Anda di halaman 1dari 94

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Daging merupakan produk peteranakan yang mempunyai nilai gizi yang tinggi.
Konsumsi daging oleh masyarakat indonesia masih tergolong kecil jika
dibandingkan dengan negara tetangga. Hal ini dikarenakan harga daging yang
cukup tinggi sehingga kurang terjangkau oleh masyarakat menengah kebawah.
Untuk menyiasati hal ini diperlukan makanan olahan daging dengan harga
terjangkau yang bisa dikonsumsi oleh semua kalangan. Sehingga dengan adanya
makanan olahan daging ini diharapkan konsumsi masyarakat terhadap daging
meningkat. Selain itu, cita rasa yang dihasilkanpun lebih baik. Tidak hanya
menguntungkan bagi konsumen, bagi produsenpun hal ini sangat
menguntungkan
Sosis adalah salah satu produk olahan daging yang cukup digemari oleh
masyarakat indonesia. Belakamgan ini semakin banyak beredar produk sosis
dengan berbagai macam rasa. Selain rasanya yang lezat, sosis mempunyai
kandungan gizi yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan penggemar sosis
cukup banyak. Pada dasarnya kandungan gizi sosis tergantung dari kualitas
bahan yang digunakan dan proses pengolahannya. Untuk itu, diperlukan
pengetahuan dan pemahaman dalam pengolahan sosis sehingga kualitas nutrisi
sosis tetap terjaga. Selain itu, untuk meningkatkan kandungan nutrisi ddalam
mengkonsumsi sosis diperlukan bahan tambahan dalam sosis dengan cara
melakukan olahan terhadap sosis dengan mencampurkan sosis dengan kentang.
Dengan adanya kombinasi ini kandungan gizi sosis dalam bentuk pergedel sosis
akan bertambah.

Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui cara pembuatan makanan olahan
bakso berupa pergedel sosis dan mengetahui kualitas uji hedonik dan uji mutu
hedonik.

TINJAUAN PUSTAKA
Daging
Daging adalah salah satu dari produk pangan yang mudah rusak disebabkan
daging kaya zat yang mengandung nitrogen, mineral, karbohidrat, dan kadar air
yang tinggi serta pH yang dibutuhkan mikroorganisme perusak dan pembusuk
untuk pertumbuhannya (komariah, 2004). Organ-organ misalnya hati, ginjal,
otak, paru0paru, jantung, limpa, pancreas, dan jaringan otot termasuk dalam
definisi ini (Soeparno, 2005).
Banyak hal yang dapat mempengaruhi kualitas daging baik ketika pemeliharaan
ataupun ketika pengolahan. Faktor yang dapat mempengaruhi penampilan
daging selama proses sebelum pemotongan adalah perlakuan transportasi dan
istirahat yang dapat menentukan tingkat cekaman (stress) pada ternak yang
pada akhirnya akan menentukan kualitas daging yang dihasilkan (Sayuti, 2006).
Faktor penanganan setelah pemotongan yang telah diteliti dapat mempengaruhi
kualitas daging adalah perlakuan stimulasi listrik (Ho et al., 1996; Lee et al.,
2000). Selain itu injeksi kalsium klorida (CaCl2) diketahui dapat pula
mempengaruhi kualitas daging sapi (Wheeler et al., 1993; Diles et al., 1994).
Ternak yang mengalami perjalanan jauh akan mengakibatkan ternak tersebut
stress (kelelahan) sehingga terjadi perubahan dalam sifat fisik, kimia maupun
sensori (Wulf et al., 2002).
Sosis
Sosis merupakan salah satu produk olahan daging yang cukup digemari. Menurut
Buckle et al (1987) sosis atau sausage baerasal dari kata salsus yang berarti
menggiling dengan garam. Daging digiling dan dihaluskan, dicampur bumbubumbu kemudian diaduk hingga tercampur rata dam dimasukkan kedalam
selongsong (Winarno,1990).
Sosis mempunyai kandungan gizi yang tinggi. Komposisi gizi sosis berbeda-beda,
tergantung pada jenis daging yang digunakan dan proses pengolahannya
(Winarno, 1990). Dilihat dari jenis dagingnya, sosis dapat digolongkan menjadi
sosis ayam, sosis sapi, dan sosis babi (Made, 2007).
Sosis yang bayak dipasarkan di Indonesia adalah sosis emulsi segar (fresh
sausage) tanpa fermentasi. Di pasasaran dituliskan dalam bentuk asal bahan
baku, seperti beef sausage dari sapi, chiken sausage dari ayam pork sausage
dari daging babi (LP, POM MUI, 2001).
Ketentuan mutu sosis berdasarkan berdasarkan SNI (SNI 01-3820-1995) adalah:
kadar air 67%, kadar abu 3%, kadar protein minimum 13%, kadar lemak
maksimum 25%, kadar karbohidrat maksimum 8% (Made 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengolahan sosis adalahemulsi sosis,
bahan pengikat, selongsong sosis dan bumbu-bumbu. Masalah yang dihadapi
dalam pembuatan sosis adalah pecahnya emulsi. Emulsi dapat pecah karena

penggilingan berlebihan, penggunaan daging yang nisbah miosin, kolagen yang


tidak seimbang daging pendek), pemanasan yang berlebihan dan terlampau
cepat selama proses pengolahan (Winarno 1993). Selongsong sosis dapat
dibedakan menjadi 2 yaitu selongsong sosis alami dan buatan. Pada dasarnya
selongsong sosis buatan dibagi menjadi 4 yaitu yang terbuat dari sellulosa,
kolagen yang dapat dimakan, kolagen yang tidak dapat dimakan, dan dari plastik
(Kramlich, 1989).
Tepung Tapioka
Tepung tapioka adalah tepung yang berasal dari singkong. Tepung tapioka adalah
karbohidrat granuler yang berwarna putih, hasil sintesa tanaman dari barbagai
gugus glukosa yang berfungsi sebagai bahan makanan cadangan. Tepung ini
terdiri dari amilosa dan amilopektin, sifat amilopektin dapat memperkuat
permukaan terhadap bahan yang ditambahkan tepung tersebut (Wargiono,
1979). Komponen amilosa berfungsi dalam daya serap air dan kesempurnaan
proses gelatinisasi produk (Hidayat, 2007). Menurut Cahyadi (2006) secara
umum pati terdiri dari 25% amilosa dan 75% amilopektin. Karena daya serap air
yang cukup tinggi pada tepung tapioka, tepung ini biasanyadigunakan untuk
campuran bakso. Bakso agar lezat dan bermutu tinggi, jumlah tepung sebaiknya
tidak lebih dari 15% dari berat daging (Wibowo, 2006).
Bumbu dan Es
Bahan penyedap dan bumbu, misalnya bawang putih mempunyai pengaruh
preservatif terhadap produk olahan daging karena mengandung lemak (minyak
esensial, substansi yang bersifat bakteriostatik). Beberapa bumbu mempunyai
sifat sebagai antioksidan, sehingga dapat menghambat perkembangan
ransiditas. Penambahan bahan penyedap dan bumbu terutama ditujukan untuk
meningkatkan flavour (Soeparno, 1994). Astawan dan Andreas (2008)
menyatakan bahwa bawang putih merupakan salah satu komponen penting
dalam bumbu berbagai masakan dan obat penyembuh berbagai penyakit.
Konsumsi bawang putih setengah sampai satu siung sehari selama sebulan
mampu menurunkan kadar kolesterol sebesar 9%. Salah satu zat antikolesterol
yang paling kuat di dalam bawang putih adalah ajone, suatu senyawa yang juga
mencegah penggumpalan darah.
Penggunaan es juga berfungsi menambahkan air ke adonan sehingga adonan
tidak kering selama pembentukan adonan maupun selama perebusan.
Penggunaan es sebanyak 10 15% dari berat daging atau bahkan 30% dari
berat daging (Palupi, 1986). Penggilingan daging bersama es dan garam serta
penyimpanan selama beberapa jam akan menyebabkan ekstraksi protein atau
kemampuan protein mengikat lemak dan air yang lebih efisien dan
mempengaruhi kandungan protein sosis (Soeparno, 1994)
Warna
Warna merupakan hal yang penting dan memberikan daya tarik
tersendiri pada suatu produk. Hal ini juga berlaku pada daging. Cross, dkk

(1986) menyatakan bahwa ketika mempertimbangkan gambaran spesifik dari


penampilan fisik daging, penelitian menunjukkan bahwa warna daging
merupakan faktor kualitas yang lebih berpengaruh bagi pemilihan konsumen.
Kekenyalan
Kekenyalan adalah kemampuan produk pangan untuk pecah akibat gaya tekan
(Soekarto, 1990). Kekenyalan terbentuk sewaktu pemasakan, dimana protein
akan mengalami denaturasi dan molekul-molekulnya mengembang. Kondisi
tersebut mengakibatkan gugus reaktif pada rantai polipeptida terbuka dan
selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau
berdekatan (Winarno, 1988).

MATERI DAN METODE


Materi
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah food processor, grinder, pallet
plastik, panci kukus, stuffer, spatula, dan seperang alat dapur. Bahan yang
digunakan pada praktikum ini adalah daging sapi 350 gr, lemak sapi 20%,
premix 1 (garam 3%, STPP 0,5%, sendawa 0,25%), premix 2 (skim 10%, minyak
10%, bawang putih 1,5 %, merica 1%, pala 0,5%, jahe 0,5%), premix 3 (tapioka
15%, casing selulose d:19cm 40%), es batu, kentang, minyak goreng, daun
bawang, dan saos sambel.
Metode
Semua peralatan yang akan digunakan untuk proses pengolahan sosis
harus disiapkan dan dalam kondisi bersih. Sebelum memulai pengolahann
tangan dicuci. Daging yang akan digunakan adalah daging beku karena dengan
menggunakan daging beku akan membantu menjaga suhu akhir pada saat
pencampuran dan pembentukan emulsi. Daging sebanyak 350 gr digililng
dengan grinder untuk menghasilkan daging dengan diameter 5 mm. Proses
penggilingan dilakukan dalam tiga tahap. Tahap satu dicampur dengan premix
1dan 1/3 bagian es selama 5 menit. Tahap dua dicampur dengan premix 2 dan
1/3 bagian es selama 2 menit. Tahap tiga dicampur dengan premix 3 dan 1/3
bagian es selama 2 menit. Setelah semua bahan homogen dan menyatu, adonan
dimasukkan kedalam casing dengan menggunakan stuffer. Selanjutnya adonan
yang sudah masuk kedalam casing diikat sekitar 12 cm/sosis. Sosis kemudian
dikukus. Sosis yang sudah matang didinginkan disuhu ruang sekitar 5-10 menit.
Pembuatan adonan kentang yaitu kentang direbus terlebih dahulu. Selanjutnya,
bumbu seperti garam, bawang putih dan merrica diulek. Kentang yang telah
masak dicampurkan dengan bumbu dan diulek. Sosis dibalut dengan adonan
kentang dan digoreng.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
PANELIS
Parameter

II

III

IV

VI

VI

VII

VIII

IX

rata-rata

Warna

3,
5

3,
5

3,67

Aroma

3,08

Kekenyalan

2,33

3,
5

3,38

Penampilan
umum

Tabel 1. Uji hedonik sosis kelompok 3 dan 6

Tabel 2. Uji mutu Hedonik sosis kelompok 3 dan 6


PANELIS
Parameter I

II

III

IV

VI

VII

VIII

IX

XI

XII

rata-rata

Kekenyala
n

2,25

Tabel 3. Uji hedonik sosis kelompok 3 (pergedel sosis)


PANELIS

rata-rata

Parameter

II

III

IV

VI

Warna

3,5

3,5

3,75

Aroma

3,17

Kekenyalan

2,83

Penampilan
umum

3,5

3,00

Tabel 4. Uji mutu Hedonik sosis kelompok 3 (pergedel sosis)

PANELIS

rata-rata

Parameter

II

III

IV

VI

Kekenyalan

2,67

Pembahasan
Uji hedonik pa pergedel sosis terdiri dari da ri warnaaroma, kekenyalan, dan
penampilan umum. Nilai warna 3,75, aroma 3,17, kekenyalan 2,83 dan
penampilan umum 3,00. Secara kesluruhan panelis cukup menyukai produk
pergedel sosis. Hanya pada nilai kekenyalan panelis yang sedikit kurang
menyukai.
Kekenyalan adalah kemampuan produk pangan untuk pecah akibat gaya tekan
(Soekarto, 1990). Kekenyalan terbentuk sewaktu pemasakan, dimana protein
akan mengalami denaturasi dan molekul-molekulnya mengembang. Kondisi
tersebut mengakibatkan gugus reaktif pada rantai polipeptida terbuka dan
selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau
berdekatan (Winarno, 1988). Pergedel sosis yang dihasilkan memiliki tingkat
kekenyalan 2,83. Hal ini menandakan tanggapan panelis terhadap kekenyalan
pergedel sosis kurang baik atau kurang kenyal. Sementara hasil mutu uji hedonik
kekenyalan bakso adalah 2,67. Selain faktor pemasakan yang mempengaruhi
tingkat kekenyalan ini adalah STPP. Sosis yang tingkat kekenyalan kurang baik ini
kemungkinan diakibatkan oleh casing yang kurang sempurna. Saat pengemasan
atau pemasukan sosis kedalam selongsong terjadi sedikit kesalahan berupa tidak
dilakukan pengurutan pada sosis.
Komposisi gizi sosis berbeda-beda, tergantung pada jenis daging yang digunakan
dan proses pengolahannya (Winarno, 1990). Faktor-faktor yang mempengaruhi
proses pengolahan sosis adalahemulsi sosis, bahan pengikat, selongsong sosis
dan bumbu-bumbu. Masalah yang dihadapi dalam pembuatan sosis adalah
pecahnya emulsi. Dengan penambahan kentang pada sosis akan meningkatkan
kandungan gizi pada pergedel sosis. Sehingga ketika mengkonsumsi sosis, tidak
hanya protein hewani yang didapat tapi juga kandungan protein nabatinya.
Penggunaan es sebanyak 10 15% dari berat daging atau bahkan 30% dari
berat daging (Palupi, 1986). Es yang ditambahkan berfungsi untuk menjaja suhu
food processor agar tidak naik. Suhu alat ini perlu dijaga agar proses emulsi
dapat berjalan dengan baik dan lancar. Penggilingan daging bersama es dan
garam serta penyimpanan selama beberapa jam akan menyebabkan ekstraksi
protein atau kemampuan protein mengikat lemak dan air yang lebih efisien dan
mempengaruhi kandungan protein sosis (Soeparno, 1994)

ANALISIS BIAYA
1. Biaya produksi perkedel sosis
1.a. Sosis
Berat Bahan

Bahan

Harga Bahan

350 gr

Daging

Rp 22.750,00

105 gr

Tapioca

Rp 578,00

35 gr

Skim bubuk

Rp 2.350,00

52,5 gr

Lemak

Rp 1.050,00

13,3 gr

Garam

Rp 67,00

2,45 gr

STTP

Rp 111,00

3,5 gr

Bawang putih

Rp 70,00

1,05 gr

Pala

Rp 263,00

1,75 gr

Jahe

Rp 35,00

193 gr

Es

Rp 290,00

Total Harga I

Rp 27.564,00

Total Pembulatan

Rp 27.600,00

Sosis yang dihasilkan sebanyak 20 buah sosis sehingga biaya produksi


yang dibutuhkan dalam produksi 1 buah sosis sebesar Rp 1.380,00. Sosis yang
digunakan hanya 5 buah sehingga biaya yang digunakan untuk produksi
perkedel sosis sebesar Rp 6.900,00.
1.b. Perkedel
Berat Bahan

Jenis Bahan

Harga Bahan

1000 gr

Kentang

Rp 7.000,00

Garam

Rp 50,00

1/2 batang

Daun bawang

Rp 238,00

250 L

Minyak Goreng

Rp 2.500,00

Merica

Rp 40,00

Saus Cabai

Rp 100,00

Total Harga II

Rp 9.928,00

Harga Pembulatan

Rp 9.950,00

Total Harga I & II sebesar Rp 16.850,00. Jadi total biaya produksi untuk 1
buah perkedel sosis sebesar Rp 1.685,00.
2. Biaya penjualan perkedel sosis
Jumlah

Harga Satuan

Total Harga

10

Rp 2.000,00

Rp 20.000,00

3. Keuntungan yang

diperoleh :
Biaya penjualan biaya produksi = keuntungan
Jadi keuntungan yang didapat : Rp 20.000,00 Rp 16.850,00 = Rp 3.150,00

KESIMPULAN
Pembuatan pergedel sosis dilakukan dengan tiga tahapan utama, yaitu
pembuatan adonan sosis, pembuatan adonan kentang, dan penggabungan sosis,
kentang sehingga mengahasilkan pergedel sosis. Pada pengujian hedonik
didapatkan hasil uji hedonik yaitu warna 3,75; aroma 3,17; kekenyalan 2,83; dan
penampian umum 3,00. Sedangkan pada uji mutu hedonik kekenyalan 2,67.

DAFTAR PUSTAKA
Astawan, W. 1989. Teknologi Pengolahan Pangan Tepat Guna. CV Akademika
Pressindo, Jakarta.

Buckle, KA, R.A Edward, G H Fleet dan M Wooton, 1987. Ilmu Pangan, Terjemahan
H. Purnomo dan Adiono, Ui Press, Jakarta.

Cahyadi, W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. PT.
Bumi Aksara, Jakarta

Cross, H. R. and A. J. Overby. 1988. Meat Science and Technology In Old Animal
Science. Elsevier Publishing Company Inc., New York.

Ho, C. Y. , M. M. Stromer & R. M. Robson. 1996. Effects of electrical stimulation on


postmortem titin, nebulin, desmin, and troponin-t degradation and ultrastructural
changes in bovine longissimus muscle. J. Anim. Sci. 74:1563-1575.

Komariah, I. I. Arief, & Y. Wiguna. 2004. Kualitas Fisik dan Mikroba Daging Sapi
yang Ditambah Jahe (Zingiber officinale Roscoe) pada Konsentrasi dan Lama
Penyimpanan yang Berbeda. Media Peternakan. 27(2): 46-54

LP POM, MUI, 2001. Lembaga Penelitian, Pengawas obat dan makanan, Majelis
Ulama Indonesia.
Made, Astawan. 2007. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Palupi, W. D. E. 1986. Tinjauan Literatur Pengolahan Daging. Pusat Dokumentasi
Ilmiah Nasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. UGM Press, Yogyakarta.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging Cetakan Keempat. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.

Soekarto, S. T. 1990. Dasar-Dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan.


IPB Press, Bogor.

Wulf, D. M., R. S. Emnett, J. M. Leheska, & S.J. Moeller. 2002. Relationships


amongglycolytic potential, dark cutting (dark, firm, and dry) beef, and cooked
beef palatability. J. Animal Sci. 80:1895-1903.

Winarno, F. G. 1988. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta

Wargiono, J. 1999. Ubikayu dan Cara Bercocok Tanamnya. Lembaga Pusat


Penelitian Pertanian, Bogor.
Wibowo, Singgih. 2006. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging .
PenebarSwadaya. Jakarta
Wheeler, T. L., M. Koohmaraie, J. L. Lansdell, G. R. Siragusa & M. F. Miller. 1993.
Effectsof postmortem injection time, injection level, and concentration of calcium
chloride on beef quality traits. J. Anim. Sci. 71:2965-2974.
Winarno. 1990, F G, 1990. Protein, sumber dan Peranannya, Penerbit Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta
Winarno. 1993. Pangan Gizi, teknologi konsumen. gramedia pustaka utama.
Jakarta

PENDAHULUAN

Landasan Teori
Pengertian umum dari kemasan adalah suatu benda yang digunakan
untuk wadah atau tempat dan dapat memberikan perlindungan sesuai
dengan tujuannya. Adanya kemasan dapat membantu
mencegah/mengurangi kerusakkan, melindungi bahan yang ada di
dalamnya dari pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan,
benturan atau getaran. Dari segi promosi kemasan dapat berfungsi
sebagai perangsang atau daya tarik pembeli (Esti, 2007).
Plastik adalah salah satu bahan yang dapat kita temui di hampir setiap
barang. Mulai dari botol minum, TV, kulkas, pipa pralon, plastik
laminating, gigi palsu, compact disk (CD), kutex (pembersih kuku), mobil,
mesin, alat-alat militer hingga pestisida. Oleh karena itu kita bisa hampir
dipastikan pernah menggunakan dan memiliki barang-barang yang
mengandung Bisphenol-A. Salah satu barang yang memakai plastik dan
mengandung Bisphenol A adalah industri makanan dan minuman sebagai
tempat penyimpan makanan, plastik penutup makanan, botol air mineral,
dan botol bayi walaupun sekarang sudah ada botol bayi dan penyimpan
makanan yang tidak mengandung Bisphenol A sehingga aman untuk
dipakai makan. Satu tes membuktikan 95% orang pernah memakai
barang mengandung Bisphenol-A (Rachmawan, 2001).
Plastik dipakai karena ringan, tidak mudah pecah, dan murah. Akan tetapi
plastik juga beresiko terhadap lingkungan dan kesehatan keluarga kita.
Oleh karena itu kita harus mengerti plastik-plastik yang aman untuk kita
pakai. Jenis-jenis plastik yaitu sebagai berikut :
1. PETE atau PET (polyethylene terephthalate) biasa dipakai untuk botol
plastik yang jernih/transparan/tembus pandang seperti botol air mineral,
botol jus, dan hampir semua botol minuman lainnya. Botol-botol dengan
bahan 1 dan 2 direkomendasikan hanya untuk sekali pakai. Jangan pakai

untuk air hangat apalagi panas. Buang botol yang sudah lama atau
terlihat baret-baret.
2. HDPE (high density polyethylene) biasa dipakai untuk botol susu yang
berwarna putih susu. Sama seperti 1 PET, 2 juga direkomendasikan hanya
untuk sekali pemakaian.
3. V atau PVC (polyvinyl chloride) adalah plastik yang paling sulit di daur
ulang. Plastik ini bisa ditemukan pada plastik pembungkus (cling wrap),
dan botol-botol. Kandungan dari PVC yaitu DEHA yang terdapat pada
plastik pembungkus dapat bocor dan masuk ke makanan berminyak bila
dipanaskan. PVC berpotensi berbahaya untuk ginjal, hati dan berat badan.
4. LDPE (low density polyethylene) biasa dipakai untuk tempat makanan
dan botol-botol yang lembek. Barang-barang dengan kode 4 dapat di daur
ulang dan baik untuk barang-barang yang memerlukan fleksibilitas tetapi
kuat. Barang dengan 4 bisa dibilang tidak dapat di hancurkan tetapi tetap
baik untuk tempat makanan.
5. PP (polypropylene) adalah pilihan terbaik untuk bahan plastik terutama
untuk yang berhubungan dengan makanan dan minuman seperti tempat
menyimpan makanan, botol minum dan terpenting botol minum untuk
bayi. Karakteristik adalah biasa botol transparan yang tidak jernih atau
berawan. Cari simbol ini bila membeli barang berbahan plastik.
6. PS (polystyrene) biasa dipakai sebagai bahan tempat makan styrofoam,
tempat minum sekali pakai, dll. Bahan Polystyrene bisa membocorkan
bahan styrine ke dalam makanan ketika makanan tersebut bersentuhan.
Bahan Styrine berbahaya untuk otak dan sistem syaraf. Selain tempat
makanan, styrine juga bisa didapatkan dari asap rokok, asap kendaraan
dan bahan konstruksi gedung. Bahan ini harus dihindari dan banyak
negara bagian di Amerika sudah melarang pemakaian tempat makanan
berbahan styrofoam termasuk negara China.
7. Other (biasanya polycarbonate) bisa didapatkan di tempat makanan
dan minuman seperti botol minum olahraga. Polycarbonate bisa
mengeluarkan bahan utamanya yaitu Bisphenol-A ke dalam makanan dan
minuman yang berpotensi merusak sistem hormon. Hindari bahan plastik
Polycarbonate (Millati, 2010).

Dapat mengeluarkan bahan utamanya yaitu Bisphenol-A ke dalam


makanan dan minuman yang berpotensi merusak sistem hormon,
kromosom pada ovarium, penurunan produksi sperma, dan mengubah
fungsi imunitas. Dianjurkan tidak digunakan untuk tempat makanan
ataupun minuman. Ironisnya botol susu sangat mungkin mengalami
proses pemanasan, entah itu untuk tujuan sterilisasi dengan cara
merebus, dipanaskan dengan microwave, atau dituangi air mendidih atau
air panas (Syarif, 1989).
Plastik mempunyai berbagai sifat yang menguntungkan,
diantaranya:
a. Umumnya kuat namun ringan.
b. Secara kimia stabil (tidak bereaksi dengan udara, air, asam, alkali dan
berbagai zat kimia lain).
c. Merupakan isolator listrik yang baik.
d. Mudah dibentuk, khusunya dipanaskan.
e. Biasanya transparan dan jernih.
f. Dapat diwarnai.
g. Fleksibel/plastis
h. Dapat dijahit.
i. Harganya relatif murah (Syarif, 1989).
Saat ini banyak sekali ditemukan kemasan dengan berbagai bahan, tetapi
pada umumnya kemasan yang digunakan untuk benih tanaman pangan
khususnya kedelai berupa plastik polyethelinedengan ketebalan bervariasi
antara 0,05 0,08 mm. Bahan ini biasanya berciri lentur (elastis), buram
(tidak bening) dan tidak kaku sehingga diharapkan tidak mudah pecah
saat benih dalam kemasan tersebut ditransportasikan serta dapat
mempertahankan mutu benih yang ada didalamnya. Lombok Barat yang

merupakan daerah sentra produksi kedelai di Nusa Tenggara Barat,


menggunakan jenis kemasan yang lebih kreatif lagi yaitu
plastik polyetheline berlapis kertas semen didalamnya sehingga lebih
menjamin keamanan benih baik dari segi mutu maupun transportasi
(Herni, 2006).

Tujuan
Tujuan dari praktikum ini yaitu mahasiswa dapat mengenal berbagai jenis
kemaan plastik, mengetahui sifat-sifat plastik dan bahan resin pembuat
kemasan.

TATA CARA PENELITIAN

Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 3 Maret 2010 pukul
14.25-16.05 WITA. Bertempat di laboraturium Pengolahan Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru.

Bahan dan Alat


Bahan yag digunakaan adalah Plastik polietilen, PVC, PET, PS, kemasan
botol, air mendidih, korek api, larutan asam, larutan basa, pelarut polar
dan non polar.

Prosedur Kerja
1. Uji Bakar Plastik

1 lembar plastik
Dilakukan pengamatan terhadap kemudahan terbakar, kecepatan
rambat nyala api,
warna nyala api, pembentukan asap, warna asap dan bau yang timbul.
Hasil
Digulung dan dibakar pada salah satu ujungnya

1. Identifikasi kemasan botol

Produk

Diidentifikasi jenis kemasan , bahan yang dikemas, bahan pembuat


kemasan,
dan simbol pada kemasan.
Hasil

Air
Pengujian Hot filled

Dipanaskan sampai mendidih


Diamati apakah berubah bentuk atau tidak
Kemudian diisikan air mendidih ke dalam kemasan yang diujicobakan
Hasil

A
A

1. Uji ketahanan asam basa dan pelarut

Diamati perubahan yang terjadi


Diujicobakan dengan larutan asam, basa, pelarut polar dan non polar
dengan direndam selama 24 jam
Dipotong beberapa jenis yang berbeda

Hasil
Plastik

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tabel 1. Uji Bakar Plastik


Kecepatan
Rambat Nyala
api

Warna
Nyala Api

No.

Nama Produk

Kemudahan
Terbakar

1.

Gelas Aqua

Mudah

Cepat

Jingga

2.

Nu Milk Tea

Sulit

Cepat

Jingga

3.

Frestea

Mudah

Lambat

Jingga

4.

Prof. Botol

Mudah

Cepat

Biru Jingga

5.

Head &

Mudah

Lambat

Biru Jingga

Shoulders

6.

Indomie Soto
Banjar

Mudah

Cepat

Biru Jingga

7.

Cannon Ball

Mudah

Cepat

Biru Jingga

8.

Royco

Mudah

Lambat

Jingga

Pembentukan Asap

Warna Asap

Bau

Ada

Putih

Menyengat

Ada

Hitam

Menyengat

Ada

Hitam

Menyengat

Ada

Hitam

Menyengat

Ada

Putih

Menyengat

Ada

Putih

Menyengat

Ada

Putih

Menyengat

Ada

Putih

Menyengat

Tabel 2. Identifikasi Kemasan Botol

No.

Nama Produk

Bahan yang
Dikemas

1.

Aquarius

Pangan Cairan

2.

Mizone

Pangan Cairan

3.

Indomilk

Pangan Cairan

4.

Prof

Pangan Cairan

5.

Fruitamin

Pangan Cairan

6.

Indomie

Pangan Padatan

7.

Enaak Plain

Pangan Cairan

Sunlight

Non Pangan
Cairan

8.

Bahan Resin

Simbol

Tabel 3. Pengujuan Hot Filled

No.

Nama Produk

Perubahan yang Terjadi

Mengkerut (25.5 detik)


1.

Mizone

Mengkerut (31.7 detik)


2.

Coca Cola

Tidak mengkerut (59.6 detik)


3.

Pantene

4.

Ades

Mengkerut (1 menit 7.6 detik)

Tabel 4. Uji Ketahanan Asam Basa dan Pelarut


Reaksi Pada

No.

Nama
Produk

Bahan
Resin

Larutan
Asam

Larutan
Basa

Larutan
Polar

(NaOH 2M
)

(Dietil
Eter)

Larutan
Nonpolar
(Aquades)

(H2SO42M)
1.

Sunlight

Warna tidak
Keadaan
Keadaan Warna pada
luntur, pada
plastik
plastik
kemasan
bagian sisi
tetap, tidak
tetap,
tetap,
ujung plastik mengkerut,
tidak
plastik
mengkerut, warna tidak mengkerut
terbuka
tidak lengket
berubah,
, warna
menjadi

pada
kemasan
tetap,
tidak
mengkerut
tidak
, tidak
lengket
lengket
pada
pada
wadah
wadah
perendama perendam
n dan
an dan
permukaan permukaa
kesat
n kesat

dua bagian,
tidak
mengkerut,
tidak
lengket dan
permukaan
sedikit licin

Apabila
permukaan
plastik
digosokkan
dengan
pengungkit
warnanya
akan
Warna
luntur,
tetap,
licin,
keadaan
Kesat, warna
keadaan
plastik
tidak
plastik
utuh, tidak
berubah,
utuh, tidak mengkerut
keadaan
mengkerut
, tidak
plastik utuh,
dan tidak
lengket
tidak
lengket
pada
mengkerut,
pada
wadah
tidak lengket
wadah
perendam
pada wadah perendama
an dan
perendaman
n
kesat

Warna tidak
berubah,
keadaan
plastik
utuh, tidak
mengkerut,
dapat
diambil,
tidak
lengket
pada wadah
perendama
n dan licin

Plastik
Apabila
Sedikit
kemasan luar permukaan mengkerut

Plastik
keamsan

pada wadah
perendaman
dan
permukaan
kesat

2.

Ale-ale

3.

Citra

plastik
digosokkan
dengan
pengungkit
warnanya
akan
luntur,
terkelupas
licin, tidak
namun tidak mengkerut,
semua nya,
dan tidak
sedikit
lengket
mengkerut,
pada
kesat dan
permukaan
tidak lengket
wadah
pada wadah perendama
perendaman
n

4.

5.

Indomilk
Label

Indomilk
Kemasan

, kesat,
plastik
kemasan
luar
terkelupas
namun
tidak
semuanya,
warna
tetap dan
tidak
lengket
pada wadh
perendam
an

luar
terkelupas
namun
tidak
semuanya,
sedikit
mengkerut,
licin sedikit
kesat,
warna
tetap, tidak
lengket
pada wadah
perendama
n

Permukaan
Kesat,
licin, tidak
sedikit
Mengkerut,
mengkerut, mengkerut
warna
warna
, warna
sedikit
Sedikt
tetap dan
tetap dan
berubah,
mengkerut,
tidak
tidak
licin dan
kesat, warna
lengket
lengket
tidak
tetap dan
pada
pada
lengket
tidak lengket
wadah
wadah
pada wadah
pada wadah perendama perendam perendama
perendaman
n
an
n

Kesat, tidak
mengkerut,
warna tetap
dan tidak
lengket pada
wadah
perendaman

Licin,
Kesat,
Licin, tidak
sampel
tidak
mengkerut,
menggulun mengkerut warna tetap
g, warna
, warna
dan tidak
tetap dan
tetap dan
lengket
tidak
tidak
pada wadah
lengket
lengket
perendama
pada
pada

wadah
wadah
perendama perendam
n
an

6.

7.

8.

Mie
Keriting

Lifebuoy

Nestle

Mengkerut,
kesat, tidak
lengket
dengan
wadah dan
warna tetap

Mengkerut
, kesat,
Lengket
warna
Lengket
dengan
tidak
dengan
wadah,
luntur, dan
wadah,
warna
tidak
warna
luntur,
lengket
luntur, tidak
mengkerut
dengan
mengkerut
dan licin
wadah
dan licin

Mengkerut
pada bagian
ujung
kemasan,
licin, warna
tetap dan
tidak
mengkerut

Kesat,
Licin, tidak
tidak
lengket
lengket
pada
dengan
wadah,
wadah,
warna
tidak
tetap dan mengkerut
tidak
dan warna
mengkerut
tetap

Licin,
lengket
dengan
wadah,
tidak
mengkerut
dan warna
tetap

Kesat,
Licin, tidak
tidak
Mengkerut
mengkerut, mengkerut
pada bagian
warna
, warna
Licin, tidak
ujung, warna tetap dan
tetap dan mengkerut,
tetap, kesat
tidak
tidak
warna tetap
dan tidak
lengket
lengket
dan tidak
lengket pada
pada
pada
lengket
kemasan
kemasan
kemasan pada wadah

Pembahasan
Plastik merupakan senyawa polimer tinggi yang dicetak dalam lembaran-lembaran dan
mempunyai ketebalan yang berbeda-beda. Plastik dibuat dari resin baik alami atau sintetik
yang tersusun dari banyak monomer, yaitu rantai paling pendek, sehingga terbentuk suatu
polimer. Plastik dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis berdasarkan struktur kimianya, yaitu
liniar bila monomer membentuk rantai polimer yang lurus, dan jaringan tiga dimensi bila
monomer berbentuk 3dimensi akibat polimerisasi berantai.
Berdasarkan struktur kimianya, maka polimer dari plasik dibedakan atas :
1. Linier, bila monomer membentuk rantai polimer yang lurus, dan akan terbentuk plastik
thermoplastik yang mempunyai sifat meleleh pada suhu tertentu, melekat mengikuti
perubahan suhu dan sifatnya yang dapat balik (reversible) yaitu dapat kembali mengeras bila
didinginkan.
2. Jaringan tiga dimensi, bila monomer berbentuk tiga dimensi akibat polimerisasi berantai,
akan terbentuk plastik termoseting yang bersifat tidak dapat mengikuti perubahan suhu
danirreversibel. Bila plastik termoseting yang mengeras dipanaskan maka bahan tidak dapat
lunak kembali, tetapi akan membentuk arang dan terurai. Jenis plastik ini sering digunakan
sebagai tutup ketel seperti jenis-jenis melamin (Julianti dan Mimi, 2006).
Adapun beberapa jenis kemasan plastik yang sering digunakan antara lain :
1. Polyethylen
Polietilen merupakan film yang lunak, transparan dan fleksibel, mempunyai
kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik. Dengan pemanasan akan menjadi
lunak dan mencair pada suhu 110OC. Berdasarkan sifat permeabilitasnya yang rendah serta
sifat-sifat mekaniknya yang baik, polietilen mempunyai ketebalan 0.001 sampai 0.01
inchi, yang banyak digunakan sebagai pengemas makanan, karena sifatnya yang
thermoplastik, polietilen mudah dibuat kantung dengan derajat kerapatan yang baik.
Konversi etilen menjadi polietilen (PE) secara komersial semula dilakukan dengan tekanan
tinggi, namun ditemukan cara tanpa tekanan tinggi.
Polietilen dibuat dengan proses polimerisasi adisi dari gas etilen yang diperoleh dari
hasil samping dari industri minyak dan batubara. Proses polimerisasi yang dilakukan

ada dua macam, yakni pertama dengan polimerisasi yang dijalankan dalam bejana
bertekanan tinggi (1000-3000 atm) menghasilkan molekul makro dengan banyak
percabangan yakni campuran dari rantai lurus dan bercabang. Cara kedua, polimerisasi dalam
bejana bertekanan rendah (10-40 atm) menghasilkan molekul makro berantai lurus dan
tersusun paralel.
1. Low Density Polyethylen (LDPE)
Sifat mekanis jenis plastik LDPE adalah kuat, agak tembus cahaya, fleksibel
dan permukaan agak berlemak. Pada suhu di bawah 60OC sangat resisten terhadap senyawa
kimia, daya proteksi terhadap uap air tergolong baik, akan tetapi kurang baik bagi gas-gas
yang lain seperti oksigen, sedangkan jenis plastik HDPE mempunyai sifat lebih kaku,
lebih keras, kurang tembus cahaya dan kurang terasa berlemak.
1. High Density Polyethylen (HDPE).
Pada polietilen jenis low density terdapat sedikit cabang pada rantai antara
molekulnya yang menyebabkan plastik ini memiliki densitas yang rendah,
sedangkan high density mempunyai jumlah rantai cabang yang lebih sedikit dibanding
jenis low density. Dengan demikian, high density memiliki sifat bahan yang lebih kuat,
keras, buram dan lebih tahan terhadap suhu tinggi. Ikatan hidrogen antar molekul juga
berperan dalam menentukan titik leleh plastik.
1. Polypropilena
Polipropilen sangat mirip dengan polietilen dan sifat-sifat penggunaannya juga serupa.
Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah, ketahanan
yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap.
polypropilen diperoleh dengan pemecahan secara thermal naphtha (distalasi minyak
kasar) etilen, propylene dan homologues yang lebih tinggi dipisahkan dengan distilasi
pada temperatur rendah.
1. Polivinil Klorida (PVC)
Polivinil Klorida dibuat dari monomer yang mngandung gugus vinil. PVC
mempunyai sifat kaku, keras, namun jernih dan lengkap, sangat sukar ditembus air
dan permeabilitas gasnya rendah. Pemberian plasticizers (biasanya ester aromatik)
dapat melunakkan film yang membuatnya lebih fleksibel tetapi regang putusnya rendah,
tergantung jumlah plasticizers yang ditambahkan.

1. Vinilidin Khlorida (VC)


Mengandung dua atom klorin, merupakan bahan padat yang keras, bersifat
tidak larut dalam sebagian besar pelarut dan daya serap airnya sangat rendah. Dapat
menghasilkan film yang kuat, jernih dengan permeabilitas terhadap gas cukup rendah.
1. Politetrafluoroetilen (PTFE)
Bersifat sangat inert terhadap reaksi-reaksi kimia. Polimer ini bersifat halus,
berlemak dan umumnya berwarna abu-abu. Koefisien gesekannya sangat rendah
sehingga menghasilkan permukaan yang tidak mudah lengket serta bertahan pada daerah
suhu kerja yang luas.
1. Polistiren (PS)
Bersifat sangat amorphous dan tembus cahaya, mempunyai indeks refraksi
tinggi, sukar ditembus oleh gas kecuali uap air. Dapat larut dalam alcohol rantai
panjang, kitin, ester hidrokarbon yang mengikat khlorin. Polimer ini mudah rapuh, sehingga
banyak dikopolimerisasikan dengan batu diena atau akrilonitril.
Penggunaan bahan plastik sebagai pengemas dilakukan dengan tujuan salah satunya yaitu
praktis dan ringan. Plastik digolongkan menjadi 7 jenis yaitu PETE, HDPE, PVC, LDPE, PP,
PS dan OTHER. Pada praktikum ini, bahan yang digunakan yaitu PET , PP, V, HDPE LDPE,
PP, dan OTHER.
Uji bakar plastik merupakan suatu bentuk pengujian yang dapat digunakanuntuk
mengidentifikasi jenis polimer dari suatu plastik dengan pembakaran plastik pada nyala api.
Uji bakar plastik terdiri dari pengujian kemudahan terbakar, kecepatan rambat nyala api,
warna api, pembentukan asap, warna asap dan bau saat terbakar. Kemudahan terbakar dari
pengemas tergantung dari ketebalan bahan yang digunakan untuk mengemas suatu bahan.
Seperti plastik Nu Milk Tea yang merupakan plastik yang paling tebal diantara bahan yang
digunakan dalam praktikum, plastik Nu Milk Tea memiliki kesulitan tertinggi untuk dibakar
dibandingkan tujuh plastik lainnya.
Kecepatan rambat nyala api dari bahan pengemas tergantung dari kerapatan unsur penyusun
plastik tersebut. Plastik Gelas Aqua, Nu Milk Tea, Prof Botol, Indomie Soto Banjar dan
Cannon Ball merupakan kemasan dengan kerapatan penyusun rendah sehingga sangat mudah

sobek dan kecepatan rambat nyala api tinggi. Kemasan yang kecepatan rambatnya sedang
atau lambat memiliki kerapatan yang baik sehingga tidak mudah pecah atau sobek.
Warna nyala api dari bahan praktikum yaitu warna jingga dan biru jingga. Pembentukan asap
terjadi pada semua kemasan, hal ini berpengaruh terhadap ketebalan serta jumlah komposisi
plastik itu sendiri. Hal ini juga berpengaruh terhadap warna asap dan bau.
Identiikasi kemasan plastik yaitu air Aquarius, Mizone, Prof dengan kemasan botol
menggunakan bahan resin PET, hanya dapat digunakan untuk satu kali pakai dan dapat didaur
ulang. Kemasan dengan resin ini tidak dapat digunakan untuk mengemas bahan dengan suhu
panas karena komponen penyusun plastik akan bereaksi dengan air panas dan larut ke dalam
tubuh konsumen.
Bahan resin yang digunakan untuk kemasan plastik Fruitamin dan Indomie adalah PP dengan
logo daur ulang 5. Kemasan ini dapat digunakan sebagai tempat mengemas bahan yang
bersuhu panas karena komponen penyusunnya tidak bereaksi dengan air panas sehingga
aman digunakan untuk mengemas bahan panas. Bahan resin yang digunakan untuk kemasan
Indomilk adalah HDPE dengan logo daur ulang 2. Kemasan ini digunakan pada botol
susu, tupperware, galon air minum, kursi lipat. Namun, disarankan untuk tidak dipakai
berulang kali. Kandungan senyawa antimoni trioksidanya yang tidak baik untuk
kesehatanakan meningkat seiring waktu. Bahan resin yang digunakan pada kemasan Sunlight
adalah OTHER dengan logo daur ulang 7. Kemasan ini bisa didapatkan di tempat makanan
dan minuman seperti botol minum olahraga. Polycarbonate bisa mengeluarkan bahan
utamanya yaitu Bisphenol-A ke dalam makanan dan minuman yang berpotensi merusak
sistem hormon. Hindari bahan plastik Polycarbonate.
Pengujian hot filled pada Pantene tidak terjadi perubahan apapun pada bahan terebut karena
bahan tersebut tahan terhadap panas. Pada plastik Mizone, Coca Cola, dan Ades terjadi
pengkerutan, hal yang sangat mempengaruhi hal ini yaitu kandungan dari bahan tersebut.
Uji ketahanan terhadap asam, basa, pelarut polar dan non polar pada kemasan. Kemasan yang
digunakan dalam pengujian ini adalah sunlight, Ale-ale, Citra, Indomilk kemasan, Mie
Keriting, Lifebuoy, dan Nestle. Larutan polar yang digunakan adalah dietil eter dan untuk non
polarnya digunakan aquades. Asam yang digunakan ialah H2SO4 2M dan Basa yang
digunakan adalah NaOH 2M. Kemasan plastik yang telah dipotong kecil masing-masing
dilakukan perendaman pada larutan diatas cawan petri selama 24 jam. Setelah itu diamati dan
dicatat perubahan apa yang terjadi pada kemasan plastik tersebut.

Pada uji tahan asam yang dilakukan dengan penambahan H2SO4 pada kemasan plastic. Maka
hasil yang didapatkan dari perendaman ini adalah umumnya sampel kemasan plastik
mengkerut setelah proses perendaman tetapi pada perendaman sampel kemasan indomilk dan
kemasan lifebuoy tidak mengkerut. Warna tetap dan tidak lengket pada wadah perendaman
untuk semua sampel yang diuji. Perendaman dengan asam ini dapat disimpulakan bahwa
pada umumnya tidak merusak kemasan plastik tersebut.
Pada uji perendaman dengan basa yang menggunakan larutan NaOH 2M. Dari pengujian
yang telah dilaksanakan didapatkan hasil dengan tekstur kemasan plastik yang licin pada
setiap sampel kemasan dan juga tidak lengket pada wadha perendamannya. Pada sampel citra
dan mie keriting, warna dari kemasan tersebut luntur sedangakan pada sampel lain tidak.
Perendaman dengan pelarut polar yang digunakan dalam uji ini adalah dietil eter. Dalam
perendaman dengan pelarut polar ini didapatkan hasil yang hampir sama terhadap semua
sampel kemasan plastik yang direndam. Prendaman dengan dietil eter ini menghasilkan kesat
pada kemasan plastik namaun tidak merusak warna serta tidak lengket pada perendaman.
Sedangkan pada sampel kemasan plastik yang tipis kemasan tersebut mengkerut setelah
dilakukan perendaman. Hal yang dapat diambil dalam pengujian ini adalah pelarut polar
bereaksi dengan bahan kimia dalam kemasan plastik menghasilkan tekstur yang kesat namun
tidak merubah atau merusak struktur warna dari kemasan plastik tersebut.
Perendaman dengan pelarut non polar didapat hasil yaitu semua kemasan plastik yang
dilakukan perendaman selama 24 jam licin pada setiap sampel. Pada sampel mie keriting dan
lifebuoy kemasan yang diamati lengket dengan wadah perendaman. Pada sampel citra sedikit
mengkerut. Pada sampel indomilk label mengkerut sedangkan pada sampel lainnya tidak
mengkerut. Warna kemasan yang luntur terdapat pada kemasan plastik mie keriting dan
indomilk label sedangkan pada kemasan lainnya warnanya tetap.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah :
1. Kemasan plastik memiliki banyak jenis dari sudut pandang
polimer/bahan pembentuk kemasan plastik tersebut.
2. Kemasan plastik dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur sistem
kemasnya ada kemasan primer dan kemasan sekunder.
3. Terdapat perbedaan ketahanan dari setiap bahan pembentuk
plastik, tergantung dari bahan/polimer penyusunnya
4. Kemasan plastik dibuat berdasarkan sifat kepolaran produk yang
akan dikemas.

Saran
Sebaiknya, dalam memilih suatu produk makanan yang ingin dikonsumsi, harus
memperhatikan kemasan dari produk tersebut. Agar kita dapat memilih produk yang sehat
dan sesuai dengan kebutuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Esti Rahayu1, Eny Widajati2*. 2007. Pengaruh Kemasan, Kondisi Ruang Simpan dan
Periode Simpan terhadap Viabilitas Benih Caisin. Jurnal Penelitian Pertanian. Bul. Agron.
(35) (3) 191 196 (2007)

Herni Susilowati, 2006. Kemasan Benih Kedelai Untuk Transportasi. Balai Besar-Ppmbtph,
Tapos, Depok

Julianti, E dan Mimi, N. 2006. Teknologi Pengemasan. Laporan Penelitian.


Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Fakultas

Millati, Tanwirul, dkk. 2010. Penuntun Praktikum Teknologi Pengemasan dan


Penyimpanan.Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru

Rachmawan, Obien. 2001. Modul Dasar Pengeringan, Pendinginan dan Pengemasan


Komoditas Pertanian. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta.

Syarief, R., S.Santausa, St.Ismayana B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Laboratorium


Rekayasa Proses Pangan, PAU Pangan dan Gizi, IPB.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Telur merupakan salah satu hasil ternak yang dihasilkan dari unggas
( ayam, bebek, itik ). Telur mempunyai kandungan gizi yang lengkap dan mudah
dicerna. Telur mempunyai struktur fisik yang dimulai dari kerabang telur yang
berperan untuk melindungi telur dari tekanan fisik dari luar, selaput telur, putih
telur kental, putih telur cair dan chalaza.
Karena struktur fisik tersebut maka secara alamiah telur mempunyi daya
simpan yang relatif ( 2 3 minggu ) dan telur juga mempunyai pengawet alami
yang cukup potensial untuk melindungi dari kerusakan mikrobial.
Telur mempunyai pengawet alami yang disebut dengan putih telur
( albumen ) yang mempunyai kemampuan sebagai inhibitor ( penghambat ) bagi
pertumbuhan mikroorganisme, sehingga telur tidak cepat mengalami kerusakan
atau penurunan kualitas.
Ada dua cara dalam pengawetan telur, yaitu pengawetan alami pada
telur dan pengawetan dengan penggaraman ( pembuatan telur asin dengan
media cair dan pembuatan telur asin dengan pembalutan ).
Pengemasan adalah kegiatan untuk menampung, melindungi, menera,
membawa dan memasarkan produk dalam suatu wadah secara terencana. Yang
dimaksud dengan pengertian pengemasan diatas yaitu perlakuan terhadap
bahan atau produk pangan mulai dari pabrik sampai ketangan konsumen dapat
dijaga dengan aman dan terjamin.
Pengemasan yang dilakukan pada bahan atau produk telah diakui dapat
memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kualitas bahan atau pangan
tersebut dalam jangka waktu tertantu. Secara umum kemampuan daya simpan
dan kerusakan produk yang dikemas tergantung pada dua hal, yaitu sifat
alamiah produk dan kondisi lingkungan.
Pengawetan dengan pengemasan dapat dibagi menjadi dua, yaitu
pengemasan dengan pendinginan dan pengawetan produk ternak. Selain
pengawetan dengan pengemasan dapat dilakukan juga pengawetan dengan
pembekuan.
Agar bahan makanan dapat disimpan dengan baik, maka dapat dilakukan
pengawetan pada bahan makanan tersebut. Pengawetan bahan makanan ada
dua cara, yaitu pengawetan dengan bahan kimia yang disebus merupakan
sistem pengawetan terpadu yang mengandalkan kekuatan garam sebagai
pengawetan dengan bantuan kontrol mikroba atau fermentasi secara selektif.

Curing digunakan untuk pengawetan daging, sedangkan pikel untuk sayur


sayuran dan buah buahan.
Pengawetan dengan fermentasi digunakan untuk pengawetan susu segar
yang ditambah dengan bakteri starter Lactobacillus casei atau digantikan
dengan yakult.
Air merupakan komponen penting yang ada didalam bahan pangan,
karena air yang ada dalam bahan pangan akan mempengaruhi penampilan atau
cita rasa bahan itu sendiri.
Maka keberadaan air dalam bahan pangan ikut menentukan terhadap
kualitas dan daya tahan bahan pangan. Air dapat menjadi kurang atau tidak
dapat digunakan denan mengambilnya secara langsung ( seperti halnya dalam
dehidrasi dan dehidrasi beku ), atau dengan meningkatkan tekanan osmose
ekstraseluler ( seperti dalam prosessing ).
Jika tidak dilakukan prosessing maka kerusakan akan terjadi dalam bahan
pangan yang diakibatkan oleh adanya air didalamnya dan kerusakan diakibatkan
oleh mikroorganisme yang banyak ditentukan oleh air ( aw ), yaitu jumlah air
bebas yang ada dalam bahan pangan yang dapat digunakan oleh
mikroorganisme untuk pertumbuhan dan membantu krusakan.
Agar bahn pangan tidak cepat rusak maka, dapat dilakukan pengawetan
dengan memperpanjang daya simpannya denan memperkecil atau
menghilangkan air bebas yang ada dalam bahan pangan.
Pengurangan kadar air pada bahan pangan dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu menggunakan sinar matahari ( sun drying ) dan oven atau
pengeringan buatan ( artificial drying ).
Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari praktikum ini adalah agar praktikan mengetahui bagaimana


cara melakukan pengawetan alami pada telur, pengawetan dengan
penggaraman, pengawetan dengan pengemasan, curing ( pengawetan dengan
bahan kimia ), pengawetan dengan fermentasi, pengawetan dengan pembekuan,
pengawetan dengan pengeringan dan penentuan kadar air dengan infrared
digital moisture balance.
Manfaat dari praktikum ini praktikan mengetahui dengan tepat cara
pengawetan alami pada telur, pengawetan dengan penggaraman, pengawetan
dengan pengemasan, curin ( pengawetan dengan bahan kimia ), pengawetan
dengan fermentasi, pengawetan dengan pembekuan, pengawetan dengan
pengeringan dan penentuan kadar air dengan infrared digital moisture balance.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengawetan dengan pengeringan

Pendapat Lawrie (2000) yang menyatakan bahwa proses pengeringan dalam


pembuatan dendeng ada dua cara, pengeringan dengan sinar matahari dan

pengeringan dengan oven yang dapat dijamin hygienis, mutu, dan


kekeringannya.
Pendapat Rasyaf (2001) pembuatan dendeng ayam merupakan salah satu usaha
pengawetan daging. Daging yang dibuat dendeng, bisa diperoleh aroma lain dan
dendeng yang baik dapat disimpan sampai 60 hari.
Pendapat Rasyaf (2005) untuk mempengaruhi tingkat kadar air yang perlu
dikeluarkan oleh arus udara panas ( yang digunakan dalam proses ), maka perlu
untuk mempunyai rasio permukaan : volume yang tinggi dalam daging, oleh
karena itu digunakan daging yang sudah dipotong-potong halus
Pendapat Murtidjo (2007) bahwa salah satu metoda pengawetan pangan yaitu
dengan cara menambahkan garam ke berbagai macam makanan. Pengasapan
dan pengeringan juga telah dilakukan secara luas dalam kombinasinya dengan
garam, terutama untuk produk daging dan ikan.
Pendapat Buckle (2005) penambahan garam dalam bahan pangan
mempengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan, jadi mengendalikan pertumbuhan
mikroorganisme dengan suatu metoda yang bebas dari pengaruh racun.

Pengawetan alami pada telur

Pendapat Murtidjo, BA (2006), yang menyatakan bahwa telur yang kulitnya


bersih mulus dan kerabangnya coklat menandakan ketebalan kerabang yang
merupakan salah satu faktor daya tahan simpan telur.
Pendapat Rasyaf, M (2007), yang menyatakan bahwa telur sangat mudah
mengalami kerusakan apalagi telur yang sudah tidak mempunyai kerabang
sehingga mikroba sangat mudh berkembang dalam telur khususnya pada telur
putih.

Pengawetan dengan penggaraman

Pendapat Soedjai (2005), yang menyatakan bahwa pengawetan telur dapat


dilakukan dentgan cara melapisi kulit telur dengan pembungkus kering (dry
packing), perendaman (immertion in liquid), penutupan kulit dengan bahan
pengawet (shell shealing) dan penyimpanan dalam ruangan pendingin (coid
store).
Pendapat Rasyaf, M (2009), yang menyatakan bahwa pengawetan dengan cara
merendam telur segar dalam cairan yang dapat menutup pori-pori kulit, yang
sekaligus juga bersifat antiseptik hal dari pengawetan basah ini juga lebih bagus
bila disimpannya ditempatkan diruang yang bersuhu rendah.

Pendapat Soedjai (2005) yang menyatakan bahwa hasil pengawetan akan terasa
berbeda jika bahan dan cara pengolahannya juga berbeda. Cita rasa ini dapat
berupa warna, bau, rasa, dan tekstur yang dapat meningkatkan tingkat
kerusakan sehingga dapat meningkatkan penurunan konsumsi.
Pendapat Winarno (2006), yang menyatakan bahwa cita rasa bahan pangan
terdiri dari bau, rasa, dan rangsangan dari mulut, cita rasa telur asin khas dapat
disebabkan oleh faktor pemecahan senyawa dalam telur atau fermentasi
mikroba.

Pengawetan dengan bahan kimia (Curing)

Pendapat Winarto (2000) yang menyatakan bahwa daging yang dicuring dengan
penambahan nitrat akan menghasilkan warna merah daging yang lebih bagus
dibanding daging yang tidak dicuring.
Pendapat Lawrie (2003) yang menyatakan bahwa fungsi nitrit dalam
curing yaitu dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Nitrit ini biasanya
digunakan dalam curing daging yang mengandalkan kekuatan garam sebagai
pengawet.
Pendapat Anomymous (2006) yang menyatakan bahwa tujuan dari curing ini
yaitu untuk mempertahankan warna merah daging ataupun ikan, memberi rasa
pada daging dan ikan, dan sebagai pengawetan.

Pengawetan dengan fermentasi

Pendapat Buckle (2008) yang menyatakan bahwa fermentasi oleh bakteri akan
menghasilkan asam. Produk yang difermentasi akan lebih bagus dibandingkan
dengan produk yang tidak difermentasi.
Pendapat Gaman (2001) yang menyatakan bahwa bakteriLactobacillus
casei dalam proses fermentasi yaitu menekan pertumbuhan bakteri phatogen,
sehingga produk akan tahan lama, membantu proses pencernaan dalam tubuh
dan akan menghasilkan rasa asam pada produk.

Pengawetan dengan pengemasan

Pendapat Robert (2009), yang menyatakan bahwa penyimpanan daging pada


suhu dingin dapat menyebabkan kerusakan apabila terlalu lama disimpan.
Pendapat Hadi wiyoto (2007), yang menyatakan bahwa penyimpanan
yang baik tidak bisa menjamin kualitas bahan karena adanya sifat alami bahan
yang dapat mengalami kerusakan walupun sudah ada proses pengawetan yang
bertujuan untuk mencegah proses kerusakan.
Pendapat Piliang (2005), yang menyatakan bahwa cara mempertahankan
klualitas susu dari serangan mikroba yaitu dengan cara dipanaskan atau
pasteurisasi pada suhu 72 derjat celcius selama 15 detik atau 65 derajat celcius
selam 30 menit.
Pendapat Bambang, S (2007), yang menyatakan bahwa pengawetan atau
penyimoanan pada suhu rendah lebih tahan lama dari pada disuhu kamar karena
pada suhu rendah pertumbuhan mikroba akan terhambat.

Pengawetan dengan pembekuan

Pendapat Anonymous (2006), ytang menyatakan bahwa suatu bahan pangan


yang banyak mengandung air yang banyak ataupun sedikit akan mengalami
perbedaan berat bahan tersebut.
Pendapat Lawrie (2007), yang menyatakan bahwa pada ruangna terbuka
bahan akan mengalami perubahan yang berupa adanya penguaoan yang dapat
menyebabkan kekeringn pada bahan tersebut.

MATERI DAN METODA

Waktu dan Tempat

Praktikum Dasar Teknologi Hasil Ternak ini dilaksanakan setiap hari


Selasa mulai tanggal 12 April sampai tanggal3 Mei 2011 pukul 14.00 sd selesai
bertempat di Laboratorium Pengelolaan Hasil Ternak Gedung C Fakultas
Peternakan Universitas Jambi.
Materi

Pengawetan dengan pengeringan


Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu daging ayam
300 gr, bawang putih 6 gr, ketumbar 9 gr, gula merah 90 gr, garam 9 gr, asam
jawa 3 gr, food processor, pisau, talenan, baskom, plastik, daun pisang, dan
oven.

Pengawetan alami pada telur


Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu telur ayam ras,
piring, minyak goreng, dan penggorengan.

Pengawetan dengan penggaraman


Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu telur itik 5 butir,
garam halus, kapur sirih, air matang yamg telah dingin, amplas, sabut, dan
ember kecil.
Pengawetan dengan bahan kimia (Curing)
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu daging sapi,
garam dan gula pasir, air, sodium nitrat, pisau, timbangan dan botol.
Pengawetan dengan fermentasi
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu susu segar,
yakult, susu bubuk, gula, panci, kompor, botol dan alat pengaduk.

Pengawetan dengan pengemasan


Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu daging, plastik
poli etilen, pisau, refrigerator, dan perekat plastik.

Pengawetan dengan pembekuan


Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu daging ayam,
freezer, refrigerator, telenan, termometer, plastik, pisau, dan timbangan ohaus.

Metoda

Pengawetan dengan pengeringan


Pengawetan dengan pengeringan, yang dilakukan adalah memisahkan daging
ayam dari tulang, kulit dan lemak, kemudian dicacah dan dihaluskan dengan
food prosessor, haluskan semua bumbu yang tersedia kemudian dicampur
dengan daging ayam dalam food prosessor, siapkan daun pisang dengan
permukaan atasnya di lumurin dengan minyak sayur, kemudian buat lapisan tipis
adonan dendeng diatas permukaan daun pisang, karingkan dalam oven dengan
dua perlakuan, yaitu dendeng dikeringkan dalam oven selama 36 jam pada suhu
60 c dan dendeng kedua dikeringkan dalam oven selama 72 jam pada suhu 40 c,
kemudian ukur kadar air dengan memanaskan botol timbang dalam oven 105 c
selama jam, kemudian masukkan dalam desikator dan tutup rapat kemudian
ditimbang, masukkan sampel seperlunya kedalam botol timbang, kemudian
timbang dan catat berat botol beserta sampel, kemudian masukkan dan
panaskan botol timbang dalam oven pada suhu 105 c selama 24 jam, kemudian
ambil dan dinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang catat beratnya,
kemudian hitung kadar air bahan.

Pengawetan alami pada telur


Pengawetan alami pada telur pertama kali yang dilakukan adalah
menyiapkan empat butir telur, masing masing telur diberi tanda sesuai dengan
perlakuan, yaitu T 1 telur dibiarkan utuh, T 2 telur dipecahkan dan
dimasukkan kedalam piring, T 3 telur di rebus selama 10 menit dikupas dan
diletakkan diatas piring, T 4 telur di goreng mata sapi, semua telur di
masukkan kedalam lemari dengan suhu kamar dan amati perlakuan tersebut
sehari dua kali selama lima hari.

Pengawetan dengan penggaraman


Pengawetan dengan penggaraman, yaitu pembuatan telur asin dengan
media cair yang dilakukan adalah telur dicuci dengan air dan digosok dengan
sabut, kemudian dilap dengan kain kering, kerabang telur diamplas, telur
direndam dalam laruran garam ( air : garam = 3 : 1 ), tambahkan sedikit kapur,
kemudian disimpan dalam ember yand ditutup selama 8 10 hari dan terakhir
direbus. Sedangkan pembuatan telur asin dengan pembalutan adalah telur
dibersihkan, buat larutan teh ( air : teh = 1 liter : 60 gram teh, kemudian buat
campuran antara garam halus, serbuk batu bata dan abu gosok dengan
perbandingan 4 : 3 : 3, campuran tersebut dibuat menjadi pasta dengan
menambah larutan teh, telur di bungkus dengan pasta tadi, simpan pada ember
dan ditutup rampat selama 8 10 hari, kemudian rebus hingga masak dan
bandingkan hasilnya dengan cara basah.

Pengawetan dengan bahan kimia (Curing)


Curing ( pengawetan dengan bahan kimia ), yang dilakukan adalah menyiapkan
dua potong daging masing masing 100 gram, buat larutan yang terdiri atas
7,26 gram garam, 2,70 gram gula, 0,23 gram sodium nitrat dan 45,5 ml air, dan
buat larutan lain tanpa sodium nitrat, masukkan masing masing daging dalam
larutan tersebut, simpan dalam suhu refrigerator selama tujuh hari dan amati
perubahan yang terjadi.
Pengawetan dengan fermentasi
Pengawetan dengan fermentasi, yang dilakukan adalah siapkan satu liter susu
dan dipanaskan sampai mendidih sambil diaduk, kemudian diangkat, tambahkan
susu bubuk, kemudian dinginkan dan susu dibagi menjadi tiga bagian : susu YK
ditambah yakult dua sendok teh, YK 2 ditambak yakult tiga sendok teh, YK 3
ditambah yakult empat sendok teh, masukkan kedalam botol yang tertutup rapat
biarkan pada suhu kamar dan disimpan selama 12 14 jam, amati perubahan
yang terjadi selama proses fermentasi, kemudian lakukan uji organoleptik.

Pengawetan dengan pengemasan


Pengawetan dengan pengemasan pertamakali yang dilakukan adalah
Pengemasan dengan pendinginan yaitu, menyiapkan daging sapi dua potong
dengan ukuran 5 x 10 cm, daging disimpan dalam refrigerator pada suhu rendah
( 1 10 c ) dengan ketentuan daging I daging dimasukkan dalam plastik poli
etilen dan rekatkan, daging II daging dibiarkan terbuka dalam refrigerator,amati
perubahan yang terjadi pada daging setiap hari selama lima hari, daging diukur
dan ditentukan kadar air masing masing daging. Sedangkan pengemasan
produk ternak yang dilakukan, yaitu menyiapkan susu segar sebanyak 0,5 liter,

pasteurisasi susu tersebut pada suhu 72 c selama 15 detik, susu dimasukkan


kedalam empat botol, dua botol disimpan pada suhu kamar, dua botol disimpan
suhu rendah, salah satu dari botol tutupnya dibuka dalam masing masing
penyimpanan, amati perubahan yang terjadi pada susu setiap 8 jam selama 2
hari.

Pengawetan dengan pembekuan


Pengawetan dengan pembekuan, yang dilakukan adalah karkas ayam
dibelah menjadi dua bagian, yaitu karkas kiri dan karkas kanan, timbang masing
masing irisan karkas selanjutnya masukkan dalam kemasan plastik dan beri
tanda, kemasan dimasukkan kedalam freezer selama 48 jam, setelah lunak
keluarkan irisan karkas dari kemasan plastik dan ditimbang hitung dripp irisan
karkas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengawetan dengan pengeringan

Hasil yang didapat dari praktikum pengawetan dengan pengeringan yaitu


sebagai berikut :
Perlakuan

Kode

Berat (gram)

Kadar

Pengeringa
n

Sampel

W1

W2

Air (%)

Suhu
60o C
selama 36
jam

C1

14,569

14,626

14,625

1,78

C2

14,967

15,031

15,003

77,77

Suhu
40o C
selama 70
jam

C3

14,811

14,903

14,882

29,57

C4

10,442

10,557

10,542

15

Setelah daging ayam diolah menjadi dendeng, maka didapat hasil seperti
tabel diatas. Untuk mengukur kadar air yang terdapat pada daging ayam olahan
yaitu dengan suhu 600C selama 36 jam dan suhu 40oC selama 70 jam. Sesuai

dengan pendapat Lawrie (2000) yang menyatakan bahwa proses pengeringan


dalam pembuatan dendeng ada dua cara, pengeringan dengan sinar matahari
dan pengeringan dengan oven yang dapat dijamin hygienis, mutu, dan
kekeringannya. Menurut Rasyaf (2001) pembuatan dendeng ayam merupakan
salah satu usaha pengawetan daging. Daging yang dibuat dendeng, bisa
diperoleh aroma lain dan dendeng yang baik dapat disimpan sampai 60 hari.
Dari diatas dapat dilihat bahwa pengeringan dendeng dengan
menggunakan suhu 600C selama 36 jam kadar airnya lebih banyak dibandingkan
dengan kadar air pada pengeringan suhu 40oC selama 70 jam. Hal ini bisa saja
karena sampel untuk pengeringan suhu 60oC lebih berat dan lebih tebal
dibandingkan dengan sampel untuk pengeringan suhu 40oC, sehingga
kandungan air pada sampel untuk pengeringan suhu 60oC lebih banyak dan
lebih lama keringnya dibandingkan dengan sampel suhu 40oC. Dua macam
metode pengeringan ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan kadar air dari
masing-masing perlakuan. Menurut Rasyaf (2006) untuk mempengaruhi tingkat
kadar air yang perlu dikeluarkan oleh arus udara panas ( yang digunakan dalam
proses ), maka perlu untuk mempunyai rasio permukaan : volume yang tinggi
dalam daging, oleh karena itu digunakan daging yang sudah dipotong-potong
halus.
Pembuatan dendeng ini bertujuan untuk memperpanjang masa simpan
pangan ( mengontrol kadar air ) yang didalam prosesnya telah ditambahkan
garam. Garam ini bertujuan untuk mengurangi kadar air pangan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Murtidjo (2007) bahwa salah satu metoda pengawetan pangan
yaitu dengan cara menambahkan garam ke berbagai macam makanan.
Pengasapan dan pengeringan juga telah dilakukan secara luas dalam
kombinasinya dengan garam, terutama untuk produk daging dan ikan. Menurut
Buckle (2005) penambahan garam dalam bahan pangan mempengaruhi aktivitas
air (aw) dari bahan, jadi mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan
suatu metoda yang bebas dari pengaruh racun.

Pengawetan alami pada telur


Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan pada pengawetan alami
pada telur didapatkan hasil sebagai berikut :
Peubah

Bau

Perlakuan

Pengamatan hari ke1

T1

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

T2

Anyir

Busuk

T3

Normal

Asam

Busuk

T4

Tetap

Tetap

Mulai busuk

Busuk

Warna

Viscositas

T1

Tetap

Tetap

Tetap

Tetap

Tetap

T2

Tetap

Pudar

T3

Putih

Agak pudar

Kecoklatan

T4

Tetap

Tetap

Mulai coklat

Hitam

T1

Tetap

Tetap

Tetap

Tetap

Tetap

T2

Tetap

Mulai
encer

T3

Tetap

Tetap

Ada jamur

T4

Tetap

Menyusut

Ada jamur

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa telur yang mempunyai daya
simpan lebih lama yaitu T1 (telur yang masih utuh) dibandingkan dengan T2, T3,
dan T4. karena pada telur yang utuh mempunyai struktur kerabang yang
berperan sebagai pengawet alami serta dapat melindungi telur dari tekanan fisik
dan mikroorganisma. Sedangkan T2 (telur yang dipecah), T3 (telur yang direbus)
dan T4 (telur yang digoreng) sudah mengalami pengolahan sehingga telur
mudah mengalami kerusakan dan juga adanya suhu, temperatur, pada saat
penyimpanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Murtidjo, BA (2006), yang
menyatakan bahwa telur yang kulitnya bersih mulus dan kerabangnya coklat
menandakan ketebalan kerabang yang merupakan salah satu faktor daya tahan
simpan telur.
Sampel T2 adalah sampel yang paling cepat mengalami kerusakan
diantara sampel-sampel yang lainya karena bahan pengawet yang terdapat pada
telur sudah tidak bekerja lagi dan mikroorganisme mudah masuk apalagi
ditempat terbuka. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf, M (2007), yang
menyatakan bahwa telur sangat mudah mengalami kerusakan apalagi telur yang
sudah tidak mempunyai kerabang sehingga mikroba sangat mudh berkembang
dalam telur khususnya pada telur putih.
Pengawetan dengan penggaraman

Pada praktikum ini didapatkan hasil sebagai berikut :


Penggaraman

Unit
telur

Bobot
awal
(gr)

Bobot
akhir
(gr)

Penyusut
an (%)

Volume

basah

Kering

68,89

68,49

0,4

275

62,02

61,76

0,26

270

64,74

64,70

0,04

260

62,96

62,90

0,06

270

45

61,95

13,05

260

42

65,08

23,08

255

45

65,59

20,59

260

46

66

20

260

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa bahwa pada pennggaraman


basah telur 1 dan 2 mengalami penambahan bobot telur sedangkan telur 3
mengalami penyusutan, hal ini dikarenakan telur 1 dan 2 kemungkinan retak
sehingga air garam mudah masuk kedalam telur sehingga telur mengalami
penambahan pada bobot akhir. Pada penggaraman telur kering justru telur 1 dan
2 mengalami penyusutan sedangkan pada telur 3 mengalami penambahan
bobot akhir karena telur tersebut retak.
Salah satu cara untuk mempertahankan mutu telur dalam waktu relatif
lama adalah dengan cara pengawetan, pengawetan ini bisa diusahakan dengan
pengawetan biasa atau pengawetan yang disertai dengan proses pengolahan.
Pengawetan telur dapat dilakukan denga cara kering, perendaman, dan
penutupan kulit. Hal ini sesuai dengan pendapat Soedjai (2005), yang
menyatakan bahwa pengawetan telur dapat dilakukan dentgan cara melapisi
kulit telur dengan pembungkus kering (dry packing), perendaman (immertion in
liquid), penutupan kulit dengan bahan pengawet (shell shealing) dan
penyimpanan dalam ruangan pendingin (coid store).
Pengawetan dengan cara basah dapat dilakuakn dengan cara merendam
telur pda air yang sudah ditambahkan dengan garam, dengan cara ini kualitas
telur bisa dapat di pertahankan kesegarannya sampai satu setengah bulan. Hal
ini sesuai dengan pendapat Rasyaf, M (2009), yang menyatakan bahwa
pengawetan dengan cara merendam telur segar dalam cairan yang dapat
menutup pori-pori kulit, yang sekaligus juga bersifat antiseptik hal dari
pengawetan basah ini juga lebih bagus bila disimpannya ditempatkan diruang
yang bersuhu rendah.

Tabel pengamatan cita rasa pada pengawetan dengan penggaraman :


Penggarama

Nilai

Bau

Warna

Tekstur

Rasa

Hedonik

Alb

Yolk

Alb

Yolk

Alb

Yolk

Alb

Yolk

Sangat
suka
Basah

Suka
Biasa/netra
l
Tidak suka
Sangat
tidak suka
Sangat
suka

Kering

Suka
Biasa/netra
l
Tidak suka

Sangat
tidak suka

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pengawetan dengan


penggaraman pada metode basah lebih banyak disuakai baik warna bau, rasa
dan tekstur dibandingkan dengan pengawetan penggaraman dengan metode
kering. Citarasa dari kedua sampel dengan metode berbeda ini juga
menghasilkan hasil yang berbeda pula. Hal ini bisa di sebabkan oleh cara
pengolahan dan bahan yang digunakan pada pengolahan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Soedjai (2005) yang menyatakan bahwa hasil pengawetan akan terasa
berbeda jika bahan dan cara pengolahannya juga berbeda. Cita rasa ini dapat
berupa warna, bau, rasa, dan tekstur yang dapat meningkatkan tingkat
kerusakan sehingga dapat meningkatkan penurunan konsumsi.
Dan pendapat Winarno (2006), yang menyatakan bahwa cita rasa bahan pangan
terdiri dari bau, rasa, dan rangsangan dari mulut, cita rasa telur asin khas dapat
disebabkan oleh faktor pemecahan senyawa dalam telur atau fermentasi
mikroba.

Pengawetan dengan bahan kimia (Curing)

Hasil yang didapat dari praktikum curing yaitu :


Perlakuan

Perubahan Warna Pada Hari Pengamatan ke

Daging

Tanpa Nitrat

Merah
Pucat

Merah

Pucat

Pucat

Pucat

Diberi Nitrat

Merah Hati

Merah

Masih
merah

Tetap
merah

Tetap
merah

Dari data diatas dapat diketahui pada hari kelima, daging tanpa nitrat
masih berwarna merah, sedangkan pada daging yang diberi nitrat berwarna
kehitaman pucat. Padahal telah diketahui bahwa daging yang dicuring (dengan
nitrat) warna merah daging akan tetap bertahan. Hal tersebut tidak sesuai
dengan pendapat Winarto (2006) yang menyatakan bahwa daging yang dicuring
dengan penambahan nitrat akan menghasilkan warna merah daging yang lebih
bagus dibanding daging yang tidak dicuring.
Daging-daging yang dicuring akan lebih awet dibandingkan dengan
daging tanpa pengolahan. Karena proses curing ini dapat menghambat
pertumbuhan bakteri. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawrie (2005) yang
menyatakan bahwa fungsi nitrit dalam curing yaitu dapat menghambat
pertumbuhan bakteri. Nitrit ini biasanya digunakan dalam curing daging yang
mengandalkan kekuatan garam sebagai pengawet. Sesuai juga dengan pendapat
Anomymous (2006) yang menyatakan bahwa tujuan dari curing ini yaitu untuk
mempertahankan warna merah daging ataupun ikan, memberi rasa pada daging
dan ikan, dan sebagai pengawetan.

Pengawetan dengan Fermentasi

Pengamatan

Perlakuan
YK-I

YK-II

YK-III

Warna

Lapisan atas
putih,
bawahnya
kuning

Bening

Agak kuning

Bau/aroma

Agak asam

Susu asam

Bau asam

menyengat
Kekentalan

Bagian atas
kental, bawah
cair

Bagian atas ada


sedikit
gumpalan

Bagian atas
kental

Rasa

Kurang asam

Asam

Asam

Dari data diatas dapat diketahui bahwa YK-III merupakan hasil fermentasi
yang baik jika dibandingkan dengan susu YK-I dan YK-II, karena mempunyai
warna agak kuning, bau asam yang menyengat dan rasa asam. Hal tersebut
karena pada susu YK-III ditambahkan dengan 4 sendok teh yakult, sehingga
bakteri Lactobacillus casei yang ditambah kedalam susu lebih banyak
dibandingkan dengan yakult yang ditambahkan pada YK-1 dan YK-II. Sehingga
pada YK-III akan menghasilkan hasil fermentasi yang lebih baik. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Buckle (2005) yang menyatakan bahwa fermentasi oleh
bakteri akan menghasilkan asam. Produk yang difermentasi akan lebih bagus
dibandingkan dengan produk yang tidak difermentasi.
Susu yang difermentasi ini akan lebih tahan lama, karena
perananLactobacillus casei dalam fermentasi yaitu untuk menekan pertumbuhan
baketri phatogen. Hal ini sesuai dengan pendapat Gaman (2006) yang
menyatakan bahwa bakteri Lactobacillus casei dalam proses fermentasi yaitu
menekan pertumbuhan bakteri phatogen, sehingga produk akan tahan lama,
membantu proses pencernaan dalam tubuh dan akan menghasilkan rasa asam
pada produk.

Pengawetan dengan pengemasan

a.

Pengemasan dengan pendinginan

Pengamata
n

Daging

Warna

Pengamatan pada hari ke


1

Merah
hati

Merah

Merah
pucat

Kehitama
n

Hitam

II

Merah
hati

Merah
kehitama
n

Hitam

Hitam

Hitam

Tekstur

Konsistensi

Kadar air

Normal

Keras

Keras

Lembek

Lembek

II

Normal

Keras

Keras

Keras

Keras

Padat

Kasar

Liat

Liat

Liat

II

Padat

Liat

Liat

Liat

Kasar

Normal

Banyak

Banyak

Banyak

Agak
sedikit

II

Normal

Sedikit

Sedikit

Kering

Kering

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pada pengemasan dengan


pendinginan pada daging semakin hari mengalami penurunan kualitas. Seperti
pada warna semakin hari semakin hitam begitu juga yang terjadi pada tekstur,
konsistensi, dan kadar air semakin hari juga semakin sedikit. Hal ini dipengaruhi
oleh kondisi dan tempat penyimpanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Robert
(2009), yang menyatakan bahwa penyimpanan daging pada suhu dingin dapat
menyebabkan kerusakan apabila terlalu lama disimpan.
Kondisi pada saat penyimpanan juga sangan berpengaruh, selain dapat
menghambat perubahan juga dapat mempertahankan kualitas produk. Yang perli
diperhatikan yaitu suhu, kelembaban serta kandungan oksigen. Tetapi lama
kelamaan bahan akan mengalami kerusakan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Hadi wiyoto (2007), yang menyatakan bahwa penyimpanan yang baik tidak bisa
menjamin kualitas bahan karena adanya sifat alami bahan yang dapat
mengalami kerusakan walupun sudah ada proses pengawetan yang bertujuan
untuk mencegah proses kerusakan.

b.

Pengemasan produk ternak

suhu kamar
Pengamata
n

Waktu
(jam)

Bentuk
penyimpana
n

Hari ke
1

Terbuka

Krem susu

Putih susu

Tertutup

Putih susu

Putih susu

Terbuka

Terdapat lapisan
dan endapan

Putih susu

Tertutup

Terdapat lapisan

Putih susu

16
Warna

dan endapan
24

Bau

16

24

16

Tekstur

24

Konsistensi

16

24

Terbuka

Krem susu

Krem susu

Tertutup

Krem susu

Putih susu

Terbuka

Busuk

Bau basi

Tertutup

Asam

Bau basi

Terbuka

Busuk

Busuk

Tertutup

Bau susu basi

Bau basi

Terbuka

Busuk

Busuk

Tertutup

Busuk

Busuk

Terbuka

Terjadi
pemisahan
antara skim dan
padatan

Terpisah antara skim


dan padatan

Tertutup

Lebih banyak
skim

Banyak skim

Terbuka

Terpisah antara
skim dan
padatan

Terpisah antara skim


dan padatan

Tertutup

Banyak skim
mengental

Banyak skim kental

Terbuka

Terpisah antara
skim dan
padatan

Terpisah antara skim


dan padatan

Tertutup

Lebih mengental

Mengental

Terbuka

Menggumpal

Menggumpal

Tertutup

Menyebar

Menyebar

Terbuka

Menggumpal

Menggumpal

Tertutup

Menyebar

Menyebar

Terbuka

Menggumpal

Kental

Tertutup

menyebar

Lebih kental

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa susu pasteurisasi yang diletakan pada
suhu kamar memiliki warna putih susu. Dari segi bau susu yang tertutup mudah
cepat basi dubandingkan drengan yang terbuka. Susu yang dipasteurisasi akan
lebih tahan lama dibandingkan susu yang segar. Hal ini sesuai dengan pendapat
Piliang (2005), yang menyatakan bahwa cara mempertahankan klualitas susu
dari serangan mikroba yaitu dengan cara dipanaskan atau pasteurisasi pada
suhu 72 derjat celcius selama 15 detik atau 65 derajat celcius selam 30 menit.

Suhu rendah (Refrigerator)

Pengamata
n

Waktu
(jam)

Bentuk
penyimpana
n

Hari ke
1

Terbuka

Susu

Putih susu

16
Warna
24

Bau

16

24

Tekstur

16

24

Tertutup

Susu

Putih susu

Terbuka

Krem

Putih susu

Tertutup

Krem

Putih susu

Terbuka

Putih susu

Putih susu

Tertutup

Putih susu

Putih susu

Terbuka

Bau susu

Bau susu

Tertutup

Sedikit amis

Amis

Terbuka

Bau susu

Bau susu

Tertutup

Sedikit amis

Amis

Terbuka

Bau susu

Amis

Tertutup

amis

Amis

Terbuka

Cair

Cair

Tertutup

Sedikit padat

Padat

Terbuka

Cair

Cair

Tertutup

Sedikit padat

Padat

Terbuka

Cair

Cair

Tertutup

Padat

Padat

Terbuka

Ada pembatas

Lebih banyak

minyak
Konsistensi
16

24

Tertutup

Sedikit

Banyak

Terbuka

Sedikit

Banyak

Tertutup

Sedikit

Banyak

Terbuka

Sedikit

Banyak

Tertutup

Sedikit

Banyak

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa susu yang disimoan pada suhu
kamar akan mudah basi dan terkontaminasi sedangkan pada suhu refrigerator
dapat memperlambat kerusakan meskipun kecil dan penggumpalan atau
pengentalan merupakn salah satu sifat susu yang khas, penggumpalan dapat
disebabkan oleh kegiatan enzim dan penambahan asam. Hal ini sesuai dengan
pendapat Bambang, S (2007), yang menyatakan bahwa pengawetan atau
penyimoanan pada suhu rendah lebih tahan lama dari pada disuhu kamar karena
pada suhu rendah pertumbuhan mikroba akan terhambat

Pengawetan dengan pembekuan

Hasil yang didapat pada praktikum pengawetan dengan pembekuan adalah


sebagai berikut :
Irisan/bagian
karkas ayam

Temperatur
Thawing

Bobot irisan karkas (gr)


Awal

Akhir

Sayap

Suhu kamar

39

39,48

1,.23

Refrigerator

56,9

57

0,17

Suhu kamar

64,7

65,02

0,4

Refrigerator

65,7

64

-2,58

Suhu kamar

68,6

67

-2,33

Refrigerator

122

123

0,87

Suhu kamar

52

52

Refrigerator

64,29

64,75

0,73

Suhu kamar

42

40

-4,76

Refrigerator

46

45

-2,17

Punggung

Dada

Paha atas

Paha bawah

% Dripp

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pada setiap karkas / bagian
karkas berbeda antara yang satu dengan yang lainya. Bahkan antara temperatur
suhu kamar dan suhu refrigerator juga berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena
banyakya kadar air yang terkandung didalamnya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Anonymous (2006), ytang menyatakan bahwa suatu bahan pangan
yang banyak mengandung air yang banyak ataupun sedikit akan mengalami
perbedaan berat bahan tersebut.
Antara daging yang disimpan disuhu kamar dan suhu refrigerator juga
bebeda dimana pada suhu refrigerator berat drippnya lebih banyak dari pada
disuhu kamar. Hal ini terjadi karena dalam suhu kamar bahan akan kering karena
adanya penguapan, sedangkan pada suhu refrigerator akan terjadi pembekuan
yang dapat menampung air. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawrie (2007), yang
menyatakan bahwa pada ruangna terbuka bahan akan mengalami perubahan
yang berupa adanya penguaoan yang dapat menyebabkan kekeringn pada
bahan tersebut.

PENUTUP

Kesimpulan

Dengan melakukan percobaan pengawetan,maka kita dapat mengetahui


berbagai factor pengawet dan bahan-bahan apa saja yang dapat dijadikan bahan
pengawet.

Saran

Semoga kedepannya praktikum ini menjadi lebih baik dan praktikannya


dapat tertib dan teratur bila di dalam laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2007. Freezer Dryer. http://www.Ilshine Urope . com/


products/freezer dryer.html.

Bambang, S.2007. Produk-Produk Susu. Kanisius. Jakarta.

Buckle. 2005. Ilmu Pangan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Gaman, S. 2006. Ilmu Pangan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Hadiwiyoto, S. 2007. Hasil- Hasil Olahan Susu, Telur dan Daging. Liberty. Jakarta

Lawrie. 2005. Ilmu Daging. Universitas Indonesia. Jakarta.

Murtidjo, BA. 2007. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius. Jakarta

Piliang. 2005. Pengelolaan Hasil Ternak. IPB. Bandung

Rasyaf, M. 2005. Pengelolaan Uasaha Oeternakan Ayam Pedaging. PT Gramedia


Pustaka Utama. Jakarta

_________ . 2006. Pengelolaan Peternakan Unggas Pedaging. Kanisius. Yogyakarta

_________ . 2007. Beternak Itik Komersial. Kanisius. Yogyakarta

Robert. 2009. Evaluasi Gizi dan Kerusakan Bahan Pangan. ITB. Bandung

Soeparno. 2006. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta

Soedjai. 2005. Beternak Itik. Masa Balai Bandung. Bandung

Winarto. 2006. Pencegahan Kerusakan Bahan Pangan. Pustaka Media. Jakarta

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Bahan pangan kering merupakan bahan yang dapat dikelompokkan sebagai
bahan pangan yang awet dan tahan lama. Hal tersebut dipengaruhi oleh kadar
air dan aktivitas air pada sampel. Semakin banyak kadar air dalam bahan
pangan maka akan semakin banyak mikroorganisme yang akan tumbuh
sehingga bahan pangan menjadi tidak awet dan mudah rusak. Namun, bahan
pangan kering juga memiliki potensi untuk mengalami kerusakan.
Bahan pangan kering memiliki kadar air yang rendah dimana kadar air tersebut
dapat meningkat yang dipengaruhi oleh pengaruh lingkungan. Meningkatnya
kadar air pada bahan pangan kering dapat menyebabkan kemunduran kualitas
seperti menggumpalnya bahan pangan yang berbentuk serbuk atau tidak
renyahnya bahan pangan yang berbentuk keripik.
Bahan pangan kering memiliki kemampuan untuk menyerap air ( higroskopis ).
Oleh karenanya, pada penyimpanan bahan pangan kering sebaiknya
menggunakan bahan pengemas yang memiliki permeabilitas terhadap uap air
rendah. Interaksi antara bahan pangan kering dengan gas dan uap air dapat
merusak sifat organoleptiknya.
Makanan kering ( terutama untuk yang mengandung lemak tinggi )
membutuhkan kemasan yang kedap terhadap uap air dan kedap gas, berbeda
dengan sayur dan buah segar yang justru membutuhkan kemasan yang
permeable terhadap gas. Sayuran dan buah buahan segar masih melakukan
respirasi setelah dipanen dari tanaman indukya sehingga memerlukan kemasan
yang permeable terhadap udara / gas atau plastik yang diberi lubang lubang.
Praktikum kali ini akan dilakukan pengujian mengenai perubahan karakteristik
perubahan kering yang dikemas dengan menggunakan kemasan kertas. Sampel
yang digunakan adalah kopi, tepung terigu, teh, gula dan tepung tapioca.
Untuk sampel tepung terigu dan tepung tapioka, langkah pertama yang harus
dilakukan adalah memotong kertas lalu menimbangnya. Kemudian ditimbang
sampel sebanyak 10 gram. Amati karakteristik awalnya kemudian dikemas
kedalam kertas yang disimpan selama 1 minggu. Lakukan penimbangan setiap
harinya yang kemudian pada akhir pengamatan diamati karakteristik akhirnya.
Berikut adalah hasilnya:
Table 1. Hasil Praktikum Tepung Tapioka
Kemasan

Berat
sampel

Berat
Sampel +
Wadah

Warna

Aroma

Tekstur

Kraft

5,3272

10,0642

Putih

Khas
tepung

Serbuk
halus

Karton

5,4562

10,0622

Putih

Khas
tepung

Serbuk
halus

Minyak

0,8910

10,0426

Putih

Khas
tepung

Serbuk
halus

Tisu

2,1440

10,0246

Putih

Khas
tepung

Serbuk
halus

Roti

1,9046

10,0724

Putih

Khas
tepung

Serbuk
halus

Kemasa
n

H1

H2

H3

H4

H5

H6

Kraft

15,5795

15,5657

15,5707

15,5610

15,5175

15,5424

Karton

15,6386

15,6205

15,6078

15,5920

15,5560

15,5736

Minyak

11,0086

11,0025

11,0013

10,9905

10,9693

10,9766

Tisu

12,2061

12,1885

12,1768

12,1726

12,1474

12,1573

Roti

12,0511

12,0367

12,0665

12,0345

12,0035

12,0153

Kemasan

Warna

Aroma

Tekstur

Kraft

Putih
kekuninga
n

Khas tepung
( --- ) + bau
kertas

Halus

Karton

Putih
kekuninga
n

Khas tepung
( --- ) + bau lain

Halus

Minyak

Putih
kekuninga
n

Khas tepung
( --- )

Halus

Tisu

Putih
kekuninga
n

Khas tepung ( -- )

Halus namun
sedikit kasar

Roti

Putih
kekuninga
n

Khas tepung
( --- ) + bau lain (
++ )

Halus

Berdasarkan hasil diatas, dapat dijabarkan bahwa kualitas dari tepung tapioca
setelah disimpan dalam kemasan kertas tetap membaik. Namun terjadi
perubahan warna dari putih menjadi kekuningan. Kemungkinan penyebab

menguningnya tepung disebabkan terpengaruhnya tepung oleh bahan kemasan


kertas.
Namun apabila melihat perubahan beratnya, didapatkan semua sampel
mengalami peningkatan yang diikuti dengan penurunan berat ( begitu juga
sebaliknya). Hal tersebut menandakan bahwa tepung tapioca mengikat
kemudian melepaskan uap air sebagai tanda penyesuaian diri. Selain itu, aroma
pada tepung tapioca pun semakin berkurang. Hal tersebut mungkin disebabkan
oleh menguapnya aroma tepung menuju lingkungan.
Kehalusan pada tepung tapioca pun ikut berkurang. Kemungkinan hal tersebut
disebabkan adanya sebagian dari butir- butir tepung yang mulai menggumpal
akibat penyerapan uap air oleh tepung.
Table 2. Hasil Praktikum Tepung Terigu
Jenis kertas

HARI
1

Kertas kraft

10,0018

9,7601

9,5012

8,8110

8,8110

8,6022

Kertas roti

10,0322

8.4881

9,1432

8,0267

7,7891

7,5532

Kertas minyak

10,0525

8,7832

8,1384

6,8354

6,6882

7,6331

Kertas tisu

10,1221

8,6731

8,8766

6,8783

6,9841

6,0767

Kertas karton

10,0254

9,8812

9,7621

9,0876

8,9842

8,7609

Sampel

Sifat
Sampel

Tapioka

Warna

Jenis kertas
Kraft

Minyak

Tissue

Roti

Karton

Sblm

++++

++++

++++

++++

++++

Ssdh

+++

+++

+++

++++

+++

Sblm

++++

++++

++++

++++

++++

Ssdh

+++

++

+++

++

+++

++++

++++

++++

++++

++++

Aroma

Tekstur
Sblm

Ssdh

++++

+++

++++

++

++++

Setelah penyimpanan, tepung terigu hampir menunjukkan hasil yang sama


dengan tepung tapioca. Namun pada tepung terigu yang disimpan pada kertas
kraft dan karton mengalami penurunan berat yang konstan. Selain berat, tepung
terigu juga mengalami penurunan tingkat kehalusan, aroma serta perubahan
warna. Kemungkinan penyebabnya sama dengan dugaan praktikan pada sampel
tepung tapioca.
Untuk sampel teh dan kopi, prosedur yang harus dilakukan adalah melarutkan
teh atau kopi kemudian amati warna dan aromanya. Sebagian sampel yang lain
disimpan selama 1 minggu didalam kemasan kertas. Amati perubahan yang
terjadi. Berikut adalah hasil praktikumnya:
Table 3. Hasil Praktikum Sampel Teh
Kertaspenge
mas

Harike3

Tissue

12,8761 gr

12,8568 gr

12,8636 gr

12,8424 gr

12,8354 gr

Kertas roti

12,3172 gr

12,3568 gr

12,3659 gr

12,3514 gr

12,3518 gr

Kraft

12,7053 gr

12,7030 gr

12,7041 gr

12,6682 gr

12,6691 gr

Kertasminyak

11,3724 gr

11,3528 gr

11,3610 gr

11,3598 gr

11,3380 gr

Kertaskarton

16,2054 gr

16,2024 gr

16,2091 gr

16,1835 gr

16,1919 gr

Table 4. Hasil Praktikum Sampel Kopi


Massa Kemasan
Hari
kraft

karton

tissue

minya
k

roti

Senin
(3)

14.02
71

15.98
3

12.58
43

11.97
71

12.231
5

Selasa
(4)

14.00
32

15.38
24

12.57
07

11.96
61

12.214
2

Rabu
(5)

13.99
75

15.41
9

12.49
78

11.78
2

12.
2111

Kamis (
6)

13.98
2

15.35
96

12.56
53

11.94
31

12.207

Jumat

13.97

15.34

12.68

11.92

12.406

(7)

89

75

Apabila melihat dari data diatas, tidak dapat diidentifikasikan adanya perubahan
karaktersitik terhadap teh atau kopi. Yang terlihat hanyalah perubahan berat.
Pada sampel the yang disimpan pada kertas tisu, diperoleh penurunan berat
yang konstan. Hal tersebut mungkin disebabkan kemampuan kertas tisu dalam
menyerap air dalam teh.
Sedangkan pada kopi, sampel yang disimpan pada kertas menunjukkan adanya
penurunan berat yang konstan. Kemudian penyebab hal tersebut adalah
berkurangnya atau terserapnya sebagian kadar air pada kopi.
Untuk sampel gula, dalam praktikumnya akan dilakukan pengujian menggunakan
refraktometer. Sebanyak 10 gram gula dilarutkan kemudian diamati dengan
refraktometer. Berikut adalah hasil praktikumnya:
Sampel
kemasa
n

Berat
hari 1

Berat
hari 2

Berat
hari 3

Berat
hari 4

Berat
hari 5

Berat
hari 6

Kraft

15,552
3

15,757
6

15,700
6

15,502
3

15,279
6

15,697
8

Tissue

11,585
5

11,474
2

11,468
6

11,439
8

11,431
2

11,468
7

Kertas
roti

11,282
0

12,145
6

12,135
2

12,138
6

12,505
4

12,135
2

Karton

14,972
3

15,483
9

15,975
8

15,964
4

15,969
5

15,971
3

Kertas
minyak

11,098
8

11,115
0

11,109
0

11,105
6

11,107
5

11,109
6

Setelah disimpan selama 1 minggu, gula akan berubah warnanya menjadi


kuning. Namun penyimpanan tersebut tidak berpengaruh pada karakteristik lain
( aroma, tekstur dan rasa). Setelah dilakukan pengujian dengan refraktometer,
didapatkan sebanyak 10, 0556 gram gula dapat larut semuanya selama 20 detik
dalam air hangat yang kemudian menghasilkan derajat kekentalan 15,80brix.
Kemungkinan kemampuan gula untuk larut dan mengental berkurang setelah
disimpan dalam kemasan kertas.

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang sudah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa
tepung terigu, gula dan tepung tapioca mengalami perubahan warna menjadi
kuning. Sedangkan pada kopi, perubahan yang terlihat hanya beratnya saja.
Kemungkinan perubahan- perubahan tersebut disebabkan oleh sifat higroskopis
sampel.

DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K.A.1987, Ilmu Pangan. Penerjemah : Hari Purnomo dan Adiono. UI Press.
Jakarta.

Herudiyanto, Marleen. 2003. Pengemasan. Universitas Padjadjaran. Jatinangor.

Winarno, F.G.. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

BAKSO DAN SOSSIS

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu komoditi peternakan yang utama di samping telur dan susu adalah
daging. Daging juga merupakan produk yang sangat penting dan digemari oleh
masyarakat umum. Namun sama seperti produk-produk peternakan yang
lainnya, daging juga mudah rusak dan tidak tahan lama bila tidak diawetkan,
baikdengan bahan pengawet maupun dengan perlakuan-perlakuan tertentu.
Bahan pangan yang berasal dari dagingsangat disukai oleh masyarakat
umum.Selain karena rasanya yang nikmat, daging disukai juga karena
kandungan nilai gizinya.Nilai nutrisi daging yang tinggi disebabkankarena daging
mengandung asam-asam amino yang lengkap dan seimbang. Namun demikian
kandungan nilai gizi daging dari setiap jenis ternak relatif berbeda,setiap 100 gr
daging dapat memenuhi kebutuhan gizi orang dewasa sekitar 10 persen kalori,
50 persen protein dan 35 persen zat besi (Fe) setiap harinya.
Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperpanjang masa simpan
daging, seperti pengolahan dan pengawetan daging. Hal ini bertujuan selain
untuk memperpanjang masa simpan, juga untuk meningkatkan cita rasa yang
sesuai dengan selera konsumen, serta dapat mempertahankan nilai gizinya.
Beberapa bentuk hasil pengolahan daging diantaranya ialah sosis, kornet,
dendeng, pindang, abon, bakso, nuget dll, sedangkan beberapa cara
pengawetan yang sering dilakukan ialah dengan cara pembekuan, pelayuan,
pengeringan, pengasinan, pengasapan dan pengalengan. Hal inilah yang
melatarbelakangi dilakukan praktikum ini.

Tujuan dan Kegunaan


-

Sosis

Tujuan dilakukannya praktikum pembuatan sosis adalah untuk melakukan proses


pembuatan sosis, mengenalkan produk olahan dari proses emulsifikasi,
melakukan uji daya penerimaan hasil, melakukan pengoperasian alat stuffer dan
membandingkan karakteristik produk dengan penambahan minyak nabati.
Kegunaan dilakukannya praktikum pembuatan sosis adalah kita dapat
mengetahui cara/ teknik pembuatan sosis yang benar.
-

Bakso

Tujuan dilakukannya praktikum pembuatan bakso adalah untuk membuat


bakso dengan cara yang benar dan higienis, mengetahui komposisi bahan
tambahan yang digunakan tanpa menyebabkan efek samping terhadap

konsumen, dan membandingkan karakteristik fisik bakso dengan tambahan kanji


yang berbeda.
Kegunaan dilakukannya praktikum pembuatan bakso adalah kita dapat
mengetahui teknik atau cara pembuatan bakso yang benar.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Daging
Daging adalah otot hewan yang tersusun dari serat-serat yang sangat kecil,
masing-masing berupa sel memanjang yang disatukan oleh jaringan ikat,
membentuk berkas ikatan yang pada kebanyakan daging jelas kelihatan lemak
pembuluh darah dan urat syaraf. Bila potongan daging diamati secara teliti maka
tampak dengan jelas bahwa daging terdiri atas tenunan yang terdiri atas air,
protein, tenunan lemak dan potongan tulang.
Daging merupakan hasil pemotongan ternak yang telah melalui proses
rigormortis, dalam proses rigormortis tersebut otot akan mengalami kehilangan
glikogen dan mengakibatkan otot menjadi kaku, setelah itu enzim-enzim
proteolitik pada daging akan bekerja dalam memperbaiki keempukan.
Dagingmempunyai struktur daging yang terdiri dari jaringan otot, jaringan ikat,
pembuluh darah dan jaringan syaraf. Menurut SNI 01-3947-1995 Urat daging
melekat pada kerangka, kecuali urat daging dari bagian bibir, hidung dan telinga
yang berasal dari sapi /kerbau yang sehat waktu dipotong. Jenis mutu dibedakan
menjadi segar, dingin dan beku, syarat muut, pengambilan contoh dan
pengemasan (Bobi. 2011).
Menurut Lukman (2008) SNI 01-3947-1995 penggolongan daging sapi/kerbau
menurut kelasnya adalah yaitu golongan (kelas) I, meliputi daging bagian has
dalam (fillet), tanjung (rump), has luar (sirloin), lemusir (cube roll), kelapa
(inside), penutup (top side), pendasar + gandik (silver side). Golongan (kelas) II,
meliputi daging bagian paha depan, sengkel (shank), daging paha depan
(chuck), daging iga (rib meat), daging punuk (Blade). Golongan (kelas) III,
meliputi daging lainnya yang tidak termasuk golongan I dan II, yaitu samcan
(flank), sandung lamur (brisket ).
Daging adalah kumpulan sejumlah otot yang berasal dari ternak yang sudah
disembelih dan otot tersebut sudah mengalami perubahan biokimia dan biofisik

sehingga otot yang semasa hidup ternak merupakan energi mekanis berubah
menjadi energi kimiawi yang dikenal sebagai daging (pangan hewani).
Kata otot dapat dipergunakan pada masa hidup ternak dan setelah mati tetapi
kata daging selayaknya secara akademik dipergunakan setelah ternak mati dan
otot telah berubah menjadi daging. Terjadi proses konversi dari otot menjadi
daging sehingga sesaat setelah ternak disembelih seharusnya kata otot sebagai
penyusun tubuh ternak masih digunakan sampai otot telah berubah menjadi
daging ditandai dengan timbulnya kekakuan (kejang mayat) dan berangsurangsur mengalami pengempukan pasacakekakuan tersebut.
Otot semasa hidup ternak dikenal sebagai alat pergerakan tubuh ditandai
dengan kemampuan berkontraksi dan berelaksasi, sehingga disebut sebagai
energi mekanis dan karena tersusun dari unsur kimia maka disebut pula sebagai
energi kimiawi. Setelah ternak disembelih dan tidak ada lagi oksigen dan otot
tidak lagi berkontraksi maka otot dapat disebut sebagai energi kimiawi (pangan
hewani)
Perubahan biokimia yang terjadi diawali dengan proses glikolisis yakni
perombakan glikogen menjadi asam laktat dan dilanjutkan dengan proses
maturasi (aging) ditandai dengan pengempukan pada otot sebagai akibat kerja
enzim pencerna protein. Proses glikolisis pascamerta ternak disebut pula sebagai
rigor mortis atau rigor (kekakuan) pascamerta.
Perubahan biofisik yang terjadi pada otot pascamerta adalah kehilangan
ekstensibilitas otot pada saat terjadi kekakuan dan pengempukan yang terjadi
pascakekakuan (Bobi, 2011).
a.

Mekanisme Penyediaan Daging

Berdasarkan atas sumbernya maka dapat dibedakan daging warna merah (red
meat) yang berasal dari ternak besar (sapi, kerbau) atau ternak kecil (kambing,
domba) dan daging putih yang lebih sering disebut sebagai poultry meat (ayam,
itik dan unggas lainnya). Pemberian nama sebagai daging merah atau daging
putih (poultry meat) berdasarkan atas ratio antara serat merah dengan serat
putih yang menyusun otot tersebut.; otot yang mengandung lebih banyak serat
merah akan disebut sebagai daging merah.
Dalam penyediaan daging, dari sumbernya, bagi kebutuhan konsumen dikenal
melalui tiga fase perubahan /transformasi pada (Gambar 1)(Anonim, 2009) :
1. Transformasi pertama meliputi proses perubahan ternak hidup menjadi
karkas dan bagian bukan karkas (by product atau offal).
2. Transformasi kedua, merupakan proses pemotongan (cutting) bagian-bagian
karkas menjadi whole dan retail karkas untuk mendapatkan daging dan bagianbagian lainnya seperti lemak, tulang, aponevrose dan lain-lain.

3. Transformasi ketiga, merupakan proses pengolahan lebih lanjut dari bahan


baku daging yang diperoleh pada transformasi kedua menjadi suatu produk akhir
berupa daging olahan dalam berbagai macam ragam.
Pemotongan merupakan suatu tahap yang penting dalam penyediaan daging
tersebut.Berdasarkan atas lokasi produsen dan konsumen dalam penyediaan
daging, dapat dibedakan atas sirkuit hidup dan sirkuit mati.Pada sirkuit hidup
(sering juga disebut sirkuit rural atau sirkuit kota-kota besar), ternak diangkut
dan dipotong untuk digunakan didaerah konsumen.Sedang pada sirkuit mati,
ternak dipotong didaerah produsen kemudian karkas dan atau dagingnya
diangkut menuju kedaerah konsumen.
Gambar 1. Mekanisme Penyediaan Daging
Sumber : Anonim, 2009
b. Klasifikasi Daging
Daging konsumsi yang dijual di pasar tradisional maupun di swalayan dapat
dikatagorikan dalam dua kelompok.Kelompok pertama, daging dari ternak besar
seperti sapi, kerbau, dan kambing.Sedangkan kelompok kedua, daging dari
ternak kecil yaitu dari jenis unggas, ayam, itik, entog, dan lain-lain.
Daging berkualitas baik ditentukan oleh faktor perlakuan sebelum dan sesudah
penyembelihan.Beberapa faktor sebelum penyembelihan yang mempengaruhi
kualitas daging adalah tipe ternak, jenis kelamin, serta umur, dan
pakan.Sedangkan beberapa faktor setelah penyembelihan adalah metode
pemasakan, pH daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk, hormon,
marbling, metode penyimpanan, macam otot daging dan lokasi pada suatu otot
daging.
Daging memiliki cita rasa yang enak di lidah pengkonsumsinya.Hal ini
dikarenakan adanya marbling dalam daging tersebut.Marbling menjadikan
daging
terasa empuk atau terasa "maknyos" dalam bahasa popular sekarang, karena
berperan sebagai bahan pelumas pada saat daging dikunyah dan ditelan, juga
berpengaruh terhadap sari minyak dan aroma keempukan daging tersebut.
Untuk memilih daging yang baik perlu diperhatikan hal-hal berikut: warna,
keempukan dan tekstur, flavor dan aroma termasuk bau atau rasa, jus daging,
marbling, susut masak, retensi cairan, dan pH daging. Sedangkan untuk
mengukur mutunya, daging dapat diketahui dari keempukannya yang dapat
dibuktikan dengan sifatnya yang mudah dikunyah.
Supaya kualitas daging tetap terjaga daging disimpan pada suhu rendah yaitu di
bawah 2 derajat celcius. Disimpan pada suhu ruang dalam jangka waktu tertentu
akan menyebabkan daging cepat rusak. Hal ini disebabkan oleh kontaminasi
mikroorganisme yang terjadi pada saat sebelum penyembelihan,
penyembelihan, dan perlakuan yang diberikan kepada ternak setelah

pemotongan.Sifat fisikokimia (aktivitas air, pH, zat gizi) daging mudah


meningkatkan pertumbuhan mikroblia pembusuk tersebut (Yudi, 2009).
c.

Daging dan Keamanannya

Secara pengertian daging merupakan semua jaringan hewan dan produk hasil
pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak
menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya.Dibedakan
berdasarkan warnanya daging yang dijumpai di pasaran digolongkan atas daging
merah dan daging putih.Contoh daging putih adalah daging ayam,
kelinci.Sedangkan daging merah adalah daging sapi, domba, kambing.
Daging putih mempunyai kadar protein lebih tinggi dibanding daging merah.
Namun, daging merah memiliki kadar lemak jenuh dan kolesterol yang lebih
tinggi dibanding daging putih. Untuk dapat mengetahui kondisi fisik daging yang
baik dan sehat, khususnya daging ayam dan sapi, dua jenis daging yang paling
banyak dikonsumsi orang Indonesia.
Masyarakat dapat melihat ciri-ciri daging yang baik dan sehat tersebut seperti
berikut ini mengenal Ciri-ciri Daging Sapi yang Asli, Daging Sapi Gelonggong, dan
Daging Celeng.Bagaimana kita bisa memilih daging sapi yang asli dan masih
segar? Kita harus mengenal ciri-ciri dari daging sapi asli, daging sapi
gelonggong, dan daging celeng.
Daging sapi yang asli dan segar memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Dagingnya berwarna merah terang dan lemaknya berwarna kekuningan.
2. Tekstur dagingnya kenyal.
3. Biasanya, daging sapi asli dijual dengan cara digantung.
Ciri-ciri daging sapi gelonggong sebagai berikut:
1. Dagingnya berwarna pucat.
2. Teksturnya lembek dan cepat busuk.
3. Kadar airnya sangat banyak. Jika dagingnya ditekan akan mengeluarkan air.
4. Biasanya dijual dengan cara digeletakkan di atas meja (tidak digantung).
5. Jika direbus, daging sapi gelonggong akan menyusut lebih banyak daripada
daging sapi asli.
Ciri-ciri daging celeng sebagai berikut:
1. Dagingnya berwarna lebih pucat.
2. Tekstur seratnya lebih halus.
3. Lemaknya lebih tebal.

4. Dagingnya lebih banyak mengandung air daripada daging sapi.


5. Aroma daging celeng lebih amis daripada aroma daging sapi.
6. Harganya lebih murah.
Ciri-ciri daging sapi yang baik adalah berwarna merah terang atau cerah,
mengkilap, tidak pucat, dan tidak kotor.Secara fisik daging elastis, sedikit kaku,
dan tidak lembek.Jika dipegang masih terasa basah dan tidaklengket di tangan.
Dari segi aroma daging sapi sangat khas(gurih).Konsumen harus teliti ketika
membeli daging sapi karena saat ini disinyalir terdapat daging sapi segar yang
dicampur dengan daging celeng (babi), serta dengan daging sapi yang
kondisinya sudah busuk, diperjualbelikan di beberapa pasar tradisional dan pasar
swalayan. Untuk itu ketika bertransaksi pastikan membeli daging yang digantung
dan perhatikan tampilan fisiknya apa sesuai tidak dengan ciri-ciri daging baik.
Pengetahuan ciri-ciri daging yang baik dan sehat ini perlu diketahui oleh
masyarakat agar tidak tertipu oleh ulah oknum penjual daging sehingga harapan
untuk mendapatkan daging yang enak, baik, sehat dan menyehatkan, dapat
tercapai sebagaimana mestinya (Anonim, 2012).
2. Tinjauan Umum Sosis
Sosis daging dihasilkan dari daging yang digiling dan dicampur dengan bahan
tambahan pangan lain kemudian dimasukkan ke dalam casing sosis. Sosis dibagi
menjadi dua kelompok yaitu sosis mentah dan sosis matang. Sosis mentah
terdiri dari sosis segar (uncooked fresh sausage) dan sosis asap mentah
(uncooked smoked sausage). Sosis matang terdiri dari sosis masak, semi-dry
sausage dan dry sausage.
Uncooked fresh sausage adalah sosis yang masih mentah/segar, belum
dilakukan curing atau diasap, yang harus dimasak sebelum
dikonsumsi.Contohnya fresh Bockwurst, Bratwurst, fresh pork sausage, Italianstyle fresh pork sausage, Salsicca, Weisswurst, fresh Thuringer.Uncooked smoked
sausage adalah sosis yang telah mengalami curing atau pengasapan, yang harus
dimasak sebelum dikonsumsi. Contohnya country style smoked porks sausage,
Linguica, Mettwurst, Polish sausage.(Yudi, 2009).
Sosis Daging adalah bahan makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia. Sosis Daging mengandung energi sebesar 452 kilo kalori, protein
14,5 gram, karbohidrat 2,3 gram, lemak 42,3 gram, kalsium 28 miligram, fosfor
61 miligram, dan zat besi 1 miligram. Selain itu di dalam Sosis Daging juga
terkandung vitamin A, vitamin B1 dan vitamin C. Hasil tersebut didapat dari
melakukan penelitian terhadap 100 gram Sosis Daging, dengan jumlah yang
dapat dimakan sebanyak 100 % (Anonim, 1970).
Sosis berasal dari bahasa latin yaitu salsus yang berarti digarami atau daging
yang disiapkan melalui penggaraman. Sosis yang umum adalah produk daging
giling yang dimasukan kedalam selongsong (casing) sehingga mempunyai
bentuk yang spesifik (bulat panjang) dengan berbagai ukuran. Sejarah
perkembangan sosis berjalan lambat, dimulai dengan proses penggaraman yang

sederhana dan pengeringan daging. Hal ini dilakukan untuk mengawetkan


daging segar yang tidak dikonsumsi dengan segera.
Sosis merupakan makanan yang dibuat dari daging yang telah dicincang
kemudia dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan kedalam
pembungkus buatan, dengan atau tidak dimasak, dengan atau tanpa
diasap.Menurut SNI 01-3020-1995 sosis adalah produk makanan yang diperoleh
dari campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%)
dengan tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan bumbu-bumbu dan
bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukan ke dalam
selongsong sosis.
Pembuatan sosis merupakan suatu teknik produksi dan pengawetan makanan
yang telah dilakukan sejak sangat lama. Di banyak negara, sosis
merupakan topping populer untuk pizza. Sosis terdiri dari bermacam - macam
tipe, ada sosis mentah dan juga sosis matang.Di Indonesia terdapat berpuluh puluh merk sosis, ada yang tipe premium dan ada tipe biasa,
tergantung jenis sosisnya dan secara umum dapat dilihat dari harganya.
a.

Emulsi Sosis

Emulsi adalah suatu sistem dua fase yang terdiri atas suatu dispersi sua cairan
atau senyawa yang tidak dapat bercampur, yang satu terdispersi pada yang lain.
Cairan yang berbentuk globula- globula kecil disebut fase dispersi atau fase
diskontinu, dan cairan tempat terdispersinya globula-globula tersebut disebut
fase kontinu. Protein-protein daging yang terlarut bertindak sebagai pengemulsi
dengan membungkus atau menyelimuti semua permukaan partikel yang
terdispersi (Soeparno,1994).
Emulsi terdiri atas tiga fase atau bagian.Satu , fase terdispersi yang terdiri dari
partikel-partikel yang tidak dapat larut. Pada makanan, zat ini biasanya minyak,
meskipun tidak selalu.Fase kedua adalah fase kontinu.Pada makanan, zat ini
biasanya air. Jika air dan minyak dicampur, keduanya akan langsung memisah
dan dan terlihat garis pemisah yang jelas. Agar partikel-partikel salah satu cairan
tersuspensi dalam cairan lainnya, dibutuhkan zat ketiga, yaitu molekul molekul
yang mempunyai afinitas untuk kedua cairan diatas.Zat ini dinamakan
pengemulsi.
Kandungan protein yang tinggi akan meningkatkan kapasitas emulsi daging.
Kapasitas emulsi dari berbagai daging trimming menurun dengan menurunnya
kandungan lean.Garam mampu melarutkan lebih banyak protein sehingga lebih
tersedia untuk emulsifikasi.
Karena itu, lemak yang lebih banyak bisa diemulsi dengan protein ynag lebih
sedikit sehingga meningkatkan efisiensi.Kapasitas emulsi dari protein larut dalam
air lebih rendah dibandingkan dengan kapasitas emulsi protein larut dalam
garam.
b. Air

Kandungan air sosis bervariasi tergantung pada jumlah air yang ditambahkan
dan macam daging yang digunakan. Fungsi air adalah untuk meningkatkan
keempukan dan juice (sari minyak) daging, menggantikan sebagian air yang
hilang selama proses pembuatan, melarutkan protein yang mudah larut dalam
air, membentuk larutan garam yang diperlukan untuk melarutkan protein larut
garam, berperan sebagai fase kontinu dari emulsi daging, menjaga temperatur
produk serta mempermudah penetrasi bahan-bahan curing (Soeparno,1994).
Kandungan air sosis bervariasi tergantung pada jumlah air yang ditambahkan
dan macam daging yang digunakan.
Pada proses pembuatan sosis biasanya ditambahkan air dalam bentuk es
sebanyak 20-30%. Penambahan es juga berfungsi untuk mencegah agar suhu
adonan tetap rendah selama penggilingan sehingga kestabilan emulsi dapat
terjaga.
c.

Garam

Garam berfungsi untuk memberikan cita rasa dan sebagai


pengawet.Penggunaan garam bervariasi, umumnya 2-2.5 % karena adanya
hubungan dengan penyakit darah tinggi, penggunaan garam semakin dikurangi.
Pada konsentrasi garam yang sama, sosis yang teksturnya kasar nampaknya
kurang asin bila dibandingkan dengan sosis yang halus teksturnya.
Menurut Soeparno (1994), garam merupakan bahan terpenting dalam curing,
berfungsi sebagai pengawet, penambah aroma dan citarasa. Garam dapat
meningkatkan tekanan osmotik medium pada konsentrasi 2 %, sejumlah bakteri
terhambat pertumbuhannya. Wilson et al.(1981) menjelaskan bahwa larutan
garam mempercepat kelarutan protein otot dan memperbaiki daya mengikat
airnya. Konsentrasi optimum pada sosis sekitar 1-5%.
d. Sodium Trifosfat (STPP)
Penambahan polifosfat pada produk olahan daging dalam bentuk kering rata-rata
0.3 %.Tujuan utama penambahan fosfat yaitu untuk mengurangi kehilangan
lemak dan air selama pemasakan, pengalengan, atau penggorengan. Menurut
Soeparno (1994), fungsi fosfat adalah untuk meningkatkan daya mengikat air
oleh protein daging, mereduksi pengerutan daging dan menghambat ketengikan.
Jumlah penambahan fosfat dalam curing tidak boleh lebih dari 5% dan produk
akhir harus mengandung fosfat kurang dari 0.5 %.
Fosfat yang digunakan dalam sistem pangan menampilkan fungsi-fungsi kimia
yaitu mengontrol pH, meningkatkan kekuatan ionik dan memisahkan ion logam.
Fungsi-fungsi tersebut dipakai dalam produk daging untuk meningkatkan daya
mengikat air, emulsifikasi dan memperlambat oksidasi.(Suwka, 2012).
e.

Lemak

Lemak berperan sebagai fase diskontinu pada emulsi sosis.Kadar lemak


berpengaruh pada keempukan da jus daging.Emulsi dari lemak sapi cenderung

lebih stabil karena lemak sapi mengandung lebih banyak asam lemak
jenuh.Sosis masak harus mengandung lemak tidak lebih dari 30 %.
f.

Bahan pengikat

Penambahan bahan pengikat bertujuan untuk meningkatkan stabilitas emulsi,


meningkatkan daya mengikat air, meningkatkan citarasa, mengurangi
pengerutan selama pemasakan serta mengurangi biaya formulasi.Bahan
pengikat adalah material bukan daging yang dapat meningkatkan daya mengikat
air daging dan emulsifikasi lemak.Bahan pengikat mempunyai protein yang
tinggi.Contoh dari bahan pengikat adalah tepung kedelai, isolat protein kedelai
serta skim bubuk. (Soeparno,1994).
g.

Penyedap dan bumbu

Penyedap adalah berbagai bahan baik sendiri maupun kombinasi yang


ditambahkan pada pembuatan suatu produk yang dapat menambah rasa pada
produk tersebut.Garam dan merica merupakan bahan penyedap utama dalam
pembuatan sosis (Soeparno, 1994).Bumbu adalah suatu substansi tumbuhan
aroatik yang telah dikeringkan dan biasanay sudah dalam bentuk
bubuk.Penambahn bumbu pada pembuatan sosis terutama ditujukkan untuk
menambah/meningkatkan flavor (Soeparno,1994). Selain menambah flavor,
dalam beberapa hal bumbu juga bersifat bakteriostatik dan antioksidan.
h. Selongsong sosis
Selongsong sosis dipakai untuk menentukan bentuk dan ukuran sosis.
Selongsong sosis dapat berfungsi sebagai cetakan selama pengolahan,
pembungkus selama penanganan dan pengangkutan, serta sebagai media
display selama diperdagangkan. Selongsong sosis harus memiliki sifat kuat dan
elastic, ada lima macam selongsong yang biasa digunakan dalam pembuatan
sosis, yaitu:
1.

Selongsong yang terbuat dari usus hewan

2.

Selongsong yang terbuat dari kolagen

3.

Selongsong yang terbuat dari selulosa

4.

Selongsong yang terbuat dari plastik

5.

Selongsong yang terbuat dari logam.

Sosis memang jenis makanan yang lezat dan mudah diolah dengan berbagai
resep sosis.Aneka ragam variasi sosis dengan mudah dapat diperoleh baik di
pasar modern maupun pasar tradisional. Perbedaan jenis sosis terletak pada
warna, bentuk, ukuran, cita rasa, bahkan bahan dasar dan proses
pembuatannya. Berdasarkan metode cara membuat Sosis, secara umum dibagi
menjadi 5, yaitu :

1. Fresh Sausage, yaitu sosis yang dibuat dari daging segar yang belum
mengalami pelayuan dan tidak dikuring. Penguringan adalah suatu cara
pengolahan daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti garam
natrium klorida (NaCl), natrium-nitrit, natrium-nitrat, gula, serta bumbu-bumbu.
Proses pembuatan Sosis segar tidak menggunakan proses pemasakan ataupun
diasapi. Sosis jenis ini harus didinginkan dan dimasak sebelum
dimakan.Contohnya Fresh Beef sausage.
2. Fresh Smoke Sausage, yaitu Fresh Sausage yang diasap. Sosis ini juga harus
didinginkan dan dimasak sebelum dimakan.Contohnya adalah Mettwurst.
3. Dry sausage, adalah Fresh sausage yang dikeringkan.Sosis jenis ini biasanya
dimakan dalam kondisi dingin dan didiamkan dalam jangka waktu lama.
4. Cooked Sausage, dibuat dari daging segar yang kemudian dimasak / direbus.
Sosis jenis ini biasanya dimakan segera setelah dimasak atau apabila disimpan
maka harus dipanaskan terlebih dahulu sebelum dimakan. Contoh sosis jenis ini
adalah sosis Veal,Braunschweiger.
5. Cooked Smoked Sausages, sosis jenis ini hampir sama dengan Cooked
Sausage, tetapi setelah direbus maka sosis diasap atau diasap dahulu baru
kemudian direbus. Sosis jenis ini dapat dimakan panas atau dingin, tetapi harus
disimpan dilemari pendingin, Contohnya Wiener,Kielbasa atau Bologna.
Sosis dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
1. Sosis mentah (rohwurst), dibuat dari daging sapi mentah yang digiling
(tanpa proses pemasakan), kemudian ditambahkan kultur bakteri lactobacillus
sehingga terjadi proses fermentasi.
2. Sosis matang (brunchwurst), dibuat dari daging mentah digiling, diolah, lalu
dimasak. Sosis jenis Brunchwurst merupakan jenis sosis yang paling banyak
beredar di Indonesia.
3. Sosis masak (kochwurst), biasanya dibuat dari daging tetelan atau hati
yang direbus, diolah, dan dimasak lagi.
Tiap jenis sosis memiliki varian yang begitu beragam. Di Jerman, tercatat lebih
dari 1500 jenis sosis dengan penamaan yang berbeda-beda, sesuai dengan
bahan yang digunakan, jumlah komposisi daging, serta selera. Hal ini berbeda
dengan di Indonesia, yang belum memiliki standarisasi. Walaupun berkiblat ke
Jerman, resep sosis di Indonesia berbeda resep aslinya yang hampir 100%
menggunakan campuran daging atau lemak babi.
Dilihat dari jenis dagingnya, sosis digolongkan menjadi beberapa jenis, yaitu
sosis sapi, sosis ayam, dan sosis babi. Akhir-akhir ini daging kambing juga telah
digunakan sebagai bahan baku pembuatan sosis. Di Bali, terkenal sosis yang
dibungkus dengan menggunakan casing usus babi, yang dinamakan urutan.
Berdasarkan daerah pengembangannya, dikenal berbagai nama dagang (merek)
sosis, contohnya :

1. Salami Sausage, yang berasal dari daerah Salami. Sosis jenis ini dibuat dari
daging giling yang kadang-kadang dibiarkan tidak halus, sehingga bagianbagian dagingnya masih terlihat.
2. Bologna Sausage dari Bologna, merupakan sosis dengan tekstur yang
lembut.
3. Frankfurter Sausage dari Frankfurt, dengan tekstur yang juga lembut. Sosis
jenis ini nantinya lebih populer dengan nama Wiener Sausage.Sedangkan di
Amerika Serikat orang mengenalnya dengan istilah Hot Dog.
Berdasarkan tingkat kehalusan penggilingan daging, sosis dibedakan atas sosis
daging giling dan sosis emulsi.Dalam sosis daging giling, daging tidak
dihaluskan. Sehingga masih terlihat serat-serat daging yang belum hancur dan
menghasilkan tekstur yang khas.Sedangkan dalam sosis emulsi, daging digiling
halus sampai terbentuk emulsi dengan lemak yang ditambahkan.
i.

Mikroba Yang Di Jumpai Dalam Fermentasi Sosis

Mikroba yang di jumpai Dalam fermentasi Sosis yaitu (Suwka, 2012) :


1. Pediococcus cerevisiae dan Lactobacillus plan tarum sebagai bakteri homo
fermentatif sehingga tidak terbentuk gas di dalam sosis dan di jumpai lebih
banyak pada permulaan fermentasi karena suhu yang agak panas di dalam
sosis.
2. Leuconostoc mesenteroides dan Lactobacillus brevis bersifat
heterofermentatif, menghasilkan gas CO2 sehinggs pertumbuhan perlu
dihambat. Kalau tidak, maka gas yang dihasilkannya dapat menyebabkan sosis
mengembung dan pecah.
3. Micrococcus sp, yang di duga mengurangi kadar nitrik dan nitrat yang
ditambahkan.
Klasifikasi Sosis Yaitu Terdiri Atas:
1. Sosis segar, yaitu jenis sosis yang dibuat dari daging yang tidak dimasak,
tidak dikuring, umumnya daging babi segar dan terkadang daging sapi. Sosis
jenis ini harus disimpan pada lemari pendingin dan dimasak dahulu sebelum
dihidangkan.
2. Sosis asap tidak dimasak, yaitu sosis yang mempunyai karakteristik sama
dengan sosis segar, namun sosis ini diselesaikan dengan pengasapan untuk
memberikan flavor dan warna yang berbeda, serta harus dimasak dahulu
sebelum dikonsumsi.
3. Sosis masak, yaitu sosis yang dipersiapkan dari satu atau lebih macammacam daging unggas. Sosis ini biasanya merupakan sosis dengan emulsi yang
baik.

4. Sosis kering dan semi kering, merupakan sosis yang diproduksi melalui
proses fermentasi dengan persiapan paling rumit diantara semua jenis sosis.
Perhatian penuh sangat dibutuhkan pada setiap tahap proses pembuataannya,
dan harus dilakukan selama beberapa bulan di bawah kondisi suhu dan
kelembabab yang terkontrol.
5. Sosis daging spesial, merupakan produk yang dibuat dari daging cacah yang
biasanya dimasak atau cendrung dibakar daripada diasap.
Sosis sapi banyak digemari masyarakat karena selain rasanya enak, bergizi dan
memiliki bentuk yang menarik.Sosis adalah makanan yang dibuat dari daging
yang telah dicincang kemudian dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu,
dimasukkan ke dalam pembungkus yang berupa usus hewan atau pembungkus
buatan, dengan atau tidak dimasak.
C. Tinjauan Umum Bakso
Bakso merupakan produk olahan daging atau ikan yang sudah sangat populer
dan tidak asing lagi bagi masyarakat.Hampir semua orang dari berbagai
kelompok umur mulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa sampai manula
menyukai bakso, karena rasanya yang gurih, lezat, dan kenyal serta bergizi
tinggi. Berdasarkan jenis daging yang digunakan sebagai bahan baku untuk
membuat bakso, maka dikenal berbagai jenis bakso seperti bakso ikan dan
bakso sapi (Wibowo, 2006).
Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan
penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk
yang strukturnya kompak atau berbentuk bulat, padat, kenyal, dan berisi.
Biasanya bakso diproduksi oleh pedagang langsung dalam jumlah yang banyak,
akan tetapi dalampenjualan tersebut belum tentu habis dibelikonsumen. Oleh
sebab itu untuk menghindari kerugian dengan penambahan pengawet kedalam
bakso. Salah satu upaya yang dilakukan oleh produsen untuk menghindari
kerugian akibat kerusakan tekstur bakso antara lainberjamur, berlendir,
sehingga menimbulkan bentuk, warna, rasa dan bau berubah. Oleh sebab itu
penambahan pengawet dilakukan untuk mendapatkan masa simpan bakso
menjadi lebih panjang dan tidak menutup kemungkinan menambahkan zat kimia
boraks sebagai pengawet, karena boraks harganya murah dan boraks berfungsi
sebagai pengenyal (Winarno.F.G,1984).
a.

Komposisi Bakso

Dalam pembuatan bakso disamping daging diperlukan bahan-bahan yang lain


seperti:
a. Daging, daging dicuci bersih kemudiandigiling sebagai campuran pada
saatpengulenan dengan tepung terigu.
b .Tepung, yang digunakan umumnya tepung tapioka, gandum, atau tepung
aren, dapat digunakan secara sendiri-sendiri maupun campuran, dalam jumlah
10-100% atau lebih dari berat daging.

c. Pati, semakin tinggi kandungan patinya semakin rendah mutu serta murah
harganya.Pada umumnya bakso yang bermutu kadar patinya rendah, sekitar
15%.
d.Garam dapur dan bumbu (bawang, seledri,serta MSG), digunakan sebagai
adonan penyedap untuk mendapatkan rasa yang enak.
e. Es, digunakan untuk mempertahankan suhu rendah untuk menghasilkan
emulsi yang baik.
b. Beberapa Macam Zat Kimia Yang Ditambahkan Pada Bakso
Pada pembuatan bakso zat kimia yang ditambahkan seperti :
a. Benzoat, diperbolehkan dan aman dikonsumsi asalkan tidak melebihi kadar
yang ditentukan.
b. Boraks, biasanya boraks dengan dosis 0,1-0,5% (dari berat adonan) dicampur
kedalam adonan, untuk mendapatkan produk bakso yang kering, keset atau
kenyal teksturnya.
c. Tawas (Al2(SO4)3), digunakan untuk mengeringkan sekaligus mengeraskan
permukaan.
d. TiO2(Titanium dioksida ), penambahan TiO2dalam adonan bakso umumnya
sekitar 0,5-1,0% dari berat adonan, digunakan sebagai bahan pemutih untuk
menghindarkan terjadinya bakso berwarna gelap.
e. STTP (Sodium Tripoly Phosphat ), STTP secara umum diijinkan dan telah
banyak digunakan dalam makanan untuk keperluan perbaikan tekstur dan
meningkatkan daya cengkram air (Winarno,F.G,1984).
c. Pembuatan bakso
Bakso dapat dihasilkan dengan baik tanpa menggunakan boraks asal
menggunakan air es yang bersih, biasanya cukup menggunakan STTP 0,25% dan
dengan bahan pengawet kalium karbonat, natrium karbonat atau kalsium
propionate sebagai pengganti.Dari survey, diketahui bahwa secara umum
pembuatan bakso melalui 5 tahap yaitu :
a. Pencucian
Daging yang telah ditimbang dicuci bersih, kemudian dimasukkan dalam wadah .

b. Pengilingan
Daging yang mentah dicuci bersih, kemudiandimasukkan ke dalam mesin
giling.Pada waktu penggilingan ditaburi tepung terigu supaya daging tidak
lengket.

c. Pengulenan
Setelah daging digiling berbentuk gumpalan daging kemudian diuleni
ditambahkan dengan bumbu-bumbu dan ditambah dengan bleng yang diduga
mengandung boraks yang berfungsi sebagai pengental, pengawet dan
pengenyal kemudian diuleni sampai homogen biar kempal dan mudah dicetak.
d. Pencetakan bakso
Biasanya bakso dicetak menggunakan tangan, dibentuk bulat-bulat dengan
ukuran sedang dan ada pula yang dicetak dengan ukuran besar.
e. Perebusan
Sebelum penyajian dalam bentuk bakso kuah, bakso tersebut direbus lagi kurang
lebih 5 menit untuk melunakkan dan mengenyalkan bakso agar enak bila
dimakan dalam penyajian biasanya ditambah dengan mie, bumbubumbu dan kuah.
d. Bahan Tambahan Pangan
1. Definisi Bahan Tambahan Pangan
Di dalamPeraturan Menteri Kesehatan RINo.722/Menkes/Per/IX/88
dijelaskanbahwa BTP adalah bahan yang biasanyatidak digunakan sebagai
makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan,mempunyai
atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke
dalammakanan untuk maksud teknologi pada pembuatan,
pengolahan,penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan,penyimpanan atau
pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan
suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
2. Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan
a. Mengawetkan pangan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak
pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu
pangan.
b. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah, dan lebih renyah pada saat
dikonsumsi.
c. Memberikan warna dan aroma yang menarik sehingga menambah selera.
d. Meningkatkan kualitas pangan.
e. Menghemat biaya.
e. Pengawet
1. Definisi Pengawet

Pengawet adalah bahan kimia yang berfungsi membantu mempertahankan


bahan makanan dari serangan mikroba pembusuk baik bakteri maupun khamir
(ragi) dengan cara menghambat, mencegah, memberhentikan proses
pembusukan, fermentasi, pengasaman, atau kerusakan komponen lain dari
bahan pangan.
2. Tujuan Pemberian pengawet
Tujuan pemberian pengawet ialah (Anonim, 2012) :
a. Untuk menghambat atau mencegah terjadinya kerusakan bahan makanan.
Berbagai bahan makanan, cepat atau lambat akhirnya akan mengalami
kerusakan, tetapi resiko yang terjadi kerusakan pada bahan yang diawetkan
dapat diperkecil, sehingga bahan-bahan yang diawetkan mempunyai nilai yang
tinggi, harga yang relatif mahal dan daya guna yang lebih banyak.
b. Untuk mempertahankan mutu (kualitas). Bahan-bahan yang diawetkan tetap
akan mengalami perubahan warna atau rasa selama penyimpanan (sebelum
dipergunakan), tetapikerusakan ini akan berjalan lambat sehingga seolah-olah
tidak mengalami perubahan, maka bahan-bahan makanan yang mula-mula
bermutu baik akan tetap baik selama jangka waktu tertentu.
c. Untuk menghindarkan terjadinya keracunan. Ada beberapa jenis
mikroorganisme yang dapat menghasilkan racun (toxin). Bahan makanan
tersebut bila dimakan, akan menyebabkan keracunan pada manusia. Dengan
proses pengawetan, maka resiko terjadinya kerusakan oleh mikroorganisme
dapat dihindari atau dapat dikurangi.
d. Untuk mempermudah penanganan, penyimpanan dan pengangkutan Cara
penanganan lanjutan dari bahan makanan yang belum mengalami proses
pengawetan karena pemilihan dan pembersihan dari bahan yang sudah
mengalami proses pengawetan tidak perlu dilakukan lagi dan kemungkinan
tercemarnya bahan makanan oleh mikroorganisme dapat diperkecil. Bahan
bahan makanan yang sudah mengalami proses pengawetan akan tahan
terhadapkondisi-kondisi yang dapat merusak sehingga dalam penyimpanan dan
pengangkutannya menjadi mudah karena mempunyai bentuk yang ringkas dan
praktis.

f. Jenis-jenis Pengawet
Bahan pengawet yang ditambahkan dengan sengaja kedalam bahan makanan
dengan maksud untuk menghambat atau mematikan jasad renik, dapat
digolongkan berdasarkan komposisi kimianya, maka bahan pengawet dibagi atas
:
a. Pengawet organik

Senyawa yang termasuk pengawet organik antara lain Asam benzoat, Asam
formiat dan lain-lain.
b. Pengawet Anorganik
Senyawa yang termasuk anorganik antara lain senyawa nitrit, nitrat, su
lfite, khlor bebas, peroksida dan boraks (Anonim, 2012).
g. Pengawet boraks
Sifat fisik : Boraks berbentuk kristal putih transparan, tidak berbau, rasa asin,
Sifat kimia : Boraks larut dalam air, tidaklarut dalam alkohol, dan mempunyai pH:
9,5, Berat Molekul(BM) : 381,37, Rumus Molekul: Na2B4O7.10 H2O (Anonima,
2011).
D. Tinjauan Umum Tepung Tapioka
Tepung tapioka merupakan pati yang diekstrak dari singkong. Dalammemperoleh
pati dari singkong (tepung tapioka) harus dipertimbangkan usiaatau kematangan
dari tanaman singkong. Usia optimum yang telah ditemukandari hasil percobaan
terhadap salah satu varietas singkong yang berasal darijawa yaitu San Pedro
Preto adalah sekitar 18-20 bulan. Ketikaumbi singkong dibiarkan di tanah, jumlah
pati akan meningkat sampai padatitik tertentu, lalu umbi akan mejadi keras dan
menyerupai kayu, sehinggaumbi akan sulit untuk ditangani ataupun diolah.
Komposisi kimia tepung tapioka dapat dilihat pada :
Tabel 1.Komposisi kimia tepung tapioka
Komposisi

Jumlah

Serat (%)

0.5

Air (%)

15

Protein (%)

0.5-0.7

Lemak (%)

0.2

Energi (kalori/100
gram)

307

Sumber : Anonimb, 2011


Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI), nilai pH tepung tapioka
tidakdipersyaratkan. Namun demikian, beberapa institusi mensyaratkan nilai
pHuntuk mengetahui mutu tepung tapioka berkaitan dengan proses
pengolahan.Salah satu proses pengolahan tepung tapioka yang berkaitan
dengan pHadalah pada proses pembentukan pasta,pembentukan gel optimum
terjadi pada pH 4-7. Bila pH terlalu tinggi,pembentukan pasta makin cepat
tercapai tetapi cepat turun lagi. Sebaliknya,bila pH terlalu rendah, pembentukan
pasta menjadi lambat dan viskositasnyaakan turun bila proses pemanasan

dilanjutkan.The Tapioca Institute ofAmerica(TIA) menetapkan standar pH tepung


tapioka sekitar 4.5-6.5..
Kehalusan tepung juga penting untuk menentukan mutu tepung tapioka. Tepung
tapioka yang baik adalah tepung yang tidak menggumpal dan memiliki
kehalusan yang baik. Dalam SNI tidak dipersyaratkan mengenai kehalusan
tepung tapioka. Salah satu institusi yang mensyaratkan kehalusan sebagai
syarat mutu tepung tapioka adalah The Tapioca Institute of America (TIA), yang
membagi tepung tapioka menjadi tiga kelas (grade) berdasarkan
kehalusannya (Anonimb, 2011).
Penambahan tepung tapioka pada pembuatan bakso berfungsi untuk menambah
volume (substitusi daging), sehingga meningkatkan daya ikat air dan
memperkecil penyusutan. Terjadinya pembengkakan pada pembuatan bakso
disebabkan oleh proses gelatinisasi dari tepung tapioka yang mempunyai sifat
mudah menyerap air dan air diserap pada saat temperatur meningkat. Jika pati
dipanaskan, air akan menembus lapisan luar granula dan granula ini mulai
menggelembung saat temperatur meningkat dari 60 C sampai 85 C (Enny Karti
B, 2012).
E. Tinjauan Umum Tepung Kedelai
Kedelai merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral, dan serat. Susunan
asam amino pada kedelai lebih lengkap dan seimbang. Kedelai sangat
berkhasiat bagi pertumbuhan dan menjaga kondisi sel-sel tubuh. Komoditas ini
mengandung protein tinggi dan mengandung sedikit lemak. Protein kedelai juga
dibuktikan paling baik dibandingkan jenis kacang-kacangan lain. Kandungan
proteinnya setara dengan protein hewani dari daging, susu, dan telur. Terlebih
lagi, 25% kandungan lemak dalam kedelai terdiri dari asam lemak tak jenuh
yang bebas kolesterol.Asam lemak tak jenuh ini dapat mencegah timbulnya
pengerasan pembuluh-pembuluh nadi (arterio sclerosis). Kedelai juga dapat
membantu menurunkan kadar kolesterol jahat (LDL) dan dapat mengurangi
risiko penyakit jantung, seperti yang telah dibuktikan melalui berbagai penelitian
(Anonimc. 2011).
Dalam kacang kedelai terdapat senyawa kimia yang dinamakan lesitin. Lesitin
adalah campuran fosfatida dan senyawa-senyawa lemak yang meliputi fosfatidil
kolin, fosfatidil etanolamin, fosfatidil inositol. Lesitin merupakan bahan penyusun
alami pada hewan maupun tanaman.Komponen ini paling banyak diperoleh dari
kedelai. Penggunaan lesitin adalah sebagai pengemulsi, dengan demikian SPI
(soy protein isolate) yang digunakan dalam industri pangan berfungsi juga untuk
gizi, sensori, emulsifikasi, penyerapan air dan perekat lemak.
1. Jenis-jenis turunan protein kedelai
Pengolahan kedelai dapat dilakukan dengan berbagai macam cara dan
menghasilkan produk-produk yang umum dijumpai di pasaran seperti tepung
kedelai, susu kedelai, tahu, tempe, bungkil kedelai, minyak kedelai, dan protein
nabati bertekstur.

Terdapat beberapa kelompok protein kedelai yaitu konsentrat protein kedelai


(soy protein concentrate/ SPC), isolat protein kedelai (soy protein isolate/ SPI),
dan protein kedelai bertekstur (textured soy protein/TSP).Konsentrat protein
kedelai (SCP) pada dasarnya adalah kedelai yang telah mengalami proses
penghilangan karbohidrat larut air. SCP mengandung protein yang tinggi, yaitu
sekitar 70%. Protein kedelai bertekstur atau TSP dibuat dari SCP dengan
tambahan proses teksturisasi sehingga berbentuk dry flakes atau chunks
(lembaran-lembaran kering atau kotak). Strukturnya akan tetap ketika dibasahi
dan menyerupai daging sapi giling. TSP chunks ini dapat digunakan sebagai
meat replacement (pengganti daging). TSP mengandung sekitar 70% protein.
Di antara ketiga turunan protein kedelai tersebut yang paling banyak
digunakan dalam proses pengolahan daging adalah isolat protein kedelai
(SPI).SPI utamanya digunakan dalam produk daging untuk memperbaiki tekstur
dan kualitas serta palatabilitas (eating quality) produk olahannya. Kandungan
protein SPI ini sangat tinggi yaitu sekitar 90% CP (crude protein), sehingga dia
memang sangat baik untuk meningkatkan nilai gizi produk daging olahan. SPI
mensuplai protein kualitas tinggi yang mengandung semua asam amino yang
diperlukan untuk pertumbuhan. SPI ini sepadan dalam kualitas dengan protein
dari produk-produk ternak dan hampir tak mengandung lemak, SPI tidak
mengandung kolesterol dan lemak jenuhnya sedikit atau hampir tidak ada.
SPI berfungsi sebagai bahan pengikat (binder) bukan bahan pengisi
(filler).Bahan pengisi dan bahan pengikat adalah bahan-bahan bukan daging
yang ditambahkan dalam produk dengan tujuan untuk meningkatkan stabilitas,
menurunkan penyusutan sewaktu pemasakan, memperbaiki sifat irisan,
mengikat air, membentuk tekstur, dan memberikan warna yang khas.Perbedaan
bahan pengikat dan bahan pengisi adalah berdasarkan kandungan protein dan
karbohidrat. Bahan pengikat memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dan
mampu memperbaiki sifat emulsi, sedangkan bahan pengisi memiliki kandungan
karbohidrat yang tinggi serta pengaruhnya kecil terhadap sifat emulsi. Bahan
pengikat dapat berupa bahan nabati maupun hewani.
Terdapat dua macam SPI yang digunakan dalam industri daging olahan
yaitu SPI yang berbentuk tepung dan SPI yang berbentuk granular atau butiran.
Penggunaan SPI yang berbentuk tepung biasanya langsung dicampurkan dengan
bahan emulsi yang lain, sedangkan SPI yang berbentuk granular direndam dalam
air terlebih dahulu kemudian baru dicampurkan ke dalam bahan emulsi.
Perendaman ini bertujuan untuk menghilangkan bau langu dari kedelai dan
dapat diulang sesuai keperluan sehingga bau langu hilang.
SPI juga digunakan untuk membuat corned chicken. SPI yang
ditambahkan dalam proses pembuatan corned chicken berupa campuran adonan
air, tepung SPI dan tepung sagu. Campuran adonan ini dikenal dengan istilah
sapromix.Terdapat juga produk turunan daging ayam yang menggunakan SPI
yaitu chicken nugget. SPI yang ditambahkan menurut produsen chicken nugget
tersebut, selain mempunyai fungsi-fungsi yang telah disebutkan, juga dapat

mengurangi biaya produksi. Harga SPI lebih rendah dibandingkan dengan harga
daging, sehingga keuntungan perusahaan pun semakin meningkat.
Dalam pembentukan emulsi, produk turunan daging lain yang menggunakan SPI
sebagai bahan pengikat adalah beef burger. Bahan tambahan tersebut berfungsi
untuk meningkatkan stabilitas emulsi beef burger, memperbaiki sifat irisan dan
struktur produk beef burger (Anonimc. 2011).
2. Inovasi terbaru
Dunia industri daging terus berkembang dan berkreasi dengan melakukan
inovasi-inovasi serta memunculkan produk-produk baru turunan daging.Produkproduk turunan daging tersebut menggunakan protein kedelai untuk
mendapatkan produk yang semakin baik dan memenuhi standar mutu. Terdapat
3 ketegori produk daging yang diproduksi oleh banyak dunia industri yang
beredar di pasaran yaitu raw meat (daging mentah), low value added meat
(daging bernilai tambah rendah) dan high value added meat (daging bernilai
tambah tinggi).
Produk turunan daging yang tergolong high value added meat antara lain adalah
sosis, bakso, burger patties, cooked burger, kebab, pepperoni, smoked beef, beef
bacon, beef pastrami, ground corned, dan meat loaf, sedangkan daging yang
tergolong mempunyai nilai tambah sedikit adalah daging giling (minced beef),
daging potongan (beef cube), chicken portion, chicken boneless dan minced
chicken. Bahan utama untuk produk-produk turunan daging bernilai tambah
tinggi tersebut dapat berasal dari sapi (beef), ayam (chicken) ataupun
domba/kambing.
Sosis merupakan salah satu produk turunan daging yang mempunyai nilai
tambah tinggi dan banyak perusahaan memproduksi sosis.Bahkan terdapat
produk sosis yang tidak perlu penyimpanan dingin, tetapi cukup diletakkan di
dalam toples atau di ruang terbuka, tinggal buka kemasan dan langsung dapat
disantap. Bahan baku yang terutama dalam pembuatan sosis sapi adalah
daging sapi bagian forequarter (potongan bagian depan dari karkas sapi)
tanpa tulang. Dalam istilah industri bagian tersebut disebut beef forequarter 85
chemical lean atau dikodifikasi sebagai Beef FQ 85 CL. Sosis juga dapat
diproduksi dengan bahan baku daging ayam tanpa tulang (chicken boneless).
Untuk membuat sosis diperlukan banyak bahan pembantu selain bahan
utama daging. Terdapat banyak bahan pembantu yang digunakan untuk
pembuatan sosis. Bahan-bahan tersebut antara lain garam, bumbu-bumbu,
tepung, dan bahan pewarna atau perasa (coloring and flavoring agent. Garam
yang umum digunakan dalam pembuatan sosis yaitu garam (NaCl), garam nitrit
(NaNO2), garam fosfat (sodium tripoliphosphat/STPP), monosodium glutamate
(Na-Glutamate/MSG), sodium erythorbate (Na-erythorbat). Bumbu-bumbu atau
rempah-rempah yang umumnya dipakai dalam formulasi sosis adalah bawang
putih (garlic powder), pala, beef flavor atau chicken flavor, dan smoked flavor.
Tepung yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah tepung pati dan SPI.

3. Pemilihan protein kedelai


Protein kedelai yang terdapat di pasaran bervariasi, dalam mutu, kandungan
gizi, proses preparasi dan penggunaannya. Pemilihan jenis protein kedelai yang
digunakan untuk pembuatan produk daging olahan menjadi bagian yang tidak
boleh ditinggalkan, karena akan mempengaruhi produk yang dihasilkan.Terdapat
tiga jenis tepung kedelai yang beredar di pasaran. Ketiganya mempunyai
kandungan protein yang tinggi yaitu SPI, SPC dan soy flour.
Tepung kedelai (soy flour) dibuat dengan cara penggilingan biji kedelai
menjadi tepung yang halus. Terdapat 3 bentuk tepung kedelai yaitu yang natural
atau full-fat (masih mengandung minyak); yang defatted (minyak dihilangkan)
dan yang lecithinated (lecithin ditambahkan). Kandungan protein tepung kedelai
ini berkisar 50% (40-60%).
Penggunaan protein kedelai dalam industri daging olahan harus
mempertimbangkan juga peraturan atau regulasi yang telah ditetapkan. Bakso
misalnya, mengandung daging tidak kurang dari 50% (SNI 01-3818-1995),
sedangkan sosis minimal mengandung daging 75% (SNI 01-3820-1995),
sehingga pemilihan protein kedelai tentu saja harus menyesuaikan dengan
peraturan yang berlaku. Suatu industri daging olahan menetapkan bahwa
pemakaian SPI pada proses pembuatan burger dibatasi maksimal 30% dari
seluruh adonan.(Anonimc. 2011).

METODOLOGI PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Waktu dan tempat pelaksanaan praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak
Yaitu pada pukul 14.00 WITA - selesai hari Selasa tanggal 2 April 2013, di
Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Alat dan Bahan
Alat yang di gunakan dalam praktikum teknologi pengolahan hasil ternak
mengenai pembuatan sosis yaitu, mixer, stuffer, food cutter, waskom kecil,
sendok, panci, termometer, dan kompor.
Bahan yang di gunakan dalam praktikum pengolahan hasil ternak
mengenai pembuatan sosis yaitu daging segar, tepung kanji/tapioka, tepung
kedelai, es, garam, obat bakso/STTP, merica, bawang putih, dan selongsong.
Prosedur Kerja
Menyiapkan bahan dan peralatan dalam keadaan bersih, lalu daging dipotongpotong dadu dan dicuci kemudian menggiling selama 1-2 menit bersama-sama
garam, dan bagian es, lalu menambahkan tepung tapioka, tepung kedelai dan
bumbu serta menggiling kembali selama 1 menit hingga adonan menjadi legit,

adonan didiamkan selama 10 menit, kemudian memasukkan ke dalam


selongsong yang berupa plastik selanjutnya memasak air sampai mendidih baru
memasukkan sosis ke dalam panci yang telah di masak air mendidih selama 45
mnit lalu tiriskan dan dikonsumsi.
PEMBAHASAN
A. Sosis
Dari hasil pembuatan sosis dibedakan menjadi 2 yaitu pembuatan sosis dengan
menggunakan tepung tapioka dan tepung kedelai serta pembuatan sosis dengan
menggunakan tepung tapioka saja dengan diketahui bahwa panelis terdiri dari 5
orang dan panelis pembuatan sosis dengan menggunakan tepung tapioka saja
terdiri dari 10 orang dengan uji organoleptik terbagi menjadi 7 kategori yaitu
kategori memiliki warna, cita rasa, ada aroma, tekstur, kebasahan, keempukan,
dan kekenyalan. Adapun hasil perbandingan praktikum pembuatan sosisdengan
menggunakan tepung tapioka dan tepung kedelai serta pembuatan sosis dengan
menggunakan tepung tapioka saja dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Hasil Perbandingan Praktikum Pembuatan SosisDengan Menggunakan
Tepung Tapioka Dan Tepung Kedelai Serta Pembuatan Sosis Dengan
Menggunakan Tepung Tapioka.
Nilai Rata-Rata Panelis
Uji Organoleptik

Sosis + Tepung
Tapioka + Tepung
Kedelai

Sosis + Tepung
Tapioka

Warna

Tekstur

Aroma

Cita rasa

Kebasahan

Keempukan

Kekenyalan

Sumber : Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak, 2013.


Keterangan
Warna

Cita rasa

Tekstur

1 = putih pucat

1= tidak asin

2 = agak pucat

2 = kurang asin

2 = kurang halus

3 = pucat

3 = asin

3 = kasar

1 = halus

4 = cukup pucat

4 = cukup asin

4 = cukup kasar

5 = pucat sekali

5 = asin sekali

5 = kasar sekali

6 = sangat pucat
kasar

6 = sangat asin

Aroma

Kebasahan

6 = sangat
Keempukan

1 = tidak beraroma

1 = tidak basah

1 = tidak empuk

2 = kurang aroma daging

2 = agak basah

3 = aroma daging

3 = basah

3 = empuk

4 = cukup aroma daging

4 = cukup basah

4 = cukup empuk

5 = beraroma sekali

5 = basah sekali

5 = empuk sekali

6 = sangat beraroma

6 = sangat basah

2 = agak empuk

6 = sangat empuk

Kekenyalan
1 = tidak kenyal
2 = agak kenyal
3 = kenyal
4 = cukup kenyal
5 = kenyal sekali
6 = sangat kenyal
Berdasarkan hasil praktikum pembuatan sosis dengan perbandingan antara
pembuatan sosis dengan ditambahkan tepung tapioka dan tepung kedelai dan
pembuatan sosis dengan ditambahkan tepung tapioka diperoleh bahwa
pembuatan sosis dengan ditambahkan tepung tapioka dan tepung kedelai
memiliki warna putih pucat, bertekstur kasar, cukup beraroma daging,
menghasilkan rasa sangat asin, tidak basah, tidak empuk dan tidak kenyal
sedangkan pembuatan sosis dengan ditambahkan tepung tapioka memiliki
warna agak pucat, bertekstur agak kasar, cukup beraroma daging, rasa asin
sekali, cukup basah, cukup empuk, dan kenyal sekali. Jadi, pembuatan sosis yang
lebih baik pada praktikum adalah sosis dengan menggunakan tepung tapioka
dan tepung kedelai namun karena adanya kesalahan teknis pengikatan tali pada
selongsong yang tidak erat sehingga masih terdapat uap udara sehingga sosis
kurang padat dan karena tepung tapioka mempunyai sifat mudah menyerap
airdan air diserap pada saat temperatur meningkat. Jika pati yang terkandung
didalam tepung tapioka di panaskan akan mudah tercampur dengan daging yang
dapat meningkatkan kekenyalan sosis sedangkan penambahan tepung tapioka
dan tepung kedelai kualitas dari sosis semakin bagus karena tepung kedelai
mengandung zat gizi seperti protein hal ini sesuai dengan pendapat Enny (2012)

yang menyatakan bahwa Penambahan tepung tapioka pada pembuatan sosis


berfungsi untuk menambah volume (substitusi daging), sehingga meningkatkan
daya ikat air dan memperkecil penyusutan. Terjadinya pembengkakan pada
pembuatan sosis disebabkan oleh proses gelatinisasi dari tepung tapioka yang
mempunyai sifat mudah menyerap air dan air diserap pada saat temperatur
meningkat. Jika pati dipanaskan, air akan menembus lapisan luar granula dan
granula ini mulai menggelembung saat temperatur meningkat dari 60 C sampai
85 C.
B. Bakso
Dari hasil pembuatan bakso dibedakan menjadi 2 yaitu pembuatan bakso
dengan menggunakan tepung tapioka dan tepung kedelai serta pembuatan
bakso dengan menggunakan tepung tapioka dengan diketahui bahwa panelis
terdiri dari 5 orang dan panelis pembuatan bakso dengan menggunakan tepung
tapioka terdiri dari 7 orang dengan uji organoleptik terbagi menjadi 7 kategori
yaitu kategori memiliki warna, cita rasa, ada aroma, tekstur, kebasahan,
keempukan, dan kekenyalan. Adapun hasil perbandingan praktikum pembuatan
bakso dengan menggunakan tepung tapioka dan tepung kedelai serta
pembuatan bakso dengan menggunakan tepung tapioka saja dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 1. Hasil Perbandingan Praktikum Pembuatan Bakso Dengan Menggunakan
Tepung Tapioka Dan Tepung Kedelai Serta Pembuatan Bakso Dengan
Menggunakan Tepung Tapioka.
Nilai Rata-Rata Panelis
Uji Organoleptik

Bakso + Tepung
Tapioka + Tepung
Kedelai

Bakso + Tepung
Tapioka

Warna

Tekstur

Aroma

Cita rasa

Kebasahan

Keempukan

Kekenyalan

Sumber : Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak, 2013


Keterangan
Warna

Cita rasa

1 = putih pucat

1= tidak asin

Tekstur
1 = halus

2 = agak pucat

2 = kurang asin

2 = kurang halus

3 = pucat

3 = asin

3 = kasar

4 = cukup pucat

4 = cukup asin

4 = cukup kasar

5 = pucat sekali

5 = asin sekali

5 = kasar sekali

6 = sangat pucat
kasar

6 = sangat asin

Aroma

Kebasahan

6 = sangat
Keempukan

1 = tidak beraroma

1 = tidak basah

1 = tidak empuk

2 = kurang aroma daging

2 = agak basah

3 = aroma daging

3 = basah

3 = empuk

4 = cukup aroma daging

4 = cukup basah

4 = cukup empuk

5 = beraroma sekali

5 = basah sekali

5 = empuk sekali

6 = sangat beraroma

6 = sangat basah

2 = agak empuk

6 = sangat empuk

Kekenyalan
1 = tidak kenyal
2 = agak kenyal
3 = kenyal
4 = cukup kenyal
5 = kenyal sekali
6 = sangat kenyal
Berdasarkan hasil praktikum pembuatan bakso dengan perbandingan
antara pembuatan bakso dengan ditambahkan tepung tapioka dan tepung
kedelai dan pembuatan bakso dengan ditambahkan tepung tapioka diperoleh
bahwa pembuatan dengan ditambahkan tepung tapioka dan tepung kedelai
memiliki warna pucat, tekstur kasar sekali, cukup beraroma daging,
menghasilkan rasa cukup asin, basah, empuk dan kenyal sedangkan pembuatan
bakso dengan ditambahkan tepung tapioka memiliki memiliki warna agak pucat,
tekstur cukup kasar, cukup beraroma daging, menghasilkan rasa sangat asin,
cukup basah, empuk dan cukup kenyal. Jadi, pembuatan bakso yang lebih baik
pada praktikum adalah bakso dengan menggunakan tepung tapioka dan tepung
kedelai karena menggunakan banyak bumbu seperti tepung tapioka dan tepung
kedelai sehingga mampu membentuk tekstur yang baik.Hal ini sesuai dengan
pendapat Winarno.F.G (1984).bakso adalah jenis makanan yang dib1uat dari
bahan pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain

sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau berbentuk bulat,


padat, kenyal, dan berisi.

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dari praktikum pembuatan sosis dan bakso, maka
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

Sosis di lakukan pengamatan dengan dua perlakuan yaitu pembuatan


sosis ditambah tepung tapioka dan tepung kedelai dengan pembuatan sosis
ditambah tepung tapioka, hasil yang memiliki kualitas yang lebih baik menurut
penilaian panelis yaitu pembuatan sosis ditambah tepung tapioka dan tepung
kedelai.

Bakso di lakukan pengamatan dengan dua perlakuan yaitu


pembuatan Bakso ditambah tepung tapioka dan tepung kedelai dengan
pembuatan sosis ditambah tepung tapioka, hasil yang memiliki kualitas yang
lebih baik menurut penilaian panelis yaitu pembuatan bakso ditambah tepung
tapioka.
Saran
Saran saya untuk Laboratorium, Teknologi Hasil Ternak yaitu sebaiknya
memperluas ruangan laboratorium, menambah peralatan laboratorium
(timbangan) dan tetap mempertahankan kebersihannya.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1970.Isi Kandungan Gizi Sosis Daging Komposisi Nutrisi Bahan
Makananhttp://keju.blogspot.com.Diaksestanggal 3 April 2013.

Anonim, 2009.Pengertian dan Mekanisme Penyediaan


Daging.http://kostumblog.blogspot.com.Diakses tanggal 3 April 2013.
Anonima,2011. Pengawet Boraks. http://digilib.unimus.ac.id.Diakses tanggal 3
April 2013.
Anonimb,2011. Komposisi Kimia Tepung
Tapioka. http://repository.ipb.ac.id.Diakses tanggal 3 April 2013.
Anonim c, 2011. Tepung Kedelai.http://www.foodreview.biz/preview.Diakses
tanggal 3 April 2013.
Anonima, 2012.Pengertian Daging Menurut Beberapa Ahli. http://infopeternakan.blogspot.com.Diakses tanggal 3 April 2013.
Anonimb, 2012 Tujuan Pemberian Bahan
Pengawet. http://repository.ipb.ac.id.Diakses tanggal 3 April 2013.
Bobi, 2011.Daging-Meat.http://boby32.blogspot.com.Diakses tanggal 3 April
2013.
Enny Karti B, .dkk,Tepung Tapioka. ejournal.upnjatim.ac.id. Diakses tanggal 3
April 2013.
Kramlich, R. V. 1971. Sausage product.Dalam: J. F. Prince dan B.S. Schweigert
(Editor). The Science of Meat and Meat Product. W.H. Freeman and Company, San
Fransisco,

SNI 01-3818-1995. http://www.foodreview.biz/preview.php?


view2&id=56553#.UVz5zjevxi8. Diakses pada tanggal 6 maret 2013.

SNI 01-3820-1995. http://www.foodreviewbiz/preview.php?view2& id=5655


3#.UVz5zjevxi8. Diakses pada tanggal 6 maret 2013.

SNI 01-3947-1995.http://www.scribd.com/doc/56935548/Porto-Folio-TeknologiDaging.Diakses pada tanggal 6 maret 2013.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Suwka, 2012. Makalah Sosis Terbaru.http://d-suwka.blogspot.com. Diakses


tanggal 3 April 2013.

Wibowo,2006.Http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52303/BAB
%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=4. Diakses pada tanggal 6 maret
2013.

Wilson et al., 1981).http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdlardiancahy-5301-2-bab2.pdf . Diakses pada tanggal 6 maret 2013.

Winarno, F.G. 2002.Kimia Pangan. PT Gramedia, Jakarta.


Yudi, 2009. Daging dan Produk-produk
Olahannya. http://drhyudi.blogspot.com.Diakses tanggal 3 April 2013.

Anda mungkin juga menyukai