Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bakso
Bakso merupakan produk olahan daging/ ikan/ tahu/ bahan lain yang telah
dihaluskan, dicampur dengan bumbu- bumbu dan tepung kemudian dibentuk bulatbulat dengan diameter 2 4 cm atau sesuai dengan selera (Suprapti, 2003).
Bakso daging biasanya dibuat dari daging sapi dan sebagai bahan pengikat
biasanya menggunakan tepung tapioka atau pati ketela pohon. Sedangkan bahan
tambahan dan bumbu yaitu garam, bawang putih, dan lada. Daging yang akan dibuat
bakso digiling terlebih dahulu kemudian dicampur dengan tepung dan bumbu- bumbu
yang telah dihaluskan secara merata hingga menjadi adonan yang homogen,
kemudian adonan bakso tersebut dicetak dan direbus pada air mendidih hingga
mengapung (Prayitno, 2001).
Kualitas bakso ditentukan oleh kualitas bahan- bahan yang digunakan, serta
perbandingan didalam adonan. Faktor lain seperti, pemakaian bahan tambahan dan
cara pemasakan, juga sangat mempengaruhi mutu bakso yang dihasilkan. Di dalam
pembuatan bakso penggunaan daging dipilih daging sapi bagian has dalam dengan
ciri- ciri yaitu daging masih segar, mulus, tidak berlemak dan tidak berserat kasar.
Perubahan warna daging masak dipengaruhi oleh pigmen globulin hemikromogen.
Temperatur pemasakan mempengaruhi warna daging masak. Pada temperatur 60C
warna interior daging adalah merah terang; pada temperatur 70C 80C atau lebih
tinggi daging berwarna coklat abu-abu. Pada pembuatan bakso perlu ditambahkan
putih telur. Hal itu ditujukan karena apabila putih telur dipanaskan, protein telur akan
terkoagulasi menjadi jendalan yang dapat berfungsi sebagai bahan perekat yang dapat
membuat bakso menjadi lebih kenyal dan lebih mengkilap sehingga bakso memiliki
tampilan yang lebih menarik. Penggunaan tepung tapioka berfungsi pula sebagai
bahan perekat dan bahan pengisi adonan bakso, sehingga jumlah bakso yang
dihasilkan lebih banyak. Potongan es batu perlu dicampurkan ke dalam adonan bakso
yang sedang digiling agar temperaturnya tetap rendah, sehingga dengan demikian sol
yang terbentuk tidak segera berubah menjadi gel karena belum waktunya.

Pencampuran bumbu- bumbu ke dalam adonan bakso bertujuan untuk meningkatkan


cita rasa, sehingga bakso yang dihasilkan menjadi lezat (Suprapti, 2003).
Bakso daging sapi yang baik harus sesuai dengan syarat mutu bakso daging
sapi yang telah ditentukan, seperti yang terlihat pada tabel 1 yaitu sebagai berikut:
TABEL 1
SYARAT MUTU BAKSO DAGING SAPI
No
Kriteria Uji
1 Keadaan :
a. Aroma
b. Rasa
c. Warna
d. Tekstur
2 Air
3 Abu
4 Protein
5 Lemak
6 Boraks
7 Bahan Tambahan Makanan
8 Cemaran Logam :
a. Timbal (Pb)
b. Tembaga (Cu)
c. Seng (Zn)
d. Timah (Sn)
e. Raksa (Mg)
f. Arsen (As)
9 Cemaran Mikroba :
a. Angka lempeng total
b. Bakteri bentuk coli
c. Escherichia coli
d. Clostridium perfringens
e. Salmonela
Sumber : SNI 01-3818-1995

Satuan

Persyaratan

%bb
%bb
%bb
%bb
Sesuai SNI

Normal, khas daging


Gurih
Normal
Kenyal
Maks. 70,0
Maks, 3,0
Min. 9,0
Maks. 2,0
Tidak boleh ada
01-3818-1995

Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Koloni/g
APM/g
APM/g
Koloni/g
-

Maks. 2,0
Maks.20,0
Maks. 40,0
Maks. 40,0
Maks. 0,03
Maks. 1,0
Maks. 1x 10
<3
Maks. 10
Maks. 1x 10
Negative

B. Daging Sapi
Daging adalah salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia. Selain penganekaragaman sumber pangan, daging memiliki
kandungan gizi yang baik khususnya protein. Protein merupakan komponen bahan
kering terbesar dari daging. Nilai nutrisi daging yang tertinggi disebabkan karena
daging mengandung asam- asam amino esensial yang lengklap dan seimbang. Selain

protein daging juga mengandung air, lemak, karbohidrat dan komponen organic.
Menurut DKBM dalam 100 gr daging sapi mengandung 18,8 gr Protein; 14,0 gr
lemak; 207 kal energi; dan menurut Soeparno (2005) dalam 100 gr daging sapi segar
mengandung 68 80% air.
Faktor kualitas daging meliputi warna, keempukan atau tekstur, flavor dan
aroma termasuk bau dan cita rasa. Disamping itu, lemak intramaskular, susut masak
(cooking loss) yaitu berat sampel daging yang hilang selama pemasakan atau
pemanasan, retensi cairan dan pH daging ikut menentukan kualitas daging. Banyak
faktor yang mempengaruhi warna daging, termasuk pakan, spesies, umur, jenis
kelamin, pH dan oksigen. Faktor tersebut dapat mempengaruhi penentu utama warna
daging, yaitu konsentrasi pigmen daging mioglobin. Pigmen utama daging masak
adalah globin hemikromogen coklat. Temperatur pemasakan mempengaruhi warna
daging masak. Pada warna interior daging sapi yang dimasak pada temperatur 60C
adalah merah terang; pada temperatur 70 - 80C atau lebih berwarna coklat abu abu.
Mioglobin mengalami denaturasi pada temperature antara 80 - 85C (Soeparno,
2005).
Daya ikat air oleh protein daging atau water-holding capacity atau water
binding capacity (WHC atau WBC) adalah kemampuan daging untuk mengikat air
yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemanasan
daging. Absorpsi air atau kapasitas gel adalah kemampuan daging menyerap air
secara spontan dari lingkungan yang mengandung cairan. Pemasakan menyebabkan
perubahan Daya Ikat Air (DIA) karena adanya solubilitas protein daging. Temperatur
tinggi meningkatkan denaturasi protein dan menurunkan DIA. Pada temperatur antara
30 - 40C, protein myofibril mulai mengalami koagulasi dan pada temperatur 55C,
protein myofibril mengalami denaturasi sempurna. Pada temperatur 60C, protein
sarkoplasmik hampir mengalami denaturasi sempurna. DIA mengalami perubahan
besar dengan pemanasan pada temperatur 60C. Penurunan DIA terjadi hingga
temperatur 80C berhubungan dengan berkurangnya grup asidik (Soeparno, 2005).
Nilai kalori daging banyak ditentukan oleh kandungan lemak intraselular
didalam serabut- serabut otot yang disebut lemak marbling atau intramuscular. Setiap
100 gr daging dapat memenuhi kebutuhan gizi orang dewasa setiap hari sekitar 10 %

kalori, 50 5 protein, 35 % zat besi. Berbeda dengan daging segar, daging olahan
mengandung lebih sedikit protein dan air, melainkan lebih banyak mengandung
lemak dan mineral. Kenaikan persentase mineral pada daging olahan disebabkan
karena penambahan bumbu- bumbu dan garam, sedangkan kenaikan nilai kalorinya
disebabkan karena penambahan bahan lain (tepung- tepungan) misal pada bakso
(Soeparno, 2005).

C. Ampas Tahu
Ampas tahu merupakan hasil samping dalam proses pembuatan tahu yang
berbentuk padat dan diperoleh dari bubur kedelai yang diperas. Penggunaan ampas
tahu sebagai produk pangan sangat menguntungkan, karena ampas tahu mudah
didapat dan didalam ampas tahu masih mempunyai kandungan zat gizi yang yang
cukup tinggi. Menurut Arief (2003) dalam 100 gr ampas tahu basah mengandung
protein 18,12 gr; lemak 11,25 gr; karbohidrat 26,84 gr; dan air 40,80%. Ampas tahu
adalah salah satu limbah yang dapat dimanfaatkan kembali melalui daur ulang atau
dikonversikan keproduk lain yang berguna seperti kecap, bakso, kerupuk, stik,
cookies dan sebagainya yang memiliki nilai jual lebih tinggi dibanding dengan
pemanfaatan ampas tahu sebagai pakan ternak atau sebagai tempe gembus (menjes)
(Suhartini, 2005).
Menurut Nasliniwaty (2001) beberapa keunggulan lain dari ampas tahu,
adalah ampas tahu lebih murah, mudah diperoleh dan memiliki nilai gizi yang cukup
tinggi. Dan kelemahan dari ampas tahu yaitu tidak dapat disimpan lama dan hanya
bertahan sekitar 6 jam. Sedangkan menurut Suhartini (2005) kelemahan lain ampas
tahu yaitu akan terasa pahit/ getir apabila salah dalam penanganannya. Untuk
menghindari hal itu, sebelum diolah menjadi suatu prodak pangan, ampas tahu
terlebih dahulu dikukus atau dijemur (dibuat tepung)
Ada beberapa faktor yang menyebabkan produk olahan kedelai kurang
disukai. Antara lain aroma langu atau aroma kacang, rasa pahit dan rasa seperti kapur.
Menurut Hartoyo (2005) rasa dan bau itu ditimbulkan oleh kerja enzim lipogsiginase
yang ada dalam biji kedelai. Enzim itu akan bereaksi dengan lemak pada waktu
penggilingan kedelai, terutama jika menggunakan air dingin. Hasil reaksinya paling

sedikit berupa delapan senyawa volatile (mudah menguap) terutama etil- fenil- keton.
Jika dibuat dengan cara yang tidak baik, maka kedelai masih mengandung senyawasenyawa anti gizi dan senyawa penyebab off- flavor yaitu penyimpanan cita rasa dan
aroma pada produk olah kedelai berasal dari bahan bakunya, yaitu kedelai. Senyawasenyawa anti gizi itu diantaranya antitripsin, hemaglutinin, asam fitat, dan
aligosakarida penyebab flatulensi (timbulnya gas dalam perut sehingga perut menjadi
kembung). Senyawa- senyawa tersebut membatasi kapasitas protein untuk diserap
oleh tubuh tetapi dapat diatasi dengan proses perendaman, perebusan atau fermentasi.
Sehingga aman untuk dikonsumsi manusia (Astawan, 1991).

D. Protein
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar
tubuh sesudah air. Protein merupakan sumber asam- asam amino yang mengandung
unsure- unsure C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Bila
suatu protein dihidrolisis dengan asam, alkali, atau enzim akan dihasilkan campuran
asam- asam amino. Sebuah asam amino terdiri dari sebuah gugus amino, sebuah
gugus karboksil, sebuah atom hydrogen dan gugus R yang terikat pada sebuah atom C
yang dikenal sebagai karbon , serta gugus R yang merupakan rantai cabang yang
dapat dilihat pada gambar 1. Protein mempunyai bermacam- macam fungsi bagi
tubuh, yaitu sebagai enzim, zat pengatur, pergerakan, pertahanan tubuh, alat
pengangkut, penunjang mekanis, media perambatan implus syaraf, pengendalian
pertumbuhan (Winarno, 2004).
Protein ini berperan lebih penting dalam pembentukan biomolekul dari pada
sebagai sumber energi. Namun demikian apabila organisme sedang kekurangan
energi, maka protein ini terpaksa dapat juga dipakai sebagai sumber energi.
Kandungan protein rata- rata 4 kilokalori/gram atau setara dengan kandungan energi
karbohirat. Protein dalam bahan makanan sangat penting dalam porses kehidupan
organisme yang heterotroph seperti hewan dan manusia. Protein alamiah mula- mula
dibentuk dari unit asam- asam amino yang dirakit sama sekali baru (de novo) oleh
organisme autotrop (tumbuh-tumbuhan dan mikroorganisme tertentu) dari unsur-

unsur anorganik C, H, O, N dan S yang ada dalam tanah atau udara (Sudarmadji,
2003).
GAMBAR 1
SKETSA BENTUK MOLEKUL ASAM AMINO
H

H
N

H
Gugus amino

O
C

R
Rantai cabang

OH
Gugus karboksil

(Winarno, 2004)
Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dimiliki dan digantikan oleh zat
gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel- sel dan jaringan tubuh. Protein
berasal dari tumbuh- tumbuhan dan hewan yang dapat mensintesis protein, yaitu
tumbuh- tumbuhan dari nitrogen yang tersedia ditanah (misal kacang kedelai, kacang
tanah) sedangkan hewan dari asam amino yang diperoleh dari makanan berasal dari
tumbuh- tumbuhan dan hewan (Almatsier, 2004).
Disamping peranannya sebagai komponen gizi yang penting, beberapa protein
memiliki kemampuan untuk membentuk gel, buih serta emulsi. Sebagian protein juga
berperan dalam memperbaiki warna dan rasa melalui reaksi millard (reaksi
pencoklatan). Pengaruh proses pemanasan terhadap kadar protein bergantung pada
suhu, waktu, kadar air serta ada tidaknya senyawa pereduksi. Pemberian panas dapat
menguntungkan atau merugikan. Sebagian besar protein nabati nilai gizinya dapat
menjadi lebih baik bila dipanaskan. Dengan pemanasan protein dapat mengalami
denaturasi artinya struktur berubah dari bentuk komponen menjadi sederhana.
Sehingga

memudahkan

bagi

enzim

pencernaan

untuk

menghidrolisa

dan

memecahkannya menjadi asam- asam amino. Namun demikian campuran beberapa


bahan makanan sumber protein nabati dapat menghasilkan komposisi asam amino
yang secara keseluruhan mempunyai kualitas yang cukup tinggi (Winarno, 1993).

Protein utama jaringan ikat adalah kolagen, yang merupakan penentu kualitas
daging. Kolagen merupakan protein yang paling luas terdapat didalam tubuh hewan
meliputi 20%-25 % dari total protein tubuh mamalia. Kolagen merupakan protein
struktural pokok pada jaringan ikat, dan mempunyai pengaruh besar terhadap
kealotan daging. Protein daging juga dipengaruhi oleh kemampuan daging untuk
mengikat air atau ering disebut water-holding capacit (WHC). Absorpsi air
merupakan kemampuan daging menyerap air secara spontan dari lingkungan yang
mengandung cairan, seperti pemasakan, penggilingan. Pemasakan menyebabkan
perubahan daya ikat air karena adanya solubilitas protein daging. Penurunan daya ikat
air daging hingga temperatur 80C sehingga protein mengalami denaturasi sempurna
(Soeparno, 2005).

E. Sifat Organoleptik
Penilaian aroma, rasa, warna dan tekstur memiliki fungsi dan cara penilaian
yang berbeda, antara lain :1)Penilaian aroma makanan banyak menentukan kelezatan
bahan makanan tersebut, dalam hal aroma atau bau lebih banyak sangkut pautnya
dengan alat indera pembau; 2)Penilaian rasa makanan dapat dikendalikan dan
dibedakan oleh kuncup- kuncup cecepan yang terletak pada papilla yaitu bagian noda
merah jingga pada lidah; 3)Penilaian warna makanan dapat dikenali dan dibedakan
oleh indera penglihatan atau mata, sehinga tidak semua orang dapat melakukan
penilaian warna; 4)Penilaian tekstur makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh
indera lidah atau perasa dan indera kulit, penilaian tekstur biasa digunakan untuk
menguji kerenyahan dan permukaan yang diteliti (Winarno, 2004).
Ada beberepa kriteria mutu sensoris bakso daging antara lain: 1) Tampilan :
bakso memiliki bentuk bulat halus, berukuran seragam, bersih dan mengkilap, tidak
kusam, sedikitpun tidak tampak berjamur dan tidak berlendir. 2) Warna : bakso
memiliki warna cokelat muda cerah atau sedikit agak kemerahan atau abu- abu, dan
warna tersebut merata tanpa warna lain yang mengganggu. 3)Aroma : bakso memiliki
aroma khas daging segar rebus dominan, tanpa bau tengik, masam, basi atau busuk
dan bau bumbu cukup tajam 4) Rasa: bakso memiliki rasa lezat, enak, rasa daging
dominan dan rasa bumbu cukup menonjol tetapi tidak berlebihan dan tidak terdapat

rasa asing yang mengganggu. 5) Tekstur : bakso memilki tekstur kompak, elastis,
kenyal tetapi tidak liat, lembek, tidak basah berair dan tidak rapuh (Wibowo, 1995).

F. Kerangka Konsep

Variabel Terkendali
- Tepung tapioka
- Lama perebusan 30 menit
pada suhu 100 C
- Pengadonan
- Jenis dan jumlah bumbu
- Daging sapi
- Putih telur
- Es batu
Variabel Pengaruh
Variasi subtitusi ampas
tahu
0%,25%, 30%, 35% dan
40%

Bakso Daging
Sapi

Variabel Terpengaruh
- Kadar protein
- Sifat organoleptik,
meliputi:aroma, rasa,
warna dan tekstur

G. Hipotesa
Ada pengaruh variasi substitusi ampas tahu terhadap kadar protein dan sifat
organoleptik bakso daging sapi .

Anda mungkin juga menyukai