Anda di halaman 1dari 18

BAB I PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Nanas (Ananas comosus L. Merr) merupakan komoditas buah penting bagi Indonesia,
baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Upaya peningkatan produktivitas
dan kualitas nanas terus dilakukan melalui program pemuliaan tanaman. Salah satu upaya
pemuliaan tanaman nanas dilakukan melalui pemuliaan mutasi yaitu dengan tujuan memperbaiki
varietas Smooth Cayenne agar berdaya hasil tinggi, berkualitas baik dan tahan terhadap hama
dan penyakit utama. GGPC memulai pemuliaan tanaman nanas sejak tahun 1986, dengan tujuan
untuk menghasilkan tanaman dengan produktivitas tinggi dan kualitas yang baik. Sebelumnya,
usaha pemuliaan tanaman yang telah dilakukan adalah dengan cara seleksi massa dan
karakterisasi beberapa aksesi nanas yang sudah ada ( Zhykri F dkk 2012). Sebetulnya perbaikan
varietas nanas dapat dilakukan dengan metode pemuliaan tanaman pada umumnya seperti
introduksi, seleksi, hibridisasi, mutasi dan bioteknologi. Namun, kegagalan dalam proses
pemuliaan tanaman secara hibridisasi sering dikarenakan oleh tingkat heterezigotas tanaman
yang tinggi dan juga adanya selfincincompatibility pada bunga ( Richards, A.J, 1997) Upaya untuk
mengatasi masalah selfincompatibility pada bunga nanas telah dilakukan dengan menggunakan
teknik pemuliaan mutasi (mutation breeding) dan beberapa mutan tanaman nanas telah
dihasilkan (BROETJES, C. And VAN HARTEN, A.M. 1998) Pemuliaan mutasi telah umum
digunakan dalam rekayasa keragaman genetik tanaman . Mutasi induksi sangat membantu dalam
upaya peningkatan keragaman genetik tanaman yang dijumpai masih terbatas.

Induksi mutasi dapat dilakukan baik dengan mutagen fisika seperti sinar gamma maupun
dengan mutagen kimia seperti Ethyl Methan Sulfonate . Di Indonesia pemuliaan mutasi tanaman
telah menghasilkan banyak varietas unggul tanaman termasuk padi, kedelai, kacang hijau, kapas,
sorgum dan gandum tropis (Batan,2016). Tanaman nanas sulit untuk menghasilkan bunga karena
memerlukan waktu lama, sehingga hibridisasi sulit pula dilakukan. Perbanyakan tanaman nanas
pada umumnya melalui cara vegetatif (vegetatively propagated) yaitu melalui mahkota buah
nanas (crown). Oleh karena itu cara yang paling efisien untuk meningkatkan keragaman genetik
adalah melalui mutasi induksi (induced mutation), seperti yang telah dilakukan pada tanaman
pisang. Keragaman genetik tanaman yang tinggi diperlukan sebagai dasar populasi (base
population) untuk proses seleksi tanaman dengan genotype unggul dalam program pemuliaan
tanaman .

1.2Tujuan

Ada dua tujuan umum dalam pemuliaan tanaman : peningkatan kepastian Terhadap hasil yang
tinggi dan perbaikan kualitas produk yang dihasilkan.
1. Tujuan dalam pemuliaan tanaman dapat bersifat spesifik. Tanaman di bagian kanan atas
warna daunnya menjadimerah apabila tempat tumbuhnya mengandung nitrogen
dioksida.Sifat ini dimanfaat kan untuk Mendeteksi keberadaan ranjau yang melepaskan
senyawa tersebut.

2. Tujuan dalam program pemuliaan tanaman didasarkan pada strategi jangka panjang
untuk mengantisipasi berbagai perubahan arah konsumen atau keadaan
lingkungan.Pemuliaan padi,misalnya,pernah diarahkan pada peningkatan hasil,tetapi
sekarang titik berat diarahkan pada perakitan kultivar yang toleran terhadap kondisi
ekstrem (tahan genangan,tahan kekeringan,dan tahan lahan bergaram)karena proyeksi
perubahan iklim dalam 20–50 tahun mendatang.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nenas

Nenas (Ananas comosus (L) Merr) di Indonesia merupakan salah satu tanaman buah
tropika penting ketiga setelah pisang dan jeruk (BPS 2010). Produksi nenas di Indonesia pada
tahun 2009 sebesar 1.558.196 ton (BPS 2010), sedangkan Thailand dan Philipina masing-masing
mencapai 2.705.000 ton dan 1.833.000 ton (FAOSTAT, 2007). Peningkatan produktivitas dan
kualitas dapat dilakukan melalui intensifikasi, ekstensifikasi dan pemuliaan tanaman. Nenas
memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan merupakan komoditas hortikultura yang mempunyai
manfaat ganda, baik dikonsumsi dalam bentuk segar maupun sebagai bahan olahan (Medina &
Garcia 2005). Standar pasar untuk konsumsi buah segar yaitu : (1) daun tidak berduri, (2) warna
kulit buah/luar kuning-hijau, (3) warna daging buah kuning, (4) total padatan terlarut 12.8-13.7 o
brix dan (5) rasio gula/asam 1.31-2.11. Standar buah untuk nenas kalengan yaitu : tangkai buah
kuat, bentuk buah silindris, mata buah datar dan dangkal, permukaan buah keras, empulur dan
serat kurang, serta mempunyai kandungan gula dan asam tertentu dan aroma menarik serta buah
tidak berbiji (Py et al. 1987; Broertjes dan Harten 1988; Verheij dan Coronel 1992; Leal dan
Coppens 1996). Kualitas buah segar Indonesia belum memenuhi standar kualitas buah segar
yang diinginkan oleh pasar. Peningkatan kualitas dan mutu buah segar dapat diperoleh melalui
proses pemuliaan tanaman. Keragaman genetik diperlukan dalam proses pemuliaan tanaman dan
dapat diperoleh melalui karakterisasi morfologi dan molekuler.

Penggunaan karakter morfologi relatif lebih mudah dilakukan dalam karakterisasi tetapi
karakter tersebut kurang akurat karena adanya sebagian karakter tanaman yang di pengaruhi oleh
lingkungan. Selain itu, biasanya memiliki tingkat keragaman atau polimorfisme yang rendah
(Asideu et al. 1989) karena itu diperlukan penanda selain morfologi yaitu penanda molekuler. 17
Penanda molekuler yang tepat mampu menganalisa secara pasti tingkat keragaman genetik
karena konsisten dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan (Brar 2002). Salah satu penanda
molekuler adalah RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). Dibandingkan dengan teknik
molekuler yang lain, RAPD merupakan teknik yang lebih cepat dan mudah dilakukan karena
tidak perlu diketahui sekuen DNA sebelumnya dan material tanaman yang dibutuhkan lebih
sedikit.

Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) memiliki koleksi aksesi nenas sebanyak 137
aksesi, sebagian sudah dilakukan karakterisasi. Apriyani (2005) melakukan analisa keragaman
genetik 22 aksesi, yang terdiri dari 20 koleksi dalam negeri dan 2 aksesi dari Pantai Gading.
Pemanfaatan yang lebih optimal, dilakukan dengan karakterisasi terutama pada 32 aksesi yang
potensial.

2.2 Klasifikasi Nenas


Nenas (Ananas comosus (L). Merr) termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi
Spermatophyta, kelas Angiospermae, sub-kelas Monocotyldonae, ordo Farinosae, family
Bromeliaceace, genus Ananas dan spesies Ananas comusus. Kerabat dekat spesies nenas cukup
banyak, terutama nenas liar yang biasa dijadikan tanaman hias, misalnya A. braceteatus (Lindl)
Schultes, A. fritzmuelleri, Aerectifolius L.B. Smith, dan A. anenassoides (Bak) L.B. Smith.

Nenas memiliki banyak kultivar dan berdasarkan warna daging buahnya dikelompokkan
menjadi tiga golongan yaitu : (1). Golongan tanaman yang daging buahnya berwarna putih,
kultivar penting yang termasuk golongan ini adalah kultivar Red Spanish. Kultivar ini banyak
diusahakan di Cuba, Puerto Rico dan Malaysia. Bobot buah rata-rata 0.94 – 1.4 kg, umumnya
untuk industri kalengan.; (2). Golongan tanaman nenas dengan daging buah berwarna kuning
emas, kultivar penting pada golongan ini adalah adalah kultivar Queen, termasuk kultivar Abaka,
Natal Queen, Palembang, Cabezona dan Eleuthera. Bobot buah kultivar Natal Queen rata-rata
0.4 – 0.9 kg dan sampai 1.6 kg. Kultivar Cabezona bobot buah rata-rata 7 kg, sebagian besar
kultivar tersebut dikonsumsi dalam bentuk buah segar dan sebagian lagi dikalengkan.; ( 3 )
Golongan tanaman nenas dengan daging buah berwarna berwarna kuning muda, kultivar penting
yang termasuk golongan ini adalah Smooth Cayenne, merupakan kultivar nenas paling penting di
dunia, banyak diusahakan di Hawai. Bobot buah rata-rata 2.3-3.6 kg (Dinas Pertanian Tanaman
Pangan Bengkulu 1994).

Berdasarkan karakteristik daun dan buahnya nenas (Ananas comosus (L). Merr) dapat
dibedakan menjadi lima group yaitu: (1) Spanish (daun pendek berduri tajam, buah lonjong mirip
kerucut), (2) Queen (daun pendek berduri tajam, buah lonjong mirip kerucut), (3) Abacci (daun
panjang berduri kasar, buah silindris atau seperti piramida), (4) Cayene (daun halus, tidak
berduri, buah besar), dan (5) Maipure (Nakasone dan Paull 1990), dan yang paling banyak
ditanam adalah Cayenne. Kultivar nenas yang banyak ditanam di Indonesia adalah 20 golongan
Cayenne yang dikenal dengan nama lokal nanas (Subang), nanas minyak (Bogor) sedangkan
untuk kultivar Queen dikenal dengan nama lokal seperti nanas Bogor, Palembang, Pemalang dan
Blitar. Golongan Spanish dikembangkan di kepulauan India Barat, Puerte Rico, Mexico dan
Malaysia. Golongan Abacaxi banyak ditanam di Brazilia.

Spanish bobot buah 0.9 – 1.8 kg, bentuk buah membulat, mata buah menonjol, warna
kulit buah orange atau merah, warna daging buah kuning pucat sampai putih, hati (core) besar,
berserat dan asam. Kultivar yang termasuk dalam Spanish yaitu : Red Spanish, Singapore
Spanish, Green Selangor, Castilla, PRI67 dan Cabezona. Red Spanish banyak di budidayakan di
Amerika Tanah dan Amerika Selatan dan Singapore Spanish hanya dibudidayakan di Malaysia
(Wee dan Thongtham 1992).

Nenas kelompok Queen mempunyai ukuran tanaman, daun dan buahnya lebih kecil
daripada Cayenne. Pinggir daun berduri, bobot buah sekitar 0.5 – 1.1 kg, bentuk buah konikal,
mata buah menonjol, warna kulit buah kuning, warna daging buah kuning tua, hati (core) kecil,
rasanya manis, kandungan asam rendah. Kultivar yang yang termasuk jenis ini adalah Queen,
Mac Gregor, Natal, Ripley dan Alexandria. Collins (1960) menyatakan bahwa warna kulit dan
daging buah ketika matang berwarna kuning keemasan. Panjang tangkai buah sekitar 7 – 12 cm,
ukuran mata buah lebih kecil, renyah dan memiliki aroma yang lebih baik.

Abacaxi banyak ditanam di Brazilia untuk keperluan lokal. Tanamannya berdiri tegak.
Panjang daun berkisar antara 60 – 65 cm pada bagian daun berduri. Tangkai buah kaku dengan
panjang sekitar 40 cm. Buah berbentuk seperti piramida, berat kurang lebih 1.5 kg. Kultivar yang
termasuk jenis ini yaitu Abacaxi, Abaka, Sugar Loaf, Venezolara, Amarella, dan Papelon
(Collins 1968).

Cayenne mempunyai pinggir daun yang tidak berduri, bobot buahnya berkisar antara 2.3
– 2.5 kg, bentuk buah silinder, mata buah datar, warna kulit buah orange, warna daging buah
kuning pucat sampai kuning hati (core) sedang, rasa manis, kandungan serat sedikit, juicy.
Kultivar yang termasuk Cayenne yaitu Smoth Cayenne, Cayenne Lisse, Smooth Guatemalan
Typhone, St Michael dan Esmeralda. Nenas jenis Cayenne ini paling banyak ditanam di Filipina,
Thailand, Hawaii, Kenya, Meksiko dan Taiwan (Wee dan Thongtham, 1992). 21 Varietas nenas
yang banyak ditanam di Indonesia adalah golongan Cayenne dan Queen. Dewasa ini ragam
kultivar nenas yang dikategorikan unggul adalah nenas Bogor, Subang dan Palembang.

Maipure mempunyai bobot buah sekitar 0.8 – 2.5 kg, berbentuk silinder, warna daging
buah putih atau kuning tua, hati kecil sampai medium, rasanya lebih manis daripada Cayene,
berserat, sangat juicy, kurang cocok untuk pengalengan. Maipure, Rondon, Perolera, Monte Lirio
dan Lebrija termasuk kultivar jenis ini. Jenis ini banyak dibudidayakan di Amerika Selatan dan
Tengah sebagai buah segar untuk pasaran lokal (Prosea 1997).

2.3 Daerah Penyebaran


Nenas Nenas berasal dari Brasilia (Amerika Selatan) yang telah di domestikasi disana
sebelum kedatangan Colombus. Pada abad ke-16 orang Spanyol membawa nenas ini ke Filipina
dan Semenanjung Malaysia, masuk ke Indonesia pada abad ke-15 (1599). Di Indonesia pada
mulanya hanya sebagai tanaman pekarangan, dan meluas dikebunkan di lahan kering (tegalan) di
seluruh wilayah nusantara. Nenas tersebar hampir di seluruh provinsi dan dibudidayakan
terutama di daerah dataran rendah. Sentra produksi nenas di Indonesia meliputi: Sumatera Utara,
Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

2.4 Karakter Vegetatif


Nenas termasuk tanaman herbaceous dari kelas monokotil yang bersifat perennial. Nenas
dewasa dapat mencapai ketinggian ketinggian 100 - 200 cm, dengan diameter tajuk 100 - 200 cm
tergantung dari varietas tanamannya. Struktur utama morfologi dibedakan menjadi batang, daun,
tangkai buah, buah majemuk atau sinkarp, mahkota, tunas dan akar (Coppens dan Leal 2001).
Batang nenas memiliki panjang antara 20 – 25 cm dengan diameter bagian bawahnya 2 –
3.5 cm dan semakin ke atas diameter batang semakin besar yaitu 5.5 – 6.5 cm serta bagian
puncaknya mengalami mengecil. Batang nenas terdiri dari ruas – ruas yang panjangnya
bervariasi dari 1 – 10 cm (Collins 1960). Buku nenas dapat dilihat melalui daun yang dekat
batang, menghasilkan tunas 22 ketiak setiap buku. Tunas ketiak ini dapat menghasilkan tunas
dasar buah atau tunas anakan (Verheij dan Coronel 1997; Nakasone dan Paull 1998).
Daun merupakan bagian yang melekat pada bagian batang yang berada di bagian atas
permukaan tanah, pada tangkai dan pada batang mahkota. Rata-rata jumlah daun yang berfungsi
dan aktif berkisar antara 70-80 helai dan berbentuk pedang, panjangnya dapat mencapai 1 m atau
lebih, lebarnya 5-8 cm, pinggirannya berduri atau hampir rata dan berujung lancip. Daun di
bagian bawah merupakan daun tua dan ukurannya pendek, di bagian tengah tanaman ukuran
daun paling panjang dan daun bagian atas umumnya muda dan ukurannya pendek, sehingga
tanaman seakan-akan berbetuk hati. Warna daun nenas sebelah atas ada hijau mengkilap, hijau
tua, merah tua bergaris coklat kemerahan, tergantung dari varietasnya, sedang permukaan daun
bagian bawah berwarna putih seperti perak.
Berdasarkan pengamatan anatomi terdapat jaringan penyimpanan air (water storage
tissue) yang terdiri dari sel-sel yang tidak berwarna, berbentuk tiang dan terletak di bawah
jaringan hypodermal bagian atas dan meluas ke bawah sampai mesofil. Jaringan penyimpanan
air dapat mencapai setengah dari tebalnya daun. Pada musim kering, tanaman nenas akan
menggunakan air dalam jaringan tersebut (Collins 1968). Stomata terdapat pada permukaan daun
bagian bawah. Jumlah stomata lebih kurang 70-85/mm2 . Stomata ini tertutup sepanjang siang
untuk menghemat penggunaan air. Mekanisme menutupnya stomata pada nenas ini disebabkan
nenas termasuk mempunyai jalur fotosintesis tipe CAM (Crassulacean Acid Metabolism).
Karbondioksida diserap pada malam hari dan diubah menjadi asam yang digunakan dalam
sintesis karbohidrat pada siang hari. Jalur fotosintesis memungkinkan stomata tertutup sepanjang
siang untuk menghemat menghemat penggunaan air.
Nenas berdasarkan keberadaan duri pada daun dibagi tiga kelompok yaitu : (1) berduri di
ujung daun, (2) berduri pada seluruh tepi daun dan (3) tidak berduri sama sekali, daunnya
menggulung seperti pipa (“pipping”) (Collins 1968; Verheij dan Coronel 1997; Samson 1980).
Nenas mempunyai tangkai buah yang berkembang dari perpanjangan meristem apikal
yang kemudian berdiferensiasi dan membentuk buah. Pada saat terbentuk buah, beberapa tunas
ketiak pada batang tumbuh menjadi tunas batang. 23 Tunas batang yang telah mencapai panjang
30-35 cm dapat dipotong dan digunakan untuk bibit. Tangkai buah yang merupakan perpanangan
dari batang adalah tempat melekatnya bunga atau buah. Pada tangkai buah, di bawah buah,
terdapat sejumlah daun yang pendek dan sempit. Jumlah dan besarnya tunas dasar buah
tergantung pada sifat keturunan tanaman nenas dan kesuburan tanah. Panjangnya dapat mencapai
26 cm dengan bobot antara 285-425 gram (Coppens dan Leal 2001; Verheij dan Coronel 1997;
Nakasone dan Paull 1998).
Mahkota merupakan kelanjutan dari sel – sel meristem pada batang. Pertumbuhannya
sejalan dengan perkembangan buah dan ketika buah matang mahkota menjadi dorman.
Rangkaian bunga dan buah tanaman nenas terdapat pada meristem apikal batang. Pertumbuhan
mahkota berlangsung selama buah berkembang menjadi besar. Setelah buah masak, mahkota
dapat ditanam sebagai bibit tanaman. Pada ujung mahkota terdapat meristem pembentuk daun.
Peningkatan pertumbuhan mahkota kira-kira 30-45 hari setelah pertumbuhan buah dimulai
(Collins 1968; Nakasone dan Paull 1998).
Nenas mempunyai perakaran yang dangkal dan terbatas walaupun ditanam pada media
yang paling baik. Kedalaman perakarannya tidak lebih dari 50 cm (Samson 1980). Berdasarkan
cara terbentuknya perakaran nenas dikelompokkan menjadi akar primer, akar sekunder dan akar
adventif. Akar prmer berasal dari biji sebagai akar tunggang. Pada pertumbuhan bibit selanjutnya
akar ini hilang dan berganti dengan akar adventif. Pada akar adventif selanjutnya bercabang
menjadi akar sekunder yang dapat berupa rambut akar, epidermis, exodermis, korteks bagian luar
dan dalam, endodermis, perisikel, floem, xylem dan sel-sel empulur. Tanaman nenas hanya
mempunyai sistem perakaran serabut yang sebarannya kea rah horizontal dan vertikal mencapai
radius 50 cm (Collins 1968; Samson 1980; Nakasone dan Paull 1998).

2.5 Karakter Generatif dan Pembungaan


Karakter generatif yaitu dari meristem ujung terbentuk tangkai buah dan bunga. Bunga
nenas muncul sebanyak 50-200 bunga pada setiap individu ditandai dengan berubahnya dasar
pangkal buah menjadi merah (Okimoto 1984; Leal dan Coppens 1996). Bunga nenas termasuk
bunga majemuk, mekar sebanyak 5 24 sampai 10 bunga setiap hari (Samson 1980). Masing-
masing bunga memiliki satu daun pelindung (braktea) yang lancip, mempunyai 3 helai daun
kelopak, pendek dan berdaging terdapat 3 helai daun mahkota, membentuk tabung yang
mengelilingi 6 lembar benangsari dan satu lembar tangkai putik yang sempit berisi kepala putik
yang bercabang tiga (Verheij dan Cronel 1997). Masa reseptif dan anthesis hampir bersamaan,
bervariasi pada setiap kultivar mulai satu minggu sampai dua bulan setelah inisiasi bunga, akan
tetapi persilangan sendiri tidak terjadi karena adanya self-incompatibilitas karena terhambatnya
pertumbuhan tabung polen pada stilus (Kerns et al. 1932; Leal dan Coppens 1996).
Buah nenas termasuk buah senokarp (cenocarfium) yang terbentuk dari penebalan yang
luar biasa dari poros pembungaan dan dari peleburan masingmasing bunga yang kecil, kulit
buahnya yang keras terbentuk dari kelopakkelopak dan braktea yang tidak rontok. Berat buah
meningkat sekitar 20 kali lipat dari pembungaan sampai maksimum. Studi perkembangan buah
menunjukkan bahwa berat buah dan komponen-komponen buah lainnya meningkat berupa
sigmoid. Buah normal berisi buah kecil yang tersusun dalam deretan ke kiri dan ke kanan secara
teratur. Dalam deretan yang memutar ke kiri terdapat 8 deretan dan deretan ke kanan terdapat 13
deretan. Sejak munculnya bunga sampai saat buah masak diperlukan waktu kurang lebih lima
sampai enam bulan (Coppens dan Leal 2003; Collins 1968; Verheij dan Coronel 1997; Nakasone
dan Paull 1998).

2.6 Pemuliaan Tanaman Nenas

Tujuan pemuliaan seleksi tanaman nenas berbeda-beda di setiap tempat, tetapi biasanya
menekankan pada reisistensi terhadap hama dan penyakit (Coppens dan d’eeckenbrugge 1996).
Saat ini, pengembangan kultivar untuk konsumsi buah segar telah menjadi perhatian utama.
Populasi yang diperoleh dari persilangan untuk memungkinkan diseleksi tipe-tipe yang lebih
baik. Dalam seleksi ini melibatkan sifat-sifat yang jelek dan mutasi dan yang diseleksi tipe
superior. Mutasi tetap terjadi pada klon-klon terpilih, pengaruh seleksi tidak permanen dan tanpa
seleksi lebih lanjut, klon-klon komersil di lapang dapat kembali ke kondisi seperti populasi yang
sebelum diseleksi (Nakasone dan Paull 1998). 25

Kegiatan hibridisasi nenas pertama kali dikerjakan dan mengambil tempat di Florida sebagai
usaha untuk menghasilkan kultivar yang adaptif pada kondisi lokal sehingga bisa bersaing
dengan nenas impor dari India Barat untuk pasar nenas segar. Pemuliaan nenas dalam skala besar
diselenggarakan dari tahun 1914 sampai tahun 1972 oleh Pineapple Growers Association of
Hawaii (PGAH) di kebun percobaan Pineapple Research Institute (PRI) dibawah pimpinan K.
Kern dan J.L Collins. Program ini sangat lengkap dan meliputi studi biologi bunga (sitologi,
sitogenetik, self incompatibility), pengembangan uji resistensi hama dan penyakit, pewarisan
karakter yang diseleksi, prospek plasma nutfah dan evaluasi. Hasilnya menjadi dasar yang
diwajibkan dalam pengetahuan genetika nenas saat ini (Leal dan Coppens 1996).

2.7 Penanda Morfologi

Secara tradisional, identifikasi tanaman dan analisis hubungan keragaman antar tanaman
dilakukan secara kombinasi menggunakan penanda morfologi, sifat agronomi atau analisis
biokimia (Hadiati et al. 2002). Identifikasi tanaman dan analisis hubungan kekerabatan antar
tanaman dilakukan secara kombinasi mengunakan penanda morfologi, sifat agronomi atau
analisis biokimia seperti isozim (Waugh 1997). Analisis keragaman morfologi dilakukan dengan
menggunakan data hasil pengamatan atau pengukuran karakter morfologi tertentu (Falconer
1970). Kelemahan analisis keragaman genetik menggunakan penanda morfologi adalah sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, memperlihatkan penurunan sifat dominan – resesif, dan
memiliki tingkat keragaman atau polimorfisme yang rendah (Asiedu et al. 1989; Tanksley dan
Bernatsky 1989).

Penanda morfologi adalah suatu penanda yang berdasarkan bentuk – bentuk organ
tanaman yang mudah diamati. Penanda morfologi yang digunakan adalah deskripsi taksonomi
karena lebih mudah, lebih cepat, sederhana dan lebih murah. Penanda morfologi dipergunakan
sebagai cara cepat untuk mengidentifikasi varietas dan diharapkan dapat digunakan untuk
menilai kekerabatan.

2.8 Penanda Molekuler

Beberapa metode analisis DNA untuk studi keragaman genetik antara lain : 1) Restriction
Fragment Length Polymorphism (RFLP), 2) Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD), 3)
Amplified Fragment Length Polymorpism (AFLP) dan 4) Simple Sequence Repeat (SSR).
Teknik analisis RAPD mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan penanda DNA
lainnya yaitu antara lain: 1) penanda RAPD lebih murah, 2) regenerasi cepat, 3) membutuhkan
DNA lebih sedikit, 4) tidak menggunakan radio isotop. Selain itu penanda RAPD dapat
dihasilkan tanpa perlu diketahui latar belakang genomnya. Disamping itu, pada analisis RAPD
dapat diperoleh hasil yang cepat, tidak membutuhkan informasi urutan primer serta primer yang
acak yang dipakai dan dapat digunakan untuk analisis genom semua jenis organisme (Williams
et al. 1991).

Metode RAPD ini menggunakan satu primer acak. Primer tersebut akan berpasangan dengan
utas tunggal DNA genom yang satu dan pada utas DNA pasangannya dengan orientasi yang
berlawanan. Selama situs penempelan primer masih berada dalam jarak yang masih dapat
diamplifikasi, maka akan diperoleh produk DNA amplifikasi. Semakin pendek fragmen yang
akan diamplifikasi semakin efisien amplifikasinya (Tingey et al. 1992; Darmono 1996; Weising
et al. 1995).

Analisis keragaman genetik menggunakan RAPD telah digunakan pada tanaman nenas. Hasil
analisis keragaman genetik 22 aksesi nenas koleksi PKBT IPB menunjukkan bahwa dari 4
primer yang digunakan diperoleh total pita polimorfik sebanyak 23 dari 29 total pita secara
keseluruhan dan menghasilkan dendrogram dengan koefisien kemiripan berkisar antara 0.62-
1.00 (Apriyani 2005). Selanjutnya Nasution (2008) dengan menggunakan analisis RAPD telah
berhasil mengevaluasi jarak genetik dan pola hubungan 30 genotipe nenas hasil persilangan
antara tetua ”Smooth Cayenne” dan “Queen” dimana hasil uji koefisien kemiripan menunjukkan
rentang 0.38-0.81. Berdasarkan hasil analisis gerombol berhasil memisahkan menjadi dua
kelompok utama pada koefisien kemiripan 0.61. Hadiati dan Sukmajaya (2002) memperoleh
empat kelompok kekerabatan dari 30 aksesi nenas yang dianalisis berdasarkan penanda isozim
pada 27 derajat kemiripan 0.63. Duval et al. (2001) dengan menggunakan RFLP berhasil
membuktikan bahwa Ananas comosus dengan spesies lainnya, seperti Pseudananas sagenarius
mempunyai polimorfisme yang tinggi yaitu 58.7%, sedangkan Ananas lucidus, Ananas
ananassoides dan Ananas parguazensis relative homogen. Popluechai et al. (2007) berhasil
mengelompokkan tiga kelompok kultivar nenas di Thailand melalui penanda RAPD dengan
koefisien kemiripan 0.64 hingga 0.96. Metode RAPD merupakan salah satu metode yang akhir-
akhir ini banyak digunakan dalam analisis keragaman genetik tanaman, karena relatif lebih cepat
dan lebih mudah
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara keseluruhan respon setiap individu tanaman berbeda terhadap perlakuan


iradiasi gamma dosis 200 Gy dan 300 Gy, tetapi intensitas perubahan tidak berbeda secara
signifikan pada level tanaman pada generasi V1. Observasi pada V2 menunjukkan bahwa
klon induk tanaman memberikan respon yang berbeda terhadap iradiasi gamma, dan
perubahan yang sangat nyata terlihat pada munculnya keragaman bentuk, ukuran dan warna
buah. Penampilan visual perubahan buah dari setiap klon induk disajikan dalam Gambar 1
dan Gambar 2. Buah dari tanaman hasil iradiasi gamma dengan doss 200 Gy dan 300 Gy
pada umumnya memiliki mata yang menonjol bila dibandingkan dengan tanaman yang tidak
diiradiasi (kontrol). Secara deskriptif buah dari klon induk F180 dan A10 adalah berbentuk
agak kerucut, namun setelah perlakuan iradiasi gamma dosis 200 Gy dan 300 Gy, bentuk
buah berubah menjadi relatif silindris dengan ukuran panjang buah berkisar antara 15 — 18
Cm. Perubahan yang terjadi pada buah dari klon induk GP2, iradiasi gamma dosis 200 Gy
dan 300 Gy memberikan pengaruh nyata pada susunan mahkota (crown). Pada awalnya
mahkota buah tanaman yang tidak diiradiasi (kontrol) tersusun beraturan, namun iradiasi
gamma memberikan perubahan sususan mahkota menjadi acak dan tidak beraturan serta mata
buah berubah menjadi menonjol. Pengkajian lebih lanjut kini sedang dilakukan untuk
mengetahui apakah perubahan pada mahkota buah dan mata buah yang menonjol tersebut
berkorelasi positif terhadap produktifitas dan kualitas buah nenas.
Iradiasi gamma dosis 200 dan 300 Gy memberikan efek sangat signifikan terhadap
bentuk, ukuran, warna dan kualitas buah nanas (Gambar 2). Pada umumnya penampang buah
klon induk yang diiradiasi berubah menjadi mengecil dan memiliki buah translusen (lebih
lembek) dengan diameter core (tulang buah) lebih besar dibanding dengan buah tanaman
klon tidak disinari (tanaman control). Pembesaran diame ter core disebabkan oleh P-dunc le
juga lebih membesar. Tercatat rerata diameter core buah berubah antara 3,2 — 3,8 cm.
Seperti terlihat pada Gambar 2, warna daging buah nanas juga berubah. dipastikan memiliki
kandungan gula yang lebih tinggi karena rasanya lebih manis dibanding buah bewarna putih.
Kandungan gula di dalam buah sangat menentukan kualitas nanas . Buah nanas dengan
kandungan gula tinggi dan berasa manis biasanya lebih diperuntukan sebagai buah segar
(fresh fruit). Sedangkan buah yang tidak manis pada umumnya lebih diperuntukkan untuk
diproses menjadi buah kaleng (canned fr uit).

Pengaruh iradiasi gamma teramati tidak hanya pada buah tapi juga pada struktur dan
warna daun tanaman maupun daun mahkota . Beberapa pengamatan menunjukkan bahwa
iradiasi gamma dosis 200 dan 300 Gy memberikan perubahan drastis pada daun dan mahkota
buah. Pada beberapa kasus daun berubah menjadi berduri, ukuran daun menjadi mengecil dan
terbelah serta mahkota buah menjadi bercabang. Ada pula perubahan jumlah daun menjadi
lebih banyak dengan warna daun menjadi roset (pink kemerahan ). Perubahan drastis
semacam itu mungkin memberikan nilai positif apabila nanas diperuntukkan sebagai tanaman
hias yang menghendaki sifat dekoratif atau artistik (Gambar 3).
Grafik persentasi mutan nanas yang dihasilkan dari radiasi gamma disajikan dalam
Gambar 4.Pada populasi vegetatif V2 terlihat bahwa persentasi mutan teramati sebagai
berikut: 11% mahkota (crown) bercabang, 11 % daun berduri, 9% daun roset,47 % tanaman
normal, 5 % berdaun kecil dan banyak, 25% buah normal pada jumlah mutan tanaman yang
dihasilkan dari perlakuan iradiasi gamma dosis 200 dan 300 Gy pada populasi vegetatif V3
diringkas dalam tabel 1. Keragaman sifat pada V2 tampak diturunkan pada generasi V3 dan
memiliki peforma yang berbeda nyata muatan yang satu dan efektifitas proses seleksi
tanaman oleh pemulia tanaman bersangkutan.
Penelitian ini telah menghasilkan sebanyak 55 mutan tanaman nanas pada populasi
vegetatif V3. Mutan-mutan tersebut perlu diteliti dan diuji lebih lanjut agar dapat dilepas
menjadi klon atau varietas unggul baru, atau mungkin digunakan dalam program hibridisasi.
Alhasil, penelitian ini telah membuktikan bahwa iradiasi gamma dapat meningkatkan ragam
genetik tanaman dan akan berguna dalam program pemuliaan tanaman nanas lebih lanjut.
Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa pendapat yang menyatakan bahwa pada dosis
tertentu, iradiasi gamma beguna dalam mengubah genetik dan fenotif tanaman. Selanjutnya,
perubahan positif yang diinginkan tentu tergantung pada tujuan dan produktivitas dan
kualitas buah nanas perlu juga dilakukan melalui uji observasi di berbagai lokasi percobaan
sebelum akhirnya diusulkan untuk dilepas menjadi varietas/ klon unggul nanas baru.
BAB IV KESIMPULAN

Respon tanaman nanas terhadap iradiasi gamma bervariasi tergantung pada klon
induk dan dosis iradiasi gamma yang digunakan. Iradiasi gamma telah menimbulkan
keragaman fenotip pada generasi V2 yang kemudian diturunkan pada V3. Penurunan sifat
dari V2 ke V3 menandakan adanya perubahan genetik di dalam tanaman. Sebanyak 55 mutan
tanaman nanas dihasilkan pada populasi vegetatif V3. Keragaman mutan tanaman tersebut
akan berguna dalam program pemuliaan tanaman nanas selanjutnya. Spektrum mutasi pada
tanaman nanas yang dihasilkan bervariasi yaitu meliputi mahkota (crown) bercabang, daun
berduri, warna daun roset, jumlah daun lebih banyak, serta adanya perubahan bentuk, ukuran
dan warna buah nanas

.
DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Biro Pusat Statistik. 2010. Produksi Buah-buahan di Indonesia. http://


www.bps.go.id/[10 Mei 2020].

Apriyani SI. 2005. Analisis Keragaman Genetik Nenas Koleksi PKBT


berdasarkan Penanda Morfologi dan Penanda Random Amplified
Polymorphic DNA (RAPD) [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana,
Institut Pertanian IPB.

Asiedu R, N.Ter Kuile, Mujeeb-Kazi. 1989. Diagnostic marker in wheat wide


crosses. In : A. Muzeeb-Kaze and LA Stich Editor. Reviewof Advance in
Plant Biotechnology, 1985-1988. 2nd International Symposium on
Genetics Manipulation in Crops. CYMMIT. Mexico OF. Mexico. Hlm
293 – 299.

BATAN. Deskripsi varietas unggul hasil pemuliaan mutasi: padi, kedelai, kacang hijau,
sorgum, Pusat Diseminasi dan Kemitraan, BATAN, 38 (2016).
Brar DS. 2002. Molecular marker assisted breeding. In: Molecular Techniqeus in
Crop Improvement (edited by S.M. Jain, D.S. Brar and B.S Ahloowalia).
Kluwer Academic Publisher. London

Broertjes C, Van Harten AM. 1988. Applied Mutation Breeding for Vegetatively
Propagated Crops. Development in Crop Science 12. Elsevier. London. P.
286 – 287.

BROETJES, C. and VAN HARTEN, A.M., Application of mutation breeding methods in


the improvement of vegetatively propagated crops, Elsevier Publ. ISBN 0-444-41618-
8 (1998).
Collins JL. 1960. The Pineapple. World Crops Series. Leonard Hill - Interscience
Inc., London. 294p.

Collins JL. 1968. Pineapple : Botany, Cultivation and Utilization. Leonardo Hill
Books. London. 294 p.

Coppen d’Eeckenbrugge G, Duval MF. 1991 Pineaplle germplasm


conservation:experiences from the Martinique field collection. Field
Germplasm Collections.

Coppen d’Eeckenbrugge G, Lal F. 2001 Morphology, anatomy and taxonomy.

Darmono TW. 1996. Ulas Balik, analisis keragaman tanaman dengan teknik
molekuler (analysis of plant genetik variation with molekular tehnique).
Hayati, 3 (1) : 7-11.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan. 1994. Penuntun Budidaya Hortikultura


(Nenas). Proyek Peningkatan Produksi Tanaman Pangan. Dinas Pertanian
Tanaman Pangan Propinsi Daerah Tingkat I Bengkulu. 238p.
II DNA Sequencing. Massachussets. Kluwer Academic Publishers.
Supranto J. 2004. Analisis Multivariat Arti dan Interpretasi. Jakarta: Rineka Cipta.
Doyle JJ. and Doyle JL. 1987. Isolation of plant DNA from fires tissues.

Drabkoba L, Kirschner J, Cestmir. 2002. Comparison of seven DNA extraction


and amplification protocols in historical herbarium specimens of Juncaceae.
Plant Mol Bio Rep 20:161–175.

Duval MF, Noyer JL, Perrier X, Coppens d’Eeckenbrugge G., Halmon P. 2001.
Molekular diversity in pineapple assessed by RFLP markers. Springer-
Verlag. TAG. 102:83-90

Falconer DS. 1970. Introduction to Quantitative Genetics. Edinburg; Oliver and


Boyd.

FAOSTAT. 2007. Database. Food and Agriculture Organization of the United


Nations. http://faostat.fao.org/site/340/Dekstop/Defaulth.aspx?PageID=340/
[ 10 Mei 2020]

Focus 12: 13-15.

Hadiati S, Sukmadjaja D. 2002. Keragaman pola pita beberapa aksesi nenas


berdasarkan analisis isosim. J Biotek Pert. 7(2):62-77

http://www/fao.org/es/ESC/en/20953/21038/index.html/ [10 Mei 2020].

IBPGR . 1991. Descripto rs for Pineapple. International Board For Plant Genetik
Resources (IBPGR). Rome. Italy.

International. New York: CABI Publishing.

ISHS, Netherlands. 93-96.

Leal F, Coppens G. 1996. Pineapple. In J. Janick and J.N. Moore (eds). Fruit
Breeding Volume I. Tree and Tropical Fruit. John Wiley, and Son Inc. New
York. P:515 – 557.

Longman. P: 162-184.

Medina JD, Garcia HS. 2005. Pineapples.

Minneapolis, Minesota: Joint Plant Breeding Symposium Series.

Nakasone HY, Paull RE. 1998. Pineapple, In: Tropical Fruits. CAB

Nasution MA. 2008. Analisis Parameter Genetik dan Pengembangan Kriteria


Seleksi Bagi Pemuliaan Nenas (Ananas comosus (L.)Merr.) di Indonesia
[disertasi]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Popluechai S, Onto S, Eungwanichayapant PD. 2007. Relationships between
some Thai cultivars of pineapple (Ananas comosus) revealed by RAPD
analysis. Songklanakarin J. Sci. Technol. 29 (6): 1492-1497.

Prosea, 1997. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2. Buah-buah Yang Dapat
Dimakan.

RICHARDS, A.J., Plant Breeding System, Second Edition, Chapman & Hall. ISBN 0-412-
57440-3 (1997).
Rolff FJ. 1998. Ntsys-pc: Numerical Taxonomic and Multivariate Analysis
System. Version 2.0. User Guide, Exeter software.Exeter Publishing
Co.Ltd.

Samson JA. 1980. Tropical Fruit. The Tropical Agriculture Series. London:

Soltis ED, Soltis SP, Doyle JF. 1998. Contributions of PCR-Based Methods to
Plant Systematics and Evolution Biology. Molecular Systematics of Plants

Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2 .

Symposium of The Application of RAPD Technology to Plant Breeding.

Tanksley SD, Bernatsky. 1989. Restriction fragment as molecular markers for


germplasm evaluation and utilization. In: Brown AMD, OH Frankie, DR
Marshal, JT. Williams Editor. The use of Plants Genetics Resources.
England: Cambridge Univ. Press. P:353-362.

Tingey SV, Rafalski JA, Williams . 1992. Genetic analysis with RAPD markers.

VAN HARTEN, A.M., Mutation Breeding Theory and Practical Applications, Cambridge,
ISBN 0-521-47074-9 (1998).
Verheij EWM, Coronel RE, editor. 1992. Buah-buahan yang dapat dimakan.

Waugh R. 1997. RAPD analysis; use for genome characterization, Tagging Traits
and Mapping. In : Clark MS Editor. Plant Molekular Biology-A Laboratory
Manual. New York: Springer. P: 305-396.

Williams JG, Kubelik AR, Livak KJ, Ravalsky JA and Tingey S. 1991. DNA
Polymorphism Amplified by Arbitrary Primer are useful as Genetik Marker.
Nuc. Acid res. 18(22): 6531-6535.

ZHYKRI F., MISWAR., SUKARMIN., dan F. IHSAN, Tehnik Karakterisasi Kuantitatif


beberapa Aksesi Nanas, Buletin Teknik Pertanian, 17 (1), 10-13 (2012

Anda mungkin juga menyukai