Anda di halaman 1dari 21

1.

PENDAHULUAN

1.1. Tinjauan Pustaka


Ikan merupakan sumber protein yang baik sehingga ikan sangat penting untuk
dikonsumsi. Ikan dapat digunakan dalam proses pembuatan sosis. Untuk menghasilkan
suatu produk sosis yang berkualitas tinggi, diperlukan suatu keadaan yang bersih/higienis
dalam proses pembuatannya, selain itu juga dibutuhkan suatu bahan tambahan yang
berkualitas baik serta dibutuhkan suatu proses pemasakan yang baik dan kondisi
pengemasan serta penyimpanan yang cocok (Arslan et al., 1999).

Ikan yang segar memiliki daging yang kenyal tapi tidak empuk, badannya kaku, serta
sisiknya rapi dan rapat. Insang berwarna merah, dengan mata bersih bersinar dan tidak
tenggelam tetapi melotot. Bila daging ditekan dengan jari tidak akan meninggalkan
bekas, sebaliknya pada ikan yang pernah dibekukan dan kemudian dilelehkan (thawing),
bekas itu nampak jelas. Bagian luar ikan segar hanya sedikit lendirnya atau bahkan tidak
berlendir sama sekali. Ikan segar baunya samar-samar dan tidak tajam, kulitnya bersinar
atau mengkilap dan tidak keruh, bila dagingnya dipotong nampak segar dan tidak kering.
Ikan yang sudah tidak segar, sisiknya mudah lepas, tidak berwarna merah, berbau busuk,
amis atau asam (Winarno, 1993).

Kandungan utama pada daging ikan terdiri atas lemak golongan tidak jenuh dan protein
yang sebagian besar tersusun dari 10 asam amino esensial dan air. Pada daging ikan
mengandung protein sekitar 16-18%. Protein utama daging ikan yaitu aktin dan miosin
(sering disebut sebagai protein fibriler) merupakan protein yang memiliki peran utama
dalam kontraksi dan relaksasi otot ikan. Sedangkan komponen-komponen minor pada
daging ikan biasanya berupa komponen-komponen volatil (urea dan trimetilamin), asam
amino bebas, gula, mineral, dan juga vitamin (Shahidi & Botta, 1994).

Sosis dapat dibuat dari berbagai jenis spesies hewan. Daging yang pada umumnya
digunakan dalam pembuatan sosis ini terlebih dahulu harus dihaluskan atau dicincang
dan diemulsifikasi. Penggunaan daging yang berkualitas tinggi akan menghasilkan sosis
yang berkualitas tinggi pula. Adapun formulasi sosis juga mempengaruhi emulsi sosis
yang dihasilkan. Dalam sistem emulsifikasi ini dapat ditambahkan bumbu-bumbu,
binder, dan lain-lain. Selain itu, selama proses emulsifikasi ini ditambahkan juga air
dingin untuk mempertahankan agar suhu emulsi tetap dingin, sebab timbulnya panas
selama emulsifikasi dapat memecah stabilitas emulsinya. Emulsifikasi diakhiri sampai
terbentuk emulsi yang stabil dimana ditandai dengan terbentuknya adonan yang merata
dan halus serta tidak lengket. Faktor yang harus diperhatikan dalam emulsifikasi ini
adalah suhu dan waktu. Suhu yang tinggi selama emulsifikasi dapat mengurangi
kemampuan protein sebagai emulsifier emulsi sehingga akan terbentuk drip-drip lemak
pada saat dilakukan proses perebusan atau pemasakan. Disamping itu, waktu yang terlalu
lama akan memperbanyak luas permukaan globula lemak dalam sistem emulsi sehingga
emulsifier tidak mampu menyelubunginya, akibatnya terbentuk drip-drip lemak (Price &
Schweigert, 1971).

Sosis merupakan suatu jenis makanan yang berbentuk silindris atau bulat panjang sebagai
hasil pengolahan daging cincang yang telah dibumbui dan kemudian dimasukkan ke
dalam casing atau wadah yang dibuat dari usus sapi, usus kambing, atau bahan lain yang
dapat dimakan (Rukma, 2001).

Sosis merupakan makanan yang cukup disukai dan bentuk pengolahan makanan yang
sudah cukup lama dikenal. Sosis merupakan produk daging giling, digarami, dan diberi
bumbu-bumbu. Sosis ikan belum banyak dikenal oleh masyarakat selama ini, sehingga
sosis merupakan makanan asing bagi masyarakat Indonesia (Moedjiharto, 2003).

Sosis merupakan makanan yang sudah memasyarakat dan disukai oleh seluruh penduduk
dunia. Setiap negara mempunyai spesifikasi sosis yang berbeda-beda. Kata sosis berasal
dari kata salsus yang dapat diartikan sebagai penggaraman atau pengawetan daging
dengan garam. Sosis ini dibuat dalam bentuk silinder dengan berbagai ukuran. Sosis
adalah daging halus atau daging chopping (cincang) yang diberi bumbu-bumbu atau
tidak, distuffing atau tidak, dalam casing atau tidak. Bahan dasar yang digunakan adalah
daging jenis lean meat (kandungan protein tinggi tetapi kandungan lemak rendah), lemak
padat atau cair, dan bumbu-bumbu, serta bahan tambahan makanan (Alan & Jane, 1995).
Pada mulanya, sosis hanya dibuat secara alami yaitu dengan menggunakan pembungkus
atau selongsong (casing) dari usus halus ternak, seperti usus sapi, kambing, domba, atau
babi. Dengan semakin meningkatnya permintaan akan sosis, maka masalah selongsong
ini tidak dapat dipenuhi seluruhnya dari usus ternak, oleh karena itu diarahkanlah ke
bahan-bahan lainnya seperti cellophane dan plastik (Astawan & Astawan, 1988).

Pada umumnya, sosis dikelompokkan menjadi beberapa macam yaitu sosis segar, sosis
fermentasi atau tidak difermentasi, sosis masak atau tidak dimasak, sosis asap, sosis asap
dan dimasak, sosis semi kering, dan lain-lain. Berikut ini merupakan macam-macam
jenis sosis beserta pengertiannya :
Sosis segar merupakan sosis yang dibuat dari daging cincang, diberi perlakuan
curing, tetapi tidak dilakukan pemasakan. Sosis segar ini daya simpannya terbatas
sehingga harus disimpan dalam lemari es sebelum disajikan. Daging yang digunakan
pada umumnya adalah daging sapi, daging babi, atau campuran kedua daging
tersebut. Hamburger dan sosis babi merupakan contoh sosis segar.
Sosis asap tetapi tidak dimasak merupakan sosis yang dibuat seperti sosis segar yang
kemudian diasap namun tidak dimasak. Pengasapan dilakukan pada suhu 32o C
sampai terbentuk warna merah daging asap.
Sosis asap dan dimasak merupakan sosis yang diberi perlakuan pengasapan dan juga
pemasakan sampai suhu bagian dalam sosis mencapai 61 o C. Yang termasuk dalam
jenis sosis ini adalah bologna, wieners, dan frankfurter, dimana dibedakan
berdasarkan besar kecilnya diameter sosis.
Sosis fermentasi merupakan sosis yang dalam pembuatannya diperlukan aktivitas
mikroorganisme yang mampu memproduksi asam laktat. Untuk menghasilkan kadar
air yang rendah, maka pengolahan sosis fermentasi ini berjalan lambat. Oleh karena
itu perlu dikontrol suhu dan kelembaban selama fermentasi. Sosis fermentasi ini
dapat disimpan dalam suhu kamar dalam waktu yang cukup lama.
Sosis semi kering merupakan sosis yang dikeringkan dalam waktu yang cepat dan
pada suhu tinggi. Sosis ini serupa dengan sosis fermentasi kering, hanya saja kadar
airnya lebih tinggi. Contohnya adalah chorizo dan pepperoni dengan kadar airnya
sebesar 40-50%
(Alan & Jane, 1995).
Protein tersusu dari asam-asam amino esensial dan non esensial. Pada umumnya asam
amino dalam sosis berasal dari protein daging sapi. Untuk melengkapi asam amino sosis,
maka daging sapi diganti dengan daging ayam ataupun daging ikan (Moedjiharto,2003).

Berdasarkan tingkat kehalusan penggilingan daging, sosis dapat dibedakan atas sosis
daging giling dan sosis emulsi. Dalam sosis daging giling, daging tidak dihaluskan
sehingga masih terlihat serat-serat daging yang belum hancur dan ini akan menghasilkan
tekstur yang khas. Sedangkan dalam sosis emulsi, daging digiling halus sampai terbentuk
emulsi dan sosis ini dibuat dengan penambahan lemak. Pada umumnya, bahan tambahan
yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah lemak. Biasanya, untuk menghasilkan
sosis yang baik, orang banyak menggunakan lemak hewani. Dengan lemak hewani ini,
maka tekstur sosis akan menjadi lebih baik. Sedangkan lemak nabati yang biasanya cair
pada suhu kamar akan menghasilkan tekstur sosis yang lebih lunak (Hanief, 2001).

Bahan utama yang diperlukan untuk membuat bahan pengisi tergantung dari jenis sosis
yang akan dibuat, misalnya sosis daging sapi, ayam, ikan, atau yang lainnya. Bahan-
bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah lemak sapi, susu skim,
tepung tapioka atau tepung terigu, serta bumbu (garam dapur, gula pasir, lada, vinegar,
bawang putih, dan es batu) (Astawan & Astawan, 1988).

Bahan-bahan pembantu yang biasanya digunakan dalam pembuatan sosis dapat


dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu binder (bahan pengikat), extender (bahan
pengikat dan pengisi), filler (bahan pengisi), dan bahan tambahan makanan lainnya.
Untuk meningkatkan kemampuan daging di dalam mengikat air dan lemak sebaiknya
digunakan binder. Binder yang biasa digunakan adalah susu bubuk dan produk kedelai.
Sedangkan bahan extender yang biasa digunakan adalah produk-produk kedelai seperti
texturized, vegetable protein, susu skim, tepung kedelai, konsentrat protein kedelai, dan
isolat kedelai. Dan bahan filler yang biasa digunakan meliputi pati jagung dan pati ketela.
Sedangkan bahan lainnya yang ditambahkan antara lain air es, air, stabilizer, antioksidan,
dan zat pewarna. Bahan yang ditambahkan ini berperan dalam memperbaiki stabilitas
emulsi sosis, memperbaiki hasil akhir, memperbaiki sifat irisan yang halus merata,
memperbaiki flavor, dan mengurangi biaya produksi (Perlitto, 1988).
Lemak dalam pembuatan sosis merupakan suatu komponen yang penting karena dapat
membentuk emulsi, memberi palatabilitas, mempengaruhi elastisitas sosis, serta
menambah kelezatan. Sedangkan air es yang digunakan dalam pembuatan sosis berfungsi
untuk membentuk adonan, meningkatkan palatabilitas, memberi tekstur yang baik, serta
memberi sifat aliran pada adonan. Adapun garam, gula, nitrat/nitrit merupakan bahan
curing sedangkan bawang putih, merica, pala merupakan bumbu-bumbu yang
ditambahkan dalam pembuatan sosis. Fungsi dari extender sendiri adalah untuk
menambah sifat pengisian, mengubah komposisi sosis, serta menambah penampakan
adonan menjadi lebih banyak. Sedangkan binder berfungsi untuk mengikat air dan
menyebabkan yield akhir tinggi, meningkatkan emulsifikasi, serta meningkatkan
kandungan protein. Dan filler berfungsi untuk mengikat air, memperbaiki tekstur,
meningkatkan citarasa, menyebabkan yield akhir tinggi tetapi tidak meningkatkan
emulsifikasi dan kandungan proteinnya rendah (Price & Schweigert, 1971).

Tahap-tahap dalam pembuatan sosis adalah sebagai berikut :


1. Mula-mula bumbu yang sudah digiling beserta tepung dicampur serta diaduk
hingga merata dengan daging dan lemak sapi yang sudah digiling. Pembuatan adonan
ini dilakukan pada suhu di bawah 22o C, yaitu dengan cara menambahkan es batu
secukupnya.
2. Kemudian adonan dimasukkan dalam usus atau casing sepadat mungkin. Sosis
mentah ini lalu diikat dengan benang pada kedua ujungnya dan dikukus pada suhu
60o C selama kira-kira 15 menit.
3. Setelah sosis masak, selanjutnya sosis diasapkan seperti cara pengasapan daging
atau ikan (Astawan & Astawan, 1988).

Perubahan jumlah daging ikan pada sosis akan mempengaruhi kekenyalan sosis, makan
banyak daging yang digunakan, maka makin baik kekenyalannya dan teksturnya. Makin
banyak bahan tambahan, maka tekstur sosis akan terpengaruh (Moedjiharto, 2003). Ikan
memiliki protein yang tinggi, dan daya cerna dari protein ini juga cukup tinggi sehingga
baik untuk pemenuhan gizi (Anonim, 2000).

Pengadukan adalah suatu cara untuk mempersatukan bahan makanan dalam suatu tempat.
Tujuannya adalah agar bahan-bahan tersebut bercampur dengan baik atau menjadi halus
(Iskandar, 1995). Adonan yang kurang mendapat pengadukan dapat menyebabkan
adonan menjadi tidak mengembang, sebaliknya adonan yang mendapat cukup
pengadukan dapat menyebabkan adonan menjadi mengembang dengan sempurna. Pada
proses pengadukan akan lebih baik jika menggunakan tangan dan adonan terletak pada
bagian bawah, karena dengan cara ini dorongan pada massa adonan akan mendapat
tekanan yang cukup (Bennion & Hughes, 1970).

Pemasakan sosis bertujuan untuk menyatukan komponen-komponen adonan sosis yang


merupakan emulsi minyak dan air dengan protein miosin daging sebagai penstabilnya,
untuk memantapkan warna daging, serta untuk menginaktifkan mikroba. Langkah
pemasakan sosis dapat dilakukan dalam bentuk perebusan, pengukusan, pengasapan, atau
kombinasi ketiganya. Aspek teknis pembuatan sosis dari daging adalah dengan
mengandalkan sifat kekenyalan daging dan bahan pengisinya (Rukma, 2001).

Faktor-faktor yang mempengaruhi keempukan dari daging sosis yang dihasilkan antara
lain meliputi suhu, lama pemasakan, serta jenis daging. Sedangkan faktor yang secara
langsung mempengaruhi keempukan sosis adalah kandungan lemak dan kadar air daging
yang digunakan. Warna sosis selain berasal dari pigmen daging yang digunakan juga
dapat berasal dari langkah pengasapan dalam pembuatannya maupun penambahan zat
warna tertentu. Warna sosis yang diperoleh dari pengolahan pengasapan, umumnya lebih
disukai oleh konsumen karena kekhasannya (Astawan & Astawan, 1988).

Keempukan daging berkaitan dengan banyaknya tenunan pengikat pada daging. Suhu
yang telah cukup untuk mengkoagulasikan serabut protein, biasanya belum cukup untuk
mengkoagulasikan tenunan pengikat. Daging yang liat, yang banyak tenunan
pengikatnya, perlu pemanasan yang lebih tinggi dan lebih lama, tergantung pada jumlah
dan distribusi tenunan pengikat dalam daging. Pengempukan daging dapat dilakukan
dengan cara penggilingan dan pencacahan (Winarno, 1993).

Terdapat beberapa tahapan dalam mempersiapkan adonan, yaitu pencincangan daging,


pemberian bumbu-bumbu, binding, dan filling. Pada proses pencincangan, daging harus
dicincang sampai halus, kadang-kadang sambil digiling diberi bawang merah
secukupnya. Sedangkan pada proses pemberian bumbu-bumbu, jumlah dan macam
bumbu-bumbu ini dapat bervariasi tergantung selera. Bumbu-bumbu tersebut harus
dihaluskan terlebih dahulu sampai lembut. Bumbu yang telah halus dan yang telah
bercampur menjadi satu, ditambahkan sedikit demi sedikit sambil diberi potongan es
kecil-kecil atau air dingin untuk mempertahankan agar suhu adonan tetap rendah. Apabila
suhunya tinggi, maka proses pencampuran tidak akan membentuk emulsi yang baik
(Hadiwiyoto, 1983).

Proses binding yang dilakukan bertujuan untuk menaikkan daya ikat air dan emulsi
lemak, sehingga sosis akan menjadi kuat dan emulsinya tidak pecah. Jenis binder yang
digunakan dapat berupa susu skim, sodium kaseinat, cairan kedelai asam, dan konsentrat
protein kedelai. Bahan ini dapat dicampurkan dengan adonan sampai benar-benar
homogen. Sedangkan filling merupakan proses pengisian. Proses filling ini bertujuan
untuk membentuk tekstur sosis supaya mempunyai bodi yang padat. Jenis filler (bahan
pengisi) yang digunakan dapat berupa tepung beras, tepung jagung, tepung gandum, atau
bahan-bahan yang banyak mengandung hidrat arang. Bahan-bahan ini juga harus
dicampurkan pada adonan sampai benar-benar homogen (Hadiwiyoto, 1983).

Tepung terigu maupun susu skim dalam pembuatan sosis berfungsi sebagai zat pengikat
air dan membentuk tekstur yang padat pada sosis. Sedangkan fungsi dari penambahan
garam dalam pembuatan sosis adalah untuk membentuk emulsi sosis, membentuk flavor,
sebagai pengawet, melarutkan protein, serta mempertinggi daya ikat antar partikel
(Astawan & Astawan, 1988).

Tepung sebagai bahan pengikat pada produk restructured meat akan mengalami
gelatinisasi pada saat proses pembuatan, yaitu pengukusan. Gelatinisasi menyebabkan
jumlah gugus hidroksil dalam molekul mampu menyerap air. Viskositas terjadi
disebabkan air yang dulunya berada diluar granula dan bebas bergerak sebelum suspensi
dipanaskan, kini sudah berada dalam butir-butir pati dan tidak dapat bergerak bebas lagi.
Terbentuknya gelatinisasi pada tepung akan berikatan dengan protein daging sehingga
akan membentuk matriks protein pati kembali dan akan dihasilkan produk daging yang
sudah saling melekat atau kompak (Amertaningtyas et al., 2001).
Garam dapat menimbulkan rasa asin, selain itu juga dapat menimbulkan rasa gurih.
Garam yang digunakan harus berkualitas tinggi dan bukan garam yang telah mengalami
iodisasi. Garam dapat digunakan sebagai flavoring agent, menghambat pertumbuhan
mikroorganisme (sebagai pengawet), serta melarutkan protein miofibril yang memegang
peranan dalam menstabilkan emulsi. Sedangkan gula berfungsi untuk memperbaiki
warna, flavor, dan kemampuan mengikat air pada adonan (Perlitto, 1988). Gula juga
berfungsi untuk mengurangi rasa asin yang berlebihan akibat penambahan garam,
membentuk rasa yang spesifik, serta memperbaiki aroma dan tekstur daging atau ikan
(Astawan, 2004).

Salah satu kriteria mutu dari sosis adalah elastisitasnya dan sifat ini dipengaruhi oleh
suhu pemasakan serta proses pembuatan adonan sosis. Sifat fungsional yang penting dari
sosis adalah tekstur dan kapasitas mengikat air yang ditentukan oleh suhu yang
mengakibatkan perubahan mikrostruktur daging. Dalam proses pemanasan, akan
menyebabkan protein daging larut dan berinteraksi dengan protein yang tidak larut
sehingga membentuk suatu struktur yang kohesif. Tipe dari struktur protein atau matriks
ini akan menentukan karakteristik tekstur dan kapasitas mengikat air dari produk yang
telah dimasak (Peranginangin et al., 1994).

Keempukan dan tekstur daging kemungkinan besar merupakan penentu yang paling
penting pada kualitas pembuatan daging olahan. Keempukan daging banyak ditentukan
setidak-tidaknya oleh tiga komponen daging, yaitu struktur miofibrilar dan status
kontraksinya, kandungan jaringan ikat dan tingkat ikatan silangnya, serta daya ikat air
oleh protein daging. Daya ikat air oleh protein daging adalah kemampuan daging untuk
mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar,
misalnya pemotongan daging, pemanasan, penggilingan, dan tekanan. Absorpsi air atau
kapasitas gel adalah kemampuan daging menyerap air secara spontan dari lingkungan
yang mengandung cairan. Total kadar cairan daging mentah ditentukan dengan
menghitung kehilangan berat setelah pemanasan dalam oven pada temperatur 100o C
sampai berat konstan (Soeparno, 1994).

Tingkat kekenyalan atau kekerasan ditunjukkan dengan semakin kecilnya jarak


penembusan jarum penetrometer pada produk. Keadaan tersebut disebabkan karena
meningkatnya protein dalam adonan yang selama pemasakan mempunyai kemampuan
untuk mengikat bagian-bagian hancuran daging menjadi satu sehingga terbentuk suatu
produk yang kompak dan kenyal. Kekenyalan dan kekompakan ini ini erat kaitannya
dengan kemampuan pengikatan antar partikel-partikel daging dan pengikatan partikel
tersebut tergantung pada jumlah protein miofibril yang terekstrak dimana semakin
banyak ikatan aktin dan miosin yang terbentuk maka akan semakin kenyal tekstur produk
yang dihasilkan (Purnomo, 2000).

Menurut Fennema (1976), casing sosis dibedakan menjadi dua yaitu casing alami dan
casing buatan. Casing alami ini dapat dibuat dari usus besar sapi, babi, kuda, dan lain-
lain. Casing alami ini diawetkan dengan cara pembekuan, pengeringan, dan
penggaraman. Sedangkan casing buatan pada umumnya dibuat dari selulosa, bahan
berserat, plastik, dan kolagen. Casing buatan ini lebih bagus daripada casing alami, hal
ini disebabkan karena casing buatan mempunyai bentuk, ukuran, dan diameter yang
seragam sehingga sosis yang dihasilkan lebih seragam.

1.2. Tujuan Praktikum


Tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah untuk mengetahui prinsip, bahan-bahan,
dan proses pembuatan sosis ikan, serta mengetahui pengaruh perbedaan komposisi
tepung terigu dan susu terhadap sifat fisik dan sensori dari sosis ikan.

2. MATERI DAN METODA

2.1. Materi
2.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah baskom, kompor, fruit hardness
tester, panci, dandang, blender, dan benang.

2.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan segar, bawang merah,
bawang putih, merica, gula pasir, penyedap rasa royco, garam, mentega, tepung terigu,
casing plastik, dan susu skim.
2.2. Metoda
Mula-mula daging ikan dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran dan darah
yang masih ada, lalu ditiriskan. Daging ikan 200 gram digiling dengan kecepatan tinggi
kira-kira selama 10 menit lalu diimbang beratnya. Kemudian dipersiapkan bumbu-bumbu
yang akan digunakan , terdiri dari bawang merah 1 g, bawang putih 0.5 g, lada 1.5 g,
penyedap rasa secukupnya, dan gula pasir 3 g. Kemudian daging dicampur dengan
adonan bumbu serta ditambahkan mentega 6 g, garam 4 g, campuran tepung terigu dan
susu skim sebanyak 12 g, dengan perbandingan sebagai berikut:
kelompok 1 terigu 12 gr
kelompok 2 tepung terigu : susu = 6 g : 6g
kelompok 3 tepung terigu : susu = 4 g : 8g
kelompok 4 tepung terigu : susu = 3 g : 9g
kelompok 5 tepung terigu : susu = 2 g : 10g
kelompok 6 susu 12 g
Pada saat pencampuran adonan ditambahkan juga es batu sebanyak 20 g. Adonan yang
telah tercampur rata dan menyatu, dimasukkan kedalam casing dan diikat dengan benang.
Kemudian sosis dimasak dengan dikukus 45 50 menit. Sosis yang telah masak diukur
kekenyalannya dengan fruit hardness tester dan dianalisa secara sensoris meliputi warna,
rasa, aroma, dan tekstur sosis yang dihasilkan.

3. HASIL PENGAMATAN

Tabel 1. Pengamatan sensoris sosis


Kel Perlakuan Tekstur Rasa Warna Aroma Kekenyalan
1 Terigu 12 gr ++++ + + ++ +++ + ++++
2 tepung terigu 6 g + +++ +++ ++ +++ +++
susu 6 g
3 tepung terigu 4 g + +++ ++ + +++ +++
susu 8 g
4 tepung terigu 3 g + ++ ++ +++ ++ ++ ++
susu 9 g
5 tepung terigu 2 g + + + ++++ + +
susu 10 g
6 tepung susu 12 g ++ +++ ++ ++ ++
Semakin banyak tepung terigu yang digunakan, maka tekstur sosis akan semakin
kompak. Semakin sedikit tepung terigu yang ditambahkan maka flavor ikan akan
semakin terasa. Perbandingan tepung terigu dan susu tidak memberikan perbedaan warna
yang signifikan pada sosis. Semakin banyak penambahan tepung yang diberikan maka
aroma sosis akan semakin tidak amis. Semakin banyak tepung, maka akan semakin
kenyal.

Keterangan :
Rasa
+ : sedikit terasa ikan
++ : agak terasa ikan
+++ : terasa ikan
+ + + + : paling terasa ikan
Aroma
+ : sedikit amis
++ : agak amis
+++ : amis
+ + + + :paling amis

Tekstur
+ : pecah
++ : agak pecah
+++ : kompak
+ + + + : sangat kompak
Warna
+ : terang
++ : agak gelap
+++ : gelap
+ + + + : sangat gelap
4. PEMBAHASAN

Sosis merupakan produk pangan yang sudah dikenal luas. Sosis merupakan suatu jenis
makanan yang berbentuk silindris atau bulat panjang sebagai hasil pengolahan daging
cincang yang telah dibumbui dan kemudian dimasukkan ke dalam casing atau wadah
yang dibuat dari usus sapi, usus kambing, atau bahan lain yang dapat dimakan (Rukma,
2001).

Cara pembuatannnya pun sangat sederhana. Setiap negara mempunyai spesifikasi sosis
yang berbeda-beda. Kata sosis berasal dari kata salsus yang dapat diartikan sebagai
penggaraman atau pengawetan daging dengan garam. Sosis ini dibuat dalam bentuk
silinder dengan berbagai ukuran. Sosis adalah daging halus atau daging chopping
(cincang) yang diberi bumbu-bumbu atau tidak, distuffing atau tidak, dalam casing atau
tidak. Bahan dasar yang digunakan adalah daging jenis lean meat (kandungan protein
tinggi tetapi kandungan lemak rendah), lemak padat atau cair, dan bumbu-bumbu, serta
bahan tambahan makanan (Alan & Jane, 1995).

Tetapi sosis ikan merupakan produk yang kurang populer. Sosis merupakan makanan
yang cukup disukai dan bentuk pengolahan makanan yang sudah cukup lama dikenal.
Sosis merupakan produk daging giling, digarami, dan diberi bumbu-bumbu. Sosis ikan
belum banyak dikenal oleh masyarakat selama ini, sehingga sosis merupakan makanan
asing bagi masyarakat Indonesia (Moedjiharto, 2003).

Ikan sendiri mengandung protein yang tinggi. Sehingga sebenarnya sosis ikan sangat
bermanfaat untuk pola makan sehari-hari. Ikan merupakan sumber protein yang baik
sehingga ikan sangat penting untuk dikonsumsi. Ikan dapat digunakan dalam proses
pembuatan sosis. Untuk menghasilkan suatu produk sosis yang berkualitas tinggi,
diperlukan suatu keadaan yang bersih/higienis dalam proses pembuatannya, selain itu
juga dibutuhkan suatu bahan tambahan yang berkualitas baik serta dibutuhkan suatu
proses pemasakan yang baik dan kondisi pengemasan serta penyimpanan yang cocok
(Arslan et al., 1999). Kandungan utama pada daging ikan terdiri atas lemak golongan
tidak jenuh dan protein yang sebagian besar tersusun dari 10 asam amino esensial dan air.
Pada daging ikan mengandung protein sekitar 16-18%. Protein utama daging ikan yaitu
aktin dan miosin (sering disebut sebagai protein fibriler) merupakan protein yang
memiliki peran utama dalam kontraksi dan relaksasi otot ikan. Sedangkan komponen-
komponen minor pada daging ikan biasanya berupa komponen-komponen volatil (urea
dan trimetilamin), asam amino bebas, gula, mineral, dan juga vitamin (Shahidi & Botta,
1994). Protein tersusun dari asam-asam amino esensial dan non esensial. Pada umumnya
asam amino dalam sosis berasal dari protein daging sapi. Untuk melengkapi asam amino
sosis, maka daging sapi diganti dengan daging ayam ataupun daging ikan
(Moedjiharto,2003).

Ikan yang segar memiliki daging yang kenyal tapi tidak empuk, badannya kaku, serta
sisiknya rapi dan rapat. Insang berwarna merah, dengan mata bersih bersinar dan tidak
tenggelam tetapi melotot. Bila daging ditekan dengan jari tidak akan meninggalkan
bekas, sebaliknya pada ikan yang pernah dibekukan dan kemudian dilelehkan (thawing),
bekas itu nampak jelas. Bagian luar ikan segar hanya sedikit lendirnya atau bahkan tidak
berlendir sama sekali. Ikan segar baunya samar-samar dan tidak tajam, kulitnya bersinar
atau mengkilap dan tidak keruh, bila dagingnya dipotong nampak segar dan tidak kering.
Ikan yang sudah tidak segar, sisiknya mudah lepas, tidak berwarna merah, berbau busuk,
amis atau asam (Winarno, 1993). Ikan yang digunakan dalam praktikum ini juga
memenuhi syarat di atas, sehingga dapat dikatakan ikan yang dipakai merupakan ikan
yang segar.

Proses pembuatan sosis diawali dengan penghancuran daging ikan dengan blender,
kemudian dilakukan pencampuran dengan bumbu-bumbu atau emulsifikasi. Sosis dapat
dibuat dari berbagai jenis spesies hewan. Daging yang pada umumnya digunakan dalam
pembuatan sosis ini terlebih dahulu harus dihaluskan atau dicincang dan diemulsifikasi.
Penggunaan daging yang berkualitas tinggi akan menghasilkan sosis yang berkualitas
tinggi pula. Adapun formulasi sosis juga mempengaruhi emulsi sosis yang dihasilkan.
Dalam sistem emulsifikasi ini dapat ditambahkan bumbu-bumbu, binder, dan lain-lain.
Selain itu, selama proses emulsifikasi ini ditambahkan juga air dingin untuk
mempertahankan agar suhu emulsi tetap dingin, sebab timbulnya panas selama
emulsifikasi dapat memecah stabilitas emulsinya. Emulsifikasi diakhiri sampai terbentuk
emulsi yang stabil dimana ditandai dengan terbentuknya adonan yang merata dan halus
serta tidak lengket. Faktor yang harus diperhatikan dalam emulsifikasi ini adalah suhu
dan waktu. Suhu yang tinggi selama emulsifikasi dapat mengurangi kemampuan protein
sebagai emulsifier emulsi sehingga akan terbentuk drip-drip lemak pada saat dilakukan
proses perebusan atau pemasakan. Disamping itu, waktu yang terlalu lama akan
memperbanyak luas permukaan globula lemak dalam sistem emulsi sehingga emulsifier
tidak mampu menyelubunginya, akibatnya terbentuk drip-drip lemak (Price &
Schweigert, 1971).

Berdasarkan tingkat kehalusan penggilingan daging, sosis dapat dibedakan atas sosis
daging giling dan sosis emulsi. Dalam sosis daging giling, daging tidak dihaluskan
sehingga masih terlihat serat-serat daging yang belum hancur dan ini akan menghasilkan
tekstur yang khas. Sedangkan dalam sosis emulsi, daging digiling halus sampai terbentuk
emulsi dan sosis ini dibuat dengan penambahan lemak. Pada umumnya, bahan tambahan
yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah lemak. Biasanya, untuk menghasilkan
sosis yang baik, orang banyak menggunakan lemak hewani. Dengan lemak hewani ini,
maka tekstur sosis akan menjadi lebih baik. Sedangkan lemak nabati yang biasanya cair
pada suhu kamar akan menghasilkan tekstur sosis yang lebih lunak (Hanief, 2001).
Karena bahan yang dipakai dihaluskan terlebih dahulu, maka sosis ini merupakan sosis
emulsi.

Bahan utama yang diperlukan untuk membuat bahan pengisi tergantung dari jenis sosis
yang akan dibuat, misalnya sosis daging sapi, ayam, ikan, atau yang lainnya. Bahan-
bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah lemak sapi, susu skim,
tepung tapioka atau tepung terigu, serta bumbu (garam dapur, gula pasir, lada, vinegar,
bawang putih, dan es batu) (Astawan & Astawan, 1988). Pada praktikum ini,bahan
utamanya adalah daging ikan,dengan tambahan susu skim, tepung terigu, minyak goreng,
dan bumbu-bumbu.

Bahan-bahan pembantu yang biasanya digunakan dalam pembuatan sosis dapat


dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu binder (bahan pengikat), extender (bahan
pengikat dan pengisi), filler (bahan pengisi), dan bahan tambahan makanan lainnya.
Untuk meningkatkan kemampuan daging di dalam mengikat air dan lemak sebaiknya
digunakan binder. Binder yang biasa digunakan adalah susu bubuk dan produk kedelai.
Sedangkan bahan extender yang biasa digunakan adalah produk-produk kedelai seperti
texturized, vegetable protein, susu skim, tepung kedelai, konsentrat protein kedelai, dan
isolat kedelai. Dan bahan filler yang biasa digunakan meliputi pati jagung dan pati ketela.
Sedangkan bahan lainnya yang ditambahkan antara lain air es, air, stabilizer, antioksidan,
dan zat pewarna. Bahan yang ditambahkan ini berperan dalam memperbaiki stabilitas
emulsi sosis, memperbaiki hasil akhir, memperbaiki sifat irisan yang halus merata,
memperbaiki flavor, dan mengurangi biaya produksi (Perlitto, 1988). Yang bertindak
sebagai binder dalam pembuatan sosis ikan ini adalah susu bubuk. Sedangkan bahan
filler adalah tepung terigu.

Penambahan lemak dalam pembuatan sosis bertujuan untuk membentuk emulsi. Lemak
yang digunakan berupa minyak goreng. Lemak dalam pembuatan sosis merupakan suatu
komponen yang penting karena dapat membentuk emulsi, memberi palatabilitas,
mempengaruhi elastisitas sosis, serta menambah kelezatan (Price & Schweigert, 1971).

Penamabahan garam dapat menimbulkan rasa asin, selain itu juga dapat menimbulkan
rasa gurih. Garam yang digunakan harus berkualitas tinggi dan bukan garam yang telah
mengalami iodisasi. Garam dapat digunakan sebagai flavoring agent, menghambat
pertumbuhan mikroorganisme (sebagai pengawet), serta melarutkan protein miofibril
yang memegang peranan dalam menstabilkan emulsi. Sedangkan gula berfungsi untuk
memperbaiki warna, flavor, dan kemampuan mengikat air pada adonan (Perlitto, 1988).
Gula juga berfungsi untuk mengurangi rasa asin yang berlebihan akibat penambahan
garam, membentuk rasa yang spesifik, serta memperbaiki aroma dan tekstur daging atau
ikan (Astawan, 2004).

Proses pencampuran dilakukan dengan menggunakan air es. Air es ini digunakan utnuk
memperbaiki stabilitas emulsi sosis. Air es yang digunakan dalam pembuatan sosis
berfungsi untuk membentuk adonan, meningkatkan palatabilitas, memberi tekstur yang
baik, serta memberi sifat aliran pada adonan (Price & Schweigert, 1971). Adapun
penamabahan garam, gula, nitrat/nitrit bertujuan sebagai bahan curing sedangkan bawang
putih, merica, pala merupakan bumbu-bumbu yang ditambahkan dalam pembuatan sosis
(Price & Schweigert, 1971).
Pada proses pencampuran, bumbu yang telah halus dan yang telah bercampur menjadi
satu, ditambahkan sedikit demi sedikit sambil diberi potongan es kecil-kecil atau air
dingin untuk mempertahankan agar suhu adonan tetap rendah. Apabila suhunya tinggi,
maka proses pencampuran tidak akan membentuk emulsi yang baik (Hadiwiyoto, 1983).

Sedangkan pengadukan dilakukan untuk mempersatukan bahan makanan dalam suatu


tempat. Tujuannya adalah agar bahan-bahan tersebut bercampur dengan baik atau
menjadi halus (Iskandar, 1995). Adonan yang kurang mendapat pengadukan dapat
menyebabkan adonan menjadi tidak mengembang, sebaliknya adonan yang mendapat
cukup pengadukan dapat menyebabkan adonan menjadi mengembang dengan sempurna.
Pada proses pengadukan akan lebih baik jika menggunakan tangan dan adonan terletak
pada bagian bawah, karena dengan cara ini dorongan pada massa adonan akan mendapat
tekanan yang cukup (Bennion & Hughes, 1970).

Setelah terbentuk adonan yang stabil, maka adonan dimasukkan ke dalam selongsong
plastik untuk membentuk adonan menjadi bulat panjang. Pada mulanya, sosis hanya
dibuat secara alami yaitu dengan menggunakan pembungkus atau selongsong (casing)
dari usus halus ternak, seperti usus sapi, kambing, domba, atau babi. Dengan semakin
meningkatnya permintaan akan sosis, maka masalah selongsong ini tidak dapat dipenuhi
seluruhnya dari usus ternak, oleh karena itu diarahkanlah ke bahan-bahan lainnya seperti
cellophane dan plastik (Astawan & Astawan, 1988). Menurut Fennema (1976), casing
sosis dibedakan menjadi dua yaitu casing alami dan casing buatan. Casing alami ini
dapat dibuat dari usus besar sapi, babi, kuda, dan lain-lain. Casing alami ini diawetkan
dengan cara pembekuan, pengeringan, dan penggaraman. Sedangkan casing buatan pada
umumnya dibuat dari selulosa, bahan berserat, plastik, dan kolagen. Casing buatan ini
lebih bagus daripada casing alami, hal ini disebabkan karena casing buatan mempunyai
bentuk, ukuran, dan diameter yang seragam sehingga sosis yang dihasilkan lebih
seragam.

Tahap-tahap dalam pembuatan sosis adalah sebagai berikut : Mula-mula bumbu yang
sudah digiling beserta tepung dicampur serta diaduk hingga merata dengan daging dan
lemak sapi yang sudah digiling. Pembuatan adonan ini dilakukan pada suhu di bawah 22 o
C, yaitu dengan cara menambahkan es batu secukupnya; Kemudian adonan dimasukkan
dalam usus atau casing sepadat mungkin. Sosis mentah ini lalu diikat dengan benang
pada kedua ujungnya dan dikukus pada suhu 60o C selama kira-kira 15 menit; Setelah
sosis masak, selanjutnya sosis diasapkan seperti cara pengasapan daging atau ikan
(Astawan & Astawan, 1988). Selama pemasakan, adonan ditusuk untuk mencegah
keluarnya adonan atau pecahnya casing akibat tekanan tinggi dari adonan.

Setelah adonan dimasukkan ke dalam casing, maka adonan dikukus selama 40 menit
untuk membuat adonan lebih kompak dan mematangkan bahan-bahan yang ada dalam
sosis. Pemasakan sosis bertujuan untuk menyatukan komponen-komponen adonan sosis
yang merupakan emulsi minyak dan air dengan protein miosin daging sebagai
penstabilnya, untuk memantapkan warna daging, serta untuk menginaktifkan mikroba.
Langkah pemasakan sosis dapat dilakukan dalam bentuk perebusan, pengukusan,
pengasapan, atau kombinasi ketiganya. Aspek teknis pembuatan sosis dari daging adalah
dengan mengandalkan sifat kekenyalan daging dan bahan pengisinya (Rukma, 2001).

Dari hasil pengamatan sensoris, terjadi berbagai macam perubahan. Perubahan jumlah
daging ikan pada sosis akan mempengaruhi kekenyalan sosis, makan banyak daging yang
digunakan, maka makin baik kekenyalannya dan teksturnya. Makin banyak bahan
tambahan, maka tekstur sosis akan terpengaruh (Moedjiharto, 2003). Ikan memiliki
protein yang tinggi, dan daya cerna dari protein ini juga cukup tinggi sehingga baik untuk
pemenuhan gizi (Anonim, 2000). Semakin banyak tepung yang dipakai, ikan akan
semakin teras, tetapi aromanya semakin tidak amis.

Dari hasil pengamatan, untuk tekstur, diketahui dengan semakin bertambahnya tepung,
maka tekstur akan semakin kompak. Tepung sebagai bahan pengikat pada produk
restructured meat akan mengalami gelatinisasi pada saat proses pembuatan, yaitu
pengukusan. Gelatinisasi menyebabkan jumlah gugus hidroksil dalam molekul mampu
menyerap air. Viskositas terjadi disebabkan air yang dulunya berada diluar granula dan
bebas bergerak sebelum suspensi dipanaskan, kini sudah berada dalam butir-butir pati
dan tidak dapat bergerak bebas lagi. Terbentuknya gelatinisasi pada tepung akan
berikatan dengan protein daging sehingga akan membentuk matriks protein pati kembali
dan akan dihasilkan produk daging yang sudah saling melekat atau kompak
(Amertaningtyas et al., 2001).
Sedangkan untuk kekenyalan, semakin banyak tepung yang dipakai, maka akan semakain
kenyal. Faktor-faktor yang mempengaruhi keempukan dari daging sosis yang dihasilkan
antara lain meliputi suhu, lama pemasakan, serta jenis daging. Sedangkan faktor yang
secara langsung mempengaruhi keempukan sosis adalah kandungan lemak dan kadar air
daging yang digunakan. Warna sosis selain berasal dari pigmen daging yang digunakan
juga dapat berasal dari langkah pengasapan dalam pembuatannya maupun penambahan
zat warna tertentu. Warna sosis yang diperoleh dari pengolahan pengasapan, umumnya
lebih disukai oleh konsumen karena kekhasannya (Astawan & Astawan, 1988).
Keempukan daging berkaitan dengan banyaknya tenunan pengikat pada daging. Suhu
yang telah cukup untuk mengkoagulasikan serabut protein, biasanya belum cukup untuk
mengkoagulasikan tenunan pengikat. Daging yang liat, yang banyak tenunan
pengikatnya, perlu pemanasan yang lebih tinggi dan lebih lama, tergantung pada jumlah
dan distribusi tenunan pengikat dalam daging. Pengempukan daging dapat dilakukan
dengan cara penggilingan dan pencacahan (Winarno, 1993).

5. KESIMPULAN

Sosis ikan belum terlalu populer, walaupun nilai gizi nya cukup tinggi.

Sosis yang dibuat termasuk sosis segar tanpa proses curing.

Sosis yang dibuat termasuk sosis emulsi karena berasal dari hancuran daging ikan.

Penghancuran bahan dilakukan untuk memotong serat ikan dan tenunan pengikat
dalam daging.
Tahapan pembuatan sosis meliputi pembuatan adonan, pengisian selongsongan, dan
pemasakanan.
Daging lean meat mampu mempertahankan lemak dalam sistem emulsi sehingga
emulsi lebih stabil.
Bumbu bumbu ditambahkan dengan tujuan untuk menambah aroma dan cita rasa
dari sosis.
Penambahan garam bertujuan sebagai flavoring agent, menghambat pertumbuhan
mikroorganisme, serta melarutkan protein myofibril yang memegang peranan dalam
menstabilkan emulsi sosis.
Penambahan es batu dalam pencampuran adonan ini adalah untuk membuat larutan,
meningkatkan palatabilitas, memberi tekstur baik, serta memberi sifat aliran pada
adonan.
Penggunaan casing buatan mempunyai bentuk, ukuran, dan diameter yang seragam
sehingga sosis yang dihasilkan lebih seragam.
Penusukan daging dalam casing ini bertujuan untuk mengantisipasi supaya casing
yang telah berisi adonan sosis tidak pecah akibat dari proses pengukusan sosis
mentah.
Semakin banyak protein myofibril, maka tekstur akan semakin kompak.

Keras atau empuknya sosis yang dihasilkan berkaitan dengan suhu, lama pemasakan,
serta jenis daging.
Semakin banyak tepung, maka teksturnya akan semakin kompak, ikannya lebih
terasa, tetapi hanya sedikit aroma amis, dan semakin kenyal.
Warna tidak terpengaruh oleh perubahan konsentrasi tepung dan susu.

6. DAFTAR PUSTAKA

Alan, H. V. & P. S. Jane. (1995). Meat & Meat Product. Technologi Chemistry and
Microbiology. Chapman & Hall. London.

Amertaningtyas, D. ; H. Purnomo & Siswanto. (2001). Kualitas Nuggets Daging Ayam


Broiler Dan Ayam Petelur Afkir Dengan Menggunakan Tapioka Dan Tapioka Modifikasi
Serta Lama Pengukusan Yang Berbeda. Biosains. Vol.1 No. 1.

Anonim. (2000). Protein Ikan Cucut pada Pembuatan Sosis dan Burger. Deskripsi
Teknologi IPB. Bogor.

Anonim. (2005). Sausage. http://en.wikipedia.org/wiki/Sausage.

Arslan, A. ; A. H. Dincoglu & Z. Gonulalan. (1999). Fermented Cyprinus caprio L.


Sausage. Turk J Vet Anim Sci. 25: 667-673.
Astawan, M. (2004). Dapatkan Protein dari Dendeng. http://www.ipteknet/
dendeng/html/.

Astawan, M. & M. W. Astawan. (1988). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat


Guna. Akademika Pressindo. Bogor.

Bennion, M. & O. Hughes. (1970). Introductory Foods, 6th Edition. Collier Macmillan
Publisher. London.

Fennema. (1976). Principle of Food Science I (Food Chemistry). Marckel Dekker, Inc.
New York.

Hadiwiyoto, S. (1983). Hasil-Hasil Olahan Susu, Ikan, Daging dan Telur. Liberty.
Yogyakarta.

Hanief, I. (2001). Mewaspadai Si Bulat Panjang : Sosis. http://www.mail-


archive.com/balita-anda@indoglobal.com/msg25989.html.

Iskandar, H. M. (1995). Teori Pengolahan Makanan. Grasindo Gramedia Widiasarana


Indonesia. Jakarta.

Moedjiharto, T.J. (2003). Evaluasi Fiksikokimia Sosis Tempe-Dumbo. Jurnal Teknologi dan
Industri Pangan Vol XIV No.2.

Peranginangin, R. ; N. Haq ; & H. E. Irianto.(1994). Pengaruh Berbagai Kondisi


Pemasakan Terhadap Mutu Sosis Ikan Nila. Jurnal Pengolahan Pasca Panen Perikanan
78: 20-26.

Perlitto, I. I. (1988). Meat Processing For Small And Medium Scale Operation. Intitute of
Animal Science. Los Banos.

Price, J. F. & B. S. Schweigert. (1971). The Science Of Meat and Products. W. H.


Freeman and Company. San Fransisco.

Purnomo, H. (2000). Mempelajari Pengaruh Penambahan Air Bleng dan Suhu


Pemasakan Terhadap Kualitas Bakso Sapi. Agrivita. Vol. 20 No. 2.

Rukma, H.R. (2001). Membuat Sosis: Daging Kelinci, Daging Ikan, Tempe Kedelai.
Kanisius. Yogyakarta.
Shahidi, F. & J. R. Botta. (1994). Seafoods: Chemistry, Processing, Technology &
Quality. Chapman & Hall. USA.

Soeparno. (1994). Ilmu Dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.

Winarno, F. G. (1993). Pangan Gizi, Teknologi & Konsumen. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.

7. LAMPIRAN

7.1. Laporan Sementara

7.2. Jurnal

7.3. Artikel

Anda mungkin juga menyukai