Anda di halaman 1dari 22

BAB II

BAHAN DAN PROSES PENGOLAHAN

2.1

Bahan Baku
Daging merupakan bahan pangan yang berasal dari ternak, yang

banyak digemari masyarakat

karena luasnya kemungkinan

variasi

dalam pengolahan (Purnomo, 1996). Daging mengandung gizi yang cukup


lengkap dengan protein sebagai komponen bahan kering yang terbesar.
Selain protein,

daging

mengandung

air,

lemak,

karbohidrat

dan

komponen anorganik lainnya yang dapat dilihat pada Tabel 2.1.


Tabel 2.1. Komposisi Kimia 100 gr Daging Sapi
Komposisi
Air
Protein
Lemak
Karbohidrat
1
Sumber: Anonymous (1989)

Jumlah (%)
66
18,8
14
0

Daging terdiri atas tiga komponen utama, yaitu jaringan otot


(muscle tissue), jaringan lemak (adipose tissue), dan jaringan ikat
(connective tissue). Banyaknya jaringan ikat yang terkandung di dalam
daging akan menentukan tingkat kealotan atau kekerasan daging
3

(Astawan ,
2008).

Menurut

Hadiwiyoto

(1983),

masing-masing

jenis

hewan

mempunyai komposisi yang berbeda-beda. Daging yang baik


mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a.

Daging mempunyai kenampakan yang mengkilat, warnanya


cerah, tidak pucat.

b.

Tidak ada bau asam apalagi bau

busuk. c.

Daging masih elastik dan tidak

kaku.
4

5
d. Apabila dipegang daging tidak terasa lekat pada tangan,
dan masih terasa kebasahannya.

Daging sapi yang digunakan dalam proses pengolahan sosis sapi ini adalah
bagian paha karena memiliki jaringan ikat sedikit sehingga kemungkinan
terjadi kehilangan selama proses dapat dihambat. Daging sapi yang akan
digunakan untuk pengolahan sosis sapi ini dipasok dari Rumah
Pemotongan Hewan (RPH) di daerah kedurus setiap hari selama 6 hari
kerja sebanyak 15
Kg.
2.2 Bahan Pembantu
2.2.1. Tepung Tapioka
Tapioka adalah pati yang berasal dari umbi ketela pohon
(Manihot utilissima) sifatnya dapat membentuk gel yang bening, lentur
dan tidak berbau, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengental pada
makanan dan perekat yang kuat (Brandy dan Caluser, 1989 dalam Asyhari
1993). Komposisi kimia tepung tapioka dapat dilihat pada Tabel 2.2. di
bawah ini.
Tabel 2.2. Komposisi Tepung Tapioka per 100 gram Bahan
Komposisi
Jumlah
Energi (kalori)
365
Karbohidrat (gr)
88,20
Protein (gr)
1,10
Lemak (gr)
0,50
Air (gr)
9,50
Kalsium (mg)
84,00
Fosfor (mg)
125
Zatbesi (mg)
100
Vitamin B1 (mg)
0,40
Sumber : Soedarmo dan Sediaoetomo (1977)
Pada tahap pengolahan sosis, digunakan tepung tapioka sebagai
bahan pengisi (filler). Bahan pengisi adalah bahan yang mengikat sejumlah
air,

tetapi

emulsifikasi.

mempunyai

pengaruh

yang

kecil

terhadap

Umumnya bahan pengisi ini adalah jenis pati dan tepung-tepungan


(Soeparno, 1992).
Tabel 2.3. Persyaratan Mutu Tepung Tapioka Menurut SNI
No.
Kriteria Mutu
1. Kadar Air (% maks.)
2. Kadar Abu (% maks.)
3. Serat dan Kotoran (% maks)
4. Derajat Putih
5. BaSO4= 100
6. Kekentalan
7. Derajat asam (ml NaOH 1N/100 g
8. Kadar HCN (%)
11
Sumber: Anonymous (2009)

Mutu I
17
0,6
0,6
Min
94,5
3-4
4
Negatif

Mutu II
17
0,6
0,6
Min
92,0
2,5-3
4
negatif

Mutu III
17
0,6
0,6
Min
92,0
2,5
4
negatif

Tepung tapioka yang digunakan dalam proses pengolahan sosis


ini berdasarkan ketentuan mutu SNI yang ditunjukkan pada Tabel 2.3.
2.2.2. Isolate Soy Protein (ISP)
ISP

adalah

menghilangkan

fraksi

protein

mayoritas komponen

mayor

dari

kedelai

non-protein dan

dengan

mengandung

tidak lebih dari 90% protein (Anonymous , 2009). Bahan pengikat


yang baik harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.

Memiliki kemampuan untuk mengikat air.

b. Merupakan bahan yang bersifat netral (tidak menimbulkan


reaksi pada produk).
c.

Memiliki kestabilan kimia yang baik.

d. Warna yang sesuai (tidak mempengaruhi warna sosis


yang dihasilkan).
e.

Mempunyai kemampuan untuk mengemulsi atau


menstabilkan emulsi lemak.

7
Bahan pengikat adalah material bukan daging dan berprotein

tinggi yang dapat meningkatkan daya ikat air daging dan emulsifikasi
lemak serta membantu dalam pengikatan bahan-bahan dalam sosis
sehingga terbentuk struktur

sosis

yang

kompak.

Tabel

2.4.

menunjukkan komposisi kimia Isolate Soy Protein (ISP). Penggunaan ISP


dalam produk daging bertujuan untuk mempertahankan kelembaban,
memperbaiki tekstur, daya kohesi, juiceness, kualitas protein, kenampakan
2

produk, memperpanjang umur simpan, dan palatabilitas (Anonymous ,


2009).
Tabel 2.4. Komposisi Kimia Isolate Soy Protein
Komposisi
Jumlah (%)
Protein
90
Lemak
0,5
Abu
4,5
Total karbohidrat
0,3
Sumber: Kolar et al. (1985)
ISP merupakan protein kedelai dengan kandungan protein yang
tertinggi

yang

dibuat

dengan

menghilangkan

lemak

dan

karbohidrat sehingga terbentuk 90% protein. Protein yang terkandung di


dalam kedelai akan larut di dalam air dan akan dipisahkan dari sisa bahan
padat yang ada. Hasil presipitasi larutan tersebut merupakan protein yang
kemudian dikeringkan. Menurut Kolar et al. (1985), kelarutan protein pada
pH netral atau mendekati basa dan terbentuknya presipitasi dengan adanya
penambahan asam hingga mendekati pH 4,5 inilah yang disebut dengan
3

ISP (Anonymous , 2008). ISP yang digunakan dalam proses pengolahan


sosis sapi ini dipasok dari Tristar dan dikirim seminggu sekali sebanyak 10
Kg.
2.2.3 Texture Vegetable Protein (TVP)
Protein tidak hanya didapat

dari daging sebagai pangan

hewani tetapi juga dapat diperoleh dari tumbuhan yang sering disebut
protein nabati

yang banyak terdapat pada kacang kedelai, tahu, tempe dan kacangkacangan. Salah satu hasil produk olahan protein nabati yaitu Texture
Vegetable Protein (TVP). TVP sering dikenal dengan nama proteina terbuat
dari

kacang

kedelai

tambahan lain.

dengan

Dengan

penghilangan

menggunakan

minyak

tanpa

bahan

teknologi ekstruksi

terjadi

perubahan stuktur protein kedelai sehingga menghasilkan matriks berserat


4

seperti spon yang menyerupai tekstur daging (Anonymous , 2009). TVP


yang

digunakan dalam proses pengolahan sosis sapi ini dipasok dari

Jakarta (Sri Indahwati) dan akan dikirim seminggu sekali.


2.2.4. Air dan Es
Pada proses pengolahan sosis,

penggunaan air

berperan

sebagai media pelarut. Pada proses pencampuran, air digunakan untuk


melarutkan komponen-komponen

pangan

larut

air

seperti

tepung

tapioka, merica, garam, dan pewarna. Air juga digunakan dalam proses
pencucian mesin dan peralatan serta pembersihan ruangan. Air dan es
mempengaruhi kelembutan dan juiceness dalam sosis (Kramlich, 1973).
Menurut Price (1987) dalam Soeparno (1992), fungsi penambahan air dan
es adalah:
a.

Meningkatkan keempukan daging.

b.

Menggantikan sejumlah air yang hilang selama proses


terutama pemasakan.

c.

Membentuk larutan garam untuk melarutkan protein yang larut


dalam garam sehingga dapat berfungsi sebagai emulsifier.

d.

Menurunkan suhu dan menjaga temperatur adonan selama


proses pencincangan.

e.

Menentukan juiceness.

f.

Membantu tercapainya sifar alir emulsi yang

dikehendaki. g.

Sebagai fase kontinyu dari emulsi daging.

9
Sumber air yang digunakan untuk proses pengolahan disesuaikan

dengan standar air minum yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan


Republik Indonesia. Persyaratan mutu air minum menurut SII dapat dilihat
pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Persyaratan Mutu Air Minum Menurut SII
Sifat dan Kandungan
Rasa
Bau
Warna
Kekeruhan (SiO2)
pH
Zat organik (KMnO4)
Nitrit (NO2)
Nitrat (NO3)
Sulfat (SO4)
Besi (Fe)
Kesadahan total (CaCO3)
Timbal (Pb)
Khlorid (Cl)
Tembaga (Cu)
Mangan (Mn)
Amoniak
Zat yang terlarut
Jumlah bakteri
Bakteri bentuk Coli

Batasan
Normal
Normal
Jernih
Maks 10 ppm/L
6,5 8,5
Maks 10 mg/L
Negatif
Negatif
Maks 250 mg/L
Maks 0,2 mg/L
5-10D Maks
0,5 mg/L Maks
250 mg/L Maks
3,0 mg/L Maks
0,1 mg/L
Negatif
Maks 1000 mg/L
Maks 100 koloni/g
Negatif
Sumber : Departemen Perindustrian Republik Indonesia (1975)
Air yang digunakan dalam proses pengolahan sosis sapi adalah air
bersih yang berasal dari PDAM. Dasar pemilihan air tersebut karena air
PDAM telah memenuhi persyaratan umum untuk industri pangan
yaitu tidak berasa, tidak berwarna, dan tidak berbau. Air PDAM akan
ditampung dalam tandon terlebih dahulu, kemudian air disalurkan melalui
pipa ke bak penampung air dan ruang proses.

2.2.5. Minyak Goreng


Minyak goreng adalah hasil akhir (refined oils) sebuah proses
pemurnian minyak nabati (kelapa, kelapa sawit, dan kedelai) dan terdiri
atas beragam jenis senyawa trigliserida. Minyak

goreng

memiliki

kandungan asam lemak jenuh yang cukup tinggi sekitar 90-92%


(Sutanto, 2008). Lemak yang terkandung dalam minyak goreng digunakan
sebagai sumber lemak dalam pengolahan sosis sapi yang dapat
mempengaruhi kelezatan, keempukan,

dan

juiceness sosis.

Minyak

goreng yang digunakan dalam proses pengolahan sosis ini berdasarkan


ketentuan mutu SNI (01- 37411995) yang ditunjukkan pada Tabel 2.6.
Ada 2 (dua) jenis lemak yang ditambahkan yaitu dapat
berupa lemak hewani dan lemak nabati. Lemak dalam emulsi sosis
berfungsi sebagai fase diskontinyu oleh karenanya merupakan struktural
komponen utama yang sangat berpengaruh terhadap keempukan dan
juiceness sosis (Kramlich, 1973).
No. 2.6. Persayaratan
Ketentuan
Tabel
Mutu Minyak Goreng MenurutPersyaratan
SNI (01- 37411995)
1.
Bau dan Rasa
Normal
2.
Warna
Muda Jernih
3.
Kadar Air
Maks. 0,3 %
4.
Berat Jenis
0,900 g/L
Maks. 0,3 %
5.
Asam Lemak Bebas
Maks. 2 Meg/Kg
6.
Bilangan Peroksida
45-46
7.
Bilangan Iod
196-206
8.
Bilangan Penyabunan
1,448-1,450
9.
Index Bias
Maks. 0,1 mg/ Kg kec. Seng
10. Cemaran Logam

12

Sumber: Anonymous (2006)


Menurut Price (1987), kadar lemak sosis maksimal adalah
30%. Penambahan lemak dilakukan untuk mencegah pengerutan
protein,

11

mengatur konsistensi produk, meningkatkan cita rasa, dan mencegah


denaturasi protein. Penambahan lemak yang terlalu banyak akan
mengakibatkan hasil sosis yang keriput, sedangkan penambahan yang
terlalu sedikit akan menghasilkan sosis yang keras dan kering.
2.2.6. Bawang Putih
Bawang

putih

mengandung

senyawa

aliin

yaitu

senyawa

sulfooksida yang merupakan turunan dari sistein. Bawang putih yang


mengalami perlakuan mekanis (dipotong) akan mengeluarkan senyawa
aliin. Aliin akan diubah menjadi alicin dengan adanya enzim alinase. Alicin
yang terbentuk akan menyumbangkan flavor pada produk pangan dan
sebagai

senyawa

antimikroba

(Cantwell,

2000).

Ketajaman

bau

bawang putih ini bervariasi tergantung dari asal, varietas, dan umur.
Menurut Winarno (2000), bawang putih memiliki senyawa penimbul aroma
yaitu sulfur sehingga dapat menambah cita rasa makanan. Bawang
putih diperoleh dari pasar terdekat dengan lokasi industri dan dikirim
seminggu sekali sebanyak 1 Kg untuk menjaga kesegaran bawang putih
yang akan digunakan dalam proses pengolahan sosis sapi.
2.2.7. Selongsong
Wadah yang digunakan untuk membungkus sosis disebut
selongsong (casing). Selongsong untuk sosis dibedakan menjadi 2
(dua) jenis, yaitu selongsong alami dan selongsong buatan. Selongsong
alami berasal dari saluran pencernaan hewan terutama sapi, babi, domba,
atau kambing. Sedangkan selongsong

buatan terdiri atas 4 (empat)

kelompok bahan yaitu selulosa, kolagen yang dapat dimakan, kolagen yang
tidak layak dimakan dan plastik. Selongsong buatan mempunyai kekuatan
yang lebih besar daripada selongsong alami (Kramlich, 1973 dalam
Soeparno, 1992). Saat ini telah dikembangkan poly amid casing, yaitu
casing yang terbuat dari plastik. Casing jenis ini tidak bisa dimakan,
dapat dibuat berpori atau

tidak, bentuk dan ukurannya dapat diatur, tahan terhadap panas, dan dapat
6

dicetak. (Anonymous , 2009). Selongsong sosis diperoleh dari CV Tristar


dan akan dikirim setiap 6 (enam) hari sebanyak 20 selongsong.
2.2.8

Lada
Lada merupakan tumbuhan penghasil rempah-rempah yang

berasal dari biji tanaman Piper ningrum Linn. Di Indonesia, daerah


penghasil lada terpenting adalah Lampung dan Bangka. Lampung
merupakan daerah penghasil lada hitam dan Bangka merupakan daerah
penghasil lada putih (Girisonta, 1980). Merica atau lada yang digunakan
adalah lada bubuk yang merupakan hasil penggilingan lada putih murni
tanpa ada campuran bahan- bahan lain. Penggunaan lada dalam pembuatan
sosis bertujuan untuk menyumbang flavor pada produk akhir

dan

penyedap rasa karena memiliki rasa pedas (spicy). Rasa pedas lada akibat
adanya kandungan senyawa piperin, piperanin dan chavicin (Rismundar,
2000).
2.2.9

Nitrit
Natrium

nitrit

merupakan

zat

tambahan

pangan

yang

digunakan sebagai pengawet pada pengolahan daging, bahan pembentuk


faktor-faktor sensori yaitu warna, aroma, dan cita rasa. Natrium nitrit
sangat penting dalam mencegah pembusukan terutama untuk keperluan
penyimpanan, transportasi dan ditribusi produk-produk daging. Dalam
produk pengolahan sosis sapi, nitrir dapat menyebabkan warna daging
olahannya menjadi merah atau pink dan nampak segar sehingga produk
olahan daging disukai oleh

konsumen.

Menurut

peraturan

menteri

kesehatan RI nomor
722/Menkes/Per/IX/88

tentang

bahan

tambahan

makanan

menyatakan bahwa kadar nitrit yang diijinkan pada produk akhir daging
proses adalah
200 ppm. Sedangkan United States Departement Of Agriculture (USDA)
membatasi penggunaan maksimum nitrit sebagai garam sodium atau

potasium yaitu 239,7 g/100 L larutan garam, 62,8 g/100 kg daging


untuk

11

13

daging curing kering atau 15,7 g/100 kg daging cacahan untuk sosis (Lutfi,
2009).
2.2.10

Garam
Garam berfungsi untuk memberikan cita rasa, mengawetkan,

melarutkan protein yang terdapat pada daging yang diperlukan untuk


mengikat lemak dan air, serta untuk membentuk tekstur sosis (Hui, 1992).
Penambahan fosfat akan bersinergi dengan garam untuk meningkatkan
WHC sosis. Mekanisme garam sebagai bahan pengawet adalah garam yang
mengalami ionisasi mengakibatkan setiap ionnya akan menarik molekul
molekul air disekitarnya. Proses ini disebut hidrasi ion. Semakin
tinggi kadar garam maka, semakin banyak molekul molekul air yang
tertarik (Purnomo, 1996). Garam sebagai bahan pengawet akan meningkat
aktivitasnya apabila digunakan bersama dengan gula. Garam dan gula yang
digunakan bersifat lebih pekat dibandingkan cairan sitoplasma dalam sel
mikroorganisme sehingga mengganggu keseimbangan tekanan osmotik dan
menyebabkan

keluar dari dalam sel dan sel menjadi kering atau

mengalami dehidrasi sehingga mikroorganisme mati (Sutardi dan Murdiati


dalam Tranggono, 1990).
2.2.11

Gula
Penambahan gula pada pembuatan sosis untuk mengurangi rasa

asin yang berlebihan, memberikan citarasa dan warna. Gula memiliki sifat
higroskopis, memiliki daya larut tinggi, sehingga dapat menyebabkan
penurunan kandungan air dalam bahan (Winarno, 1984). Gula yang
digunakan dalam proses pengolahan sosis sapi adalah gula kristal putih.
Adapun kriteria mutu gula yang berlaku di Indonesia ditunjukkan
pada Tabel 2.7

Tabel 2.7. Syarat Mutu Gula Kristal Putih


Kriteria UJi
Persyaratan
o
Polarisasi
Min 99,5 Z
Warna Kristal
5-10 CT
Susut Pengeringan
Max 0,1% b/b
Warna Larutan
81-300 iu
Max 0,15% b/b
Abu Konduktivitas
Berat Jenis Butir
0,8-1,2 mm
Belerang (SO2)
Max 30 mg/kg
Kadar Air
Max 0,1%
Timbal (Pb)
Max 2,0 mg/kg
Arsen (As)
Max 1,0 mg/kg
Tembaga (Cu)
Max 2,0 mg/kg
Sumber: SNI-3140-200/Rev 2005 dalam Kuswurj (2009)
Gula yang digunakan dalam proses pengolahan sosis sapi diperoleh
dari pasar terdekat dan akan dikirim setiap 6 (enam) hari.
2.3

Bahan Pengemas
Kemasan adalah suatu tempat atau wadah yang digunakan untuk

mengemas suatu produk, yang telah dilengkapi dengan tulisan, label dan
keterangan lain yang menjelaskan isi, kegunaan lain-lainnya yang dirasa
perlu disampaikan kepada konsumen. Kemasan juga merupakan suatu
wadah atau tempat yang dapat berfungsi sebagai perlindungan fisik
terhadap produk/komoditi yang dikemas misalnya gesekan, benturan, dan
2

getaran. Menurut Astawan

(2008), kemasan memiliki beberapa fungsi

yaitu melindungi produk terhadap pengaruh cuaca, sinar matahari,


benturan,

kotoran

dan

lain-lain,

menarik

perhatian

konsumen,

memudahkan distribusi, penyimpanan dan pemajangan serta sebagai


tempat penempelan label yang berisi informasi tentang nama produk,
komposisi bahan (ingredient), berat bersih, nama dan alamat produsen atau
importir, nomor pendaftaran, kode produksi, tanggal kadaluarsa, petunjuk
penggunaan, informasi nilai gizi (nutrition fact), tanda halal, serta klaim
atau pernyataan khusus.

13

15
Persyaratan

yang

harus dipenuhi sebagai bahan

pengemas

yang baik adalah memiliki permeabilitas (kemampuan melewatkan) udara


yang sesuai dengan jenis bahan pangan yang akan dikemas, harus bersifat
tidak beracun dan inert (tidak bereaksi dengan bahan pangan), kedap air,
7

tahan panas, dan harga relatif murah (Anonymous , 2009). Berdasarkan


atas fungsinya, pengemas dibedakan menjadi 2 (dua) tipe yaitu pengemas
primer (pengemas utama) dan pengemas non primer atau pengemas
sekunder.
2.3.1

Pengemas Primer
Pengemas

primer

merupakan

pengemas

yang

langsung

berhubungan atau bersentuhan dengan bahan yang dikemas, sehingga


dipilih bahan pengemas yang tidak bereaksi dengan produk pangan.
Kemasan primer yang digunakan untuk mengemas produk sosis adalah
plastik transparan (tidak berwarna) dari bahan polietilen (PE) dengan
ketebalan 0,08 mm.
pangan yang
Polietilen

Pengemas

beraroma

seperti sosis

ini cocok untuk


yang

mengemas

akan disimpan

beku.

(PE) adalah jenis plastik yang harganya paling murah dan

memiliki beberapa varian


(LDPE),

jenis

High

antara

lain

Low

Density

Polyetilene

Density Polyetilene (HDPE), dan Polietelentereftalat

(PET). Polietilen memiliki sifat kuat bergantung variannya, transparan, dan


dapat direkatkan dengan panas sehingga mudah dibuat kantong plastik.
Keunggulan plastik jenis polietilen ini adalah memiliki kerapatan yang
tinggi, kuat dan tahan panas sehingga dapat
kerusakan

(Sulchan,

2007).

melindungi

produk

dari

Sebagai pengemas primer biasanya

plastik polietilen (PE) ini telah dilengkapi dengan label dan merek
perusahaan.
2.3.2

Pengemas Sekunder

14
primer,
kepada

15
Kemasan sekunder adalah kemasan lapis kedua setelah kemasan
dengan

tujuan

untuk

memberikan

perlindungan

ekstra

produk dengan kata lain kemasan sekunder digunakan untuk mengemas


dan melindungi produk yang telah dikemas dalam kemasan primer
(Astawan,
2008). Kemasan sekunder yang digunakan adalah nylon . Nylon
merupakan gabungan dari Polietilentereftalat

(PET) dan Oriented

Polystylene (OPP), berfungsi untuk mengemas produk yang membutuhkan


perlindungan ekstra terhadap udara dan kelembaban.
2.3.3

Pengemas Tersier
Menurut Bumi Lestari Mikronet (2006) berdasarkan

konstruksinya, dibagi menjadi 5 (lima) macam karton gelombang yaitu:


a. Karton
corrugated).

gelombang

muka

tunggal

(single-faced

Single Face adalah media corrugated di lapis pada satu sisi saja.
Tipe ini banyak dipakai pada industri gelas atau kaca sebagai pelapis.
Single face board juga banyak dipesan untuk dilaminasi dengan bahan
cetak yang lebih halus.
b. Karton
corrugated)

gelombang

muka

ganda

(double-faced

Double-faced corrugated adalah media corrugated yang di lapis


pada dua kedua sisi (atas dan bawah) dari gelombang flute. Board
type ini

mencakup

95%

dari

seluruh

corrugated

yang

diproduksi di Indonesia.
c. Karton
corrugated).

gelombang

Double

Wall

dinding

ganda

(double-wall

corrugated

adalah

media

corrugated

yang

mempunyai dua gelombang flute dan dilapisi pada sisi atas, tengah dan
bawah. Flute pada double wall biasanya flute B pada sisi atas dan flute
C pada sisi bawah. Board type ini memberi proteksi yang lebih besar
dari single wall, biasanya dipakai untuk kotak televisi, mesin ketik dan
alat - alat yang umumnya berat dan memiliki nilai ekonomis tinggi.

d. Karton
corrugated).

gelombang

dinding

triple

(triple-wall

17

17
Triple Wall corrugated adalah media corrugated yang mempunyai
tiga gelombang flute dan dilapis pada sisi atas, tengah atas,
tengah bawah dan sisi bawah. Board type ini adalah board yang paling
kuat dan juga paling mahal tetapi sangat jarang diproduksi karena
keterbatasan aplikasi.

e. Karton gelombang dinding tunggal dengan 2 (dua) fluting dilapis bersama


(Duo Arch Board).
Pada karton gelombang terdapat variasi jenis flute yang dapat
digunakan. Flute disini merupakan gelombang pada media kertas yang
dihasilkan melalui proses pembentukan, aplikasi adesi, pemanasan dan
penggabungan dengan kertas lapisan luar. Gelombang atau flute yang
terbentuk dalam media kertas memberikan daya tahan dan daya
absorbsi pada corrugated board. Corrugated Box yang di buat dari
corrugated board, biasanya gelombang flutes di bentuk pada sisi
vertikal untuk memberikan kekuatan stacking maksimum.
Karton

yang

digunakan

adalah

karton

gelombang

jenis

Double Wall dengan tipe flute BC. Jenis flute yang digunakan ini
memiliki kelebihan dibandingkan jenis flute yang lain. Flute B memiliki
ketahanan tekan datar yang lebih tinggi dibanding flute A, namun
mempunyai bantalan lebih rendah. Flute C merupakan pendekatan dari
sifat-sifat yang dimiliki flute A dan flute B. Flute A merupakan jenis flute
yang mempunyai sifat bantalan yang sangat baik. Dengan penggunaan
Double Wall tersebut memberi proteksi yang lebih besar daripada
penggunaan karton gelombang Single Wall. Karton bergelombang ini
digunakan sebagai pengemas tersier karena selain dapat berfungsi untuk
melindungi sosis dari lingkungan luar (suhu dan tekanan,) serta
memudahkan transportasi dan distribusi.

2.4

Proses Pengolahan
Proses

pengolahan

adalah

tahapan-tahapan

kegiatan

yang

dilakukan untuk mengubah bahan baku menjadi bahan setengah jadi atau
bahan

jadi dengan penanganan yang tepat, rencana, dan cepat.

Menurut Winarno (1994), kegiatan pengolahan adalah proses pembuatan


suatu bahan dari bahan mentah atau bahan dasar serta kegiatan-kegiatan
penanganan dan pengawetan bahan tersebut. Proses Pengolahan sosis sapi
ditunjukkan pada Gambar 2.2.
2.4.1

Penggilingan
Proses penggilingan merupakan proses pengecilan ukuran yang

dilakukan sehingga mempermudah penetrasi air dan bumbu-bumbu ke


dalam daging, mengekstrak protein yang terdapat dalam daging serta untuk
memudahkan pada tahapan pencampuran sehingga didapatkan adonan yang
homogen. Penggilingan juga akan mempengaruhi tekstur produk akhir
menjadi lebih lembut.
2.4.2

Penimbangan
Bahan yang akan diolah, baik bahan baku maupun bahan

tambahan akan melalui proses penimbangan terlebih dahulu. Penimbangan


bahan baku ini dilakukan secara manual.
2.4.3

Pencampuran
Proses pencampuran berlangsung selama 30 menit, berikutnya

adonan yang terbentuk dari dua mesin pencampur tersebut digabung


menjadi satu.
2.4.4

Pemasukan Adonan dalam Selongsong


Adonan yang berasal dari mesin pencampur akan dimasukkan

dalam selongsong. Selongsong yang digunakan adalah selongsong


buatan

19

19

yang terbuat dari plastik. Pembungkusan sosis ke dalam selongsong plastik


tersebut dilakukan dengan menggunakan mesin stuffer dengan tujuan
membentuk dan mempertahankan bentuk sosis.
2.4.5

Showering
Proses showering dilakukan dengan tujuan membersihkan bagian

luar selongsong sosis dari adonan-adonan yang menempel selama proses


pembentukan selongsong sehingga sosis terlihat bersih. Adonan yang
menempel pada bagian luar selongsong sosis dapat mempengaruhi
kenampakan sosis tersebut. Apabila masih terdapat adonan yang menempel
pada saat pemasakan, maka sosis matang yang dihasilkan akan memiliki
warna yang tidak seragam.
2.4.6

Pemasakan
Proses pemasakan bertujuan untuk menyatukan komponen

adonan sosis, memantapkan warna, dan menonaktifkan mikroba.


Pemasakan dapat meningkatkan atau menurunkan keempukan sosis. Hal
ini bergantung pada lama pemasakan, suhu pemasakan dan jenis daging
(Purwaningsih, 2009). Pemasakan sosis dilakukan dengan cara merebus
sosis sapi pada suhu 80o

90 C selama 45 menit dan tetap menjaga stabilitas suhu dengan


bantuan
thermometer
2004).
2.4.7

(Waridi,

Spraying
Proses spraying berlangsung selama 10 menit sampai tercapai
0

suhu produk 40 C. Proses tersebut dilakukan dengan air yang bersuhu


kamar secara terus menerus pada rantai-rantai selongsong sosis. Tujuan
dari proses tersebut adalah mencegah terjadinya overheating. Selain itu,
proses penurunan suhu tersebut juga bertujuan untuk memudahkan
konsumen mengupas pembungkus (selongsong) sosis yang tidak dapat
dimakan.

20

19
Daging
Sapi

Bahan
Tambahan

Penggilingan
Penimba
ngan
Pencampuran
30
Pemasukan dalam
selongsong
Showering
Pemasakan

Pengemasan

Pembekuan

Cartoning
Penyimpanan

Spraying

Pemotongan lilitan antar


sosis

Sosis Sapi

Gambar 2.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Sosis


Sumber : PT. CPI Food Processing Plant, Surabaya (2009)
secara terus menerus pada rantai-rantai selongsong sosis. Tujuan dari
proses tersebut adalah mencegah terjadinya overheating. Selain itu,
proses penurunan suhu tersebut juga bertujuan untuk memudahkan
konsumen mengupas pembungkus (selongsong) sosis yang tidak dapat
dimakan.

21
2.4.8

21
Pemotongan Lilitan Antar Sosis
Sebelum melakukan proses pengemasan, lilitan antara rantai-

rantai selongsong

sosis

akan

dipotong

secara

manual

dengan

menggunakan gunting oleh para pekerja.


2.4.9

Pengemasan
Hasil potongan lilitan antara rantai-rantai selongsong sosis

diletakkan dalam suatu bak penampung yang selanjutnya diletakkan di


bagian pengemasan. Pengemasan dilakukan secara manual oleh para
pekerja. Sosis dimasukkan di dalam pengemas yang telah diberi kode
produksi dan tanggal kadaluarsa sesuai dengan batch produksi. Proses
sealing dilakukan dengan mesin vakum
2.4.10

Pembekuan
o

Pembekuan dilakukan pada suhu -40 C selama


dalam suatu ruang yang disebut dengan Air

jam di

Blast Freezer (ABF). Hal


o

tersebut dilakukan agar produk sosis mencapai suhu -18 C. Selama


proses pembekuan akan dilakukan proses pengendalian suhu dan
melakukan pengontrolan pada suhu inti sosis dengan menggunakan
termometer. Sampel untuk pengecekan suhu tersebut diambil dari bagian
0

tengah, apabila suhu sosis bagian tengah sudah mencapai -18 C maka
dianggap semua sosis sudah mencapai suhu tersebut.
2.4.11

Cartoning
Setelah melewati proses pembekuan, dilakukan pengemasan

dengan menggunakan karton. Proses pengemasan ini dilakukan oleh tenaga


pekerja dan dilanjutkan perekatan. Perekatan yang kurang bagus akan
dilepas dan akan dilakukan proses perekatan kembali hingga baik.

2.4.12

Storage
Proses penyimpanan produk akhir dilakukan dalam cold storage
o

dengan kondisi suhu -20 C dan akan berlangsung hingga produk akan
dimuat.

Anda mungkin juga menyukai