RULLI KURNIAWAN
RULLI KURNIAWAN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Disetujui:
Pembimbing
Diketahui:
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis
melakukan penelitian berjudul “Pemanfaatan dan Pengelolaan Air Bersih di PPS
Bungus Sumatera Barat”.
Skripsi ini terdiri dari 8 bab berisikan: bab 1 Pendahuluan, bab 2 Tinjauan
Pustaka, bab 3 Metodologi Penelitian, bab 4 Pelabuhan Perikanan Samudera
Bungus, bab 5 Pengelolaan Air Bersih di PPS Bungus, bab 6 Mekanisme
Penyediaan dan Pendistribusian Air Bersih di PPS Bungus dan bab 7 Tingkat
Kebutuhan dan Pemanfaatan Air Bersih serta Bab 8 Kesimpulan dan Saran.
Kritik dan saran yang bersifat membangun, sangat penulis harapkan untuk
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang
membutuhkan.
Rulli Kurniawan
RIWAYAT HIDUP
Halaman
DAFTAR TABEL.......................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. iii
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ..................................................................................... 1
1.2 Perumusan masalah.............................................................................. 1
1.3 Tujuan penelitian ................................................................................. 2
1.4 Manfaat penelitian ............................................................................... 2
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pelabuhan Perikanan Samudera ........................................................... 3
2.2.1 Pengertian dan klasifikasi pelabuhan perikanan .......................... 3
2.2.2 Fasilitas pelabuhan perikanan ...................................................... 4
2.2.3 Fungsi dan peran pelabuhan perikanan ....................................... 5
2.2 Air ...................................................................................................... 6
2.2.1 Pengertian tentang air .................................................................. 6
2.2.2 Sumber air dan klasifikasinya ...................................................... 7
2.2.3 Instalasi pengolahan air ............................................................... 9
2.3 Air bersih di Pelabuhan Perikanan........................................................ 12
2.3.1 Pemanfaatan air bersih pelabuhan perikanan .............................. 12
2.3.2 Sumber air bersih di pelabuhan perikanan .................................. 12
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan tempat penelitian ............................................................... 14
3.2 Metode penelitian ................................................................................ 14
3.3 Analisis Data ...................................................................................... 16
3.3.1 Mekanisme penyediaan dan distribusi air bersih…… .............. 16
3.3.2 Tingkat kebutuhan dan pemanfaatan air bersih ............................ 16
Halaman
Halaman
1 Unsur-unsur fungsional dalam sistem penyediaan air bersih ...................... 10
2 Bagan alir yang umum untuk instalasi pengolahan air .............................. 11
3 Grafik perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di PPS Bungus
periode 1997 - 2006 .................................................................................. 23
4 Grafik perkembangan volume produksi hasil tangkapan di PPS Bungus
periode 1997 - 2006 .................................................................................. 26
5 Grafik perkembangan nilai produksi hasil tangkapan di PPS Bungus
periode 1997 - 2006 .................................................................................. 27
6 Sumber air baku PPS Bungus; aliran air permukaan .................................. 33
7 Intake penyediaan air bersih PPS Bungus .................................................. 36
8 Bak sedimentasi system pengolahan air bersih di PPS Bungus .................. 38
9 Instalasi (pipa) transmisi ........................................................................... 39
10 Bak pengolahan (saringan pasir lambat) ................................................... 40
11 Penampang melintang saringan pasir lambat ............................................ 41
12 Reservoir air bersih PPS Bungus .............................................................. 43
13 Tangki air PPS Bungus ............................................................................ 44
14 Skema penyediaan air bersih PPS Bungus ................................................ 47
15 Skema pengolahan air bersih PPS Bungus ................................................ 48
16 Skema distribusi air bersih di PPS Bungus ............................................... 49
17 Pendistribusian air bersih di dermaga ....................................................... 51
18 Jumlah air yang didistribusikan di PPS Bungus selama tahun 2007 .......... 54
19 Perbandingan kebutuhan aktual dan teoritis air bersih untuk
aktifitas penangkapan di PPS Bungus pada tahun 2006 ............................ 61
20 Perbandingan nilai kebutuhan aktual dan teoritis air bersih
di PPS Bungus pada tahun 2006 di PPS Bungus ....................................... 69
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Layout PPS Bungus ..................................................................................... 77
2 Layout distribusi air bersih di PPS Bungus ................................................. 78
3. Denah Pendistribusian air bersih di PPS Bungus.......................................... 79
4 Struktur organisasi PPS Bungus .................................................................. 80
5 Perhitungan kebutuhan air bersih teoritis per jenis kapal .............................. 81
6 Perhitungan kebutuhan air bersih teoritis untuk seluruh kapal
.................................................................................................................... 83
7 Perhitungan pemanfaatan air bersih per jenis kapal ...................................... 85
8 Daftar persyaratan kualitas air minum ......................................................... 87
1 PENDAHULUAN
2.2 Air
2.2.1 Pengertian Tentang Air
Beberapa penyebutan istilah sehubungan dengan air bersih:
1) Sumberdaya air (water reseources) menyatakan pengertian yang utuh tentang
air, mencakup wujud, tempat, jumlah, kualitas dan karakteristik air di
permukaan bumi (Arsyad, 1989 vide Nugroho 2002).
2) Air baku (raw water) adalah sumberdaya air yang mengisi badan-badan air
(waduk, sungai, danau, mata air). Dirjen Cipta Karya 2001, diacu Nugroho
(2002), mendefenisikan sebagai sumber air yang perlu atau tidak perlu diolah
menjadi air minum untuk keperluan rumah tangga.
3) Air bersih (safe water) adalah sumberdaya air yang aman dan bersih,
memerlukan perlakukan tertentu untuk dijadikan air minum (Nugroho, 2002).
4) Air minum (drink water) adalah air bersih yang bisa dipergunakan oleh
masyarakat untuk keperluan sehari-hari dengan kualitas yang memenuhi
standar Peraturan Menteri Kesehatan No 416 tahun 1990.
5) Fresh water: sumberdaya air yang jumlahnya lebih banyak dari safe water,
merujuk kepada pengertian seluruh air tawar di muka bumi dan atmosfir, selain
dari lautan (World Bank 1996, vide Nugroho 2002).
Kebutuhan air bersih di PPS Bungus diketahui dengan menggunakan rumus Pane
(2005), sebagai berikut:
Keterangan:
KAPP : Kebutuhan air di pelabuhan perikanan
KAM : Kebutuhan air bersih untuk melaut (liter/hari)
KAE : Kebutuhan air bersih untuk pabrik es (liter/hari)
KAO : Kebutuhan air bersih untuk undustri olahan (liter/hari)
KAR : Kebutuhan air bersih untuk perumahan di pelabuhan perikanan
(liter/hari)
KAB : Kebutuhan air bersih untuk perkantoran (liter/hari)
Tingkat Pemanfaatan dan 1. Unit kegiatan yang ada di PPS Bungus Primer 1. Nahkoda/pemilik Wawancara (kuesioner)
Kebutuhan air bersih dan memanfaatkan air bersih dari kapal/nelayan
pelabuhan 2. Pabrik es
2. Jumlah pengguna per unit kegiatan 3. Processing
3. Jumlah hari operasi kegiatan 4. Perkantoran
4. Tujuan penggunaan air bersih 5. Perumahan
6. UPT
Khusus untuk kebutuhan melaut:
1. Rata-rata hari operasi penangkapan
dalam setahun
2. Lama trip
3. Rata-rata jumlah awak kapal per kapal
4. Frekuensi trip per tahun
5. Jumlah kebutuhan air bersih per trip
Data pendukung 1. Keadaan umum pelabuhan Sekunder 1. DKP Studi pustaka
2. Laporan statistik pelabuhan 2. UPT
3. Keadaan umum daerah 3. Pemda
3.3 Analisis Data
3.3.1 Mekanisme Penyediaan dan Pendistribusian Air Bersih
Analisis yang digunakan adalah metode deskriptif, yakni menggambarkan
kondisi dan mekanisme penyediaan dan pendistribusian air bersih di PPS Bungus.
Hal yang terkait dalam analisis ini mencakup pengelola dalam pengadaan
(penyediaan), fasilitas dan mekanisme pengadaan, fasilitas dan mekanisme
distribusi.
Keterangan:
KAPP : Kebutuhan air di pelabuhan perikanan
KAM : Kebutuhan air bersih untuk melaut (liter/hari)
KAE : Kebutuhan air bersih untuk pabrik es (liter/hari)
KAO : Kebutuhan air bersih untuk industri olahan (liter/hari)
KAR : Kebutuhan air bersih untuk perumahan di pelabuhan perikanan
(liter/hari)
KAB : Kebutuhan air bersih untuk perkantoran (liter/hari)
Rumus ini meliputi seluruh kegiatan di pelabuhan perikanan yang
membutuhkan suplai air bersih dalam aktivitasnya. Unsur tersebut dianalisis lagi
dengan menggunakan rumus:
(1) KAM (Kebutuhan air bersih untuk melaut liter/hari)
1
KAM KMxI xN xA
360
KM : banyaknya kapal yang direncanakan melakukan pembelian
kebutuhan melaut di Pelabuhan Perikanan (unit)
I : rata-rata hari operasi penangkapan dalam setahun perkapal untuk
seluruh kapal yang direncanakan di PP (hari/tahun)
N : rata-rata jumlah awak kapal perkapal yang direncanakan di PP
(orang/unit)
A : 50 liter/orang/hari untuk kapal motor, 3 liter/orang/hari untuk perahu
motor tempel
: koefisien besarnya cadangan air bersih di kapal (0,5)
(2) KAE (Kebutuhan air bersih untuk pabrik es liter/hari) (Direktorat Jenderal
Perikanan, 1981)
KAE xK
K : kapasitas pabrik es per hari (ton/hari)
: koefisien kebutuhan air bersih pabrik es (1,1 – 1,3)
(3) KAO (Kebutuhan air bersih untuk industri olahan liter/hari)
n
KAO FKOixKOIi
n 1
KT
TPT x100%
T
Keterangan:
TK : Tingkat kebutuhan air bersih (%)
TPA : Tingkat pemanfaatan aktual (%)
TPT : Tingkat pemanfaatan teoritis (%)
KA : Kebutuhan aktual air bersih (ton/tahun), ekivalen dengan KAP
KT : Kebutuhan teoritis air bersih (ton/tahun), ekivalen dengan KAM, KAE,
KAO, KAR dan KAB
T : Jumlah air bersih yang tersedia (ton)
4 PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BUNGUS
4.1.2 Sejarah
Pembangunan PPS Bungus berawal dari proyek Pembangunan dan
Pengembangan Perikanan Sumatera atau lebih dikenal dengan nama Sumatera
Fisheries Development Project (SFDP). Pembangunan ini dimulai sejak tahun
1981 dan selesai tahun 1989 dengan sumber dana dari pinjaman Bank
Pembangunan Asia (ADB Loan 474-INO) sebesar US$ 9.3 juta dan dana
pendamping setiap tahun anggaran dari APBN. Pada periode ini SFDP telah
berhasil membangun beberapa fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas
penunjang. Pada tahun 1991, status pelabuhan ini menjadi Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) Bungus (PPS Bungus, 2006).
Perkembangan selanjutnya terhitung mulai tanggal 1 Mei 2001, PPN
Bungus ditingkatkan statusnya menjadi Pelabuhan Perikanan tipe A dengan
klasifikasi Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bungus berdasarkan SK.
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: 26/I/MEN/2001 (Vide Persetujuan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 86/M.PAN/4/2001
tanggal 4 April 2001) (Atharis, 2007).
4.1.3 Organisasi
1) Struktur Organisasi
Berdasarkan SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. 26.I/MEN/2001 tahun
2001, struktur organisasi PPS Bungus terdiri atas (PPS Bungus, 2006):
1) Kepala Pelabuhan;
2) Kepala Bagian Tata Usaha, yang terdiri atas Kasubag Umum dan Kasubag
Keuangan;
3) Kepala Bidang Tata Operasional yang terdiri atas Kasi Kesyahbandaran
Perikanan dan Kasi Pemasaran dan Informasi;
4) Kepala Bidang Pengusahaan yang terdiri Kasi Sarana dan Kasi Pelayanan dan
Pengembangan Usaha. Termasuk tangggung jawab bidang ini adalah
mengatur pelayanan air bersih untuk berbagai unit kegiatan di pelabuhan.
5) Kelompok Jabatan Fungsional yang terdiri Pemangku Jabatan Fungsional di
bidang Pengawasan Sumberdaya Perikanan dan Pemangku Jabatan Fungsional
lainnya yang diatur berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku
2) Alat Tangkap
Terdapat berbagai jenis alat tangkap yang pengoperasiannya berbasis di PPS
Bungus, diantaranya long line, purse seine, pancing tonda, payang dan gill net.
Pada tahun 2006, alat tangkap di PPS Bungus berjumlah 1.413 unit yang di
dominasi oleh alat tangkap pancing tonda, gill net, payang dan hand line. Jumlah
alat tangkap tersebut adalah 300 unit (21,23%) untuk pancing tonda, 291 unit
(20,59%) untuk gill net, 167 unit (11,82%) untuk bagan perahu dan 316 unit
(22,36%) untuk hand line (PPS Bungus, 2006).
3) Nelayan
Nelayan di PPS Bungus terdiri atas dua kelompok, yaitu nelayan buruh dan
nelayan pemilik. Nelayan buruh adalah orang yang secara aktif melakukan
pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan, sedangkan nelayan pemilik adalah
orang yang memiliki armada penangkapan ikan dan tidak selalu ikut dalam
operasi penangkapan ikan.
Mayoritas nelayan PPS Bungus merupakan penduduk asli Kecamatan Bungus dan
masyarakat yang tinggal di sepanjang pesisir Kota Padang, namun banyak juga
nelayan pendatang yang berasal dari daerah lain baik dari Sumatera Barat sendiri
maupun dari Sumatera Utara dan Bengkulu.
Jumlah nelayan yang kapalnya berkunjung di PPS Bungus, baik untuk
membongkar hasil tangkapan, mengisi perbekalan maupun perbaikan selama
tahun 2006 tercatat sebanyak 2.139 orang. Jumlah ini mengalami penurunan
disebabkan banyak nelayan yang beralih pekerjaan seperti tukang ojek, petani dan
pedagang akibat semakin tingginya biaya untuk melaut (PPS Bungus, 2006).
Tabel 6 Volume dan nilai produksi hasil tangkapan di PPS Bungus tahun
2006
Bulan Volume Nilai
(ton) (Rp 1 juta)
Januari 58,5 409
Februari 100,7 840
Maret 94,2 1.114
April 189,9 5.307
Mei 124,9 5.508
Juni 106,4 7.056
Juli 257,1 10.564
Agustus 194,1 9.350
September 252,4 8.539
Oktober 429,3 19.842
November 113,0 5.404
Desember 92,4 519
Jumlah 2.012,9 74.453
Rata-rata 167,7 6.204
Sumber: PPS Bungus, 2006
Pada Tabel 5 terlihat volume produksi hasil tangkapan di PPS Bungus
selama periode 1997 - 2006 mengalami kecenderungan menurun hingga tahun
2004 dan kemudian naik cukup tajam pada tahun 2006. Perkembangan volume
dan nilai produksi hasil tangkapan periode 1997 – 2006 di PPS Bungus disajikan
pada Tabel 6 dan Gambar 4
80
70
Nilai Produksi (Rp. 1Juta)
60
50
40
30
20
10
0
1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Gambar 5 Grafik perkembangan nilai produksi hasil tangkapan di PPS
Bungus periode 1997-2006.
Jumlah produksi hasil tangkapan yang didaratkan mempengaruhi jumlah
nilai produksi, sehingga mempengaruhi nilai jual ikan hasil tangkapan nelayan di
PPS Bungus. Maksudnya adalah ketika jumlah produksi hasil tangkapan sedikit
sedangkan jumlah permintaan konsumen tinggi maka harga ikan akan semakin
tinggi, tetapi sebaliknya ketika jumlah produksi ikan banyak tetapi permintaan
konsumen sedikit maka harga ikan mengalami penurunan.
Kenaikan volume produksi yang besar terjadi pada tahun 2006 dengan
pertumbuhan 220,06%. Peningkatan ini diduga terkait dengan upaya yang
dilakukan oleh pemerintah, dimana sejak akhir tahun 2005, pemerintah mulai
melaksanakana kegiatan Optikapi yaitu modernisasi atau alih teknologi
penangkapan, dari penangkapan skala kecil ke besar, yaitu dengan pengadaan
kapal purse seine berukuran 100 GT dan 90 GT. Melalui pengadaan enam unit
kapal purse seine ini upaya penangkapan menjadi lebih tinggi sehingga produksi
hasil tangkapanpun meningkat. Peningkatan drastis produksi ikan di PPS Bungus
juga disebabkan oleh semakin banyaknya armada kapal purse seine dari Sibolga
yang membongkar hasil tangkapan di PPS Bungus (PPS Bungus, 2006).
Bangunan intake PPS Bungus berada di bukit (Gambar 7), sehingga jauh
dari berbagai aktivitas baik industri maupun aktivitas lain yang dapat
menimbulkan dampak pencemaran. Hal ini telah memenuhi ketentuan PERMEN
PU NOMOR 18/PRT/M/2007 tentang Sistem Penyediaan Air Bersih pada butir
(1), yang mana syarat utama penempatan bangunan penyadap (intake) haruslah
aman terhadap polusi yang disebabkan pengaruh luar (pencemaran oleh manusia
dan mahluk hidup lain)
Selain itu, posisi intake yang relatif lebih tinggi memudahkan transmisi air
ketahap pengolahan selanjutnya. Transmisi air dilakukan dengan mekanisme
gravitasi, tidak memerlukan fasilitas bantuan seperti pompa dan sebagainya. Hal
ini juga telah sesuai dengan PERMEN PU NOMOR 18/PRT/M/2007 tentang
Sistem Penyediaan Air Bersih pada butir ke (4), yang mana penempatan bangunan
pengambilan diusahakan menggunakan sistem gravitasi dalam pengoperasiannya.
Intake dibangun dengan konstruksi beton. Berdasarkan dimensi bangunan,
kapasitas intake saat ini berukuran sekitar 6 m3, dengan luas permukaan 6 m2 dan
kedalaman 1 m. Untuk kondisi PPS Bungus saat ini, kapasitas intake cukup untuk
memenuhi kebutuhan air bersih maksimum harian di pelabuhan.
Posisi intake yang relatif jauh dari daerah pelayanan dan “medan tempuh”
menuju lokasi yang cukup sulit, menimbulkan kesulitan dalam pengelolaannya.
Petugas dan teknisi yang bertanggung jawab mengontrol instalasi ini ternyata
hanya melakukan tugasnya satu kali dalam seminggu. Fungsi intake yang awalnya
untuk mempermudah dalam kontrol “tingkah laku” sumber air dan penghitungan
debit serta pengontrolan pencemaran dan sebagainya menjadi kurang efektif.
Padahal, menurut PERMEN PU NOMOR 18/PRT/M/2007 pada butir (2), intake
haruslah ditempatkan pada posisi yang memudahkan dalam pelaksanaan
pengelolaan, sehingga tidak menimbulkan permasalahan yang dapat mengganggu
kelancaran penyediaan air bersih.
Selain itu, faktor posisi intake yang berada di bukit yang memiliki curah
hujan yang tinggi sehingga menyebabkan bangunan intake PPS Bungus
berpotensi terkena bahaya longsor. Pada saat hujan, debit aliran air menjadi besar.
Lumpur dan sampah akan terbawa bersama aliran air masuk ke intake. Kondisi ini
akan berpengaruh pada kualitas dan debit air yang ditampung.
2) Bak Sedimentasi
Bak sedimentasi berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel padat pada
aliran air permukaan. Pengendapan umumnya dilakukan dengan mekanisme
gravitasi (Sutrisno, 2006). Pada instalasi penyediaan air bersih PPS Bungus, bak
sedimentasi berjarak 2 m dari intake, dengan dimensi bangunan sekitar 5 m3
(Gambar 8).
Gambar 8 Bak sedimentasi sistem pengolahan air bersih di PPS Bungus.
Kondisi pipa transmisi saat ini sudah cukup “berumur”, seperti terlihat pada
Gambar 9. Sejak pembangunan instalasi pada tahun 1998 hingga 2007 belum
pernah dilakukan penggantian (up grade) serius, hanya perbaikan kecil di
berbagai bagian pada jaringan instalasi. Hal ini berdampak pada seringnya terjadi
kebocoran (kehilangan air) akibat proses korosi yang dialami oleh pipa transmisi.
Meskipun jika terjadi kebocoran atau kehilangan air akan segera diatasi oleh
teknisi (petugas), namun kondisi ini tetap saja menimbulkan kehilangan air yang
berdampak pada pemborosan.
Terdapat 2 unit bak filtrasi pada IPA PPS Bungus (Gambar 10) yang
terletak sekitar 200 m dari intake dengan luas permukaan seluruhnya 119 m2,
dengan ukuran panjang 17 m dan lebar 7 m serta kedalaman bak 3 m. Kecepatan
penyaringan pada saringan pasir lambat ini sekitar 0,3 m/jam. Pasir yang menjadi
media penyaring memiliki kandungan SiO2 sekitar 91%, kisaran diameter butiran
media 0,2 – 0,4 mm dengan keseragaman butiran 2 – 3. Berat jenis butiran
berkisar antara 2,55 – 2,65 gr/cm3 dengan kelarutan butiran pasir dalam air selama
24 jam rata-rata 2.7 % beratnya. Dasar bak filtrasi dilengkapi nozzels atau lubang-
lubang yang meloloskan air hasil penyaringan ke saluran pipa pengumpul air
bersih berdiameter > 0,5 mm dengan tinggi 10 cm sehingga pasir kuarsa tidak
dapat melewatinya. Penampang melintang bak filtrasi PPS Bungus disajikan pada
Gambar 11 (Anonimus, 2006).
Gambar 11 Penampang melintang saringan pasir lambat.
4) Pompa Distribusi
Pemasangan pompa penguat tekanan perlu dilakukan jika jarak reservoir
cukup jauh dari daerah pelayanan dan kondisi topografi tidak memungkinkan
distribusi secara gravitasi (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2007). Demikan
hal yang terjadi pada PPS Bungus, jarak reservoir yang relatif jauh dari daerah
pelayanan dan kondisi elavasi tanah yang datar menyebabkan pihak pelabuhan
membutuhkan bantuan pompa penguat untuk mendistribusikan air bersih ke
dermaga dan ke tangki air, juga dari tangki air ke unit fasilitas lain seperti
perumahan, perkantoran, pabrik es dan pengolahan.
Pada PPS Kendari (Saiben, 2003), pihak pelabuhan tidak menggunakan
mesin bantu untuk menyalurkan air, hal ini disebabkan tempat pengolahan (water
treatment) dan penampungan relatif lebih tinggi secara topografi dibandingkan
dengankan daerah pelayanan. Pendistribusian dilakukan dengan mekanisme
gravitasi.
2) Kemampuan Pengaliran
Kemampuan pengaliran terkait dengan debit, kebutuhan maksimum,
kecepatan aliran air dalam pipa dan tekanan air dalam pipa (Kepmen PU tahun
2007). Debit air dalam pipa distribusi adalah 0,04 m3/detik, sementara kecepatan
aliran air berkisar antara 0,6 m/s dan 4,5 m/s serta tekanan dalam pipa berkisar 1
atm hingga 6 atm (Anonimus, 2008). Artinya, debit air maksimum yang diterima
oleh pengguna adalah sebesar 0,04 m3/detik. Bagi pengguna air bersih dari unit
industri, perumahan dan perkantoran kapasitas debit, tekanan dan kecepatan aliran
air ini dirasa cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, untuk unit
penangkapan ikan, kapasitas tersebut dirasa terlalu kecil sehingga mempengaruhi
waktu penyaluran air bersih ke kapal.
Pihak pengelola perlu melakukan upaya untuk meningkatkan kemampuan
distribusi, baik debit, kecepatan maupun tekanan aliran air terutama untuk
penyaluran ke unit penangkapan ikan di dermaga. Hal ini terkait dengan proyeksi
semakin berkembangnya aktivitas perikanan di PPS Bungus, sehingga
membutuhkan dukungan yang kuat melalui fasilitas-fasilitas diantaranya air bersih
ini.
6 MEKANISME PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN
AIR BERSIH DI PPS BUNGUS
1) Pengadaan
Fasilitas dan instalasi di PPS Bungus pada tahapan pengadaan terdiri atas
intake, bak sedimentasi dan pipa transmisi. Urutan mekanisme penyediaan air
bersih adalah: Aliran air pemukaan dengan debit sebesar 10 liter per detik yang
mengalir dari perbukitan ditampung pada intake. Kemudian, air dialirkan menuju
bak pengendapan untuk mengendapkan partikel-partikel yang terbawa bersama
aliran air. Air yang telah mengalami proses sedimentasi dialirkan secara gravitasi
melalui pipa transmisi air baku menuju bak pengolahan.
2) Pengolahan
Aliran air baku yang sampai pada bak pengolahan di PPS Bungus masih
bermasalah dalam hal kualitas, seperti kesadahan dan sebagainya. Aliran air ini
harus melalui proses filtrasi di dalam bak pengolahan.
Pada proses filtrasi, aliran air akan “terhadang” oleh media saringan (pasir)
yang memiliki ukuran sangat kecil dengan ukuran pori-pori antara butiran media
yang juga sangat kecil (Gambar 15). Partikel-partikel tersuspensi dalam air akan
terpisah dari air melalui pergesekan dengan pori-pori pasir. Seiring dengan
lambatnya aliran air dalam media penyaringan dan panjangnya waktu kontak
antara air dan media penyaring serta aliran yang berkelok-kelok melalui pori-pori
saringan memberikan kesempatan partikel halus untuk saling berinteraksi
membentuk gugusan yang lebih besar atau seperti lapisan biologis yang kemudian
tertahan oleh pori-pori saringan (akumulasi kotoran tersebut akan menempel pada
media). Dengan adanya lapisan itu, disamping proses penyaringan secara fisika,
terjadi pula penghilangan kotoran secara bio-kimia (Totok, 2006). Sehingga, zat
besi, mangaan, dan zat lain yang menimbulkan bau dan kesadahan akan hilang
dan dihasilkannya filtrat dari proses ini yaitu air yang terbebas dari partikel-
partikel yang tidak diharapkan ada dalam air bersih.
Unit Kegiatan 1
Dermaga
Reservoir
(kebutuhan melaut)
Tangki Air
Unit Kegiatan 2
Perumahan
Perkantoran
Pabrik es
Pabrik pengolahan.
Tabel 8 Daftar harga jual air bersih di PPS Bungus pada tahun 2006
No. Jenis Pemakaian Air Harga Air (Rp/liter)
1. Kapal 5000
2. Kapal wisata (non periodik) 6000
3. Industri (pabrik) 4000
4. Perumahan Ditanggung UPT
5. Perkantoran Ditanggung UPT
Sumber: PPS Bungus 2007
Distribusi air bersih tertinggi terjadi pada bulan September dan Oktober
(Gambar 18). Kondisi ini disebabkan pada bulan-bulan tersebut aktivitas
penangkapan meningkat drastis. Peningkatan aktivitas melaut secara tidak
langsung menyebabkan jumlah permintaan dan distribusi air bersih di pelabuhan
turut meningkat. Hal ini ditambah dengan turut meningkatnya permintaan air
bersih dari pabrik es yang juga termasuk perbekalan utama dalam aktivitas
penangkapan. Begitupun pada unit processing, tingginya jumlah pendaratan ikan
yang siap diolah menyebabkan kebutuhan air bersih untuk proses pengolahan pun
menjadi tinggi.
Tabel 10 Kebutuhan aktual air bersih unit kegiatan melaut kapal tonda
Ukuran KM JA KAP
(GT) (Unit) (ton/tahun) (ton/tahun)
<10 160 9,7 1.552,0
10 - 20 140 15,1 2.114,0
Jumlah 300 - 3.666,0
Keterangan: KM = Jumlah kumulatif kapal yang melakukan pembelian kebutuhan melaut
di PPS Bungus (unit per tahun)
JA = Kebutuhan air bersih per kapal (ton/tahun)
KAP = Kebutuhan aktual air bersih melaut kapal penangkapan
Tabel 11 Kebutuhan aktual air bersih unit kegiatan melaut kapal purse
seine
Ukuran KM JA KAP
(GT) (Unit) (ton/tahun) (ton/tahun)
20 – 30 7 97,2 680,4
30 – 50 4 97,2 388,8
50 – 100 4 187,1 748,4
Jumlah 15 - 1.817,6
Keterangan: KM = Jumlah kumulatif kapal yang melakukan pembelian kebutuhan melaut
di PPS Bungus (unit per tahun)
JA = Kebutuhan air bersih per kapal (ton/tahun)
KAP = Kebutuhan aktual air bersih melaut kapal penangkapan
Tabel 13 Kebutuhan aktual air bersih unit kegiatan melaut kapal bagan
Ukuran KM JA KAP
(GT) (Unit) (ton/tahun) (ton/tahun)
<10 68 4,0 272,0
10 20 64 25,2 1.612,8
20 - 30 35 72,6 2.541,0
Jumlah 167 - 4.425,8
Keterangan: KM = Jumlah kumulatif kapal yang melakukan pembelian kebutuhan melaut
di PPS Bungus (unit per tahun)
JA = Kebutuhan air bersih per kapal (ton/tahun)
KAP = Kebutuhan aktual air bersih melaut kapal penangkapan
Perahu bagan juga memanfaatkan air bersih dari PPS Bungus untuk
perbekalan melaut. Dalam satu kali operasi penangkapan yang melibatkan sekitar
5 – 8 orang dan lama trip penangkapan 1 - 6 hari, air bersih yang dipergunakan
bisa mencapai 15 – 336 liter per unit bagan. Dalam satu tahun, perahu bagan dapat
melakukan lebih dari dua ratus kali operasi penangkapan, sehingga dengan total
kumulatif perahu yang ada di PPS Bungus (sebanyak 167 unit per tahun),
kebutuhan aktual air bersih oleh perahu bagan berjumlah sekitar 4.425,8 ton/tahun
(Tabel 13).
(5) Kapal Payang
Kapal payang di PPS Bungus pada tahun 2006 berjumlah kumulatif sekitar
291 unit. Jumlah kumulatif ini merupakan terbesar kedua setelah armada kapal
tonda. Kapal payang juga merupakan kapal penangkapan tradisional yang sudah
memasyarakat baik di PPS Bungus maupun di pesisir Sumatera Barat (Anonimus,
2007).
Operasi penangkapan ikan yang dilakukan kapal payang bersifat one day
fishing. Dalam satu kali operasi penangkapan, dipergunakan 36 liter air bersih
untuk konsumsi seluruh ABK dan dan lain-lain. Selama tahun 2006, kebutuhan
aktual air bersih untuk perbekalan melaut sebesar 3.017,1 ton.
2) Kebutuhan Teoritis
Penghitungan kebutuhan air bersih teoritis untuk kegiatan penangkapan ikan
didasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah air bersih yang
dibutuhkan selama melaut, seperti lama operasi penangkapan (hari/trip) dan
jumlah awak kapal (orang) dan dalam perhitungan kebutuhan air bersih teoritis
dimasukkan juga nilai koefisien α = 0,5 , yaitu koefisien cadangan air tawar di
kapal dan jumlah air tawar bagi awak kapal per hari sebesar 50 liter/orang/hari
(Pane, 2005). Jumlah 50 liter/orang/hari merupakan patokan jumlah kebutuhan air
bersih yang harus terpenuhi di kapal per awak kapal. Patokan ini juga mengacu
pada “hak dasar” manusia atas air bersih yang ditetapkan oleh United Nations
Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) pada tahun 2002
sebesar 50 liter/orang/hari (Anonimus, 2008). Menurut badan PBB tersebut, „hak
dasar‟ manusia atas air bersih meliputi 5 liter untuk air minum, 20 liter untuk
kebersihan lingkungan, 15 liter untuk mandi dan 10 liter untuk masak. Meskipun
pada tataran aplikasi standar penggunaan air di kapal berbeda dengan di darat,
standar UNESCO ini bersifat umum.
Kebutuhan air bersih teoritis untuk setiap jenis kapal berbeda-beda.
Perbedaan jumlah kebutuhan air bersih tersebut disebabkan jumlah awak kapal
dan lama hari operasi penangkapan tiap jenis kapal yang juga berbeda (Yumi,
2007). Dalam perhitungan kebutuhan air bersih untuk seluruh kapal, terlebih
dahulu dilakukan pengklasifikasian berdasarkan jenis kapal dan ukurannya (GT).
Hal ini disebabkan jumlah awak kapal dan lama hari operasi yang tidak sama
untuk tiap jenis kapal dan ukuran kapal yang juga berbeda, menyebabkan perlu
dilakukan pengklasifikasian ini (Saiben, 2003). Langkah awal perhitungan adalah
menghitung kebutuhan air bersih untuk setiap kapal (JA). Setelah nilai JA
diketahui, kebutuhan aktual air bersih untuk seluruh jumlah kapal (KAP) dapat
diketahui dengan mengalikan nilai JA dengan jumlah kapal yang berangkat
melaut (KM).
Tabel 14 menyajikan tingkat kebutuhan air bersih teoritis dan aktual pada
aktifitas penangkapan ikan di PPS Bungus pada tahun 2006. Total kebutuhan air
bersih teoritis berdasarkan patokan UNESCO (2002) untuk seluruh kapal sebesar
138.172 ton atau 383,8 ton per hari, sedangkan kebutuhan aktual air bersih
nelayan di PPS Bungus adalah sebesar 13.868.5 ton per tahun atau 38 ton per hari.
Sehingga, tingkat kebutuhan air bersih pada aktifitas penangkapan ikan hanya
sebesar 10,0 %.
Menurut Pane (2005), kebutuhan air bersih untuk kapal penangkapan ikan di
Indonesia saat ini tidak mengikuti patokan teoritis sebagaimana yang disebut
diatas. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya sebagian armada
kapal penangkapan ikan di Indonesia melakukan aktivitas penangkapan yang
bersifat one day fishing dengan lama waktu operasi 1 hari sehingga tidak
memerlukan alokasi air bersih untuk mandi dan cuci atau kalaupun mandi
menggunakan air laut maka setelah itu dibilas menggunakan air tawar atau
terkadang mandi dengan “menyeburkan” diri ke laut saat selesai hauling seperti
pada purseseiner di Laut Jawa. Kondisi seperti ini terjadi pada armada kapal
payang yang termasuk armada kapal dengan jumlah terbesar di PPS Bungus.
Selanjutnya, menurut Pane untuk kapal penangkapan ikan di Indonesia
dengan lama trip > 1 hari pada umumnya belum dilengkapi dengan fasilitas/sarana
yang layak untuk menyimpan ketersediaan air selama di kapal. Faktor yang juga
turut mempengaruhi rendahnya pemanfaatan air bersih di kapal adalah untuk
keperluan MCK, pencucian peralatan dan penanganan hasil tangkapan, nelayan
lebih menggunakan air laut. Disamping itu, ketersediaan air bersih di kapal-kapal
penangkapan lebih diprioritaskan untuk kebutuhan makan dan minum, sedangkan
untuk mandi/cuci sangat terbatas atau sengaja dibatasi kecuali pada kapal-kapal
berukuran besar seperti > 200 GT.
Pada Gambar 19, terlihat bahwa rata-rata pemanfaatan air bersih oleh
armada penangkapan untuk aktivitas melaut masih dibawah nilai teoritis.
Perbedaan nilai paling besar adalah pada armada bagan dimana nilai pemanfaatan
air bersih hanya sebesar 7,6 % dari nilai teoritis. Hal ini disebabkan perbedaan
nilai konsumsi ABK yang cukup jauh antara kebutuhan dan pemanfaatan.
Berdasarkan perhitungan, konsumsi air bersih ABK bagan hanya berkisar 10
hingga 15 liter/orang/hari, sedangkan konsumsi air bersih secara teoritis sebesar
50 liter/orang/hari. Selain itu, faktor koefisien cadangan air tawar (α = 0,5) yang
dimasukkan dalam perhitungan kebutuhan air bersih ikut mempengaruhi
perbedaan nilai yang cukup jauh antara kebutuhan air bersih dan nilai
pemanfaatannya.
Kondisi serupa di atas juga terjadi pada PPS Nizam Zachman Jakarta yang
telah diteliti oleh Yumi (2007). Rata-rata pemanfaatan air bersih kapal-kapal di
PPS Nizam Zachman juga masih dibawah nilai kebutuhan (teoritis). Perbedaan
nilai yang paling besar pada pelabuhan tersebut adalah pada armada long line
dimana nilai pemanfaatan air bersih hanya sebesar 9,5% dari nilai kebutuhan
(teoritis). Menurut Yumi, perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan nilai
konsumsi ABK yang cukup jauh antara kebutuhan (teoritis) dan pemanfaatan
(aktual), sebagaimana yang terjadi pada PPS Bungus. Yumi melanjutkan,
berdasarkan perhitungan, konsumsi air bersih ABK long line hanya sebesar 6,8
liter/orang/hari sedangkan konsumsi air bersih secara teoritis adalah sebesar 50
liter/orang/hari.
Jumlah perbekalan air bersih yang dibawa selama melaut dipengaruhi faktor
teknis dan non teknis. Secara teknis, kebutuhan untuk perbekalan air bersih di PPS
Bungus dipengaruhi oleh ukuran (GT) kapal, lama trip dan besarnya konsumsi air
bersih oleh ABK. Secara non teknis, jumlah perbekalan yang dibawa bergantung
pada kebijakan pemilik/pengurus kapal dalam pemesanan jumlah kebutuhan
perbekalan air bersih. Jika ditinjau berdasarkan kelaikan operasional kapal
perikanan, jumlah air bersih yang disediakan oleh armada kapal-kapal tersebut
pun masih jauh dari standar yang layak. Seyogyanya, kebutuhan air bersih
tersebut dipenuhi dengan baik demi terwujudnya kenyamanan para awak kapal,
dengan ketentuan persediaan air bersih untuk minum minimal 5 liter/orang/hari
dan memiliki cadangan air minum selama lebih dari 5 hari. Namun, karena
keterbatasan dana para pemilik kapal, jumlah tersebut masih sulit terealisir
7.1.2 Tingkat Kebutuhan Air Bersih pada Pabrik Es
1) Kebutuhan Aktual
Terdapat satu pabrik es di areal PPS Bungus, yang dikelola oleh PT.
Danitama Mina. Perusahaan ini berdiri dengan menyewa areal pelabuhan
perikanan seluas 1.523 m2. Pabrik es ini memiliki kapasitas produksi sebesar 60
ton/hari (Anonimus, 2007). Namun, hingga saat ini rata-rata produksi es setiap
harinya hanya berkisar 20 – 24 ton atau sekitar 33% dari kapasitas produksi.
Air baku yang dipergunakan untuk produksi es bersumber dari PPS Bungus.
Setiap harinya, air bersih yang dimanfaatkan untuk produksi es berkisar 25 - 27
ton. Air bersih untuk keperluan karyawan yang penggunaannya meliputi air
minum, mandi dan wc berjumlah 30 liter per hari ton per tahun dan pemanfaatan
air bersih untuk pencucian dan kebersihan peralatan berjumlah sebesar 20 liter per
hari. Selama tahun 2006, pabrik es ini memanfaatkan 7.804,8 ton air bersih dari
PPS Bungus untuk berproduksi. Pada tahun yang sama, jumlah es yang disalurkan
untuk berbagai keperluan di pelabuhan perikanan berjumlah 7.378,5 ton. Selain
itu, untuk kebutuhan air minum karyawan, mandi dan wc serta kebersihan lantai
dan peralatan memanfaatkan sejumlah 128,1 ton air bersih. Jadi, total
pemanfaatan air bersih oleh pabrik es Dinatama Mina pada tahun 2006 adalah
berjumlah 7.932,9 ton.
2) Kebutuhan Teoritis
Salah satu kebutuhan perbekalan melaut yang tidak kalah pentingnya adalah
es. Es dibutuhkan untuk menjaga suhu dan kondisi ikan agar tetap segar pasca
penangkapan, baik selama di atas kapal maupun pendaratan dan pemasaran ikan
di pelabuhan perikanan (Yumi, 2007).
Penghitungan kebutuhan teoritis air bersih oleh pabrik es di suatu pelabuhan
perikanan melibatkan beberapa variabel, yaitu kapasitas pabrik es per hari dan
koefisien kebutuhan air bersih. Sementara pada penghitungan nilai kebutuhan
aktual, variabel yang terlibat adalah besaran jumlah produksi, jumlah karyawan
dan kebutuhan air bersih karyawan per hari kerja, tanpa memasukkan nilai
koefisien kebutuhan air bersih dan kapasitas pabrik es perhari (Pane. 2005).
Perbedaan variabel tersebut mengakibatkan perbedaan nilai antara kebutuhan air
bersih teoritis dan nilai kebutuhan aktual.
Jumlah produksi es terkait erat dengan jumlah permintaan. Permintaan es
biasanya datang baik dari armada penangkapan di Bungus maupun di luar Kota
Padang, serta oleh pedagang ikan yang berada di lokasi pelabuhan. Faktor musim
penangkapan dan musim pendaratan cukup signifikan mempengaruhi jumlah
permintaan es. Pada saat musim penangkapan dan pendaratan kebutuhan es
meningkat.
Berdasarkan perhitungan, diketahui kebutuhan teoritis air bersih pada pabrik es di
PPS Bungus adalah 23.760 ton per tahun, sementara kebutuhan aktual air bersih
selama tahun 2006 berjumlah sebesar 7.932,9 ton. Terlihat perbedaan yang
mencolok pada kedua nilai tersebut. Tingkat kebutuhan air bersih pada pabrik es
hanya sebesar 31,67%. Hal ini dipengaruhi oleh faktor permintaan oleh pelanggan
es, dalam hal ini nelayan dan pemilik kapal. Sepinya aktivitas melaut
mengakibatkan jumlah permintaan es yang digunakan sebagai bekal melaut pun
minim (rendah). Kebijakan yang ditempuh pabrik es adalah menyesuaikan jumlah
produksi dengan tingkat permintaan. Rendahnya jumlah produksi es
menyebabkan jumlah pemakaian air bersih dari pelabuhanpun kecil.
Bila dibandingkan dengankan dengankan dengan PPS Kendari, yang mana
kapasitas/kemampuan produksinya sebesar 224,5 ton/hari, sementara produksi
aktual yang mampu diupayakan adalah 101.2 ton/hari, maka terjadi kekurangan
air bersih untuk memproduksi es bagi kebutuhan nelayan dan pengolahan di
pelabuhan ini. Hal ini disebabkan minimnya suplai air bersih dari pelabuhan
(Saiben, 2003).
2) Kebutuhan Teoritis
Kelancaran kegiatan pengolahan ikan bergantung pada suplai air yang
disediakan oleh pihak PPS Bungus. Air bersih dalam industri pengolahan
digunakan untuk kegiatan pencucian ikan, pencucian peralatan, pembersihan
lantai, kebersihan pekerja, air pendingin mesin, air minum karyawan, mandi, WC
dan lain-lain.
Kebutuhan air bersih teoritis untuk dua perusahaan yang bergerak dalam
bidang processing ini pada tahun 2006 adalah 3.067,74 ton per tahun. Sementara
kebutuhan aktualnya berjumlah sebesar 1.200 ton sehingga tingkat kebutuhan air
bersih pada unit processing adalah sebesar 39,12%. Perbedaan nilai yang cukup
besar ini disebabkan oleh perbedaan antara rasio penggunaan air bersih antara
teoritis dan realitanya.
Pada penghitungan kebutuhan air bersih, secara teoritis rasio penggunaan air
bersih untuk processing 1 kg ikan adalah sebesar 1,15 liter, sedangkan realitas
rasio penggunaan air untuk memproses 1 kg ikan adalah sebesar 1 liter. Perbedaan
nilai rasio inilah yang menyebabkan terjadinya perbedaan nilai antara kebutuhan
teoritis dan kebutuhan aktual. Sementara menurut penuturan praktisi processing di
PPS Bungus, 1 liter air dirasakan cukup untuk memproses 1 kg ikan, mulai dari
pencucian hingga persiapan pembekuan.
Perbedaan dalam perhitungan kebutuhan aktual adalah jumlah hari dalam
setahun yang digunakan untuk pengolahan. Pada perhitungan kebutuhan teoritis,
processing diasumsikan dilakukan setiap hari, sedangkan data aktual tidak
demikan, processing dilakukan jika ada input ikan yang masuk ke unit processing
saja dan ini tidak terjadi setiap hari.
2) Kebutuhan Teoritis
Jumlah pengguna air bersih untuk perumahan di PPS Bungus relatif sedikit
dibandingkan dengankan dengankan pengguna lainnya seperti kegiatan
penangkapan dan pengolahan. Di PPS Kendari (Saiben, 2003), pengguna air
bersih untuk perumahan di pelabuhan tersebut dapat dibagi menjadi 3 yaitu
penghuni rumah dinas, masyarakat sekitar pelabuhan dan penghuni mess nelayan.
Kebutuhan teoritis air bersih untuk komplek perumahan di PPS Bungus
adalah sebesar 1.890 ton per tahun. Sementara itu kebutuhan aktualnya berjumlah
sebesar 1.775 ton per tahun sehingga tingkat kebutuhan air bersih pada komplek
perumahan di PPS Bungus ini sebesar 93,92%.
Komplek perumahan merupakan unit pengguna air bersih dengan tingkat
pemanfaatan hampir setara dengan kebutuhan teoritis dibandingkan dengan
keseluruhan pengguna air bersih. Artinya, kebutuhan air bersih bisa dikatakan
telah tercukupi dengan baik pada komplek perumahan ini.
Berbeda dengan unit pengguna lain, pada komplek perumahan hampir tidak
ada perbedaan baik nilai variabel maupun asumsi yang bisa menyebabkan
berbedanya hasil perhitungan antara nilai pemanfaatan dan kebutuhan. Setiap
orang memanfaatkan rata-rata 60 – 70 liter air bersih setiap hari. Berdasarkan
ketetapan badan dunia UNESCO tahun 2002, hak dasar manusia atas air yaitu
sebesar 50 liter/orang/hari. Berarti, pamanfaatan air bersih oleh unit perumahan
bisa dikategorikan baik.
2) Kebutuhan Teoritis
Kebutuhan air bersih untuk perkantoran pada umumnya hanya sebagai
pelengkap prasarana yang ada. Rata-rata kebutuhan air bersih yang digunakan di
perkantoran adalah untuk kebutuhan kamar mandi/WC, pembersihan kamar
mandi, pembersihan lantai dan peralatan serta kebutuhan pegawai dan karyawan
(Pane, 2005).
Jumlah kebutuhan air bersih untuk perkantoran dipengaruhi oleh banyaknya
jumlah karyawan yang ada disemua perkantoran yang terdapat di lingkungan PPS
Bungus. Penyerapan tenaga kerja sampai tahun 2006 di PPS Bungus sebesar 142
orang. Berdasarkan hasil perhitungan, kebutuhan teoritis air bersih untuk
perkantoran di lingkungan PPS Bungus adalah 1.022,4 ton per tahun, dengan rasio
penggunaan air sebesar 30 liter/orang/hari. Selain untuk keperluan karyawan
kebutuhan air bersih juga digunakan untuk pencucian lantai jemur perkantoran
PPS Bungus, namun karena lantai jemur belum difungsikan dengan baik maka
kebutuhan air bersih lantai jemur PPS Bungus tidak diperhitungkan.
Berdasarkan total kebutuhan air bersih teoritis yang harus terpenuhi, pihak
perkantoran hanya menggunakan (kebutuhan aktual) 222,20 ton per tahun
sehingga tingkat kebutuhan air bersih pada unit perkantoran di PPS Bungus ini
sebesar 8,3 %.
Tingkat kebutuhan air bersih yang relatif rendah ini disebabkan pada
perhitungan pemanfaatan air bersih rasio pemanfaatan air bersih per orang per
hari adalah 10 liter, sedangkan pada perhitungan kebutuhan teoritis, rasio
penggunaan air diasumsikan 30 liter/orang/hari. Perbedaan nilai rasio penggunaan
air ini menyebabkan perbedaan yang mencolok pada hasil perhitungan.
Total kebutuhan aktual air bersih di PPS Bungus pada tahun 2006 adalah
sebesar 25.047,8 ton, sementara total kebutuhan teoritisnya adalah sebesar
167.912,4 ton. Tingkat kebutuhan air bersih tertinggi adalah pada aktivitas
perumahan, yakni sebesar 92,9 % diikuti Processing dengan tingkat kebutuhan
sebesar 41,4 %. Tingkat kebutuhan air bersih paling rendah adalah pada aktivitas
penangkapan ikan.
Tabel 15 Total Tingkat Kebutuhan Air Bersih di PPS Bungus pada tahun
2006
No Unit Kegiatan Aktual (KA) Teoritis (KT) TK
(ton) (ton) (KA/KT)
(%)
1 Penangkapan 13.868,6 138.172,3 10,0
2 Pabrik es 7.932,9 23.760,0 33,4
3 Processing 1.269,1 3.067,7 41,4
4 Perumahan 1.755,0 1.890,0 92,9
5 Perkantoran 222,2 1.022,4 21,7
Jumlah 25.047,8 167.912,4
Keterangan:
KA = Kebutuhan aktual air bersih (ton)
KT = Kebutuhan teoritis air bersih (ton)
TK = Tingkat kebutuhan air bersih (%)
Secara keseluruhan, seperti terlihat pada Tabel 15 dan Gambar 20, nilai
kebutuhan aktual air bersih di PPS Bungus masih jauh dibawah nilai kebutuhan
teoritis. Seperti dijelaskan sebelumnya, secara umum hal ini disebabkan oleh
perbedaan nilai varibel antara perhitungan kebutuhan aktual dan teoritis. Nilai
variabel pada perhitungan kebutuhan aktual cenderung lebih kecil dibandingkan
dengankan dengankan dengankan asumsi ataupun nilai variabel pada perhitungan
kebutuhan teoritis. Hal ini terlihat jelas pada perhitungan kebutuhan teoritis dan
aktual air bersih untuk kegiatan melaut. Perbedaan nilai variabel air bersih yang
dimanfaatkan ABK dan kebutuhan teoritisnya bahkan mencapai 69%. Otomatis,
hal ini menyebabkan perbedaan yang sangat besar pada nilai perhitungannya.
8.1 Kesimpulan
1) Pengelolaan air bersih di PPS Bungus dilakukan melalui dua tahapan yaitu
penyediaan dan pendistribusian.
Penyediaan air bersih per hari dilakukan melalui dua kali mekanisme
pengolahan untuk memenuhi seluruh aktivitas di pelabuhan ditambah dengan
pengaliran lansung (by pass) dari intake menuju reservoir pada waktu-waktu
tertentu (jam puncak).
Penyaluran langsung (by pass) telah menyebabkan terjadinya pencampuran
air bersih hasil olahan dan air dari intake yang belum mengalami pengolahan.
Waktu yang dibutuhkan untuk distribusi ke kapal relatif lama, disebabkan
faktor debit air, tekanan aliran air serta jumlah hidran yang terdapat di
dermaga.
Fasilitas penyediaan dan pendistribusian air bersih meliputi intake, bak
sedimentasi, bak pengolahan (slow sand filter), reservoir, tangki air, pipa
trasmisi dan pompa.
2) Jumlah air bersih yang digunakan di PPS Bungus pada tahun 2006 masih
berada dibawah jumlah kebutuhan yang seharusnya terpenuhi (teoritis)
dimana tingkat kebutuhan air bersih untuk seluruh unit kegiatan di PPS
Bungus baru mencapai 14,9 %
Ketersediaan air bersih pada tahun 2006 mampu mencukupi kebutuhan aktual
seluruh aktifitas di pelabuhan ini selama tahun tersebut, namun jumlah air
bersih yang disediakan pelabuhan tersebut tidak mencukupi jumlah
kebutuhan teoritisnya. Tingkat pemanfaatan aktual air bersih di PPS Bungus
adalah sebesar 97,5 % sedangkan tingkat pemanfaatan teoritisnya 15,3 %.
8.2 Saran
1) Untuk memenuhi kebutuhan teoritis air bersih dan kekurangan air bersih pada
jam puncak di PPS Bungus, perlu dilakukan peningkatan frekuensi
pengolahan menjadi 7 kali per hari.
2) Mekanisme saluran langsung (by pass) seharusnya tidak diadakan. Perlu
dilakukan pengawasan terhadap pengolahan air yang ada.
3) Perlu upaya meningkatkan debit air, kecepatan dan tekanan aliran air di
dalam saluran distribusi dan penambahan hidran di dermaga untuk efektivitas
waktu pendistribusian.
4) Perlu dilakukan pengolahan air bersih berdasarkan standar Depkes (aspek
fisika, kimia dan bakteriologi).
DAFTAR PUSTAKA
PPS Bungus, 2006. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera
Barat tahun 2006.
Beni. 2003. Studi Kualitas Air Baku, Air Limbah dan Badan Air Penerima
Limbah di Instalasi Pengolahan Air Pejompongan 1 dan 2 Jakarta selama
Periode 2002 – 2004.[Skripsi]. Bogor: FPIK IPB
DKP Sumbar, 2006. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera
Barat tahun 2006.
Linsley RK, JB Franzini. Teknik Sumberdaya Air. Sasongko Joko, penerjemah.
Jakarta: Erlangga, 1995. Terjemahan dari Water Resources Engineering.
Nugroho, I. 2002. Keragaan dan Strategi Pengembangan Sektor Air Bersih (Studi
Kasus di Propinsi Jawa Timur) [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana IPB
Pane, AB. 2005. Bahan Kuliah Teknik Perencanaan Pelabuhan Perikanan: Fungsi
Air (Air Tawar/Air Bersih) dan Kebutuhannya di Pelabuhan
Perikanan/Pangkalan Pendaratan Ikan (Tidak Dipublikasikan). Bogor:
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Peraturan pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengolahan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
Rahayu, B. 2002. Peran Teknologi Pengolahan Air dalam Penyediaan Air Bersih.
BPPT Teknologi. Jakarta: Erlangga.
Yumi, HH. 2007. Tingkat Penyediaan dan Pendistribusian Air Bersih di PPS
Nizam Zachman Jakarta. [Skripsi]. Bogor: FPIK IPB.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Layout PPS Bungus
Lampiran 2 Layout Distribusi Air Bersih di PPS Bungus (Foto Udara)
Keterangan
1. Sumber air baku dan bak 5. Dermaga
pengendapan 6. Receiving hall
2. Bak saringan 7. Processing
3. Bak penampungan 8. Perkantoran
4. Tangki air 9. Perumahan
Sumber: www.googlemap.com
Lampiran 3 Denah Pendistribusian Air Bersih PPS Bungus
Keterangan
1. Sumber air baku dan bak
pengendapan
2. Bak saringan
3. Bak penampungan
4. Tangki air
5. Dermaga
6. Receiving hall
7. Processing
8. Perkantoran
Lampiran 4 Struktur Organisasi PPS Bungus tahun 2006
Lampiran 5 Kebutuhan teoritis Air bersih per jenis kapal/trip
1. Kapal Tonda
Ukuran N (1+α) H A JA JA
(GT) (liter/trip) (ton/trip)
< 10 3 1,5 10 50 2.250 2,25
10 – 20 6 1,5 15 50 6.750 6,75
Jumlah 9.000 9,00
4. Kapal Bagan
Ukuran JA JA
N (1+α) H A
(GT) (liter/trip) (ton/trip)
<10 5 1,5 1 50 375 0,38
10 – 20 7 1,5 3 50 1.575 1,58
20 - 30 8 1,5 6 50 3.600 3,60
Jumlah 5.550 5,55
5. Kapal Payang
Ukuran JA JA
N (1+α) H A
(GT) (liter/trip) (ton/trip)
<10 12 1,5 1 50 540 0,54
Jumlah 540 0,54
Contoh perhitungan Kebutuhan teoritis:
JA = {N × (1+α) × H × A}
Keterangan:
JA = Kebutuhan air melaut per kapal per trip (ton/unit)
N = Banyak awak kapal (orang/unit)
α = Koefisien cadangan air tawar di kapal (0,5)
H = Lama hari operasi (hari)
A = Konsumsi ABK (50 liter/orang/hari)
1. Kapal Tonda
Ukuran (GT) KM (Unit/tahun) JA (ton/unit) KAM (ton/tahun)
< 10 160 54 8.640
10 – 20 140 81 11.340
Jumlah 300 135 19.980
4. Kapal Bagan
Ukuran (GT) KM (Unit/tahun) JA (ton/unit) KAM (ton/tahun)
<10 68 99,0 6.732
10 20 64 378,0 24.192
20 - 30 35 777,6 27.216
Jumlah 167 1.254,6 58.140
5. Kapal Payang
Ukuran (GT) KM (Unit/tahun) JA (ton/unit) KAM (ton/tahun)
20 - 30 291 155,5 45.256,3
Jumlah 291 155,5 45.256,3
Contoh Perhitungan Teoritis:
KAM = KM × JA
Keterangan:
KAM = Kebutuhan air bersih untuk seluruh kapal per jenis kapal
(ton/tahun)
KM = Jumlah kapal yang berangkat melaut (unit/tahun)
JA = Kebutuhan air bersih per kapal (ton/trip)
1. Kapal Tonda
Ukuran (GT) KM (unit/tahun) JA (ton/tahun) KAP (ton/tahun)
< 10 160 9,72 1.555,2
10 – 20 140 15,12 2.116,8
Jumlah 300 - 3.672,0
4. Kapal Bagan
Ukuran (GT) KM (unit/tahun) JA (ton/tahun) KAP (ton/tahun
<10 68 4,0 269,3
10 20 64 25,2 1.612,8
20 - 30 35 72,6 2.540,2
Jumlah 167 - 4.422,3
5. Kapal Payang
Ukuran (GT) KM (unit/tahun) JA (ton/tahun) KAP (ton/tahun
20 - 30 291 10,4 3.017,1
Jumlah 291 - 3.017,1
Contoh Perhitungan Pemanfaatan:
KAP = KM × JA
Keterangan:
KAP = Kebutuhan aktual air bersih untuk kegiatan penangkapan
(ton/tahun)
KM = Jumlah kumulatif kapal yang melakukan pembelian kebutuhan
melaut di PPS Bungus (unit/tahun)
JA = Kebutuhan air bersih per kapal (ton/trip)
Keterangan:
PP No. 82/PP/Per/XII/2001 tantang pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air.
SK Menteri RI No. 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan
kualitas air minum.