Anda di halaman 1dari 25

Maseral pada batubara analog dengan mineral pada batuan atau bagian

terkecil dari batubara yang bisa teramati dengan mikroskop. Dengan


mikroskop (sinar pantul) maseral dapat dibedakan berdasarkan pada
reflektifitasnya dan morfologinya. Maseral dengan sifat optis dan susunan
kimia yang sama dimasukkan dalam satu grup maseral (Stach, 1982).
Menurut ICCP (International Committee for Coal Petrology, 1963, 1971 dan
1975), klasifikasi maseral dapat terlihat seperti Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Klasifikasi maseral pada browncoal (ICCP, 1975)

GRUPMASERAL SUBGRUPMASERAL MASERAL TIPE MASERAL


Textinit
Humotelinit Ulminit Texto-Ulminit
Eu-Ulminit
Humodetrinit Attrinit
Huminit Densinit
Gelinit Porigelinit
Humocollinit Levigelinit
Corpohuminit Phlobaphinit
Pseudophlobaphinit
Sporinit
Cutinit
Resinit
Liptinit Suberinit
Alginit
Liptodetrinit
Chloriphyllinit
Fusinit
Semifusinit
Inertinit Macrinit
Sclerotinit
Inertodetrinit

Genesa Batubara Ditinjau Dari Maseral - 1


Tabel 2. Klasifikasi maseral pada hardcoal (ICCP, 1975)

GRUPMASERAL MASERAL MASERALTYP


Telinit
Telicollinit
Vitrinit Collinit Gelocollinit
Desmocollinit
Corpocollinit
Vitrodetrinit
Sporinit
Cutinit
Resinit
Alginit
Liptinit Suberinit
Bituminit
Fluorinit
Exsudatinit
Chlorophyllinit
Liptodetrinit
Fusinit
Semifusinit
Inertinit Sclerotinit
Macrinit
Inertodetrinit
Micrinit

Maseral grup Liptinit (Exinit) dan maseral grup Inertinit pada Browncoal dan
Hardcoal mempunyai nama yang sama. Korelasi grup maseral Huminit pada
Browncoal dan Vitrinit pada Hardcoal dapat terlihat pada Tabel 3.

Pada batubara dengan rank rendah (browncoal), maka Liptinit yang relatif
kaya akan Hidrogen, mempunyai reflektifitas yang paling rendah. Sementara
Inertinit, yang relatif kaya akan unsur karbon , mempunyai reflektifitas yang
paling tinggi (Gambar 1).

Menurut Teichmueller (1987) dan Alpern & Lemos de Sousa (1970) Liptinit
pada batubara mempunyai kandungan zat terbang paling rendah dan bisa
mencapai harga reflektifitas yang sama dengan Vitrinit pada rank batubara
dengan R-Vitrinit kira-kira 1,5% (Gambar 2).

Genesa Batubara Ditinjau Dari Maseral - 2


Tabel 3. Korelasi maseral huminit dan maseral vitrinit (ICCP, 1975)

BROWNCOAL HARDCOAL
Grup Subgrup Maseral Maseraltyp Maseraltyp Maseral Grup
Maseral Maseral Maseral

Textinit
Humotelinit Ulminit Texto-Ulminit Telinit 1 Telinit
Eu-Ulminit Telinit 2
Humodetrinit Atrinit Vitrodetrinit
Densinit Desmocollinit
Huminit Detrogelinit Vitrinit
Gelinit Levigelinit Telogelonit Telocollinit Collinit
Humocollinit Eugelinit Gelocollinit
Porigelinit
Corpo- Phlobaphinit Corpocollinit
huminit
Pesudo-
phlobaphinit

Left : vitrinite showing structure; middle: part of a megaspore;


right : fusinite. Polished surfaces; oil imm. ca. 300 x.

Gambar 1. Perbandingan tiga grup maseral

Genesa Batubara Ditinjau Dari Maseral - 3


Gambar 2. Perkembangan reflektifitas tiap maseral (Alpern & Llemos de
Sousa, 1970)

Vitrinit pada dasarnya berasal dari selulosa (C6 H10 O5) dan lignin dinding sel
pada tumbuhan. Beberapa maseral pada grup Vitrinit berasal dari Tanin
yang terimpregnasi pada dinding sel atau sebagai pengisi rongga sel.
Protein dan Lipide juga merupakan material pembentuk dari Vitrinit (seperti
Huminit). Maseral ini dapat dikenal dari fraksi aromatik yang tinggi dan kaya
akan Oksigen.

Vitrinit dan Liptinit dibedakan dari material pembentuknya. Liptinit berasal


dari sisa tumbuhan berupa : spora, resin/getah, lilin dan lemak. Maseral ini
dicirikan oleh kandungan fraksi alifatik (parafin) yang tinggi. Inertinit berasal
dari material yang sama dengan material vitrinit dan Liptinit.

1. GRUP VITRINIT

Teichmueller (1989) membagi bagian awal pembentukan maseral ini dalam


dua proses, yaitu Humifikasi dan Gelifikasi Biokimia.
Humifikasi adalah proses utama dalam stadium gambut. Proses ini terjadi
paling kuat pada bagian permukaan gambut akibat oksidasi lemah dan
aktifitas mikrobiologi.

Genesa Batubara Ditinjau Dari Maseral - 4


Gelifikasi biokimia merupakan proses lanjutan dari material yang sudah
terhumifukasi. Material ini total atau sebagian struktur selnya hilang
(peptidisation, softening, plasticity, compaction dan homogenisation). Proses
ini sebagian berlangsung pada stadium gambut dan total pada stadium
Weichbraunkohle.

Proses gelifikasi biokimia berlangsung pada fase gambut dan braunkohle


dibawah air atau subaquatik (Teichmueller, 1950, 1898 ; Chaffe et.al., 1984;
Cohen et. al., 1987; Lamberson et. al., 1991; Calder et. al. 1991).
Keberadaan selulosa akan berkurang dengan bertambahnya kedalaman
karena dengan bertambahnya kedalaman maka aktifitas algae dan bakteri
aerobik berkurang dan diganti dengan bakteri anaerobik (Cassagrande et. al.
; 1985). Penurunan selulosa akan teramati dibawah mikroskop berupa
penurunan sifat anisotropinya dan hilangnya autofluoresen pada dinding sel.
Kejadian ini khas untuk Humifikasi (Teichmueller, 1987).

Pembatubaraan Pada Grup Huminit

Proses gelifikasi geokimia adalah proses pembatubaraan dimana Huminit


berubah menjadi Vitrinit (Vitrinittization). Proses ini berbeda dengan gelifikasi
biokimia yang tergantung pada fasies. Vitrinitisasi berlangsung di antara
studium browncoal dan Hard coal. Proses ini memberikan banyak
perubahan pada kenampakan petrografi dimana warna berubah dari coklat
ke hitam dari kusam ke mengkilap dan dari lunak ke keras (Teichmueller,
1987).

Gambaran di bawah mikroskop menunjukkan perubahan dari material yang


berasal selulosa dan lignin (lepas-lepas dan terdiri dari macam-macam
maseral huminit) ke material Vitrinit yang homogen dan kompak. Penyebab
proses ini adalah kenaikan temperatur dan tekanan.

Cook dan Struckmeyer (1986) mengatakan bahwa tekanan merupakan


penyebab utama dari Vitrinitisasi karena proses fisika utama yang terjadi

Genesa Batubara Ditinjau Dari Maseral - 5


adalah mengurangan air. Pengurangan air terjadi karena porositas
berkurang. Namun tekanan tidak menyebabkan gelifikasi selama
pembatubaraan pada studium browncoal (kira-kira sampai lignit) karena
gelifikasi geokimia (vitrinitisasi) akan disertai oleh pembentukan Bitumen cair
(oil window).

Bitumenisasi adalah bagian dari proses pembatubaraan (antara sub


bituminous coal dan high volatile bituminous coal). Dibawah mikroskop
proses ini menghasilkan pembentukan Exsudatinit (maseral pada Liptinit
grup). Penelitian kombinasi antara mikroskopi dan geokimia organik
memberikan gambaran bahwa selama proses bitumenisasi maka jumlah
ektrak dari Humiccoal meningkat (Radke et. al, 1980). Bitumenisasi
mengakibatkan pelunakan dan aglomerasi dari vitrinit dan ini merupakan
alasan sifat pengkokasan dari Bituminous Coal.

Reflektifitas maseral Huminit dan Vitrinit naik secara teratur selama proses
pembatubaraan (Teichmueller, 1987, 1989; Stach, 1982; Alpern & Lemos de
Sousa, 1970).

Berdasarkan morfologinya maka maseral pada grup Huminit dibagi menjadi :


- Subgrup maseral Humotelinit : berasal dari dinding sel dan terdiri dari
Textinit dan Ulminit.
- Subgrup maseral Humodetrinit : berasal dari detritus dan terdiri dari Attrinit
dan Densinit.
- Subgrup maseral Humocollinit : berasal dari gel dan terdiri dari
Gelinit dan Corpohuminit.

Pembagian Humotelinit (begitu juga Humodetrinit dan Humogelinit) menjadi


dua maseral adalah berdasarkan tingkat gelifikasinya. Seperti contohnya :
Textinit = belum tergelifikasi
Ulminit = tergelifikasi lemah

Textinit A dikenal dari reflektifitasnya yang rendah akibat dari sisa selulosa
atau resin yang terimpregnasi pada dinding sel, walaupun impregnasi resin

Genesa Batubara Ditinjau Dari Maseral - 6


pada dinding sel ini terjadi hanya pada tumbuhan Konifera (Jurasky, 1940 ;
dikutip dari Teichmueller, 1989). Russel & Barron (1984) menulis bahwa
maseral textinit masih mengandung selulosa. Kebanyakan textinit dan
Ulminit pada Browncoal berasal dari tumbuhan Konifern karena Angiosperm
dan serat kulit kayu tumbuhan perdu yang tidak sempat tergelifikasi akibat
strukturnya yang mudah termusnahkan (Teichmueller, 1989). Schneider
(1984) dengan penelitiannya yang sempurna terhadap bermacam-macam
Humotelinit pada browncoal mengklasifikasikan :
- Xylo-textinit berasal dari kayu
- Peridermo-textinit berasal dari kulit kayu
- Phyllo-textinit berasal dari daun
- Rhizo-textinit berasal dari akar.
Pengawetan akar jauh lebih baik karena akar terlindung dari proses oksidasi
dipermukaan gambut (peatigenic layer).

Sesudah gelifikasi geokimia maka Humotelinit pada browncoal akan berubah


menjadi Telinit dan Telocollinit pada hardcoal. Telinit dan Telocollinit
dibedakan dari sel struktur yang tersisa, dimana Telocollinit tidak lagi
menunjukkan adanya sisa sel struktur. Struktur bisa diamati kalau di etching
(etsa).

Ruang sel pada telinit sering terisi oleh Collinit, terkadang juga oleh Resinit,
Mikrinit dan mineral. Telocollinit tumbuh dari selserat terhumifikasi dan
terawetkan baik. Material asalnya adalah sisa tumbuhan yang kaya Lignin
yang berubah secara pelan dalam humus. Oleh karena itu maka telocollinit
merupakan indikator untuk kumpulan tumbuhan kayu (tumbuhan besar).
Humodetrinit berasal dari campuran pragmen sel, amorf dan partikel
humickoloid, jumlahnya naik dengan naiknya tingkat gelifikasi. Gelifikasi
mulai dari maseral Attrinit melalui Densinit dan kemudian berakhir pada
Detrogelinit yang merupakan maseraltyp pada grup Humocollinit
(Teichmueller, 1989). Biasanya Humodetrinit berasal dari tumbuhan perdu
dan Angiosperm karena mudah terhancurkan. Von der Brelie dan Wolf
(1981a) mengatakan bahwa Humodetrinit bisa dihasilkan dari hutan gambut
yang teroksidasi.

Genesa Batubara Ditinjau Dari Maseral - 7


Sesudah gelifikasi geokimia maka Humodetrinit berubah menjadi
Desmocollinit pada hardcoal. Kandungan abu Desmocollinit (inherent ash)
relatif tinggi dan komposisinya heterogen (Alpern & Quesson, 1956; dikutip
dari Teichmueller, 1989).

Desmocollinit menggambarkan kumpulan detritus tumbuhan dan humusgel.


Ini terbentuk melalui sisa tumbuhan yang kaya selulosa dan terhumifikasi
kuat dan akhirnya bergelifikasi geokimia, yang mana akhirnya partikel
detritus dan humus gel ini menjadi satu kesatuan massa. (Teichmueller,
1982a). Diessel (1982) mengatakan bahwa bahan dasar dari Humodetrinit
adalah kemungkinan didominasi oleh serat tumbuhan yang kaya selulosa
dan mudah rusak seperti : daun-daunan, rumput dan tumbuhan perdu.

Alpern (1966) membagi Collinit menjadi dua sub maseral, yakni Humocollinit
(Telocollinit menurut ICCP) dan Heterocollinit (Desmocollinit menurut ICCP)
dan untuk kedua Collinit ini Brown et. al. (1964) menyebut masing-masing
dengan Vitrinit A dan Vitrinit B.

Berlawanan dengan Desmocollinit maka ada Pseudovitrinit (Benedict et. al.,


1968). Desmocollinit kaya akan hidrogen (perhidrous) dan Pseudovitrinit
adalah subhidrous dan dapat dikenali dari reflektifitasnya yang tinggi dan
potensial untuk kokas yang rendah. Material asal dari pseudovitrinit ini
sampai sekarang masih belum jelas. Pseudovitrinit sering masih
menunjukkan sel strukturnya tetapi sering juga teramati sebagai Vitrinit yang
homogen dengan struktur khasnya yaitu : Struktur koma dan pinggiran butir
yang berbentuk tangga (Benedict et. al., 1968; Kaegi, 1985). Reflektifitas
pseudovitrinit berada sedikit lebih tinggi dari Telocollinit. Banyak penulis
mengatakan bahwa Pseudovitrinit merupakan produk awal dari oksidasi,
tetapi Kaegi (1985) dengan percobaan oksidasi temperatur rendah terhadap
batubara Medium Volatile Bituminous Coal tidak bisa sepaham. Teichmueller
(1989) mengatakan bahwa Pseudovitrinit mewakili vitrinit yang kaya akan
Asphalten. Maseral ini mencapai tingkat kematangan yang lebih sehingga

Genesa Batubara Ditinjau Dari Maseral - 8


sering muncul pada Low Volatile Bituminous Coal (Fett & Esskohle).
Pemunculan Pseudovitrinit merupakan indikator lingkungan pengendapan
terestrial, sewaktu waktu mencapai kondisi eorobik.

Gelinit pada browncoal adalah serat tumbuhan yang secara total tergelifikasi
geokimia (Telogelinit) atau humic detritus yang tergelifikasi (Detrogelinit)
atau gel murni yang berasal dari larutan koloid pengisi ruang sel (Eugelinit).

Gelifikasi Geokimia meningkat dibawah air. Kondisi ini khas untuk type fasies
anaerobik di bawah permukaan air, seperti Humic Gyttjae (Teichmueller,
1950; Diessel, 1986; Lamberson et.al., 1991). Bagaimanapun juga oksidasi
karena air dalam gambut dan browncoal mengakibatkan oksidasi dini.

Batubara yang kaya akan Kalsium kaya akan Gelinit. Sering terpresipitasi
sebagai Ca-Humat (Dopplerit). Gelinit pada stadium browncoal terkorelasi
dengan Collinit pada Hardcoal.

Corpohuminit adalah pengisi ruang sel dan merupakan produk primer


(diperkirakan) dari tumbuhan hidup atau produk langsung setelah sel
tertentu mati (khususnya kulit kayu). Secara kimia Corpohuminit adalah
produk oksidasi atau produk kondensasi dari Tanin. SOOS (1963, 1966 ;
dikutip dari Teichmueller, 1989) meneliti tentang Corpohuminit pada
browncoal dan menamakannya dengan Phlobaphenites (Phlobaphinit
menurut ICCP). Juga mungkin Corpohuminit merupakan hasil proses
biokimia yang telah mengisi ruang sel yang kosong.

Walaupun Corpohuminit tidak mempunyai hubungan dengan gelifikasi


geokimia namun pada stadium hardcoal dinamakan Corpocollinit.
Corpocollinit teramati sebagai suatu yang homogen, butir Vitrinit bulat
sampai oval, sering terisolasi pada Desmocollinit dan juga sebagai pengisi
sel pada Telinit (insitu). Ini bisa mencerminkan ketahanan terhadap
penghancuran dari produk primer sel hidup atau terbentuk sekunder akibat
pengisian ruang sel oleh humus gel (Teichmueller, 1982a). Corpohuminit

Genesa Batubara Ditinjau Dari Maseral - 9


atau Corpocollinit sangat resistan sehingga sering pada Coal Ball sebagai
material batubara yang tidak terbatukan tetapi dinding selnya yang dari
karbonat/silika terbatukan.

Sementara Vitrodetrinit adalah Vitrinit dengan ukuran < 20 mikrometer,


bersudut dan sering terendapkan pada daerah yang kaya mineral lempung.
Reflektifitasnya bisa berada antara Desmocollinit dan Telocollinit.

2. GRUP LIPTINIT

Liptinit berasal dari organ tumbuhan (ganggang, spora, kotak spora, kutikula
dan getah), yang relatif kaya dengan ikatan alifatik sehingga kaya akan
hidrogen (Techmueller, 1982; Wolf, 1988) atau bisa juga sekunder, terjadi
selama proses pembatubaraan dari bitumen.

Sifat optis (Refektivitas rendah dan fluoresense tinggi) dari Liptinit mulai
gambut dan batubara pada rank rendah sampai pada batubara sub-
bituminus relatif stabil (Techmueller, 1989).

Pembatubaraan Pada Grup Liptinit

Naiknya reflektivitas dibarengi sifat fluoresense menurun (Gambar 3). Warna


fluoresense berubah dari panjang gelombang yang pendek (hijau dan
kuning) ke panjang gelombang yang lebih tinggi (merah). Liptinit-liptinit
tertentu mempunyai loncatan proses pembatubaraan masing-masing,
seperti: Sporinit mempunyai loncatan pertama (R vitrinit = 0.5%) dimana
substansi seperti minyak terbentuk. Loncatan kedua (R vitrinit = 0.8-1.0%)
adalah pada oilgeneration yang maksimum. Loncatan ketiga (R vitrinit =
1.3%) adalah pada batas akhir oilgeneration dimana Sporinit mencapai
R vitrinit dan fluoresensenya menghilang.

Genesa Batubara Ditinjau Dari Maseral - 10


Perubahan mikroskopis disertai dengan perubahan komposisi dan jumlah
ekstrak dari batubara yang kaya akan Liptinit (Radke et. al. 1980).

Sesudah oilgeneration (bituminisasi) beberapa Liptinit menghilang dan akan


membentuk mikrinit yang berupa sisa padatan (dari Resinit dan Bituminit).
Liptinit-liptinit yang lain (Sporinit dan Kutinit) berkurang kemudian mencapai
reflektivitas yang lebih tinggi dari reflektivitas vitrinit.

Eksudatinit adalah maseral sekunder pada grup Liptinit dan terbentuk


selama proses pembatubaraan (awal bituminisasi). Eksudatinit mencapai
reflektivitas yang lebih tinggi dari reflektivitas vitrinit pada awal stadium
coking coal. Banyak meta-eksudatinit dikenal dari anisotropinya yang tinggi.
Secara umum R Liptinit dan fluoresensenya berubah pada stadium
oilwindow.

Sporinit terbentuk dari bagian luar dinding sel spora dan kotak spora. Secara
kimia substansi ini mengandung sporopollenin. Pada lingkungan yang kaya
akan kalsium dan relatif kering, spora dan kotak spora akan terhancur
dengan kuat oleh bakteri. Tetapi dalam lingkungan yang basah (di bawah
air) spora dan kotak spora terawetkan dengan baik (Teichmueller, 1989).

Genesa Batubara Ditinjau Dari Maseral - 11


Coalification of exinite : a) Sporinite in a high-volatile Ruhr coal (approx. 40% V. M.),
polished surface, oil imm., 375 x; b) Sporinite in a high-volatile Ruhr coal (approx. 32% V.
M.), polished surface, oil imm., 375 x; c) Sporinite in a medium bituminous Ruhr coal
(approx. 25% V. M.); d) Traces of sporinite in a low-volatile coal (approx. 18% V. M.),
polished surface, oil imm., 375 x; e) Probably former sporinite (no longer recognizable) in
durite from a semi-anthracite (approx. 10% V. M.), polished surface, oil imm., 375 x; f)
Anthracite (approx. 8% V. M.) from the Ruhr coalfield, polished surface, oil imm., 375 x;

Gambar 3. Perubahan refleksifitas liptinit dengan naiknya rank

Kulit spora sering sama-sama tertindih sehingga ruang dalam spora hanya
bisa dikenali sebagai satu garis hitam di bagian tengah (Gambar 4 dan 5).
Bagian luar spora terpisahkan secara simetris. Berdasarkan besarnya
sporinit dibagi menjadi megasporinit dan mikrosporinit. Mikrosporinit lebih
kecil dari 100 mikrometer. Berdasarkan pada ketebalan dindingnya maka
mikrosporinit dibagi menjadi dua, yaitu Tenuisporinit yang mempunyai
dinding yang tipis dan Crassisporinit yang mempunyai dinding yang tebal
(Stach, 1982).

Genesa Batubara Ditinjau Dari Maseral - 12


Schematic drawing of a collapsed megaspore with transected star
ledges (in German : Sternleisten). (After E. Stach, 1935)

Gambar 4. Megaspora dan penampang melintangnya

Cutinit berasal dari kutikula dan lapisan kutikula yang biasanya berada pada
permukaan daun, cabang dan bagian lain dari tumbuhan sebagai pelindung
dari kekeringan. Substansi kimianya disebut cutin dan komposisinya adalah
asam lemak dan lilin. Dalam sayatan yang tegak lurus dengan perlapisan,
cutinit mempunyai lapisan berbentuk gigi yang unik dengan berbagai
ketebalan. Dalam sayatan yang lain sering terlihat sebagai struktur jaring
(Gambar 6 dan 7).

Suberinit, resinit dan fluorinit berbeda dengan sporinit, alginit dan cutinit.
Material asalnya hanya diketahui secara umum. Suberinit berasal dari
lapisan suberin dari dinding sel yang tergabuskan khususnya kulit kayu.

Genesa Batubara Ditinjau Dari Maseral - 13


Tenuisporinite, crassisprorinite : a) Fusinitized microspore from a high-volatile Ruhr coal,
polished surface, oil imm., 2000 x; b) Microspores (tenuispores) from a high-volatile Ruhr
coal, polished surfaces, oil imm., 1000 x; c) Microspores (crassispores) from a high-volatile
Ruhr coal, polished surfaces, oil imm., 1000 x; d) The Sporangium Bicoloria U. Horst (the
outer wall is formed by Torispora forms) from theOlsnitz coalfield in Saxony (Germany);
polished surface, oil imm., 350 x.

Gambar 5. Kenampakan sporinit

Schematic cross section through a leaf. (After Jurasky, 1936)


p = palisade parenchyma; s = sponge parenchyma;
e = epidermis; k = cuticle; sp = opening os fissure

Three dimensional schematic picture of a cuticle with broad cuticular


ledges forming a kind of framework. (After E. Stach, 1935)

Genesa Batubara Ditinjau Dari Maseral - 14


Cross sections through various cuticles from Palaeozoic
bituminous coals. (After E. Stach, 1935)

a) Cross section through a cuticle (black) and epidermis (white); b) Cuticle


without epidermis; c) , d) Cuticle strongly folded. (After E. Stach, 1935)

Gambar 6. Skema asal kutinit


(A)

Genesa Batubara Ditinjau Dari Maseral - 15


Cutinite : a) Thick-toothedcuticle (crassicutinite) from a Turkish high-volatile coal, polished
surface, oil imm., 500 x; b) Cuticle with cuticular ledges from a high volatile Polished
surface, dry fluorescent light, 500 x; c) Cuticle with cuticular ledges, polished surfaces, oil
imm., 1050 x; d) Thin-walled untooth cuticles (tenuicutinite) from a high-volatile Ruhr coal,
polished surface, oil imm., 150 x.

(B)

Genesa Batubara Ditinjau Dari Maseral - 16


Cutinite : a) Top : thin-walled cutinite (tenuicutinite), bottom : thick-walled cutinite
(crasscutinite) from a high-volatile Ruhr coal, polished surface, oil imm., 135 x; b) Oblique
section through crassicutinite from a high-volatile Ruhr coal, polished surface, oil imm., 135
x; c) Crassicutinite, horizontally cut from a high-volatile Ruhr coal, polished surface, oil imm.,
135 x.

Gambar 7. Kenampakan kutinit di bawah mikroskop

Suberin adalah polimer yang mengandung asam lemak dan ester gliserin
(Treiber, 1957). Suberin tidak hanya terdapat pada kulit kayu tetapi juga
pada permukaan akar, buah dan berfungsi sebagai pelindung dari
kekeringan. Pemunculan suberinit sering pada brown coal tersier dimana
dinding sel yang tipis, reflektivitas rendah dan berfluoresense dari suberinit
mengelilingi suatu material dengan reflektivitas tinggi, biasanya berbentuk
tabular, sebagai pengisi ruang sel dan disebut phlobaphinit. Pada batubara
mezosoikum, suberinit sangat jarang dan pada batubara karbon tidak
terdapat suberinit (Teichmueller, 1989).

Resinit berasal dari resin, balsem, lateks, lemak dan lilin. Secara kimia resinit
dibedakan menjadi terpen resin (yang berasal dari resin, balsam, copals,
lateks dan minyak essensial) dan lipid resin (berasal dari lemak dan lilin).
Terpin adalah produk hasil kondensasi yang relatif stabil dari molekul
isoprene (C6H8). Lipid dari lemak dan lilin merupakan campuran yang dapat
diekstak dari asam lemak (dari ester gliserin atau lemak atau asam lemak
dengan alkohol yang tinggi atau lilin). Secara botani resin merupakan sekresi
dari dinding sel pada ruang sel dan kanal. Beberapa konifern menghasilkan
resin (kalau terluka), dan resin ini menghasilkan resinit pada batubara.
Karena perbedaan material asal, maka resinit akan muncul dengan berbagai

Genesa Batubara Ditinjau Dari Maseral - 17


sifat mikrokopis, seperti bentuk, warna, reflektan dan fluoresense (Zhao et.
al., 1990).

Resin muncul sebagai pengisi sel pada telocollinit atau terisolasi pada
massa dasar vitrinit. Bentuk resinit yang bundar, opal atau juga tidak
beraturan menunjukkan variasi yang besar pada reflektivitas dan
fluoresensenya (Gambar 8).

Batubara tersier mengandung banyak resinit karena tumbuh banyak


kornifern pada jaman tersier. Di daerah tropis ada banyak angiosperm yang
kaya akan resin, lateks, minyak dan lemak sebagi sumber dari resinit
(Teichmueller, 1989). Resinit mempunyai kecenderungan untuk membentuk
eksudatinit pada awal proses pembatubaraan (Teichmueller, 1989 ; Zhao et.
al., 1990).

Genesa Batubara Ditinjau Dari Maseral - 18


Resinite : a) Very dark resinite, well preserved resin in Eocene hard lignite from Borneo,
polished surface, oil imm., 375 x; b) Isolated elliptical resin bodies (resinite cell fillings) from
a high-volatile Ruhr coal, polished surface, oil imm., 135 x; c) Elongated resin body, showing
zonal structure, from a high-volatile Ruhr coal, polished surface, oil imm., 450 x; d) Resinite
layers on the left side with formerly spherical droplets from a high-volatile Ruhr coal, polished
surface, oil imm., 300 x; e) Spherical dark grey resinite bodies, gradually transformed into
fusinite, from a high-volatile Ruhr coal, polished surface, oil imm., 350 x;

Gambar 8. Kenampakan resinit di bawah mikroskop

Walaupun material asal dari fluorinit adalah minyak essensial tetapi karena
sifat optisnya yang khusus maka fluorinit dipisahkan dari resinit. Fluorinit
adalah relatif baru dan dapat diamati dengan mikroskop fluoresense
(Teichmueller, 1974 a, c). Dengan panjang gelombang yang pendek fluorinit
menunjukkan warna fluoresense yang berwarna kuning terang yang kuat.
Sementara dengan sinar putih fluorinit tidak dapat dibedakan dengan
mineral lempung pada batubara. Pemunculan fluorinit adalah khas pada sel
yang kecil dari phyllovitrinit dan dikelilingi oleh cutinit. Beberapa fluorinit
berasal dari sel lipoida pada daun-daun tertentu.

Liptodetrinit adalah campuran fragmen dan sisa-sisa kecil dari produk


degradasi atau dari maseral Liptinit yang lain. Liptodetrinit banyak pada
batubara sub-aquatis (batubara sapropel atau clarit, durit dan trimaserit
tertentu), karena Liptinit terbentuk dari penghancuran mekanis dari Liptinit
selama proses transport.

Eksudatinit (seperti bituminit dan fluorinit) dapat diamati dengan sinar


fluoresense. Eksudatinit adalah maseral sekunder dan pembentukannya
adalah selama proses pembatubaraan (awal bituminisasi atau antara sub-
bituminous coal sampai high volatile bitumious coal) dari Liptinit dan
perhydrous vitrinit (migrabitumen menurut Jakob, 1985). Eksudatinit mengisi

Genesa Batubara Ditinjau Dari Maseral - 19


rekahan, bidang perlapisan, kekar, sel yang kosong dari fusinit dan sclerotinit
(Zhao et. al, 1990). Komposisi kimia dari eksudatinit diperkirakan asphaltene
(Teichmueller, 1989).

3. GRUP INERTINIT

Sifat khas untuk Inertinit adalah reflektivitas tinggi, sedikit atau tanpa
fluoresense, kandungan karbon yang tinggi dan sedikit kandungan hidrogen,
aromatis kuat karena beberapa penyebab, seperti pembakaran (charring),
mouldering dan penghancuran oleh jamur, gelifikasi biokimia dan oksidasi
serat tumbuhan. Menurut Teichmueller (1982 a) inertinit berasal dari melanin
(inertinit primer).

Sebagian besar inertinit sudah terbentuk pada bagian awal proses


pembatubaraan. Inertinit tidak menunjukkan perubahan selama proses
pembatubaraan. Hanya semi-inertinit berubah menjadi inertinit.

Smith dan Cook (1980) mengatakan sebagian besar inertinitisasi (penaikan


reflektivitas) terjadinya tidak lebih awal dari stadium brown coal dan sub-
bitumious. Penyebab proses ini adalah reaksi yang tidak seimbang.
Aromatisasi (inertinisasi) berada disatu pihak dan pembentukan hidrokarbon
disisi yang lain (Teichmueller, 1987a). Reaksi ini sama dengan pembentukan
mikrinit pada rank bitumious.

Pada meta-antrasit, reflektan vitrinit menjadi lebih tinggi dari reflektan inertinit
(Alper & Lemos de Sousa, 1971). kandungan hidrogen yang tinggi dari vitrinit
dan kecenderungan pembentukan grafit yang lebih awal merupakan
penyebab kondisi ini (Teichmueller, 1987b).

Fusinit dan semi-fusinit terbentuk akibat proses pembatubaraan dari material


tumbuhan atau pembakaran pada gambut. Fusinit dan semi-fusinit akibat
pembakaran disebut pyrofusinit atau pyrosemifusinit dan mewakili tipe utama

Genesa Batubara Ditinjau Dari Maseral - 20


dari inertinit pada gambut dan stadium brown coal. Batubara jaman Perm
atau Karbon kaya akan degradofusinit (khususnya degradosemifusinit),
dimana pengawetan struktur selnya dapat dibedakan dari pyrofusinit. Pyro-
dan degradofusinit (semifusinit) merupakan indikasi dari lingkungan
pengendapan yang diperkirakan relatif kering.

Ruang sel yang bulat, oval atau memanjang pada semi fusinit dapat diisi
oleh mineral lempung, karbonat, pyrit atau kadang juga oleh eksudatinit dan
resinit. Akibat penghancuran dinding sel muncul potongan-potongan fusinit
yang khas yang disebut Bogenstruktur.

Karena gambut dan brown coal resen mengandung lebih sedikit fusinit dan
semifusinit dibanding pada hard coal maka Teichmeuller (1982 a)
mengambil kesimpulan bahwa fusinit dan begitu juga inertinit yang lain
terutama terbentuk pada proses pembatubaraan (rank fusinit). Dapat
dikatakan serat kayu berubah menjadi fusinit pada proses pembatubaraan.
Konsep ini didukung pula oleh penelitian Smith dan Cook (1980) terhadap
batubara dari Australia. Diungkapkan bahwa banyak inertinit antara gambut
dan high volatile bitumious coal (Rmax = 0,2 - 0,9 %) reflektivitasnya berubah
secara drastis. Fusinit seperti ini dapat juga terjadi dari sifat material
tumbuhan awal.

Semifusinit merupakan maceral antara vitrinit dan fusinit (Stach, 1982).


Reflektivitas semifusinit sangat bervariasi. Namun demikian selalu lebih kecil
dari fusinit dan lebih besar dari vitrinit pada batubara yang sama.
Dibandingkan dengan fusinit, semifusinit pada mikroskop (sinar pantul putih)
berwarna abu-abu terang, dinding sel lebih tebal, tidak teratur, sel struktur
lebih tidak jelas, begitu juga reliefnya lebih rendah. Seperti pada fusinit maka
ruang selnya diisi oleh mineral.

Makrinit mempunyai reflektivitas tinggi, amorf dan mengandung gel. Material


asalnya sampai sekarang masih belum jelas. Diperkirakan makrinit terbentuk
akibat oksidasi yang intensif, pengeringan tumbuhan dan gambut, produk

Genesa Batubara Ditinjau Dari Maseral - 21


metabolisma oleh jamur dan bakteri. Karena itu makrinit jarang muncul pada
gambut dan brown coal (Teichmueller, 1989). Hipotesa Cohen et. al. (1987)
yang benar-benar berlawanan tentang pembentukan makrinit adalah
material yang tergelifikasi pada saat awal dimana dibedakan dari
reflektivitasnya yang tinggi dan masih bersifat huminit pada stadium gambut
(terbentuk pada lingkungan pengendapan bawah air). Makrinit mencapai
reflektivitas inertinit pada proses pembatubaraan dalam stadium hard coal
(seperti fusinit sekunder). Beberapa makrinit berasal dari charred peat.

Sclerotinit mewakili jamur mycelia yang mengandung melanin hitam sejak


saat hidupnya. Spora dari jamur hitam ini diserang oleh jamur karat, jamur
hangus, dan rumput-rumputan. Jamur hitam bisa hidup pada kondisi yang
kurang baik tetapi jamur yang kaya akan melanin tertentu saja yang
membentuk sclerotinit. Pendapat lama yang menyatakan bahwa chitin
sebagai pembentuk utama dari jamur menyebabkan tingginya reflektivitas
sclerotinit tidak dapat diterima lagi.

Bartram et. al. (1987, dikutip dari Teichmueller 1989) dengan penelitian
terhadap batubara dari Yorkshire, England dan Goodarzi (1984, dikutip juga
dari Teichmueller, 1989) dengan penelitian batubara dari Kanada
mengatakan bahwa sclerotinit adalah transculent (transparan) dan
mempunyai fluoresense (berlawanan dengan pendapat yang lain).

Frey-Wisslyng (1959) mengatakan bahwa chitin sama seperti selulosa dalam


sifat optisnya sehingga jamur yang terendapkan pada gambut tidak akan
membentuk sclerotinit. Sekarang secara umum diperkirakan bahwa
sebagian besar dari sclerotinit dalam batubara karbon dan batubara Perm
berasal dari sekresi sel (tanin dan atau resin). Material ini terkarbonisasi
sebelum atau sesaat setelah pengendapannya pada permukaan gambut
(Taylor & Cook, 1962 ; Koch, 1970).

Inertodetrinit dipakai untuk partikel inertinit yang kecil karena besar butirnya
yang lebih kecil dari 30 mikro meter sulit untuk dimasukkan ke dalam

Genesa Batubara Ditinjau Dari Maseral - 22


maceral lain dalam grup inertinit. Sebagai contoh adalah pecahan dari
pyrofusinit atau sisa dari degradofusinit yang tertransport oleh udara atau air.
Inertodetrinit adalah maceral khas untuk facies bawah air atau batuan klastik
(Teicmueller, 1989).

Sebagai detritus partikel inertinit dapat ditransport oleh air dan angin untuk
jarak yang jauh karena tahan terhadap pelapukan kimia. Sering
pengendapan inertodetrinit bersama sporinit dan alginit sehingga dapat
menunjukkan bahwa kondisi asalnya adalah kering, terbentuk dalam kondisi
oksidasi, tertransport dan terendapkan pada lingkungan di bawah air
(sekunder).

Mikrinit memegang peran yang besar. Walaupun memiliki reflektivitas tinggi


namun sangat sensitif terhadap oksidasi dan pemanasan (Stach, 1936 ;
Nandi & Montogmery, 1967). Teichmueller (1944) mengamati transisi resinit
pengisi ruang sel ke mikrinit pada batubara Bitumious rank rendah dari
jaman Upper-Silesian dan Teichmueller (1955) menyatakan bahwa banyak
mikrinit (pada batubara Ruhr yang terendapkan pada lingkungan marine
diketahui dari sifat petrografi dan sifat teknologinya), terendapkan pada
lingkungan yang relatif basa. Mikrinit adalah maceral khas untuk batubara
sapropel. Diperkirakan kebanyakan mikrinit berasal dari lipida selama proses
pembatubaraan.

Pembentukan mikrinit adalah reaksi yang tidak seimbang, dimana


pembentukan minyak disatu sisi dan pembentukan material padat dengan
reflektivitas yang tinggi dari mikrinit disisi yang lain (Teichmueller, 1974 a,c).

Pemikiran selanjutnya mengatakan bahwa mikrinit merupakan maceral


sekunder, terbentuk dari oil-prone maceral (bituminit dan perhidrous vitrinit),
juga resinit dan sporinit pada batubara rank bitumious bagian bawah.
Pembentukan ini dihubungkan dengan Oil-window pada minerogenic Oil
Source Rock. Cohen & Spackman (1980) dengan penelitiannya terhadap

Genesa Batubara Ditinjau Dari Maseral - 23


gambut dari Florida mengatakan bahwa mikrinit berasal dari dinding sel
tertentu dari beberapa tumbuhan.

SOAL-SOAL

1. Apa dasar klasifikasi masival ?

2. Sebutkan masival sekunder !

3. Maseral apa yang paling dominan pada batubara ?

4. Maseral apa yang berubah selama proses pembatubaraan dan apanya


yang berubah ?

Genesa Batubara Ditinjau Dari Maseral - 24


DAFTAR PUSTAKA

1. Diessel C. F. K. (1984) : Coal Geology, Australian Mineral Foundation,


Workshop Course 274/84, Indonesia : 208 S.
2. Stach E., Mackowsky M. TH., Teichmüller M., Taylor G. H., Chandra D.,
Teichmüller R. (1982) : Stach’s Textbooks of Coal Petrology,
Gebrüder Borntraeger, Berlin-Stuttgart : 535 S.
3. Taylor G. H., Teichmueller M., Davis A., Diessel C. F. K., Littke R.,
Robert P. (1998), Organic Petrologi, Gebrueder Borntraeger,
Berlin, Stuttgart.
4. Teichmüller M. (1989) : The Genesis of Coal from the Viewpoint of Coal
Petrology, Itn. J. Coal Geol., 12 : 1-87.
5. William Spackman, Arthur D. Gohen, Peter H. Given, Daniel J.
Casagranole : Okefenokee and The Everglades.

Genesa Batubara Ditinjau Dari Maseral - 25

Anda mungkin juga menyukai