Anda di halaman 1dari 7

TINJAUAN PUSTAKA

KLASIFIKASI DAGANG
BERDASAR SYARAT FISIS DAGING

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil
pengolahan jaringan-jaringan tersebut sesuai untuk di makan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Organ-organ misalnya hati, ginjal,
otak, paru-paru, jantung, limpha, pankreas, dan jaringan otot termasuk dalam definisi
ini (Soeparno, 1994).
Berdasarkan keadaan fisik, daging dapat dikelompokkan menjadi: 1) daging
segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan, 2) daging segar yang dilayukan kemudian
didinginkan (daging dingin), 3) daging segar yang dilayukan, didinginkan, kemudian
dibekukan (daging beku), 4) daging masak, 5) daging asap, dan 6) daging olahan
(Soeparno, 1994).
Daging yang dikonsumsi dapat berasal dari sapi, kerbau, babi, kuda, domba,
kambing, unggas, ikan, dan organisme yang hidup di air atau di air dan di darat, serta
daging dari hewan-hewan liar dan aneka ternak. Di Indonesia, daging yang banyak
dikonsumsi adalah daging sapi, daging domba muda, dewasa, atau tua, daging babi,
dan daging kambing. Daging kuda juga dikonsumsi. Daging-daging tersebut sering
disebut daging merah, sedangkan daging unggas yang paling banyak dikonsumsi
adalah daging ayam. Daging itik dan angsa juga termasuk daging unggas. Daging
lainnya adalah daging yang berasal dari hewan-hewan liar, misalnya daging kijang
dan babi hutan. Daging yang berasal dari organisme yang hidup di air yang paling
banyak dikonsumsi dan tersedia dalam jumlah besar adalah daging ikan. Dagingdaging udang, kepiting, dan kerang, juga dikonsumsi. Beberapa daging lainnya yang
juga dikonsumsi adalah daging yang berasal dari aneka ternak, misalnya daging
kelinci, burung puyuh dan merpati. Daging juga dapat diperoleh dari hasil budidaya
bekicot dan beberapa katak.

TINJAUAN PUSTAKA
KERUSAKAN DAGING SELAMA PENYIMPANAN BEKU

Faktor yang berhubungan dengan kerusakan fisik atau kimiawi daging beku
adalah: 1) sifat dan lokasi kristal es yang terbentuk di dalam jaringan otot, 2)
kerusakan mekanik struktur selular karena perubahan volume, dan 3) kerusakan
kimiawi yang disebabkan oleh partikel terlarut, termasuk garam-garam dan gula.
Adanya partikel terlarut tersebut menyebabkan penurunan titik beku daging (kirakira adalah 2oC sampai 3oC (Soeparno, 1994).
Kehilangan nutrien daging beku terjadi selama penyegaran kembali, yaitu
adanya nutrien yang larut dalam air dan hilang bersama cairan daging yang keluar
yang lazim disebut drip. Jumlah nutrien yang hilang dari daging beku bervariasi,
tergantung pada kondisi pembekuan dan penyegaran kembali, nutrien di dalam cairan
drip, antara lain terdiri atas bermacam-macam garam, protein, peptida, asam-asam
amino, asam laktat, purin, dan vitamin yang larut dalam air termasuk vitamin B
kompleks (Soeparno, 1994).
Pada saat penyimpanan beku dapat terjadi perubahan protein otot. Jumlah
konstituen yang terkandung di dalam drip berhubungan dengan tingkat kerusakan sel
pada saat pembekuan dan penyimpanan beku (Soeparno, 1994).
Faktor yang mempengaruhi jumlah drip, yaitu: 1) besarnya cairan yang keluar
dari daging, dan 2) faktor yang berhubungan dengan daya ikat air oleh protein daging
(Soeparno, 1994). Laju pembekuan dan ukuran kristal es yang terbentuk ikut
menentukan jumlah drip. Pada laju pembekuan yang sangat cepat, kristal es kecilkecil terbentuk di dalam sel, sehingga struktur daging tidak mengalami perubahan.
Pada laju pembekuan yang lambat, kristal es mulai terjadi di luar serabut otot, karena
tekanan osmotik ekstraseluler berlangsung terus, sehingga cairan ekstraseluler yang
tersisa dan belum membeku akan meningkat kekuatan fisiknya dan menarik air
secara osmotik dari bagian dalam sel otot yang sangat dingin. Air ini membeku pada
kristal es yang sudah terbentuk sebelumnya dan menyebabkan kristal es membesar.

Kristal-kristal es yang besar ini menyebabkan distorsi dan merusak serabut otot serta
sarkolema (Soeparno, 1994).
Kerusakan protein merupakan fungsi dari waktu dan temperatur pembekuan,
dan jumlah drip cenderung meningkat dengan meningkatnya waktu penyimpanan.
Drip dapat diperkecil dengan pembekuan cepat setelah pemotongan tanpa melalui
pendinginan (Soeparno, 1994). Pelayuan sebelum pembekuan juga cenderung
menurunkan drip karena adanya hubungan ion dan protein, yaitu adanya pembebasan
ion sodium dan kalsium, dan absorbsi ion ptasium oleh protein miofibril (Soeparno,
1994). Selain itu, pH juga mempunyai pengaruh terhadap drip. Pada pH yang lebih
rendah, maka drip meningkat. Pada pH ultimat yang tinggi, drip hampir tidak terjadi
karena daya ikat air daging meningkat, meskipun laju pembekuan berlangsung
lambat (Soeparno, 1994).

PEMBAHASAN
KLASIFIKASI DAGING BERDASAR SIFAT FISIS DAGING
Kategori daging/klasifikasi daging berdasarkan keadaan fisik, dapat
dikelompokkan menjadi: 1) daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan,
2) daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin), 3) daging
segar yang dilayukan, didinginkan kemudian dibekukan (daging beku), 4) daging
masak, 5) daging asap, 6) daging olahan. Di Indonesia, daging yang banyak
dikonsumsi adalah daging sapi, daging domba, daging babi, daging kambing, dan
daging kuda (Soeparno, 1994).
Pada praktikum yang telah dilaksanakan, jenis daging yang digunakan adalah
daging segar, daging dingin, daging beku, dan daging segar dingin beku dari ternak
ayam dan sapi.
Daging segar yang telah mengalami proses pelayuan, biasanya terjadi
peningkatan keempukan dan flavour daging. Data yang diperoleh pada waktu
praktikum untuk keempukan daging, menunjukkan bahwa tingkat keempukan daging
segar lebih tinggi dibanding dengan daging dingin, daging beku, dan daging dingin
beku, baik untuk daging ayam ataupun sapi.
Daging segar yang telah mengalami proses pelayanan, biasanya terjadi
peningkatan keempukan dan flavour daging. Data yang diperoleh pada waktu
praktikum untuk keempukan daging, menunjukkan bahwa tingkat keempukan daging
segar lebih tinggi dibanding dengan daging dingin, daging beku, dan daging dingin
beku, baik untuk daging ayam ataupun sapi.
Daging dingin sangat memungkinkan tumbuhnya mikroorganisme, tapi dapat
diperkecil dengan cara penyimpanan berkas dalam bentuk yang belum dipotongpotong. Faktor yang mempengaruhi kualitas daging dingin antara lain kapasitas
panas, berat karkas (daging), jumlah lemak eksternal, temperatur, dan jarak antara
karkas (daging). Pendinginan dengan perantaraan udara dingin dapat menyebabkan

dehidrasi, khususnya pada karkas unggas (Soeparno, 1994). Data yang diperoleh
selama praktikum, menunjukkan bahwa daging dingin memiliki luas area yang
hampir sama dengan daging beku dan daging segar dingin beku.
Penyimpanan daging beku, bisa mengakibatkan penurunan daya terima bau
dan flavour. Sedangkan nilai nutrisi daging secara relatif tidak mengalami perubahan.

PEMBAHASAN
KERUSAKAN DAGING SELAMA PENYIMPANAN BEKU

Penyimpanan beku bertujuan untuk mengawetkan daging atau daging proses


dari aktivitas mikrobia maupun enzimatis lain. Pembekuan cepat cenderung
meningkatkan keempukan daging karena struktur jaringan mengalami perubahan,
misalnya denaturasi protein. Keempukan dan jus daging akan berkurang bila terjadi
desikasi, terutama pada daging beku yang tidak diproteksi secara baik. Pada
praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data bahwa keempukan daging segar
dingin beku lebih rendah dibanding dengan sampel daging segar, gading dingin,
ataupun daging beku.
pH ultimat yang tinggi meningkatkan keempukan, tetapi mengurangi warna
dan flavour. pH mempunyai pengaruh terhadap drip. Pada pH yang lebih rendah, drip
akan meningkat. Pada pH ultimat yang tinggi, drip hampir tidak terjadi karena daya
ikat air daging meningkat, meskipun laju pembekuan berlangsung lambat. Data yang
diperoleh dari uji pH daging adalah rata-rata 5,56 dan 5,56 untuk daging segar; 5,63
dan 5,62 untuk daging dingin; 5,67 dan 5,69 untuk daging beku; 5,60 dan 5,61 untuk
daging segar dingin beku; dan 5,72 dan 5,70 untuk daging ayam.
Banyak faktor yang mempengaruhi warna daging, dan yang dapat
mempengaruhi penentu warna daging yaitu konsentrasi pigmen daging dan
mioglobin. Pada umumnya, makin bertambahnya umur ternak, konsentrasi mioglobin
makin meningkat, tetapi peningkatannya tidak konstan. Pada praktikum yang telah
dilakukan, skor warna untuk daging segar adalah 3, dan untuk daging dingin, beku,
segar dingin beku adaah 2.
Penurunan daya ikat air (DIA) dapat diketahui dengan adanya eksudasi cairan
yang disebut weep pada daging mentah yang belum dibekukan atau drip pada daging
mentah beku yang disegarkan kembali atau kerut pada daging masak. Data yang
diperoleh adalah 8,63% dan 8,04% untuk daging sapi segar; 50,59% dan 44,55%
untuk daging sapi dingin; 49,73% dan 58,03% untuk daging sapi beku; 51,83% an
54,65% untuk daging sapi segar beku; dan 8,57% dan 17,6% untuk daging ayam.

Anda mungkin juga menyukai