Daging sapi (Bahasa Inggris: beef) adalah jaringan otot yang diperoleh dari sapi yang
biasa dan umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan. Di setiap daerah,
penggunaan daging ini berbeda-beda tergantung dari cara pengolahannya. Sebagai contoh has
luar, daging iga dan T-Bonesangat umum digunakan di Eropa dan di Amerika Serikat sebagai
bahan pembuatan steak sehingga bagian sapi ini sangat banyak diperdagangkan. Akan tetapi
seperti di Indonesia dan di berbagai negara Asia lainnya daging ini banyak digunakan untuk
makanan berbumbu dan bersantan sepertisup konro dan rendang.
Selain itu ada beberapa bagian daging sapi lain
seperti lidah, hati, hidung, jeroandan buntut hanya digunakan di berbagai negara tertentu sebagai
bahan dasar makanan.
2.1.1 Kadar Air pada Daging Sapi
Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa komponen, di
samping ikut sebagai bahan pereaksi, sedangkan bentuk air dapat ditemukan sebagai air bebas
dan air terikat. Air bebas dapat dengan mudah hilang apabila terjadi penguapan dan pengeringan,
sedangkan air terikat sulit dibebaskan dengan cara tersebut. Air dapat terikat secara fisik, yaitu
ikatan menurut sistem kapiler dan air terikat secara kimia, antara lain kristal dan air yang terikat
dalam sistem dispersi. Air yang diikat dalam daging dapat dibagi dalam tiga komponen, yaitu air
yang terikat secara kimiawi oleh protein daging sebesar 4 5% yang merupakan lapisan
monomolekuler pertama. Lapisan kedua adalah air yang terikat agak lemah dari molekul air
terhadap kelompok hidrofilik yakni sebesar 4%. Lapisan ketiga merupakan air bebas yang
terdapat di antara molekul-molekul protein yang memiliki jumlah terbanyak. Kadar air dalam
daging berkisar antara 6070% dan apabila bahan (daging) mempunyai kadar air tidak terlalu
tinggi atau tidak terlalu rendah yaitu antara kisaran 15 50% maka bahan (daging) tersebut dapat
tahan lama selama penyimpanan (Prabu, 2009).
2.1.2 pH Daging Sapi
Pada hewan potong, pH daging sesudah disembelih berkisar antara 6.7 8. Pada daging
sapi dalam waktu 25 jam sesudah dipotong terjadi penurunan pH hingga 5.6 5.8 di dalam
semua otot-otot (Resang, 1982). Buckle et al (1985) menyatakan bahwa pH rendah berada
sekitar 5.1 6.1 menyebabkan daging mempunyai struktur terbuka, sedangkan pH tinggiberada
sekitar 6.2 7.2 menyebabkan daging pada tahap akhir akan mempunyai struktur yang tertutup
atau padat dan lebih memungkinkan untuk perkembangan mikroorganisme. Pemberian istirahat
yang cukup pada ternak sebelum dipotong atau pemberian gula dalam pakan atau air minum
dapat membangun glikogen urat daging, dapat memberikan pH akhir yang lebih rendah sehingga
daya simpannya meningkat. Selanjutnya Soeparno (1994) menambahkan bahwa untuk produk
awetan daging kering seperti dendeng yang mempunyai kadar air 15 20% pH-nya berkisar
antara 4.5 5.1. Soputan (2000) menyatakan nilai pH dendeng sapi giling lebih tinggi dari nilai
pH dendeng daging sapi iris. Lebih tingginya nilai pH dendeng daging sapi giling disebabkan
pengaruh pencampuran bumbu yang lebih sempurna pada daging sapi giling. Selanjutnya
dinyatakan lamanya waktu penyimpanan pada suhu kamar menaikkan pH dendeng daging sapi.
Naiknya nilai pH dendeng selama periode penyimpanan pada suhu kamar karena air yang terikat
pada protein sudah mulai keluar sehingga jumlah air bebasnya meningkat yang berarti kondisi
daging menjadi alkalis dan pH-nya naik (Soputan, 2000)
2.1.3 Nilai Gizi pada Daging Sapi
Menurut Lawrie (1991) Daging sebagai sumber protein hewani memiliki nilai
hayati (biologicalvalue) yang tinggi, mengandung 19% protein, 5% lemak, 70% air, 3,5% zat-
zatnon protein dan 2,5% mineral dan bahan-bahan lainnya (Forrest et al.1992).Komposisi daging
menurut Lawrie (1991) terdiri atas 75% air, 18% protein, 3,5%lemak dan 3,5% zat-zat non
protein yang dapat larut. Secara umum, komposisikimia daging terdiri atas 70% air, 20% protein,
9% lemak dan 1% abu. Jumlah ini
akan berubah bila hewan digemukkan yang akan menurunkan persentase air dan protein serta
meningkatkan persentase lemak.
Daging merupakan sumber utama untuk mendapatkan asam amino esensial. Asam amino
esensial terpenting di dalam otot segar adalah alanin, glisin, asam glutamat, dan histidin. Daging
sapi mengandung asam amino leusin, lisin, dan valin yang lebih tinggi daripada daging babi atau
domba. Pemanasan dapat mempengaruhi kandungan protein daging. Daging sapi yang
dipanaskan pada suhu 70oC akan mengalami pengurangan jumlah lisin menjadi 90 persen,
sedangkan pemanasan pada suhu 160oC akan menurunkan jumlah lisin hingga 50 persen.
Pengasapan dan penggaraman juga sedikit mengurangi kadar asamamino.
Kandungan lemak pada daging menentukan kualitas daging karenalemak menentukan
cita rasa dan aroma daging. Keragaman yang nyata pada komposisi lemak terdapat antara jenis
ternak memamah biak dan ternak tidak memamah biak adalah karena adanya hidrogenasi oleh
mikroorganisme rumen. Lawrie (1991) menyatakan lemak sapi kaya akan asamstearat, asam
palmitat dan asam oleat.
Komposisi Kimia Retail Cuts
Jenis daging Kadar (persen) Kilokalori
Karkas Protein Air Lemak (per 100 gram)
Chuck 18,6 65 16 220
Flank 19,9 61 18 250
Loin 16,7 57 25 290
Rib 17,4 59 23 280
Round 19,5 69 11 160
Rump 16,2 55 28 320
Sumber: (Diana, 2011)
Komposis Daging Tanpa Lemak dan Berlemak
Komposisi (%) Daging tanpa lemak Daging berlemak
Air 70 62
Protein 20 17
Lemak 9 20
Sumber: (Diana, 2011)
Hewan sakit terutama yang menderita radang bersifat akut pada organ dalam yang akan
menghasilkan daging berbau seperti mentega tengik.
Hewan dalam pengobatan terutama dengan pengobatan antibiotic akan menghasilkan
daging yang berbau obat obatan.
Warna daging tidak normal tidak selalu membahayakan kesehatan, namun akan
mengurangi selera konsumen.
Konsistensi daging tidak normal yang ditandai kekenyalan daging rendah ( jika ditekan
dengan jari akan terasa lunak ) dapat mengindikasikan daging tidak sehat, apaila disertai dengan
perubahan warna yang tidak normal maka daging tersebut tidak layak dikonsumsi.
Daging busuk dapat mengganggu kesehatan konsumen karena menyebabkan gangguan
saluran pencernaan. Pembusukan dapat terjadi karena penanganan yang kurang baik pada waktu
pendinginan, sehingga aktivitas bakteri pembusuk meningkat, atau karena terlalu lama dibiarkan
ditempat terbuka dalam waktu relative lama pada suhu kamar, sehingga terjadi proses pemecahan
protein oleh enzim enzim dalam daging yang menghasilkan amoniak dan asam sulfida.