Diyah Rusmaharani
NIM: 21020120420029
KOHESI SOSIAL
(SAMPURNA, 2013).
Interaksi
Menurut) menjelaskan bahwa “rasa kepemilikan” dapat membentuk kohesivitas individu dalam suatu kelompok. “rasa
kepemilikan” ini membuat individu menyadari bahwa ia merupakan bagian dari suatu kelompok, dan kelompok
merupakan bagian dari individu. Dengan begitu kohesivitas dalam kelompok dapat terbentuk.
lebih lanjut menerangkan bahwa adanya kerjasama (teamwork) dapat menimbulkan kohesivitas antar anggota kelompok,
Individu yang bekerjasama untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka bersama demi tercapainya tujuan kolektif kelompok.
Hal ini membuat individu dalam suatu kelompok memiliki tanggung jawab yang sama besarnya akan hasil yang dicapai.
3. Attraction (atraksi)
kohesi kelompok muncul Ketika tiap anggota dalam suatu kelompok,memiliki perasaan positif
(atraksi positif) terhadap anggota lainya dalam kelompok. Individu yang memiliki atraksi positif
terhadap rekan sekelompoknya, cenderung memiliki kohesivitas yang tinggi (Lott dan Lott,
1965).
4. Status
individu yang memiliki lower statues cenderung patuh terhadap perintah yang diberikan
daripada individu yang memiliki higher statues. Oleh sebab itu individu dengan higher statues
cenderung memiliki dampak yang lebih besar sehingga sangat mudah bagi individu dengan
higher statues untuk menciptakan kohesivitas dalam kelompok (Milgram , 1974 )
KEADAAN FISIK BANGUNAN YANG
MEMPENGARUHI INTERAKSI SOSIAL
( R A D L I YAT U L L A H & D W I S U S A N TO , 2 0 2 0 )
Rumah dengan orientasi muka bangunan yang rumah dengan orientasi bangunan yang tidak berhadapan
saling memunggungi dan perbedaan elevasi pada bangunan
Rumah dengan orientasi bangunan yang tidak saling Rumah saling berhadapan namun terdapat
berhadapan dinding pembatas
DAMPAK POSITIVE
KOHESI SOSIAL
( S H A W & S H A W, 1 9 6 2 ) .
1. Anggota dari kelompok yang memiliki kohesi memiliki kecenderungan untuk berkomunikasi lebih baik dibandingkan
dengan kelompok yang tidak memiliki kohesi. Sebagai hasilnya, anggota kelompok yang memiliki kohesi seringkali
merasa puas, memiliki kecemasan dan ketegangan yang rendah.
2. saat kohesivitas meningkat akan diikuti dengan meningkatnya komitmen anggota kelompok terhadap tujuan
kelompok serta perasaan bertanggung jawab terhadap kelompok tersebut. Selain itu adanya keinginan untuk
mengambil bagian dalam tugas atau pekerjaan yang sulit, lalu motivasi dalam bekerja untuk mencapai tujuan dan
memperoleh penghargaan dari tercapainya tujuan tersebut.
3. Lalu adanya kepuasan moral, ketahanan terhadap frustasi dan rasa tak berdaya karena adanya dukungan dari
kelompok itu.
DAMPAK NEGATIF KOHESIVITAS
kohesivitas yang tinggi dapat menyebabkan individu kehilangan jati dirinya (deindividuasi)
Anggota kelompok jadi menomorsatukan kelompoknya melebihi apapun, sehingga hal ini berdampak menjadi
etnosentrisme
Adanya pola pikir yang sama (ekstrem) membuat kelompok tidak memperhatikan opsi atau pilihan-pilihan atau
pertimbangan-pertimbangan lainnya yang ada dengan menganggap sepele kelompok lain.
Menimbulkan konformitas yang tinggi, karena setiap anggota akan berusaha untuk tetap tinggal di dalam
kelompok dan mencegah anggota lain meninggalkan kelompok (Collins & Ravens dalam Byrne et all, 2005)
Kohesivitas dapat menciptakan iklim yang saling menggantungkan antara satu anggota kelompok terhadap
anggota kelompok yang lain sehingga dapat menurunkan efektivitas, produktivitas, dan tanggung jawab
anggota di dalam kelompok. Jadi dapat disimpulkan (Sunarya dalam Pranandari, 2005).
RUANG PUBLIK DALAM LINGKUNGAN RUMAH-RUMAH TINGGAL
(PERRY DALAM BARNEJEE, 1984; PERRY DALAM WANG, 1965).
Ruang publik sebagai ruang yang digunakan untuk berkegiatan dan berinteraksi sosial yang
terbentuk ditimbulkan karena kebutuhan dalam bentuk ruang maupun tempat untuk bertemu
dan berkomunikasi antar satu manusia dengan manusia lainnya
Syarat terpenuhinya kebutuhan sosio psikologis permukiman adalah efektifikas jarak jangkau setiap
fasilitas pelayanan sosial di lingkungan rumah serta ukuran jumlah warga yang memungkinkan tingginya
tingkat ikatan fisik antar warga dan komunitasnya
Sementara kurangnya ruang terbuka publik pada lingkungan rumah-rumah penduduk dapat
menimbulkan permasalahan sosial seperti tidak ada ruang bersama untuk warga saling berinteraksi,
kesenjangan komunikasi antar warga, dan anak-anak tidak dapat bermain di ruang luar. Keadaan
tersebut mendorong terkikisnya budaya kebersamaan dan toleransi sosial (Hartono,2017)
U NS U R -U NS U R YA NG A DA DA LA M S UATU LINGK U NGA N
MA S YA RA K AT (TEMPAT TINGGA L):
SUJARTO (1977):
jaringan jalan
TATA RUANG
c) Pengalaman yang tidak menyenangkan b) Desain bangunan dengan pagar pembatas dan gerbang,
yang tinggi dengan desain yang membuat bangunan
tertutup rapat
d) Kompetisis intragroup
c) Tidak Terdapat ruang terbuka public dan tidak
adanya fasilitas-fasilitas pelengkap (sekolah,
e) Dominasi tempat ibadah dll) disekitar tempat tinggal
ELEMEN-ELEMEN FISIK YANG MEMPENGARUHI WARGA DALAM
MEMANFAATKAN RUANG ATAUPUN BERAKTIVITAS
(C ARR,1992)
c. Ruang-ruang
• koridor jalan sebagai area bermain
informal
LATAR BELAKANG
JL.Pahlawan
RT02/RW04
Tanjung
Purwokerto Selatan
SUBJEK PENELITIAN
Masyarakat
pendidikan
Pagar dan dinding pembatas setempat
pekerjaan Jarak
Pondok
sekolah
Asal pesantren
Arah hadap
usia
elevasi
LITERATUR
• Amos rapoport (1969). House From and Culture. Englewood Cliffs,N.J: Prentice Hall.
• Carmona, Matthew, et al. (2003). Public Space Urban Space: The Dimension of Urban Design. London: Architectural Press.
• Carr S., M. Francis, L. Rivlin, & A. Stone (1992). Public Space, Cambridge University Press, Cambridge.
• Durkiem, Emile, Robert N. Emile Durkheim on Morality and Society. Bellah 1975 HSC
• Ilyas, A.(2016). Pola Pemanfaatan Koridor di Pemukiman Padat (Studi Kasus Kampung Lengkong Kiai RT.01, BSD, Tangerang). Kecamatan
Blimbing, Kota Malang). Jurnal Mahasiswa Sosiologi.
• Forsyth, D.R. (2010). "Components of cohesion". Group Dynamics, Wadsworth: Cengage Learning. p.
• Lang, Jon T. (1987). Creating Architecture Theory: The Role of the Behavioral Sciences in Environmental Design. Van Nostrand Reinhold, New York
• Gehl, J. 1987. The Life Between Buildings. New York : Van Nostrand Reinhold.
• Hartono, D. (2017). Pengaruh Ruang Publik Terhadap Kualitas Visual Jalan Kali Besar Jakarta. Arsitektura, 15(2).
• Sampurna, Bisma Putra (2013).Memahami Konsep Kohesi Sosial.Jakarta : Kompasiana
• Putra, GhoustanJ.A. (2016). Pola Tatanan Pembentukan Ruang Ketiga (Thirdspace) Pada Ruang Publik Urban. Spectra. ITN
• Banerjee, Tridib, and William C. B. (1984). Beyond the Neighborhood Unit: Residential Environments and Public Policy. New York: Springer
Science+Business Media.
• Wang, Chi-chang. 1965. Thesis: An Evaluation of Perry’s Neighbourhood Unit Concept: A Case Study in the Renfrew Heights Area of Vancouver, B.
C. Canada: The University of British Columbia.
• Whyte, W. H. 1979. The Social Life of Small Urban Spaces. Washington: The Conservation Foundation.
• Wilder , L., & Walpole, M. (2008). Measuring social impacts in conservation: experience of using the Most Significant Change method. Fauna &
Flora International, Oryx, 42(4).