Anda di halaman 1dari 40

TEKNIK PENANGANAN SPAT

TIRAM MUTIARA (Pinctada maxima) PADA HATCHERY


DI PT. ORIENTAL MUTIARA INDONESIA KENDARI,
SULAWESI TENGGARA

TUGAS AKHIR

RAHMAWATI B
1222 007

JURUSAN BUDIDAYA PERIKANAN


POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKAJENE DAN KEPULAUAN
PANGKEP
2015
TEKNIK PENANGANAN SPAT
TIRAM MUTIARA (Pinctada maxima) PADA HATCHERY
DI PT. ORIENTAL MUTIARA INDONESIA KENDARI,
SULAWESI TENGGARA

TUGAS AKHIR

RAHMAWATI B
1222 007

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Studi pada


Politeknik Pertanian Negeri Pangkajene dan Kepulauan

Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing

Ir.Hj. Fauziah Nurdin, M.P. Ir.Andi Asdar Jaya, M. Si.


Ketua Anggota

Diketahui oleh:

Ir. Andi Asdar Jaya, M.Si Ir. Rimal Hamal, M.P


Direktur Ketua Jurusan

Tanggal Lulus
KATA PENGANTAR

Bissmillahi Rahmani Rahim.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T, atas berkat, rahmat

dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini.

Penyusunan tugas akhir ini dapat terlaksana atas bantuan dari berbagai

pihak, melalui kesempatan ini, penulis menghanturkan rasa hormat dan sayang

kepada seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan spiritual dan

material kepada penulis, Melalui kesempatan ini, rasa hormat dan terima kasih

penulis ucapkan yang setinggi-tingginya kepada Ir.Hj. Fauziah Nurdin, M.P.

sebagai pembimbing Utama dan Ir. Andi Asdar Jaya. M.Si. sebagai pembimbing

anggota untuk membantu dan membimbing penulis hingga terselesainya

penyusunan tugas akhir ini.

Tak lupa pula rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang

tua kami yang tercinta dan saudara-saudara yang telah memberikan dorongan baik

material maupun spiritual yang tak henti-hentinya kepada penulis. Ucapan terima

kasih yang tak lupa pula penulis berikan kepada :

1) Bapak Ir. Andi Asdar Jaya, M.Si., Direktur Politeknik Pertanian Negeri
Pangkep;

2) Bapak Ir. Rimal Hamal, M.P., Ketua Jurusan Budidaya Perikanan;

3) Dosen, pegawai dan teknisi Jurusan Budidaya Perikanan pada khususnya,

dan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep pada umumnya.

iii
4) Bapak Toru selaku Pimpinan PT. Oriental Mutiara Indonesia, Bapak

Chandra C selaku pembimbing lapangan , seluruh karyawan dan teknisi

PT. Oriental Mutiara Indonesia.

5) Rekan-rekan seperjuangan Jurusan Budidaya angkatan XXV dan rekan se-

almamater yang tidak bisa disebut namanya satu persatu, semoga

persamaan yang tak mungkin terlupakan seumur hidup dan akan selalu

ada.

6) Semua keluarga yang selalu mendoakan dalam penyusunan tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari

kesempurnaan dan masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran

yang bersifat membangun penulis sangat harapkan, mudah-mudahan tugas akhir

ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Pangkep ,...........2015

Penulis

iii
RINGKASAN

RAHMAWATI.B (1222 007). ‘’Teknik Penanganan Spat Tiram Mutiara


(Pinctada maxima) Di Hatchery’’ di PT. Oriental Mutiara Indonesia, Kendari
Sulawesi Tenggara (dibawah Bimbingan Fauziah Nurdin dan Andi Asdar Jaya).

Mutiara merupakan salah satu komoditas dari sektor kelautan yang bernilai
ekonomi tinggi dan memiliki prospek pengembangan usaha dimasa yang akan
datang. Usaha untuk memperoleh mutiara saat ini mengalami perkembangan,
semula diperoleh dari hasil penyelaman di laut, sekarang sudah dilakukan dalam
bentuk budidaya. Mutiara menjadi barang mewah dan lebih disukai dari pada
emas, terutama di Jepang. Maka dari itu, dilakukan budidayauntuk menghasilkan
mutiara. Agar berkesinambungan jumlah tiram mutiara untuk pra operasi, maka
perusahaan besar sudah melakukan secara terintegrasi mulai benih sampai spat
dari pembenihan atau hatchery hingga pasca panen.Spat yang dihasilkan dari
hatchery lebih disukai oleh pengusaha budidaya mutiara karena ukurannya relatif
sama sehingga waktu pembudidayaan dapat dilakukan bersamaan dalam jumlah
yang besar.

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah agar mahasiswa yang
melaksanakan kegiatan tersebut dapat melaksanakan dan mempelajari secara
langsung Teknik Penanganan Spat Tiram Mutiara (Pinctada maxima) Di
Hatchery.

Penulisan tugas akhir ini disusun berdasarkan hasil Pengalaman Kerja


Praktek Mahasiswa (PKPM) yang dilaksanakan selama 3 bulan yaitu mulai bulan
Februari - April 2015 di PT. Oriental Mutiara Indonesia (OMI) Lokasi Proyek
Kayu angin, Kepulauan Tiworo, Kabupaten Muna Barat, Sulawesi Tenggara.
Metode yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah metode primer
dan sekunder.
Larva eye spot yang ditebar sebanyak 16.260.000 ekor. Jumlah yang
melekat pada kolektor tali sebanyak 16.260.000 ekor. Jumlah yang melekat pada
kolektor tali sebanyak 557.280 ekor sedangkan pada kolektor sakonet 728.640
ekor. Adapun perbedaan jumlah spat yang melekat karena perbedaan permukaan
dan posisi kolektor. Pada kolektor sakonet terbuat dari tikar yang permukaannya
kasar dan datar sehingga memudahkan untuk melekat tanpa menggunakan energi
sedangkan kolektor tali terbuat dari tali FE. Bila dibandingkan dengan umur
pemakaiannya, lebih efisien menggunakan kolektor tali dibandingkan kolektor
sakonet yang hanya sekali pemakaiannya.
DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN iii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat ............................................................... 2

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikiasi .............................................................................. 3

2.2 Morfologi ............................................................................... 5

2.3 Anatomi .................................................................................. 6

2.3.1 Kaki ............................................................................ 6

2.3.2 Mantel ........................................................................ 7

2.3.3 Organ Dalam .............................................................. 7

2.4 Penyebaran .............................................................................. 8

2.5 Siklus Hidup dan Reproduksi ................................................. 9

2.6 Makanan dan Kebiasaan makan .............................................. 11

2.7 Penanganan Spat ..................................................................... 11

iv
III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat .................................................................. 12

3.2 Alat dan Bahan ...................................................................... 12

3.3 Metode Pengumpulan Data .................................................. 13

3.3.1 Data Primer .................................................................... 13

3.3.2 Data Sekunder ................................................................ 14

3.4 Metode Pelaksanaan ............................................................... 14

3.4.1 Persiapan Wadah ........................................................... 14

3.4.2 Pemasangan Kolektor Secara Horizontal ..................... 15

3.4.3 Pemasangan Kolektor Secara Vertikal .......................... 15

3.4.4 Perhitungan Spat .......................................................... 16

3.4.5 Pemanenan dan Pengepakan ......................................... 17

3.5 Parameter yang diamati dan Analisa Data ............................. 17

3.5.1 Parameter yang diamati .................................................. 17

3.5.2 Analisa Data ................................................................... 18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jenis Kolektor .......................................................................... 19

4.1.1 Kolektor Tali ................................................................. 19

4.1.2 Kolektor Sakonet ......................................................... 19

4.2 Menghitung Spat .................................................................... 20

4.4 Pemanenan dan Pengepakan ................................................... 21

v
V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ............................................................................. 23

5.2 Saran ........................................................................................ 23

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

vi
DAFTAR TABEL

Halaman

1. Alat dan baha yang digunakan dalam penanganan spat tiram

mutiara ............................................................................................. 12

2. Bahan yang di gunakan untuk pemeliharaan spat tiram mutiara........ 13

3. Parameter kualitas air ....................................................................... 18

4. Kelangsungan hidup spat tiram mutiara .......................................... 20

5. Dosis pakan yang diberikan ............................................................ 21

vii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Cangkang bagian luar tiram mutiara (Pinctada maxima) ................ 4

2. Struktur kulit tiram mutiara (Pinctada maxima) .............................. 5

3. Anatomi tiram mutiara (Pinctada maxima) ...................................... 6

4. Siklus hidup tiram mutiara (P. maxima) ......................................... 10

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Persiapan wadah ............................................................. 25

Lampiran 2. Pemasangan kolektor ...................................................... 25

Lampiran 3. Pemanenan spat siap didederkan .......................... ......... 25

Lampiran 4. Jenis kolektor ........................................................ ......... 26

Lampiran 5. Menghitung spat................................................................ 26

Lampiran 6. Pengepakan ..................................................................... 26

Lampiran 7. Pengukuran kualitas air .................................................... 27

Lampiran 8. Membuat kolektor ............................................................ 27

ix
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tiram mutiara (Pinctada maxima) merupakan salah satu komoditas dari

sektor kelautan yang bernilai ekonomi tinggi dan memiliki prospek

pengembangan usaha dimasa yang akan datang. Usaha untuk memperoleh mutiara

saat ini mengalami perkembangan, semula diperoleh dari hasil penyelaman di

laut, sekarang sudah dilakukan dalam bentuk budidaya. Mutiara menjadi barang

mewah dan lebih disukai dari pada emas, terutama di Jepang. Maka dari itu,

dilakukan budidaya untuk menghasilkan mutiara. Ketersediaan benih berkualitas

secara kontinue menjadi salah satu masalah yang cukup pelik dalam

pengembangan budidaya tiram mutiara di Indonesia. Namun demikian,

meningkatnya kebutuhan benih dilain sisi juga memunculkan tantangan tersendiri

karena membuka peluang bagi masyarakat untuk terjun dalam usaha penyediaan

benih. Salah satu bagian dari usaha pembenihan tiram mutiara adalah

pemeliharaan larva dan spat.

Agar berkesinambungan jumlah tiram mutiara untuk pra operasi, maka

perusahaan besar sudah melakukan secara terintegrasi mulai benih sampai spat

dari pembenihan atau hatchery hingga pasca panen. Spat yang dihasilkan dari

hatchery lebih disukai oleh pengusaha budidaya mutiara karena ukurannya relatif

sama sehingga waktu pembudidayaan dapat dilakukan bersamaan dalam jumlah

yang besar.

1
1.2 Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah memperkuat

penguasaan teknik penanganan spat tiram mutiara (P.maxima) di hatchery di PT.

Oriental Mutiara Indonesia Kendari Sulawesi Tenggara.

Manfaat penulisan tugas akhir ini adalah untuk memperluas wawasan,

kompetensi keahlian mahasiswa dalam berkarya di masyarakat kelak khususnya

mengenai teknik penanganan spat tiram mutiara (p.maxima).

2
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi

Tiram mutiara termasuk dalam phylum mollusca. Phylum ini terdiri atas 6

klas yaitu: Monoplancohora, Amphineura, Gastropoda, Lamellibrachiata, atau P

ellcypod, seaphopoda, dan Cephalopoda (Mulyanto,1987). Tiram merupakan hew

an yang mempunyai cangkang yang sangat keras dan tidak simetris. Hewan ini

tidak bertulang belakang dan bertubuh lunak.

Klasifikasi tiram mutiara menurut Mulyanto (1987) dan Sutaman (1993)

adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Sub kingdom : Invertebrata

Phylum : Mollusca

Klas : Pellecypoda

Ordo : Anysomyaria

Famili : Pteridae

Genus : Pinctada

Spesies : Pinctada maxima

Ada beberapa jenis tiram mutiara di Indonesia antara lain adalah Pinctada

maxima, Pinctada margaritifera, Pinctada fucata, Pteria penguin dan Pinctada

lentiginusa. Tetapi sebagai penghasil mutiara yang terpenting ada 3 jenis yaitu

Pincata maxima, Pinctada margaritifera, dan Pteria penguin (Sutaman 1993).

3
2.2 Morfologi

Bentuk luar tiram mutiara tampak seperti batu karang yang tidak ada

tanda-tanda kehidupan. Tetapi dibalik kekokohan tersebut terdapat organ yang

dapat mengatur segala aktivitas kehidupan dari tiram itu sendiri. Menurut Winanto

(2000), secara morfologi tiram mutiara memiliki sepasang cangkang, bentuknya

pipih, berwarna kuning tua sampai kuning kecokelatan dimana bentuk, ukuran,

dan warna cangkang digunakan untuk membedakan antara jenis yang satu dengan

jenis lainnya (Mulyanto 1987). Kedua cangkang tersebut tidak sama bentuknya

(inequivalve), cangkang kanan agak pipih sedangkan cangkang kirinya lebih

cembung. Dibagian tengah dorsal sepasang cangkang dihubungkan oleh semacam

engsel berupa ligamen yang elastis serta adanya gigi engsel. Kedua cangkang

dihubungkan oleh otot yang liat dan kuat (otot adductor) yang berfungsi untuk

membuka dan menutup cangkang. Cangkang bagian dalam berwarna putih

mengkilap atau disebut lapisan nacre (mother of pearl). Pada bagian sentral

lapisan nacrenya berwarna kuning emas (gold-up), diluar batas garis nacre (non

nacre border) berwarna cokelat kehitaman.

Gambar 1 Cangkang bagian luar tiram mutiara

4
Menurut Wada (1991), cangkang tiram mutiara terdiri dari 3 lapisan yaitu

lapisan periostracum, lapisan perismatik dan lapisan nacreous. Ketiga lapisan

tersebut, jika dilihat dari zat penyusunnya masing-masing adalah sebagai berikut :

1. Lapisan periostracum adalah lapisan kulit terluar yang kasar yang

tersusun dari zat organik yang menyerupai tanduk.

2. Lapisan prismatik adalah lapisan kedua yang tersusun dari kristal-kristal

kecil yang berbentuk prisma dari hexagonal calcite.

3. Lapisan mutiara atau nacre adalah lapisan kulit sebelah dalam yang

tersusun dari kalsium karbonat (CaCo3). Secara skematik, struktur kulit

tiram mutiara dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Struktur kulit tiram mutiara

5
2.3 Anatomi

Secara garis besar, anatomi tiram mutiara terdiri dari tiga bagian yaitu

kaki, mantel dan kumpulan organ dalam (Sutaman 1993),yang dapat dilihat pada

Gambar 3.

Gambar 3 Anatomi tiram mutiara

2.3.1 Kaki

Kaki merupakan salah satu bagian tubuh tiram yang bersifat elastis,

berbentuk seperti lidah yang terdiri dari susunan jaringan otot, dapat memanjang

dan memendek tiga kali dari keadaan normalnya. Kaki berfungsi sebagai alat

gerak hanya pada masa mudanya sebelum menempel pada suatu substrat (Aswan

1996). Pada bagian kaki terdapat bisus yaitu suatu bagian tubuh yang berbentuk

serabut berwarna hitam berfungsi sebagai alat untuk melekat pada suatu substrat

yang disukai. Sesudah kerang menetap dengan bisusnya, kaki tidak dipergunakan

lagi. Selain itu, kaki kerang berfungsi untuk membersihkan kotoran yang mungkin

menempel pada insang maupun pada mantelnya (Sutaman 1993).

6
2.3.2 Mantel

Seperti semua jenis mollusca, cangkang tiram mutiara terbentuk oleh

mantel. Mantel ini yang membungkus organ dalam yang terletak antara cangkang

dan epitel luar dan organ dalam. Mantel ini terdiri dari dua bagian yaitu belahan

mantel kiri dan bagian kanan. Keduanya berhubungan satu sama lain sepanjang

garis punggung bagian tengah.

Mantel tidak hanya berfungsi memisahkan organ dalam dengan cangkang,

tetapi juga menyeleksi unsur-unsur yang terhisap dan menyemburkan kotoran

keluar. Selain itu, mantel juga berfungsi seperti insang yang menjalankan kegiatan

utama pada pernafasan dan menghisap makanan (Aswan 1996). Selanjutnya,

Sutaman (1993) menyatakan bahwa pada sel-sel epitel luar dari mantel akan

menghasilkan kristal kalsium karbonat (CaCO3) dalam bentuk kristal aragonit

yang lebih dikenal dengan lapisan mutiara atau nacre. Sel-sel ini juga membentuk

bahan organik protein yang disebut kokhiolin (C32H48N2O11) sebagai bahan

perekat kristal kapur.

2.3.3 Organ Dalam

Bagian ini merupakan organ yang tersembunyi setelah bagian mantel dan

merupakan pusat aktivitas kehidupan dari kerang mutiara tersebut. Organ dalam

ini terdiri dari otot, insang, mulut, lambung, usus, jantung, susunan syaraf dan alat

kelamin.

Tiram mempunyai sebuah otot yang keras, terletak di tengah dan

menyilang dari cangkang kiri ke kanan di dalam tubuhnya. Otot ini berfungsi

untuk membuka dan menutup cangkang. Di samping otot adductor juga terdapat

sepasang otot retrator pada kaki, dua pasang posterior, orbicular retractor pada

7
mantel, intrinsic pada kaki dan perut, branchial band dan otot cardinal. Masing-

masing otot tersebut mempunyai fungsi tertentu.

Tiram mutiara memiliki 2 pasang insang yang terletak di sebelah kiri dan

kanan dimana fungsi utamanya untuk bernafas dan mengumpulkan makanan.

Tiram mengambil makanan dengan jalan menyaring makanan yang ada dalam laut

(filter feeder). Makanan yang ditelan masuk dari mulut kemudian melalui

kerongkongan yang pendek langsung masuk ke perut. Dari perut sisa makanan

(kotoran) akan dibuang melalui saluran usus yang relatif pendek dan berbentuk S

lalu keluar lewat usus (Winanto 1991).

Menurut Aswan (1996) jantung terdiri dari satu ventrikel dan aurikel

lateral. Pembuluh darah aorta anterior dan posterior membawa darah yang tidak

berwarna dari jantung ke seluruh organ tubuh. Selain itu, tiram juga dilengkapi

dengan sistem saraf yang terdiri dari sepasang simpul saraf pusat atau merupakan

susunan saraf otak sederhana dengan tali urat saraf dan alat perasa yang sederhana

(Winanto 1991).

2.4 Penyebaran

Tiram mutiara jenis Pinctada sp. yang banyak dijumpai diberbagai negara

seperti Filipina, Thailand, Birma, Australia, dan perairan Indonesia sebenarnya

lebih menyukai hidup di daerah batuan karang atau dasar perairan yang berpasir.

Di samping itu juga banyak dijumpai pada kedalaman antara 20 – 60 m. Untuk

perairan Indonesia sendiri jenis tiram Pinctada maxima banyak terdapat di

wilayah Indonesia bagian timur, seperti Irian Jaya, Sulawesi dan gugusan laut

Arafuru.

8
Pertumbuhan tiram mutiara biasanya sangat tergantung pada temperatur

air, salinitas, makanan yang cukup dan persentase kimia dalam air laut. Pada

musim panas, dimana suhu air naik, tiram mutiara dapat tumbuh secara maksimal.

Namun, jika suhu dan salinitas sepanjang tahun stabil dengan kondisi lingkungan

yang ideal, maka pertumbuhan pun akan stabil pula, dengan pertumbuhan

maksimum bisa mencapai 1 cm per bulan

2.5 Siklus hidup dan Reproduksi

Tiram mutiara memiliki jenis kelamin yang terpisah, kematangan gonad

dicapai saat ukurannya sudah mencapai 17,5 cm untuk jantan dan 16 cm untuk

betina dan usianya kira-kira dua tahun. Jika pertumbuhannya cepat biasanya satu

tahun sudah matang gonad dan jika lambat bisa mencapai tiga tahun (Wada,

1991). Tiram mutiara dapat tumbuh dengan baik pada musim panas dimana suhu

air tinggi. Pemijahan sering terjadi akibat perubahan suhu yang ekstrem atau

tejadi perubahan lingkungan yang tiba-tiba (Candra, 2008).

Tiram mutiara mulai memijah pada saat suhu perairan mulai meningkat

sampai 25°C dengan pH air 7,8 pada kondisi alam. Tiram mutiara biasanya

memijah dua kali setahun yaitu awal bulan Juli sampai bulan Agustus dan pada

akhir bulan Desember sampai awal bulan Februari (Tintun dan Winanto, 1988).

Induk tiram betina yang sudah memijah akan mengeluarkan telur yang kemudian

akan dibuahi oleh sel kelamin jantan (sperma). Siklus hidup tiram mutiara dapat

dilihat pada Gambar 4.

9
Gambar 4. Siklus hidup tiram mutiara

Winanto (2004) menyatakan, larva pada umur 12-14 hari mengalami

metamorfosis menjadi fase umbo yang ditandai dengan adanya tonjolan pada

bagian dorsal. Larva pediveliger mulai mencari tempat untuk menempel,

pertumbuhan awal cangkang terlihat pada bagian tepi cangkang, bentuknya sangat

tipis, transparan, dan tersusun oleh selaput tipis conchiolin. Pada waktu yang

sama, benang – benang bisus tumbuh dan memiliki fungsi untuk menempel.

Organ lain yang berkembang, yaitu labial palp dan insang. Stadia pertumbuhan

setelah pediveliger ini biasanya disebut plantigrade (CMFRI, 1991). Selanjutnya

dikatakan bahwa perkembangan akhir larva, yaitu plantigrade berubah menjadi

spat, bentuknya menyerupai tiram mutira dewasa, mempunyai engsel, auricular

depan dan belakang serta takik bisus. Cangkang sebelah kiri lebih cembung dari

pada yang kanan. Spat menempelkan diri pada substrat dengan bantuan benang –

benang bisus. Laju pertumbuhan dari stadia larva sampai spat pada satu tempat

dan tempat yang lain berbeda-beda, tergantung dari faktor lingkungan (Sutaman

1993).

10
2.5 Makanan dan Kebiasaan Makan

Beberapa jenis mikroalga yang umum diberikan untuk larva tiram mutiara

adalah Diatom jenis Chatoceros, amami, moleri dan grasilis. Cara makan dari

tiram mutiara ini dilakukan dengan menyaring air laut (filter feeder). Sedangkan

cara mengambil makanannya dilakukan dengan menggetarkan insang yang

menyebabkan air masuk ke dalam rongga mantel. Kemudian dengan

menggerakkan bulu insang, maka plankton yang masuk akan berkumpul

disekeliling insang. Selanjutnya melalui gerakan labial palp plankton akan masuk

ke dalam mulut.

2.6 Penanganan Spat

Pemeliharaan larva hingga spat akan berhasil jika memperhatikan terjadinya

periode kritis. Menurut Winanto (2004) selama pertumbuhan, larva mengalami

tiga kali periode kritis yaitu pada fase D-shape , fase umbo dan periode kritis yang

ketiga yaitu pada fase plantigrade. Fase plantigrade adalah perkembangan akhir

larva dari planktonik ke sessil berubah menjadi spat sehingga perlu substrat untuk

melekat. Tempat melekat spat disebut kolektor. Koektor tali jenis tali penil dengan

panjang 30 cm, sedangkan sakonet terbuat dari tikar yang berwarna hitam dengan

permukaannya yang kasar dengan lebar 30x30 cm.

11
III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Tugas akhir ini disusun berdasarkan hasil kegiatan Pengalaman Kerja

Praktik Mahasiswa (PKPM) yang telah dilaksanakan selama 3 bulan yaitu mulai

bulan Februari - April 2015 di PT. Oriental Mutiara Indonesia (OMI) Lokasi

Proyek Kayu Angin, Kepulauan Tiworo , Kabupaten Muna Barat, Sulawesi

Tenggara.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penanganan spat tiram mutiara di

Hatchery dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1. Alat yang digunakan dalam praktek penangan spat tiram mutiara
Alat Spesifikasi/ Fungsi
jumlah
Bak/tengki 10 ton/6 buah Tempat pemeliharaan larva dan spat
Blower 2 buah Untuk suplay oksigen terlarut
Batu aerasi 30-35 buah Untuk menyebar oksigen
Pipa aerasi 30-35 batang Untuk menyalurkan oksigen
Kolektor tali dan sakonet Tali fenil dan Substrat tempat menempelnya spat
tikar
Selang 10 meter Menyalurkan air ke bak
Tali 15 meter Mengikatkan kolektor pada pipa
Pipa 10 batang Sebagai penyangga
Basket dan mesh size 6 30 buah Tempat menggantung kolektor
Stereofoam 2 buah Wadah menyimpan spat yang akan
trun laut
Pemberat 60-70 buah Untuk pemberat spat saat trun laut
Karung nener 60-70 buah Tempat net/basket yang akan turun
laut
Kawat dan tali 70 batang Untuk mengikat karung nener
Handrefrakto meter 1 buah Untuk mengukur salinitas air
Thermometer 1 buah Untuk mengukur suhu air

12
Alat Spesifikasi/ Fungsi
Jumlah
pH 1 lembar Untuk mengukur pH air
Gunting 1 buah Untuk memotong tali rafia
Kantong plastik 2 lembar Untuk membungkus kolektor
Lakban 1 buah Untuk mengeratkan kardus
Koran 8 lembar Membungkus es batu
Stereofoam 2 buah Untuk menyimpan spat yang telah
dibungkus kantong plastik
Kardus 2 buah Tempat stereofoa
Tali rafia 10 meter Mengikat kardus agar lebih kuat
Counter 2 buah Menghitung spat yang akan
ditebar
Sumber : PT.Oriental Mutiara Indonesia

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penanganan spat dapat di lihat pada Tabel 2

Tabel 2 Bahan yang Digunakan Untuk Pemeliharaan Spat Tiram Mutiara yaitu :

Bahan Spesifikasi Kegunaan

Spat Umur 16-40 hari Sebagai benih kerang mutiara


Pakan alami Chetoceros sp Sebagai pakan spat
Air laut 10 ton Media pemeliharaan spat
Chloramphenicol 20 % Pencegah penyakit
Hcl 70 % Membunuh organisme-
organisme renik
Sabun cair Mama lemon Untuk desinfektan bak
Sumber : PT. Oriental Mutiara Indonesia

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dari penulisan ini berupa data primer dan sekunder.

3.3.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dengan cara melaksanakan dan

mengikuti secara langsung kegiatan PKPM pada unit kegiatan pembenihan tiram

mutiara (P. maxima) di PT. Oriental Mutiara Indonesia (OMI) pada saat

melakukan PKPM.

13
3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dengan cara :

1. Observasi yaitu pengamatan dan pencatatan secara mendetail semua hasil

kegiatan.

2. Wawancara langsung dengan berbagai pihak dalam ruang lingkup

pembenihan tiram mutiara .

3. Pustaka, yaitu data dikumpulkan melalui buku-buku laporan dan referensi

lainnya yang terkait dengan judul tugas akhir.

3.4 Metode Pelaksanaan

3.4.1 Persiapan Wadah

 Alat dan bahan disiapkan terlebih dahulu

 Tangki/bak dibilas dengan air tawar kemudian dicuci dengan

menggunakan sabun cair (Mama lemon).

 Pada dinding dan dasar bak digosok hingga tidak ada kotoran yang

melekat.

 Kemudian dibilas kembali dengan air tawar hingga bersih lalu

diberikan larutan Hcl agar organisme-organisme renik benar-benar

mati kemudian dibilas kembali hingga bersih.

 Tangki diisi air laut sebanyak 10 ton lalu ditambahkan larutan

Chloramphenicol sebanyak 20% .

 Bak siap digunakan (Lampiran 1)

14
3.4.2 Pemasangan Kolektor Secara Horizontal

 Bak/Tangki yang telah berisi 10 ton air dibentangkan tali

penggantungan di atas permukaan bak.

 Kolektor yang telah dibuat disimpan di atas tali secara mendatar

secara bertumpukan saling sambung menyambung sehingga

memudahkan larva untuk melekat.

 Pipa aerasi dipasang sebanyak 30-35 batang dan diberikan udara

yang kencang agar larva mudah melekat pada substrat.

 Pipa aerasi dipasang secara bersilang agar udara di dalam air

menyebar.

 Larva yang siap melekat fase eye spot atau berumur 16 hari di

masukkan kedalam bak.

 Jika perkembangan larva normal, larva sudah dapat melekat pada

kolektor 2-3 hari

3.4.3 Pemasangan Kolektor Secara Vertikal

 Alat dan bahan disiapkan

 Bak/tangki yang telah diisi air laut 10 ton dipasangkan pipa

melentang di atas permukaan bak/tangki

 kolektor yang telah ditempeli spat dipindahkan dari bak

penggantungan horizontal ke bak penggantungan secara vertikal

tujuannya untuk memudahkan pelekatan spat.

 Kolektor diikat pada pipa yang dipasang pada permukaan bak.

15
 Kolektor diikat dengan memisahkan spat yang banyak menempel,

sedang dan sedikit untuk memudahkan menghitung jumlah spat.

 Pipa aerasi dipasang 30-35 batang dan diberikan udara yang kencang

lalu dipasang di bawah kolektor

 Pergantian air dilakukan 50-100% setiap 2-3 hari.

 Spat dipelihara 28-40 hari hingga spat siap didederkan (Lampiran 2).

3.4.4 Perhitungan Spat

 Alat dan bahan disiapkan

 Kolektor yang telah ditempeli spat diambil 3 bagian yaitu sampel

banyak, sedang dan sedikit.

 Kolektor yang telah dipilih dihitung satu per satu dengan

menggunakan counter.

 Sampel yang telah dihitung dari ketiga kolektor tersebut di

jumlahkan, kemudian dari jumlahan tersebut dibagi 3 (jumlah

kolektor yang di hitung) untuk mendapatkan jumlah rata-rata spat,

dan untuk mendapatkan jumlah keseluruhan dikalikan dengan semua

jumlah kolektor.

 Di dapatkan hasil jumlah yang menempel dalam 1 bak (Lampiran 3)

3.4.5 Pemanenan dan Pengepakan

 Alat dan bahan disiapkan

 Kolektor diangkat dari bak/tangki penggantungan

 Ikatan kolektor pada bingkai kolektor dilepaskan.

16
 Kolektor dimasukkan ke dalam kantong plastik dengan cara

mendatar dan dilakukan secara pelan-pelan agar spat tidak stres.

 Mulut kantong dilipat dengan rapi setelah itu spat di masukkan

kedalam stereofoam.

 Botol es diambil lalu dibungkus dengan koran, kemudian

dimasukkan kedalam stereofoam yang berisi spat agar suhu tetap

normal.

 Stereofoam ditutup lalu dilakban kemudian stereofoam dimasukkan

ke dalam kardus lalu diikat kembali dengan tali rafia agar kardus

rapi dan tidak terbongkar.

 Spat siap diangkut ke tempat tujuan. Gambar pengepakan (Lampiran

4).

3.5 Parameter yang diamati dan Analisa data

3.5.1 Parameter yang diamati

Menurut Winanto ect al, (2004) Tempat pemeliharaan spat yang baik

pada suhu dan salinitas optimum untuk spat P.maxima adalah 28 oC dan 32–34

‰, Parameter yang diamati dilapangan dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 3. Parameter kualitas air


NO Parameter Hasil pengukuran Satua
1. Salinitas 30-35 Ppt
0
2. Suhu 29-30 C
3. pH 7 -
Sumber : PT. Oriental Mutiara Indonesia

17
3.5.2 Analisa data

Spat adalah bagian siklus hidup tiram mutiara yang sudah melekat pada

substrat. Untuk menghitung spat yang menempel pada kolektor, maka digunakan

rumus menurut PT. Oriemtal Mutiara Indonesia Kendari (2015).

 Jumlah spat pada kolektor tali

jumlah sampel
x jumlah tali x banyaknya kolektor
banyaknya sampel

 Jumlah spat pada kolektor sakonet

jumlah sampel
x jumlah ruas x banyaknya lembar sakonet
banyaknya sampel

Jumlah spat yang ditebar


 SR = jumlah spat yang menepel x 100%

No
 SR = x 100%
Nt

Ket :

SR = tingkat kelangsungan hidup

No = jumlah spat yang ditebar

Nt = jumlah spat yang menempel

18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jenis Kolektor

Faktor yang mempengaruhi kebiasaan atau kesukaan menempel spat

adalah kedalaman, bentuk/posisi kolektor, dan permukaan substrat yang keras dan

kasar. Kondisi awal spat ini merupakan masa yang sangat kritis karena bisusnya

belum permanen. Secara umum bahan kolektor yang baik yaitu tidak

mengeluarkan senyawa kimia jika bereaksi dengan air laut, menarik minat spat

untuk melekat, dan tidak mengganggu pertumbuhan. Ada dua jenis kolektor yang

digunakan yaitu:

4.1.1 Kolektor Tali

kolektor tali terbuat dari tali fenil, dibuat dengan cara memotong tali

berukuran 30 cm dengan menganyam tali sebanyak 24 dan mengikatkan ujung tali

pada bingkai yang terbuat dari besi. Kolektor ini dapat digunakan berkali-kali

namun sebelum digunakan direndam di dalam air panas selama 1-2 menit, dengan

tujuan agar sisa-sisa organisme yang melekat pada kolektor mati.

4.1.2 kolektor sakonet

Bahan kolektor sakonet ini terbuat dari bahan tikar yang berwarna hitam

dangan permukaan yang kasar berukuran 30 cm x 30 cm, pada ujung kolektor ini

diikatkan pada bingkai besi. Kolektor ini hanya dapat digunakan 1 kali pemakaian

namun sebelum digunakan direndam seharian agar spat mudah melekat (Lampiran

6).

19
4.2 Perhitungan Spat

Spat adalah rangkaian akhir perkembangan larva, bentuk menyerupai

tiram mutiara dewasa, mempunyai engsel dan bisus. Spat melekat diri pada

substrat dengan bantuan benang – benang bisus. Pada fase ini, butuh substrat

untuk melekat dan merupakan fase yang sangat kritis. Apabila tidak menemukan

substrat untuk melekat, maka akan mati. Menurut Winanto (2004) Selama

pertumbuhan, larva mengalami tiga masa krisis, pertama, pada fase D shape, fase

umbo dan fase plantigride.

Berdasarkan hasil perhitungan, yang melekat pada kolektor tali dan

kolektor sakonet, maka diperoleh data seperti terlihat pada Tabel 3

Tabel 3 Kelangsungan hidup spat tiram mutiara


∑ larva eye ∑ spat yang melekat (ekor) ∑ spat yang ditebar
spot Kolektor tali Koektor sakonet (%)

16.260.000 557.280 728.920 7,90


Sumber : PT. Oriental Mutiara Indonesia

Berdasarkan Tabel 4 bahwa jumlah larva eye spot yang melekat pada

kolektor tali dan sakonet masing-masing sebanyak 557.280 ekor dan 728.920 ekor

dari total 16.260.000 ekor yang ditebar. Pada kolektor sakonet relatif lebih banyak

yang melekat dibandingkan dengan kolektor tali. Adanya perbedaan ini karena

permukaan kolektor dan posisi kolektor. Kolektor sakonet terbuat dari tikar yang

permukaannya lebih kasar dan datar sehingga memudahkan spat melekat dan

tidak perlu menggunakan energi untuk melekat. Akan tetapi lebih efisien

menggunakan kolektor tali karena dapat digunakan beberapa kali sementara

sakonet hanya sekali. Menurut Winanto (2004) bahwa kesukaan melekat spat

dipengaruhi oleh bentuk/posisi kolektor dan permukaan substrat keras dan kasar.

20
Pemeliharaan ini berlangsung selama 40 hari dengan jenis pakan yang

berikan pada spat seperti pada Tabel 4.

Tabel 4 Dosis pakan yang diberikan


Dosis pakan Asumsi pakan
Stadia Umur Ukuran
c.amami c.moleri c.grasilis (sel/ml/hari)
Eye spot 16-20 130µ-136µ 30 40 30 17.000
Plantigrade 21-28 230µ-240µ 10 45 45 19.000
Spat 29-40 0,5-1 mm - 50 50 30.000
Sumber : PT. Oriental Mutiara Indonesia

Pada tabel 4 terlihat bahwa asumsi pakan yang diberikan bertambah

seiring dengan perkembangan larva. Pada stadia spat diberikan c.moleri dan

c.grasilis dengan perbandingan yang sama. Jumlah pakan yang diberikan 30.000

sel/ml/hari dan pergantian air sebesar 50-100% setiap 2-3 hari untuk memperbaiki

kualitas air karena sangat berpengaruh bagi pertumbuhan tingkat kelangsungan

hidup spat di Hatchery. Namun TRH/SR yang diperoleh sampai akhir

pemeliharaan di Hatchery relatif rendah yaitu 7,90 %. Hal ini karena kondisi spat

yang lemah sehingga bisusnya tidak mampu menempel pada kolektor sehingga

menyebabkan kematian.

4.3 Pemanenan dan Pengepakan

Pemanenan dilakukan setelah 40 hari masa pemeliharaan dengan cara

mengangkat kolektor dari bak pemeliharaan. Pemanenan ini bertujuan untuk

memindahkan spat dari Hatchery ke laut.

Pengepakan dilakukan dengan metode kering, diperlukan wadah berupah

stereofoam yang besarnya sesuai dengan kolektor yang diangkut. Dengan cara

memasukkan kolektor yang telah ditempeli spat kedalam kantong plastik. Selama

21
pengangkutan dengan metode kering ini diberikan balok es yang telah dibungkus

koran agar spat tetap lembab selama pengiriman untuk selanjutnya dimasukkan

kedalam kardus (Lampiran 7).

22
V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Jumlah spat yang melekat pada kolektor tali sebanyak 557.280 ekor

sedangkan sakonet 728.640 ekor.

2. Kualitas air meliputi suhu 29-300C, pH 7 dan salinitasnya 30-35 ppt

kisaran yang layak untuk pertumbuhan spat.

3. Pakan yang diberikan adalah Diatom jenis Chaetoceros yaitu

c.amami, c.moleri, c.egrasilis.

4. SR spat selama pemeliharaan di Hatchery adalah 7,90 %.

5.2 Saran

Adapun saran untuk pemeliharaan spat tiram mutiara untuk kedepannya

yaitu perlu dilakukan penelitian agar spat yang dipelihara di Hatchery SRnya

meningkat.

23
LAMPIRAN

24
Lampiran 1. Persiapan wadah

Lampiran 2. Pemasangan kolektor

Lampiran 3. Pemanenan spat siap didederkan

24
Lampiran 4. Jenis kolektor

Lampiran 5. Menghitung spat

Lampiran 6. Pengepakan

24
Lampiran 7. Pengukuran kualitas air

Lampiran 8. Membuat kolektor

24
DAFTAR PUSTAKA

Aswan, 1996. Teknik Pemeliharaan Kerang Mutiara (Pinctada maxima) Pasca


Operasi dengan Sistem Tento Dasar di PT. Bacan Pearl, Maluku Utara.
Tugas Akir: Jurusan Budidaya Perikanan Politeknik Pertanian
Universitas Hasanuddin Segeri Mandalle, Pangkep.

CMFRI, 1991. Pearl Oyster Farming and Pearl Cultur. Training Manual No.8.
Regional Seafarming Development and Demonstration Project.
RAS/90/002. Bangkok, Thailand. 103 p.

Mulyanto., 1987. “Teknik Budidaya Laut Tiram Mutiara di Indonesia”. Direktorat


Jenderal Perikanan – International Development Research Centre,
Jakarta.

Sutaman. 1993. Tiram Mutiara Teknik Budidaya dan Proses Pembuatan Mutiara.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 128 hlm

Wada, K.T., 1991. The Pearl Oyster Pincatada máxima (Gold) (Famili Pteridae)
dalam Estuarine and Marine Bivalve Mollusc Culture. CRD Press Inc,
Bostom. Chapter 18: 246-258.

Winanto, T. 1991. Pembenihan Kerang Mutiara. Buletin Budidaya Laut No. 1. Balai
Budidaya Laut Lampung: Lampung.

Winanto,T dan S.Basi Dhon., 1998. Rekayasa Teknologi Pemeliharaan Larva


Tiram Mutiara (Pinctada maxima). Pertemuan Koordinasi dan
Pemantapan Rekayasa Teknologi Pembenihan Lintas UPT, Ditjen.
Perikanan, Maret 1998. Puncak, Bogor.

Winanto,T. 2000. Freferensi Spat Kerang Mutiara Pinctada maxima (JAMESON)


(Bivalvia:Pteriidae Terhadap Diameter dan Tingkat Kekerasan bahan
Kolektor). Lampung Selatan.

Winanto,T. 2004. “Memproduksi Benih Tiram Mutiara”. Depok.: Penebar


Swadaya.
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Mei 1993 di Dusun Bontokura,

Desa Karelayu Kec. Tamalatea Kab. Jeneponto, Sulawesi Selatan

dan merupakan anak bungsuh dari 6 bersaudara dari pasangan

keluarga Basoddin dan Sari. Penulis lulus di sekolah SDN

INPRES 206 BONTOKURA pada tahun 2006 dan pada tahun

yang sama melanjutkan pendidikan di SMPN 1 POKOBULO dan

tamat pada tahun 2008. Penulis kembali melanjutkan pendidikan SMK NEGERI 3

JENEPONTO dan selesai pada tahun 2011, pada tahun 2011-2012 penulis bekerja. Pada

tahun 2012, penulis kembali melanjutkan studi dan di terima sebagai Mahasiswa Politeknik

Pertanian Negeri Pangkep dan memilih jurusan Budidaya perikanan. Selama mengikuti

program pendidikan di politeknik pertanian negeri pangkep, penulis aktif di organisasi

internal yaitu Himpunan Mahasiswa Budidaya Perikanan (HIMADIKA).

Pada tahun 2015 penulis mengikuti kegiatan pengalaman kerja praktik mahasiswa

( PKPM ), dimulai bulan Februari hingga April 2015 di PT. Oriental Mutiara Indonesia

(OMI) Kendari, Sulawesi Tenggara dan menulis tugas akhir dengan judul ‘’ Teknik

penanganan spat kerang mutiara di Hatchery’’ PT. Oriental Mutiara Indonesia ( OMI )

Kendari.

Anda mungkin juga menyukai