Anda di halaman 1dari 12

TUGAS KELOMPOK TEKNOLOGI DAGING

PROSES PENGOLAHAN URUTAN DENGAN


PERBANDINGAN FORMULASI

OLEH :

KELOMPOK 10

LENOVIA IDHA POLA SITOHANG (1610511055)

I MADE DWI WIKANANTA (1610511056)

MICHELLE OLIVIA ISABELLA (1610511059)

CLARA VITA MARLINA KRISTINA S (1610511062)

NOVITA ARISTHA ANGGRENI N (1610511063)

I GUSTI AGUNG ANGGI PUTRI ARINA (1610511064)

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2019
Kata Pengantar

Segala puji syukur kita haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
limpahan rahmat serta anugerah dari-Nya kami mampu untuk menyelesaikan
paper ini. Meskipun kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan
didalamnya. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Ir.Agus
Slamet Duniaji,M.Si. yang telah membimbing dan memberikan tugas ini.

Kami sangat berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan


manfaat dan informasi kepada pembaca tentang produk olahan daging khas
nusantara, dimana produk yang kami pilih adalah Urutan makanan khas dari Bali.
Kami menyadari jika mungkin ada sesuatu yang salah dalam penulisan, seperti
menyampaikan informasi berbeda sehingga tidak sama dengan pengetahuan
pembaca lain. Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada kalimat atau
kata-kata yang salah. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga paper ini
dapat bermanfaat. Kami juga yakin bahwa makalah kami jauh dari kata sempurna
dan masih membutuhkan kritik serta saran dari pembaca, untuk menjadikan paper
ini lebih baik ke depannya.

Bukit Jimbaran, 23 April 2019


I.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Departemen perdagangan Republik Indonesia, daging adalah


urat daging (otot) yang melekat pada kerangka, kecuali urat daging bagian bibir,
hidung, dan telinga, yang berasal dari hewan yang sehat saat dipotong. Daging
dapat diolah menjadi produk produk yang digunakan sebagai bahan makanan
sumber pangan hewani, dan aman bagi konsumen (Lawrie, 2003).
Daging yang dikonsumsi oleh masyarakat selama ini berasal dari
ternak yang berbeda seperti daging sapi, unggas, kambing, domba, kerbau, kuda,
dan babi. Babi sebenarnya telah diternak dan dikonsumsi selama ribuan tahun
oleh orang Eropa dan orang Asia. Babi adalah makanan yang umum di nusantara
sebelum masuknya agama Islam dari Timur Tengah. Beberapa suku bangsa di
Indonesia yang masih menjalankan tradisi aslinya selain suku Tionghoa, yaitu
suku Batak, Toraja, Pamona, Papua, Manggarai, Sumba, Dayak Kristen, Manado,
dan Bali.
Bali memiliki makanan tradisional yang berbahan dasar daging babi,
yaitu urutan. Urutan merupakan produk pangan sejenis sosis yang diolah dengan
atau tanpa fermentasi. Urutan dibuat dari campuran potongan kecil daging dan
lemak yang dicampur dengan bumbu, kemudian dimasukkan ke dalam selongsong
dan dikeringkan dibawah sinar matahari selama 2-5 hari. Selongsong yang
dipergunakan dalam pembuatan urutan adalah usus babi yang sudah dibersihkan.
Penggunaan bumbu pada urutan merupakan bumbu yang sudah diracik secara
tradisional.
Namun, seiring perkembangan zaman, terjadi juga inovasi terbarukan
dalam pembuatan urutan. Dalam pembuatan urutan dapat dengan formulasi yang
berbeda dari formulasi yang dibuat secara skala rumah atau tradisional. Hal ini lah
yang akan menjadi fokus pembahasan dalam tugas kali ini. Perbedaan formulasi
ini akan dapat dilihat, formulasi mana yang paling baik dalam pembuatan urutan.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui proses pengolahan urutan dengan perbedaan formulasi.
2. Untuk mengetahui formulasi yang terbaik dari pengolahan urutan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Daging
Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua
produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk
dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang
memakannya (Soeparno, 2005). Lawrie (2003) mendefinisikan daging
sebagai sesuatu yang berasal dari hewan termasuk limpa, ginjal, otak serta
jaringan lain yang dapat dimakan. Soeparno (2005), menjelaskan lebih
lanjut keadaan fisik daging dapat dikelompokkan menjadi daging segar
yang dilayukan atau tanpa pelayuan, daging yang dilayukan kemudian
didinginkan (daging dingin), daging yang dilayukan, didinginkan,
kemudian dibekukan (daging beku), daging masak, daging asap dan
daging olahan. Daging yang banyak dikonsumsi di Indonesia adalah
daging sapi, daging domba, daging babi, daging kambing, dan daging
unggas.
Babi merupakan salah satu hewan ternak yang dikembangbiakkan
untuk menghasilkan daging. Babi jenis ini biasa dipasarkan pada umur 5-
12 bulan dengan diambil bagian dagingnya. Hal ini dilakukan untuk
menghindari penimbunan lemak yang berlebihan. Daging babi memiliki
karakteristik yang berbeda dari daging lainnya. Adapun ciri-ciri dari
daging babi adalah: baunya khas, daging lebih kenyal dan mudah
direnggangkan, cenderung berair, warna lebih pucat, harga pasaran lebih
murah dibandingkan daging sapi, seratnya lebih halus daripada daging
sapi, lemaknya tebal dan cenderung berwarna putih, serta elastis.
Kemudian lemak babi juga sangat basah dan sulit dipisah dari dagingnya
(Kumari, 2009).
2.2. Urutan
Urutan merupakan sosis tradisional khas Bali yang merupakan
pangan berbahan dasar daging dan lemak babi dan menggunakan usus babi
sebagai selongsongnya. Urutan berbeda dengan sosis pada umumnya,
urutan memiliki permukaan yang tidak halus serta panjangnya yang dapat
mencapai dua meter tergantung panjang usus yang digunakan. Makanan
asli Bali ini memiliki karakteristik yang khas karena formulasi dan jenis
bumbu yang berbeda dari sosis terfermentasi lainnya (Antara, 2002).
Urutan dibuat dari campuran potongan kecil daging dan lemak yang
dicampur dengan bumbu (bawang putih, kunyit, kencur, cabai, lengkuas,
dan merica), garam, dan gula, kemudian dimasukkan ke dalam usus yang
sudah dibersihkan, dan dikeringkan di bawah sinar matahari selama 2-5
hari. Formulasi bumbu yang digunakan dalam pembuatan urutan sangat
beragam tergantung daerah dan masyarakat yang membuatnya. Empat
jenis bumbu yang umum digunakan dan beragam adalah bawang putih,
kencur, kunyit, dan lengkuas, dengan takaran yang sangat bervariasi.
Ekstrak dari bumbu tersebut ada yang bersifat bakterisidal dan
bakteriostatik, salah satunya kunyit.
Urutan terfermentasi memiliki daya simpan lebih panjang
dibandingkan dengan urutan tanpa fermentasi. Hal ini disebabkan karena
bakteri asam laktat yang ada secara alamiah dalam bahanbahan urutan
memegang peranan penting dalam produksi urutan terfermentasi. Aktivitas
bakteri asam laktat akan menghasilkan asam laktat melalui metabolisme
karbohidrat. Dihasilkannya asam laktat menyebabkan pH daging turun dan
mampu menghambat pertumbuhan bakteri yang bersifat patogen dan
pembusuk. Disamping menghasilkan asam laktat, beberapa jenis bakteri
asam laktat mampu menghasilkan bakteriosin, sehingga produk daging
menjadi lebih awet dan aman untuk dikonsumsi (Dewi, 2005). Fermentasi
terjadi secara alami pada saat pengeringan. Urutan diproduksi melalui
fermentasi oleh Bakteri Asam Laktat (BAL), khamir dan kapang.
Keunggulan urutan dan sosis terfermentasi pada umumnya yaitu memiliki
pH, aW dan kadar air yang rendah sehingga daya simpannya lebih lama,
walaupun dilakukan penyimpanan pada suhu ruang. Bakteri Asam Laktat
yang tumbuh secara dominan selain dapat menghambat pertumbuhan
mikroba pembusuk dan patogen, juga menghasilkan flavour dan citarasa
khas (Lactospore,2003).
2.3. Yoghurt
Yoghurt adalah suatu produk olahan yang merupakan fermentasi
dari susu yang telah lama dikenal dan memiliki rasa asam yang spesifik.
Yoghurt dapat dibuat dari susu yang telah dihomogenisasi, susu berkadar
lemak rendah atau susu skim dengan penambahan susu skim (Abubakar et
al, 1998). Susilorini dan Sawitri (2007) menyatakan bahwa Yoghurt
merupakan produk olahan susu dari hasil fermentasi kedua dari Bakteri
Asam Laktat (BAL) sebagai starter, yakni Streptococcus thermophilus dan
Lactobacillus bulgaricus yang hidup bersimbiosis. Yoghurt plain
mengandung bakteri Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus
bulgaricus (BAL) yang dapat digunakan sebagai starter dalam proses
fermentasi.
2.4. Kunyit
Kunyit (Curcuma domestica Val) merupakan salah satu tanaman
yang digunakan untuk pengobatan tradisional oleh nenek moyang kita
sejak lama (Hemani, 2002). Tanaman kunyit ini salah satu tanaman yang
mudah didapat, murah. Kunyit merupakan salah satu tanaman rempah-
rempah yang berfungsi sebagai anti bakteri, baik bakteri Gram positif
maupun Gram negatif seperti : Staphylococcus aureus, Bacillus cereus,
Bacillus subtilis, Escherichia coli, Shigella dysentriae, Salmonella typhi
dan sebagainya.
III. METODE

1. Metode Pembuatan Urutan dengan Penambahan Kunyit dan Perbedaan


Lama Fermentasi
Urutan diproduksi dengan menggunakan formulasi tradisional,
yaitu 4 kg campuran daging dan lemak (nisbah daging dan lemak adalah
3:1) dicampur dengan 200 g bawang putih, 40 g kencur, 60 g lengkuas, 40
g cabai, kunyit ditambahkan sesuai dengan perlakuan (0%, 0,5%, 1,0%,
1,5%, dan 2,0%), 20 g merica, 80 g garam, dan 40 g sukrosa. Campuran
diaduk merata dan diinokulasi dengan kultur starter BAL (Lb. plantarum
U201 dan P . acidilactici U318). Dengan menggunakan stuffing machine,
adonan dimasukkan ke dalam selongsong (casing) alami. Selanjutnya,
urutan diperam selama 4 hari pada suhu 35oC.
Selama fermentasi dilakukan pengamatan terhadap pertumbuhan
BAL, Enterobacteriaceae, micrococci, dan Staphylococcus aureus. Metode
yang digunakan adalah metode hitungan cawan (Fardiaz, 1992) dengan
menggunakan media spesifik untuk masing-masing kelompok bakteri.
Bakteri asam laktat dikultur dengan seri pengenceran di atas agar MRS.
Penghitungan dilakukan setelah diinkubasi selama 24 jam pada suhu 30oC.
Enterobacteriaceae ditumbuhkan di atas agar Violet Red Bile Dextrose,
dan dilakukan penghitungan setelah diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-
48 jam. Kelompok bakteri micrococci dihitung di atas media MSA
(Manitol Salt Agar) setelah diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam.
Penentuan Staphylococcus aureus dilakukan dengan metode hitungan
cawan menggunakan Baird Parker Agar (BPA) ditambahkan dengan Egg
Yolk Tllurite Enrichment (EY) ( Buckle et al, 1987). Tingkat keasaman
(pH) urutan juga diamati selama fermentasi.

2. Metode Pembuatan Urutan dengan Penambahan Yoghurt


Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari bahan-bahan untuk
pembuatan urutan yaitu daging babi, lemak babi, gula, garam, rempah-
rempah, selongsong alamiah (usus halus babi muda), plain yoghurt
komersial dibeli di Tiara Dewata Denpasar. Bahan-bahan untuk analisis uji
mikrobiologis adalah : PDF (Pepton Dilution Fluid), media PCA (Plate
Count Agar), TTC (Tryphenil Tetrazolium Chloride) dan EMBA (Eosin
Metylene Blue Agar), bahan-bahan untuk uji biokimia yaitu NaOH, asam
laktat, K-Sulfat, Tembaga (II) sulfat, asam sulfat pekat, asam borat,
indicator methylen blue dan methyl red. Peralatan untuk pembuatan
produk urutan terdiri dari peralatan dapur, neraca analitik, timbangan, pH
meter, buret, thermometer, inkubator dan peralatan gelas analitik untuk
analisis kimia.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola
faktorial, yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama I adalah jumlah
yogurt/kg daging, terdiri dari tiga taraf yaitu 50ml/kg, 75 ml/kg dan 100
ml/kg. Sedangkan faktor kedua adalah lama fermentasi terdiri dari empat
taraf : 12 jam, 24 jam, 36 jam dan 48 jam.
Penelitian ini diawali dengan pembuatan produk urutan, dengan
formulasi yang pada umumnya dibuat oleh masyarakat Bali dan dari hasil
penelitian Aryanta (1996), Hermanianto dan Handayani (1999) dan Antara
(2002). Daging babi 70% dan lemak babi 30% dipotong-ptong menyerupai
kubus kecil-kecil dengan ukuran ±0,5x0,5x05 cm3. Bahan lain seperti
bawang putih 5%, kencur 1%, jahe 1%, ketumbar 1 %, cabe merah 1%,
lombok (1%), merica 1%, garam 2 % dan gula 1 % serta yoghurt sesuai
perlakuan (50ml/kg, 75 ml/kg dan 100 ml/kg). Bahan-bahan tersebut
dicampur hingga terbentuk adonan yang homogen, kemudian dimasukkan
ke dalam selongsong usus babi. Urutan difermentasi pada suhu ruang
selama 24-48 jam.
VI. PEMBAHASAN

Daging merupakan jaringan otot hewan dari hewan yang telah disembelih
dan telah mengalami perubahan post-mortem. Hewan yang umumnya diambil
dagingnya untuk dikonsumsi adalah hewan ternak, seperti sapi, babi, kambing,
domba dan kerbau. Namun di beberapa negara sumber daging juga berasal dari
hewan seperti unta, kangguru, rusa, kuda dan juga reptile.

Olahan makanan tradisional yang terbuat dari daging sangat beraneka


ragam sesuai dengan daerahnya masing-masing. Urutan adalah salah satu
makanan tradisional khas Bali yang merupakan produk pangan sejenis sosis yang
diolah dengan atau tanpa fermentasi. Urutan diproduksi melalui fermentasi oleh
Bakteri Asam Laktat (BAL), khamir dan kapang. Bakteri Asam Laktat yang
tumbuh secara dominan selain dapat menghambat pertumbuhan mikroba
pembusuk dan pathogen, juga menghasilkan flavor dan citarasa yang khas
(Lactospore, 2003).

Dari jurnal yang kami dapatkan ada dua perlakuan pada fermentasi urutan
yang dilakukan yaitu pada jurnal yang pertama dilakukan penambahan kunyit dan
di jurnal kedua dilakukan fermentasi urutan menggunakan yoghurt. Setelah
dilakukan fermentasi diamati perubahan mikrobiologis dari urutan yang telah
dihasilkan.

Pada jurnal pertama dilakukan penambahan kunyit pada urutan sebanyak


0%, 0,5%, 1,0%, 1,5%, 2,0%, dan lama fermentasi (0, 24, 48, 72,dan 96 jam) dan
juga ditambahkan kultur starter BAL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
populasi BAL pada masing-masing perlakuan mencapai maksimal setelah
fermentasi selama 24 jam dan semakin lama fermentasi total BAL pada urutan
semakin menurun. Penambahan kunyit 0,5% - 1,0% dapat lebih memacu
pertumbuhan BAL dibandingkan tanpa penambahan kunyit maupun penambahan
yang lebih besar dan pada lama fermentasi 24 jam total BAL mencapai hasil yang
maksimal. Akibat pertumbuhan BAL maka terjadi penurunan pH yang cepat
setelah 24 jam fermentasi. Penambahan kunyit juga berpengaruh terhadap
pertumbuhan Enterobacteriaceae dan Staph. Aureus. Enterobacteriaceae
menurun jumlahnya hingga tidak terdeteksi setelah fermentasi selama 48 jam
dengan penambahan kunyit sebesar 1,0% - 2,0%. Sedangkan Staph. Aureus sudah
tidak terdeteksi setelah 72 jam fermentasi dengan penambahan kunyit sebesar
2,0%.

Pada jurnal kedua dilakukan penambahan yoghurt pada urutan sebanyak


(50, 75 dan 100) ml/kg daging dan lama fermentasi (12, 24, 36 dan 48 jam). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada perlakuan penambahan yoghurt 100ml/kg
memberikan angka tertinggi pada total mikroba yaitu 44,25 × 107 koloni/g.
sedangkan perlakuan fermentasi selama 12 jam cenderung memberikan nilai total
mikroba tertinggi yaitu 36,00 × 107 koloni/g. Peningkatan total mikroba hingga
mencapai 36,00 × 107 koloni/g disebabkan karena pertumbuhan bakteri asam
laktat (BAL) selama proses fermentasi. Bakteri asam laktat adalah mikroba yang
paling dominan yang tumbuh dalam sosis fermentasi. Jenis mikroba lain seperti
bakteri pembusuk, pathogen maupun kapang dan khamir umumnya tidak
mencapai jumlah yang cukup besar untuk mempengaruhi jumlah mikroba secara
keseluruhan (Satiawanwihardja, et.al. 1999).

Pada perlakuan penambahan yoghurt 100ml/kg memberikan angka


terendah total E.coli yaitu 2,98 APM/g. Sedangkan pada perlakuan lama
fermentasi angka terendah total E.coli terdapat pada fermentasi selama 48 jam
yaitu 2,95 APM/g. penurunan E.coli hingga 2,95 APM/g pada perlakuan
fermentasi urutan disebabkan meningkatnya konsentrasi asam laktat dan
menurunnya pH akibat aktivitas bakteri asam laktat. Peningkatan bakteri asam
laktat dan penurunan pH adalah faktor utama sebagai penghambat pertumbuhan
bakteri pathogen pada sosis terfermentasi (Aryanta, 1996).
V. KESIMPULAN

 Urutan merupakan produk pangan lokal Bali sejenis sosis yang diolah
dengan atau tanpa fermentasi
 Pada paper ini terdapat dua perlakuan pada fermentasi urutan yang
dilakukan yaitu pertama dilakukan penambahan kunyit dan kedua
dilakukan fermentasi urutan menggunakan yoghurt.
 Parameter yang diamati adalah perubahan mikrobiologis dari urutan yang
telah dihasilkan.
 Penambahan kunyit mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan BAL
yang dapat memacu pertumbuhannya sehingga terjadi penurunan pH pada
24 fermentasi
 Fermentasi urutan dengan memanfaatkan yoghurt sebagai starter
mengalami peningkatan total mikroba, penurunan E-coli, peningkatan total
asam dan penurunan pH.
DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, Budi. A dan A. Harsono. 1998. Pengaruh Suhu dan Macam


Suhu Terhadap Mutu Yoghurt Selama Penyimpanan. hal 755-760.
dalam Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner.
Bogor
Antara, N.S. 2004. Peranan Bakteri Penghasil Bakteriosin dalam
Fermentasi urutan. Seminar Nasional Probiotik dan prebiotik
sebagai makanan Fungsional, 30 Agustus 2004 di Denpasar.
Antara, N. S. 2015. Pengaruh Penambahan Kunyit (Curcuma domestica
Val.) dan Lama Fermentasi Karakteristik Mikrobiologis Urutan
(Sosis Bali Terfermentasi). Media Ilmiah Teknologi Pangan.
Vol. 2, No.2, 132-140, 2015. ISSN : 2407-3814.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging, Cetakan III. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta
Suardani, N. M. A., dan Luh Suriati. 2011. Karakteristik Mikrobiologis
dan Biokimiawi Selama Fermentasi Urutan dengan Yoghurt.
Jurnal Ilmiah Gema Agro. No. 28 Maret 2011. ISSN: 1410 –
08431.
Susilorini, T. E. dan M. E. Sawitri, 2007. Produk Olahan Susu. Surabaya:
Penebar Swadaya.
Syukur dan Hemani. 2002) Budi Daya Tanaman Obat Komersial, Penebar
Swadaya, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai