BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2. Demografi
Jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat berdasarkan hasil sensus 2010
adalah sebanyak 43.053.732 jiwa yang mencakup mereka yang bertempat
tinggal di daerah perkotaan sebanyak 28.282.915 jiwa (65,69 persen) dan di
daerah perdesaan sebanyak 14.770.817 jiwa (34,31 persen). Persentase
distribusi penduduk menurut kabupaten/kota bervariasi dari yang terendah
sebesar 0,41 persen di Kota Banjar hingga yang tertinggi sebesar 11,08
persen di Kabupaten Bogor.
Penduduk laki-laki Provinsi Jawa Barat sebanyak 21.907.040 jiwa
dan perempuan sebanyak 21.146.692 jiwa. Seks Rasio adalah 104, berarti
terdapat 104 laki-laki untuk setiap 100 perempuan. Seks rasio menurut
kabupaten/kota yang terendah adalah Kabupaten Ciamis sebesar 98 dan
tertinggi adalah Kabupaten Cianjur sebesar 107. Seks Rasio pada kelompok
umur 0-4 sebesar 106, kelompok umur 5-9 sebesar 106, kelompok umur lima
tahunan dari 10 sampai 64 berkisar antara 97 sampai dengan 113, dan dan
kelompok umur 65-69 sebesar 96.
Median umur penduduk Provinsi Jawa Barat tahun 2010 adalah 26,86
tahun. Angka ini menunjukkan bahwa penduduk Provinsi Jawa Barat
termasuk kategori menengah. Penduduk suatu wilayah dikategorikan
penduduk muda bila median umur < 20, penduduk menengah jika median
umur 20-30, dan penduduk tua jika median umur > 30 tahun.
Rasio ketergantungan penduduk Provinsi Jawa Barat adalah 51,20.
Angka ini menunjukkan bahwa setiap 100 orang usia produktif (15-64 tahun)
terdapat sekitar 51 orang usia tidak produkif (0-14 dan 65+), yang
menunjukkan banyaknya beban tanggungan penduduk suatu wilayah. Rasio
ketergantungan di daerah perkotaan adalah 48,84 sementara di daerah
perdesaan 55,92.
3. Bentang Alam
Proses geologi yang terjadi jutaan tahun lalu menyebabkan Provinsi
Jawa Barat denganluas 3,7 juta hektar terbagi menjadi sekitar 60 % daerah
bergunung dengan ketinggian antara 500 - 3.079 meter dpl dan 40 % daerah
dataran yang memiliki variasi tinggi antara 0 - 500 meter dari permukaan
Geografi Pertanian Provinsi Jawa Barat | 5
Kelompok yang memiliki area terluas adalah DAS Citarum disusul kemudian
oleh Kelompok DAS Cisadane-Cimandiri. Daerah Alirah Sungai (DAS) di
Jawa Barat.
II.2 Sejarah Pertanian di Provinsi Jawa Barat
Pola pertanian berladang yang di daerah Jawa Barat dikenal dengan
istilah ngahuma rupanya sudah dikenal sejak zaman Neolitihicum, ketika
manusia masih menggunakan alat/perkakas untuk keperluan hidupnya terbuat
dari batu yang telah diasah. Perkakas itu umumnya berupa kapak batu dan
sejenisnya.
Menurut laporan FAO (Food Agriculture Organizations) tahun 1957,
di seluruh dunia tanah yang diolah dengan cara berladang meliputi luas kira-
kira 14.000.000 mil persegi, tersebar di daerah tropis dan subtropis di Afrika,
Asia Selatan dan Tenggara (termasuk Indonesia), Oceania, dan Amerika.
Kelompok masyarakat yang memiliki kecenderungan ke arah
bercocok tanam biasanya tinggal dalam lingkungan alam yang memiliki
curah hujan cukup banyak, sehingga pertumbuhan tanaman terus terjamin.
Oleh karena itu, daerah yang didiami oleh tipe masyarakat tersebut terdiri
dari areal hutan lebat, tanahnya basah dan mungkin pula berawa-rawa.
Daerah Jawa Barat yang beriklim antara tropis dan subtropis
merupakan daerah agraris yang subur. Dahulu daerah ini, terutama daerah
pedalaman, memiliki banyak hutan lebat serta daerah rawa.
Keadaan ini memungkinkan timbulnya cara-cara bercocok tanam
yang dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman berupa
pertanian di ladang yang disebut ngahuma dan pola pertanian menetap, yaitu
bersawah.
Saat ini, tingkat kepadatan penduduk Jawa Barat secara teoritis tidak
memungkinkan lagi masyarakat setempat melakukan bercocok tanam dengan
cara ngahuma seperti semula. Kegiatan ngahuma hanya mungkin dilakukan
di daerah yang masih jarang penduduknya.
Menurut para ahli, tingkat kepadatan penduduk yang memungkinkan
dilakukannya pola pertanian ngahuma (berladang) adalah sekitar 50 orang
untuk tiap kilometer persegi. Sekarang di Jawa Barat tingkat kepadatan
Geografi Pertanian Provinsi Jawa Barat | 7
penduduk di daerah yang paling jarang pun, yaitu di daerah bagian selatan,
sudah mencapai rata-rata 200 orang tiap kilometer persegi.
Oleh karena itu, di daerah Jawa Barat bagian selatan, pola pertanian
ngahuma bergeser ke arah pola pertanian tumpang sari. Sistem pertanian
yang disebut terakhir adalah bentuk pertanian yang dikerjakan masyarakat di
atas tanah milik kehutanan yang sedang direboisasi. Sistem pertanian
tumpang sari berlangsung pula di daerah Bandung Utara, Cianjur, dan
Sukabumi Selatan. Di daerah Garut, sistem pertanian tersebut dikenal dengan
istilah ngultur.
Setiap orang yang mengolah tanah kehutanan dengan sistem tumpang
sari diwajibkan untuk memelihara tanaman kayu yang baru tumbuh sampai
menjadi besar. Bilamana pohon kayu telah besar, Jawatan Kehutanan
melarang melakukan tanaman tumpang sari. Para petani tumpang sari
kemudian mencari tanah kehutanan lain untuk diolah.
Dengan demikian, pola pertanian tumpang sari pun merupakan sistem
pertanian berpindah-pindah, tetapi perpindahan itu disesuaikan dengan
rencana reboisasi Jawatan Kehutanan. Kebijakan itu diambil oleh pemerinah
agar tidak terjadi lagi penebangan hutan secra liar, sehingga ekosistem dan
kelestarian lingkungan tetap terpelihara.
II.3 Kondisi Pertanian di Provinsi Jawa Barat
1. Pertanian
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat mencatat
produksi padi Jawa Barat pada tahun 2013 mencapai 12.083.160 ton yang
terdiri dari 11.538.472 ton padi sawah dan 544.688 ton padi ladang. Jumlah
ini mengalami kenaikan sebesar 811.299 ton dibanding tahun 2012 dengan
total produksi 11.271.861 ton yang terdiri dari 10.753.612 ton padi sawah dan
518.249 ton padi ladang. Produktivitas padi sawah maupun padi ladang pada
tahun 2013 mengalami kenaikan masing-masing sebesar 60,78 dan 41,44
kuintal/hektar dibanding tahun 2012 sebesar 59,98 dan 41,14 kuintal/hektar.
Komoditas unggulan pertanian di Jawa Barat pada tahun 2013 masih
didominasi oleh beberapa komoditas palawija, tanaman semusim dan
sayuran. Untuk palawija, luas panen jagung masih merupakan yang terluas,
Geografi Pertanian Provinsi Jawa Barat | 8
jelasnya data mengenai curah hujan, hari hujan dan temperatur pada tahun
2013-2014 di Jawa Barat dapat dilihat pada tabel 9 berikut:
Tabel II.1 Curah Hujan, Temperatur dan Hari Hujan Tahun 2013-2014
Temperatur Temperatur
Curah Hujan Hari Hujan
Bulan Maksimum Minimum
(mm) (Hari)
(C) (C)
Tahun 2013
Januari 28,3 21,0 216,9 26
Februari 28,6 20,3 250,0 23
Maret 29,6 20,4 305,0 24
April 29,1 20,7 286,0 26
Mei 28,7 20,3 171,0 23
Juni 28,5 20,3 231,5 16
Juli 28,0 19,0 159,0 16
Agustus 29,4 18,5 74,0 9
September 30,1 19,1 172,0 10
Oktober 30,0 19,6 234,0 21
November 29,8 20,0 164,0 19
Desember 28,4 20,1 418,0 27
Rata-rata 29,0 19,9 223,4 20
Tahun 2014
Januari 27,0 20,2 309,0 27
Februari 27,8 20,2 88,9 17
Maret 29,0 20,0 418,7 25
April 29,6 20,4 216,6 22
Mei 29,4 20,0 176,7 23
Juni 28,9 19,9 195,5 20
Rata-rata 28,6 20,1 234,2 22,3
Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Provinsi Jawa Barat
Kecepatan angin rata-rata di Jawa Barat tahun 2013 sampai dengan
pertengahan 2014 mencapai 3,15 knot sedangkan rata-rata kecepatan angin
terbesar mencapai 13 knot terutama terjadi pada bulan April 2014.
Untuk lebih jelasnya data mengenai Keadaan Tekanan Udara
Kelembaban dan Kecepatan Angin di Jawa Barat pada tahun 2010 sampai
dengan pertengahan tahun 2014 dapat dilihat pada tabel berikut:
Geografi Pertanian Provinsi Jawa Barat | 12
sungai pada musim kemarau masih memiliki sumber air yang digunakan
sebagai irigasi walaupun debitnya sangat kecil.
Contoh sistem irigasi pertanian di Provinsi Jawa Barat, yaitu di daerah
Sumedang, Jawa Barat. Sumber air yang digunakan sebagai irigasi yaitu
aliran air dari waduk jatigede. Aliran air waduk jatigede memulai aliran ke
Bendung Rentang di Majalengka yang merupakan pintu gerbang pembagian
air bagi irigasi lahan pertanian dan suplay air ke Sungai Cimanuk. Air dari
sungai ini bakal mengairi kawasan pangan di Kabupaten Majalengka,
Cirebon dan Indramayu. Debit aliran air Waduk Jatigede berkisar antara
21,27 m3/s hingga 116,89 m3/s. Dengan debit air itu pemenuhan terhadap
kebutuhan debit air bisa mencapai 64%-100%. Sistem yang diberlakukan
yaitu sistem buka tutup pintu irigasi yang melalui Bendung Rentang,
bergantian setiap 12 jam. dengan diberlakukannya sistem tersebut, debit
aliran Waduk Jatigede yaitu 60 m3/s yang sampai di Bendung Rentang sekitar
50 m3/s maka ditaksir jumlah kehilangan air yaitu sekitar 16%.
2. Pengunaan Pupuk
Kementrian Pertanian (KEMENTAN) telah menerbitkan Peraturan
Menteri Pertanaian (PERMENTAN) No.60/Permentan/SR.310/12/2015 yang
ditetapkan pada tanggal 03 Desember 2015 lalu. Dalam Permentan itu
disebutkan kuota pupuk subsidi untuk Jawa Barat tahun 2016 yaitu urea
571.940 ton, NPK 336.080 ton, dan jenis organik 56.750 ton. Apabila
dibandingkan dengan kuota pupuk urea subsidi tahun 2015 sesuai Peraturan
Gubernur Jawa Barat jumlahnya berkurang.
Kuota pupuk urea bersubsidi untuk Jawa Barat, tahun 2016 berkurang
sekitar 10 ribu ton dibandingkan tahun 2015. Apabila sesuai pergub Jawa
Barat kuota pupuk urea tahun 2015 itu sebanyak 581.250 ton sedangkan
tahun 2016 sesuai peraturan menteri pertanian kuota pupuk subsidi urea
ditetapkan sebanyak 571.940 ton. Berkuragnya kuota tersebut disebabkan
karena pihak dari kementrian pertanian yang hanya menerima dan
menyalurkan pupuk subsidi tahun 2016 sesuai permintaan.
Geografi Pertanian Provinsi Jawa Barat | 15
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Provinsi Jawa Barat secara astronomis terletak di antara 5 50' LS -
7 50' LS dan 104 48' BT - 108 48' BT. Secara geografis, Provinsi Jawa
Barat disebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah Timur dengan
Jawa Tengah, sebelah Selatan dengan Samudra Hindia dan sebelah
Barat berbatasan dengan DKI Jakarta dan Provinsi Banten. Secara
administratif terdiri dari 18 kabupaten dan 9 kota.
Kondisi iklim Jawa Barat pada tahun 2013 sampai dengan
pertengahan tahun 2014, curah hujan rata-ratanya adalah 228,80 mm,
dengan hari hujan tergolong cukup tinggi dengan rata-rata 21,15 hari hujan
per bulan. Sedangkan untuk suhu rata-rata terendah mencapai 20C dan
tertinggi mencapai 28,80C. Kecepatan angin rata-rata mencapai 3,15 knot
sedangkan rata-rata kecepatan angin terbesar mencapai 13 knot terutama
terjadi pada bulan April 2014.
Topografi Jawa Barat dapat dibedakan atas wilayah pegunungan
curam (9,5% dari total luas wilayah Jawa Barat) terletak di bagian
Selatan dengan ketinggian lebih dari 1.500 m di atas permukaan laut (dpl);
wilayah lereng bukit yang landai (36,48%) terletak di bagian Tengah dengan
ketinggian 10 - 1.500 m dpl; dan wilayah dataran luas (54,03%) terletak di
bagian Utara dengan ketinggian 0 10 m dpl.
Kondisi pertanian di Jawa Barat dipengaruhi oleh faktor topogafi,
iklim dan jenis tanah. Dengan sistem irigasi yang digunakan yaitu sistem
irigasi permukaan dimana sungai sebagai sumber irigasi utamanya.
penggunaan pupuk berdasarkan PERMENTAN tahun 2015 yaitu pupuk urea
571.940 ton, NPK 336.080 ton, dan jenis organik 56.750 ton. Sangat kurang
ditemukan penggunaan bioteknologi dalam pertanian di Jawa Barat.
Adapun tipe pertanian di Provinsi Jawa Barat lebih dominan
pertanian ekstensif termasuk peternakan dan perkebunan.