Anda di halaman 1dari 4

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sosis


Menurut Dewan Standar Nasional dalam SNI 01-3820-1995, sosis daging
adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus
(mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau tanpa
penambahan bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan
dimasukkan dalam sosis. Sosis merupakan makanan yang terbuat dari daging
awetan yang dibumbui dan umumnya dicetak dalam bentuk simetris (Kramlich,
1971). Sosis memiliki enam tipe berdasarkan klasifikasinya, yaitu sosis segar,
sosis kering dan semi kering, sosis masak, sosis masak dan diasap, dan sosis
spesialitas daging masak. Sosis masak dan diasap dibuat dari daging yang
digarami yaitu dengan pemotongan kecil-kecil, dibumbui, dimasukkan dalam
selongsong dan dimasak penuh atau tidak membutuhkan pemasakan lanjutan
tetapi pemanasan untuk penyajian (Price dan Schweigert, 1986). Sosis yang
banyak dipasarkan di Indonesia adalah sosis emulsi segar (fresh sausage)
tanpa fermentasi (LP, POM MUI,2001). Bahan dasar pembuatan sosis adalah
daging dan emulsi. Emulsi merupakan sistim dua fase yang mencangkup
dispersi dua cairan yang tidak saling melarutkan, dimana cairan yang satu
terdispersi dalam cairan yang lain. Masalah yang sering dihadapi dalam
pembuatan sosis adalah pecahnya emulsi yang diakibatkan penggilingan yang
berlebihan, pemanasan yang berlebihan, dan proses penglahan yang
terlampau cepat (Kramlich,1973 dalam Jeny,1993). Standar mutu sosis
menurut SNI 01-3820-1995 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Syarat Mutu Sosis Daging (SNI 01-3820-1995)

Jenis Analisis Syarat Mutu (% b/b)


Bau Normal
Rasa Normal
Warna Normal
Kadar air Maksimal 67,0
Kadar abu Maksimal 3,0
Kadar protein Maksimal 13,0
Kadar lemak Maksimal 25,0
Kadar karbohidrat Maksimal 8,0
Sumber: Dewan Standar Nasional (1995)

2.2 Pembuatan Sosis


Sosis merupakan makanan yang berbentuk silindris, hasil olahan daging
yang dicincang dengan penambahan beberapa bumbu yang kemudian
dibungkus dalam selongsong usus sapi atau domba (Rahmat, 2001). Menurut
Vouling dan William (2000), sosis adalah tipe produksi dari daging yang diberi
tambahan bumbu atau rempah-rempah yang digunakan dalam pembuatan
sosis, yaitu daging giling, garam, gula, bawang putih, merica, ketumbar, susu
skim, tepung tapioka, dan air es.

Garam, sebagaimana telah disebutkan di atas, garam berperan sebagai


pembangkit flavor dan mengawetkan. Hampir semua produk olahan
daging menggunakan garam. Pemanis, biasanya gula. Berperan sebagai pembentuk
flavor khas dan menetralisir efek pengerasan garam serta mengawetkan. Beberapa
produk olahan menggunakan gula. Bumbu-bumbu. Digunakan sebagai flavoring dan
bersifat mengawetkan, terutama bawang putih. Hampir semua produk olahan daging
menggunakan bumbu-bumbu. Fosfat dalam bentuk sodium tripolifosfat (STPP),
berfungsi untuk meningkatkan kekenyalan produk dan mengurangi pengkerutan daging
selama proses pengolahan serta menghambat oksidasi produk. Beberapa olahan tidak
menggunakan fosfat, jadi bersifat pilihan saja. Tetapi sosis dan bakso menggunakan
STPP (Suharyanto, 2009).

2.3 Susu Skim


Skim Milk Powder (SMP) adalah susu bubuk tanpa lemak yang dibuat
dengan cara pengeringan atau spray dryer untuk menghilangkan sebagian air
dan lemak tetapi masih mengandung laktosa, protein, mineral, vitamin yang
larut lemak, dan vitamin yang larut air (B 12). Kandungan SMP sama dengan
kandungan yang terdapat dalam susu segar tetapi berbeda dalam kandungan
lemaknya yaitu 15%. SMP digunakan untuk mencapai kandungansolid non
fat pada produk dan sebagai sumber protein serta memperbaiki tekstur pada
produk akhir (Anonim, 2008).

Susu skim adalah bagian susu yang tertinggal sesudah krim diambil sebagian
atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu kecuali lemak
dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Susu skim dapat digunakan oleh orang
yang menginginkan nilai kalori yang rendah dalam makanannya karena hanya
mengandung 55% dari seluruh energi susu, dan Susu skim juga dapat digunakan
dalam pembuatan keju rendah lemak danyoghurt (Buckle, 1987).
2.4 Susu Kedelai
Kedelai merupakan sumber protein dan lemak nabati yang sangat penting
perananya dalam kehidupan. Kedelai mengandung 35% protein sedangkan
pada varietas unggul dapat mencapai 40-43%. Kebutuhan protein sebesar 55
gram per hari dapat dipenuhi dengan mencapai dengan makanan yang berasal
dari kedelai sebanyak 157,14 gram.

Salah satu produk olahan kedelai adalah susu kedelai. Susu kedelai dapat
digunakan sebagai alternatif pengganti susu sapi karena mengandung gizi yang
hampir sama dengan susu sapi. Kandungan protein susu kedelai mencapai 1,5 kali
protein susu sapi. Selain itu, susu kedelai juga mengandung lemak, karbohidrat,
kalsium, fosfor, zat besi, vitamun A, vitamin B1, vitamin B2 dan isoflavon. Kandungan
asam lemak tak jenuh pada susu kedelai lebih besar serta tidak mengandung
kolesterol (Radiyati, 1992).

Susu kedelai memiliki kadar protein dan komposisi asam amino yang
hampirsama dengan susu sapi. Selain itu, susu kedelai mengandung mineral dan
vitamin dalam jumlah yang cukup. Kedelai merupakan sumber minyak yang tinggi.
Kadar lemak kedelai sekitar 18% dan mengandung asam lemak tidak jenuh esensial
yang sangat dibutuhkan tubuh untuk hidup sehat (Astawan, 2004).

Vitamin yang dominan pada kacang kedelai adalah vitamin A,D,E,K dan vitamin
B1. Mineral yang banyak dijumpai pada kedelai adalah kalsium, fosfor, besi, natrium,
dan kalium. (Astawan, 2004). Sebagai bahan untuk membuat minuman tambahan
yang dianjurkan, setiap 100 gram kedelai mengandung berbagai zat makanan penting
seperti yang diuraikan dalam tabel berikut ini :

Tabel 1. Kandungan Zat-Zat Makanan Pada Kedelai

Zat Makanan Kedelai Putih (%) Kedelai Hitam (%)


Air 13,75 14,05
Protein 41,00 40,40
Lemak 15,80 19,30
Karbohidrat 14,85 14,10
Mineral 5,25 5,25

Dalam bentuk susu segar (susu kedelai), kandungan zat besi, kalsium,
karbohidrat, fosfor, vitamin A, vitamin B kompleks dosis tinggi, air, dan lesitin bisa
terserap lebih cepat serta baik dalam tubuh (Amrin, 2003). Keunggulan lain yang
dimiliki susu kedelai adalah tidak mengandung laktosa, proteinnya tidak menimbulkan
alergi, rendah lemak, bebas kolestrol dan bergizi tinggi (Astawan, 2004).

BAB 3. METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan


3.2 Alat dan Bahan
3.3 Rancangan kerja
3.4 Prosedur Pelaksanaan
3.5 Prosedur Pengamatan Parameter
3.6 Analisa Data

Anda mungkin juga menyukai