The effect of the use of liquid waste boiled salt fish in ration on cholesterol
meat and abdominal fat of Mojosari Peking crossing duck
ABSTRAK : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh penggunaan limbah cair
pemindangan ikan dalam ransum terhadap kadar lemak daging, persentase lemak abdominal serta kadar
kolesterol itik hasil persilangan Mojosari Peking. Materi yang digunakan adalah itik hasil persilangan
Mojosari Peking jantan umur 3 minggu sebanyak 120 ekor dengan bobot badan rata – rata 520,30 ± 57,82
g. Rancangan penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan.
Terdapat 20 unit percobaan yang terdiri terdiri dari 6 ekor itik tiap unit. Perlakuan yang diterapkan adalah
limbah cair pemindangan ikan dengan level: T0 = 0%, T2 = 2,5%, T3 = 5% dan T4 = 7,5%. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penggunaan limbah cair pemindangan ikan tidak memberikan pengaruh
nyata (P>0,05) terhadap persentase lemak daging, persentase lemak abdominal dan kadar kolesterol
daging. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan limbah cair pemindangan ikan
dalam ransum hingga taraf 7,5% belum mampu menurunkan persentase lemak daging, persentase lemak
abdominal dan kadar kolesterol itik.
ABSTRACT: This research’s intention was to examined the effect of liquid waste boiled salt fish in the
ration on fat and cholesterol meat and abdominal fat percentage of Mojosari Peking crossing duck. The
research materials used were 120 of 3 weeks old males Mojosari Peking duck crossing with average
initial body weight of 520.30 ± 57.82 g. This experimental design was used completely randomized
design (CRD) with 4 treatments and 5 replications with total 20 units experimental each unit consisted of
6 ducks. The treatment used of liquid waste boiled salt fish in rations with level: T0 = 0%, T2 = 2.5%, T3
= 5% dan T4 = 7.5%. The results showed that the the used of liquid waste boiled salt fish have no
significant effect (P>0,05) on fat meat, abdominal fat percentage and cholesterol meat. The used of of
liquid waste boiled salt fish can be used in the ration up to the level 7.5%.
Corresponding author: shafry.imtiyaz@gmail.com
DOI: 10.21776/ub.jiip.2017.027.03.08 63
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 27 (3):63 – 69
DOI: 10.21776/ub.jiip.2017.027.03.08 64
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 27 (3):63 – 69
DOI: 10.21776/ub.jiip.2017.027.03.08 65
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 27 (3):63 – 69
DOI: 10.21776/ub.jiip.2017.027.03.08 66
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 27 (3):63 – 69
Tabel 3. Pengaruh penggunaan limbah cair ikan terhadap kadar lemak daging, persentase
lemak abdominal dan kadar kolesterol daging itik
Kadar
Kadar Lemak Persentase Lemak Kolesterol
Perlakuan
Daging (%) Abdominal (%) Daging
(mg/100g)
T0 3,06 0,36 92,81
T1 2,47 0,33 91,05
T2 3,12 0,41 111,20
T3 3,75 0,44 111,22
Keterangan : Hasil analisis ragam terhadap setiap perlakuan menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata (P>0,05)
DOI: 10.21776/ub.jiip.2017.027.03.08 67
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 27 (3):63 – 69
DOI: 10.21776/ub.jiip.2017.027.03.08 68
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 27 (3):63 – 69
DOI: 10.21776/ub.jiip.2017.027.03.08 69
Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal of Pharmacy) 2018; 4 (1): 73 – 78
ISSN : 2442-8744 (electronic)
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Galenika/index
DOI : 10.22487/ j24428744. 2018.v4.i1.10035
(Comparative Study of Fatty Acid Composition of Sidat Fish Meat (Anguilla marmorata
(Q.) Gaimard) Yellow Eel Phase From Palu River and Poso Lake)
73
Jamaluddin et al./Jurnal Farmasi Galenika (Galenica Journal of Pharmacy) 2018; 4 (1): 73-78
ABSTRAK
Ikan sidat (Anguilla marmorata (Q.) Gaimard) memiliki keunggulan gizi atau nutrisi yang
tinggi seperti vitamin A, vitamin B, vitamin C, vitamin D, vitamin E, protein, mineral, dan asam
lemak yang baik bagi kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar asam lemak dan
membandingkan komposisi asam lemak dari ikan sidat fase yellow eel asal sungai Palu dan danau
Poso. Penelitian ini menggunakan metode kromatografi gas dengan mengubah ekstrak lemak menjadi
metil ester asam lemak. Hasil analisis komposisi asam lemak daging ikan sidat (Anguilla marmorata
(Q.) Gaimard) fase yellow eel asal sungai Palu dan Danau Poso menunjukan kadar asam lemak jenuh
masing-masing 2.766g/100 g dan 0.275g/100g; asam lemak tak jenuh tunggal 4.029g/100 g dan
0.276g/100g; dan asam lemak tak jenuh ganda 0.541g/100 g dan 0.102g/100g. Terdapat perbedaan
secara statistik (p<0.05) komposisi dan kadar asam lemak antara daging ikan sidat fase yellow eel asal
sungai Palu dan danau Poso. Komposisi asam lemak ikan sidat fase yellow eel asal sungai Palu dan
danau Poso masing-masing adalah 23 dan 18 jenis. Asam lemak yang ditemukan pada daging ikan
sidat sungai Palu dan tidak ditemukan pada ikan sidat danau Poso adalah asam heneikosenoat, asam
miristoleat, Cis-10-pentadekanoat, asam gamma linoleat, dan Cis-11,14,17-eikosatrinoat.
Kata Kunci : Anguilla marmorata, asam lemak, sungai Palu, danau Poso
74
Jamaluddin et al./Jurnal Farmasi Galenika (Galenica Journal of Pharmacy) 2018; 4 (1): 73-78
penting dilakukan untuk melengkapi data kandungan lapisan heksan-metil ester, pindahkan ke dalam labu
asam lemak ikan sidat yang ada di Sulawesi. ukur 10 ml lalu encerkan dan cukupkan dengan n-
heksan (Pratama R. dkk., 2011).
METODE PENELITIAN Analisis Data
Alat Data kadar lemak total dan asam lemak
Kromatografi gas (Shimadzu QP 2010S) didapatkan dengan menggunakan rumus:
yang dilengkapi detektor FID (Flame Ionization
Detector), oven, satu set alat sokletasi, eksikator, 𝐶−𝐴
Lemak Total = 𝑋 100%
𝐵
neraca analitik, blender, penangas air, dan vortex.
A = Bobot labu lemak kosong (g)
Bahan
B = Bobot sampel (g)
Ikan sidat (Anguilla marmorata (Q.)
C = Bobot tetap labu lemak+sampel setelah
Gaimard), Natrium hidroksida (NaOH), Methanol,
pemanasan (g)
Boron trifluorida (BF3), Natrium klorida (NaCl), n-
heksan (C6H14), dan larutan standar FAME (Fatty 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘
Acid Methyl Ester) Mix. Asam lemak = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑋 𝐿𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘
Metode
Preparasi Sampel Data selanjutnya dianalisis menggunakan uji
Ikan sidat diambil dari sungai Palu dan danau statistik parametrik, dimana uji hipotesis
Poso. Ikan dimasukkan ke dalam wadah sterofoam menggunakan uji-t tidak berpasangan.
yang telah berisi es batu sebelum dilakukan
pengolahan lebih lanjut. Sampel dicuci bersih dan
dikeluarkan isi perut, kepala, ekor, dan tulangnya. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel dipotong kecil-kecil dan dikeringkan di oven Kandungan Lemak Total
suhu 600C selama 24 jam, selanjutnya sampel Hasil analisis kandungan lemak total dari
diblender hingga menjadi serbuk, lalu disimpan daging ikan sidat (Anguilla marmorata (Q.) Gaimard)
dalam suhu ruang (20-250C) dalam wadah stainless yang diambil dari Sungai Palu dan Danau Poso,
steel (Pratama R. dkk., 2011). sangat berbeda. Daging ikan sidat sungai Palu
Kadar Lemak Total memiliki kandungan lemak total lebih banyak
Ditimbang masing-masing 10 g sampel dibandingkan dengan daging ikan sidat yang berasal
kering ikan sidat fase yellow eel asal sungai Palu dan dari danau Poso (Gambar 1).
danau Poso, kemudian dimasukkan ke dalam Analisis komposisi asam lemak pada daging
selongsong kertas dan dikeringkan dalam oven ikan sidat asal sungai Palu dan danau Poso
selama ±1 jam pada suhu 700C. Sampel yang ada menunjukkan adanya kandungan asam lemak jenuh
dalam selongsong kertas diekstraksi dengan metode (Saturated Fatty Acid/SAFA), asam lemak tak jenuh
sokletasi menggunakan pelarut n-heksan selama 5 tunggal (Monounsaturated Fatty Acid/MUFA), dan
jam. Pelarut n-heksan yang telah disuling dikeringkan asam lemak tak jenuh jamak (Polyunsaturated Fatty
pada suhu 1050C, lalu ekstrak minyak didinginkan Acid/PUFA).
dalam eksikator sampai ekstrak minyak kental
memiliki bobot yang tetap (Pratama R. dkk., 2011) 8% 7.33%
Pengujian Sampel 7%
Sampel yang diperoleh dari tahap 6%
sebelumnya diderivatisasi menjadi metil ester asam 5%
lemak, yang memiliki sifat yang mudah menguap 4%
(volatile) sehingga dapat disuntikkan ke dalam 3%
kromatografi gas. Hasil ekstraksi minyak ditimbang 2%
0,03 g dan ditambahkan 2 ml NaOH 0,5 M, lalu 0.65%
1%
dipanasakan dalam penangas air selama 20 menit 0%
suhu 1000C. Dinginkan dan kocok sampai suhu 30 0C, Sungai Palu Danau Poso
setelah itu ditambahkan 2 ml NaCl jenuh, lalu
divorteks selama 2 menit dan ditambahkan n-heksan Gambar 1. Kandungan Lemak Total
10 ml, kemudan divortek kembali selama 2 menit.
Selanjutnya didiamkan pada suhu ruangan, ambil
75
Jamaluddin et al./Jurnal Farmasi Galenika (Galenica Journal of Pharmacy) 2018; 4 (1): 73-78
Kadar Asam Lemak Jenuh Daging Ikan Sidat palmitoleat (Gambar 4). Adapun pada daging ikan
Asal Sungai Palu dan Danau Poso sidat asal danau Poso menunjukkan adanya 4 jenis
Hasil pengujian asam lemak jenuh daging asam lemak dengan kadar yang beragam, dimana
ikan sidat asal sungai Palu menunjukkan adanya 9 asam lemak yang dominan yaitu asam oleat dan asam
jenis asam lemak dengan kadar yang beragam, palmitoleat (Gambar 5).
dimana asam lemak yang dominan yaitu asam Hasil pengujian asam lemak tak jenuh
palmitat, asam stearat, asam miristat (Gambar 2). tunggal (Gambar 3 dan 6) menunjukan bahwa asam
Adapun pada daging ikan sidat asal danau Poso lemak tak jenuh tunggal (Mono Unsaturated Fatty
menunjukkan adanya 8 jenis asam lemak dengan Acid/MUFA) pada daging ikan sidat sungai Palu dan
kadar yang beragam, dimana asam lemak yang danau Poso fase yellow eel ditemukan dengan jenis
dominan yaitu asam palmitat, asam stearat, asam yang beragam dan konsentrasi yang bervariasi. Asam
miristat (Gambar 3). lemak tak jenuh tunggal yang ditemukan pada kedua
sampel tersebut didominasi oleh asam oleat. Asam
2 1.819 oleat dikenal juga sebagai asam lemak omega-9,
asam lemak ini memiliki daya perlindungan tubuh
Kadar (g/100g)
2
yang mampu menurunkan kadar kolestrol LDL (Low
1 Density Lipoprotein), dan meningkatkan kadar
0.527
1 0.242 kolestrol HDL (High Density Lipoprotein)
0.048 0.061
0.012 0.024 0.014 0.020 (Khomsan, 2004).
0
4 3.421
4
Kadar (g/100g) 3
3
2
2
1 0.493
1 0.014 0.007 0.029 0.064
0
Gambar 2. Kadar Asam Lemak Jenuh Daging Ikan Sidat
Sungai Palu
0.3 0.209
Kadar (g/100g)
0.2
0.2
0.1 Gambar 4. Kadar Asam Lemak Tak Jenuh Tunggal Daging
0.012 0.04 0.003
0.1 0.005 Ikan Sidat Sungai Palu
0.002 0.003 0.002
0.0
0.3 0.256
Kadar (g/100g)
0.3
0.2
0.2
0.1
0.1 0.013 0.002 0.005
0.0
Gambar 3. Kadar Asam Lemak Jenuh Daging Ikan Sidat
Danau Poso
76
Jamaluddin et al./Jurnal Farmasi Galenika (Galenica Journal of Pharmacy) 2018; 4 (1): 73-78
Kadar (g/100g)
0.08
Hasil pengujian asam lemak tak jenuh jamak 0.07
0.06
daging ikan sidat asal sungai Palu menunjukkan 0.05
adanya 8 jenis asam lemak dengan kadar yang 0.04
0.03
beragam, dimana asam lemak yang dominan yaitu 0.02 0.004 0.001 0.005 0.001 0.004
0.01
asam dokosaheksanoat dan asam linoleat (Gambar 0.00
6). Adapun pada daging ikan sidat asal danau Poso
menunjukkan adanya 6 jenis asm lemak dengan kadar
yang beragam, dimana asam lemak yang dominan
yaitu asam oleat dan asam palmitoleat (Gambar 7).
Ikan sidat sungai Palu dan danau Poso
mengandung asam lemak tak jenuh jamak. Asam
lemak tak jenuh jamak (Poly Unsaturated Fatty Acid)
yang disingkat PUFA, diantaranya Omega-3 dan Gambar 7. Kadar Asam Lemak Tak Jenuh Jamak Daging
Omega-6 yang merupakan asam lemak esensial yang Ikan Sidat Danau Poso
tidak dapat disintesis oleh tubuh serta memiliki
Hasil analisis data secara statistik
manfaat yang besar bagi kesehatan. PUFA (asam
menggunakan uji-t tidak berpasangan dengan nilai
lemak linoleat dan asam linolenat) berperan penting
signifikan p<0,05. Dari 17 jenis asam lemak yang
dalam transport dan metabolisme lemak, fungsi imun,
mempertahankan fungsi dan integritas membran sel. terdapat pada daging ikan sidat sungai Palu dan
danau Poso terdapat perbedaan kadar yang signifikan
Turunan asam lemak yang berasal dari asam lemak
antara 16 jenis asam lemak tersebut yaitu asam laurat,
esensial adalah asam arakidonat dari asam linoleat
asam miristat, asam pentadekanoat, asam palmitat,
(omega-6), EPA (Eikosapentanoat Acid), dan DHA
(Dokosaheksanoat Acid) dari asam linolenat (Omega- asam heptadekanoat, cis-10-heptadekanoat, asam
oleat, asam linoleat, asam arakidat, cis-11-eikosenoat,
3) (Almatsier, 2009).
asam arakidonat, cis-11,14-eikosenoat, asam
Asam lemak tak jenuh jamak yang dominan
lignokerat, asam eikosapentanoat, asam
pada kedua sampel yaitu asam lemak
dokosaheksanoat dan asam lemak linoleat. Turunan dokosaheksanoat, dan asam linolenat; dan tidak
terdapat perbedaan yang signifikan pada 1 jenis asam
dari asam lemak esensial adalah asam arakidonat dari
lemak, yaitu asam palmitoleat.
asam linoleat, asam lemak esensial merupakan
prekursor sekelompok senyawa yang mirip hormon
seperti prostaglandin, prostasiklin, tromboksan, dan KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, dapat
leukotriene. Senyawa-senyawa ini mengatur tekanan
disimpulkan:
darah, denyut jantung, fungsi kekebalan, rangsangan
1. Kadar asam lemak daging ikan Sidat (Anguilla
sistem saraf, kontraksi otot serta penyembuhan luka
(Sartika, 2008). marmorata (Q.) Gaimard) fase yellow eel dari
0
sungai Palu dan danau Poso berturut-turut yaitu
0.152 0.156
0 0.132 asam lemak jenuh 2.766g/100 g dan
Kadar (g/100g)
77
Jamaluddin et al./Jurnal Farmasi Galenika (Galenica Journal of Pharmacy) 2018; 4 (1): 73-78
78
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oleh
Abdullah Rasyid 1)
ABSTRACT
OMEGA-3 FATTY ACID FROM FISH OIL. Fish oil has been used for food supple-
ments, human consumption, cosmetics, food fat, pharmaceutical products, and
various products for technical applications. This paper will describe utilization of
fish oil as source of omega-3 fatty acid, isolation method of omega-3 fatty acid form
fish oil, and benefit of omega-3 fatty acid for health human.
11
Rumus molekul ketiga asam lemak dan "horse mackerel" (Trachurus trachurus)
omega-3 tersebut di atas adalah sebagai ditemukan di pantai Atlantik Selatan (Afrika
berikut: Selatan) dan perairan Pantai Pasifik (Jepang dan
CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH2CH=CH(CH2)7COOH Rusia). Selain itu, minyak ikan yang banyak
Asam linolenat ditemukan di pasaran juga berasal dari
beberapa jenis ikan lainnya, yaitu "cod" (Ga-
CH3-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH- dus morhua), "coalfish" (Pollachius virens),
CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-(CH2)3-COOH dan "haddock" (Melanogrammus aeglefinus).
Minyak ikan yang diperdagangkan
Asam eicosapentaenoat biasanya terdiri dari 95% atau lebih trigliserida.
Sekitar 1 % dari minyak ikan tersebut merupakan
CH3-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH- fosfolipid dan 2 - 5% berupa bagian yang
CH 2 -CH=CH-CH 2 -CH=CH-CH 2 -CH=CH- tersabunkan, misalnya kolesterol, hidrokarbon,
(CH2)2-COOH
vitamin-vitamin yang terlarut dalam lemak.
Asam docosahexaenoat Kadar kolesterol sekitar 0,7% (OPSTVEDT et
al., 1990).
Tujuan penulisan ini ialah untuk
Begitu banyak publikasi yang
memberikan gambaran mengenai penggunaan
menyebutkan bahwa komposisi asam lemak dari
minyak ikan sebagai sumber asam lemak omega-
minyak ikan erat kaitannya dengan jenis ikan,
3, metoda isolasinya, dan kegunaanya untuk
wilayah geografis, dan musim penangkapan.
menjaga kesehatan manusia.
Misalnya, minyak ikan yang ada di pasaran
yang berasal dari jenis "menhaden" telah
berhasil diidentifikasi sekitar 36 asam lemak
PRODUKSI MINYAK IKAN
yang berbeda (OPSTVEDT et al., 1990).
Saat ini jenis ikan pelagis merupakan
sumber minyak ikan terbesar di dunia METODE PEMISAHAN DAN PEMURNIAN
(SOBSTAD, 1990). Sebanyak 90% produksi MINYAK IKAN
minyak ikan dunia terdapat di 10 negara dan
terkonsentrasi di Eropa Utara, Asia Tenggara, Menurut SOBSTAD (1990), ada 3
Amerika Selatan, Amerika Serikat, dan Rusia macam cara yang dapat digunakan dalam
(OPSTVEDT et al, 1990). pemisahan minyak ikan, yaitu cara tradisional,
Menurut OPSTVEDT et al. (1990), cara "Centrifish", dan cara "Condec". Cara
penangkapan ikan pelagis terkonsentrasi pada tradisional dan "Condec" menggunakan panas
wilayah tertentu di dunia. Misalnya, uap, sedangkan cara "Centrifish" menggunakan
penangkapan jenis "herring" di Laut Utara dan panas gas. Pada dasarnya ketiga macam cara
Laut Bering yang terdiri dari "herring" (Clupea pemisahan minyak ikan tersebut di atas terdiri
harengus), "mackerel" (Scomber scombus), dari 2 tahap, yaitu :
"sanded" (Ammodytes tobianus), dan "cape-
lin" (Mollotus villosus). Sedangkan l. Pengukusan
penangkapan ikan jenis "menhaden"
(Brevoortia spp.) di Teluk Mexico dan pantai Perlakuan awal terhadap ikan yang akan
Atlantik (Amerika Serikat). Jenis "anchovy" diambil minyaknya adalah dengan mengukusnya
yang terdiri dari "anchovy" (Engraulis pada temperatur 95°C. Perlakuan ini terutama
encrasicolus), "sardine" (Sardina pilchardus), dimaksudkan untuk mengendapkan protein,
12
13
14
15
16
Komers R. W. Manduapessy
Balai Riset dan Standardisasi Industri Ambon, Jl. Kebun Cengkeh Ambon - 97128
Email : bukom_swan@yahoo.com
ABSTRAK
Sumber daya perikanan di Indonesia khususnya di Maluku dari jenis ikan pelagis kecil memegang peranan
penting dalam konsumsi harian masyarakat. Ikan pelagis kecil meliputi ikan-ikan yang hidup di permukaan laut
seperti ikan tongkol (Auxis thazard), ikan layang (Decapterus macrosoma), ikan selar (Selaroides sp) dan lain-
lain. Lemak disusun oleh asam-asam lemak yang terdiri atas asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh.
Kemampuan tubuh untuk mensintesis asam lemak tak jenuh yang mempunyai dua atau lebih ikatan rangkap
sangat terbatas, sehingga asam lemak tersebut harus didapatkan dari makanan. Tujuan dari penelitian ini yaitu
Untuk mengetahui jenis asam lemak yang terdapat pada ikan layang segar. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi ekstraksi lemak, kemudian proses transesterifikasi dan pengamatan dengan GCMS. Hasil
penelitian menunjukan ditemukannya Asam Lemak Ikan Layang (Decapterus macrosoma) segar yaitu asam
miristat, asam palmitat, asam stearat, asam nonadekanoat, asam arakidat, asam lignoserat, asam
heptadekanoat, yang tergolong asam lemak jenuh, sedangkan asam lemak yang tidak jenuh yaitu asam
palmitoleat, asam arakidonat, asam eikosenoat dan asam Oleat.
ABSTRACT
Fisheries resources in Indonesia, especially in Maluku including small pelagic fish species hold an important role
in the daily consumption of the society. Small pelagic fish include fishes that are exist in the sea level such as cob
fish (Auxis thazard), shortfin scad fish (Decapterus macrosoma), selar fish (Selaroides sp) and others.
Chemically, fat is the esters of fatty acids and glycerol. Fats composed by fatty acids consisting of saturated fatty
acids and unsaturated fatty acids. The body's ability to synthesize unsaturated fatty acids with two or double
bondis very limited, so these fatty acids must be obtained from food. The purposes of this research are to know
the type of fatty acids found in fresh Shortfin scad fish; to know the content of fatty acids found in shorfin scad
fish. The results showed Fatty Acid Profiles of Fresh Shortfin Scad Fish (Decapterus macrosoma) namely of
myristic acid, palmitic acid, stearic acid, nonadecanoic acid, arachidic acid, lignoceric acid, heptadecanoic acid
which are classified as saturated fatty acids, where as unsaturated fatty acids include palmitoleic acid,
arachidonicacid, eicosanoic acidand oleic acid.
43
Manduapessy / Majalah BIAM 13 (01) Juni (2017) 42-46
Hasil analisis komposisi asam lemak kromatogram standar dapat disimpulkan jenis
ikan layang segar dengan GC-MS dapat dilihat asam lemak yang terdapat pada minyak ikan
pada Gambar 2. Berdasarkan perbandingan layang
waktu retensi sampel transesterifikasi dengan
Pada kromatogram ikan layang segar 326, dan metil ester asam lignoserat (C25H50O2)
(Gambar 2) ditemukan 29 puncak. Dari puncak- dengan berat molekul 382.
puncak tersebut yang terdeteksi ada 11 puncak
yang berhasil diidentifikasi melalui pendekatan Profil Asam Lemak Ikan Layang
pustaka terhadap spektrum massa masing- Berdasarkan perbandingan waktu
masing puncak. Kesebelas puncak yang retensi sampel esterifikasi dengan kromatogram
terdeteksi tersebut masing-masing adalah metil standar dapat disimpulkan jenis asam lemak
ester asam miristat (C15H30O2) dengan berat yang terdapat pada minyak ikan layang (Tabel
molekul 242, metil ester asam palmitoleat 1). Pada tabel 1, dapat dilihat kesebelas asam
(C17H32O2) dengan berat molekul 268, metil ester lemak yang teridentifikasi dari lemak ikan layang
asam palmitat (C17H34O2) dengan berat molekul segar masing-masing terdiri dari tujuh asam
270, metil ester asam heptadekanoat (C18H36O2) lemak jenuh yakni asam miristat 3,07% ; asam
dengan berat molekul 284, metil ester asam palmitat 19,28% ; asam heptadekanoat 1,80%
oleat (C19H36O2) dengan berat molekul 296, metil ;asam stearat 12,12% ; asam nonadekanoat
ester asam stearat (C19H38O2) dengan berat 0,45% ; asam arakidat 0,60% dan asam
molekul 298, metil ester asam nonadekanoat lignoserat 0,71%. Sedangkan empat asam lemak
(C20H40O2) dengan berat molekul 312, metil ester tidak jenuh yang teridentifikasi masing-masing
asam arakidonat (C21H34O2) dengan berat adalah asam palmitoleat 4,29% ; asam oleat
molekul 318, metil ester asam eikosenoat 13,00% ; asam arakidonat 2,39% dan asam
(C21H40O2) dengan berat molekul 324, metil ester eikosenoat 1,69%.
asam arakidat (C21H42O2) dengan berat molekul
Berdasarkan tabel tersebut minyak ikan dapat menyebabkan perbedaan komposisi asam
esterifikasi asam lemak etil ester memiliki lemak esensial yang terdapat dalam ikan
kandungan asam lemak tak jenuh hanya sama tersebut (Monsen 1985).
pada C20 yaitu asam arakidonat dan eikosenat
sedangkan EPA dan DHA tidak teridentifikasi. KESIMPULAN
Penelitian lain menyebutkan kandungan EPA
pada ikan layur adalah sebesar 2,14% (Pratama Bedasarkan hasil penelitian maka dapat
dkk. 2011) dan ikan lemuru dengan total asam disimpulkan bahwa Profil Asam Lemak Ikan
lemak esensialnya sebesar 5,27% (Wildan Layang (Decapterus macrosoma) segar yaitu
2000). Menurut Ackman (1982) kandungan asam asam miristat, asam palmitat, asam stearat,
lemak omega-3 pada ikan bukan merupakan asam nonadekanoat, asam arakidat, asam
hasil sintesis murni tubuh ikan, melainkan hasil lignoserat, asam heptadekanoat, yang tergolong
pembentukan dari rantai makan yang meliputi asam lemak jenuh, sedangkan asam lemak tidak
phytoplankton, zooplankton, algae, copepod dan jenuh yaitu asam palmitoleat, asam arakidonat,
kerang-kerangan. Perbedaan kandungan asam asam eikosenoat dan asam Oleat.
lemak esensial ikan layang dan ikan lainnya
diduga disebabkan oleh sumber makanan yang UCAPAN TERIMAKASIH
dikonsumsinya. Menurut Estiasih (2009), faktor
yang mempengaruhi kadar asam lemak esensial Terimakasih penulis sampaikan kepada
dalam ikan selain jenis dan makanan ikan Dr. Syarifuddin Idrus M.Si atas proofreading,
adalah perkembangan dan pertumbuhan, saran dan bimbingannya selama pembuatan
musim, salinitas dan suhu air. Perbedaan karya tulis ini.
spesies ikan, musim, salinitas dan suhu air juga
45
Manduapessy / Majalah BIAM 13 (01) Juni (2017) 42-46
Almatsier. S. 2002. Prinsip dasar ilmu gizi. Monsen, E.R. 1985. In: NIH launching major
Jakarta : Gramedia Pustaka Umum. Research Program on Fish Oil and Health.
Food Chemistry News 34-39, 6-8.
Dahuri, R. 2014. Gerakan makan ikan, budaya
bahari, dan kualitas hidup bangsa.[diakses Pratama, R.I., Awaluddin, M.Y. & Ishamaya, S.
: Kompas, 14 Juni 2014]. 2011. Analisis komposisi asam lemak
yang terkandung dalam Ikan Tongkol,
Estiasih, T. 2009. Minyak ikan teknologi dan Layur dan Tenggiri dari pameumpeuk
penerapannya untuk pangan dan Garut. Akuatika 2 (11) : 1-10.
kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Suyedi, 2000. Sumber Daya Ikan Pelagis,
Gunawan, E.R., Handayani, S.S., Kurniawati L., Makalah Falsafah Sains (PPS-702).
Murniati, Suhendra, D., dan Nurhidayanti. Program Pascasarjana IPB.
2014. Profil kandungan asam lemak tak
jenuh pada ekstrak minyak Ikan Lele Wildan, F. 2000. Perbandingan kandungan
(Clarias Sp) hasil reaksi esterifikasi dan Omega-3 dan omega-6 dalam minyak ikan
transesterifikasi secara enzimatis. Chem. lemuru dengan teknik kromatografi, Temu
Prog. 7(2) : 88-95. Teknisi Fungsional, Balai Penelitian
Ternak, Bogor Indonesia.
Gunawan & Suhendra. 2012. Screening dan
analisis kadar omega-3 dari rumput laut Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi.
pulau Lombok. Jurnal Molekul 11 ( 2) : 95- Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
104.
46
See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/312266180
CITATIONS READS
0 473
2 authors:
All content following this page was uploaded by Totok Kartono Waluyo on 28 February 2017.
ABSTRACT
Cocoa butter has long been used as a base ingredient for lipstick. Illipe nut's fat is known to have similar characteristics
to those of cocoa butter, thus expectedly, it could be used as an alternative substitute for cocoa butter in lipstik
manufacturing. This paper studies the appropriate Illipe nut's fat formulation for lipstick manufacturing. Water-based
(WB1, WB2, WB3, WB4) and oil-based (M1, M2, M3, M4, M5) formulations with illipe nut fat content of 2, 3, 4
and 5% were tested. The illipe nut's fat was produced from Shorea pinanga collected from West Java. Physical properties
(i.e hardness and melting point) and organoleptic test (texture, shine, polish ability, odor and color) were analyzed. The
results showed that M3 formulation with 2% illipe nut's fat level had similar physical properties to those of commercial
lipsticks. Furthermore, the organoleptic test revealed that M5 formulation with 3% fat level was the most preferred by
respondents. To obtain lipsticks performance which meets the requirements in commercial lipsticks criteria and also satisfies
the respondent's preference, a combination of M3 and M5 formulation is recommended.
Keywords: Commercial lipstick, formulation, illipe nut's fat, organoleptic test, physical properties
ABSTRAK
Lemak kakao sudah lama digunakan sebagai bahan dasar lipstik. Lemak tengkawang dikenal memiliki
karakteristik yang serupa dengan lemak kakao. Atas dasar tersebut lemak tengkawang dapat digunakan
sebagai alternatif pengganti lemak kakao (Coccoa Butter Substitue) umumnya pada pembuatan lipstik
komersial. Tulisan ini mempelajari kadar lemak tengkawang yang sesuai dalam formulasi dengan
kandungan lain dalam pembuatan lipstik. Formulasi lipstik yang digunakan terdiri dari dua, yaitu
berbasis air (diberi nama WB1, WB2, WB3, WB4) dan berbasis minyak (M1, M2, M3, M4, M5). Lemak
tengkawang yang digunakan adalah jenis Shorea pinanga asal Jawa Barat. Kadar lemak tengkawang yang
digunakan yaitu 2-, 3-, 4-, dan 5%. Lipstik yang dihasilkan dari formulasi ini kemudian dianalisis sifat
fisik (kekerasan dan titik leleh) dan uji organoleptik (tekstur, kilap, daya oles, bau dan warna).
Berdasarkan sifat fisiknya, lipstik dengan formulasi M3 (kadar lemak tengkawang 2%) merupakan yang
paling mendekati lipstik komersial. Sementara itu, uji organoleptik menunjukkan bahwa formulasi M5
(kadar lemak tengkawang 3%) adalah yang paling disukai oleh responden. Untuk mendapatkan lipstik
yang memenuhi kriteria lipstik komersial dan juga disukai oleh responden, campuran komposisi antara
M3 dan M5 dapat dipakai.
Kata kunci: Lipstik komersial, formulasi, lemak tengkawang, uji organoleptik, sifat fisik
298
Lemak Tengkawang sebagai Bahan Dasar Lipstik
(R. Esa Pangersa Gusti & Totok K. Waluyo)
terbentuk campuran massa cair yang homogen, Society for Pharmaceutical Engineering (ISPE, 1992)
suhu pemanasan diturunkan hingga 60 o C dan formulasi lipstik berbasis minyak (Oil-based)
kemudian ditambahkan warna, parfum dan zat mengikuti standar pabrikan lipstik komersial
aditif lainnya. Campuran dimasukkan ke dalam (Sophim) dengan modifikasi yaitu penggunaan
cetakan lalu didinginkan. Ilustrasi alur proses lemak tengkawang pada konsentrasi 2, 3, 4, dan
pembuatan lipstik disajikan pada Gambar 1. 5% menggantikan lemak kakao. Formulasi lipstik
Formulasi lipstik berbasis air (water-based) yang secara lengkap disajikan pada Tabel 1.
digunakan yaitu mengikuti standar International
299
Penelitian Hasil Hutan Vol. 34 No. 4, Desember 2016: 297-307
300
Lemak Tengkawang sebagai Bahan Dasar Lipstik
(R. Esa Pangersa Gusti & Totok K. Waluyo)
asam yang diperkenankan untuk produk kosmetik Nilai bilang an penyabunan yang di
pada lemak tengkawang adalah sebesar 10-50 perkenankan untuk lemak tengkawang adalah
(Sonntag, 1979), minyak jarak 0,4-4 (Bailey, 1950), 189-200 (Sonntag, 1979), minyak jarak 176-187
malam lebah 17-24 dan malam carnauba 2-7 (Windholdz, 1976), malam lebah 87-104 (Depkes
(Depkes RI, 1993). Hasil menunjukkan bilangan RI, 1993) dan malam carnauba 70-88 (De
asam lemak tengkawang (0,9073) minyak jarak Navarre, 1962). Hasil menunjukkan lemak
(1,2876) dan malam lebah (15,7139) yang tengkawang dan minyak jarak memiliki nilai yang
digunakan pada penelitian ini memiliki nilai yang jauh lebih baik dibandingkan nilai yang
jauh lebih rendah dari batas maksimum yang diperkenankan. Sementara itu, malam lebah
diperkenankan, sedangkan malam carnauba (7,53) berada diatas selang batas nilai yang
melebihi batas yang diperkenankan menurut dipersyaratkan, sedangkan malam carnauba masih
Depkes (Tabel 2). Hasil ini menunjukkan berada dalam batas yang diperkenankan (Tabel 2).
rendahnya nilai bilangan asam pada bahan dasar Bilangan penyabunan mempunyai hubungan erat
dapat mengurangi timbulnya ketengikan selama dengan bobot molekul. Dengan nilai ini, maka
digunakan pada saat proses pembuatan lipstik. ka da r ko mp o sisi ma sin g-ma sin g a ka n
Bilangan iod menunjukkan derajat kejenuhan menentukan kualitas produk yang dihasilkan
lemak. Bilangan iod yang tinggi menunjukkan (Perdanakusuma, 2003).
bahwa sebagian lemak telah mengalami kerusakan Titik leleh merupakan suatu kondisi dimana
(Gusti, Zulnely, & Kusmiyati, 2012). Bilangan iod padatan mulai mencair. Hasil menunjukkan titik
yang diperkenankan untuk lemak tengkawang leleh terendah terdapat pada lemak tengkawang
adalah sebesar 29-38 (Sonntag, 1979) dan minyak (40oC) dan tertinggi pada malam candelila (92oC)
jarak 81-91 (Bailey, 1950). Hasil menunjukkan (Tabel 2). Titik leleh bahan dasar ini akan
bahwa lemak tengkawang yang digunakan mempengaruhi kestabilan kualitas produk selama
memiliki nilai bilangan iod (35,03) pada batas yang proses pembuatan, penyimpanan sampai pada
diperkenankan. Sementara itu, bilangan iod saat penggunaan (Vishwakarma et al., 2011).
minyak jarak (30) memiliki nilai lebih rendah dari Dengan mutu bahan dasar seperti yang
batas yang diperkenankan (Tabel 2). diuraikan diatas, dilakukan pembuatan dua jenis
301
Penelitian Hasil Hutan Vol. 34 No. 4, Desember 2016: 297-307
lipstik yaitu waterbase (WB) dan oil-base (M) mendekati suhu bibir dengan variasi Antara 36-
o
menurut formulasi tertentu (Tabel 1). Masing- 38 C, namun karena harus memperhatikan faktor
masing formula tiap jenis lipstik secara lengkap ketahanan terhadap perbedaan suhu sekitarnya,
disajikan pada Tabel 3. terutama suhu daerah tropis, suhu lipstik dibuat
lebih tinggi. Suhu yang dianggap lebih sesuai
o
B. Analisis Penampilan Sediaan Lipstik adalah 55-75 C (Balsam, Gerson, Rieger, Sagarin,
& Stiaries, 1974). WB1, WB3, WB4 dan M4
Terhadap batang lisptik hasil formulasi
merupakan formula yang tidak memenuhi
berbahan dasar air dan minyak (Tabel 3),
persyaratan titik leleh SNI.
dilakukan sejumlah uji untuk melihat penampilan-
Lipstik yang mempunyai struktur halus dan
nya (performance) yaitu uji kekerasan (hardness) dan
titik leleh yang tinggi akan memberikan
titik leleh (melting point). Nilai kekerasan lipstik
karakteristik penggunaan yang baik (Balsam,
mengindikasikan kemudahan pengolesan dan
1974). Bila dibandingkan dengan lipstik komersial
lapisan yang tertinggal di bibir, sedangkan
sebagai control, maka lipstik hasil penelitian
pengukuran titik leleh untuk memperkirakan
dengan formula M3 (Tabel 4) merupakan yang
batas suhu penyimpanan yang aman, baik selama
paling mendekati kontrol dalam hal kekerasan dan
pengiriman, pemasaran, pemasaran maupun
titik leleh.
penggunaan. Hasil analisis mutu lipstik disajikan
pada Tabel 4.
C. Analisis Organoleptik Sediaan Lipstik
Nilai kekerasan lisptik hasil penelitian berkisar
2,90-15,40 mm/5 detik, sedangkan lipstik Lisptik yang baik tidak hanya ditentukan oleh
komersial 10,05 mm/5 detik. Hasil analisis fisiko-kimia saja tetapi juga sifat organoleptik. Uji
penampilan menunjukkan lipstik formula WB1 organoleptik yang dilakukan meliputi tekstur,
tergolong kedalam lipstik sangat keras (< 4 mm), kilap, daya oles, bau dan warna.
WB3, WB4 dan M2 tergolong lipstik keras (5-8 1. Tekstur
mm); M3 tergolong lipstik lunak (9-10,5 mm); Tekstur lipstik mengindikasikan jumlah
WB2,M1, M4 dan M5 tergolong lipstik sangat padatan dalam emulsi (Vishwakarma et al., 2011).
lunak (>10,5 mm) (ASTM, 1979) (Tabel 4). Uji organoleptik tekstur lipstik disajikan pada
Standar Nasional Indonesia SNI 16-4769 Gambar.
(1998) mensyaratkan titik leleh lipstik pada kisaran Hasil analisis menunjukkan penilaian
50-70oC. Lipstik hasil penelitian memiliki titik responden bahwa lipstik berbasis minyak dengan
leleh berada pada suhu 55-75oC, sedangkan lipstik tambahan air (WB) sebagian besar memiliki
komersial sebagai pembanding berada pada suhu tekstur yang cukup kasar, sedangkan untuk lipstik
60oC (Tabel 4). Suhu lipstik yang ideal yaitu berbasis minyak (M) memiliki tekstur yang halus.
302
Lemak Tengkawang sebagai Bahan Dasar Lipstik
(R. Esa Pangersa Gusti & Totok K. Waluyo)
(Texture)
Keterangan (Remarks) =
1 : Sangat halus (Very soft) 4 : Cukup kasar (Quite rough)
2 : Cukup halus (Quitet Soft ) 5 : Kasar (Rough)
3 : Halus (Soft) 6 : Sangat kasar (Very rough)
Gambar 2. Histogram nilai tekstur lipstik
Figure 2. Histogram of lipstick texture value
Tekstur lipstik dipengaruhi oleh campuran (Tabel 5) menunjukkan dalam tekstur, responden
malam. Semakin tinggi konsentrasi malam dalam menilai terdapat perbedaan yang sangat nyata
suatu campuran maka lipstik yang dihasilkan antara masing-masing jenis formula. Dalam hal
semakin kasar. Tekstur lisptik yang halus tekstur, formula lipstik terbaik pilihan responden
merupakan faktor penting karena akan adalah M5 (Gambar 2).
menambah daya tarik konsumen, selain itu akan 2. Kilap
memudahkan dalam pengolesan dan mengurangi Kilap suatu lipstik berhubungan dengan indeks
gesekan penyebab iritasi pada permukaan bibir pantul terhadap sinar cahaya. Kilap umumnya
(Valda et al., 2013). Hasil analisis Kruskal-Wallis memiliki hubungan dengan tekstur dimana
Kilap (Shine)
Keterangan (Remarks) =
1 : Sangat kusam (Very pallid) 4 : Cukup kilap (Quite shiny)
2 : Cukup kusam (Quite pallid) 5 : Kilap (Shiny)
3 : Kusam (Pallid) 6 : Sangat kilap (Very shiny)
Gambar 3. Histogram nilai kilap lipstik
Figure 3. Histogram of lipstick shine value
303
Penelitian Hasil Hutan Vol. 34 No. 4, Desember 2016: 297-307
semakin halus permukaan lipstik maka indeks M memiliki tingkat daya oles yang lebih baik
pantul yang dihasilkan semakin besar dibandingkan jenis formula WB. Nilai daya oles
(Perdanakusuma, 2003). Uji organoleptik kilap tertinggi terdapat pada lipstik denga formula M5
lipstik disajikan pada Gambar 3. (Gambar 4). Daya oles lipstik dipengaruhi oleh
Hasil uji organoleptik menunjukkan penilaian konsentrasi malam dan minyak atau lemak di
responden bahwa lipstik formula WB sebagian dalam campuran. Semakin keras suatu lipstik
besar memiliki tingkat kilap yang kurang baik semakin rendah daya olesnya (Sinurat, 2012).
(cukup kusam), sedangkan for mula M Hasil analisis Kruskal-Wallis (Tabel 5)
menghasilkan kilap yang kusam dan cukup kilap. menunjukkan dalam hal daya oles memiliki
Responden menilai formula M5 memiliki kilap perbedaan yang sangat nyata. Hal ini diduga
yang paling baik diantara formula-formula lainnya karena perbedaan konsentrasi malam dan minyak
(Gambar 3). Kilap lipstik dipengaruhi besarnya serta lemak yang digunakan pada masing-masing
konsentrasi minyak yang terkandung di dalamnya. formula.
Keseimbangan konsentrasi antara campuran 4. Aroma
minyak dan malam akan menghasilkan tekstur dan Bau lipstik berasal dari parfum yang berfungsi
kilap yang baik (Risnawati, Nazliniwati, & Purba, menutup aroma yang disebabkan oleh kerusakan
2012). Hasil analisis Kruskal-Wallis (Tabel 5) minyak atau lemak yang timbul akibat
menunjukkan kilap memiliki perbedaan yang pembentukan asam-asam lemak terbang (volatile)
sangat nyata pada masing-masing formula. Hal ini hasil hidrolisis minyak atau lemak. Hasil uji
menandakan bahwa responden merasakan kesan organoleptik bau lisptik disajikan pada Gambar 5.
kilap yang berbeda pada masing-masing formula. Hasil uji organoleptik menunjukkan penilaian
3. Daya oles responden bahwa baik pada lipstik formula WB
Daya oles merupakan salah satu parameter maupun M memiliki tingkat keharuman yang
penting bagi konsumen dalam memilih sebuah cukup. Hal ini menandakan konsentrasi parfum
lipstik (Perdanakusuma, 2003). Uji orgalopetik yang digunakan mampu menutupi aroma dari
kilap terhadap lipstik berbahan dasar lemak minyak atau lemak (Gambar 5). Selain parfum,
tengkawang disajikan pada Gambar 4. kondisi campuran malam yang memiliki bilangan
Hasil uji organoleptik menunjukkan penilaian asam rendah serta antioksidan yang digunakan
responden bahwa sebagian besar lipstik formula berperan dalam mencegah oksidasi pada minyak
(Polishing ability)
Keterangan (Remarks) =
1 : Sangat tidak menempel (Very not adhering) 4 : Cukup menempel (Quite adhering)
2 : Cukup tidak menempel (Quite no adhering) 5 : Menempel (Adhering)
3 : Tidak menempel (No adhering) 6 : Sangat menempel (Very adhering)
Gambar 4. Histogram nilai daya oles lipstik
Figure 4. Lipstick's polishing ability value
304
Lemak Tengkawang sebagai Bahan Dasar Lipstik
(R. Esa Pangersa Gusti & Totok K. Waluyo)
dan lemak sehingga parfum dapat menutupi Dalam hal warna, hasil uji organoleptik
aroma minyak dan lemak dengan maksimal. Hasil menunjukkan bahwa pada lipstik formula WB
analisis Kruskal-Wallis (Tabel 5) menunjukkan sebagian besar menghasilkan warna yang agak
bau tidak memiliki perbedaan yang nyata. Hal ini pucat. Pada lipstik formula M, warna yang
menandakan tingkat keharuman parfum yang dihasilkan bervariasi antara pucat dengan cukup
hampir sama pada masing-masing formula lipstik. terang. Konsentrasi pewarna yang diberikan
5. Warna mempengaruhi kesan warna yang diberikan.
Pewarna yang baik yaitu jenis pewarna yang Konsentrasi pewarna yang rendah akan
dapat larut sempurna pada basis lipstik. Pengujian menghasilkan padatan lipstik yang berwarna,
organoleptik warna disajikan pada Gambar 6. namun warna tersebut tidak tertinggal di lapisan
(Odor)
Keterangan (Remarks) =
1 : Sangat tidak berbau (Very odorless) 4 : Cukup berbau (Qiute odorous)
2 : Agak tidak berbau (Rather odorless) 5 : Berbau (Odorous)
3 : Tidak berbau (Odorless) 6 : Sangat berbau (Very odorous)
Gambar 5. Histogram nilai bau lipstik
Figure 5. Histogram of lipstick odor value
(Color )
Keterangan (Remarks) =
1 : Sangat pucat (Very pale) 4 : Cukup terang (Quite bright)
2 : Agak pucat (Quite pale) 5 : Terang (Bright)
3 : Pucat (Pale) 6 : Sangat terang (Very bright)
305
Penelitian Hasil Hutan Vol. 34 No. 4, Desember 2016: 297-307
permukaan pada saat lipstik dioleskan. karnauba 1%, lemak tengkawang 3%, malam
Responden menilai hasil warna terbaik pada lebah 10%, parafin liquid 9%, titanium dioksida
lipstik terdapat pada formula M5 (Gambar 6). 1%, BHT 0,5%, warna 1% dan parfum
Hasil analisis Kruskal-Wallis (Tabel 5) secukupnya, merupakan lipstik yang paling
menunjukkan warna memiliki perbedaan yang disukai oleh responden.
sangat nyata pada masing-masing formula. Hal ini Agar dapat diperoleh lipstik menggunakan
dikarenakan konsentrasi warna, malam, minyak bahan dasar lemak tengkawang dengan
dan lemak yang digunakan berbeda sehingga karakteristik menyamai lipstik komersial dan juga
menghasilkan kesan warna yang berbeda pula secara bersamaan disukai oleh responden, paduan
pada masing-masing formula. komposisi antara M3 dan M5 dapat dipakai.
DAFTAR PUSTAKA
IV. KESIMPULAN
Adliani, N., Nazliniwaty & Purba, D. (2012).
Sifat fisiko-kimia lemak tengkawang (S. pinanga Formulasi lipstik menggunakan zat
Scheff) memiliki bilangan asam 0,9073, bilangan warna dari ekstrak bunga kecombrang
iod 35,03, bilangan penyabunan 74,11 dan titik (Theobroma cacao L.) sebagai pewarna. Journal
leleh 40oC, memenuhi kriteria untuk dapat of Pharmaceutics and Pharmacology, 1(1),
digunakan sebagai bahan baku lipstik. 78 – 86.
Formula lipstik (M3) dengan komposisi :
American Society for Testing Materials (ASTM).
minyak jarak 40%, malam kandelila 10%, malam
(1979). ASTM. Manual on textural
karnauba 1%, lemak tengkawang 2%, malam
characteristics, ASTM Special Technical
lebah 10%, parafin cair 8%, titanium dioksida 1%,
Publication. 682, 28-30. Philadelphia:
BHT 0,5%, zat warna 1% dan parfum secukup-
American Society for Testing Materials.
nya, memiliki sifat fisiko-kimia mendekati lipstik
komersial dalam hal mutu penampilan yang Association of Official Analytical Chemist
meliputi kekerasan dan titik leleh. (AOAC). (1995). Official methods of analysis.
Formula lipstik (M5) dengan komposisi: Washington DC: Association of Official
minyak jarak 38%, malam kandelila 10%, malam Analytical Chemist.
306
Lemak Tengkawang sebagai Bahan Dasar Lipstik
(R. Esa Pangersa Gusti & Totok K. Waluyo)
Bailey, A. E. (1950). Industrial oil and fat product. beredar di pasar kota manad. Jurnal Ilmiah
New York : Interscholastic Publishing, Inc. Farmasi, 2(2) , 61-66.
Balsam, M.S, Gershon, S. D., Rieger, M. M., Perdanakusuma, O. (2003). Karakteristik fisik
Sagarin, E., & Stiaries, J. (1974). Cosmetic, lipstik dengan penambahan berbagai konsentrasi
science and technology. New York: John Willey malam lebah. (Skripsi). Program Studi
and Sons. Teknologi Hasil Ter nak Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor,
De Navarre, M. G. (1962). The Chemistry and
nd Bogor.
manufacture of cosmetics (2 Ed). New Jersey:
Princeton. Rahayu, W. P. (1998). Penilaian organoleptik.
Penuntun praktikum Jurusan Teknologi
Departemen Kesehatan RI. (1993). Kodeks
Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi
kosmetika indonesia. (Vol. 1 2nd Ed). Jakarta:
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan. Risnawati, Nazliniwaty & Purba, D. (2012).
Formulasi lipstik menggunakan ekstrak biji
Gani, S.S.A., Basri, M., Rahman, M.B.A., Kassim,
coklat (Theobroma cacao L.) sebagai pewarna.
A., Rahman, N.Z.R.A., Salleh, A.B., &
Journal of Pharmaceutics and Pharmacology,
Ismail, Z. (2010). Characterization and
1(1), 78-86.
effect on skin hydration of engkabang-
based emulsions. Journal of Bioscience Sonntag, N. V. (1979). Composition and
Biotechnololgy Biochemical, 74 (6), 1188-1193. characteristics of individual fat and oils.
Dalam : S.D. Bailey's Industrial Oil and Fats
Gusti, R. E.P., Zulnely & Kusmiyati, E. (2012).
Products. (Vol I. 4th Ed). New York : John
Sifat fisiko kimia lemak tengkawang dari
Willey and Sons.
empat jenis pohon induk. Jurnal Penelitian
Hasil Hutan, 30 (4), 245-260. Sinurat, M. (2012). Analisa kandungan rhodamin b
sebagai pewarna pada sediaan lipstik yang beredar
International Society for Pharmaceutical
di masyarakat tahun 2011. Politeknik
Engineering (ISPE). (1992). Cosmetic
Kesehatan Medan.
formulary. Milan : Ausimont.
Sophim. (2014). Formulasi Lipstik. Diakses dari
Ketaren, S. (1986). Pengantar teknologi minyak dan
www.sophim.com/html/fformulas.html,
lemak pangan. Jakarta: UI-Press.
pada tanggal 14 Januari 2013.
Kusumaningtyas, V. A., Sulamean, A. & Yusnelti.
Standar Nasional Indonesia [SNI] 16-4769.
(2012). Potensi lemak biji tengkawang
(1998). Lipstik . Badan Standarisasi
terhadap kandungan mikroba pangan pada
Nasional.
pembuatan mie basah. Bionatura-Jurnal Ilmu-
ilmu Hayati dan Fisik, 14 (2), 140-147. Vishwakarma, B., Dwivedi, S., Dubey, K. & Joshi,
H. (2011). Formulation and evaluation of
Mamoto, V., Lidya & Citraningtyas, F. G. (2013).
herbal lipstick. International Journal of Drug
Analisis rhodamin b pada lipstik yang
Discovery & Herbal Research, 1(1), 18-19.
307
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peningkatan kadar asam lemak bebas pada minyak goreng
yang telah digunakan beberapa kali untuk penggorengan dan untuk menunjukkan pemakaian yang
masih memenuhi standar mutu SNI yaitu < 0,3%. Kurang lebih dari 290 juta ton minyak dikonsumsi
tiap tahun oleh penduduk indonesia, oleh sebab itu minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan
penting yang diperlukan masyarakat Indonesia. Proses penggorengan berulang pada minyak goreng
akan menyebabkan terbentuknya asam lemak bebas. Minyak goreng diambil secara acak dari berbagai
jenis merk dari bahan-bahan nabati. Dilakukan untuk penggorengan lalu disampling penggorengan ke
0, 5, 7, dan 9 untuk dilakukan penetapan kadar ALB menggunakan metode alkalimetri. Dari hasil
penelitian menunjukkan kadar asam lemak bebas untuk minyak goreng A, B, C, D pada penggorengan
0-5 masih memenuhi syarat SNI <0,3%. Sedangkan untuk minyak goreng merek B, C, D pada
penggorengan 7 dan 9 hasilnya melebihi syarat SNI >0,3%. Pada minyak E penggorengan 0 masih
memenuhi syarat SNI sedangkan 5-7 hasilnya melebihi syarat SNI yaitu >0,3%.
ABSTRACT
The purpose of this research is to know the increase of free fatty acid content on cooking oil which has
been used several times for frying and shows that still fulfill SNI quality standard that is <0,3%.
Approximately 290 million tons of oil is consumed every year by the Indonesian population, therefore
cooking oil is one of the important needs that the people of Indonesia need. The process of repeated
frying on cooking oil will lead to the formation of free fatty acids. Cooking oil is taken randomly from
different types of brands from vegetable materials. Conducted for frying and then disampling frying to
0, 5, 7, and 9 for the determination of ALB levels using alkalimetri method. The results showed that free
fatty acid content of cooking oil A, B, C, D on frying 0-5 still fulfill SNI requirement <0.3%. As for
cooking oil brand B, C, D on frying 7 and 9 the result exceeds the requirement of SNI> 0.3%. In oil E
fryer 0 still fulfill SNI requirement while 5-7 result exceeds the requirement of SNI that is> 0,3%.
PENDAHULUAN
Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan penting yang diperlukan oleh
masyarakat Indonesia, kurang lebih dari 290 juta ton minyak dikonsumsi setiap tahunnya.
Minyak goreng merupakan salah satu bahan pokok yang sangat penting untuk mencukupi
kebutuhan gizi masyarakat Indonesia. Saat ini pemerintah mengeluarkan Permendag No.
21/M-DAG/PER/3/2015 yang diharapkan dapat menjadi jalan untuk memenuhi kebutuhan
minyak goreng kemasan dengan harga terjangkau dan berkualitas bagi seluruh masyarakat .
Pada umumnya masyarakat banyak menggunakan jenis minyak goreng yang umumnya
digunakan yang berasal dari nabati, seperti: minyak kelapa sawit, kopra, kacang kedelai, biji
jagung (lembaganya), biji bunga matahari, biji zaitun (olive), dan lain-lain (Ketaren, 2008). Hal
inilah yang menunjukkan besarnya jumlah makanan gorengan yang dikonsumsi oleh lapisan
masyarakat dari segala kalangan (Widayat dan Haryani, 2006).
Minyak goreng yang berulang kali atau yang lebih dikenal dengan minyak jelantah
adalah minyak limbah yang berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya minyak
jagung, minyak sayur, minyak samin dan sebagainya yang merupakan minyak bekas
pemakaian kebutuhan rumah tangga umumnya, dapat digunakan lagi untuk keperluan lainnya,
akan tetapi ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa
yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan (Ketaren, 2005).
Penggunaan minyak goreng secara kontinyu dan berulang-ulang pada suhu tinggi (160-
180°C) disertai adanya kontak dengan udara dan air pada proses penggorengan akan
mengakibatkan terjadinya reaksi degradasi yang komplek dalam minyak dan menghasilkan
berbagai senyawa hasil reaksi. Minyak goreng juga mengalami perubahan warna dari kuning
menjadi gelap. Reaksi degradasi ini menurunkan kualitas minyak dan akhirnya minyak tidak
dapat dipakai lagi dan harus dibuang. Produk reaksi degradasi yang terdapat dalam minyak ini
juga akan menurunkan kualitas bahan pangan yang digoreng dan menimbulkan pengaruh buruk
bagi kesehatan (Yustinah, 2011).
Semakin sering digunakan tingkat kerusakan minyak akan semakin tinggi. Penggunaan
minyak berkali-kali mengakibatkan minyak menjadi cepat berasap atau berbusa dan
meningkatkan warna coklat serta flavor yang tidak disukai pada bahan makanan yang digoreng.
Kerusakan minyak goreng yang berlangsung selama penggorengan juga akan menurunkan nilai
gizi dan berpengaruh terhadap mutu dan nilai bahan pangan yang digoreng dengan
menggunakan minyak yang telah rusak akan mempunyai struktur dan penampakan yang
kurang menarik serta citra rasa dan bau yang kurang enak (Trubusagrisarana, 2005).
Penelitian Febriansyah (2007) juga menyatakan jumlah minyak dalam makanan yang
digoreng mengalami kenaikan seiring dengan semakin lamanya proses pengorengan, hal ini
dikarenakan selama proses penggorengan minyak goreng mengalami berbagai reaksi kimia di
antaranya reaksi hidrolisis dan oksidasi yang dapat menyebabkan terbentuknya asam lemak
bebas (Kumala, 2003).
Kadar asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak nabati dapat menjadi salah
satu parameter penentu kualitas minyak tersebut. Besarnya asam lemak bebas dalam minyak
ditunjukan dengan nilai angka asam. Angka asam yang tinggi mengindikasikan bahwa asam
lemak bebas yang ada di dalam minyak nabati juga tinggi sehingga kualitas minyak justru
semakin rendah (Winarno, 2004).
Pembentukan asam lemak bebas dalam minyak goreng bekas diakibatkan oleh proses
hidrolisis yang terjadi selama prosess penggorengan, ini biasanya disebabkan oleh pemanasan
yang tinggi yaitu pada suhu 160-200°C (Kalapathy dan Proctor, 2000). Menurut Kulkarni dan
Dalai (2006) uap air yang dihasilkan pada saat proses penggorengan, menyebabkan terjadinya
hidrolisis terhadap trigliserida, menghasilkan asam lemak bebas, digliserida, monogliserida,
dan gliserol yang diindikasikan dari angka asam.
Asam lemak bebas di dalam minyak goreng merupakan asam lemak berantai panjang
yang tidak teresterifikasi. Asam lemak bebas mengandung asam lemak jenuh yang berantai
panjang. Semakin banyak konsumsi asam lemak bebas, akan meningkatkan kadar Low Density
Lipoprotein (LDL) dalam darah yang merupakan kolesterol jahat. Banyaknya asam lemak
bebas dalam minyak menunjukkan penurunan kualitas minyak (Adrian, 2005).
Pengaruh minyak dan lemak terhadap kesehatan juga dapat memicu peningkatan kadar
kolestrol dalam darah. Kadar kolestrol dalam darah manusia beragam dan mengalami
bertambahnya umur. Faktor makanan yang berpengaruh terhadap kolestrol darah adalah LDL,
lemak total, lemak jenuh, dan energi total. Pada kolestrol darah yang meningkat berpengaruh
tidak baik untuk jantung dan pembuluh darah (Almatseir, 2009).
METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah NaOH 0,05 N, Kalium Biftalat,
indikator fenoltalein (PP), Aquadest, Alkohol, Minyak A, Minyak B, Minyak C, Minyak D,
Minyak E.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat gelas: corong, gelas ukur,
erlenmeyer 250 ml (Pirex), becker glass (Pirex), pipet volume, buret, statif, pH Meter, batang
pengaduk, timbangan analitik, pipet tetes.
Metode
Penelitian ini dilakukan beberapa tahap yaitu :
a. Perlakuan Sampel
Sampel diambil dari berbagai supermarket yang ada di Kota Bengkulu secara acak dari
berbagai jenis bahan nabati untuk minyak goreng. Sampel yang digunakan dilakukan perlakuan
beberapa kali penggorenggan yakni 0 sampai 9 kali masing-masing dilakukan tiga kali
reflikasi, kemudian di sampling pada penggorengan yang ke 0, 5, 7 dan 9 kali penggorengan.
Dari hasil uji pendahuluan berupa uji organoleptis dari ke lima jenis sampel minyak
goreng yang berasal dari jenis bahan nabati yang berbeda menunjukkan tidak ada perbedaan
sama sekali pada uji pH baik dilihat dari jenis bahan minyak gorengnya ataupun yang telah
dilakukan perlakuan untuk digunakan penggorengan hingga ke 9 kali yaitu menunjukkan pH 5
yaitu pH untuk asam.
Minyak goreng disebut juga Gliseril Trioleat atau Gliseril Triolein. Dimana sifat dari gliserida
dalam suhu ruang (270 C) berwujud cair dan ada juga berbentuk padat. Minyak berwujud cair
mengandung asam lemak tak jenuh, seperti asam oleat (C17H33COOH), asam linoleat
(C17H31COOH) dan asam linoleat (C17H29COOH).
Penetapan kadar asam lemak bebas pada penelitian minyak goreng ini menggunakan
metode alkalimetri dimana prinsip metode yang digunakan yaitu terjadinya reaksi netralisasi
akibat adanya reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam yang berasal dari minyak
dengan ion hidroksida yang berasal dari basa yang digunakan pada pentiter. Penelitian ini
dilakukan sebanyak 3 kali replikasi. Perlakuan ini bertujuan untuk memperoleh data yang
akurat dan memperkecil kesalahan dalam proses titrasi seperti alat yang kurang bersih dan
faktor human error (kesalahan manusia). Adapun hasil analisa asam lemak bebas dapat dilihat
pada Tabel 2.
Asam lemak bebas (ALB) atau free fatty acid (FFA) adalah asam yang dibebaskan pada
hidrolisa lemak. Kadar asam lemak bebas dalam minyak kelapa sawit, biasanya hanya dibawah
1%. Lemak dengan kadar asam lemak bebas lebih besar dari 1%, jika dicicipi akan terasa pada
permukaan lidah dan tidak berbau tengik. Pengaruh kadar asam lemak bebas yang tinggi
terhadap mutu produksi minyak akan dapat menimbulkan ketengikan pada minyak dan
meningkatnya kadar kolestrol dalam minyak.
Asam lemak bebas dalam minyak merupakan asam lemak jenuh yang mengandung
kolestrol. Semakin besar asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak maka semakin besar
pula kadar kolestrolnya. Bila minyak tersebut dikonsumsi maka kadar kolestrol dalam darah
naik, sehingga terjadi penumpukan lapisan lemak di dalam pembuluh darah yang menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah. Dengan demikian mudah terserang penyakit jantung.
Pada minyak A penggorengan 0, 5, 7 masih memenuhi standar mutu SNI yaitu < 0,3 %
dan pada penggorengan yang ke 9 sudah tidak lagi memenuhi standar mutu SNI yaitu > 0,3 %.
Hal ini dapat dipengaruhi oleh sifat minyak itu, dimana bahan dasar yang digunakan berasal
dari jagung yang tahan terhadap pemanasan yang tinggi, memiliki kadar asam lemak bebas
yang rendah dan pemansan yang tidak terlau lama dalam penggorengan.
Pada minyak B, C dan D yang berasal dari minyak kedelai, minyak kelapa dan minyak
sawit peningkatan asam lemak bebas dapat disebabkan karena kadar asam lemak yang cukup
tinggi pada bahan baku awal yang digunakan untuk pembuatan minyak goreng tersebut
sehingga mempengaruhi kecepatan peningkatan kadar asam lemak bebas pada saat dilakukan
penggorengan sehingga pada penggorengan ke 7 sudah tidak lagi memenuhi standar mutu SNI
yaitu >0,3% dan tidak tahan terhadap pemanasan dengan suhu tinggi.
Pada minyak E peningkatan ALB terjadi pada penggorengan ke 5 karena pada minyak
ini dilakukan penyaringan hanya satu kali penyaringan sehingga masih banyak asam lemak
bebas yang terkandung didalam minyak dan terdapat kandungan air yang cukup banyak
sehingga kualitas minyak menjadi kurang berkualitas.
Dapat dilihat kadar asam lemak bebas dari berbagai jenis minyak goreng yang berasal
dari nabati kadar asam lemak terendah adalah minyak A dan kadar asam lemak bebas tertinggi
terjadi pada minyak E. Hal ini juga dapat menentukan bahwa tingkat kualitas dari jenis minyak
goreng yang berasal dari nabati.
Pembentukan asam lemak bebas dalam minyak goreng bekas diakibatkan oleh proses
hidrolisis yang terjadi selama prosess penggorengan, ini biasanya disebabkan oleh pemanasan
yang tinggi dan menghasilkan uap air (Kalapathy dan proctor, 2000). Uap air yang dihasilkan
pada saat proses penggorengan, menyebabkan terjadinya hidrolisis terhadap trigliserida dengan
adanya air akan, menghasilkan asam lemak bebas (Kulkarni dan Dalai, 2006) sehingga akan
berdampak buruk bagi kesehatan seperti meningkatnya kadar kolestrol atau terjadinya penyakit
jantung bagi tubuh.
SIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan pada minyak goreng nabati A, B, C dan D pada
penggorengan 0-5 masih memenuhi standar mutu SNI < 0,3%. Sedangkan minyak B, C dan D
pada penggorengan 7-9 melebihi standar SNI yaitu > 0,3%. Pada minyak E penggorengan 0
masih memenuhi syarat SNI dan pada penggorengan 5-9 melebihi standar mutu SNI > 0,3%.
DAFTAR PUSTAKA
Adrian, S. 2005. Pemeriksaan Kadar Asam Lemak Bebas Pada Minyak Goreng Yang Beredar
Di Kota Medan Tahun 2005. Skripsi yang Tidak dipublikasikan. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Almatseir, 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementrian Perdagangan
Republik Indonesia, 2015. Minyak Goreng Kemasan Wajib, Siapkah. Jakarta
Febriansyah, R. 2007. Mempelajari Pengaruh Penggunaan Berulang dan Aplikasi Adsorben
Terhadap Kualitas Minyak dan Tingkat Penyerapan Minyak pada Kacang Sulut.
Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor
Kalapathy, U. and Proctor, A., 2000, A New Method for Free Fatty Acid Reduction in Frying
Oil Using Silicate Films Produced from Rice Hull Ash, JAOCS,
Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi; Minyak dan Lemak Pangan Jakarta, UI-Press
Ketaren, S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.
Kulkarni, M. G. and Dalai, A. K., 2006, Waste Cooking Oil-An Economical Source for
Biodiesel: A Review, Ind. Eng. Chem. Res.
Kumala, 2003. Peran Asam Lemak Tak Jenuh Jamak Dalam Respon Imun. Jurnal Indonesia
Media Assosiasi
Trubusagrisarana, 2005. Mengolah Minyak Goreng Bekas. Perpustakaan Nasional RI,
Surabaya.
Widayat, Suherman dan Haryani, K. 2006. Optimasi Proses Adsorbsi Minyak Goreng Bekas
Dengan Adsorbent Zeolit alam: Studi Pengurangan Bilangan Asam. Jurnal Teknik
Gelagar.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama
Yustinah. 2011. Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Menggunakan Arang Aktif dari Sabut Kelapa.
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia. Yogyakarta