Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PANGAN

ABON AYAM

Dosen Pengajar: 1. Zulfiana Dewi, SKM., MP

2. Ir.Hj.Ermina Syainah, MP

3. Rahmani, STP., MP

Di susun oleh:

Muhammad Ainorridho

P07131116112

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
JURUSAN GIZI
TAHUN AJARAN 2017/2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gallus ayam (Gallus domesticus) adalah peliharaan unggas . Sebagai salah


satu yang paling umum dan luas hewan domestik. Ayam adalah omnivora, Di alam
mereka sering menggaruk di tanah untuk mencari biji-bijian, serangga dan bahkan
hewan besar seperti kadal atau tikus muda. Ayam dapat hidup selama lima sampai
sebelas tahun, tergantung pada bangsanya. Dalam budidaya intensif komersial,
daging ayam umumnya tinggal enam minggu sebelum potong..

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil
pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak
menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya.

Untuk memilih daging ayam yang baik ada beberapa ciri yang harus
diperhatikan. Yaitu daging memiliki warna putih keabuan dan cerah. Warna kulit
ayam biasanya putih kekuning-kuningangan dan bersih. Jika disentuh daging terasa
lembab tidak lengket. serat daging ayam halus, mudah dikunyah dan digiling, mudah
dicerna, serta memiliki flavor lembut. Aroma daging ayam tidak menyengat, tidak
berbau amis, dan tidak busuk.

Kualitas Daging ayam yang baik adalah :

Keempukan daging ditentukan oleh kandungan jaringan ikat, semakin tua usia
hewan , susunan jaringan ikat semakin banyak, shg daging yang dihasilkan semakin
liat

Jika ditekan dengan jari daging sehat akan memiliki konsistensi kenyal/padat

Marbling adalah lemak yg terdapat diatara serabut otot (intramuscular). Lemak


berfungsi sebagai pembungkus otot untuk mempertahankan keutuhan daging pada
waktu dipanaskan. Marbling berpengaruh terhadap citra rasa daging

Warna daging bervariasi, tergantung dari jenis secara genetik dan usia, ex daging
sapi potong lebih gelap dari pada daging sapi perah, daging sapi muda lebih pucat
daripada daging sapi dewasa.

Kualitas daging dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik pada waktu hewan masih
hidup maupun setelah dipotong :
Pada waktu hewan hidup faktor penentu adalah cara pemeliharaan, yang meliputi
pemberian pakan dan tatalaksana pemeliharaan dan kesehatan hewan

Juga dipengaruhi oleh pengeluaran darah pada waktu hewan di potong dan
kontaminasi sesudah hewan dipotong.

Secara normal daging mempunyai permukaan yg relatif kering sehingga dapat


menahan pertumbuhan mikroorganisme dari luar,

Dengan demikian mempengaruhi daya simpan daging tersebut. Bau rasa tidak
normal, biasanya akan segera tercium sesudah hewan dipotong,

hal ini dapat disebabkan kelainan antara:

1. Hewan sakit, terutama yg menderita radang bersifat akut pd organ dalam, akan
menghasilkan daging yg berbau seperti mentega tengik.
2. Hewan dalam pengobatan, terutama dengan pemberian antibiotik, akan
menghasilkan daging yg berbau obat-obatan.
3. Warna daging tidak normal, tidak selalu memebahayakan konsumen, namun
mengurangi selera konsumen.
4. Konsistensi daging tidak normal, daging yg tidak sehat mempunyai kekenyalan
rendah (jk ditekan dengan jari akan terasa lunak) apalagi diikuti dengan
perubahan warna yg tidak normal, mk daging tersebut tidak layak untuk
dikonsumsi.
5. Daging busuk, dapat mengganggu kesehatan konsumen, karena menyebabkan
gangguan saluran pencernaan, pembusukan dapat disebabkan krn penanganan yg
kurang baik pada waktu pendinginan, sehingga aktivitas bakteri pembusuk
meningkat.

1.2 Tujuan
1. Untuk membuat produk abon ayam.
2. Untuk menghitung rendemen.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Abon

Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi,
kerbau, ayam, ikan laut) yang disuwir-suwir dengan berbentuk serabut atau
dipisahkan dari seratnya. Kemudian ditambahkan dengan bumbu-bumbu
selanjutnya digoreng. Dalam SNI 01-3707-1995 disebutkan abon adalah suatu
jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat dari daging, direbus disayat-sayat,
dibumbui, digoreng dan dipres.
Abon sebenarnya merupakan produk daging awet yang sudah lama dikenal
masyarakat. Data BPS (1993) dalam Sianturi (2000) menunjukan bahwa abon
merupakan produk nomor empat terbanyak diproduksi. Abon termasuk makanan
ringan atau lauk yang siap saji. Produk tersebut sudah dikenal oleh masyarakat
umum sejak dulu. Abon dibuat dari daging yang diolah sedemikian rupa sehingga
memiliki karakteristik kering, renyah dan gurih. (Suryani et al, 2007).

2.2. Penggunaan Bumbu pada Proses Pembuatan Abon

Dalam pembuatan abon, dilakukan penambahan bumbu-bumbu yang terdiri


dari bawang putih, bawang merah, ketumbar, kemiri, gula merah, dan
garam.Penambahan ini mengakibatkan cita rasa dan aroma yang positif sehingga
makanan menjadi lebih disukai (Agustini, 1987).Rempah-rempah selain
memberikan aroma yang khas pada makanan, juga memberikan manfaat bagi
pemakainya, yaitu berpengaruh positif terhadap kesehatan dan dapat memberikan
sifat-sifat ketahanan (Somaatmadja, 1985). Secara alamiah, rempah-rempah
mengandung antioksidan yaitu zat yang dalam jumlahkecil dapat menghambat
atau menekan terjadinya proses oksidasi pada bahan-bahan yang mudah
teroksidasi (Chipault, 1956).
Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa garam merupakan bahan yang
sangat penting dalam pengawetan daging di Indonesia.Garam digunakan sebagai
salah satu metode pengawetan pangan yang pertama dan masih digunakan
sampai sekarang termasuk pada pembuatan abon. Selain garam, gula juga
terlibat dalam pengawetan dan pembuatan aneka ragam produk makanan
(Buckle et al., 1987). Menurut Desrosier (1977) dalam Agustini (1987),
pemberian gula akan melembutkan produk dan mengurangi penguapan air.
Ketumbar (Coriandrum sativum Linn) banyak digunakan sebagai bumbu
masak dengan digerus terlebih dahulu. Ketumbar dapat menimbulkan bau sedap
dan rasa sedap yang gurih, komponen lain dari ketumbar adalah 26% lemak, 17%
protein, 10% pati, dan 20% gula (Purnomo, 1997).
Bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) berfungsi sebagai pemberi
aroma pada makanan (Winarno, 1984).Bawang putih (Alium sativum linn)
mengandung zat hara belerang, besi, kalsium, fosfat disamping lemak, protein,
dan karbohidrat (Purnomo, 1997).
Asam dikenal sebagai daging buah dari tanaman Tamaricus indica linn di
daerah tropis. Buah asam mengandung 1,4-3,7% protein; 0,71-0,81% lemak; 1,8-
3,2% selulosa, 8,4-12,4% asam tartarat dan 21,4-30,8% gula. Asam dapat
menurunkan pH makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri
pembusuk, disamping mengurangi rasa manis, menambah rasa, memperbaiki
tekstur, dan sebagai bahan pengawet (Purnomo, 1997).
Santan yang berasal dari daging buah kelapa tua mengandung lemak dan
karbohidrat yang cukup tinggi dan kadar air rendah, sedangkan nilai protein yang
paling tinggi terdapat pada daging buah kelapa yang setengah tua (Ketaren,
1986).
Lengkuas atau laos (Alpinia galanga, L.) mengandung minyak
atsiri galangolberwarna kuning dan bersifat larut dalam alkohol dan tidak larut
dalam air.Galangol menyebabkan rasa pedas pada laos (Farrel, 1985 dalam
Marliyati, 1995).
Daun salam (Laurus nobilis, L.) memberi aroma yang khas pada hati sapi,
ikan, sup, dan lain-lain. Minyak atsiri daun salam digunakan untuk pengharum
sabun, lilin, dan minuman non alkohol (Farrel, 1985 dalam Marliyati, 1995).
Dalam pembuatan abon dilakukan penggorengan yang merupakan proses
terakhir dari pengolahan. Saputra (1977) dalam Agustini (1987) menyatakan
bahwa penggorengan dimaksudkan untuk mengurangi kadar air, dimana dalam
penggorengan sebagian air yang terdapat dalam bahan akan menguap akibat
penetrasi minyak panas. Ditambahkan oleh Kateren (1986) dalam Agustini
(1987) minyak goreng berfungsi pula sebagai penambaha rasa gurih nilai gizi dan
kalori dalam bahan pangan.

2.3. Rendemen pada Proses Pembuatan Abon

Pada umumnya, makin tinggi temperatur pemanasan, makin banyak cairan


daging yang hilang sampai mencapai tingkat yang konstan. Kemampuan daging
untuk mengikat air menurun dengan cepat bila suhu pemasakan meningkat,
dengan demikian maka pada suhu pemasakan yang lebih tinggi, air akan
dibebaskan lebih banyak dan susut masak menjadi lebih besar (Soeparno, 1994).
Hal ini didukung oleh Ockerman (1983) yang menyatakan bahwa keadaan ini
dipengaruhi oleh protein yang dapat mengikat air, banyaknya air yang ditahan
oleh protein.Semakin sedikit air keluar maka penyusutan berat semakin
berkurang.
Menurut Lukman (1995), selama pemasakan sebagian air yang ada akan
mengalami pengeluaran atau dehidrasi, selain terlarutnya zat-zat gizi dari protein
jaringan terutama protein sarkoplasma dan miofibril yang merupakan sebagian
besar penyusun protein daging. Zat-zat yang terlarut tersebut akan terhidrolisis
menjadi asam-asam amino dan air. Sebaliknya, jaringan protein stroma yang
tersusun atas kolagen dan elastin selama pemanasa akan semakin stabil dan tidak
banyak terhidrolisis.
BAB III

ALAT DAN BAHAN

3.1. Alat Dan Bahan


A. Alat
Baskom
Timbangan
Serbet
Wajan dan Sudip
Pisau
Spiner
Kain perca
Nampan
Panci pengukus
Cobek dan Ulekan
B. Bahan
1) Bahan 1 kg daging ayam
2) Bumbu
2 kelapa tua diambil santannya menjadi 900 kg air santan
kental
Gula merah 50 gram
Ketumbar sangria 7.5 gram (1/4 sdm)
Kemiri 7,5 gram
Bawang merah 1 ons
Bawang putih 50 gram
Garam halus secukupnya
Lengkuas 2 ruas jari
Daun salam 4 lembar
Bumbu no 3-6 dihaluskan
3.2. Prosedur Kerja :
1) Daging ayam dibersihkan/dicuci bersih
2) Kukus daging ayam sampai empuk, pisahkan bagian tulang dan
bagian yang tidak terpakai
3) Dilakukan pengecilan ukuran dengan cara disuwir/disuwir dengan

suwir abon
4) Masak suwiran daging ayam dengan santan kental dan bumbu-bumbu,

sampai air santan habis


5) Digoreng sampai warna coklat masak (api sedang dan terus dibolak

balik agar masaknya merata dan tidak gosong.


6) Dipres / tiriskan sampai dengan benar-benar kering.
7) Abon siap dikemas/dikonsumsi
3.3. Diagram Alir
Daging ayam cuci bersih

Kukus (empuk)

Pisahkan bagian tulang


(bagian yang tidak dipakai)

Suwir-suwir dengan alat penghancur daging

Masak suwiran daging ikan tenggiri

Tambah santan kental dan bumbu-bumbu


yang sudah dihaluskan (sampai kering)

Tambahkan minyak goreng


(goreng sampai warna coklat masak)

Dengan api sedang dan terus dibolak-balik


Agar masak rata dan tidak gosong

Dipres

Turuskan sampai dengan benar kering

Siap dikonsumsi
DAFTAR PUSTAKA
Agustini, S. 1987. Pengaruh Tingkat Penambahan Keluwih dan Pembuatan Abon
Daging Sapi Terhadap Mutu Kimia dan Organoleptik Selama
Penyimpanan.Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Petanian Bogor, Bogor.

Diakses melalui situs http://ikaa083.student.ipb.ac.id/academic/laporan-


pengokahan-abon pada tanggal 2 Oktober 2017.

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan.


Terjemahan: H. Purnomo. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Diakses melalui situs http://ikaa083.student.ipb.ac.id/academic/laporan-


pengokahan-abon pada tanggal 2 Oktober 2017.

Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan 3rd ed. Terjemahan: Muchji


Muljoharjo. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Diakses melalui situs http://ikaa083.student.ipb.ac.id/academic/laporan-


pengokahan-abon pada tanggal 2 Oktober 2017.

Purnomo. 1997. Studi Tentang Stabilitas Protein Daging Kering dan Dendeng
Selama Penyimpanan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas
Brawijaya, Malang.

Winarno, F. G., D. Fardiaz dan S. Fardiaz. 1982. Pengantar Teknologi Pangan.


Penerbit PT. Gramedia, Jakarta.

Diakses melalui situs http://ikaa083.student.ipb.ac.id/academic/laporan-


pengokahan-abon pada tanggal 2 Oktober 2017.

Zero, Jidin. 2012. Teknologi Hasil Ternak Pengolahan Abon.

Diakses melalui situs


http://laporankuahmadmujahidin6133.blogspot.co.id/2012/01/teknologi-hasil-
ternak-pengolahan-abon.html pada tanggal 2 Oktober 2017.

Anda mungkin juga menyukai