1.2. Permasalahan
Permasalahan yang akan ditinjau adalah
mengenai penambahan ekstrak gadung berkulit
dan tidak berkulit sebagai bahan pengganti asam
sintetis terhadap koagulasi lateks yang dihasilkan.
Oleh karena itu, harus dicari faktor-faktor yang
Gadung merupakan salah satu jenis umbiumbian yang terdapat di Indonesia. Tumbuhan ini
mula-mula ditemukan di daerah India bagian
barat, kemudian menyebar ke Asia Tenggara
(Sastrapraja, 1997). Tanaman gadung tumbuh liar
diberbagai daerah di Indonesia seperti Jawa,
Sumatera, Kalimantan, maupun Sulawesi (Heyne,
1987). Tanaman gadung mempunyai produktivitas
tinggi yang mencapai 20 ton/ha bila dibandingkan
dengan ubi kayu yang hanya 7,4 ton/ha. Secara
intensifikasi, produktivitas tanaman gadung dapat
mencapai 116 ton (Bahri dan raimon, 1994).
Tumbuhan gadung (Dioscorea hispida
Dennts) adalah salah satu jenis tumbuhan
merambat yang kurang mendapatkan perhatian
karena mengandung racun berupa senyawa
hydrogen sianida (HCN). Lingga et al (1995)
menyatakan bahwa gadung yang tidak
mengandung racun dapat dimanfaatkan sebagai
sumber energi dan sebagai bahan makanan
tambahan untuk berbagai keperluan antara lain
keripik, pati gadung yang berguna untuk substitusi
dalam pembuatan kue, beras instan, dan bahan
baku obat.
Tabel 2.2. Komposisi kimia gadung
per 100 gram.
Komponen
Satuan
Jumlah
Kadar Abu
%
0,61
Kadar Air
%
9,30
HCN
Ppm
14,31
Pati
%
75,24
Amilosa
%
12,58
Amilopektin
%
87,42
Tabel 2.3. Komposisi tepung gadung
setiap 100 gram.
Kandungan
Satuan
Jumlah
Energi
Kal
101
Air
%
73,5
Karbohidrat
Gram
23,2
Protein
Gram
2,1
Lemak
Gram
0,2
Vitamin B1
Mili Gram
0,1
Vitamin C
Mili Gram
9
Fosfor
Mili Gram
69
Besi
Mili Gram
0,2
Kalsium
Mili Gram
20
Bagian yang dapat
%
85
dikonsumsi
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan
RI (1996).
Koagulasi
lateks
adalah
peristiwa
terjadinya perubahan fase sol menjadi gel dengan
bantuan koagulan. Koagulasi lateks dapat terjadi
karena:
a. Dehidrasi
Koagualasi lateks secara dehidrasi
deilakukan dengan menambah bahan atau zat
menyerap lapisan molekul air disekeliling partikel
karet yang bersifat sebagai pelindung pada lateks,
zat yang dapat digunakan misalnya alcohol,
aseton, dan sebagainya.
b. Penurunan pH lateks
Penurunan pH terjadi karena terbentuknya
asam hasil penguraian oleh bakteri. Apabila lateks
ditambahkan dengan asam akan terjadi penurunan
pH sampai pada titik isoelektrik sehingga partikel
karet menjadi tidak bermuatan. Protein pada
lateks yang kehilangan muatan akan mengalami
denaturasi sehingga selubung protein yang
berfungsi melindungi partikel karet akan terjadi
tumbukan
yang
menyebabkan
terjadinya
koagulasi. Koagulasi akan terjadi di daerah
dimana potensial tidak mantap (stabil) yang
dinamakan daerah potensial stabilitas kritis yaitu
dengan pH sekitar 3,7 sampai 5,5.
c. Penambahan Elektrolit
Penambahan larutan elektrolit yang
mengandung kation berlawanan dengan partikel
karet akan menurunkan potensial elektro kinetik
sehingga lateks menjadi koagulasi. Kation dari
logam alkali dapat juga digunakan sebagai
koagulan.
d. Pengaruh Enzim
Enzim yang terdapat didalam lateks,
terutama enzim proteolitik akan menghidrolisa
ikatan peptida dari protein menjadi asam amino
akibatnya partikel karet kehilangan selubung
sehingga partikel karet menjadi tidak bermuatan
maka lateks menjadi tidak stabil atau mengalami
koagulasi.
Reaksi koagulasi lateks pada dasarnya
adalah reaksi netralisasi dimana emulgator dari
lateks yang bermuatan negatif akan bereaksi
dengan asam sehingga netralisasi dan emulgator
akan kehilangan muatannya sehingga terjadi
penggumpalan dari lateks.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian penggumpalan lateks dengan
menggunakan gadung (Dioscorea hispida Dennts)
dilakukan dengan percobaan di Laboratorium
Dasar Bersama (LDB) Universitas Sriwijaya,
Indralaya. Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal
10
12
13
14
15
DAFTAR PUSTAKA
Rahutami, Syntia, 2009, Koagulasi Lateks dengan
menggunakan ekstrak Jeruk Nipis,
Teknik KimiaUniversitas Sriwijaya.
Helina, Merry, 2009, Koagulasi Lateks dengan
menggunakan ekstrak Rambutan, Teknik
KimiaUniversitas Sriwijaya.
,
16