Anda di halaman 1dari 12

PROSES FERMENTASI DENGAN BAKTERI ASAM LAKTAT

TERHADAP SIFAT KIMIA DENDENG SAPI IRIS DAN GILING

Oleh : Akram Hamidi

1. Pendahuluan
Daging merupakan salah satu bahan pangan bergizi tinggi
yang sangat bermanfaat bagi manusia terutama sebagai sumber
protein hewani yang dibutuhkan oleh tubuh. Kualitas daging
secara keseluruhan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pakan
saat ternak masih hidup, kondisi kesehatan ternak, perlakuan
terhadap ternak sebelum dipotong dan sesaat setelah dipotong,
kualitas mikroorganisme serta nilai palatabilitasnya. Palataibilitas
daging sangat dipengaruhi oleh komposisi kimia yang berada di
dalam daging. Daging juga merupakan media yang sangat baik
untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme baik
patogen maupun non patogen, yang dapat menyebabkan daging
mudah rusak atau busuk serta dapat sebagai sumber penularan
penyakit.
Cara yang dilakukan agar daging lebih tahan terhadap
kerusakan, mampu mempertahankan kualitas nutrisi serta memiliki
penampilan yang lebih menarik adalah dengan membuat suatu
produk olahannya. Dendeng merupakan salah satu produk olahan
daging yang telah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia, dapat
terbuat dari daging sapi, ayam, babi, kambing maupun itik. Proses
pembuatan dendeng umumnya dilakukan dengan cara daging diiris
tipis atau dihancurkan kasar kemudian dicetak. Proses
penggilingan mampu meningkatkan flavor dan tekstur dendeng
yang dihasilkan karena bumbu yang ditambahkan akan meresap
lebih merata ke seluruh permukaan dendeng. Proses penggilingan
juga akan meningkatkan kecernaan protein dendeng melalui
pemotongan serat-serat otot sehingga mudah terdegradasi oleh
aktivitas proteolitik mikroorganisme menjadi bentuk yang lebih
sederhana yakni asam amino. Menurunnya kadar air juga dapat
menyebabkan berkurangnya kandungan beberapa zat gizi seperti
karbohidrat dan vitamin-vitamin larut air.
Pada proses pembuatan dendeng sapi secara tradisional,
secara umum daging akan mengalami proses fermentasi spontan.
Kondisi lingkungan di dalam dendeng yang mendukung
menyebabkan beberapa mikroorganisme yang tidak diinginkan
seperti bakteri dan kapang akan dengan mudah tumbuh dan
melakukan aktivitas fermentasi. Masalah utama yang terjadi pada
proses fermentasi spontan adalah proses fermentasi berjalan tidak
terkontrol sehingga mengakibatkan kualitas dendeng yang
bervariasi. Penambahan starter bakteri fermentasi ke dalam
dendeng diharapkan mampu mengontrol proses fermentasi
sehingga perubahan-perubahan yang diinginkan dapat dicapai.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa proses fermentasi mampu
meningkatkan kualitas fisik dan kimia dendeng, juga dapat
meningkatkan keamanan serta umur simpannya.
Dendeng yang bermutu baik harus memenuhi spesifikasi
persyaratan mutu seperti pada dendeng sapi, sehingga produk
yang dihasilkan dapat diterima di pasaran dan memiliki nilai
ekonomi yang tinggi. Spesifikasi persyaratan mutu dendeng dapat
dilihat pada Tabel 2.

Spesifikasi Persyaratan Mutu Dendeng


Persyaratan
No Jenis
Mutu I Mutu II
Khas dendeng Khas dendeng
1 Warna dan aroma
sapi sapi
2 Kadar air Maks. 12% Maks. 12%
3 Kadar protein Min. 30% Min. 25%
4 Abu (b/bk) Maks. 1% Maks. 1%
5 Benda asing Maks. 1% Maks. 1%
Kapang dan
6 Tidak nampak Tidak Nampak
serangga
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1992)
2. Fermentasi
Fermentasi telah dikenal sejak lama dalam proses
pengawetan bahan pangan.Fermentasi merupakan suatu proses
oksidasi dan reduksi di dalam sistem biologiyang menghasilkan
energi dan menggunakan donor dan akseptor berupa
senyawaorganik (Winarno dan Fardiaz, 1990). Proses fermentasi
sangat bergantung padajenis mikroorganisme starter yang
digunakan serta tipe produk yang diinginkan. Semua proses
fermentasi berada di bawah kondisi anaerob obligat (Steiner et al.,
1983). Kelompok mikroorganisme yang berperan dalam keadaan
seperti itu adalah anaerob obligat dan anaerob fakultatif yang
mampu tumbuh dengan baik dengan atau
tanpa udara.
3. Pengasapan
Pengasapan adalah proses tertariknya air dan meningkatnya
kadar asam serta pengendapan senyawa kimia dari asap kayu.
Tujuan dari pengasapan adalah untuk mematangkan daging,
meningkatkan cita rasa dan penampakan, antioksidan serta
antimikroba. Selain itu, proses pengasapan juga mampu
menghambat oksidasi lemak (Rogers et al., 2001).
Pengasapan merupakan salah satu cara pengawetan pangan
yang sudah lama dipraktekan, misalnya dalam pengasapan daging.
Proses pengawetan yang diakibatkan pengasapan terjadi karena
kombinasi beberapa faktor. Asap sebagai hasil pembakaran kayu
mengandung sejumlah kecil formaldehida dan senyawa lainnya
yang bersifat sebagai pengawet. Disamping itu, dalam pengasapan
ada faktor panas yang diberikan yang berfungsi membunuh
mikroba (Lawrie, 1995).
Senyawa kimia utama yang terdapat dalam asap, antara lain
adalah asam formiat, asetat, butirat, kaprilat, vanilat, dan asam
siringat, dimetoksifenol, metal glioksal, furfural, metanol, etanol,
oktanal, asetaldehid, diasetil, aseton, dan 3,4 benzpiren. Alkohol
dan asam-asam tersebut berasal dari dekomposisi selulosa dan
hemiselulosa pada temperatur yang lebih rendah daripada lignin.
Dekomposisi lignin terjadi pada temperatur di atas 3100 C dan
menghasilkan substansi fenolik dan tar (Lawrie, 1995).
Perubahan nilai gizi protein bahan berdaging selama
pengasapan akibat panas, sebanding dengan perubahan akibat
panas dalam proses lainnya. Setiap perubahan nilai gizi yang dapat
terjadi akibat dehidrasi biasa, diduga berlangsung dibawah kondisi
pengasapan. Lebih lanjut, susutnya air menyebabkan peningkatan
konsentrasi garam, bahan curing lainnya dan komponen asap.
Gejala ini khas untuk pengasapan dan mungkin sekali
menghasilkan perubahan tambahan dalam nilai gizi produk yang
diasap.
4. Kadar Air
Air merupakan komponen terbesar dari daging segar serta
sangat berperan dalam menentukan kualitas dendeng. Beberapa
parameter kualitas dendeng sangat dipengaruhi oleh kandungan
air di dalamnya, antara lain penampakan, cita rasa, tekstur, daya
terima produk, kesegaran dan daya tahan dendeng (Winarno,
1997).
Kadar air daging segar yang digunakan pada penelitian ini
sebesar 75,72% (bb). Gambar 5 memperlihatkan kadar air
dendeng iris dan dendeng giling setelah fermentasi atau sebelum
pengasapan cenderung masih tinggi. Kadar air dendeng fermentasi
iris menjadi 75,97% (bb), sedangkan kadar air dendeng
fermentasi giling menjadi 75,67% (bb) tidak berbeda jauh
dibandingkan dengan daging segar. Kondisi ini disebabkan adanya
metabolisme aerobik mikroorganisme yang terjadi selama proses
fermentasi. Proses metabolisme ini akan menghasilkan CO2 dan
H2O (Rahman, 1989). Pembentukkan H2O tersebut
mengakibatkan kadar air dendeng fermentasi tetap tinggi.
Badan Standardisasi Nasional (1992) dalam SNI 01-2908-
1992 tentang dendeng sapi, menyebutkan bahwa kadar air
maksimal dendeng sapi untuk kualitas I dan II adalah 12% (bb).
Hasil analisis proksimat menunjukan bahwa kadar air dendeng
fermentasi yang diperoleh masih lebih tinggi sehingga belum
memenuhi persyaratan BSN (1992).
5. Kadar Protein
Menurut Fardiaz (1992), protein merupakan komponen kimia
terbesar dalam daging yang mempunyai peranan penting bagi
pertumbuhan, perawatan sel serta sebagai sumber kalori. Hal yang
sama dikemukakan oleh Winarno (1997), yang menyatakan bahwa
protein merupakan zat makanan yang sangat penting bagi tubuh,
karena berfungsi sebagai sumber energi, zat pembangun dan
pengatur dalam tubuh.
Kadar protein daging segar yang digunakan dalam penelitian
ini sebesar 73,72% (bk). Gambar 6 memperlihatkan perubahan
kadar protein dendeng iris dan giling setelah dilakukan fermentasi
atau sebelum dilakukan pengasapan. Kadar protein dendeng
fermentasi iris memiliki kecenderungan meningkat menjadi
81,77% (bk), sedangkan kadar protein dendeng fermentasi giling
cenderung tetap yakni sebesar 72,13% (bk). Proses pengirisan
tidak menyebabkan air dalam daging banyak keluar, sehingga
hampir seluruh protein dapat dipertahankan. Ketersediaan air yang
cukup juga merangsang sel-sel kultur starter bakteri dapat tetap
hidup bahkan mungkin berkembang biak sehingga akan
memberikan sumbangan kandungan protein pada dendeng iris
fermentasi. Keberadaan mikroba di dalam dendeng iris ini
menyebabkan peningkatan kadar proteinnya.
Badan Standardisasi Nasional (1992) dalam SNI 01-2908-
1992 tentang dendeng sapi, menetapkan bahwa kadar protein
minimal dendeng sapi untuk kualitas I dan II berturut-turut adalah
30% dan 25% (bk). Hasil analisis proksimat menunjukan bahwa
kadar protein dendeng fermentasi iris dan dendeng fermentasi
giling telah memenuhi standar BSN pada kualitas I.
6. Kadar Lemak
Menurut Warris (2000), lemak sangat berperan dalam
menentukan kehalusan dan kelembutan suatu bahan pangan. Hal
yang sama dikemukakan oleh Ketaren (1986) yang menyatakan,
bahwa lemak dalam bahan pangan berfungsi untuk memperbaiki
penampilan dan struktur fisik bahan pangan, meningkatkan nilai
gizi dan kalori serta memberikan cita rasa yang gurih pada bahan
pangan.
Kadar lemak daging segar yang digunakan pada penelitian ini
sebesar 6,05% (bk). Perubahan kadar lemak setelah proses
fermentasi atau sebelum dilakukan pengasapan menjadi 6,03%
(bk) untuk dendeng iris, sedangkan kadar lemak dendeng giling
menjadi 7,83% (bk). Nilai rataan kadar lemak kedua jenis dendeng
selama proses fermentasi tidak menunjukan perbedaan yang
berarti.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981) tentang
dendeng sapi, menetapkan bahwa kadar lemak dendeng sapi tidak
lebih dari 9,00% (bb). Rata-rata kadar lemak dendeng fermentasi
iris sebesar 3,03% (bb) dan kadar lemak dendeng fermentasi
giling sebesar 2,04% (bb). Kadar lemak dendeng fermentasi hasil
penelitian ini telah memenuhi persyaratan.
7. Kadar Abu
Menurut Winarno (1997), kadar abu atau dikenal juga dengan
kadar mineral adalah residu anorganik yang dihasilkan dari
pembakaran zat-zat organik pada suhu 400-600 0C. Komponen-
komponen mineral dalam tubuh ternak terdiri atas komponen
makro (Na, Cl, Ca, P, Mg dan S) dan komponen mikro (Fe, I, Mn,
Cu, Zn, Co dan F). Pengukuran kadar abu bertujuan untuk
mengetahui kandungan mineral total dalam dendeng fermentasi.
Kadar lemak daging segar yang digunakan pada penelitian ini
sebesar 6,05% (bk). Gambar 7 memperlihatkan perubahan kadar
lemak setelah proses fermentasi atau sebelum dilakukan
pengasapan menjadi 6,03% (bk) untuk dendeng iris, sedangkan
kadar lemak dendeng giling menjadi 7,83% (bk). Nilai rataan
kadar lemak kedua jenis dendeng selama proses fermentasi tidak
menunjukan perbedaan yang berarti.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981) tentang
dendeng sapi, menetapkan bahwa kadar lemak dendeng sapi tidak
lebih dari 9,00% (bb). Rata-rata kadar lemak dendeng fermentasi
iris sebesar 3,03% (bb) dan kadar lemak dendeng fermentasi
giling sebesar 2,04% (bb). Kadar lemak dendeng fermentasi hasil
penelitian ini telah memenuhi persyaratan.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2908-1992. Dendeng


Sapi. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Dasar 1. PT. Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta.

Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging. Edisi Kelima. Terjemahan:


Parakassi, A. dan Y. Amwila. Universitas Indonesia Press,
Jakarta.

Rogers, R.W., Y.H. Hui, N. Wai-Kit and O.A. Young. 2001. Meat
Science and Applications. Marcel Dekker, Inc: New York.

Steiner, R.Y., E.A. Adelberg and J. Ingraham. 1983. Dunia Mikroba


2. Terjemahan: A. W. Gunawan., S. Angka, K.G.J Hastowo
dan B. Lay. Penerbit Bharata Karya Aksara, Jakarta.

Warris, D. D. 2000. Meat Science. CABI Publishing, Welling dan


Ford.
Winarno, A.A. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F. G. dan S. Fardiaz. 1990. Pengantar Teknologi Pangan.


PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
LAMPIRAN

Daging sapi giling Setelah fermentasi Setelah pengasapan

Daging sapi giling Setelah fermentasi Setelah pengasapan

Anda mungkin juga menyukai