Pelabuhan
Perikanan/Pangkalan Pendaratan Ikan (Tidak Dipublikasikan). Bogor:
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

[BPTTG] Balai Pengembangan Teknologi Tepat Guna. Puslitbang Fisika Terapan


– LIPI: Manajemen Air. BPTTG; 1990.

Peraturan pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengolahan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.

Rajasa, MH. 2002. Peluang dan Tantangan Pengelolaan Sumberdaya Air di


Indonesia. P3-TPSLK BPPT. Jakarta

Rahayu, B. 2002. Peran Teknologi Pengolahan Air dalam Penyediaan Air Bersih.
BPPT Teknologi. Jakarta: Erlangga.

Sutrisno, T. 2006. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Rineka Cipta.

Watironna, RS. 2005. Pengaruh Musim Terhadap Kuantitas, Kontinuitas dan


Kualitas Air di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Sukabumi
Periode 2002 – 2004. [Skripsi]. Bogor: FPIK IPB.

Yumi, HH. 2007. Tingkat Penyediaan dan Pendistribusian Air Bersih di PPS
Nizam Zachman Jakarta. [Skripsi]. Bogor: FPIK IPB.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Layout PPS Bungus
Lampiran 2 Layout Distribusi Air Bersih di PPS Bungus (Foto Udara)

Keterangan
1. Sumber air baku dan bak 5. Dermaga
pengendapan 6. Receiving hall
2. Bak saringan 7. Processing
3. Bak penampungan 8. Perkantoran
4. Tangki air 9. Perumahan

Sumber: www.googlemap.com
Lampiran 3 Denah Pendistribusian Air Bersih PPS Bungus

Keterangan
1. Sumber air baku dan bak
pengendapan
2. Bak saringan
3. Bak penampungan
4. Tangki air
5. Dermaga
6. Receiving hall
7. Processing
8. Perkantoran
Lampiran 4 Struktur Organisasi PPS Bungus tahun 2006
Lampiran 5 Kebutuhan teoritis Air bersih per jenis kapal/trip

1. Kapal Tonda
Ukuran N (1+α) H A JA JA
(GT) (liter/trip) (ton/trip)
< 10 3 1,5 10 50 2.250 2,25
10 – 20 6 1,5 15 50 6.750 6,75
Jumlah 9.000 9,00

2. Kapal Purse seine


Ukuran (1+α) H A JA JA
N
(GT) (liter/trip) (ton/trip)
20 - 30 30 1,5 2 50 4.500 4,50
30 - 50 30 1,5 2 50 4.500 4,50
50 - 100 35 1,5 3 50 7.875 7,88
Jumlah 16.875 16,88

3. Kapal Long line


Ukuran (1+α) H A JA JA
N
(GT) (liter/trip) (ton/trip)
20 - 30 14 1,5 30 50 31.500 31,50
30 - 50 15 1,5 30 50 33.750 33,75
50 - 100 15 1,5 45 50 50.625 50,63
Jumlah 115.875 115,88

4. Kapal Bagan
Ukuran JA JA
N (1+α) H A
(GT) (liter/trip) (ton/trip)
<10 5 1,5 1 50 375 0,38
10 – 20 7 1,5 3 50 1.575 1,58
20 - 30 8 1,5 6 50 3.600 3,60
Jumlah 5.550 5,55

5. Kapal Payang
Ukuran JA JA
N (1+α) H A
(GT) (liter/trip) (ton/trip)
<10 12 1,5 1 50 540 0,54
Jumlah 540 0,54
Contoh perhitungan Kebutuhan teoritis:

JA = {N × (1+α) × H × A}

Keterangan:
JA = Kebutuhan air melaut per kapal per trip (ton/unit)
N = Banyak awak kapal (orang/unit)
α = Koefisien cadangan air tawar di kapal (0,5)
H = Lama hari operasi (hari)
A = Konsumsi ABK (50 liter/orang/hari)

Untuk kapal Tonda < 10 GT:


JA = {50 × (1,5) × 10 × 50}
= 2.250 liter/trip
= 2,25 ton/trip
Lampiran 6 Kebutuhan Air Bersih Teoritis per Jenis Kapal untuk Seluruh
Kapal per Tahun

1. Kapal Tonda
Ukuran (GT) KM (Unit/tahun) JA (ton/unit) KAM (ton/tahun)
< 10 160 54 8.640
10 – 20 140 81 11.340
Jumlah 300 135 19.980

2. Kapal Purse seine


Ukuran (GT) KM (Unit/tahun) JA (ton/unit) KAM (ton/tahun)
20 - 30 7 540,0 3.780
30 - 50 4 540,0 2.160
50 - 100 4 1039,5 4.158
Jumlah 15 2119,5 10.098

3. Kapal Long line


Ukuran (GT) KM (Unit/tahun) JA (ton/unit) KAM (ton/tahun)
20 - 30 6 220,5 1.323,0
30 - 50 10 236,2 2.362,5
50 - 100 4 253,2 10.12,5
Jumlah 20 709,9 4.698,0

4. Kapal Bagan
Ukuran (GT) KM (Unit/tahun) JA (ton/unit) KAM (ton/tahun)
<10 68 99,0 6.732
10 20 64 378,0 24.192
20 - 30 35 777,6 27.216
Jumlah 167 1.254,6 58.140

5. Kapal Payang
Ukuran (GT) KM (Unit/tahun) JA (ton/unit) KAM (ton/tahun)
20 - 30 291 155,5 45.256,3
Jumlah 291 155,5 45.256,3
Contoh Perhitungan Teoritis:

KAM = KM × JA

Keterangan:
KAM = Kebutuhan air bersih untuk seluruh kapal per jenis kapal
(ton/tahun)
KM = Jumlah kapal yang berangkat melaut (unit/tahun)
JA = Kebutuhan air bersih per kapal (ton/trip)

Untuk kapal tonda < 10 GT:


KAM = 160 × 54
= 8.640 ton/tahun
Lampiran 7 Kebutuhan aktual air bersih per jenis kapal untuk seluruh kapal per
tahun

1. Kapal Tonda
Ukuran (GT) KM (unit/tahun) JA (ton/tahun) KAP (ton/tahun)
< 10 160 9,72 1.555,2
10 – 20 140 15,12 2.116,8
Jumlah 300 - 3.672,0

2. Kapal Purse seine


Ukuran (GT) KM (unit/tahun) JA (ton/tahun) KAP (ton/tahun)
20 - 30 7 97,2 680,4
30 - 50 4 97,2 388,8
50 - 100 4 187,1 748,4
Jumlah 15 - 1.817,6

3. Kapal Long line


Ukuran (GT) KM (unit/tahun) JA (ton/tahun) KAP (ton/tahun)
20 - 30 6 44,1 264,6
30 - 50 10 47,3 472,5
50 - 100 4 50,6 202,5
Jumlah 20 - 939,6

4. Kapal Bagan
Ukuran (GT) KM (unit/tahun) JA (ton/tahun) KAP (ton/tahun
<10 68 4,0 269,3
10 20 64 25,2 1.612,8
20 - 30 35 72,6 2.540,2
Jumlah 167 - 4.422,3

5. Kapal Payang
Ukuran (GT) KM (unit/tahun) JA (ton/tahun) KAP (ton/tahun
20 - 30 291 10,4 3.017,1
Jumlah 291 - 3.017,1
Contoh Perhitungan Pemanfaatan:

KAP = KM × JA

Keterangan:
KAP = Kebutuhan aktual air bersih untuk kegiatan penangkapan
(ton/tahun)
KM = Jumlah kumulatif kapal yang melakukan pembelian kebutuhan
melaut di PPS Bungus (unit/tahun)
JA = Kebutuhan air bersih per kapal (ton/trip)

Untuk kapal tonda < 10 GT:


KA = 160 × 9,72
= 1.555,2 ton/tahun
Lampiran 8 Daftar persyaratan kualitas air minum.

No Parameter Satuan PP No. 82 Tahun 2001 SK Menkes RI No. 907


Kelas I Kelas II Tahun 2002
Air Minum
1. Fisika
0
Suhu C Suhu Udara Suhu Udara Suhu Udara
Warna TCU - - 15
Bau - - - Tidak berbau
Rasa - - - Tidak berasa
Kekeruhan NTU - - 5
TDS mg/L 1.000 1.000 1.000
TSS mg/L 50 400 -
2. Kimia
pH - 6,0 – 9,0 6,0 – 9,0 6,5 – 8,5
Air raksa mg/L 0,001 0,002 0,001
Barium mg/L 1 1 0,01
Boron mg/L 1 1 0,7
Aluminium mg/L 1 1 0,3
Arsen mg/L 0,05 1 0,2
Besi mg/L 0,3 - 0,3
Flourida mg/L 0,3 1,5 1,5
Kadmium mg/L 0,01 0,01 0,003
Kesadahan total mg/L - - 500
Klorida mg/L 600 - 250
Kromium (VI) mg/L 0,05 0,05 0,05
Mangan mg/L 0,1 - 0,1
Nitrat mg/L 10 20 50
Nitrit mg/L 0,06 0,06 3
Selenium mg/L 0,01 0,05 -
Seng mg/L 0,05 0,05 3
Sianida mg/L 0,02 0,02 0,07
Sulfat mg/L 400 - 250
Timbal mg/L 0,03 0,03 0,01
Belerang mg/L 0,002 0,002 0,05
Zat organik mg/L - - 10
Oksigen terlarut mg/L 6 3 -
BOD mg/L 2 6 -
Klorin bebas mg/L 0,03 0,03 -
COD mg/L 10 50 -
DDT mg/L 2 2 2
Detergen mg/L 200 200 -
Minyak dan lemak mg/L 1.000 1.000 -
3. Bakteriologi
Total Coli MPN/100 1.000 10.000 0
ml
Fecal Coli MPN/100 100 2.000 0
ml
4. Radioaktifitas
Aktifitas alpha Bq/L 0,1 0,1 0,1
Aktifitas beta Bq/L 1 1 1

Keterangan:
PP No. 82/PP/Per/XII/2001 tantang pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air.
SK Menteri RI No. 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan
kualitas air minum.

Anda mungkin juga menyukai