Anda di halaman 1dari 3

NAMA : BAMBANG NOVIYANTO

NIM : D1B114009
JURUSAN : ILMU PEMERINTAHAN
M.K : SISTEM PEMERINTAHAN DESA

Civic culture terbentuk dari dua kata yakni civic dan culture. Secara harfiah
civicdiartikan oleh Kipper, (1999:129) sebagai civil, civilitu sendiri diartikan diantaranya sebagai
civilian, yang memiliki arti diantaranya sebagai citizen yang diartikan sebagai person native of
countryatau menjadi warga negara. Warga negara menurut Endarmoko, (2006:709), adalah
orang,penduduk,
Kewarganegaraan, kebangsaan, kerakyatan. Sedangkan culture menurut Reading, (1986:96)
merupakan totalitas tingkahlaku yang dipelajari serta diturunkan dan satu generasi ke generasi
yang lain; tingkahlaku yang paling mungkin terulang kembali dalam masyarakat (Wallace); jenis
tradisi dimana simbol ditranmisikan dan satu generasi ke generasi lain melalui social learning.
Secara garis besar culture memiliki arti sebagai kebudayaan.

Istilah budaya kewarganegaraan atau civic culture diciptakan oleh Gabriel Almond dan
Sidney Verba pada tahun 1963 untuk menjelaskan perilaku hubungan politik dan sosial yang
dianggap penting bagi keberhasilan demokrasi modern. Dengan menggunakan teknik-teknik
penelitian survai pada saat itu, Almond dan Verba melakukan pengkajian di lima negara, yakni:
Inggris, Jerman, Italia, Meksiko, dan Amerika Serikat. Namun, dalam proses pengkajian mereka
maka terjadi perubahan studi politik komparatif yang menjauh dari kecenderungan eksklusif
dengan analisis mendasar terhadap studi perilaku komparatif.

Menurut Almond dan Verba (1963) bahwa budaya kewarganegaraan (civic culture)
mungkin merupakan gambaran terbaik dari budaya politik. Budaya politik merupakan asal dan
perkembangan dari konsepsi kewarganegaraan yang disebut sebagai civic culture ini. Menurut
mereka, diperlukan suatu budaya politik yang ditandai dengan klasifikasi partisipan (delegasi
atau peserta), warganegara sebagai subjek, dan parokial yang berlipat tiga (threefold) di mana
terdapat kemungkinan terjadinya kewarganegaraan tingkat tinggi yang berhubungan dengan
seseorang yang dengan penuh pengabdian menunaikan kewajiban-kewajibannya sebagai
warganegara.
Klasifikasi demikian merupakan contoh dari cara berpikir yang berhubungan dengan
pandangan mengenai kewarganegaraan yang berdasarkan pada kewajiban (duty-based) ini. Di
dalam pengkajian Almond dan Verba pada konteks awalnya, nilai-nilai dan sikap-sikap yang ikut
dalam mempertahankan lembaga-lembaga demokratis yang partisipatoris berhubungan dengan
bagaiamana suatu masyarakat berhadapan dengan kepentingan mereka sendiri.

Civic culture (budaya kemasyarakatan) sifatnya pluralistik dan berbasis pada komunikasi
dan persuasi sebagai sebuah budaya dari kesepakatan dan keberagaman. Budaya ini
membolehkan adanya perubahan tetapi dengan tingkat yang rendah. Konsep civic culture terkait
erat pada perkembangan demokratic civil society atau masyarakat madani yang
mempersyaratkan warganya untuk melakukan proses individualisasi, dalam pengertian setiap
orang harus belajar bagaimana dirinya dan orang lain sebagai individu yang merdeka dan sama
tidak lagi terikat oleh atribut-atribut khusus yang konteks, etnis, agama, atau kelas dalam
masyarakat. Masyarakat civil yang demokratis tidak mungkin berkembang tanpa perangkat
budaya yang diperlukan untuk melahirkan warganya. Karena itu negara harus mempunyai
komitmen untuk memperlakukan semua warga negara sebagai individu dan memperlakukan
semua individu secara sama. Secara spesifik civic culture merupakan budaya yang menopang
kewarganegaraan yang berisikan seperangkat ide-ide yang dapat diwujudkan secara efektif
dalam representasi kebudayaan untuk tujuan pembentukan identitas warganegara.

Peran dalam bidang politik ini mayoritas tentang masalah partisipasi dalam politik.
Demokratisasi dalam bidang politik memberi peluang agar warga negara berpartisipasi dalam
bidang poltik diantaranya adalah peartisipasi lewat partai politik dengan cara menjadi anggota
parpol ataupun beberapa organisasi kecil di masyarakat, selalu mengkontrol dan mengkritisi
kinerja pemerintah dalam hal kebijakan politik, membangun suatu sarana sosialisasi politik agar
membantu upaya peningkatan identitas nasional dan integrasi nasional, selalu ingin berperan
dalam pengambilan keputusan politik lewat aksi demo maupun ikut serta dalam pemilu.
Masyarakat yang didominasi oleh kelompok-kelompok fundamentalis akan menggagalkan
demokrasi deliberatif. Demokrasi deliberatif adalah suatu keharusan bagi masyarakat plural
seperti Indonesia yang mana melalui komunikasi intensif antar semua bagiannya secara terus-
menerus untuk mewujudkan sistem politik yang dimiliki bersama dan menunjang hidup bersama
yang adil dan berdamai.

Anda mungkin juga menyukai