Anda di halaman 1dari 23

LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL SEBAGAI

MODAL BERINTERAKSI MASYARAKAT DALAM


MEMBENTUK KOHESI SOSIAL

Diyah Rusmaharani
NIM: 21020120420029
KOHESI SOSIAL
(SAMPURNA, 2013).

Secara etimologi kohesi merupakan kemampuan suatu kelompok


masyarakat tertentu untuk Bersatu.

Kohesi sosial merupakan hasil dari hubungan undividu dan


Lembaga, Yang sistem solidaritas yang secara terstruktur
membentuk secara alami dengan diindikasikan dengan adanya
interaksi sosial, yang dipengaruhi oleh latar belakang
masyarakat, kondisi tempat dan kegiatan kelompok.
AKTIVITAS
RUANG

bercerita bermain, dan saling menyapa, atau


sekedar kontak pasif seperti duduk untuk kegiatan luar ruang pada ruang publik (Public
melihat keadaan sekitar dan mendengarkan Space) dibagi menjadi tiga kategori yaitu;
keramaian. (Carr (1992) (Gahl, J. 1996) dikutip oleh Ilyas (2016),

1. Kegiatan berdasarkan atas


kebutuhan/keperluan sehari-hari (necessary
activities) seperti kegiatan belanja, pergi bekerja,
ke sekolah dan sebagainya.

2. Kegiatan pilihan (optional activities)


merupakan kegiatan yang lebih bersifat leisure
atau memanfaatkan waktu luang seperti berjalan-
jalan, menikmati pemandangan dan sebagainya.

3. Kegiatan yang teakhir adalah kegiatan sosial


(social activities) yang merupakan kegiatan yang
bersifat interaktif yaitu berhubungan dengan
orang lain
INTERAKSI SOSIAL

Interaksi

• Hubungan - hubungan sosial yang terjadi secara dinamis yang menyangkut


hubungan antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau
aktivitas
kelompok dengan kelompok dan berhubungan satu dengan yang lain disebut
dengan interaksi sosial (Gillin dan Gillin,1954).
• Interaksi sosial adalah syarat utama bagi bagi terbentuknya aktivitas sosial yang
memicu terbentuknya kohesi sosial
Kohesi
sosial
FAKTOR-FAKTOR TERBENTUKNYA KOHESI
SOSIAL

persamaan nilai dan rasa memiliki,


kerjasama
Atraksi
status
PEMBENTUK KOHESI SOSIAL

1. Sense of Belonging /rasa kepemilikan (Owen,1985)

Menurut) menjelaskan bahwa “rasa kepemilikan” dapat membentuk kohesivitas individu dalam suatu kelompok. “rasa
kepemilikan” ini membuat individu menyadari bahwa ia merupakan bagian dari suatu kelompok, dan kelompok
merupakan bagian dari individu. Dengan begitu kohesivitas dalam kelompok dapat terbentuk.

2. Team work/kerjasama (Guzzo,1995)

lebih lanjut menerangkan bahwa adanya kerjasama (teamwork) dapat menimbulkan kohesivitas antar anggota kelompok,
Individu yang bekerjasama untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka bersama demi tercapainya tujuan kolektif kelompok.
Hal ini membuat individu dalam suatu kelompok memiliki tanggung jawab yang sama besarnya akan hasil yang dicapai.
3. Attraction (atraksi)

kohesi kelompok muncul Ketika tiap anggota dalam suatu kelompok,memiliki perasaan positif
(atraksi positif) terhadap anggota lainya dalam kelompok. Individu yang memiliki atraksi positif
terhadap rekan sekelompoknya, cenderung memiliki kohesivitas yang tinggi (Lott dan Lott,
1965).

4. Status

individu yang memiliki lower statues cenderung patuh terhadap perintah yang diberikan
daripada individu yang memiliki higher statues. Oleh sebab itu individu dengan higher statues
cenderung memiliki dampak yang lebih besar sehingga sangat mudah bagi individu dengan
higher statues untuk menciptakan kohesivitas dalam kelompok (Milgram , 1974 )
KEADAAN FISIK BANGUNAN YANG
MEMPENGARUHI INTERAKSI SOSIAL
( R A D L I YAT U L L A H & D W I S U S A N TO , 2 0 2 0 )

1. Ada tidaknya dinding atau pagar pembatas


Adanya dinding pembatas dan pagar depan rumah yang tinggi menyebabkan interaksi tetangga satu sama lain tidak sebaik rumah dengan
pagar yang rendah ataupun tanpa pagar dan dinding pembatas. Hal ini dikarenakan semakin tinggi dinding pembatas dan pagar depan rumah
semakin terkesan lebih privasi.
2. Arah Hadap Bangunan
Bangunan yang saling berhadapan muka dengan muka dapat menyebabkan komunikasi dan interaksi antar penghuni lebih baik daripada
bangunan dengan arah hadap yang saling berlawanan dan memunggungi.
3. Jarak antar bangunan
Semakin jauh jarak atau letak suatu bangunan rumah satu dengan yang lain , maka semakin kurangnya interaksi sosialnya. Jika letak bangunan
saling berdekatan dan bahkan saling terhubung maka komunikasi, interaksi dan kedekatan antar penghuni lebih baik.
4. Elevasi antar bangunan
Bangunan yang memiliki elevasi yang jauh berbeda satu sama lain, maka interaksi dan komunikasi penghuninya tidak bisa semaksimal
bangunan yang memiliki elevasi yang sama. Jika diperlukan perbedaan elevasi maka sebaiknya ruang yang tecipta tidak tampak seperti ruang
mati atau tampak tenggelam.
Letak bangunan yang menyebabkan tidak adanya interaksi sosial

Rumah dengan orientasi muka bangunan yang rumah dengan orientasi bangunan yang tidak berhadapan
saling memunggungi dan perbedaan elevasi pada bangunan

Rumah dengan orientasi bangunan yang tidak saling Rumah saling berhadapan namun terdapat
berhadapan dinding pembatas
DAMPAK POSITIVE
KOHESI SOSIAL
( S H A W & S H A W, 1 9 6 2 ) .

1. Anggota dari kelompok yang memiliki kohesi memiliki kecenderungan untuk berkomunikasi lebih baik dibandingkan
dengan kelompok yang tidak memiliki kohesi. Sebagai hasilnya, anggota kelompok yang memiliki kohesi seringkali
merasa puas, memiliki kecemasan dan ketegangan yang rendah.

2. saat kohesivitas meningkat akan diikuti dengan meningkatnya komitmen anggota kelompok terhadap tujuan
kelompok serta perasaan bertanggung jawab terhadap kelompok tersebut. Selain itu adanya keinginan untuk
mengambil bagian dalam tugas atau pekerjaan yang sulit, lalu motivasi dalam bekerja untuk mencapai tujuan dan
memperoleh penghargaan dari tercapainya tujuan tersebut.

3. Lalu adanya kepuasan moral, ketahanan terhadap frustasi dan rasa tak berdaya karena adanya dukungan dari
kelompok itu.
DAMPAK NEGATIF KOHESIVITAS

kohesivitas yang tinggi dapat menyebabkan individu kehilangan jati dirinya (deindividuasi)

Anggota kelompok jadi menomorsatukan kelompoknya melebihi apapun, sehingga hal ini berdampak menjadi
etnosentrisme

Adanya pola pikir yang sama (ekstrem) membuat kelompok tidak memperhatikan opsi atau pilihan-pilihan atau
pertimbangan-pertimbangan lainnya yang ada dengan menganggap sepele kelompok lain.

Menimbulkan konformitas yang tinggi, karena setiap anggota akan berusaha untuk tetap tinggal di dalam
kelompok dan mencegah anggota lain meninggalkan kelompok (Collins & Ravens dalam Byrne et all, 2005)

Kohesivitas dapat menciptakan iklim yang saling menggantungkan antara satu anggota kelompok terhadap
anggota kelompok yang lain sehingga dapat menurunkan efektivitas, produktivitas, dan tanggung jawab
anggota di dalam kelompok. Jadi dapat disimpulkan (Sunarya dalam Pranandari, 2005).
RUANG PUBLIK DALAM LINGKUNGAN RUMAH-RUMAH TINGGAL
(PERRY DALAM BARNEJEE, 1984; PERRY DALAM WANG, 1965).

Ruang publik sebagai ruang yang digunakan untuk berkegiatan dan berinteraksi sosial yang
terbentuk ditimbulkan karena kebutuhan dalam bentuk ruang maupun tempat untuk bertemu
dan berkomunikasi antar satu manusia dengan manusia lainnya

Syarat terpenuhinya kebutuhan sosio psikologis permukiman adalah efektifikas jarak jangkau setiap
fasilitas pelayanan sosial di lingkungan rumah serta ukuran jumlah warga yang memungkinkan tingginya
tingkat ikatan fisik antar warga dan komunitasnya

Sementara kurangnya ruang terbuka publik pada lingkungan rumah-rumah penduduk dapat
menimbulkan permasalahan sosial seperti tidak ada ruang bersama untuk warga saling berinteraksi,
kesenjangan komunikasi antar warga, dan anak-anak tidak dapat bermain di ruang luar. Keadaan
tersebut mendorong terkikisnya budaya kebersamaan dan toleransi sosial (Hartono,2017)
U NS U R -U NS U R YA NG A DA DA LA M S UATU LINGK U NGA N
MA S YA RA K AT (TEMPAT TINGGA L):
SUJARTO (1977):

wisma (tempat tinggal),

karya (tempat berkarya),

suka (tempat rekreasi/bersantai/hiburan),

penyempurna (peribadatan, pendidikan,


kesehatan, utilitas umum)

jaringan jalan
TATA RUANG

• Menurut Rapoport (1969), pengertian tata ruang merupakan lingkungan


fisik tempat dimana terdapat hubungan organisatoris antara berbagai
macam objek dan manusia yang terpisah dalam ruang-ruang.
• Tatanan fisik yang berbeda akan memicu perilaku yang berbeda karena
hubungan timbal balik antara pola perilaku dengan milleu pada kawasan
(Lang, 1994).
FAKTOR YANG MENINGKATKAN
KOHESIVITAS

Faktor sosial Faktor Arsitektural

a) Tata letak bangunan, hadap dan elevasi


a) Kesepakatan tujuan kelompok bangunan satu sama lain

b) Frekuensi interaksi b) Desain bangunan tanpa pagar pembatas ataupun pagar


pembatas yang rendah, halaman yang luas

c) Ketertarikan personal c) Terdapat ruang terbuka public

d) Kompetisi intergroup d) Terdapat fasilitas-fasilitas pelengkap (sekolah,


tempat ibadah dll)
FAKTOR YANG MENURUNKAN
KOHESIVITAS

Faktor sosial Faktor Arsitektural

a) Ketidaksepakatan terhadap tujuan kelompok


a) Tata letak bangunan, hadap dan elevasi
b) Jumlah kelompok besar bangunan satu sama lain tidak mendukung

c) Pengalaman yang tidak menyenangkan b) Desain bangunan dengan pagar pembatas dan gerbang,
yang tinggi dengan desain yang membuat bangunan
tertutup rapat
d) Kompetisis intragroup
c) Tidak Terdapat ruang terbuka public dan tidak
adanya fasilitas-fasilitas pelengkap (sekolah,
e) Dominasi tempat ibadah dll) disekitar tempat tinggal
ELEMEN-ELEMEN FISIK YANG MEMPENGARUHI WARGA DALAM
MEMANFAATKAN RUANG ATAUPUN BERAKTIVITAS
(C ARR,1992)

a. Elemen fisik tetap


(gazebo, elemen bidang dasar (dinding,
berupa ruang
pagar pembatas, teras rumah))
terbuka

b. Elemen fisik non • berupa kendaraan warga yang


tetap terparkir.

c. Ruang-ruang
• koridor jalan sebagai area bermain
informal
LATAR BELAKANG

Peneliti tertarik untuk Penelitian terkait kohesi


mengamati terkait sosial dirasa peneliti
Alasan dari pengambilan
factor-factor yang perlu di lakukan karena
kasus dalam penelitian
menjadi pendorong kohesi sosial merupakan
ini adalah adanya
terciptanya kohesi social salah satu dari beberapa
interaksi masyarakat
di lingkungan tempat faktor yang mendukung
yang terjalin secara baik
tinggal tersebut yang tercapainya
di lingkungan tempat
terutama dalam hal pembangunan
tinggal tersebut
penataan ruang di berkelanjutan dalam
lingkungan tersebut. bidang arsitektur.
RUMUSAN MASALAH

Faktor apa saja yang menyebabkan terciptanya kohesi sosial di


sekitar warga Tanjung terkait dengan penataan ruang publik di
lingkungan tersebut?

Seperti apa latar belakang penduduk, aktivitas dan penataan


ruang public dan bangunan rumah di lingkungan tersebut
yang dapat menyebabkan terjadinya interaksi dan
komunikasi yang baik antar warga?
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Mengetahui apa saja factor-factor yang perlu diperhatikan dalam meciptakan


kohesi social, khususnya pentaan ruang, sebagai aspek pendukung terciptanya
pembangunan berkelanjutan dalam hal ini di dalam lingkup lingkungan tempat
tinggal tersebut

Dapat dijadikan informasi dan pertimbangan dalam merancang bangunan


di lingkup public sehingga target penciptaan pembangunan berkelanjutan
dapat terpenuhi
PETA LOKASI

JL.Pahlawan

RT02/RW04

Tanjung

Purwokerto Selatan
SUBJEK PENELITIAN

Desain dan penataan ruang di


lingkungan rumah gang IV Aktivitas dan interaksi masyarakat
Kelurahan Tanjung, RT 02/Rw 04 di kedua lingkungan rumah
Latar Belakang Masyarakat Purwokerto Selatan tersebut

Masyarakat
pendidikan
Pagar dan dinding pembatas setempat

pekerjaan Jarak
Pondok
sekolah
Asal pesantren
Arah hadap
usia
elevasi
LITERATUR
• Amos rapoport (1969). House From and Culture. Englewood Cliffs,N.J: Prentice Hall.
• Carmona, Matthew, et al. (2003). Public Space Urban Space: The Dimension of Urban Design. London: Architectural Press.
• Carr S., M. Francis, L. Rivlin, & A. Stone (1992). Public Space, Cambridge University Press, Cambridge.
• Durkiem, Emile, Robert N. Emile Durkheim on Morality and Society. Bellah 1975 HSC
• Ilyas, A.(2016). Pola Pemanfaatan Koridor di Pemukiman Padat (Studi Kasus Kampung Lengkong Kiai RT.01, BSD, Tangerang). Kecamatan
Blimbing, Kota Malang). Jurnal Mahasiswa Sosiologi.
• Forsyth, D.R. (2010). "Components of cohesion". Group Dynamics, Wadsworth: Cengage Learning. p.
• Lang, Jon T. (1987). Creating Architecture Theory: The Role of the Behavioral Sciences in Environmental Design. Van Nostrand Reinhold, New York
• Gehl, J. 1987. The Life Between Buildings. New York : Van Nostrand Reinhold.
• Hartono, D. (2017). Pengaruh Ruang Publik Terhadap Kualitas Visual Jalan Kali Besar Jakarta. Arsitektura, 15(2).
• Sampurna, Bisma Putra (2013).Memahami Konsep Kohesi Sosial.Jakarta : Kompasiana
• Putra, GhoustanJ.A. (2016). Pola Tatanan Pembentukan Ruang Ketiga (Thirdspace) Pada Ruang Publik Urban. Spectra. ITN
• Banerjee, Tridib, and William C. B. (1984). Beyond the Neighborhood Unit: Residential Environments and Public Policy. New York: Springer
Science+Business Media.
• Wang, Chi-chang. 1965. Thesis: An Evaluation of Perry’s Neighbourhood Unit Concept: A Case Study in the Renfrew Heights Area of Vancouver, B.
C. Canada: The University of British Columbia.
• Whyte, W. H. 1979. The Social Life of Small Urban Spaces. Washington: The Conservation Foundation.
• Wilder , L., & Walpole, M. (2008). Measuring social impacts in conservation: experience of using the Most Significant Change method. Fauna &
Flora International, Oryx, 42(4).

Anda mungkin juga menyukai