Anda di halaman 1dari 4

Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan granul dengan metode granulasi
kering dengan menggunakan asam mefenamat sebagai zat aktif. Asam mefenamat
merupakan obat analgesik, anti inflamasi dan antireumatik (Reynold, 1982).
Karakteristik kimia fisika asam mefenamat yang praktis tidak larut dalam air, bersifat
hidrofob, sehingga sukar terbasahi, serta mempunyai kompresibilitas yang jelek
(Romilda, 2005). Asam mefenamat juga memiliki bentuk serbuk sehingga memiliki
sifat alir yang buruk, dan dosis asam mefenamat yang digunakan cukup besar. Oleh
karena itu dilakukan metode granulasi kering. Pada metode granulasi kering, granul
dibentuk tanpa campuran pelembab bahan pengikat kedalam campuran serbuk obat,
tetapi dengan cara memadatkan massa yang jumlahnya besar dari campuran serbuk
dan setelah itu memecahkannya dan menjadikan pecahan-pecahan menjadi granul
yang lebih kecil. Metode granulasi kering cocok untuk obat dosis tinggi, bahan-bahan
yang tidak dapat diolah dengan metode granulasi basah karena kepekaannya terhadap
panas (Anief, 2008). Granulasi kering membutuhkan waktu lebih singkat dan lebih
ekonomis dari pada granulasi basah (voight, 1995).
Selain Asam mefenamat sebagai zat aktif, digunakan pula zat tambahan yaitu
Amprotab, PVP, Laktosa,Avicel pH 101, Magnesium Stearat dan Talk. Amprotab
berfungsi sebagai penghancur karena memiliki sifat hidrofilik yang mempunyai
kemampuan menyerap air dan membentuk pori-pori dalam tablet. Hal ini akan
meningkatkan penetrasi air kedalam tablet sehingga akan mempercepat waktu hancur
tablet (voight, 1995). Laktosa berfungsi sebagai pengisi pada formula A sedangkan
pada formula B digunakan avicel pH 101 sebagai pengisi. Zat pengisi dimaksudkan
untuk memperbesar volume tablet. Fungsi lain dari zat pengisi adalah untuk
memperbaiki kompresibilitas dan sifat alir bahan yang sulit dikempa serta
memperbaiki daya kohesi sehingga dapat menghasilkan tablet dengan kekerasan
memenuhi syarat (Banker dan Anderson, 1994). PVP digunakan sebagai pengikat.
Bahan pengikat ini dimaksudkan untuk memberikan kekompakan dan daya tahan dati
tablet. Oleh karena itu bahan pengikat menjamin penyatuan beberapa partikel setbuk
dalam sebuah butir granulat (Voight, 1995).
Talkum berfungsi sebagai glidan yaitu untuk meningkatkan sifat alir dari
hopper menuju die agar ketepatan dosis dapat tercapai dan penyimpangan bobot dapat
diminimalisir (Rowe, 2009). Magnesium stearat berfungsi sebagai lubrikan yaitu
digunakan untuk memacu aliran serbuk atau granul dengan jalan mengurangi gesekan
diantara partikel–partikel (Lachman et al., 1994). Pada formulasi granulasi kering,
terdapat dua komponen yaitu fase luar dan fase dalam. Fase dalam terdiri dari zat
aktif, penghancur dalam, pengikat dan pengisi sedangkan fase luar terdiri dari glidan,
lubrikan dan penghancur luar. Pada pembuatan tablet dengan metode granulasi, Fase
luar merupakan komponen granul sedangkan fase luar dicampurkan pada saat granul
akan dikempa menjadi tablet. Tetapi pada metode granulasi kering ½ komponen fase
luar ditambahkan pada fase dalam karena pada metode dilakukan proses slugging
menggunakan alat kempa tablet sehingga dibutuhkan ½ fase luar (glidan dan
lubrikan) untuk mempermudah aliran serbuk yang akan dibuat slug.
Pertama-tama semua komponen fase dalam dicampurkan dengan
menggunakan alat… selama 3 menit kemudian ditambahkan ½ fase luar kedalam
campuran tersebut dan dicampurkan kembali selama 2 menit. Hal tersebut dilakukan
agar semua bahan tercampur homogen dengan cepat. Kemudian dilakukan evaluasi
uji kelembaban untuk memastikan campuran serbuk mengandung kadar air tidak
lebih dari 2%, karena jika campuran mengandung kadar air yang tinggi dikhawatirkan
akan menempel pada alat kempa pada saat slugging. Uji kelembaban dilakukan
menggunakan alat moisture anaylizer. Hasil yang didapat dari uji kelembaban adalah
pada formula A terdapat kadar air sebesar 1,92 % sedangkan formula B memiliki
kadar air sebesar 2%. Hasil tersebut memenuhi syarat karena kadar air yang
terkandung tidak lebih dari 2%. Setelah memenuhi syarat uji kelembaban, campuran
kemudian dibuat menjadi slug dengan menggunakan mesin cetak tablet. Kemudian
slug digerus kasar dan diayak dengan pengayak mesh 16 agar membentuk granul.
Slug yang terbentuk tidak boleh terlalu rapuh karena jika terlalu rapuh pada saat
pengayakan akan mudah hancur dan menjadi serbuk kembali, slug juga tidak boleh
terlalu keras agar mudah di hancurkan dan diayak. Setelah granul diperoleh, semua
granul ditimbang kemudian dilakukan evaluasi granul yang terdiri dari uji sifat alir,
bobot jenis/kerapatan, dan granulometri.
Uji sifat alir terdiri dari metode corong dan metode sudut baring. Metode
corong dilakukan untuk menetapkan bobot granul yang keluar dari alat uji per satuan
waktu. Sebanyak 50 gram granul dimasukkan kedalam corong kemudian katup pada
bagian bawah corong dibuka sambil diukur waktu yang diperlukan seluruh granul
untuk mengalir keluar corong. Hasil yang didapat adalah formula A mengalir selama
20,3 detik dan formula B mengalir selama 11,3 detik. Syarat aliran granul baik jika
waktu yang diperlukan untuk mengalirkan 100 g granul ≤ 10 detik (Aulton, 1998).
Hasil yang diperoleh tidak memenuhi syarat karena waktu mengalir sebanyak 50
gram granul > 5 detik. Hal tersebut dapat dikarenakan ukuran granul yang terlalu
kecil bahkan pada formula A cenderung serbuk sehingga laju alirnya tidak memenuhi
syarat. Metode kedua adalah sudut baring. Prinsipnya adalah pengukuran sudut yang
terbentuk dari lereng timbunan granul yang mengalir bebas dari corong terhadap
suatu bidang datar. Sebanyak 50 g granul yang telah tertampung pada milimeter blok
diukur tinggi dan jari-jarinya menggunakan dua penggaris kemudian dihitung sudut
istirahat (sudut baring). Syaratnya adalah α = 25-30° : granul sangat mudah mengalir,
α = 30-38° : granul mudah mengalir, α >38° : granul kurang mengalir (Lachman,
1989). Formula A memiliki α = 22,66° dan formula B memiliki nilai α = 26,40°.
Hasil tersebut menyatakan bahwa granul memiliki sifat sangat mudah mengalir.
Reynold, J.E.F., Martindale. (1982). The Extra Pharmacopeia, 28th Edition. The
Pharmaceutical Press: London.
Romilda, I. (2005). Pengaruh Kadar Tween 80 Terhadap Mutu Fisik dan Laju
Disolusi Tablet Asam Mefenamat: Metode Granulasi dengan Bahan Pengikat
PVP K-30. Skripsi Fakultas Farmasi. Universitas Airlangga.
Voigt, R. (1995). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, terjemahan S. Noerono, dan
Reksohadiprojo, Edisi 5. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.
Aulton, E.M., and Summers, M. (2002). Granulation, in Aulton, M., Pharmaceutics
The science of Dosage Form Design, 2nd Edition. Churchil Livingstone:
Spain.
Lachman, L., Schwartz, J.B., and Lieberman H.A. (1989). Pharmaceutical Dosage
Forms., Tablets, 2nd Ed. Marcell Dekker Inc: New York.
Banker, G.S., and Anderson, N. R. (1986). Tablets, in: Lachman L. and Lieberman H.
A. (Eds), The Theory and Practice of Industrial Pharmacy. Lea and Febier:
Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai