Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bakso
Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang
sangat potensial untuk memenuhi kebuthan protein karena
kandungan gizi yang tinggi dan asam amino esensial yang
lengkap bagi tubuh. Bakso merupakan produk olahan daging
yang sangat disukai oleh masyarakat dan mempunyai harga
yang relatif murah sehingga dapat terjangkau oleh masyarakat.
Kebiasaan dalam mengkonsumsi bakso ini diharapakan
kebutuhan protein masyarakat dapat dipenuhi. Bakso adalah
bahan pangan yang terbuat dari daging sebagai bahan utama,
daging yang dipakai biasanya adalah sapi, ayam dan ikan
sedangkan tepung yang dipakai yaitu tepung tapioka. Daging
ayam broiler merupakan produk ternak yang sering
dimanfaatkan dalam pembuatan bakso (Akhmadi, Afrilia dan
Wahyudi, 2007).
Bakso dibuat dari daging giling kemudian ditambahkan
tepung tapioka, bahan pengikat, bumbu, air, sehingga terbentuk
adonan dan dibentuk seperti bola kecil (8-10 g) kemudian
direbus selama 10 menit (Akhmadi, dkk., 2007). Bakso dibuat
dari campuran daging tidak kurang dari 50% dan pati tepung
serealia, dengan atau tanpa bahan tambahan makanan yang
diizinkan (Montolalu, Lontaan, Sakul dan Mirah, 2013). Badan
Standarisasi Nasional pada SNI 01-3818 (Rakhmawati, 2011)
mendefinisikan bakso sebagai produk olahan berbentuk bulatan,
yang diperoleh dari campuran daging ternak (komposisi daging
lebih dari 50%) dan pati atau serealia dengan atau tanpa bahan
tambahan makanan yang diizinkan. Bakso daging mempunyai
persyaratan kadar air maksimal 70%, kadar abu maksimal 3%,
kadar protein minimal 11%, dan kadar lemak maksimal 10%.

9
Cara peningkatan nilai tambah daging tersebut adalah
dengan memperbaiki karakteristik produk seperti bentuk,
tekstur, kekuatan ikatan dan kandungan lemak, adapun bahan
yang dibutuhkan untuk memperbaiki karakteristik produk
antara lain: bahan pengikat (binder), bahan pengisi (filler), dan
bahan penstabil (stabilizer). Bahan pengisi merupakan fraksi
bukan daging yang biasa ditambahkan dalam pembuatan bakso.
Bahan pengisi yang biasa digunakan dalam pembuatan bakso
ayam adalah tepung tapioka karena murah dan mudah didapat.
Tapioka merupakan granula pati yang berasal dari ketela pohon,
tepung tapioka dalam pembuatan makanan berfungsi sebagai
bahan pengental (penstabil) dan pembentuk tekstur (Wirawan,
Djalal, dan Eny, 2016). Badan Standarisasi Nasional pada SNI
3818 (BSN, 2014) mendefinisikan bakso daging sebagai produk
makanan berbentuk bulatan atau lain, yang diperoleh dari
campuran daging ternak (kandungan daging tidak kurang 45%)
dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan bahan
tambahan makanan yang diizinkan. Syarat mutu bakso dapat
dilihat pada Tabel 1.

10
Tabel 1. Standar mutu bakso daging menurut SNI No.3818-
2014
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1. Keadaan
1.1 Bau Normal, khas daging
1.2 Rasa Gurih
1.3 Warna Normal
1.4 Tekstur Kenyal
2. Air %b/b Maks. 70
3. Abu %b/b Maks. 3.0
4. Protein %b/b Min. 8.0
5. Lemak %b/b Maks. 10
6. Boraks - Tidak boleh ada
7. Bahan Tambahan Makanan Sesuai SNI 3818-2014
8. Cemaran Logam :
8.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1.0
8.2 Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0.3
8.3 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1.0
8.4 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40.0
8.5 Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0.03
9. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0.5
10. Cemaran Mikroba :
12.1. Angka Lempeng Total Koloni/g Maks. 1 x 105
12.2 Bakteri Bentuk Coli APM/g Maks. 10
12.3 Eccherichia coli APM/g <3
12.4. Enterococci Koloni/g Maks. 1 x 103
12.5.Clostridium
- Maks. 1 x 102
perifringens
12.6. Salmonella - Negative
12.7.Staphylococcus aureus Koloni/g Maks.102
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2014).

11
2.2. Bahan Pengisi Bakso
2.2.1. Daging Ayam Broiler
Daging broiler dikatakan sebagai bahan pangan
sumber protein hewani berkualitas tinggi karena mengandung
asam amino esensial yang lengkap, lemak, vitamin dan
mineral, serta zat lainnya yang dibutuhkan oleh tubuh, daging
ayam mempunyai kandungan gizi yang lebih baik dari pada
daging sapi. Daging ayam broiler mengandung protein cukup
tinggi 29-30% dan lemak yang rendah 5-6%, sedangkan
daging sapi mengandung protein 27-31% dan lemak 6-11%.
Daging ayam merupakan sumber pangan yang memiliki
kandungan gizi yang sangat lengkap, yaitu sumber asam
amino esensial yang diperlukan tubuh manusia, sehingga baik
untuk dikonsumsi. Selain nilai gizi yang lengkap daging ayam
mudah didapat dengan harga yang relatif murah dari pada
daging sapi. Ayam broiler dapat dipanen pada umur lima
sampai enam minggu dengan bobot 1,7 sampai 2 kg sehingga
produksi daging cepat (Rakhmawati, 2011).

Tabel 2. Komposisi Kimia Daging Ayam Broiler


Zat Makanan Komposisi
Air (%) 74
Abu (%) 0,79
Lemak (%) 19
Protein (%) 22
Karbohidrat(%) 0
Sumber: Anonimous (2010)

12
2.2.2. Tepung Daun Katuk
Daun Katuk (Sauropus androgynus) diyakini dapat
menggantikan posisi antibiotik sintetik karena memiliki fungsi
sebagai penurun kadar lemak dan kolesterol yang sama dengan
antibiotik sintetik tetapi tidak meninggalkan residu dalam
tubuh. Pemberian tepung daun katuk dalam ransum ayam
petelur lokal sebanyak 9% mampu menurunkan kandungan
kolesterol dalam kuning telur sebesar 62,34% dibandingkan
dengan kandungan kolesterol dalam kuning telur ayam yang
diberi ransum tanpa tepung daun katuk. Kandungan fitosterol
dalam daun katuk juga berpengaruh pada penurunan kolesterol
serum, kuning telur, karkas, dan hati puyuh. Selanjutnya
dinyatakan bahwa penurunan kadar kolesterol sangat erat
hubungannya dengan kandungan serat kasar dalam ransum dan
sekresi cairan empedu.
Daun katuk juga mengandung senyawa metabolik
sekunder yaitu monomethyl succinate dan cis-2-methyl
cyclopentanol asetat (ester), asam benzoat dan asam fenil
malonat (asam karboksilat), 2-pyrolodinon dan methyl
pyroglutamate (alkaloid), saponin, flavonoid dan tanin.
Senyawa-senyawa tersebut sangat penting dalam metabolisme
lemak, karbohidrat dan protein dalam tubuh (Kamalia, dan
Natsir, 2014). Sifat lemak murni tidak berwarna, tidak berbau,
dan tidak berasa. Lemak tumbuh-tumbuhan yang berwarna
dapat disebabkan oleh adanya pigmen asalnya, misalnya
karoten, xantofil, tokoferol atau klorofil (Mawaddah
Siti,2011). Pada 100 g daun 12 segar mengandung air 79,8 g,
protein 7,6 g, lemak 1,8 g, karbohidrat 6,9 g, serat kasar 1,9 g,
abu 2 g, (Siemonsma dan Piluek, 1994).
Pembuatan bubuk atau tepung daun katuk dimulai
dengan pencucian, blansing dalam air mendidih (100oC)
13
selama 30 detik untuk mengurangi aroma langu, dilanjutkan
dengan pengeringan menggunakan cara dioven dengan suhu
40oC-50oC selama 50 menit, dilanjutkan dengan proses
penepungan dan terakhir proses pengayakan (Nadhifa, 2017).

Sumber : Hardjanti (2008)


Gambar 2. Daun Katuk

Tabel. 3 Komposisi Kimia Tepung Daun Katuk


Zat Makanan Komposisi
Air (%) 9,23
Abu (%) 10,4
Lemak (%) 5.60
Protein (%) 24,80
Karbohidrat (%) 49,97
Sumber : Satyaningtyas dan Teti (2014)

2.2.3. Tepung Tapioka


Tepung tapioka diperoleh dari tanaman ketela pohon
(Manihot utillisima). Dalam bentuk umbi, tepung ketela pohon
ini umumnya berbentuk butiran pati yang banyak terdapat
pada sel umbi singkong. Tepung tapioka merupakan hasil

14
ekstraksi pati yang banyak digunakan pada
pengolahan bahan pangan. Bahan pengisi mempunyai sifat
yang dapat berbentuk gel bila dipanaskan. Garanula-garanula
pati akan membengkak dalam air panas setelah melewati suhu
tertentu dan bersifat permanen atau tidak kembali pada
keadaan semula hal ini disebut gelatinisasi. Tepung tapioka
mengandung air 13,12%, karbohidrat 86,55%, protein 0,13%,
lemak 0,04%, dan abu 0,16% (Kurniawan, 2011)
Tepung pati berfungsi untuk mengikat adonan serta
memberi tekstur kenyal pada bakso sebagai ciri khasnya.
Selain tepung pati juga bisa dipakai tepung yang berasal dari
serelia seperti tepung terigu. Agar baksonya bagus, teksturnya
bagus, bermutu tinggi serta berkualitas maka penggunaan
tepung tapioka yang digunakan sebaiknya 10-15 % dari berat
daging (Oktavia, 2011).
Pati dari tapioka terdiri atas 17% amilosa dan 83%
amilopektin. Granula tapioka berbentuk semibulat dengan
salah satu bagian ujungnya mengerucut dengan ukuran 5− 35
µm. Suhu gelatinisasinya berkisar antara 52−64°C,
kristalinisasi 38%, kekuatan mengembang 42, dan kelarutan
31%. Kekuatan mengembang dan kelarutan tapioka lebih kecil
dibanding pati kentang, tetapi lebih besar dari pati jagung.
Suhu gelatinisasi tapioka berkisar antara 58,5−70,0°C,
bergantung pada varietas ubi kayu yang digunakan untuk
memproduksi tapioka. Tepung tapioka mempunyai
karakteristik gel yang cukup kuat dan transparan yang sangat
mendukung sebagai komponen bahan pengisi serta perekat
(Herawati, 2012).

15
2.2.4. Bawang Putih
Bawang Putih adalah tanaman tradisional yang sering
digunakan dalam masakan. Saat ini, bawang putih telah
terbukti memiliki berbagai manfaat dalam kesehatan. Bawang
putih merupakan salah satu tanaman obat paling tua dan
dipercaya berasal dari benua Asia lebih dari 6.000 tahun yang
lalu. Bawang putih adalah tanaman berumpun yang
mempunyai ketinggian sekitar 60 cm. Umbi bawang putih
dapat mencapai ukuran 3,8-7,6 cm dengan diameter yang
bervariasi (Karina, 2013).
Kandungan kimia dari umbi bawang putih per 100
gram adalah: Alisin 1,5% merupakan komponen penting
dengan efek antibiotik, Protein sebesar 4,5 gram, Lemak 0,20
gram, Hidrat arang 23,10 gram, Vitamin B 1 0,22 miligram,
Vitamin C 15 miligram, Kalori 95 kalori, Posfor 134
miligram, Kalsium 42 miligram, Zat besi 1 miligram, Air 71
gram (Untari, 2010). Bawang putih penting untuk mencegah
atherosklerosis dan penyakit jantung. Bawang putih
mengandung yodium yang tinggi dan banyak mengandung
sulfur (Sudarwati, 2007).

2.2.5. Lada atau Merica


Lada atau merica (Piper nigrum) merupakan bumbu dapur
yang sangat populer. Kuliner Asia, Eropa hingga Timur
Tengah selalu menggunakan lada sebagai penyedap rasa.
Sebagai bumbu dapur, peranan lada memang sangat penting.
Lada hitam dapat membentu mengontrol lemak dalam darah
karena di dalam lada mengandung zat piperin dapat
memblokir pembentukan sel-sel lemak baru. Cita rasa pedas

16
dan aroma yang khas terbentuk dari menambahkan bumbu ini
ke dalam setiap masakan. Bumbu ini memiliki rasa pedas yang

bersifat menghangatkan dan melancarkan peredaran


darah (Ahmad, 2014).

2.2.6. Garam
Garam (Natrium Cloride/NaCl) memiliki kemampuan
untuk menfasilitasi protein daging sebagai pengemulsi.
Berdasarkan hal tersebut, maka penambahan garam pada
daging prarigor diharapkan mampu mempertahankan kualitas
daging, sehingga diperoleh daging postrigor yang baik sebagai
bahan baku pembuatan bakso (Hatta dan Murpiningrum,
2012). Garam berfungsi untuk memperbaiki citarasa,
melarutkan protein dan sebagai pengawet. Konsentrasi garam
yang digunakan mempunyai batasan yang pasti. Hal ini
banyak tergantung pada faktor-faktor luar, dalam lingkungan,
pH, dan suhu.
Garam menjadi efektif pada suhu rendah dan kondisi
yang lebih asam. Garam dapur yang digunakan biasanya 2,5%
dari berat daging, sedangkan bumbu penyedap sekitar 2% dari
berat daging. Sebaiknya jangan menambahkan penyedap
masakan monosodium glutamat atau yang dikenal vetsin.
Sejauh ini penggunan penyedap ini masih dicurigai menjadi
penyebab berbagai kelainan kesehatan, bahkan dicurigai
sebagai timbulnya penyakit kanker (Sudarwati, 2007).
Garam juga berperan sebagai bahan pengikat air.
Garam atau NaCl yang ditambahakan saat proses pembuatan
bakso sapi adalah saat proses penggilingan. Kemampuan ion
garam untuk terhidrasi sehingga berkompetisi dengan protein
untuk mengikat air. Kemampuan ion garam untuk terhidrasi
lebih besar dari pada protein, sehingga protein tidak larut /
mengendap (salting out) (Dewi dan Widjanarko, 2015).
17
2.2.7. Telur
Telur digunakan dalam pembuatan bakso sebagai
bahan pengikat pada adonan bakso, menambah cita rasa, dan
memperbaiki tekstur bakso. Putih telur menyebabkan kadar
protein bakso jamur tiram semakin meningkat, sehingga bakso
mempunyai cita rasa yang gurih. Rasa gurih tersebut
disebabkan adanya asam amino dalam protein yang
mempunyai kemampuan meningkatkan cita rasa, yaitu asam
amino glutamat sebesar 13,0-16,5% yang terdapat di dalam
putih telur (Ruri, Karo dan Yusraini, 2014).

2.2.8. Es Batu
Es batu dicampur pada saat penggilingan. Hal ini
dimaksudkan agar selama penggilingan daya elastisitas daging
tetap terjaga sehingga bakso yang dihasilkan akan lebih
kenyal. Biasanya untuk hasil lebih baik, es yang ditambahkan
sebanyak 10-15% dari berat daging. Jumlah es (%) yang
ditambahkan ke dalam adonan memberikan pengaruh terhadap
kadar air, Water Holding Capacity (WHC), kekenyalan dan
kekompakan bakso. Penggunaan es sangat penting didalam
pembentukan bakso, karena suhu dapat dipertahankan tetap
rendah sehingga protein daging tidak terdenaturasi akibat
gesekan mesin penggiling dan ektraksi protein berjalan dengan
baik (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Bahan penting lainnya dalam pembuatan bakso adalah


es atau air es. Es yang digunakan sebaiknya berupa es batu.
Bahan ini berfungsi membantu pembentukan adonan dan
membantu memperbaiki tekstur bakso. Penggunaan es
berfungsi meningkatkan air ke dalam adonan kering selama
pembentukan adonan maupun selama perebusan. Dengan
adanya es, suhu dapat dipertahankan tetap rendah sehingga
18
protein daging tidak terdenaturasi akibat gerakan mesin
penggiling dan ekstraksi protein berjalan dengan baik. Untuk
itu, dalam adonan bakso, dapat ditambahkan es sebanyak 15-
20% atau bahkan 30% dari berat daging (Wibowo, 2006).

2.2.9. Bawang Putih Goreng


Bawang putih (Allium sativum L.) merupakan jenis
rempah yang penting. Salah satu usaha pengawetan bawang
putih adalah dengan cara pembuatan menjadi bawang goreng.
Selain awet bawang goreng juga akan menunjukkan lingkup
penggunaannya dengan tetap memperhatikan jangan sampai
cita rasa atau rasa bawangnya hilang. Penggunaan utama dari
bawang goreng adalah sebagai bumbu masak, seperti bahan
tambahan pembuatan bakso (Sudarwati, 2007)

2.2.10. Gula
Gula merupakan istilah yang sering diartikan bagi
setiap karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis serta
penggunaannya dengan konsentrasi yang kecil 2-3% mampu
mempertahankan citarasa makanan. Penambahan sukrosa
untuk memberikan rasa manis, mengawetkan dan menghambat
pertumbuhan mikroorganisme dari bahan olahan karena
mampu mengikat air yang terkandung pada bahan pangan
sehingga mempunyai sifat sebagai pengawet dan memberikan
rasa manis pada bahan pangan (Buckle, 2009)

2.3. Kualitas Kimia Bakso


2.3.1. Kadar Protein
Protein merupakan bahan pangan yang penting
sebagai penyusun kombinasi-kombinasi sel terutama dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup.
Kurang lebih 13% dari kalori yang dibutuhkan oleh tubuh dari
protein. Fungsi protein lainnya meliputi membentuk sel-sel
19
jaringan tubuh, mengganti sel-sel tubuh yang telah rusak,
memberi energi jika jumlah karbohidrat dan lemak tidak
mencukupi kebutuhan tubuh (Kurniawan, 2011). Kadar
protein bahan pangan umumnya dipakai sebagai salah satu
cara untuk mengukur mutu bahan pangan karena protein
adalah suatu zat yang sangat penting bagi kehidupan manusia.
Fungsi protein adalah untuk memelihara jaringan yang telah
ada, pembangunan jaringan atau sel baru, pengatur dan
penghasil energi (Winarno, 1997). Kebutuhan protein bagi
manusia adalah sebanyak 1g/kg berat badan per hari. Oleh
sebab itu jika kita mempunyai berat badan 50 kg maka kita
harus mengkonsumsi protein sebanyak 50 g/hari. Sebanyak
25%-nya sebaiknya berasal dari protein hewani, dan 75%-nya
berasal dari protein nabati seperti pada daun katuk (Santoso
dan Sartini, 2001).
Kadar protein ditentukan dengan komposisi asam-
asam amino, sehingga protein mempunyai kualitas yang
beraneka ragam tergantung seberapa jauh protein dapat
menyediakan asam-asam amino esensial dalam jumlah yang
cukup (Buckle, Edward, Fleet and Wootton, 2007). Protein
yang mampu menyediakan asam amino essensial dalam
perbandingan yang menyamai kebutuhan manusia mempunyai
mutu tinggi dan sebaliknya protein yang kekurangan satu atau
lebih asam amino essensial mempunyai mutu yang rendah
(Winarno, 1997). Bakso mempunyai standar mutu protein,
Kadar protein yang telah memenuhi standar pada produk
bakso yaitu minimal 11 % (Badan Standarisasi Nasional,
2014). Kandungan protein mempengaruhi pada kadar air,
tekstur, kadar protein bakso yang dihasilkan. Protein
merupakan senyawa yang dapat mempengaruhi daya
pengikatan air dan tekstur bakso. Semakin tinggi protein maka
daya pengikatan air dan tekstur semakin baik (Ahmadi, 2007).

20
2.3.2. Kadar Lemak
Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk
kesehatan tubuh manusia. Lemak merupakan sumber energi
yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan
protein. Lemak terdapat hampir di semua bahan pangan
dengan kandungan yang berbeda-beda. Lemak hewani
mengandung banyak sterol yang disebut kolesterol, sedangkan
lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak
mengandung asam lemak tak jenuh (Sundari, Almasyhuri dan
Astuti, 2015). Daging yang mengandung sedikit jaringan
lemak merupakan syarat dalam pembuatan bakso. Bakso yang
dihasilkan dari daging yang banyak mengandung kadar lemak
yang tinggi menyebabkan bakso menjadi terlalu lembek dan
bakso menjadi cepat busuk karena perubahan enzimatis dan
kimia (Kurniawan, A., 2011). Daun katuk juga memiliki kadar
lemak tinggi, diduga lemak dalam daun katuk sebagaimana
pada sayuran lainnya merupakan sumber asam lemak omega 3
dan 6 (sejenis asam lemak tak jenuh) yang mempunyai peran
dalam menurunkan akumulasi lemak (Santoso dan
Sartini,2001).
Kadar lemak pada bakso adalah maksimal 10 %. Sifat
lemak murni tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa
(Mentari, Anandito, dan Basito, 2016). Lemak tumbuh-
tumbuhan yang berwarna dapat disebabkan oleh adanya
pigmen asalnya, misalnya karoten, xantofil, tokoferol atau
klorofil. Karoten dan xantofil dapat memberikan warna
kuning, tokoferol yang telah mengalami oksidasi dapat
menimbulkan warna coklat, sedangkan klorofil dapat
menyebabkan warna kehijau-hijauan. Beberapa pigmen juga
memberikan warna pada lemak hewan dan lemak yang
terdapat pada telur (Sumardjo, 2006). Jaringan lemak yang
terdapat pada daging dibedakan menurut lokasinya, yaitu
lemak subkutan, lemak intermusukular, lemak intramuskular,
21
dan lemak intraseluler. Jaringan lemak subkutan di permukaan
luar jaringan otot, langsung dibawah permukaan kulit jaringan
lemak. Intermusular terletak diantara jaringan otot, jaringan
intramuskular yaitu jaringan lemak didalam otot diantara
serabut-serabut otot, sedangakan jaringan intraseluler yaitu
jaringan didalam sel. Daging tanpa lemak mengandung 70%
air, 9% lemak, serta 1% abu. Dengan meningkatnya
kandungan lemak daging, kandungan air dan proteinnya akan
menurun (Muchtadi, Sugiyono, Fitriyono, 2011)

2.3.3. Kadar Karbohidrat


Tingginya kandungan karbohidrat (pati) berfungsi
untuk mengikat air dan tidak mengemulsikan lemak. Pati
terdiri atas dua fraksi yaitu fraksi terlarut (amilosa) dan fraksi
tidak terlarut (amilopektin). Proporsi dari kandungan amilosa
dan amilopektin dalam pati berperan dalam membentuk
produk olahan (Usmiati dan Komariah, 2007). Komponen
utama dalam bahan pengisi pembuatan bakso adalah pati yang
mempunyai rasa tidak manis dan tidak larut dalam air dingin,
tetapi di dalam air panas dapat membentuk gel yang bersifat
kental (De Man, 1997). Hampir 50% karbohidrat yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan adalah selulosa. Selulosa berfungsi
sebagai sumber serat sehingga memperlancar defekasi.
Sayuran yang banyak mengandung serat salah satunya adalah
daun katuk (Halomoan, 2004).
Kadar karbohidrat bakso dari daging paha depan,
sengkel dan campuran relatif tidak berbeda. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh paha belakang dan sengkel
merupakan organ yang relatif paling aktif bergerak
dibandingkan leher dan rusuk (campuran) serta paha depan,
sehingga karbohidrat yang berbentuk glikogen akan diubah
menjadi asam laktat dan energi melalui proses glikolisis,
sehingga kadar karbohidrat yang terukur menjadi lebih rendah.
22
Kadar karbohidrat bakso semakin meningkat seiring
penambahan tepung tapioka. Kadar karbohidrat bakso daging
kerbau yang menggunakan taraf 50% lebih tinggi
dibandingkan dengan bakso kerbau dengan taraf tapioka 30%
dan 40%. Hal ini disebabkan oleh karena tapioka merupakan
pati sebagai salah satu bentuk karbohidrat. Semakin besar
penambahan tepung tapioka menyebabkan semakin tinggi
karbohidratnya karena tepung tapioka merupakan sumber
karbohidrat (Fatriani, 2003).

2.3.4. Kadar Abu


Menurut Sundari, Almasyhuri, dan Astuti (2015) abu
adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu bahan pangan dan komposisinya tergantung
pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada
hubungannya dengan mineral suatu bahan. Kadar abu pada
suatu bahan pangan menunjukkan terdapatnya kandungan
mineral anorganik pada bahan pangan tersebut. Kadar abu
merupakan material yang tertinggal bila bahan makanan
dipijarkan dan dibakar pada suhu sekitar 500⁰-800⁰C.
Proses dalam menentukan jumlah mineral sisa
pembakaran adalah Penentuan kadar abu. Kandungan dan
komposisi abu atau mineral pada suatu bahan tergantung dari
jenis bahan dan cara penentuan kadar abu bahan pangan
(Sudarmadji, Haryono dan Suhardi, 1997). Sudarwati (2007)
dalam penelitiannya menyatakan bahwa penambahan kitosan
pada bakso daging sapi akan menurunkan kadar abu.
Penggunaan campuran tepung tapioka dengan tepung sagu dan
natrium nitrat dalam pembuatan bakso daging sapi akan
menurunkan kadar abu bakso. Penurunan kadar abu yang
terjadi disebabkan karena tepung memiliki kandungan mineral

23
yang lebih tinggi dari daging. Standar kadar abu bakso
menurut SNI (2014) adalah maksimal 3%.

24

Anda mungkin juga menyukai