Anda di halaman 1dari 15

Makalah

PEMBUATAN SOSIS FERMENTASI (SALAMI)

Oleh:

Rosdiyanah Ayu Aisiyah Putri


061711535040

PRODI KEDOKTERAN HEWAN KAMPUS BANYUWANGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
PSDKU BANYUWANGI
2020
DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR ISI..................................................................................................i
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................1

1.1 Latar Belakang Penelitian................................................................1


1.2 Rumusan Masalah............................................................................2
1.3 Tujuan Penelitaian...........................................................................2
1.4 Manfaat Hasil Penelitian..................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN................................................................................3

2.1
Pengertian Sosis..............................................................................3
2.2
Sosis Fermentasi..............................................................................4
2.3
Pediococcus cerevisiae (Bakteri Pembuat Sosis)............................4
2.4
Proses Pembuatan Sosis Fermentasi................................................6
2.4.1 Persiapan ................................................................................7
2.4.2 Chilling/ freezing....................................................................7
2.4.3 Pemberian bumbu dan pencampuran......................................8
2.4.4 Filling/ pengisian ...................................................................8
2.4.5 Fermentasi...............................................................................8
2.4.6 Pengasapan ............................................................................9
2.4.7 Agin/ drying............................................................................9
2.4.8 Penyimpanan...........................................................................10
BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................11
3.1 Kesimpulan......................................................................................11
3.2 Saran ...............................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................13
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produk pangan fermentasi telah banyak dikenal oleh masyarakat
Indonesia. Produk yang berasal dari susu contohnya yogurt, dadih, keju, dan es
krim, sedangkan produk pangan fermentasi yang berasal dari daging misalnya
urutan/ bebontot (produk fermentasi daging tradisional asal Bali) dan sosis.
Pengembangan berbagai produk fermentasi tersebut disamping ditujukan pada
diversifikasi pangan, juga diarahkan pada pengembangan makanan kesehatan,
sehingga produk-produk fermentasi tersebut memiliki prospek yang sangat baik
menjadi pangan probiotik yang diminati di Indonesia
Berbagai produk pangan probiotik banyak diminati masyarakat di
Indonesia, akan tetapi produk probiotik berbentuk sosis belum dikenal oleh
masyarakat secara luas. Produk sosis fermentasi belum banyak dikenal oleh
masyarakat disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat mengetahui ada
produk pangan berupa sosis probiotik. Produk sosis probiotik jarang disukai
akibat cita rasanya asing, sehingga masyarakat menganggap bahwa sosis sebagai
makanan sampingan karena makanan pokok sebagian orang Indonesia adalah
nasi, selain itu ketersediaan produk di pasar masih jarang dan harganya relatif
mahal.
Bahan baku sosis mayoritas menggunakan bahan baku daging. Daging
merupakan bahan pangan bernutrisi tinggi dan memiliki rasa yang disukai
konsumen. Daging secara alami mengandung beberapa komponen fungsional bagi
tubuh seperti anserin, glutathione, ι-carnitine, creatine dan taurin (Arihara, 2006).
Daging yang umum dikonsumsi dapat diperoleh dari ternak ruminasia besar dan
kecil (sapi, kerbau, domba, kambing ), ternak unggas (ayam, itik), dan aneka
ternak (kelinci, rusa, kuda) (Soeparno dkk, 2009).
Nilai fungsional dari daging dapat ditingkatkan dengan proses pengolahan,
salah satunya dengan pembuatan sosis fermentasi. Sosis fermentasi ialah salah
satu produk asal daging yang dibuat dengan penambahan kultur bakteri yang
kemudian difermentasi atau diperam. Sosis fermentasi merupakan salah satu
kandidat pangan probiotik yang dibuat dengan pemanasan ringan sehingga dapat
meningkatkan daya tahan bakteri sehingga mampu mencapai saluran pencernaan
(Ernanigsih dkk, 2014).
Proses fermentasi yang terjadi pada produk sosis oleh bakteri khususnya
bakteri asam laktat bisa berfungsi sebagai probiotik yang baik bagi tubuh.
Probiotik didefinisikan sebagai organisme hidup atau senyawa yang memiliki
kontribusi terhadap keseimbangan mikroflora dalam saluran pencernaan. Menurut
Zubillaga (2001), manfaat probiotik terbukti efektif dalam menangani berbagai
penyakit seperti tukak lambung, diare, alergi makanan dan juga kanker saluran
pencernaan. Kualitas sosis probiotik dapat dicirikan dari kandungan total bakteri
asam laktat (BAL). Hal penelitian Setyorini, dkk (2010) menunjukkan bahwa
jenis starter dan lama penyimpanan secara nyata (P<0,05) berinteraksi dalam
mempengaruhi total bakteri asam laktat (BAL), tetapi tidak mempengaruhi kadar
asam, pH, kadar protein dan kadar lemak pada produk sosis probiotik yang
dihasilkan.
Menurut USDA (2001), produk sosis segar memiliki masa simpan 1-2 hari
dalam suhu dingin (4°C), sedangkan sosis asap memiliki masa simpan 7 hari.
Produk sosis semi kering summer sausage memiliki masa simpan 3 minggu dalam
suhu dingin. Penyimpanan beku pada suhu -18°C akan memperpanjang masa
simpan produk-produk sosis tersebut hingga 1-2 bulan.
Berdasarkan latar belakang di atas, diperlukan mempelajari lebih lanjut
terkait pembuatan sosis fermentasi (salami) disebabkan oleh banyaknya manfaat
yang dapat diperoleh dari mengonsumsi sosis fermentasi.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah cara pembuatan sosis fermentasi (salami)?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui cara pembuatan sosis fermentasi (salami)
1.4 Manfaat
Tulisan ini dapat bermanfaat menambah pengetahuan pembaca cara
pembuatan sosis fermentasi (salami)
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sosis
Sosis atau sausage berasal dari bahasa Latin yakni salsus yang artinya
menggiling dengan garam. Sosis merupakan produk olahan daging yang digiling.
Dahulu, sosis dibuat dengan cara sederhana yaitu daging digiling, dihaluskan,
dicampur bumbu kemudian diaduk dengan lemak hingga tercampur rata dan
dimasukkan ke dalam selongsong. Selongsong yang dipakai pun masih alami
yaitu usus hewan seperti usus sapi atau kambing.
Berdasarkan proses pengolahannya, sosis secara umum dibagi menjadi lima
yaitu: sosis segar, yakni jenis sosis yang dibuat dari daging segar yang tidak
dimasak dan tidak dikyuring, contoh polish sausage; sosis yang diasap dan
dimasak, yakni sosis yang mempunyai karakteristik sama dengan sosis segar,
namun sosis ini diselesaikan dengan pengasapan untuk memberikan flavor dan
warna yang berbeda, serta harus dimasak dahulu sebelum dikonsumsi, contoh
frankfuter, bologna, knackwurst; sosis masak, yaitu sosis yang dipersiapkan dari
satu atau lebih macam-macam daging unggas, contoh beer salami, liver sausage;
sosis fermentasi, yaitu sosis yang diproduksi melalui proses fermentasi dengan
persiapan paling rumit diantara semua jenis sosis, contoh summer sausage,
cervelat, dry salami, pepperoni; sosis daging spesial, yaitu sosis yang dibuat dari
daging cacah yang biasanya dimasak atau cenderung dibakar daripada diasap,
contoh meat loaves.
Selain kelima macam sosis di atas, sosis juga dapat dibedakan menjadi
menjadi 3, yakni sosis mentah (rohwurst), dibuat dari daging sapi mentah yang
digiling (tanpa proses pemasakan), kemudian ditambahkan kultur bakteri
lactobacillus sehingga terjadi proses fermentasi; sosis matang (brunchwurst),
dibuat dari daging mentah digiling, diolah, lalu dimasak. Sosis jenis Brunchwurst
merupakan jenis sosis yang paling banyak beredar di Indonesia; sosis masak
(kochwurst), biasanya dibuat dari daging tetelan atau hati yang direbus, diolah,
dan dimasak lagi.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995), sosis yang baik
harus mengandung protein minimal 13%, lemak maksimal 25% dan karbohidrat
maksimal 8%. Jika standar ini terpenuhi, maka dapat dikatakan bahwa sosis
merupakan makanan sumber protein. Hanya saja, karena kadar lemak dan
kolesterol sosis yang cukup tinggi, sosis sebaiknya tidak dijadikan menu rutin
bagi anak-anak guna mencegah masalah obesitas dan penyakit-penyakit yang
mengikutinya dikemudian hari.
2.2 Sosis Fermentasi
Menurut Raharjo (2002) sosis fermentasi merupakan produk sosis yang
berasal dari hasil kerja bakteri pembentuk asam laktat, baik yang terdapat dalam
daging secara alami, maupun bakteri starter yang ditambahkan. Sosis fermentasi
dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu sosis kering (dry sausage) dan sosis semi
kering (semi dry sausage). Kultur starter yang digunakan pada pembuatan sosis
semi kering adalah Pediococcus acidilactici, sedangkan pada sosis kering adalah
Lactobacillus atau Pediococcus atau campuran Micrococcus dan Lactobacillus.
Salami merupakan salah satu contoh sosis fermentasi (dry sausage) yang
mempunyai karakteristik khusus dengan melibatkan bakteri asam laktat, dengan
waktu fermentasi selama 3 bulan, biasanya dikemas dengan diameter yang agak
besar dan bentuk adonannya kasar, serta mempunyai flavor tertentu. Salami
adalah sosis tradisional ala Italia. Salami biasanya terbuat dari daging cincang,
lemak hewan, ternak dan rempah, serta bahan-bahan lain yang ditambahkan
bakteri asam laktat dan melalui proses pengasapan. Jenis salami yang terdapat di
pasar antara lain, Lola, B. C. Salami, milano, dan lain-lain.
2.3  Pediococcus cerevisiae (Bakteri Pembuat Sosis)

Pediococcus adalah genus bakteri yang termasuk bakteri asam laktat (BAL)

dengan ciri non-motil (tidak bergerak) dan memiliki bentuk sferis. Sel bakteri ini

terbagi ke dalam dua bidang sehingga membentuk pasangan, tetrad (terususun

empat), atau gumpalan sel sferis yang lebih besar. Bakteri ini adalah gram positif

berbentuk bulat, khususnya terdapat berpasangan. Genus Pediococcus termasuk

golongan fakultatif anaerob dan untuk hidup memerlukan lingkungan yang kaya

nutrisi serta mengandung faktor pertumbuhan dan gula yang dapat difermentasi.
Bakteri ini termasuk homofermentatif (hanya menghasilkan asam laktat) dan tidak

dapat menggunakan pentosa (karbohidrat beratom C5) (Pederson, 1971).

Suhu optimum untuk pertumbuhan Pediococcus adalah 25-30 °C dan pH

optimum ± 6. Spesies dan galur dari genus ini berbeda dalam toleransi atau

ketahanannya terhadap oksigen, pH, suhu, resistensi antibiotik, dan NaCl.

Beberapa galur dari Pediococcus telah diketahui memiliki satu atau lebih plasmid

dalam berbagai ukuran, yang sebagian di antaranya mengkodekan gen untuk

fermentasi karbohidrat dan produksi bakteriosin.

Bakteri Pediococcus banyak digunakan dalam pembuatan sosis. Bahan baku

sosis bermacam-macam jenisnya, ada yang menggunakan daging sapi, daging

ayam dan daging ikan. Sosis adalah satu-satunya produk daging terfermentasi.

Sosis yang telah diolah kemudian disimpan pada suhu 8 derajat celcius selama 40

hari atau lebih, yang selama waktu itu terjadi fermentasi asam laktat disertai

dehidrasi daging yang cukup. Hal ini meningkatkan kadar garam yang bersama

dengan asam laktat mencegah pertumbuhan organisme yang merusak. Saat

tumbuh pada daging, Pediococcus dapat menghasilkan diasetil yang berperan

sebagai antimikroba, namun juga dapat menghilangkan rasa makanan meskipun

dalam jumlah kecil. Contohnya Pediococcus dapat menghambat pertumbuhan

Escherichia coli pada sosis fermentasi selama masa inkubasi (Slonczewski, 2008).

Genus Pediococcus banyak terlibat dalam fermentasi bagian tanaman, di

antaranya adalah P. acidilactici, P. dextrinicus, P. inopinatus, P. parvulus, dan P.

pentosaceus. Pada tahun 1985, telah diteliti bahwa kemampuan Pediococcus sp

untuk membunuh mikroorganisme pembusuk dan patogen dalam fermentasi

daging dikarenakan kemampuannya menghasilkan asam organik. Selain itu,


fermentasi dengan bakteri ini juga meningkatkan kestabilan makanan dalam masa

penyimpanan dan menghasilkan produk yang lebih banyak mengandung protein.

Walaupun jenis ini sebagai perusak bir dan anggur, bakteri ini berperan penting

dalam fermentasi daging dan tercatat sayuran. Adapun klasifikasi dari

Pediococcus cerevisiae adalah sebagai berikut:

Kingdom Bacteria
Filum Firmicutes
Kelas Lactobacillales
Ordo Bacilli
Famili Lactobacillaceae
Genus Pediococcus
Spesies Pediococcus cerevisiae

2.4  Proses Pembuatan Sosis Fermentasi

Tahapan Proses  Sosis Semi Kering  Sosis Kering

Persiapan  Suhu daging <7°C; pH <5.8; tidak ada kontaminasi silang

Chilling/Freezing  Suhu daging <2°C

50-70 mg NaNO2/kg;
100-125 mg NaNO2/kg;
Lactobacillus atau Pediococcus
Pemberian Bumbu Pediococcus
atau campuran Micrococcus
dan Pencampuran  acidilactici; Gula 0,5-
dan Lactobacillus; Gula 0,3-
0,8%; Aw 0,95
0,5%; Aw 0,95
20-25°C; 2-3 hari;
Fermentasi  18-22°C; 3 hari; pH <5.3
pH<5.3 
<15°C; RH 70-80%; 10-15°C; RH 70-80%; Aw
Agin/Drying 
Aw 0.93  <0.90

Penyimpanan  <15°C  <25°C 


Sumber: Alcamo, 2001
Tahapan proses pembuatan sosis fermentasi antara lain persiapan, chilling/

freezing, pemberian bumbu dan pencampuran, filling/ pengisian, fermentasi,

pengasapan aging/ drying, dan penyimpanan.

2.4.1 Persiapan

Pada tahap ini, dilakukan pemilihan daging yang baik kemudian dipotong-

potong menjadi bagian yang lebih kecil. Daging tersebut kemudian dicincang

menjadi daging yang lebih halus. Dalam tahap ini harus dilakukan proses

penanganan yang tepat agar daging tidak mengalami kontaminasi silang.

2.4.2 Chilling/ Freezing

Pertumbuhan mikroorganisme dalam pangan dapat dicegah dengan cara

penurunan suhu. Terdapat dua macam pengawetan dengan suhu rendah, yaitu

pendinginan cara chilling dan deep-feezing (pembekuan pada suhu sangat rendah).

Pada pendinginan cara chilling, pangan ditempatkan pada suhu diatas titik beku

air (diatas 0°C). Suhu di dalam alat pendingin rumah tangga adalah dalam kisaran

0-5°C. Pertumbuhan hampir semua mikroorganisme diperlambat dan beberapa

diantaranya dapat mengalami kematian. Namun beberapa mikroorganisme tetap

tumbuh lambat pada suhu tersebut dan spora bakteri tetap bertahan hidup.

Pada deep-freezing, pangan disimpan pada suhu -18°C atau lebih rendah

lagi. Freezing tidak dapat mensterilkan makanan atau membunuh mikroorganisme

pembusuk yang menyebabkan bahan atau produk rusak, melainkan hanya mampu

menginaktifkan kerja dari enzim bakteri pembusuk, sehingga dapat

memperlambat kerja dari mikroba pembusuk tersebut.

2.4.3        Pemberian Bumbu dan Pencampuran


Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah lada, pala,

bawang putih, gula dan garam. Jumlah dan variasi bumbu yang digunakan

tergantung selera, daerah dan aroma yang dikehendaki. Setelah daging dicincang

halus, bumbu-bumbu ditambahkan pada adonan daging cincang kemudian

dicampur hingga merata. Sluri dibuat dari bumbu-bumbu dan garam

menggunakan dua gelas air lalu dicampur merata. Penambahan air bertujuan

untuk memecah curing agents, memfasilitasi proses pencampuran dan

memberikan karakteristik tekstur dan rasa pada produk sosis.

2.4.4        Filling/ Pengisian

Stuffing merupakan tahap pengisian adonan sosis ke dalam selongsong.

Pengisisan adonan sosis ke dalam selongsong tergantung tipe sosis, ukuran

kemudahan proses, penyimpanan serta permintaan konsumen. Pemasukan adonan

sosis ke dalam casing menggunakan alat khusus (disebut stuffer) yang bertujuan

membentuk dan mempertahankan kestabilan sosis.

2.4.5        Fermentasi

Menurut Wood (1998) fermentasi merupakan tahap peningkatan suhu

sosis yang memungkinkan bakteri alami tumbuh dan bereaksi dengan daging.

Fermentasi merupakan tahapan penting pada proses pembuatan sosis dan suhu

yang tepat juga memainkan peran yang penting. Semakin tinggi suhu, maka

semakin tinggi kecepatan pertumbuhan bakteri. Suhu pertumbuhan yang terbaik

adalah suhu tubuh kita (36,6°C).

2.4.6        Pengasapan
Pengasapan berfungsi untuk menghabat pertumbuhan bakteri,

memperlambat oksidasi lemak dan memberi flavour pada daging yang sedang

diproses (Lawrie, 1998).

Proses pengasapan dapat dilaksanakan dengan proses konvensional, yaitu

dengan menggantungkan produk dalam ruangan selama 4-8 jam pada suhu 35-

40˚C. Kombinasi panas dan asap efektif dalam mengurangi populasi mikroba di

permukaan daging secara signifikan. Kayu yang baik untuk pengasapan adalah

kayu yang menghasilkan banyak asap dan lambat terbakar. Jenis kayu yang

banyak digunakan adalah kayu kaswari, kayu bakar, dan kayu keras lainnya,

selain itu tempurung dan sabut kelapa serta serbuk gergaji dapat digunakkan

untuk proses pengasapan (Buckle et al., 1987).

Harris dan Karmas (1989), menyatakan bahwa pengeringan permukaan

dan koagulasi protein dihasilkan dari kondensasi formaldehid dan fenol. Hal

tersebut menghasilkan penghambatan fisik dan kimia yang efektif terhadap

pertumbuhan dan penetrasi mikroba pada produk yang dihasilkan.

2.4.7        Agin/ drying

Pengeringan merupakan suatu metode untuk mengurangi/ mengeluarkan

sebagian air dari sosis dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan

energi panas. Biasanya kandungan air sosis dikurangi sampai batas agar mikroba

tidak dapat tumbuh didalamnya. Kadar air berpengaruh terhadap tekstur sosis.

Pengeringan dapat menurunkan kandungan air dan menyebabkan pemekatan dari

bahan-bahan yang ditinggal seperti karbohidrat, lemak, protein sehingga bahan

pangan memiliki kualitas simpan yang lebih baik.


2.4.8        Penyimpanan

Faktor yang mempengaruhi stabilitas penyimpanan dalam pangan meliputi

jenis dan bahan baku yang digunakan, metode dan keefektifan pengolahan, jenis

dan keadaan kemasan, perlakuan mekanis yang cukup berat dalam produk yang

dikemas dala penyimpanan, dan distribusi dan juga pengaruh yang ditimbulkan

oleh suhu dan kelembaban penyimpanan.

BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Pediococcus merupakan genus bakteri yang termasuk bakteri asam laktat

(BAL). Pediococcus memiliki ciri non-motil (tidak bergerak) dan memiliki

bentuk sferis. Sel bakteri ini terbagi ke dalam dua bidang sehingga membentuk

pasangan, tetrad (terususun empat), atau gumpalan sel sferis yang lebih besar.

Bakteri Pediococcus merupakan gram positif yang bentuknya bulat dan terdapat

berpasangan, termasuk dalam golongan fakultatif anaerob dan hidupnya

memerlukan lingkungan yang kaya nutrisi serta mengandung faktor pertumbuhan

dan gula yang dapat difermentasi. Serta homofermentatif yakni hanya

menghasilkan asam laktat dan tidak dapat menggunakan pentosa (karbohidrat

beratom C5).

Menurut Standar Nasional Indonesia (1995), sosis yang baik wajib

memiliki kandungan protein minimal sebesar 13%, lemak maksimal 25% dan

karbohidrat maksimal 8%. Jika standar ini terpenuhi, maka dapat dikatakan bahwa

sosis merupakan makanan sumber protein bergizi tinggi.

3.2 Saran

Diperlukan pemahaman yang lebih intensif kepada masyarakat dalam

pemenuhan gizi untuk kebutuhan tubuh, salah satunya terkait pentingnya

mengonsumsi makanan sumber protein tinggi yang memiliki daya cerna tinggi

sehingga mudah diserap dan dicerna oleh tubuh, salah satunya terdapat dalam

produk olahan sosis fermentasi atau salami.


DAFTAR PUSTAKA
Alcamo IE. Fundamentals of microbiology. Boston: Jones and Bartlett. 2001.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan.
Terjemahan: H. Purnomo and Adiono. Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta.
Pederson, C. S. 1971. Microbiology of Food Fermentations. The AVI Publishing
Company, Inc. Westport, Connecticut.
Raharjo, A.H.D dan Wasito, samsu. 2002. Buku Ajar Teknologi Hasil Ternak.
Universitas Jenderal Soedirman: Purwokerto.Bacus, J. N. 1984. Utilization
of Microorganism in Meat Processing. A Handbook for Meatplant
Operators. John Wiley and Son Inc., New York.
Slonczewski, J. Mikrobiology An Envolving Science. Alabama: W.W. Norton &
company. 2008.
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. UGM Press: Yogykarta.
Wood, B. J. B. 1998. Microbiology of Fermented Foods Volume 2 Second
Edition. Thomson Science. USA.

Anda mungkin juga menyukai