Anda di halaman 1dari 9

KOAGULASI LATEKS DENGAN EKSTRAK GADUNG

(DIOSCOREA HISPIDA DENNTS)


Farida Ali, Arta Sihombing, dan Ahmad Fauzi
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
Abstrak
Lateks adalah cairan berwarna putih menyerupai susu yang keluar dari tanaman yang dilukai yang
berasal dari tanaman Hevea brasiliensi. Lateks Hevea brasiliensi dapat diolah menjadi karet karena memiliki
sifat yang baik yang memiliki kandungan partikel karet berupa hidrokarbon poli isopropena yang merupakan
komponen utama karet. Pada penelitian ini koagulasi lateks menggunakan ekstrak gadung. Variabel yang
digunakan adalah jenis koagulan, volume ekstrak gadung, dan waktu.
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah lateks dengan koagulan ekstrak gadung.
Kondisi optimal berat karet yang didapatkan adalah pada saat volume ekstrak gadung berkulit 25 ml dengan
volume lateks 20 ml yaitu sebesar 29,0564 gram. Waktu menggumpal terbaik yaitu selama 50 detik.
Kata kunci : lateks, karet, koagulasi, gadung.
Abstract
Latex is a white colored that resembles milk out derived from planta wounded Havea Brasiliensi.
Havea Brasiliensi latex can be processed into rubber because it has a good nature that has the content of
rubber particles in the form of hydrocarbon poly isopropena which is the main component of the rubber.
Manufacture of rubber can be done to dense of latex with a coagulant called coagulation with coagulation
materials. In research, the coagulation latex used gadung extract. The variables are used type of coagulant,
volume of gadungs extract, and time.
The material used for this research is latex with gadungs extract. The optimum condition obtained
when volume extract of gadung skin 25 ml with volume latex 20 ml is 29,0465 gram. The best time of latex
dense is 50 second.
Keyword : latex, rubber, coagulation, gadung.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Lateks segar merupakan koloid dari sistem
emulsi dimana karet menjadi yang terdispersi
sedangkan pendispersinya berupa cairan yang
disebut serum lateks dengan emugator protein dan
lipid (Yohannes 1992:162). Koagulasi lateks
merupakan suatu tahapan yang penting dalam
pengolahan karet alam karena beberapa
modifikasi karakteristik molekuler yang dapat
terjadi karenanya, misalnya sifat-sifat dasar,
karakteristik vulkanisasi, dan sifat-sifat fisik
vulkanisasi karet alam (Santoso 1991:88).
Koagulasi lateks yang biasa dilakukan petani di
Sumatera Selatan dengan cara menambahkan cuka
asam (asam sulfat) dan asam formiat kedalam
lateks.
Gadung adalah golongan tanaman umbiumbian yang termasuk sumber karbohidrat,
namun di Sumatera Selatan umbi gadung belum
banyak dimanfaatkan oleh masyarakatnya padahal

gadung memiliki nilai ekonomis. Hal ini


disebabkan gadung mengandung alkaloid dioskrin
yang dapat terurai menjadi hydrogen sianida
(HCN), senyawa ini bersifat toksik (Rindit
1998:5). Menurut (Webster & Boulkwill 1989:80)
muatan negatif dari lateks disebabkan oleh protein
yang merupakan polimer asam amino. Asam
amino mempunyai gugus karboksilat (-COOH)
dan gugus amina (NH 2 ). Penggumpalan lateks
dengan menggunakan gadung disebabkan karena
adanya reaksi netralisasi dimana emulgator dari
lateks yang bermuatan negatif akan bereaksi
dengan asam sehingga netralisasi dan emulgator
akan kehilangan muatannya.

Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17, Agsutus 2010

1.2. Permasalahan
Permasalahan yang akan ditinjau adalah
mengenai penambahan ekstrak gadung berkulit
dan tidak berkulit sebagai bahan pengganti asam
sintetis terhadap koagulasi lateks yang dihasilkan.
Oleh karena itu, harus dicari faktor-faktor yang

mempengaruhi penggumpalan lateks dan kondisi


optimum dari masing-masing faktor seperti:
volume ekstrak gadung berkulit dan tidak berkulit,
waktu koagulasi, dan waktu pencampuran untuk
mendapatkan hasil yang maksimal.
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1). Mengetahui
apakah
lateks
dapat
digumpalkan dengan menggunakan gadung.
2). Mengetahui pengaruh volume ekstrak
gadung yang berkulit dan yang tidak berkulit
terhadap berat karet yang diperoleh.
3). Mengetahui pengaruh variasi waktu terhadap
berat karet yang diperoleh.
4). Menentukan jenis koagulan mana yang dapat
menghasilkan berat karet yang lebih besar.
5). Mengetahui waktu menggumpal lateks
dengan ekstrak gadung.
1.4. Manfaat Penelitian
1) Sebagai salah satu cara pemanfaatan gadung.
2) Dapat memberikan sumbangan ekonomis
bagi rakyat.
3) Dapat menambah wawasan masyarakat
petani karet tentang bahan penggumpal karet
yang alami.
II. FUNDAMENTAL
Karet adalah polimer hidrokarbon yang
terbentuk dari emulsi kesusuan (dikenal sebagai
lateks)atau getah pada beberapa jenis tumbuhan
tetapi dapat juga diproduksi secara sintetis.
Lateks karet adalah suspensi koloid
poliisopren yang diperoleh dari tumbuhan Havea
Brasiliensi. Lateks merupakan sistem koloid,
yaitu sistem yang terdiri dari zat pendispersi dari
zat terdispersi. Lateks adalah suatu system
disperse dari polyisoprena (C 5 H 8 ) n di dalam
medium yang disebut serum. System ini adalah
system dua fasa, dimana sebagai fasa tidak tetap
adalah butiran karet dan fasa tetap adalah serum.
Berikut ini akan dijelaskan komopisis dari lateks
terlihat pada Tabel 2.1 dibawah ini.
Tabel 2.1. komposisi Havea Brasiliensis
Komposisi
Persentase (%)
hidrokarbon
37,69
air
59,62
Protein
1,06
Lipid
0,23
Garam-garam
0,40
Mineral
0,68
Ammonia
0,32
Sumber : Robert (1988:68)
Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17, Agsutus 2010

Gadung merupakan salah satu jenis umbiumbian yang terdapat di Indonesia. Tumbuhan ini
mula-mula ditemukan di daerah India bagian
barat, kemudian menyebar ke Asia Tenggara
(Sastrapraja, 1997). Tanaman gadung tumbuh liar
diberbagai daerah di Indonesia seperti Jawa,
Sumatera, Kalimantan, maupun Sulawesi (Heyne,
1987). Tanaman gadung mempunyai produktivitas
tinggi yang mencapai 20 ton/ha bila dibandingkan
dengan ubi kayu yang hanya 7,4 ton/ha. Secara
intensifikasi, produktivitas tanaman gadung dapat
mencapai 116 ton (Bahri dan raimon, 1994).
Tumbuhan gadung (Dioscorea hispida
Dennts) adalah salah satu jenis tumbuhan
merambat yang kurang mendapatkan perhatian
karena mengandung racun berupa senyawa
hydrogen sianida (HCN). Lingga et al (1995)
menyatakan bahwa gadung yang tidak
mengandung racun dapat dimanfaatkan sebagai
sumber energi dan sebagai bahan makanan
tambahan untuk berbagai keperluan antara lain
keripik, pati gadung yang berguna untuk substitusi
dalam pembuatan kue, beras instan, dan bahan
baku obat.
Tabel 2.2. Komposisi kimia gadung
per 100 gram.
Komponen
Satuan
Jumlah
Kadar Abu
%
0,61
Kadar Air
%
9,30
HCN
Ppm
14,31
Pati
%
75,24
Amilosa
%
12,58
Amilopektin
%
87,42
Tabel 2.3. Komposisi tepung gadung
setiap 100 gram.
Kandungan
Satuan
Jumlah
Energi
Kal
101
Air
%
73,5
Karbohidrat
Gram
23,2
Protein
Gram
2,1
Lemak
Gram
0,2
Vitamin B1
Mili Gram
0,1
Vitamin C
Mili Gram
9
Fosfor
Mili Gram
69
Besi
Mili Gram
0,2
Kalsium
Mili Gram
20
Bagian yang dapat
%
85
dikonsumsi
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan
RI (1996).

Koagulasi
lateks
adalah
peristiwa
terjadinya perubahan fase sol menjadi gel dengan
bantuan koagulan. Koagulasi lateks dapat terjadi
karena:
a. Dehidrasi
Koagualasi lateks secara dehidrasi
deilakukan dengan menambah bahan atau zat
menyerap lapisan molekul air disekeliling partikel
karet yang bersifat sebagai pelindung pada lateks,
zat yang dapat digunakan misalnya alcohol,
aseton, dan sebagainya.
b. Penurunan pH lateks
Penurunan pH terjadi karena terbentuknya
asam hasil penguraian oleh bakteri. Apabila lateks
ditambahkan dengan asam akan terjadi penurunan
pH sampai pada titik isoelektrik sehingga partikel
karet menjadi tidak bermuatan. Protein pada
lateks yang kehilangan muatan akan mengalami
denaturasi sehingga selubung protein yang
berfungsi melindungi partikel karet akan terjadi
tumbukan
yang
menyebabkan
terjadinya
koagulasi. Koagulasi akan terjadi di daerah
dimana potensial tidak mantap (stabil) yang
dinamakan daerah potensial stabilitas kritis yaitu
dengan pH sekitar 3,7 sampai 5,5.
c. Penambahan Elektrolit
Penambahan larutan elektrolit yang
mengandung kation berlawanan dengan partikel
karet akan menurunkan potensial elektro kinetik
sehingga lateks menjadi koagulasi. Kation dari
logam alkali dapat juga digunakan sebagai
koagulan.
d. Pengaruh Enzim
Enzim yang terdapat didalam lateks,
terutama enzim proteolitik akan menghidrolisa
ikatan peptida dari protein menjadi asam amino
akibatnya partikel karet kehilangan selubung
sehingga partikel karet menjadi tidak bermuatan
maka lateks menjadi tidak stabil atau mengalami
koagulasi.
Reaksi koagulasi lateks pada dasarnya
adalah reaksi netralisasi dimana emulgator dari
lateks yang bermuatan negatif akan bereaksi
dengan asam sehingga netralisasi dan emulgator
akan kehilangan muatannya sehingga terjadi
penggumpalan dari lateks.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian penggumpalan lateks dengan
menggunakan gadung (Dioscorea hispida Dennts)
dilakukan dengan percobaan di Laboratorium
Dasar Bersama (LDB) Universitas Sriwijaya,
Indralaya. Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal

10

19 Oktober 2009 sampai dengan tanggal 8


Desember 2009.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan :
Pipet tetes, gelas ukur 100 ml, gelas ukur 10 ml,
beker gelas 500 ml, erlenmeyer 250 ml, kain,
corong, pH meter digital, blender, neraca digital,
saringan kawat, spatula.
Bahan yang digunakan :
Lateks karet, umbi gadung berkulit 1 kg, umbi
gadung tak berkulit 1 kg.
3.3. Prosedur Penelitian
Persiapan Bahan Baku
Sediakan gadung berkulit dan tak berkulit
masing-masing 1 kg. Cuci samapai bersih lalu
tiriskan. Potong kecil-kecil gadung tersebut.
Persiapkan blender dan kain. Ambil gadung
secukupnya lalu masukkan dalam blender, tunggu
sampai gadungnya halus. Setelah itu tuang
kedalam wadah kemudian disaring menggunakan
kain, lalu hasil dari penyaringan tersebut diperas.
Lalu gadung itu diukur pH-nya.
Siapkan lateks segar dalam wadah.
Untuk menghindari lateks dari kotoran, lateks
disaring menggunakan saringan kawat. Setelah
penyaringan, lataks tersebut diukur pH-nya.
Proses Koagulasi Lateks
Koagulasi lateks adalah proses peristiwa
terjadinya perubahan fase sol menjadi gel dengan
bantuan koagulan. Koagulan yang digunakan
disini adalah ekstrak gadung. Setelah persiapan
bahan, yaitu ekstrak gadung dan lateks, lalu bahan
tersebut diletakkan dalam masing-masing beker
gelas 500 ml. Kemudian volume ekstrak gadung
divariasikan dengan berbagai volume lateks,
yaitu; 5 ml, 10 ml, 15 ml, 20 ml dan 25 ml. Begitu
juga dengan lateks, divariasikan dengan berbagai
volume, yaitu; 5 ml, 10 ml, 15 ml dan 20 ml.
Masukkan lateks dengan volume 5 ml kedalam
erlenmeyer kemudian tambahkan volume ekstrak
gadung yang telah ditentukan yaitu: 5 ml, 10 ml,
15 ml, 20 ml, dan 25 ml. Catat waktu pertama
lateks menggumpal. Setelah lateks benar-benar
menggumpal, pindahkan dalam wadah dengan
posisi wadah mempunyai kemiringan yang tepat.
Timbang berat karet yang diperoleh dengan
variasi waktu, yaitu ; 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam,
dan 5 jam. Selanjutnya proses tersebut di atas
diulang dengan variasi volume lateks 10 ml, 15
ml, dan 20 ml.

Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17, Agsutus 2010

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Pengaruh Ekstrak Gadung Berkulit
Terhadap Berat Karet Yang Diperoleh.

Grafik 4.1. Hubungan Volume Lateks (5 Ml),


Volume Ekstrak Gadung (5 Ml, 10 Ml, 15 Ml, 20
Ml, 25 Ml), dan Variasi Waktu (1 Jam, 2 Jam, 3
Jam, 4 Jam, 5 Jam) terhadap Berat Karet yang
Diperoleh.
Dari Grafik 4.1 terlihat bahwa pada saat
volume lateks 5 ml dengan variasi volume gadung
yang sama menghasilkan berat karet akhir pada
jam ke-5 yaitu 10,2228 gram pada saat volume
gadung 25 ml.

Grafik 4.2.Hubungan Volume Lateks (10 Ml),


Volume Ekstrak Gadung (5 Ml, 10 Ml, 15 Ml, 20
Ml, 25 Ml), dan Variasi Waktu (1 Jam, 2 Jam, 3
Jam, 4 Jam, 5 Jam) terhadap Berat Karet yang
Diperoleh.
Dari Grafik 4.2 terlihat bahwa pada saat
volume lateks 10 ml dengan variasi volume
gadung yang sama menghasilkan berat karet akhir
pada jam ke-5 yaitu 17,8457 gram pada saat
volume gadung 25 ml.

Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17, Agsutus 2010

Grafik 4.3. Hubungan Volume Lateks (15 Ml),


Volume Ekstrak Gadung (5 Ml, 10 Ml, 15 Ml, 20
Ml, 25 Ml), Variasi Waktu (1 Jam, 2 Jam, 3 Jam,
4 Jam, 5 Jam) terhadap Berat Karet yang
Diperoleh.
Dari Grafik 4.3 terlihat bahwa pada jam
ke-3 ampe jam ke-5 terjadi penurunan berat karet
yang masih jauh, hal ini diakibatkan kesalahan
pada saat akan menimbang karet tersebut. Berat
karet yang dihasilkan pada saat volume lateks 15
ml adalah 17,7192 gram dengan volume gadung
25 ml.

Grafik 4.4.Hubungan Volume Lateks (20 Ml),


Volume Ekstrak Gadung (5 Ml, 10 Ml, 15 Ml, 20
Ml, 25 Ml), Variasi Waktu (1 Jam, 2 Jam, 3 Jam,
4 Jam, 5 Jam) terhadap Berat Karet yang
Diperoleh.
Dari Grafik 4.4 terlihat bahwa pada saat
volume lateks 20 ml dengan variasi volume
gadung yang sama menghasilkan berat karet akhir
pada jam ke-5 yaitu 29,0564 gram pada saat
volume gadung 25 ml
Dari grafik diatas secara keseluruhan
telihat bahwa, semakin bertambahnya volume
ekstrak gadung maka berat karet yang dihasilkan
juga semakin bertambah. Hal itu terlihat dengan
grafik yang semakin meningkat. Dimana,
besarnya kandungan air pada ekstrak gadung yaitu
sekitar 73 % sehingga ekstrak gadung berkulit
tersebut menyatu dengan lateks yang dapat
menambah berat karet yang dihasilkan. Pada
11

kondisi ini ekstrak gadung cukup stabil dan sesuai


yang dibutuhkan sehingga interaksi antara air
dengan asam meningkat. Oleh karena itu partikelpartikel terdispersi akan lebih mudah bergabung
untuk membentuk agregat yang lebih besar
sehingga menyebabkan emulsi pecah berat karet
yang dihasilkan meningkat.
Dari hasil penelitian ini juga terlihat bahwa
berat karet yang dihasilkan setelah divariasikan
dengan lama waktu (1 jam - 5 jam) terjadi
penurunan berat karet. Hal ini disebabkan
koagulan
yang
digunakan
menurun
kemampuannya dalam menurunkan muatan
negative dari protein lateks untuk mencapai
terjadinya keseimbangan muatan akan ikut
menurun. Hal ini menyebabkan semakin sulitnya
protein mengalami denaturasi sehingga karet yang
terbentuk mengecil dengan ditandai keluarnya air
yang semakin besar dari karet tersebut.
Pada waktu terjadinya pemecahan emulsi
lateks, ada dua gaya yang mempengaruhi proses
pemecahan lateks tersebut. Ketika air dan asam
ekstrak gadung saling berinteraksi maka diatara
dua permukaan tersebut timbul tegangan
permukaan yaitu gaya kohesi dan gaya adhesi.
Gaya kohesi yaitu gaya tarik-menarik
antara molekul sejenis sedangkan gaya adhesi
gaya tarik-menarik antara molekul-molekul yang
tidak sejenis ialah asam dan air. Bila adhesi lebih
kecil dari kohesi, maka air akan sulit berinteraksi
dengan asam.
Kemampuan interaksi asam terhadap air
bisa dikatakan sangat tinggi sehingga asam akan
menurunkan energy barrier molekul terdispersi
sehingga partikel-partikel terdispersi akan
membentuk agregat yang lebih besar maka
kestabilan struktur sekunder, struktur tersier
maupun struktur kuartener protein (emulgator)
akan hilang, seperti putusnya ikatan hydrogen,
interaksi elektrostatik, interaksi hidrofobik, dan
interaksi hidrofilik. Akibatnya struktur dari lateks
akan pecah yang menyebabkan air keluar, pada
peristiwa ini hidrolisis protein mungkin terjadi
karena asam memiliki ion H+.
Emulsi pada karet dapa dipercepat dengan
cara merusak zat ketiga yang berfungsi sebagai
emulgator yaitu protein. Emulsi ini dapat
dipecahkan dengan cara menurunkan kestabilan
emulgator dan kestabilan emulsi.
Berat akhir karet yang paling tinggi adalah
sebesar 29,0564 gram pada saat volume ekstrak
gadung berkulit 25 ml dengan volume lateks 20
ml. Dari grafik secara keseluruhan juga
menunjukkan bahwa dari jam ke-3 sampai jam ke5 sudah terjadi kesetabilan berat karet, hal ini

12

disebabkan penurunan berat karet yang sudah


sangat sedikit dengan ditandai grafik yang saling
bertindihan.
4.2. Pengaruh
Ekstrak
Gadung
Tidak
Berkulit Terhadap Berat Karet Yang
Diperoleh.

Grafik 4.5. Hubungan Volume Lateks (5 Ml),


Volume Ekstrak Gadung (5 Ml, 10 Ml, 15 Ml, 20
Ml, 25 Ml), Variasi Waktu (1 Jam, 2 Jam, 3 Jam,
4 Jam, 5 Jam) terhadap Berat Karet yang
Diperoleh.
Dari Grafik 4.5 terlihat bahwa pada saat
volume lateks 5 ml dengan variasi volume gadung
yang sama menghasilkan berat karet akhir pada
jam ke-5 yaitu 8,3312 gram pada saat volume
gadung 25 ml.

Grafik 4.6.Hubungan Volume Lateks (10 Ml),


Volume Ekstrak Gadung (5 Ml, 10 Ml, 15 Ml, 20
Ml, 25 Ml), Variasi Waktu (1 Jam, 2 Jam, 3 Jam,
4 Jam, 5 Jam) terhadap Berat Karet yang
Diperoleh.
Dari Grafik 4.6 terlihat bahwa pada saat
volume lateks 10 ml dengan variasi volume
gadung yang sama menghasilkan berat karet akhir
pada jam ke-5 yaitu 14,8350 gram pada saat
volume gadung 25 ml.

Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17, Agsutus 2010

Grafik 4.7.Hubungan Volume Lateks (15 Ml),


Volume Ekstrak Gadung (5 Ml, 10 Ml, 15 Ml, 20
Ml, 25 Ml), Variasi Waktu (1 Jam, 2 Jam, 3 Jam,
4 Jam, 5 Jam) terhadap Berat Karet yang
Diperoleh.
Dari Grafik 4.7 terlihat bahwa pada saat
volume lateks 15 ml dengan variasi volume
gadung yang tidak berkulit yang sama
menghasilkan berat karet akhir pada jam ke-5
yaitu 19,5003 gram pada saat volume gadung 25
ml.

membentuk agregat yang lebih besar sehingga


menyebabkan emulsi pecah berat karet yang
dihasilkan meningkat.
Berat akhir karet yang paling tinggi adalah
sebesar 23,2614 gram pada saat volume ekstrak
gadung tak berkulit 25 ml dan volume lateks 20
ml. Grafik secara keseluruhan juga menunjukkan
bahwa dari jam ke-3 sampai jam ke-5 sudah
terjadi kesetabilan berat karet, hal ini disebabkan
penurunan berat karet yang sudah sangat sedikit
dengan ditandai grafik yang saling bertindihan.
Dari hasil penelitian ini juga terlihat bahwa
berat karet yang dihasilkan setelah divariasikan
dengan lama waktu (1 jam - 5 jam) terjadi
penurunan berat karet. Hal ini disebabkan
koagulan
yang
digunakan
menurun
kemampuannya dalam menurunkan muatan
negative dari protein lateks untuk mencapai
terjadinya keseimbangan muatan akan ikut
menurun. Hal ini menyebabkan semakin sulitnya
protein mengalami denaturasi sehingga karet yang
terbentuk mengecil dengan ditandai keluarnya air
yang semakin besar dari karet tersebut.
4.3. Perbandingan antara ekstrak gadung
berkulit dengan ekstrak gadung tidak
berkulit terhadap berat karet yang
dihasilkan.

Grafik 4.8.Hubungan Volume Lateks (20 Ml),


Volume Ekstrak Gadung (5 Ml, 10 Ml, 15 Ml, 20
Ml, 25 Ml), Variasi Waktu (1 Jam, 2 Jam, 3 Jam,
4 Jam, 5 Jam) terhadap Berat Karet yang
Diperoleh.
Dari Grafik 4.8 terlihat bahwa pada saat
volume lateks 20 ml dengan variasi volume
gadung yang sama menghasilkan berat karet akhir
pada jam ke-5 yaitu 23,2614 gram pada saat
volume gadung 25 ml.
Dari grafik diatas secara keseluruhan
terlihat bahwa, semakin bertambahnya volume
ekstrak gadung dengan volume lateks tetap maka
berat karet
yang dihasilkan juga semakin
bertambah. Hal itu ditunjukkan dengan grafik
yang semakin meningkat. Dimana, besarnya
kandungan air pada ekstrak gadung yaitu sekitar
73 % sehingga ekstrak gadung berkulit tersebut
menyatu dengan lateks yang dapat menambah
berat karet yang dihasilkan. Pada kondisi ini
ekstrak gadung cukup stabil dan sesuai yang
dibutuhkan sehingga interaksi antara air dengan
asam meningkat. Oleh karena itu partikel-partikel
terdispersi akan lebih mudah bergabung untuk

Grafik 4.10. Hubungan Volume Lateks 20 Ml dan


Volume Ekstrak Gadung Tidak Berkulit 25 Ml
pada Jam Ke-5 terhadap Berat Karet yang
Diperoleh.

Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17, Agsutus 2010

13

Grafik 4.9. Hubungan Volume Lateks 20 Ml dan


Volume Ekstrak Gadung Berkulit 25 Ml pada Jam
Ke-5 terhadap Berat Karet yang Diperoleh.

Dari grafik diatas secara keseluruhan


perbandingan ekstrak gadung berkulit dengan
ekstrak gadung tidak berkulit terlihat bahwa berat
karet yang dihasilkan oleh ekstrak gadung berkulit
lebih besar daripada ekstrak gadung yang tidak
berkulit. Hal ini disebabkan oleh komponen utama
gadung selain air adalah karbohidrat. Komponen
karbohidrat utama adalah pati(75,24 %).
4.4. Pengaruh kecepatan waktu menggumpal
lateks dengan koagulan ekstrak gadung
berkulit.

Grafik 4.14. Pengaruh Kecepatan Waktu


Menggumpal Lateks (20 Ml), Volume Ekstrak
Gadung yang Berkulit (5 Ml,10 Ml, 15 Ml, 20
Ml, 25 Ml) terhadap Berat Karet yang Diperoleh.

Grafik 4.11. Pengaruh Kecepatan Waktu


Menggumpal Lateks (5 Ml), Volume Ekstrak
Gadung yang Berkulit (5 Ml,10 Ml, 15 Ml, 20
Ml, 25 Ml) terhadap Berat Karet yang Diperoleh.

Dari grafik diatas terlihat bahwa terjadinya


penurunan grafik seiring dengan bertambahnya
volume ekstrak gadung yang menunjukkan bahwa
waktu menggumpal yang paling cepat adalah 50
detik. Hal ini ditunjukkan pada volume ekstrak
gadung berkulit 25 ml dengan volume lateks 5 ml
dan 15 ml.
Pada umumnya kondisi asam ekstrak
gadung meningkat interaksinya sehingga partikelpartikel terdispersinya akan lebih mudah
bergabung untuk membentuk agregat yang lebih
besar yang menyebabkan pecahnya emulsi dan
berat karet yang dihasilkan meningkat. Asam ini
bila dilarutkan dengan air akan mengion yaitu
melepaskan ion H+.
Lateks yang terdiri dari protein bersifat
amfoter, bila ditambahkan ion H+ akan terjadi
penambahan muatan listrik dan akan menurunkan
pH lateks. Apabila semakin besar kandungan
asam yang terdapat pada ekstrak gadung yang
dicampurkan dengan volume lateks, maka
semakin cepat lateks tersebut akan menggumpal.

Grafik 4.12. Pengaruh Kecepatan Waktu


Menggumpal Lateks (10 Ml), Volume Ekstrak
Gadung yang Berkulit (5 Ml,10 Ml, 15 Ml, 20
Ml, 25 Ml) terhadap Berat Karet yang Diperoleh.

4.5. Pengaruh kecepatan waktu menggumpal


lateks dengan koagulan ekstrak gadung
tidak berkulit.

Grafik 4.13. Pengaruh Kecepatan Waktu


Menggumpal Lateks (15 Ml), Volume Ekstrak
Gadung yang Berkulit (5 Ml,10 Ml, 15 Ml, 20
Ml, 25 Ml) Terhadap Berat Karet yang Diperoleh.

14

Grafik 4.15. Pengaruh Kecepatan Waktu


Menggumpal Lateks (5 Ml), Volume Ekstrak
Gadung yang Tidak Berkulit (5 Ml,10 Ml, 15 Ml,
20 Ml, 25 Ml) terhadap Berat Karet yang
Diperoleh.

Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17, Agsutus 2010

Grafik 4.16. Pengaruh Kecepatan Waktu


Menggumpal Lateks (10 Ml), Volume Ekstrak
Gadung yang Tidak Berkulit (5 Ml,10 Ml, 15 Ml,
20 Ml, 25 Ml) Terhadap Berat Karet yang
Diperoleh.

Grafik 4.17. Pengaruh Kecepatan Waktu


Menggumpal Lateks (15 Ml), Volume Ekstrak
Gadung yang Tidak Berkulit (5 Ml,10 Ml, 15 Ml,
20 Ml, 25 Ml) Terhadap Berat Karet yang
Diperoleh.

Grafik 4.18. Pengaruh Kecepatan Waktu


Menggumpal Lateks (20 Ml), Volume Ekstrak
Gadung yang Tidak Berkulit (5 Ml,10 Ml, 15 Ml,
20 Ml, 25 Ml) Terhadap Berat Karet yang
Diperoleh.

Pada kondisi asam ekstrak gadung


meningkat interaksinya sehingga partikel-partikel
terdispersinya akan lebih mudah bergabung untuk
membentuk agregat yang lebih besar yang
menyebabkan pecahnya emulsi dan berat karet
yang dihasilkan meningkat. Asam ini bila
dilarutkan dengan air akan mengion yaitu
melepaskan ion H+.
Lateks yang terdiri dari protein bersifat
amfoter, bila ditambahkan ion H+ akan terjadi
penambahan muatan listrik dan akan menurunkan
pH lateks. Apabila semakin besar kandungan
asam yang terdapat pada ekstrak gadung yang
dicampurkan dengan volume lateks, maka
semakin cepat lateks tersebut akan menggumpal.

V. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
1) Ekstrak gadung dapat digunakan sebagai
penggumpal lateks.
2) Semakin besar volume ekstrak gadung
berkulit dan tidak berkulit maka semakin
besar berat karet yang diperoleh yaitu
ditandai dengan grafik yang menaik.
3) Variasi waktu mempengaruhi berat akhir
karet yang diperoleh yaitu dimana terjadi
penurunan berat karet seiring dengan
bertambahnya waktu koagulasi.
4) Koagulan
ekstrak
gadung
berkulit
menghasilkan berat karet yang lebih tinggi
pada volume lateks 20 ml yaitu sebesar
29,0564 gram.
5) Waktu menggumpal yang paling cepat
adalah 50 detik pada volume ekstrak gadung
25 ml dengan volume lateks 10 ml.
Saran
1) Disarankan agar dilakukan penelitian lebih
lanjut untuk mengetahui pengaruh pH
terhadap berat karet yang diperoleh.
2) Disarankan untuk menguji kualitas karet
yang sudah terbentuk sehingga dapat
diketahui kegunaan dari karet hasil
penelitian ini.

Dari grafik diatas secara keseluruhan


terlihat bahwa terjadinya penurunan grafik seiring
dengan bertambahnya volume ekstrak gadung
yang menunjukkan bahwa waktu menggumpal
yang paling cepat yaitu 50 detik yang ditunjukkan
pada volume ekstrak gadung 25 ml dengan
volume lateks 5 ml.

Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17, Agsutus 2010

15

DAFTAR PUSTAKA
Rahutami, Syntia, 2009, Koagulasi Lateks dengan
menggunakan ekstrak Jeruk Nipis,
Teknik KimiaUniversitas Sriwijaya.
Helina, Merry, 2009, Koagulasi Lateks dengan
menggunakan ekstrak Rambutan, Teknik
KimiaUniversitas Sriwijaya.
,

2008, Koagulasi Lateks dengan


menggunakan air Belimbing Wuluh,
Teknik KimiaUniversitas Sriwijaya.

Faisyal, Muhammad, 2000, Pengaruh waktu


kontak dengan pH pada proses
penggumpalan
lateks
secara
elektrodeposisi, Mipa Kimia Universitas
Sriwijaya.
Senpri,

2002, Pemecahan emulsi Lateks


menggunakan air Belimbing Wuluh,
Mipa Kimia Universitas Sriwijaya.

PS, Tim Pustaka, 2008, Panduan lengkap Karet,


Penebar Swadaya : Jakarta.
Hayati, Rita, 1999, Studi Penggumpalan Lateks
dengan metode elektrodeposisi pada
suasana asam, Mipa Kimia Universitas
sriwijaya.

16

Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 17, Agsutus 2010

Anda mungkin juga menyukai