Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Tentang
PENGOLAHAN MAKANAN AWETAN HEWANI
Pembuatan Mentega

DISUSUN OLEH:
DIAN SYAH PUTRA

DIBIMBING OLEH:

SMA NEGERI KAE WOHA BIMA


TAHUN AJARAN 2019 / 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “PENGOLAHAN MAKANAN
AWETAN HEWANI (Pembuatan Mentega)”. Penulisan makalah merupakan salah satu
tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata pelajaran.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan tugas ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada
mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai
ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan
baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Bima, Juni 2020

   Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..........................................................................................................


KATA PENGANTAR ........................................................................................................
DAFTAR ISI ......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................................
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................

BAB II  PEMBAHASAN


A. Bagaimana cara pembuatan mentega.......................................................................
B. Bagaimana cara pengolahan makanan awetan hewani ...........................................
C. Bagaimana cara pengemasan makanan awetan hewani ..........................................

BAB III  PENUTUP


A. Kesimpulan .............................................................................................................
B. Saran .......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN

A. Pendahuluan
Di Indonesia, makanan begitu melimpah dan bervariasi jenisnya. Beberapa produk
makanan yang sekarang ini terus-menerus tampil di layar televisi selalu saja muncul dengan
cassing/tampilan baru seperti; sosis, snack ringan, minuman dan lain sebagainya. Sehingga
masyarakat begitu antusias ketika terus menerus dijejali produk-produk baru dalam
mengkonsumsinya. Tidak hanya makanan saja, tetapi juga bebrapa mode yang lain kerap
membanjiri iklan di sana-sini.
Masyarakat di zaman sekarang ini yang katanya masyarakat modern, kiranya lebih
menyukai bentuk keinginan dan kebutuhan instan. Artinya masyarakat tidak mau bersusah
payah dalam sekedar mengganjal perut. Misalnya, pada pagi hari kita mau berangkat kerja
meraka lebih memilih membeli roti, atau sekedar memasak mae instans yang lebih cepat dan
praktis dimakan dari pada memasak nasi/lauk dulu. Pertanyaannya, apakah makanan yang
praktis dan siap saji menjamin kesehatan kita? Bagaimana efek/dampak kesehatan masa tua
kita ketika selalu mengkonsumsi makanan tersebut?
Baiklah, kiranya kita semua harus waspada dan mawas diri terhadap makanan siap saji
di atas. Karena beberapa ahli kesehatan berpendapat bahwa makanan ini bahwasanya
mengandung berbagai pengawet dan beragam jenis yang sangat bahaya dalam tubuh. Sudah
barang tentu makanan yang terlalu banyak mengandung pengawet akan sebagai toksik/racun
dalam metabolisme tubuh kita.
Dengan uraian di atas, maka kami berkeinginan untuk menyelidiki salah objek bahan
makanan yang sekarang ini massiv di berbagai media yaitu sosis. Tentunya sosis yang
diinginkan oleh para konsumen dan sudah di konsumsi oleh masyarakat luas.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara pembuatan sosis?
2. Bagaimana cara pengolahan makanan awetan hewani?
3. Bagaimana cara pengemasan makanan awetan hewani?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sosis
Menurut Raharjo dan Wasito (2002), sosis merupakan produk daging yang digaram dan
dibumbui, berasal dari bahasa latin Salsus (garam). Produk ini lebih populer karena
bentuknya lonjong bulat. Lebih lanjut, sosis yang dibuat dari daging segar mempunyai tingkat
kekenyalan yang lebih tinggi dibandingkan bila dibuat dari daging yang dilayukan lebih
dahulu.
Lebih jauh, Dedi (2012), kata sosis berasal dari kata dalam bahasa Latin “Salsus”, yang
berarti diasinkan atau diawetkan. Menurut catatan sejarah, yaitu dokumen Yunani yang
ditulis sekitar tahun 500 SM, sosis pertama kali dibuat oleh orang Sumaria (sekarang Irak)
sekitar tahun 300 SM. Saat itu masyarakat Sumaria akan menghadapi musim paceklik, lalu
timbulah ide bagaimana caranya agar makanan yang berlebih masih awet dan bisa dimakan
dalam keadaan baik di musim paceklik itu. Alhasil terciptalah makanan siap saji dari daging
yang diberi garam dibumbui dan dimasukan dalam selongsong dari usus hewan.
Dibanyak negara, sosis dikembangkan dengan ciri khasnya masing-masing, dengan
menggunakan bumbu lokal dan dimasak sebagai masakan tradisional. Bahkan beberapa
olahan sosis dinamai dengan nama kota dimana sosis itu berasal antara lain : Sosis Bologna
aslinya adalah nama kota di Itali Utara, Sosis Lyon berasal dari Lyon, Perancis, di Inggris
misalnya dinamakan sebagai sosis Berkshire, Wiltshire, Lincolnshire dan lain - lain.
Ternyata sosis bernuansa lokal tidak hanya ada di luar Indonesia. Kalau diluar negeri
dikenal dengan nama Sosis atau Sausage, kalau di Bali namanya jadi “urutan”. Namanya
“urutan” karena untuk memasukkan isi ke dalam usus babi dilakukan sedikit demi sedikit
secara manual, dengan cara seolah-olah tampak seperti “diurut” . Bahan utama untuk
membuat Urutan Babi atau Sosis Babi adalah usus babi, lalu didalamnya dimasukkan daging
babi yang sudah diberi basa genep (bumbu lengkap ala Bali), lalu digoreng hingga matang
dan berwarna kecoklatan. Namun ada cara tradisional lainnya biar urutan ini memiliki aroma
khas dan pastinya jauh lebih enak. Sebelum digoreng, Urutan biasanya dijempur beberapa
hari atau diasapi. Baru setelah kering, bisa digoreng.
Para ahli teknologi hasil pakan berpendapat, bahwa sosis adalah makanan yang
umumnya terbuat dari daging (daging sapi, ayam, domba, ikan atau babi) yang telah
dicincang kemudian dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan ke dalam
pembungkus/casing yang berbentuk bulat panjang yang berupa usus hewan atau pembungkus
buatan, dengan atau tanpa dimasak maupun diasapkan.
Baiklah, untuk kualitas sosis dapat ditentukam dari ; warna, bau, rasa, bentuk, jumlah
mikroba dan hygiene. Nah, pertanyaannya sosis yang berwarna seperti apa yang baik? warna
untuk sosis yang baik yaitu pink/jingga, sedangkan urutan dari tingkatan baik sampai kurang
baik adalah pink, merah darah, merah tua, merah hitam, merah kehijau-hijauan, dan pada
akirnya merah hangus.
Sedangkan ssosis mempunyai bau yang khas atau spesifik yaitu flavor khusus dari asap,
biasanya sangit, dan tidak berbau amis. Sosis yang terbaik mempunyai bau gurih, harum
karena nitrit dan sirup jagung serta tomato juice, dan sedikit sangit.
Bahan Pembuatan Sosis
Komponen utama sosis terdiri dari daging, lemak, bahan pengikat, bahan pengisi , air,
garam, dan bumbu.
Semua jenis daging ternak dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan sosis. Daging
merupakan sumber protein yang berfungsi sebagai pengelmusi dalam sosis.
Lemak dalam pembuatan sosis berguna untuk membentuk sosis yang kompak dan empuk
serta memperbaiki rasa dan aroma sosis. Penambahan lemak maksimal 30% dari berat daging
untuk mempertahankan tekstur selama proses pengolahan.
Bahan Pengikat dan pengisi dibedakan berdasarkan kadar proteinnya. Bahan pengikat
mengandung protein yang tinggi, sedang bahan pengisi umumnya mengandung karbohidrat.
Yang umum digunakan, tepung terigu, tepung beras, tepung tapioka, tepung kedelai, tepung
ubi, tepung kentang, tepung roti, dan susu skim.
Air yang ditambahkan berupa es berbentuk serpihan atau cube, untuk menjaga suhu
adonan selama proses pencampuran tetap rendah (0o C). selain berfungsi sebagai fasa
pendispersi dalam emulsi daging, air juga berperan untuk melarukan protein sarkoplasma dan
garam.
Garam berfungsi untuk memberikan cita rasa, mengawetkan dan melarutkan protein. Garam
dapur berpengaruh terhadap pengembangan volume dan daya ikat air dari daging. Garam
alkali polifosfat berfungsi untuk mempertahankan warna, mengurangi penyusutan saat proses
cooking/pemsakan dan penstabil emulsi.
Bumbu, yaitu bahan tambahan lain yang sering digunakan dalam pembuatan sosis,
diantaranya gula, nitrit, dan rempah-rempah. Beberapa jenis sosis, terutama yang bercita rasa
internasional, sudah terdapat bumbu sudah jadi dalam kondisi packaged.
B. Cara Pembuatan Sosis
1. Daging yang telah siap dipotong-potong, digiling.
2. Ambil kg daging giling untuk menentukan persen bahan lain
3. Daging dicampur bumbu-bumbu dan bahan pengawet kecuali skim milk dan es batu
dan campuran tadi di mix (saat dimix ditambah sedikit demi sedikit skim milk dan es
batu)
4. Campuran dimasukkan kedalam usus dan ke dua ujung diikatPanaskan dalam oven
hingga suhu 1750 F – 2000 F selama satu jam (suhu ini adalah suhu oven)
5. Kemudian dipindahkan ke dalam smoke house dengan suhu 1700 F atau suhu interval
1550 F selama 8-12 jam
6. Untuk dimakan dapat dimasak lagi atau dibuat masakan lain
Komposisi Bumbu :
500 gr daging 12,5 gr bawang merah 0,55 gr natrium nitrat
100 gr es batu 15 gr garam dapur
50 gr skim milk 25 gr tomato juice
50 gr sirup jagung 1,5 gr mrica

C. Cara Pengolahan Makanan Awetan Hewani


Teknologi pengolahan diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah suatu produk,
termasuk SDA hewani yang melimpah, bisa dilakukan pengolahan yang tepat sehingga
menghasilkan produk yang baik. Sumber daya alam hewani sangat mudah rusak sehingga
dalam pengolahan diperlukan metode untuk mengawetkannya. Beberapa prinsip pengawetan
yang bisa dilakukan dalam proses pengolahan makanan, yaitu sebagai berikut.
1. Pengawetan dengan Suhu Tinggi
Pengawetan dengan suhu tinggi, bisa dilakukan dengan pengeringan (baik
pengeringan alami seperti sinar matahari, maupun pengeringan buatan misalnya
dengan oven) dan pengasapan.
2. Pengawetan dengan Suhu Rendah
Pengawetan dengan suhu rendah, bisa dilakukan dengan proses pendinginan dan
pembekuan.
3. Pengawetan dengan Iradiasi
Iradiasi merupakan salah satu jenis pengolahan bahan makanan yang menerapkan
gelombang elektromagnetik. Iradiasi bertujuan mengurangi kehilangan akibat
kerusakan dan pembusukan, serta membasmi mikroba dan organisme lain yang
menimbulkan penyakit terbawa makanan. Prinsip pengolahan, dosis, teknik dan
peralatan, persyaratan kesehatan dan keselamatan serta pengaruh iradiasi terhadap
makanan harus diperhatikan.
4. Pengawetan dengan Bahan Kimia
Pengawetan dengan bahan kimia bisa dilakukan dengan karbon dioksida, gula, asam
dan garam.
Setiap produk bisa menggunakan salah satu metode tersebut atau
mengombinasikan beberapa metode, sampai didapatkan produk yang mempunyai
keawetan seperti yang diharapkan. Sebagai contoh adalah ikan asin. Ikan asin adalah
produk makanan awetan yang berbahan baku ikan, di mana dalam pengolahannya
mengombinasikan dua metode pengawetan, yaitu penambahan garam dan
pengeringan. Ikan asin merupakan makanan awetan dari bahan hewani yang biasanya
banyak dilakukan terutama di daerah pantai, yang dekat dengan sumber bahan
bakunya. Ikan asin bisa ditemukan hampir di setiap daerah di Indonesia. Sangat
disayangkan masih banyak ikan asin yang diolah dengan menggunakan Bahan
Tambahan Makanan (BTP) yang tidak diizinkan dan jumlah yang berlebih.
Peluang wirausaha ikan asin sangat terbuka karena hampir semua orang
menyukai ikan asin. Produsen pengolahan ikan asin pun sudah cukup banyak.
Tantangannya adalah membuat usaha ikan asin yang mempunyai nilai lebih dari yang
sudah ada. Memproduksi ikan asin yang lebih higienis dan sehat serta juga membuat
ikan asin yang Ready to Eat (RTE) agar konsumen langsung dapat mengonsumsinya
tanpa harus mengolahnya, bisa menjadi pilihan bisnis yang prospektif. Saat ini,
banyak konsumen lebih menyukai yang praktis dan terdapat pula konsumen yang
tidak menyukai bau yang ditimbulkan saat memasak ikan asin di rumah.

D. Cara Pengemasan Makanan Awetan Hewani


Kemasan makanan berfungsi menjaga agar produk tetap higiene dan awet, mudah
dikonsumsi dan mudah didistribusikan. Kemasan yang melekat pada produk disebut sebagai
kemasan primer. Kemasan sekunder berisi beberapa kemasan primer yang berisi produk.
Kemasan untuk distribusi disebut kemasan tersier. Kemasan untuk produk makanan
fungsional setengah jadi berbeda dengan produk makanan fungsional jadi yang siap
dikonsumsi.
Pada produk makanan proses pengemasan berkaitan erat dengan proses pengolahan
produk. Pengemasan berperan penting dalam menentukan keawetan produk makanan yang
dikemasnya. Kemasan makanan mempunyai tujuan melindungi produk dari pengaruh
lingkungan seperti uap air, dan mikroorganisme. Kemasan juga berfungsi melindungi produk
makanan dari benturan yang dapat menyebabkan kerusakan pada bentuk dan isi kemasan.
Kemasan yang bersentuhan langsung dengan produk makanan disebut kemasan primer.
Kemasan juga berfungsi untuk penanganan (memudahkan penanganan produk),
distribusi, memberikan informasi dan menjadi daya tarik bagi pembeli. Pada kemasan, harus
dicantumkan keterangan dan informasi teknis tentang produk makanan yang ada di dalamnya,
seperti berat bersih, kandungan bahan dan keterangan kadaluwarsa. Keterangan ini biasanya
dicantumkan di kemasan sekunder. Kemasan sekunder adalah kemasan yang tidak
bersentuhan langsung dengan produk makanan, melainkan digunakan pada bagian luar
kemasan primer. Kemasan yang digunakan untuk distribusi jarak jauh adalah kemasan tersier,
yang dapat memuat beberapa kemasan sekunder.
Kemasan untuk produk makanan mempunyai beberapa persyaratan sebelum diputuskan
digunakan untuk mengemas makanan/minuman yang akan kita produksi, di antaranya
sebagai berikut.
1. Kemasan harus dapat melindungi isi dari pengaruh lingkungan dan saat distribusi.
Misalnya kripik akan lembek jika kemasannya tidak dapat menahan H2O yang masuk
melalui pori-pori.
2. Kemasan harus menjadi media penandaan terhadap barang yang dikemas sehingga
pelabelan harus tercetak dengan jelas dan komplit.
3. Kemasan harus mudah dibuka dan mudah ditutup kembali serta berdesain atraktif.
4. Kemasan harus dapat mempromosikan diri sendiri bila dipajang di etalase toko atau
swalayan.
5. Bahan kemasan akan lebih baik jika ramah lingkungan dan dapat didaur ulang.
Selain kualitas kemasan, hal yang harus diperhatikan adalah label dari kemasan produk
makanan fungsional tersebut. Delapan hal yang wajib ada pada label harus dicantumkan
lengkap.
1. Nama Produk (sesuaikan dengan SNI).
2. Nama Dagang (jangan menggunakan yang sudah digunakan oleh produsen lain).
3. Berat Bersih atau Isi Bersih (bergantung pada bentuk produk, padat atau cair, untuk
padat digunakan berat bersih, dan cair digunakan isi bersih, sedangkan untuk pasta
boleh menggunakan berat bersih atau isi bersih).
4. Nomor Pendaftaran (MD/ML/P-IRT, MD/ML bisa diperoleh di BPOM dan P-IRT di
Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat, MD/ML untuk industri menengah besar
dan P-IRT untuk industri mikro-kecil).
5. Nama dan Alamat Produsen (hal yang wajib dicantumkan: nama perusahaan, nama
kota tempat produksi, kode pos dan nama Negara jika untuk ekspor).
6. Tanggal Kadaluwarsa (ditulis: Baik digunakan sebelum …).
7. Komposisi (ditulis diurutkan dari yang penggunaannya terbanyak).
8. Kode Produksi (kode yang untuk dipahami oleh internal perusahaan, untuk
kepentingan pengawasan mutu produk).
Penggunaan bahasa juga harus diperhatikan. Bahasa yang wajib digunakan untuk produk
yang akan dipasarkan di wilayah Indonesia adalah Bahasa Indonesia. Adapun bahasa lainnya
adalah dibolehkan sebagai bahasa tambahan, tanpa membuang penggunaan bahasa Indonesia.
Karena banyak yang masih mencampur penggunaan bahasa, misalnya berat bersih ditulis
netto, baik digunakan sebelum ditulis exp. date, dan lainnya. Padahal netto atau exp. date
adalah bahasa asing.
Adapun produk untuk diekspor, sebaiknya selain menggunakan bahasa Inggris, juga
ditambahkan bahasa Negara yang akan dituju. Hal ini untuk lebih memudahkan pemahaman
produk oleh konsumen di negara tujuan. Selain hal yang wajib ada pada label, ada beberapa
hal yang disarankan ada pada kemasan, seperti label halal, barcode dan kandungan nilai gizi.
Sebaliknya, ada juga beberapa hal yang dilarang tercantum dalam kemasan, seperti klaim
kandungan kesehatan tanpa bukti, klaim mengobati dan sifat-sifat yang berlebihan lainnya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Demikian gambaran proses produksi sosis. Sebagai industri pengolahan makanan,
keseluruhan proses yang terkait dengan produk harus memenuhi standarisasi dari Balai POM,
instansi - instansi pemerintah terkait, dengan berpedoman pada GMP ( Good manufacturing
Practices ).
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995), sosis yang baik harus
mengandung protein minimal 13%, lemak maksimal 25% dan karbohidrat maksimal 8%. Jika
standar ini terpenuhi, maka dapat dikatakan bahwa sosis merupakan makanan sumber protein
Berikut beberapa Tips dalam memilih sosis yang baik.
a. Pilih yang masa kadaluwarsanya masih lama dan dipajang di suhu dingin
(refrigerator).
b. Pilih sosis yang bebas pewarna atau yang mengandung pewarna yang aman untuk
pangan (food grade). Jika anda membeli sosis ternyata daging sosisnya berwarna
merah terang, hindari membeli kembali merk tersebut karena bisa jadi produsen
menggunakan pewarna dalam jumlah berlebihan atau menggunakan pewarna non
pangan.
c. Amati penampakan sosis yang dikemas. Jika terlihat selaput atau lendir tipis seperti
susu disekitar sosis, sebaiknya jangan membeli sosis tersebut karena kondisi ini
mencirikan sosis yang mulai rusak.
d. Pilih sosis yang aromanya khas daging, tidak ada bau asam atau bau menyimpang
lainnya.
Pengembangan makanan awetan dari makanan hewani terbagi pada dua bagian,
yaitu bagian pengembangan pengolahannya dan pengemasan. Makanan awetan, baik
makanan atau minuman yang diproduksi di suatu daerah, merupakan identitas daerah
tersebut, dan menjadi pembeda dengan daerah lainnya. Berbagai makanan awetan dari bahan
hewani di berbagai daerah di Indonesia menjadi ciri khas daerah tersebut. Wirausaha di
bidang ini dapat menjadi pilihan yang sangat tepat, karena kita lebih banyak mengenal
produk makanan awetan daerah kita daripada daerah lainnya.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Dedi, Londong. 2012. Proses Pembuatan Sosis. www.proses-makanan-sosis.com. Diakses


tanggal, 25 Maret 2013. Pukul 16.30 WIB

Raharjo, A.H.D dan Wasito, samsu. 2002. Buku Ajar Teknologi Hasil Ternak. Universitas
Jenderal Soedirman: Purwokerto

Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. UGM Press Yogykarta

Widyani, R. dan Suciaty, T. 2008. Prinsip Pengawetan Pangan. Cirebon: Swagati Press.

Wijaya, C.H. dan Mulyono, N. 2013. Bahan Tambahan Pangan Pengawet. Bogor: IPB Press,
Bogor.

Yuyun dan Gunarsa, D. 2011. Cerdas Mengemas Produk Makanan dan Minuman. Bogor:
Agro Media Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai