Anda di halaman 1dari 12

Gambaran Umum Daging Sapi

Daging sapi (Bahasa Inggris: beef) adalah jaringan otot yang diperoleh dari sapi yang
biasa dan umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan. Di setiap daerah,
penggunaan daging ini berbeda-beda tergantung dari cara pengolahannya. Sebagai contoh has
luar, daging iga dan T-Bonesangat umum digunakan di Eropa dan di Amerika Serikat sebagai
bahan pembuatan steak sehingga bagian sapi ini sangat banyak diperdagangkan. Akan tetapi
seperti di Indonesia dan di berbagai negara Asia lainnya daging ini banyak digunakan untuk
makanan berbumbu dan bersantan sepertisup konro dan rendang.
Selain itu ada beberapa bagian daging sapi lain
seperti lidah, hati, hidung, jeroandan buntut hanya digunakan di berbagai negara tertentu sebagai
bahan dasar makanan.
2.1.1 Kadar Air pada Daging Sapi
Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa komponen, di
samping ikut sebagai bahan pereaksi, sedangkan bentuk air dapat ditemukan sebagai air bebas
dan air terikat. Air bebas dapat dengan mudah hilang apabila terjadi penguapan dan pengeringan,
sedangkan air terikat sulit dibebaskan dengan cara tersebut. Air dapat terikat secara fisik, yaitu
ikatan menurut sistem kapiler dan air terikat secara kimia, antara lain kristal dan air yang terikat
dalam sistem dispersi. Air yang diikat dalam daging dapat dibagi dalam tiga komponen, yaitu air
yang terikat secara kimiawi oleh protein daging sebesar 4 5% yang merupakan lapisan
monomolekuler pertama. Lapisan kedua adalah air yang terikat agak lemah dari molekul air
terhadap kelompok hidrofilik yakni sebesar 4%. Lapisan ketiga merupakan air bebas yang
terdapat di antara molekul-molekul protein yang memiliki jumlah terbanyak. Kadar air dalam
daging berkisar antara 6070% dan apabila bahan (daging) mempunyai kadar air tidak terlalu
tinggi atau tidak terlalu rendah yaitu antara kisaran 15 50% maka bahan (daging) tersebut dapat
tahan lama selama penyimpanan (Prabu, 2009).
2.1.2 pH Daging Sapi
Pada hewan potong, pH daging sesudah disembelih berkisar antara 6.7 8. Pada daging
sapi dalam waktu 25 jam sesudah dipotong terjadi penurunan pH hingga 5.6 5.8 di dalam
semua otot-otot (Resang, 1982). Buckle et al (1985) menyatakan bahwa pH rendah berada
sekitar 5.1 6.1 menyebabkan daging mempunyai struktur terbuka, sedangkan pH tinggiberada
sekitar 6.2 7.2 menyebabkan daging pada tahap akhir akan mempunyai struktur yang tertutup
atau padat dan lebih memungkinkan untuk perkembangan mikroorganisme. Pemberian istirahat
yang cukup pada ternak sebelum dipotong atau pemberian gula dalam pakan atau air minum
dapat membangun glikogen urat daging, dapat memberikan pH akhir yang lebih rendah sehingga
daya simpannya meningkat. Selanjutnya Soeparno (1994) menambahkan bahwa untuk produk
awetan daging kering seperti dendeng yang mempunyai kadar air 15 20% pH-nya berkisar
antara 4.5 5.1. Soputan (2000) menyatakan nilai pH dendeng sapi giling lebih tinggi dari nilai
pH dendeng daging sapi iris. Lebih tingginya nilai pH dendeng daging sapi giling disebabkan
pengaruh pencampuran bumbu yang lebih sempurna pada daging sapi giling. Selanjutnya
dinyatakan lamanya waktu penyimpanan pada suhu kamar menaikkan pH dendeng daging sapi.
Naiknya nilai pH dendeng selama periode penyimpanan pada suhu kamar karena air yang terikat
pada protein sudah mulai keluar sehingga jumlah air bebasnya meningkat yang berarti kondisi
daging menjadi alkalis dan pH-nya naik (Soputan, 2000)
2.1.3 Nilai Gizi pada Daging Sapi
Menurut Lawrie (1991) Daging sebagai sumber protein hewani memiliki nilai
hayati (biologicalvalue) yang tinggi, mengandung 19% protein, 5% lemak, 70% air, 3,5% zat-
zatnon protein dan 2,5% mineral dan bahan-bahan lainnya (Forrest et al.1992).Komposisi daging
menurut Lawrie (1991) terdiri atas 75% air, 18% protein, 3,5%lemak dan 3,5% zat-zat non
protein yang dapat larut. Secara umum, komposisikimia daging terdiri atas 70% air, 20% protein,
9% lemak dan 1% abu. Jumlah ini
akan berubah bila hewan digemukkan yang akan menurunkan persentase air dan protein serta
meningkatkan persentase lemak.
Daging merupakan sumber utama untuk mendapatkan asam amino esensial. Asam amino
esensial terpenting di dalam otot segar adalah alanin, glisin, asam glutamat, dan histidin. Daging
sapi mengandung asam amino leusin, lisin, dan valin yang lebih tinggi daripada daging babi atau
domba. Pemanasan dapat mempengaruhi kandungan protein daging. Daging sapi yang
dipanaskan pada suhu 70oC akan mengalami pengurangan jumlah lisin menjadi 90 persen,
sedangkan pemanasan pada suhu 160oC akan menurunkan jumlah lisin hingga 50 persen.
Pengasapan dan penggaraman juga sedikit mengurangi kadar asamamino.
Kandungan lemak pada daging menentukan kualitas daging karenalemak menentukan
cita rasa dan aroma daging. Keragaman yang nyata pada komposisi lemak terdapat antara jenis
ternak memamah biak dan ternak tidak memamah biak adalah karena adanya hidrogenasi oleh
mikroorganisme rumen. Lawrie (1991) menyatakan lemak sapi kaya akan asamstearat, asam
palmitat dan asam oleat.
Komposisi Kimia Retail Cuts
Jenis daging Kadar (persen) Kilokalori
Karkas Protein Air Lemak (per 100 gram)
Chuck 18,6 65 16 220
Flank 19,9 61 18 250
Loin 16,7 57 25 290
Rib 17,4 59 23 280
Round 19,5 69 11 160
Rump 16,2 55 28 320
Sumber: (Diana, 2011)
Komposis Daging Tanpa Lemak dan Berlemak
Komposisi (%) Daging tanpa lemak Daging berlemak
Air 70 62
Protein 20 17
Lemak 9 20
Sumber: (Diana, 2011)

Komposisi Asam Amino dalam Daging


Jenis asam amino Kadar Jenis asam amino non Kadar
esensial (%) esensial (%)

Arginin 6,9 Alanin 6,4


Histidin 2,9 Asam aspartat 8,8
Isoleusin 5,1 Sistin 1,4
Leusin 8,4 Asam glutamat 14,4
Lisin 8,4 Glisin 7,1
Metionin 2,3 Prolin 5,4
Phenilalanin 4,0 Serin 3,8
Theronin 4,0 Tirosin 3,2
Thripthopan 1,1
Valin 5,7
Sumber: (Diana, 2011)

2.1.4 Mikroba Daging Sapi


Menurut Frazier (1997), mikroorganisme yang terdapat dalam daging adalah khamir
(yeast), jamur benang (mold), dan bakteri yang dapat merugikan atau membahayakan manusia
yang mengkonsumsinya. Mikroorganisme yang merusak daging berdasarkan dari ternak hidup
yang terinfeksi dan terkontaminasi. Awal kontaminasi pada daging berasal dari
mikroroganisme yang memasuki peredaran darah pada saat penyembelihan jika alat-alat
yang digunakan untuk mengeluarkan darah tidak steril. Pembusukan daging disebabkan
antara lain adanya penguraian bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri yang menghasilkan gas
dan bau busuk. Kerusakan bahan pangan dapat disertai dengan perubahan komposisi. Proses
dekomposisi daging dimulai setelah hewan mati. Jaringan-jaringan tersebut tidak begitu tahan
lama terhadap kegiatan mikroorganisme yang dapat mengakibatkan kerusakan daging. Jamur dan
bakteri dapat menguraikan karbohidrat, protein, dan lemak menjadi komponen yang lebih
sederhana. Daging mulai membusuk apabila koloni bakteri sudah mencapai jumlah lebih
dari 5 x 106 koloni bakteri per gram. Daging sapi bagian paha dalam keadaan segar
mempunyai jumlah koloni bakteri log x sama dengan 5.98. Total jamur untuk bahan pangan tidak
boleh lebih dari 104 107, selebihnya tidak memenuhi syarat. Setiap mikroba mempunyai suhu
maksimal, optimal, dan juga minimal untuk pertumbuhannya. Suhu ketika suatu bahan makanan
disimpan sangat besar pengaruhnya terhadap jenis mikroba yang dapat tumbuh serta
kecepatannya untuk pertumbuhan. Jamur dapat tumbuh pada suhu 25 37 0C dan di atas 37 0C.
(Anonim, 2011).
2.2 Keamanan Daging Sapi
Beberapa indikator dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa suatu pangan
tidak aman. Tanda tanda yang mudah ditemukan antara lain berbau busuk atau tengik, terdapat
kotoran berupa kerikil, potongan kayu atau kaca atau terdapat belatung. Namun, masih ada bahan
bahan lain yang tidak kasat mata yang dapat menyebabkan pangan berbahaya bagi kesehatan,
yaitu mikroorganisme misalnya virus atau bakteri serta racun yang dihasilkannya, yang mungkin
terdapat pada sayuran, susu, kacang tanah, daging, ikan, dan lain-lain (Mukono, 2000).
Kelompok mikroorganisme yang menyebabkan bahaya tersebut biasa disebut patogen.
Bahan lain yang juga berbahaya bagi kesehatan adalah pewarna, pengawet, dan bahan tambahan
lain dari jenis yang tidak diperuntukkan untuk pangan seperti formalin. Bahan tambahan dari
jenis yang aman yang digolongkan sebagai bahan tambahan pangan juga dapat
mengganggu kesehatan, apabila digunakan sembarangan dan dengan takaran yang tidak
sesuai (Mukono, 2000).
Saat ini masih banyak ditemukan proses penanganan karkas di rumah potong yang belum
memenuhi ketentuan GHP. Proses penirisan darah yang kurang sempurna saat
penyembelihan sehingga warna daging menjadi kehitam-hitaman dan mudah tercemar
mikroba yang menyebabkan masa simpan daging menjadi singkat. Penanganan sejak di
rumah potong hingga ke konsumen dapat merubah mutu secara alamiah ataupun akibat tercemar
dari lingkungan. Daging sangat sensitif terhadap mikroba pembusuk karena sifat
fisikokimianya (water activity, pH, zat gizi/nutrisi) mendukung pertumbuhan mikroba.
Sebagian besar mikroba patogen terdapat pada kulit atau permukaan luar daging yang
terkontaminasi selama proses penyembelihan. Oleh karena itu, walaupun ternak yang dipotong
sehat jika proses penyembelihan tidak memenuhi syarat maka kecenderungan
menimbulkan bahaya dan penyakit sangat besar.
Sebagai bahan pangan, daging memiliki potensi bahaya yaitu biologi, fisik dan kimia.
Bahaya biologi disebabkan oleh mikroba patogen; bahaya kimia ditimbulkan oleh adanya
cemaran residu antibiotik, hormon, pestisida; dan bahaya fisik disebabkan oleh cemaran
logam, dan lain-lain. Bahaya-bahaya tersebut dapat terjadi selama proses pemeliharaan
ternak, proses penyediaan sejak penyembelihan hingga cutting dan proses pengolahan
menjadi produk olahan.
Daging mudah sekali mengalami kerusakan oleh mikroba. Kerusakan daging
ditandai oleh adanya perubahan bau dan timbulnya lendir yang biasanya terjadi jika
jumlah mikroba menjadi jutaan atau ratusan juta sel atau lebih per 1 cm luas permukaan
daging . Kerusakan mikroba pada daging terutama disebabkan oleh pertumbuhan bakteri
pembusuk dengan tanda-tanda sebagai berikut:
- Pembentukan lendir
- Perubahan warna
- Perubahan bau menjadi busuk karena terjadi pemecahan protein dan terbentuknya
senyawa-senyawa berbau busuk seperti ammonia, H2S dan senyawa lain-lain.
- Perubahan rasa menjadi asam dan pahit karena pertumbuhan bakteri pembentukan
asam dan senyawa pahit
- Terjadi ketengikan yang disebabkan pemecahan atau oksidasi lemak
daging (Distanikhut, 2009).
2.2.1 Syarat dan Perlakuan Pada Ternak Sapi Sebelum Disembelih
Salah satu tujuan menyembelih/memotong ternak sapi di Rumah Pemotongan Hewan (RPH)
adalah untuk mendapatkan daging sapi yang memnuhi persyaratan dengan kualitas
daging yang dihasilkan baik (Abrianto, 2011).
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum penyembelihan agar kualitas
daging yang dihasilkan baik antara lain (Abrianto,2011) :
1. Sanitasi
Sanitasi pada RPH harus terjamin dengan baik. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah
merancang fasilitas RPH yang mudah dibersihkan. Sarana utama yang harus menjadi perhatian
adalah kandang penampungan. Karena ditempat inilah kontaminasi bakteri pathogen umumnya
terjadi.
Selain itu, kebersihan tubuh ternak juga perlu diperhatikan karena kulit merupakan sumber utama
bagi kontaminasi bakteri pada karkas selama proses pemotongan dan pengeluaran isi dalam
ternak. Kulit termasuk bulu-bulu merupakan pembawa bermacam mikroorganisme
khususnya Escherichia coli, Clostridium perfiringers, Staphylococcus aureus dan Streptocoques
fecaux yang bisa berasal dari bahan feses maupun dari tanah dan air. Kontaminasi bakteri pada
karkas dapat terjadi melalui bantuan udara dan kondensasi akibat perbedaan antar temperatur
ternak dengan temperatur runagan pemotongan pada saat pengulitan ternak. Kontaminasi juga
dapat terjadi akibat kontak anatara tangan pekerja dengan bulu-bulu pada kulit dengan karkas.
2. Keadaan Fisiologis
a. Pengaruh pakan sebelum pemotongan
Komposisi ransum memperlihatkan pengaruh terhadap :
Mikroflora pada saluran pencernaan. Pemberian ransum basal terdiri dari biji-bijian atau
gandum yang diperkaya vitamin dan mineral selama beberapa minggu akan menurunkan jumlah
bakteri Coli aerogen dan Euterobaceteri pada usus halus.
b. Pengaruh pengangkutan sebelum pemotongan
Pengangkutan ternak ke rumah potong hewan (RPH) mengakibatkan sejunlah agresi psikis dan
fisik luka-luka akibat pukulan tongkat atau tendangan kaki diantara sapi, luka yang diakbiatkan
gesekan pada lantai kendaraan, perkelahian antara sapi pada umur dan jenis kelamin yang
berbeda, kesulitan metabolime sirkulasi, terutama bila sapi memperoleh pakan yang berarti
sebelum pengangkutan. Sejumlah agresi ini akan memberikan konsekuensi terhadap kualitas
saniter pada daging. Akibatnya sifat-sifat bakteriside pada darah hanya terjadi pada ternak-ternak
yang dipotong dalam kondisi kesehtan yang sempurna selama beberapa jam setelah ternak
disembelih. Namun ternak yang disembelih dalam keadaan darurat, karena luka atau kecapaian,
mengakibatkan pengeluaran darah yang sangat sering tidak sempurna. Stress yang sangat berarti
selama pengangkutan akan meningkatkan infeksi salmonella pada ternak khusunya pada babi.
3. Pengaruh waktu istirahat sebelum pemotongan
Kontaminasi pada karkas dapat terjadi melalui tempat istirahat sebelum pemotongan. Untuk itu
tempat istirahat tersebut perlu scara teratur dibersihkan dan disinfektan.
Tingkat kontaminasi meningkat dengan meningkatnya jumlah salmonella pada tanah dan waktu
istirahat yang lebih lama. Kontaminasi yang rendah pada tempat istirahat mengakibatkan
kontaminasi salmonella pada 40-60% ternak (dalam feses) sesudah tujuh hari istirahat. Sedang
pada kontaminasi tanah yang tinggi (105 Salmonella/gram, tanah) mengakibatkan kontaminasi
pada 90-100% ternak yang dimulai pada hari ke 2 dan ke 3 istirahat dan seterusnya akan semaikn
meningkat jumlahnya.
Dalam hal ini meminimalkan terjadinya luka memar dan menghindari terjadinya ketegangan
sejak ternak diangkut dari peternakan sampai pada saat menurunkan ternak di tempat
penampungan atau tempat isitirahat di RPH sebelum pemotongan dilaksanakan. Di beberapa
negara waktu istirahat berlangsung selama 24 jam, dimaksudkan selain untuk istirahat juga untuk
mengosongkan saluran pencernaan. Istirahat diatas delapan jam dan tidak melebihi 12 jam
merupakan kondisi yang baik untuk memulihkan kelelahan ternak yang timbul selama
pengangkutan. Istirahat diatsa 12 jam memperlihatkan kecenderungan pH akhir meningkat
kembali, ini disebabkan karena selama itu ternak tidak mendapat makan akibatnya ternak
kembali mengalami stres dan kelaparan. Selain itu, ternak yang diistirahatkan lebih dari 24 jam,
perlu diberikan pakan berupa rumput atau hay berkualitas tinggi dan air minum untuk
menurunkan pH akhir otot.
2.3 Penanganan Pasca Panen/ Sembelih
2.3.1 Penyimpanan Daging Sapi
Daging sangat memenuhi syarat untuk pertumbuhan dan perkembangbiakkan
mikroorgansime, karena mempunyai kadar air atau kelembaban yang tinggi, adanya oksigen,
tingkat keasaman dan kebasaan (pH) serta kandungan nutrisi yang tinggi. Karena itu daging
sangat mudah mengalami kerusakan apabila disimpan pada suhu kamar. sel-sel yang terdapat
dalam daging mentah masih terus mengalami proses kehidupan, sehingga di dalamnya masih
terjadi reaksi-reaksi metabolisme. Kecepatan proses metabolisme tersebut sangat tergantung
pada suhu penyimpanan. Semakin rendah suhu semakin lambat proses tersebut berlangsung dan
semakin lama daging dapat disimpan. Di samping itu suhu penyimpanan yang rendah juga
menghambat pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri pembusuk yang terdapat pada
permukaan daging.daging segar atau mentah tanpa pendinginan yang disimpan pada suhu kamar
(27 0C) hanya dapat bertahan selama 25 jam dan lebih dari itu sudah menunjukkan adanya
pembusukan pada daging tersebut. Daging segar dalam suhu kamar hanya mampu bertahan 1 2
hari. Oleh karena itu bila masih ingin disimpan selama 1 minggu maka daging tersebut harus
diolah untuk menghasilkan berbagai bentuk baru atau dilakukan pengawetan dengan
menggunakan bahan pengawet kimia. Dengan demikian proses kerusakan dapat dihambat dan
usia simpan dapat diperpanjang melalui penyimpanan yang sesuai untuk daging olahan, seperti
dendeng daging sapi, agar kualitasnya dapat dipertahankan pada penyimpanan suhu kamar.
(Anonim, 2011)
Penyimpanan bahan makanan merupakan satu dari 7 prinsip higiene dan sanitasi
makanan. Penyimpanan bahan makanan yang tidak baik, terutama dalam jumlah yang banyak
(untuk katering dan jasa boga) dapat menyebabkan kerusakan bahan makanan tersebut. Adapun
tata cara penyimpanan bahan makanan yang baik menurut higiene dan sanitasi makanan adalah
sebagai berikut (Prabu, 2009) :
a. Suhu penyimpanan yang baik
Setiap bahan makanan mempunyai spesifikasi dalam penyimpanan tergantung kepada besar dan
banyaknya makanan dan tempat penyimpanannya. Sebagian besar dapat dikelompokkan
menjadi:
1. Makanan jenis daging, ikan, udang dan olahannya
Menyimpan sampai 3 hari : -50 sampai 00 C
Penyimpanan untuk 1 minggu : -190 sampai -50 C
Penyimpanan lebih dari 1minggu : dibawah -100 C
2. Makanan jenis telor, susu dan olahannya
Penyimpanan sampai 3 hari : -50 sampai 70 C
Penyimpanan untuk 1 minggu : dibawah -50 C
Penyimpanan paling lama untuk 1 minggu : dibawah -50 C
Makanan jenis sayuran dan minuman dengan waktu penyimpanan paling lama 1 minggu yaitu
70 sampai 100 C
3. Tepung, biji-bijian dan umbi kering pada suhu kamar (250C).

b. Tata cara Penyimpanan


Peralatan penyimpanan
a) Penyimpanan suhu rendah dapat berupa:
Lemari pendingin yang mampu mencapai suhu 10 0 150 C untu penyimpanan sayuran,
minuman dan buah serta untuk display penjualan makanan da minuman dingin.
Lemari es (kulkas) yang mampu mencapai suhu 10 - 40 C dalam keadaanisi bisa digunakan
untuk minuma, makanan siap santap dan telor.
Lemari es (Freezer) yang dapat mencapai suhu -50 C, dapat digunakan untuk penyimpanan
daging, unggas, ikan, dengan waktu tidak lebih dari 3 hari.
Kamar beku yang merupakan ruangan khusus untuk menyimpan makanan beku (frozen food)
dengan suhu mencapai -200 C untuk menyimpan daging dan makanan beku dalam jangka waktu
lama.
b) Penyimpanan suhu kamar
Untuk makanan kering dan makanan terolahan yang disimpan dalam suhu kamar, maka rang
penyimpanan harus diatur sebagai berikut:
Makanan diletakkan dalam rak-rak yang tidak menempel pada dinding, lantai dan langit-langit,
maksudnya adalah:
o Untuk sirkulasi udara agar udara segar dapatsegera masuk keseluruh ruangan
o Mencegah kemungkinan jamahan dan tempat persembunyian tikus
o Untuk memudahkan pembersihan lantai
o Untuk mempermudah dilakukan stok opname
Setiap makanan ditempatkan dalam kelompoknya dan tidak bercampur baur
Untuk bahan yang mudah tercecer seperti gula pasir, tepung, ditempatkan dalam wadah
penampungan sehigga tidak mengotori lantai
c. Cara Penyimpanan
1.Setiap bahan makanan yan disimpan diatur ketebalannya, maksudnya agar suhu dapat merata
keselutuh bagian
2. Setiap bahan makanan ditempatkan secara terpisah menurut jenisnya, dalam wadah
(container) masing-masing. Wadah dapat berupa bak, kantong plastik atau lemari yang berbeda.
3. Makanan disimpan didalam ruangan penyimpanan sedemikian hingga terjadi sirkulasi udara
dengan baik agar suhu merata keseluruh bagian. Pengisian lemari yang terlalu padat akan
mengurangi manfaat penyimpanan karena suhunya tidak sesuai dengan kebutuhan.
4. Penyimpanan didalam lemari es:
a) Bahan mentah harus terpisah dari makanan siap santap
b) Makanan yang berbau tajam harus ditutup dalam kantong plastik yang rapat dan dipisahkan dari
makanan lain, kalau mungin dalam lemari yang berbeda, kalau tidak letaknya harus berjauhan.
c) Makanan yang disimpan tidak lebih dari 2 atau 3 hari harus sudah dipergunakan.
d) Lemari tidak boleh terlalu sering dibuka, maka dianjurkn lemari untuk keperluan sehari-hari
dipisahkan dengan lemari untuk keperluan penyimpanan makanan
2.3.2 Pengawetan Daging
Pengawetan daging bertujuan untuk memper panjang masa simpannya sampai sebelum
dikonsumsi. Berdasarkan metode, pengawetan daging dapat dilakukan dengan
3 metode yaitupengawetan secara fisik, biologi, dan kimia. Pengawetan secara fisik meliputi
proses pelayuan (penirisan darah selama 12-24 jam setelah ternak disembelih), pemanasan
(proses pengolahandaging untuk menekan/membunuh kuman seperti pasteurisasi, sterilisasi)
dan pendinginan (penyimpanan di suhu dingin refrigerator suhu 4-10C, freezer suhu<0C),
pengawetan secara biologimelibatkan proses
fermentasi menggunakan mikroba seperti pembuatan produk salami,
sedangkanpengawetan kimia merupakan pengawetan yang melibatkan bahan kimia.
Pengawetan secara kimia dibedakan menjadi pengawetan menggunakan bahan kimia dari
bahan aktif alamiah dan bahan kimia (sintetis). Pengawetan menggunakan bahan aktif alamiah
antara lain menggunakan rempah-rempah (bawang putih, kunyit, lengkuas, jahe), metabolit
sekunder bakteri (bakteriosin), dan lain-lain yang dilaporkan memiliki daya antibakteri,
antimikroba, dan bakterisidal. Pengawetan menggunakan bahan kimia seperti garam dapur,
sodium tripolyphosphate (STPP), sodium nitrit, sodium laktat, sodium asetat, sendawa (kalium
nitrat, kalsium nitrat, natrium nitrat), gula pasir dan lain-lain dan lain-lain.Dengan jumlah
penggunaan yang tepat, pengawetan dengan bahan kimia sangat praktis karena dapat
menghambat berkembangbiaknya mikroba jamur, kapang/khamir dan bakteri patogen.(Anonim,
2011).
a. Pengawetan daging dengan pemanasan
a. Pasteurisasi, yaitu pemanasan menggunakan suhu di bawah suhu didih untuk membunuh
kuman/bakteri patogen namun sporanya masih dapat hidup. Ada 3 cara pasteurisasi yaitu:
1) Pasteurisasi lama (Low Temperature Long Time/LTLT). Pemanasan pada suhu yang tidak
tinggi (620-65C) dengan waktu yang relatif lama (1/2 -1 jam).
2) Pasteurisasi singkat (High Temperature Short Time/HTST). Pemanasan dilakukan pada suhu
tinggi (85o-95C) dengan waktu yang relatif singkat (1-2 menit).
3) Pasteurisasi Ultra High Temperature (UHT). Pemanasan pada suhu tinggi dan segera
didinginkan pada suhu 10C.
b. Sterilisasi adalah proses pengawetan yang dilakukan dengan pemanasan sampai suhu di
atas titik didih, sehingga bakteri dan sporanya mati. Sterilisasi dilakukan dengan cara :
1) UHT yaitu pemanasan sampai suhu 137-140C selama 2-5 detik.
2) Produk dalam kemasan hermetis dipanaskan pada suhu 110-121C selama 20-45 detik.
b. Pengawetan dengn bahan kimia
1. Bahan aktif alamiah
1) Bawang putih dan bawang bombay, kandungan alisin berguna untuk antimikroba.
2) Kunyit, kandungan kurkumin (golongan fenol) didalamnya memiliki sifat bakterisidal.
3) Lengkuas, senyawa fenolik lengkuas bersifat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur.
4) Jahe, senyawa antioksidan didalamnya dapat dimanfaatkan mengawetkan minyak dan lemak.
5) Bakteriosin, merupakan produk ekstraseluler (Jack et al., 1995) yang diproduksi oleh bakteri
asam laktat, sebagai protein yang aktif secara biologi atau kompleks protein (agregat protein,
protein lipokarbohidrat, glikoprotein) yang disintesa secara ribosomal dan menunjukkan aktivitas
antibakteri (Vuyst and Vandamsme, 1994; Ammor et al., 2006). Bakteriosin sebagai
biopreservatif pangan harus memenuhi kriteria seperti pengawet atau bahan tambahan pangan
lainnya antara lain aman bagi konsumen, memiliki aktivitas bakterisidal terhadap kelompok
bakteri gram positif dalam sistem makanan, stabil, terdistribusi secara merata dalam sistem
makanan, dan ekonomis.
2. Bahan kimia
Pengawetan daging dapat dilakukan dengan penambahan bahan kimia pengawet yang
termasuk dalam bahan tambahan pangan (BTP) dalam produk olahan daging. Namun
masyarakat dewasa ini ketakutan bila mendengar istilah bahan pengawet atau bahan kimia
yang dapat menimbulkan efek negatif bagi tubuh. Bahan tambahan pangan adalah bahan aditif
yang mengandung senyawa kimia yang telah diizinkan penggunaannya.
Di Indonesia, penggunaan bahan tambahan tersebut diatur pada Peraturan Menteri
Kesehatan No. 1168/MENKES/PER/X/1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan No. 722/MENKES/PER/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan. Beberapa BTP
yang diizinkan antara lain adalah:
- Garam NaCl (garam dapur), berguna untuk menghambat pertumbuhan khamir/yeast dan
jamur. Penggunaan garam dapur berkisar antara 1,5-3%.
- Sodium tripolyphosphate (STPP), bertujuan menurunkan jumlah bakteri sehingga produk
olahan daging dapat tahan lama. Perendaman karkas selama 6 jam dalam larutan disodium
fosfat dengan konsentrasi 6,23% dapat meningkatkan masa simpan 1-2 hari. Penggunaan
STPP pada produk olahan daging tidak boleh lebih dari 0,5%.
- Gula pasir, dapat digunakan sebagai pengawet dengan tingkat penggunaan minimal 3% atau
disesuaikan dengan jenis produk olahan daging.
- Sodium nitrit, digunakan dalam campuran curing untuk menghasilkan kestabilan pigmen
daging olahan. Jumlah penggunaan tidak boleh lebih dari 156 ppm, kadang-kadang
dikombinasikan dengan askorbat 550 ppm untuk mencegah pembentukan senyawa karsinogen
nitrosamin.
- Sodium laktat, digunakan untuk mengontrol pertumbuhan patogen. Maksimum penggunaan
sodium laktat adalah 2,9%
- Sodium asetat, digunakan sebagai agen antimikroba dan flavouring dengan jumlah
penggunaan maksimum 0,25%.
- Sendawa (kalium nitrat, kalsium nitrat, natrium nitrat), sebagai pengawet daging olahan
digunakan dengan konsentrasi 0,1%.
- Beberapa bahan kimia yang tidak dapat digunakan (dilarang) digunakan sebagai bahan
pengawet antara lain formalin, asam borat, asam salisilat, kalium klorat, kloramfenikol, formalin,
dan lain-lain. Bahan pengawet yang dilarang namun sering dijumpai dalam produk makanan
diantaranya adalah formalin dan boraks.
a. Ciri daging dan produk daging berformalin dan bahayanya
Formalin adalah cairan (dalam suhu ruang) yang tidak berwarna, bau menyengat, mudah
larut dalam air dan alkohol, digunakan sebagai pengawet jaringan, desinfektan, pembasmi
serangga, industri tekstil dan kayu lapis. Produk yang biasa menggunakan formalin:
- Bakso: kenyal, awet pada suhu kamar bisa tahan sampai lima hari.
- Daging ayam: berwarna putih bersih dan tidak mudah busuk atau awet dalam beberapa hari.
Deteksi makanan berformalin: tidak ada lalat yang mau hinggap. Jika kadar formalinnya
banyak, daging ayam agak sedikit tegang (kaku) dan jika daging ayam dimasukkan ke dalam
reagen atau diuji laboratorium, muncul gelembung gas. Perlu curiga bila harga produk sangat
murah dan tidak wajar. Bahaya formalin: mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit
menelan, mual, muntah dan diare, kemungkinan terjadi pendarahan , sakit perut yang hebat,
sakit kepala, hipotensi (tekanan darah rendah), kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas,
sistem susunan syaraf pusat dan ginjal, kejang, tidak sadar hingga koma dan kematian,
menyebabkan kanker karena formalin bersifat karsinogenik.
Pertolongan yang dapat dilakukan jika keracunan formalin (tertelan) adalah segera
hubungi dokter atau dibawa ke rumah sakit.
b. Ciri makanan mengandung boraks dan bahayanya
Boraks adalah serbuk kristal putih, tidak berbau, larut dalam air, tidak larut alkohol, pH
9,5. Boraks biasa dipakai untuk pengawet kayu, antispetik dan pengontrol kecoa.
Produk bakso menjadi lebih kenyal, bila digigit/ditekan akan kembali ke bentuk semula,
tahan lama/awet beberapa hari, warna lebih putih, bau tidak alami (ada bau lain yang muncul)
dan bila dilemparkan ke lantai akan memantul.
Deteksi makanan mengandung boraks hampir sama seperti formalin walaupun cukup
sulit menentukannya namun dengan uji laboratotium akan dapat dibuktikan dengan jelas.
Bahaya boraks antara lain merusak kulit, selaput lendir (merah), gangguan
pencernaan/usus, muntah, diare, depresi susunan syaraf pusat, bahkan menyebabkan kanker
2.4 Cara Mengenali Daging Sapi yang Baik
Semakin marak kasus beredarnya daging berformalin, daging gelonggongan, ayam tiren
di pasar local akhir-akhir ini maka perlu adanya petunjuk praktis cara mengenali daging yang
sehat untuk dikonsumsi dan memenuhi standart daging ASUH ( Aman, Sehat, Utuh dan Halal ).
Kriteria Kualitas Daging
Kualitas daging dipengaruhi oleh beberapa factor, baik pada waktu hewan masih hidup
maupun setelah dipotong.Faktor penentu kualitas daging pada waktu hewan hidup adalah cara
pemeliharaan, yang meliputi : pemberian pakan, tata laksana pemeliharaan, dan perawatan
kesehatan.Kualitas daging juga dipengaruhi oleh pengeluaran darah pada waktu hewan dipotong
dan kontaminasi sesudah hewan dipotong.(Disnak, Jatim, 2008).
2.4.1 Kualitas Daging yang Baik
Kriteria yang dipakai sebagai pedoman untuk menentukan kualitas daging yang layak
konsumsi adalah :
Keempukan daging ditentukan oleh kandungan jaringan ikat. Semakin tua usia hewan
susunan jaringan ikat semakin banyak sehingga daging yang dihasilkan semakin liat. Jika ditekan
dengan jari daging yang sehat akan memiliki konsistensi kenyal.
Kandungan lemak ( marbling ) adalah lemak yang terdapat diantara serabut otot
( intramuscular ). Lemak berfungsi sebagai pembungkus otot dan mempertahankan keutuhan
daging pada wkatu dipanaskan. Marbling berpengaruh terhadap cita rasa.
Warna daging bervariasi tergantung dari jenis hewan secara genetic dan usia, misalkan
daging sapi potong lebih gelap daripada daging sapi perah, daging sapi muda lebih pucat
daripada daging sapi dewasa.
Rasa dan Aroma dipengaruhi oleh jenis pakan. Daging berkualitas baik mempunyai rasa gurih
dan aroma yang sedap.
Kelembaban : Secara normal daging mempunyai permukaan yang relative kering
sehingga dapat menahan pertumbuhan mikroorganisme dari luar. Dengan demikian
mempengaruhi daya simpan daging tersebut.(Disnak, Jatim, 2008).
2.4.2 Kriteria Daging Yang Tidak Baik
Bau dan rasa tidak normal akan segera tercium sesudah hewan dipotong. Hal tersebut
dapat disebabkan oleh adanya kelainan sebagai berikut (Disnak, Jatim, 2008) :

Hewan sakit terutama yang menderita radang bersifat akut pada organ dalam yang akan
menghasilkan daging berbau seperti mentega tengik.
Hewan dalam pengobatan terutama dengan pengobatan antibiotic akan menghasilkan
daging yang berbau obat obatan.
Warna daging tidak normal tidak selalu membahayakan kesehatan, namun akan
mengurangi selera konsumen.
Konsistensi daging tidak normal yang ditandai kekenyalan daging rendah ( jika ditekan
dengan jari akan terasa lunak ) dapat mengindikasikan daging tidak sehat, apaila disertai dengan
perubahan warna yang tidak normal maka daging tersebut tidak layak dikonsumsi.
Daging busuk dapat mengganggu kesehatan konsumen karena menyebabkan gangguan
saluran pencernaan. Pembusukan dapat terjadi karena penanganan yang kurang baik pada waktu
pendinginan, sehingga aktivitas bakteri pembusuk meningkat, atau karena terlalu lama dibiarkan
ditempat terbuka dalam waktu relative lama pada suhu kamar, sehingga terjadi proses pemecahan
protein oleh enzim enzim dalam daging yang menghasilkan amoniak dan asam sulfida.

Anda mungkin juga menyukai