Anda di halaman 1dari 6

Pediococcus cerevisiae

Daging dan produk olahan daging merupakan habitat yang disukai oleh beberapa galur Pediococcus,
contohnya sosis dan ham. Saat tumbuh pada daging, Pediococcus dapat menghasilkan diasetil yang
berperan sebagai antimikroba, namun juga dapat menghilangkan rasa makanan meskipun dalam
jumlah kecil. Genus Pediococcus banyak terlibat dalam fermentasi bagian tanaman, di antaranya
adalah P. acidilactici, P. dextrinicus, P. inopinatus, P. parvulus, dan P. pentosaceus. Contoh produk
fermentasi sayuran tersebut adalah sauerkraut, bubur serealia, mentimun, zaitun, dan kacang
fermentasi. Selain itu, Pediococcus juga banyak terlibat dalam fermentasi berbagai makanan
tradisional di dunia, seperti ragi untuk tapai (Indonesia), hussuwa – hasil fermentasi sorgum (Sudan),
Togwa (Tanzania), dan lain-lain.

Sejak tahun 1985, telah diteliti bahwa kemampuan Pediococcus sp. untuk membunuh
mikroorganisme pembusuk dan patogen dalam fermentasi daging dikarenakan kemampuannya
menghasilkan asam organik. Selain itu, fermentasi dengan bakteri ini juga meningkatkan kestabilan
makanan dalam masa penyimpanan dan menghasilkan produk yang lebih banyak mengandung
protein.

PEMANFAATAN BAKTERI PEDIOCOCCUS CEREVISIAE DI BIDANG INDUSTRI SOSIS.

Posted January 16, 2012 by aguskrisno in Uncategorized. Leave a Comment

Apa itu sosis ?

Sosis adalah suatu makanan yang terbuat dari daging cincang, lemak hewan ternak dan rempah,
serta bahan-bahan lain. Sosis umumnya dibungkus dalam suatu pembungkus yang secara tradisional
menggunakan usus hewan, tapi sekarang sering kali menggunakan bahan sintetis, serta diawetkan
dengan suatu cara, misalnya dengan pengasapan. Pembuatan sosis merupakan suatu teknik
produksi dan pengawetan makanan yang telah dilakukan sejak sangat lama. Di banyak negara, sosis
merupakan topping populer untuk pizza.Sosis terdiri dari bermacam – macam tipe, ada sosis mentah
dan juga sosis matang. Di Indonesia terdapat berpuluh – puluh merk sosis, ada yang tipe premium
dan ada tipe biasa, tergantung kontain sosisnya

Istilah sosis sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu salsus yang berarti asin, merujuk pada artian
potongan atau hancuran daging yang diawetkan dengan penggaraman. Dari teknologi produksinya,
sosis dibuat dari daging yang digiling (dihaluskan), diberi bumbu lalu dimasukan kedalam selonsong
(casing) berbentuk bulat panjang simetris yang kemudian diolah lebih lanjut.

Berdasarkan proses pengolahannya, sosis umum dapat dibagi 5 yaitu:

Sosis mentah (fresh sausage) yaitu sosis yang diolah tanpa pemanasan, contohnya polish sausage.

Sosis yang dimasak dan diasap, contohnya frankfuter, bologna, knackwurst

Sosis yang dimasak tanpa diasap, contohnya beer salami, liver sausage
Sosis kering, semikering (atau sosis fermentasi), misalnya summer sausage, cervelat, dry salami,
pepperoni

Produk sejenis sosis yang dimasak, contohnya meat loaves

Dari lima jenis sosis ini, yang umum dijumpai di Indonesia adalah dari jenis yang dimasak dan diasap.

Jika sosis mentah (fresh sausage) harus dimasak hingga matang sebelum dikonsumsi maka sosis
fermentasi dapat langsung dimakan tanpa proses pemasakan atau pemanasan. Sosis masak dengan
atau tanpa diasap, karena sudah mengalami proses pemasakan pada proses pembuatannya, cukup
dipanaskan sebelum dikonsumsi.

Saat ini juga dapat dijumpai sosis yang dapat langsung dikonsumsi tanpa pemanasan. Hal ini
dimungkinkan karena sosis dikemas dalam selongsong yang hermetis dan disterilisasi. Berbeda
dengan 5 kelompok sosis diatas, kandungan pati didalam sosis steril ini lebih tinggi karena berfungsi
sebagai pembentuk tekstur produk.

Sejarah munculnya sosis.

Kata sosis berasal dari kata dalam bahasa Latin “Salsus”, yang berarti diasinkan atau diawetkan.
Menurut catatan sejarah, yaitu dokumen Yunani yang ditulis sekitar tahun 500SM, sosis pertama kali
dibuat oleh orang Sumaria ( sekarang Irak ) sekitar tahun 300SM. Saat itu masyarakat Sumaria akan
menghadapi musim paceklik, lalu timbulah ide bagaimana caranya agar makanan yang berlebih
masih awet dan bisa dimakan dalam keadaan baik di musim paceklik itu. Alhasil terciptalah makanan
siap saji dari daging yang diberi garam dibumbui dan dimasukan dalam selongsong dari usus hewan.

Dari sinilah akhirnya sosis sapi dikembangkan dengan aneka bumb, agar lebih berasa spesifik dan
disukai oleh banyak kalangan. Oleh sebab itu, ada banyak definisi para ahli tentang sosis antara lain :

Sosis adalah makanan yang dibuat dari daging kadang-kadang dari ikan yang dicincang, dihaluskan,
dan diberi bumbu yang dimasukkan dalam pembungkus buatan, dengan atau tanpa dimasak, dengan
tanpa diasap (Hadiwiyoto, 1983).

Sosis merupakan salah satu produk olahan daging yang dibuat dari daging yang dicacah, dibumbui
serta dibungkus dalam casing menjadi bentuk silinder yang simetris (Soeparno,1994)

Sosis produk daging sapi yang digiling atau dipotong-potong, diberi bumbu atau tidak, di dalam
selongsong atau tidak (Sugitha,1995)

Pada jaman dahulu, sosis sapi umumnya dibungkus dalam suatu pembungkus yang secara tradisional
menggunakan usus hewan, serta diawetkan dengan suatu cara. Saat ini, sosis sapi dapat dibuat
dengan menggunakan bahan sintetis, serta diawetkan dengan suatu cara, misalnya dengan
pengasapan.

Proses pengasapan berawal dari inovasi seorang tukang daging mempunyai ide menyatukan daging
sapi giling, garam dan bumbu – bumbu yang disatukan dalam satu selongsong, kemudian dimasak
dengan berbagai cara untuk mendapatkan berbagai macam rasa yang khas. Ternyata cara memasak
dengan pengasapan menjadi salah satu metode pengawetan yang populer hingga saat ini. Dengan
pengasapan selain daya simpan produk meningkat, warnanya menjadi lebih menarik, serta
mendapatkan rasa yang lebih spesifik, bau yang lebih harum atau disukai.

Dalam perkembangannya, sosis sapi menjadi makanan yang mendunia, dengan negara Jerman
sebagai kiblatnya. Sosis sapi bagi orang Jerman adalah termasuk makanan primer. Lebih dari 1200
macam sosis sapi diciptakan di Negara ini.

Di banyak negara, sosis dikembangkan dengan ciri khasnya masing-masing, dengan menggunakan
bumbu lokal dan dimasak sebagai masakan tradisional. Bahkan beberapa olahan sosis dinamai
dengan nama kota dimana sosis itu berasal antara lain : Sosis Bologna aslinya adalah nama kota di
Itali Utara, Sosis Lyon berasal dari Lyon, Perancis, di Inggris misalnya dinamakan sebagai sosis
Berkshire, Wiltshire, Lincolnshire dan lain – lain.

KANDUNGAN GIZI SOSIS

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995), sosis yang baik harus mengandung protein
minimal 13%, lemak maksimal 25% dan karbohidrat maksimal 8%. Jika standar ini terpenuhi, maka
dapat dikatakan bahwa sosis merupakan makanan sumber protein. Hanya saja, karena kadar lemak
dan kolesterol sosis yang cukup tinggi, sosis sebaiknya tidak dijadikan menu rutin bagi anak-anak
guna mencegah masalah obesitas dan penyakit-penyakit yang mengikutinya, dikemudian hari. Jika
anak anda suka makan sosis, sebaiknya anda memilih produk sosis dengan kandungan lemak yang
tidak terlalu tinggi (kurang dari 10%). Untuk itu, anda harus jeli membaca kandungan nutrisi pada
label.

Komponen utama sosis terdiri dari daging, lemak, dan air. Selain itu, pada sosis juga ditambahkan
bahan tambahan seperti garam, fosfat, pengawet (biasanya nitrit/nitrat), pewarna, asam askorbat,
isolat protein, dan karbohidrat.

Lemak sering ditambahkan pada pembuatan sosis sebagai pembentuk permukaan aktif, mencegah
pengerutan protein, mengatur konsistensi produk, meningkatkan cita rasa, dan mencegah
denaturasi protein.

Penambahan garam pada pembuatan sosis bertujuan untuk meningkatkan cita rasa, pengembang
protein daging, pelarut protein daging, meningkatkan kapasitas pengikatan air (water holding
capacity = WHC), serta sebagai pengawet. Penambahan fosfat akan bersinergi dengan garam untuk
meningkatkan WHC pada sosis.

Tanpa garam dan fosfat, sosis akan sulit untuk dibuat. Asam askorbat sering ditambahkan dalam
bentuk asam askorbat maupun natrium askorbat untuk membantu pemerahan daging. Selain itu,
asam askorbat juga berfungsi sebagai antioksidan agar produk tidak mudah tengik. Untuk
mensubtitusi daging, pada pembuatan sosis sering juga ditambahkan isolat protein. Selain itu, pada
pembuatan sosis juga ditambahkan karbohidrat sebagai bahan pengisi sosis.

Mikroorganisme yang paling banyak berperan adalah Pediococcus cerevisiae dan Lactobacillus
plantarum. Lactobacillus mesenteroides dan Lactobacillus brevis dikurangi karena bersifat
heterofermentatif yang dapat menyebabkan selubung sosis mengembang dan pecah. Micrococcus
mereduksi nitrat jadi nitrit. Kini ditambahkan kultur starter Pediococcus cerevisiae dan Lactobacillus
untuk menghindari fermentasi alamiah tak menentu dan beragamnya mutu produk.

PENTING DIPERHATIKAN

Jika sosis produksi dalam negeri umumnya diolah dari satu jenis daging (misalnya sosis sapi, sosis
ayam), maka sosis dari luar negeri biasanya diformulasikan dari campuran beberapa jenis daging. Hal
ini harus diwaspadai bagi yang muslim, karena biasanya dibuat dengan campuran daging babi. Untuk
itu, jika anda akan membeli sosis impor, jangan lupa membaca label kemasannya untuk mengetahui
jenis daging yang digunakan.

Konsumsi sosis sebaiknya juga dibatasi pada orang-orang yang beresiko mengalami hipetensi. Hal ini
karena sosis mengandung sodium yang cukup tinggi. Produk sosis mengandung nitrit yang berfungsi
sebagai pengawet untuk menghambat pertumbuhan spora Clostridium botulinum, membentuk
warna merah dan flavor khas pada produk, dan memperpanjang umur simpan. Nitrit harus
digunakan dalam jumlah terkontrol (konsentrasi residu nitrit didalam produk maksimum 200 ppm).
Kelebihan nitrit didalam produk dapat bereaksi dengan asam amino dari protein selama proses
pemanasan, menghasilkan komponen nitrosamin yang bersifat karsinogenik. Oleh karena itu, jika
anda ingin membeli produk, belilah yang sudah memiliki ijin edar dari Badan Pengawas Obat dan
Makanan.

Sekilas mengenai Bakteri Pediococcus cerevisiae

Peranan Pediococcus Dalam Makanan

Daging dan produk olahan daging merupakan habitat yang disukai oleh beberapa galur Pediococcus,
contohnya sosis dan ham. Saat tumbuh pada daging, Pediococcus dapat menghasilkan diasetil yang
berperan sebagai antimikroba, namun juga dapat menghilangkan rasa makanan meskipun dalam
jumlah kecil. Genus Pediococcus banyak terlibat dalam fermentasi bagian tanaman, di antaranya
adalah P. acidilactici, P. dextrinicus, P. inopinatus, P. parvulus, dan P. pentosaceus. Contoh produk
fermentasi sayuran tersebut adalah sauerkraut, bubur serealia, mentimun, zaitun, dan kacang
fermentasi. Selain itu, Pediococcus juga banyak terlibat dalam fermentasi berbagai makanan
tradisional di dunia, seperti ragi untuk tapai (Indonesia), hussuwa – hasil fermentasi sorgum (Sudan),
Togwa (Tanzania), dan lain-lain.

Sejak tahun 1985, telah diteliti bahwa kemampuan Pediococcus sp. untuk membunuh
mikroorganisme pembusuk dan patogen dalam fermentasi daging dikarenakan kemampuannya
menghasilkan asam organik. Selain itu, fermentasi dengan bakteri ini juga meningkatkan kestabilan
makanan dalam masa penyimpanan dan menghasilkan produk yang lebih banyak mengandung
protein.
Pediococcus cerevisiae

Bakteri Pediococcus sp. digunakan dalam pembuatan sosis. Tidak semua sosis dibuat melalui proses
fermentasi. Sosis fermentasi dikenal dengan istilah dry sausage atau semi dry sausage. Contoh sosis
jenis ini antara lain adalah Salami Sausage, Papperson Sausage, Genoa Sausage, Thurringer Sausage,
Cervelat SausageChauzer Sausage. Bentuk bakteri Pediococcus cerevisiae adalah Tetracoccus yang
artinya bakteri kokus yang bergandengan empat dan membentuk bukur sangkar. Pediococcus
cerevisae. Bakteri ini adalah gram positif berbentuk bulat, khususnya terdapat berpasangan atau
berempat (tetrads). Walaupun jenis ini tercatat sebagai perusak bir dan anggur, bakteri ini berperan
penting dalam fermentasi daging dan sayuran.

Olahan Daging

Daging dan produk-produk olahan daging merupakan medium sangat baik untuk pertumbuhan
mikroorganisme. Pemotongan dan perusakan tenunan-tenunan daging akan menghilangkan
mekanisme pertahanan tenunan terhadap serangan mikroorganisme. Penanganan dan pengolahan
selanjutnya juga dapat menambah kontaminasi mikroorganisme pembusuk dan pathogen. Oleh
karena itu daya simpan produk-produk daging sangat dipengaruhi oleh cara penanganan dan
pengawetan yang dilakukan.Sejak dahulu orang sudah melakukan pengawetan daging dengan cara
tradisional, yaitu dengan menambahkan garam dan gula ke dalam daging, dan mendiamkannya
selama beberapa waktu tertentu sampai garam dan gula tersebut meresap ke dalam tenunan
daging. Setelah itu daging diolah lebih lanjut dengan cara mengeringkan, mengasap, atau cara
pengolahan lainnya. Pada saat ini telah dikembangkan berbagai produk olahan daging yang masing-
masing mungkin berbeda dalam konsentrasi garam, gula, bumbu-bumbu, formulasi dan cara
pengolahannya. Akan tetapi stabilitas produk-produk tersebut maupun konsistensinya sebenarnya
sangat dipengaruhi oleh aktivitas bakteri asam laktat yang mengubah gula menjadi asam laktat.
Bakteri asam laktat merupakan mikroflora yang normal terdapat di dalamdaging. Selain itu bakteri
asam laktat mungkin juga masuk ke dalam daging selama proses pengolahan. Penambahan garam,
gula nitrit, dan asap serta penyimpanan atau pemeraman produk pada suhu rendah dengan
potensioksidasi-reduksi yang menurun (misalnya dalam wadah pembungkus),merangsang
pertumbuhan bakteri ini mengalahkan pertumbuhan mikroorganisme lainnya yang tidak diinginkan.
Selama pertumbuhan, bakteri asam laktat memecah gula terutama menjadi asam laktat sehingga
menurunkan pH daging. Akibatnya bakteri pathogen dan pembusuk terhambat pertumbuhannya.

Kultur Starter untuk Produk Daging

Kultur starter untuk produk-produk daging yang pertama kali diproduksi secara komersial adalah
Pediococcus cerevisiae, karena bakteri ini tahan terhadap proses liofilisasi yang dilakukan untuk
mengawetkan kultur. Penggunaan Laktobasili sebagai kultur starter untuk produk-produk daging
pernah dicoba sebelumnya, tetapi mengalami kesulitan dalam produk secara komersial karena
bakteri ini tidak tahan terhadap proses liofilisasi.Pada saat ini telah banyak digunakan kultur starter
untuk produk-produk daging yang terdiri dari Pediococcus, Micrococcus dan
Lactobacillus.Penggunaan Laktobasili sebagai starter adalah dalam bentuk konsentrat beku atau
dengan pengeringkan beku menggunakan teknik liofiliasi modern yang tidak banyak merusak sel
Laktobasili. Mikrokoki ditambahkan ke dalam daging karena sifatnya yang dapat mereduksi nitrat
dan mempunyai aktivitas katalase, tetapi beberapa galur bakteri ini ternyata sekarang telah
diidentifikasi sebagai Stapilokoki koagulase negatif. Di Eropa juga telah digunakan kultur starter
untuk daging yang terdiri dari campuran kultur kapang dan khamir untuk membentuk cita rasa yang
unik dan memperpanjang masa simpan produk. Pada saat ini sebagai kultur starter untuk berbagai
produk olahan daging telah dijual dalam bentuk konsentrat beku atau kering beku.Kultur
mikroorganisme ditambahkan ke dalam produk-produk daging dengan beberapa tujuan, yaitu :
mendapatkan produk dengan mutu yang baik,konsistensi dan masa simpan yang diharapkan,
meningkatkan keamanan produk,dan mempersingkat waktu fermentasi. Mutu kultur
mikroorganisme yang digunakan sangat mempengaruhi mutu produk akhir yang dihasilkan.

aging dan produk olahan daging merupakan habitat yang disukai oleh beberapa galur Pediococcus,
contohnya sosis dan ham. Saat tumbuh pada daging, Pediococcus dapat menghasilkan diasetil yang
berperan sebagai antimikroba, namun juga dapat menghilangkan rasa makanan meskipun dalam
jumlah kecil. Genus Pediococcus banyak terlibat dalam fermentasi bagian tanaman, di antaranya
adalah P. acidilactici, P. dextrinicus, P. inopinatus, P. parvulus, dan P. pentosaceus. Sejak tahun 1985,
telah diteliti bahwa kemampuan Pediococcus sp. untuk membunuh mikroorganisme pembusuk dan
patogen dalam fermentasi daging dikarenakan kemampuannya menghasilkan asam organik. Selain
itu, fermentasi dengan bakteri ini juga meningkatkan kestabilan makanan dalam masa penyimpanan
dan menghasilkan produk yang lebih banyak mengandung protein. Bakteri Pediococcus sp.
digunakan dalam pembuatan sosis. Bentuk bakteri Pediococcus cerevisiae adalah Tetracoccus yang
artinya bakteri kokus yang bergandengan empat dan membentuk bukur sangkar. Pediococcus
cerevisae. Bakteri ini adalah gram positif berbentuk bulat, khususnya terdapat berpasangan atau
berempat (tetrads). Walaupun jenis ini tercatat sebagai perusak bir dan anggur, bakteri ini berperan
penting dalam fermentasi daging dan sayuran

Bakteri Pediococcus banyak digunakan dalam pembuatan sosis. Bahan baku sosis bermacam-macam
jenisnya, ada yang menggunakan daging sapi, daging ayam dan daging ikan. Untuk proses
pembuatan sosis kali ini dengan mengambil contoh daging ayam sebagai bahan bakunya. Bahan
pembantu diantaranya Tepung Tapioka, Pati Kentang, Isolat Protein Kedelai, Phosphat, Sodium
Erythorbate, Garam, Bawang Putih, Merica, Bahan Penyedap, Minyak Goreng. Alat yang digunakan
antara lain, Mechanical Deboning Machine, MeatMincer, Mixer, Emulsifier Machine, SSP Pump,
Stuffer, Smoked House, Cooling Chamber, Cutting Machine, Vacuum Packaging Machine, Metal
Detector & Check Weigher, Air Blast Freezer.

Pediococcus cerevisiae adalah bakteri gram positif berbentuk bulat, berpasangan atau berempat. Jenis
ini berperan penting dalam fermentasi daging dan sayur

Anda mungkin juga menyukai