Anda di halaman 1dari 54

Kritik

Arsitektur
“Kritik Normatif Studi Kasus Banjir”

Tony Sugiarto / 21020120420027


Diyah Rusmaharani / 21020120420029
Daftar Isi

• Gambaran Umum Kota Jakarta


• Permasalahan Banjir Jakarta
• Kajian Teori
• Kritik Normatif Banjir Jakarta
Gambaran Umum
Kota Jakarta

• Administratif
• Geografis
Gambaran Umum
Kota Jakarta
Provinsi DKI Jakarta mempunyai luas daratan
661,52 km2 dan lautan seluas 6.977,5 km2 serta tercatat
±110 pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu.

Secara administrasi, Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5


wilayah Kotamadya dan 1 Kabupaten Administrasi yaitu
• Jakarta Pusat dengan luas daratan 47,90 km2;
• Jakarta Utara dengan luas daratan 154,01 km2,
• Jakarta Barat dengan luas daratan 126,15 km2;
• Jakarta Selatan dengan luas daratan 145,73 km2;
• Jakarta Timur dengan luas daratan 187,73 km2
• Kabupaten Adm. Kepulauan Seribu.

sumber: Wikipedia
Geografis
Jakarta mengalami puncak musim penghujan pada bulan Januari dan Februari dengan rata-rata curah
hujan 350 milimeter dengan suhu rata-rata 27 °C. Curah hujan antara bulan Januari dan awal Februari
sangat tinggi, pada saat itulah Jakarta dilanda banjir setiap tahunnya

sumber: Wikipedia
Permasalahan Banjir
Kota Jakarta
• Sejarah Banjir Jakarta
• Titik Banjir Jakarta
• Penyebab Banjir Jakarta
• Dampak Banjir Jakarta
• Upaya Penanggulangan
Banjir rob di Muara Baru

mobil off road milik Basarnas


dikerahkan untuk menarik mobil
yang terjebak banjir di Jalan
Kemang Raya, Jakarta,

Banjir hulu, di Cipinang Melayu


di Jakarta Timur
Banjir Jakarta Era Tarumanegara
• Prasasti Tugu yang ditemukan pada 1878 di Jakarta Utara menjadi bukti otentik jika
banjir di Jakarta sudah ada sejak zaman Kerajaan Tarumanegara.

• Secara garis besar, prasasti tersebut berisikan pesan jika Raja Purnawarman pernah
menggali Kali Chandrabhaga di daerah sekitar Bekasi dan Kali Gomati atau yang
sekarang dikenal sebagai Kali Mati di Tangerang.

• Penggalian tersebut merupakan upaya mengatasi banjir. Sungai yang digali tersebut
diharapkan bisa mengalirkan debit air, sehingga banjir di Jakarta kala itu bisa segera
surut. Selain itu, penggalian kali ini juga ditujukan untuk kepentingan irigasi sawah
warga

Sumber: Kompas , 22/02/2021


Banjir Jakarta Era Hindia Belanda
pada tahun 1619, Jan Pieterszoon Coen meminta Simon Stevin merancang
sebuah kota di muara Sungai Ciliwung yang sering kebanjiran sebagaimana Kota
Amsterdam di Belanda. Jakarta pada masa kolonial Belanda dikenal dengan sebutan
Batavia. Saat itu, sebagian besar daerah Batavia masih berupa rawa dan hutan liar, sehingga
sering tergenang banjir dari air beberapa sungai, terutama Kali Ciliwung yang meluap saat
hujan deras. Kota Batavia dibangun dengan dikelilingi parit-parit, tembok kota, lengkap
dengan kanal. Dengan kanal-kanal itu, Coen berharap bisa mengatasi banjir, sekaligus
menciptakan sebuah kota yang menjadi lalu lintas pelayaran, sebagaimana kota-kota di
Belanda.
Banjir Jakarta pada 1621 merupakan banjir pertama di era kekuasaan VOC di Nusantara,
tepatnya pada masa kepemimpinan Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen. Saat itu
banyak rumah warga yang terbuat dari kayu sehingga mudah hanyut ketika banjir melanda
Batavia. Struktur jalannya pun masih belum beraspal sehingga sangat sulit untuk dilalui
sepeda atau dokar. Sebenarnya, Belanda sudah pernah membangun kanal sejak dua tahun
sebelum bencana banjir ini terjadi. Namun, usahanya gagal karena Belanda tidak
mengetahui letak geografis dan struktur topografi Jakarta kala itu.
1872, 1909
• Banjir Jakarta pada 1872 Banjir kembali melanda Batavia pada 1872, tepatnya pada masa
kepemimpinan Gubernur Jenderal James Louden. Penyebabnya sama, yakni hujan deras dan
luapan air sungai. Kanal kembali tidak bekerja, karena selalu tersumbat sampah, tanah, lumpur
dan pasir. Upaya pembersihan kanal sering dilakukan, namun tetap tidak membantu karena
kotoran lumpur yang dibersihkan tetap dibiarkan menumpuk di tepi kanal.
• Banjir Jakarta pada 1893 Batavia kembali dilanda banjir pada 1893, tepatnya saat Gubernur
Jenderal Carel HA van der Wijck memimpin. Penyebabnya yakni curah hujan yang sangat tinggi.
Banjir besar yang melanda Batavia saat itu awalnya hanya menggenangi beberapa daerah saja.
Namun, hujan terus mengguyur hingga hampir seluruh daerah Batavia tergenang banjir.
Bencana banjir yang hampir melanda sebulan penuh ini telah merenggut banyak korban jiwa.
• warga Batavia banyak terserang penyakit, seperti disentri, tifus bahkan malaria. Penyebab
utamanya adalah air sumur yang tercemar dan sama sekali tidak layak konsumsi serta
berkembang biaknya nyamuk anopheles.
• Banjir Jakarta pada 1909 Curah hujan tinggi selalu menjadi penyebab utama Batavia dilanda
banjir. Saat itu, Gubernur Jenderal Idenburg dan Belanda tidak berdaya untuk mengatasi
permasalahan banjir ini.
• Pada 1911, Belanda membangun pintu air besar, yaitu Bendung Katulampa di Bogor. Tujuannya supaya
bisa mengukur debit air Kali Ciliwung. Pembangunan pintu air besar ini merupakan sistem peringatan dini
yang diharapkan bisa mengatasi permasalahan banjir.

• Kemudian pada 1918 menjadi banjir terparah selama sembilan tahun terakhir. Selama berhari-hari hujan
terus mengguyur Batavia. Akibatnya hampir seluruh rumah di Batavia terendam banjir. Gubernur Jenderal
JP Graaf van Limburg Stirum dan pejabat Belanda lagi-lagi tidak berdaya untuk mengatasi permasalahan
banjir ini. Kanal tetap tidak berfungsi baik karena selalu tersumbat sampah, lumpur dan tanah.

• Permasalahan banjir di Batavia pertama kali ditangani secara sistematik pada pertengahan tahun 1920.
Saat itu, di Bogor banyak hutan yang dibuka untuk dijadikan lahan perkebunan teh. Sehingga hal ini
dikhawatirkan akan menambah dampak banjir di Batavia kala itu. Oleh karena itu, untuk meminimalisir hal
tersebut dibuatlah rencana van Breen atau perbaikan tata-air-ibukota Batavia. Rencana ini merupakan
strategi untuk mengendalikan air di Batavia. Secara garis besar, rencana ini lebih diarahkan pada tata
lingkungan kota di daerah terbangun. Rencana ini juga dikatkan dengan wacana pembuangan air dan
kotoran dari wilayah permukiman yang saat itu sedang dibangun, yakni daerah Menteng. Inti dari rencana
van Breen ialah membuat terusan baru yang posisinya melintang ke arah alur sungai di wilayah Batavia,
yaitu timur barat di penempatan alur. Hal ini lebih dikenal dengan istilah transversal channel.

• Pada 1922, juga disusun rencana perbaikan kampung atau Kamppongverbeetering. Namun, rencana ini
tidak berjalan lancar karena minimnya alokasi dana.
• Banjir terparah kedua setelah 1918 terjadi pada 1932, tepatnya pada masa kepemimpinan Gubernur Jenderal B.C. de
Jonge. Selain menjadi banjir terparah kedua, banjir kali ini juga banyak disorot oleh media cetak. Salah satunya surat
kabar The Orient yang memberitakan banjir di Jalan Sabang. Karena merupakan pusat pertokoan dan lokasi nongkrong
anak muda Batavia.
• Sungai Ciliwung yang berkelok-kelok dialihkan dan digantikan sebuah terusan lurus yang membelah Kota Batavia
menjadi dua bagian. Namun demikian, sistem kanal yang telah dibangun ternyata tidak mampu mengatasi banjir besar
yang melanda Batavia pada tahun 1932 dan 1933. Contoh bangunan kanal dan pintu air peninggalan jaman Belanda yang
dahulu dibangun untuk mengatasi permasalahan banjir di wilayah Jakarta dan masih ada hingga kini antara lain Kanal
Banjir Kalimalang, Pintu Air Matraman, dan Pintu Air Kare.

• Pada 8 Januari malam hingga 9 Januari 1932 dini hari, hujan deras mengguyur Batavia. Saat itu curah hujan mencapai
150 mm.
• Akibatnya, air meluap sehingga terjadi banjir, seperti di kawasan selatan Koningsplein (sekarang Monas), tepatnya di
Gang Holle (kini Jalan Sabang), terlihat mobil mogok di tengah genangan air
1996

• Dalam “Evaluasi dan Analisis Curah Hujan sebagai Faktor Penyebab Bencana Banjir Jakarta”, (alm) Sutopo
Purwo Nugroho, yang pernah menjabat Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) menuliskan pada tahun 1996 Kali Ciliwung debit airnya mencapai puncak
yaitu 743 meter kubik per detik.
• Pada tanggal 9-11 Februari 1996, banjir lebih besar terjadi di Jakarta, hal ini dikarenakan buruknya seluruh
sistem drainase yang ada. Bahkan ketinggian banjir yang merendam Jakarta kala itu mencapai 7 meter, dan
menyebabkan jatuhnya korban hingga 20 orang.

Sumber: boombastis.com
2002
• Banjir yang menyerang Jakarta sejak 27 Januari hingga 1 Februari 2002 ini telah menyebabkan 42 kecamatan
serta 168 kelurahan harus terendam air. Kejadian ini membuat 24.25% dari luas kota Jakarta digenangi air
bah.
• Sutopo Purwo Nugroho, dalam “Evaluasi dan Analisis Curah Hujan sebagai Faktor Penyebab Bencana Banjir
Jakarta” mengungkapkan ketinggian air yang menggenangi Ibu Kota kita ini mencapai ketinggian 5 meter.
Akibat kejadian ini, 21 nyawa tercatat menjadi korban.

• Sumber:https://www.boombastis.com/
2007

• Banjir Jakarta 2007 adalah bencana banjir yang menghantam Jakarta dan sekitarnya sejak 1 Februari 2007 malam hari. Selain
sistem drainase yang buruk, banjir berawal dari hujan lebat yang berlangsung sejak sore hari tanggal 1 Februari hingga
keesokan harinya tanggal 2 Februari, ditambah banyaknya volume air 13 sungai yang melintasi Jakarta yang berasal dari
Bogor-Puncak-Cianjur, dan air laut yang sedang pasang, mengakibatkan hampir 60% wilayah DKI Jakarta terendam banjir
dengan kedalaman mencapai hingga 5 meter di beberapa titik lokasi banjir.
• Pantauan di 11 pos pengamatan hujan milik Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) (saat itu masih bernama
Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG)) menunjukkan, hujan yang terjadi pada Jumat, 2 Februari, malam lalu mencapai
rata-rata 235 mm, bahkan tertinggi di stasiun pengamat Pondok Betung mencapai 340 mm. Hujan rata-rata di Jakarta yang
mencapai 235 mm itu sebanding dengan periode ulang hujan 100 tahun dengan probabilitas kejadiannya 20 persen.

Sumber : Wikipedia, diakses 2021


Banjir 2013
• Bencana banjir yang melanda Jakarta dan sekitarnya pada pertengahan Januari 2013 yang menyebabkan
Jakarta dinyatakan dalam keadaan darurat. Banjir ini sebenarnya sudah dimulai sejak Desember 2012, dan
baru mencapai puncaknya pada Januari 2013.
• Selain curah hujan yang tinggi sejak Desember 2012, sistem drainase yang buruk, dan jebolnya berbagai
tanggul di wilayah Jakarta, banjir ini juga disebabkan meningkatnya volume 13 sungai yang melintasi Jakarta.
• Tingginya curah hujan di kawasan bisnis MH Thamrin membuat jalanan tergenang pada tanggal 22 Desember,
mulai dari Sarinah, Sabang hingga Monumen Nasional. Kepala Dinas PU DKI Jakarta, Ery Basworo, menyatakan
tingginya curah hujan sebagai penyebab buruknya genangan dan menyangkal adanya masalah drainase dan
sampah. Buruknya genangan disebabkan pompa yang telah disediakan tidak mampu mengimbangi tingginya
aliran air yang hendak dipindahkan ke Kanal Banjir Barat.
• fakta bahwa gorong-gorong di sekitar wilayah tersebut yang ternyata hanya berukuran 60 sentimeter, dan
belum pernah dibangun lagi semenjak tahun 1970an. Inisiatif Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo untuk
memeriksa drainase di Jalan MH Thamrin, membuat hal tersebut terungkap kepada publik dan akhirnya
memunculkan ide untuk membangun Smart Tunnel untuk membantu mempercepat mengalirnya air ke laut
• Sejak akhir tahun, telah terjadi beberapa kerusakan tanggul, dimulai dari tanggul di Kali Adem, Muara Angke,
Penjaringan, Jakarta Utara, pada tanggal 13 Desember 2012. Kerusakan tanggul ini menyebabkan 500 rumah
warga terendam air laut, serta dua warga hanyut. Akhirnya ratusan gubuk liar dibongkar untuk
mempermudah masuknya alat berat guna memperbaiki tanggul. Lurah Pluit menjelaskan hempasan air laut
pasang yang menggerus tanggul yang menyebabkan kerusakan ini.
2020

• Curah hujan pada 1 Januari 2020 di sekitar Jakarta, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG),
termasuk yang paling ekstrem dan tertinggi sejak 154 tahun lalu. Banjir yang dipicu hujan besar menenggelamkan sebagian
ibukota negara dan kota-kota penyangga sekitarnya.
• Sampai hari ini, lebih dari 50 orang tewas dan lebih dari 170 ribu orang menjadi pengungsi dadakan karena rumah mereka
tersapu air bah.
• Sudah banyak penelitian dan kajian untuk menanggulangi banjir Jabodetabek. Baik pemerintah pusat dan daerah telah
memproduksi dokumen perencanaan, tata ruang, master plan dan program.
• Namun hanya sedikit dari rencana-rencana tersebut sedikit yang sudah benar-benar terlaksana. Implementasi rencana
penanggulangan banjir masih parsial, jangka pendek, dan belum terintegrasi.

Sumber: Liputan 6, Januari 2020.


Track Record
banjir Jakarta
Wilayah Banjir
Jakarta, 20 Februari 2021
Wilayah Banjir
Jakarta, 23 Februari 2021
Sistem Tata Air
Jakarta
Terdapat 18 lokasi tata air Kota Jakarta
Dapat dilihat dari gambar disamping.

sumber:daerahkita.com
Jumlah Pompa 487
+ 175
+67
pompa = 729
pompa pompa
mobile/ber Pompa
stasioner underpass
gerak
Faktor Penyebab Banjir Jakarta

• Indikasi sistem drainage yang buruk


• Kurangnya RTH (Ruang Terbuka Hijau)
• Pertumbuhan Awan (fenomena alam La Nina curah hujan
meningkat)
• Sampah
• Penurunan Tanah
Kurangnya lahan terbuka
Buruknya system drainase sampah
hijau

Penurunan tahan
Sumber Berita
Masalah Problem Infrastruktur Drainage

Pentingnya kesadaran akan keselarasan antara keberlanjutan


lingkungan hidup dengan perkembangan pembangunan tentu saja erat kaitannya
dengan konsep penataan ruang yang semestinya. Masalah drainase di Jakarta
antara lain:
• Kapasitas drainase di Jakarta berkisar antara 50-100 mm. Bila terjadi hujan di
atas 100 mm (130-160 mm per hari) maka terjadi genangan banjir di Jakarta.
• Tertutupnya banyak drainase oleh sampah di perkotaan dan di perumahan
• Keadaan ini juga diperkuat dengan banyaknya pembangunan infrastruktur di
Jakarta yang sedang berjalan dan secara langsung memanfaatkan ruang
Jakarta, diantaranya adalah pembangunan kereta api cepat milik PT KCIC dan
pembangunan jalur Light Rapid Transit (LRT) di sekitar kawasan ruas jalan tol.
Pada prosesnya, pengembangan infrastruktur ini justru menutup akses drainase
ruang kota di wilayah DKI Jakarta ditambah dengan semakin gundulnya pohon-
pohon yang seharusnya dapat menyerap genangan air.
sumber: icel.or.id
Sumber Berita
Kurangnya RTH

Karliansyah mengatakan penurunan IKTL di DKI Jakarta sangat dipengaruhi


penurunan tutupan hutan di Kepulauan Seribu dan Jakarta Utara.
Sementara itu KLHK juga mencatat peningkatan luas Ruang Terbuka Hijau
(RTH) di Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Barat. Meski jumlahnya belum cukup
signifikan.
Pada 2019, Dinas Kehutanan DKI Jakarta mengungkap luas RTH hanya
mencakup 9,9 persen dari keseluruhan wilayah DKI Jakarta. Luasan itu jauh dari target
Program Kota Hijau milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
yang mengatur RTH minimal 30 persen bagi perkotaan.

sumber: cnnindonesia.com
Sumber Berita
Fenomena La Nina

Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal menjelaskan, musim hujan 2020-


2021 dipengaruhi dengan fenomena iklim global La Nina yang dapat meningkatkan curah
hujan hingga 40 persen. Fenomena iklim La Nina diperkirakan masih akan berlangsung
setidaknya hingga Mei 2021. "Saat ini hampir sebagian besar wilayah Indonesia yaitu 96
persen dari Zona Musim telah memasuki musim hujan," ujarnya.

sumber: kompas.com
Sumber Berita
Sampah
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Fraksi NasDem DPRD DKI Jakarta
Wibi Andrino mengkritik penanganan sampah di hulu oleh pemerintah DKI
Jakarta. Menurut dia, masih banyaknya pembuangan sampah di sungai
mengakibatkan saluran air tersumbat dan banjir.
Drainase juga hanya mampu menampung curah hujan maksimal
100 mm per hari. Sedangkan tingkat hujan deras di Jakarta belakangan ini
bisa mencapai 150 mm per hari. “Buruknya daya tampung drainase otomatis
menyebabkan banjir Jakarta," kata dia dalam diskusi virtual, Senin, 22
Februari 2021. Apalagi ditambah dengan pola perilaku hidup masyarakat yang
masih membuang sampah di saluran air.

sumber: tempo.co
Sumber Berita
Penurunan Tanah

Jakarta - BMKG mengingatkan wilayah DKI Jakarta berpotensi mengalami banjir selama
beberapa hari ke depan. Pasalnya, terjadi penurunan tanah seluas 40 persen di wilayah
Jakarta yang mengakibatkan kawasan ini mudah tergenang air.
"Genangan juga mudah terjadi di Jakarta terutama Jakarta Utara, karena 40 persen
wilayahnya memang sudah lebih rendah karena fenomena penurunan tanah. Terlebih
banjir akan lebih meluas apabila terjadi rob pasang naik air laut, sebagaimana terjadi di
Semarang," ujar Subkoordinator Bidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas
Udara BMKG, Siswanto, melalui keterangan tertulis, Minggu (7/2/2021).

sumber: new.detik.com
Kondisi Pesisir Jakarta
• Permukiman di sejumlah wilayah di kawasan Jakarta Utara terendam air laut. Hal ini disebabkan permukaan
tanah di kawasan itu yang mengalami penurunan. Di kawasan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, sebuah
masjid bernama Wall Adhuna terendam air laut secara permanen.

• Masjid tersebut sudah hampir satu dekade tak dapat difungsikan. Padahal, dahulu masjid ini menjadi tempat
ibadah para nelayan yang tengah bersandar. Jalanan di sekitar Masjid Wall Adhuna juga sudah terendam air
laut secara permanen. Lumut dan ikan-ikan kecil pun bermunculan di lokasi tersebut

• Tak berfungsinya jalanan menyebabkan kawasan tersebut nyaris tak memiliki akses. Alhasil, warga
memanfaatkan ruang sempit di tembok tanggul untuk melintas. Pada Februari 2018, Direktur Pengairan dan
Irigasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Abdul Malik Sadat Idris mengatakan, terjadi
penurunan permukaan tanah di Jakarta sekitar 3 hingga 18 sentimer (cm). Penurunan permukaan tanah itu
disebabkan beban bangunan gedung, serta pengambilan air tanah yang tidak terkontrol. Abdul mengatakan,
tren penurunan permukaan tanah berbeda-beda di setiap lokasi.
sumber : Kompas.com
Permukaan laut di Muara Baru, Jakarta Utara, lebih tinggi dari
Mushola Waladuna, Muara baru, Jakarta Utara permukaan tanah, tanggul semakin amblas turun
Sumber: Kumparan

lantai sebuah pasar ikan tampak bergelombang.


Penurunan tanah membuat amblasan dan celah menganga sebuah gedung dua lantai yang berdiri sejak tahun
setinggi 20cm, antara tanah dan dasar bangunan. 1970an, hampir menjadi gedung satu lantai. Sekitar
tiga perempat lantai dasar gedung telah terbenam
masuk ke tanah dan digenangi air.
Dampak Banjir Jakarta
• Akses jalan Terputus
• Kerusakan Bangunan
Sumber Berita
Akses Jalan Terputus

1, Di akses Jalan Kemang Timur dan Kemang Utara, Mampang, Jakarta Selatan,
terputus, akibat banjir. Banjir setinggi kurang lebih satu 1 meter akibat hujan deras dan
luapan air Kali Krukut. banjir sudah merendam Perumahan Kemang Timur, Kelurahan
Bangka, dan sekolah yang berada di wilayah itu.
2. JL. Kapten Tendean terputus akses lalu lintasnya akibat curah hujan yang tinggi

sumber: kompas tv
Sumber Berita
Kerusakan Bangunan dan properti

1. Bangunan bisnis Kemang Timur dan Kemang Utara, Jakarta selatan


2. Permukiman padat penduduk di Jl.Petogogan Kebayoran Baru
3. Perumahan di JL. Jahi Nawi dan Fatmawati, Jakarta Selatan
4. Perumahan Pondok Jaya Mampang, Jakarta Selatan

sumber: kompas tv
Upaya Penanggulangan
• Normalisasi Sungai
• Revitalisasi Pompa Air
• Perbaikan Drainage (kapasitas)
• Optimalisasi RTH
• Penanggulangan Sampah
• Pengetatan regulasi terkait pemanfaatan air tanah
Kajian Teori

• Konsep Kota Hijau


• Regulasi PEMDA
(RTH,IMB,AIR TANAH)
Teori Kota Hijau
(Green City)
Green City (Kota hijau) adalah konsep pembangunan kota berkelanjutan dan ramah lingkungan yang dicapai
dengan strategi pembangunan seimbang antara pertumbuhan ekonomi, kehidupan sosial dan perlindungan
lingkungan sehingga kota menjadi tempat yang layak huni tidak hanya bagi generasi sekarang, namun juga
generasi berikutnya.

Atribut Kota Hijau, yaitu:

1.Green planning and design : Perencanaan dan perancangan kota yang beradaptasi pada kondisi
biofisik kawasan.
2.Green open space : Mewujudkan jejaring ruang terbuka hijau.
3.Green waste : Usaha menerapkan 3 R (reduce, reuse, recycle).
4.Green transportation : Pengembangan transportasi yang berkelanjutan/transportasi massal.
5.Green water : Efisiensi pemanfaatan sumber daya air.
6.Green energy : Pemanfaatan sumber energi yang efisien dan ramah lingkungan
7.Green building : Pengembangan bangunan hemat energi.
8.Green community : Kepekaan, kepedulian, dan peran aktif masyarakat dalam
pengembangan atribut kota hijau. Konstruksi bangunan yang ramah
lingkungan menjadi sebuah elemen vital dalam perwujudan kota hijau.
Regulasi PEMDA
Regulasi yang mendukung konsep “Kota Hijau” terkait kasus Banjir Jakarta

a.PERDA 01 TAHUN 2012 TENTANG RTRW 2030 (Rencana Detail Tata Ruang)

b.PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

c.Pedoman Pemberian Saran Teknis Izin Pemboran dan atau Pegambilan/Pemanfatan Air Bawah Tanah
(PERGUB No.21 Tahun 2006)

d. Permen PUPR No. 05 Tahun 2016 Tentang Izin Mendirikan Bangunan Gedung
PERDA 01 TAHUN 2012 TENTANG RTRW 2030 (Rencana Detail Tata Ruang)

Pasal 6
Tentang Kebijakan Penataan Ruang
(5) Untuk mewujudkan keterpaduan pemanfaatan dan pengendalian ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf e, ditetapkan kebijakan sebagai berikut:
a. Pelaksanaan konservasi kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, kawasan lindung,
sumber daya air, dan pengembangan RTH untuk keseimbangan ekologi kota Jakarta;
b. Pengembangan RTH untuk mencapai 30% (tiga puluh persen) dari luas daratan Provinsi DKI
Jakarta terdiri dari RTH Publik dan RTH Privat yang didedikasikan sebagai RTH bersifat publik
seluas 20% (dua puluh persen) dan RTH Privat seluas 10% (sepuluh persen) sebagai upaya
peningkatan kualitas kehidupan kota;
c. Penurunan emisi gas rumah kaca sebagai upaya mengantisipasi pemanasan global dan
perubahan iklim; dan
d. Penetapan dan pemeliharaan kawasan yang memiliki nilai strategis yang berpengaruh
terhadap aspek lingkungan.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

Pasal 40
(1) Untuk menjaga daya dukung dan fungsi daerah imbuhan air tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) huruf a dilakukan dengan cara:
a. mempertahankan kemampuan imbuhan air tanah;
b. melarang melakukan kegiatan pengeboran, penggalian atau kegiatan lain dalam radius 200
(dua ratus) meter dari lokasi pemunculan mata air; dan
c. membatasi penggunaan air tanah, kecuali untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari.
(2) Untuk menjaga daya dukung akuifer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) huruf
b dilakukan dengan mengendalikan kegiatan yang dapat mengganggu sistem akuifer. (3)
Untuk memulihkan kondisi dan lingkungan air tanah pada zona kritis dan zona rusak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) huruf c dilakukan dengan cara:
a. melarang pengambilan air tanah baru dan mengurangi secara bertahap pengambilan air
tanah baru pada zona kritis air tanah;
b. melarang pengambilan air tanah pada zona rusak air tanah; dan
c. menciptakan imbuhan buatan.
Pedoman Pemberian Saran Teknis Izin Pemboran dan atau Pegambilan/Pemanfatan
Air Bawah Tanah (PERGUB No.21 Tahun 2006)

BAB III (Konservasi)


Pasal 3
1. Zona/kelompok akuifer 1 (air bawah tanah dangkal) yaitu akuifer tak tertekan/bebas
2. Zona/kelompok akuifer 2 (air bawah tanah dalam) yaitu akuifer tertekan

Pasal 4
1. Zona akuifer 1 yang dimaksud mempunyai penyebaran muka air tanah dengan kedalaman rata-
rata 40m yang terbagi menjadi 3 zona yaitu :
a. daerah dengan debit/volume pengambilan paling tinggi 18 m3/km/jam
b. daerah dengan debit/volume pengambilan paling tinggi 21,6 m3/km/jam
c. daerah dengan debit/volume pengambilan paling tinggi 25,2 m3/km/jam

2. Zona akuifer 2 yang dimaksud mempunyai penyebaran muka air tanah dengan kedalaman rata-
rata diatas 40 m yang terbagi menjadi 3 zona yaitu :
a. daerah dengan debit/volume pengambilan paling tinggi 12,6 m3/km/jam
a. daerah dengan debit/volume pengambilan paling tinggi 36 m3/km/jam
a. daerah dengan debit/volume pengambilan paling tinggi 90 m3/km/jam
Permen PUPR No. 05 Tahun 2016 Tentang Izin Mendirikan Bangunan Gedung
Pasal 26
(1) Penetapan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf
a melalui mekanisme: a. pemilik bangunan gedung mengusulkan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung
dalam permohonan IMB; dan b. pemerintah daerah menetapkan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung
Pasal 29
Proses prapermohonan IMB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a meliputi: a. permohonan KRK
oleh pemohon kepada pemerintah daerah; dan b. penyampaian informasi persyaratan permohonan
penerbitan IMB oleh pemerintah daerah kepada pemohon
Pasal 30
(4) KRK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi ketentuan meliputi: a. fungsi bangunan gedung yang
dapat dibangun pada lokasi bersangkutan; b. ketinggian maksimum bangunan gedung yang diizinkan; c.
jumlah lantai/lapis bangunan gedung di bawah permukaan tanah dan KTB yang diizinkan; d. garis sempadan
dan jarak bebas minimum bangunan gedung yang diizinkan; e. KDB maksimum yang diizinkan; f. KLB
maksimum yang diizinkan; g. KDH minimum yang diwajibkan; h. KTB maksimum yang diizinkan; i. jaringan
utilitas kota; dan j. keterangan lainnya yang terkait.
Pasal 32
(1) Pemohon harus mengurus perizinan dan/atau rekomendasi teknis lain dari instansi berwenang untuk
permohonan IMB bangunan gedung tidak sederhana untuk kepentingan umum dan bangunan khusus sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Perizinan dan/atau rekomendasi teknis lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) antara lain: a. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL); b. Upaya
Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL); c. Ketentuan Keselamatan Operasi
Penerbangan (KKOP); dan d. Surat Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (SIPPT).
Kritik Normatif
Banjir Jakarta
Struktur Penulisan
Kritik

Evaluasi
Berisi pernyataan umum mengenai suatu yang akan disampaikan.
Deskripsi teks
Berisi tentang informasi tentang data-data dan pendapat-pendapat yang mendukung
pernyataan atau bahkan melemahkan tanggapan yang disampaikan. Pendapat-pendapat
tersebut mulai muncul pada paragraf kedua dan ketiga.
Penegasan ulang
Berisi tentang penegasan ulang terhadap apa yang telah dilakukan atau yang telah
diputuskan. Penegasan ulang muncul pada paragraf terakhir.
Kritik Normatif Tipikal
• Problematika banjir Jakarta sudah tidak asing lagi didengar. Musim hujan tiba maka bencana rutin ini kembali trjadi.
Penerapan konsep Green City atau kota hijau terlihat belum optimal. Hal ini telihat dari penyebab terjadinya banjir ,
diantaranya penurunan tanah,kurangnya area resapan atau RTH dan masih banyaknya bangunan liar di sepanjang sungai
Ciliwung yang tidak sesuai peruntukan/ tata kelola yang merupakan akibat dari pembangunan kota.

• Ada 8 atribut yang menjadi poin dalam konsep tersebut menurut Kementrian PUPR. 3 diantaranya adalah Green planning
& design, Green open space , dan Green community . Ketiga atribut ini bisa dikatakan menjadi poin penting dalam
pencagahan banjir. Tidak hanya untuk di Jakarta namun di kota-kota lainnya. Karena konsep ini juga merupakan gagasan
dari Kementrian PUPR untuk diterapkan di kota-kota di Indonesia.

• Berbeda dengan kota Semarang yang juga mengalami banjir, regulasi planning design dikatakan cukup lebih baik dari
Jakarta jika dilihat tata Kelola lahannya dengan area resapan masih cukup memadai yaitu 52% dari keseluruhan wilayah
tersebut. Sedangkan area resapan di Jakarta hanya 9,9% dari yang distandarkan yaitu 20-30%. Menurut Yayat Supriyatna,
pengamat tata kota, pusat wilayah Jakarta Selatan, khususnya Kemang seharusnya dijadikan daerah resapan karena
daerah tersebut berada pada daerah yang rawan banjir dan memiliki curah hujan yang tinggi, namun sekarang dijadikan
pusat bisnis dan tempat berdirinya bangunan elit yang minim resapan dan system drainase yang buruk. Namun untuk
perihal sampah Jakarta sama halnya dengan Semarang. Menurut Pak Hendi selaku walikota Semarang, masyarakat
masih belum memiliki kesadaran yang baik untuk membuang sampah pada tempatnya, hal ini sama dengan kondisi
Jakarta. Di Jakarta banyak drainase, pintu-pintu air dan sungai-sungai yang masih tertutup oleh sampah, sehingga
memicu terjadinya banjir. Namun, dalam hal waktu pulih pasca banjir Semarang terhitung lebih cepat disbanding Jakarta,
karena penerapan 3 atribut kota hijau jauh lebih baik dari Jakarta yang juga memiliki kompleksitas penyebab dan efek
banjir yang lebih banyak.

• Dengan Konsep Green City/Kota Hijau, diharapkan dapat mengatasi problematika lingkungan hidup dan juga lingkungan
binaan salah satunya adalah banjir. Kerjasama nyata dari PEMKOT dan masyarkat sangatlah penting dalam mewujudkan
konsep Kota Hijau tersebut.
Kritik Normatif Terukur
• Banjir Jakarta hingga kini masih menjadi permasalahan turun temurun dari sejak awal pendirian kota ini oleh Pemerintah Hindia
Belanda . Tepatnya pada Februari tahun 2021, banjir terjadi kembali di kota ini. Wilayah yang terendam banjir lebih dari 200 RT. Sebanyak
1380 korban jiwa diungsikan ke posko-posko pengungsian.

• Penyebab banjir terjadi dikarenakan 2 hal yaitu alam dan manusia. “Fenomena iklim global La Nina menyebabkan
meningkatnya curah hujan hingga 40 persen” dilansir dari kompas.com merupakan faktor alam yang terjadi menurut deputi BMKG.
Sedangkan untuk faktor manusia yaitu terletak pada pembangunan yang dilakukan. Banyaknya pembangunan menyebabkan RTH (Ruang
Terbuka Hijau) menipis dan juga drainase menjadi terganggu dari segi kapasitas yang hanya memiliki daya tamping berkisar antara 50-100
mm. Bila terjadi hujan di atas 100 mm (130-160 mm per hari) maka terjadi genangan banjir di Jakarta. Pembangunan gedung-gedung
tinggi di Jakarta juga banyak yang memanfaatkan air tanah secara illegal yaitu mengambil air tanah lebih dari 100 meter, sehingga
menyebabkan penurunan tanah sebesar 10-12 cm setiap tahunnya, hal ini dibarengi dengan kenaikan muka air laut yang mengalami
kenaikan 25-50 cm akibat globalisasi sebesar.

• Sejauh ini upaya PEMDA DKI Jakarta dalam mengantisipasi pembangunan yang terjadi tertuang dalam rencana detail
tata ruang (RTRW) dalam PERDA 1 tahun 2012. Dimana adanya syarat dan ketentuan terkait RTH (Ruang Terbuka Hijau) /area
resapan 20-30% tergantung dari zona peruntukan. Dalam jurnal Supriyanto yang berjudul menuju kota Hijau (Green City), pembangunan
kota yang tidak mempertimbangkan pengelolaan lingkungan secara komprehensif telah terbukti mengancam kelangsungan hidup kota dan
warga kota. Fenomena hubungan antar manfaat RTH kota terhadap pengendalian banjir merupakan salah satu upaya pengendalian
kerusakan dan pencemaran dalam bidang pengelolaan lingkungan hidup kota. Sangat disayangkan dikarenakan upaya ini dalam prakteknya
belum sepenuhnya terlaksana. Pada 2019, Dinas Kehutanan DKI Jakarta mengungkap luas RTH hanya mencakup 9,9 persen dari
keseluruhan wilayah DKI Jakarta. Bisa dikatakan angka tersebut masih jauh dari apa yang diharapkan.

• PERDA tersebut sangat penting dalam pencegahan banjir Jakarta. Optimalisasi RTH sebesar 20-30% bisa dilakukan dengan cara
normalisasi sungai, perancangan dan perencanaan pembangunan yang sesuai regulasi serta konsep Kota Hijau dengan pembangunan yang
berkelanjutan.Diharapkan PEMDA akan lebih tegas sebagai regulator dalam penanganan banjir Jakarta.
Kritik Normatif Sistematik
DKI Jakarta sejauh ini mencoba untuk menerapkan konsep “Green City” atau Kota Hijau sebagai solusi
dari permasalahan yang dihadapi terkait problematika lingkungaan hidup maupun lingkungan binaan. Menurut Dinas
Cipta Karya konsep Green City tebagi menjadi 8 atribut yang terdiri dari Green planning and design, Green open space,
Green waste, Green transportation, Green water, Green energy, Green building,dan Green community. Dari 8 atribut
tersebut tentunya dalam penerapannya perlu adanya kerjasama kongkrit antara PEMDA Dki dan masyarakat.

Banjir Jakarta menjadi issue hangat yang selalu menjadi permasalahan turun temurun kota ini.Pada
Februari tahun 2021 ini bisa dikatakan merupakan masih belum optimalnya penerapan konsep Green City diKota
Jakarta. Dari 8 atribut yang ada, permasalahan banjir jakarta mengarah pada 3 atribut yang merupakan solusi
permasalahan tersebut, yaitu Green planning & design, Green open space , dan Green community. Upaya PEMDA dari
atribut Green planning & design dari segi regulasinya.

Pengaturan pada koefisien dasar bangunan, koefisien dasar hijau yang dicanangkan PEMDA sering kali hanya dipenuhi
saat pengurusan perizinan saja, ketika bangunan jadi sangatlah berbeda,dimana koefisien dasar hijau tidak sesuai
dengan regulasi yang dicanangkan yaitu 20-30% sesuai zonasi peruntukan. Hal ini tentunya berdampak pada atribut
Green open space sehingga menjadi berkurang. Green community menurut pengertiannya yaitu kepekaan, kepedulian,
dan peran aktif masyarakat dalam mewujudkan konsep kota hijau. Masih bisa kita rasakan peran masyarakat masih
terbilang kurang.Bisa kita lihat dari masih banyaknya sampah yang dibuang sembarangan dan membuat rumah di
bantaran sungai yang mana sudah ada regulasi terkait.

Kerjasama yang baik antara PEMDA DKI dan masyrakat merupakan unsur utama dari terpenuhinya atribut
“Green City”. Dengan demikian permsalahan banjir Jakarta dapat segera diatasi. Tak hanya banjir malainkan
permasalahan lingkungan hidup mapun lingkungan binaan lainnya.
Daftar Pustaka
• Supriyanto.(2012).Konsep Pembangunan Menuju Kota
Hijau.Batam.FT UNRIKA
• Harsoyo,Budi.(2013).Mengulas Penyebab Banjir di Wilayah
DKI Jakarta dari Sudut Pandang Geologi,Geomorfologi,dan
Morfometri Sungai.Jurnal Sains & Teknologi.14,1
• PERDA 01 TAHUN 2012 TENTANG RTRW 2030 (Rencana
Detail Tata Ruang)

• https://www.ruangguru.com/struktur-dan-contoh-teks-
tanggapan-berisi-kritik-dan-pujian
• http://sim.ciptakarya.pu.go.id/p2kh/knowledge/detail/progra
m-pengembangan-kota-hijau

Anda mungkin juga menyukai