Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENGOLAHAN HASIL KARET

PENGUJIAN BAU LATEKS KEBUN

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

PDD POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK DI KABUPATEN

KAPUAS HULU

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Karet merupakan komiditi perkebunan di Indonesia yang mampumemberikan


kontriubsi dalam upaya peningkatan devisa negara karena eksporkomiditi karet yang
mencapai 2,5 juta ton pada tahun 2011 dan pendapatan devisanegara mencapai US $ 11,7
milyar. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan(2015), luas areal perkebunan karet di
Indonesia mencapai 3.621.587 Ha di tahun2015 dengan total produksi sebesar 3.108.260 ton
yang tingkat produktivitasnya1.036 kg/ha.

Lateks kebun, merupakan getah yang didapat dari kegiatan menyadap pohon karet
yang berbentuk getah segar cair yang bewarna putih susu. Syarat-syarat lateks kebun yang
baik yaitu telah disaring menggunakan saringan berukuran 40 mesh, bebas dari kotoran
atau benda-benda lain seperti serpihan kayu atau daun, tidak bercampur dengan bubur
lateks, air atau serum lateks, warna putih dan berbau khas karet segar, kadar karet
kering untuk mutu 1 sekitar 28% dan untuk mutu 2 sekitar 20%( Maryanti. Dan Edison R.
2016.)

Lateks kebun akan menggumpal atau membeku secara alami dalam waktu beberapa
jam setelah dikumpulkan. Penggumpalan alami atau spontan dapat disebabkan oleh
timbulnya asam-asam akibat terurainya bahan bukan karet yang terdapat dalam lateks akibat
aktivitas mikroorganisme. Hal itu pula yang menyebabkan mengapa lump hasil
penggumpalan alami berbau busuk. Selain itu, penggumpalan juga disebabkan oleh
timbulnya anion dari asam lemak hasil hidrolisis lipid yang ada di dalam lateks. Anion asam
lemak ini sebagaian besar akan bereaksi dengan ion magnesium dan kalsium dalam lateks
membentuk sabun yang tidak larut, keduanya menyebabkan ketidakmantapan lateks yang
pada akhirnya terjadi pembekuan(Suwardin,2016).

1.2 TUJUAN PRAKTIKUM

Mahasiswa dapat menentukan tingkat kesegaran lateks melalui bau dari latek kebun
yang diuji.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DASAR TEORI

Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam


upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus
menunjukkan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1.3 juta ton pada
tahun 1995 dan 1.9 juta ton pada tahun 2004. Pendapatan devisa dari komoditi ini pada tahun
2004 mencapai US$ 2.25 milyar, yang merupakan 5% dari pendapatan devisa non-
migas( Yuliana,2017)

Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk pertanaman
karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas area perkebunan
karet tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia. Diantaranya 85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7%
perkebunan besar negara serta 8% perkebunan besar milik swasta. Produksi karet secara
nasional pada tahun 2005 mencapai angka sekitar 2.2 juta ton. Jumlah ini masih akan bisa
ditingkatkan lagi dengan memberdayakan lahan-lahan pertanian milik petani dan lahan
kosong/tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet(Utomo,Hasannudin,2018)

Dengan memperhatikan adanya peningkatan permintaan dunia terhadap komoditi


karet ini dimasa yang akan datang, maka upaya untuk meningkatakan pendapatan petani
melalui perluasan tanaman karet dan peremajaaan kebun bisa merupakan langkah yang
efektif untuk dilaksanakan. Guna mendukung hal ini, perlu diadakan bantuan yang bisa
memberikan modal bagi petani atau perkebun swasta untuk membiayai pembangunan kebun
karet dan pemeliharaan tanaman secara intensif(Anwar,2016).

Karet alam merupakan salah satu hasil pertanian yang penting karena memegang
peranan penting dalam meningkatkan taraf hidup taraf hidup manusia, karena banyak
menghasilkan devisa negara. Karet alam dihasilkan dari perkebunan besar dan perkebunan
rakyat. Umumnya karet rakyat bermutu rendah karena alat dan cara pengolahannya masih
sangat sederhana ( A Bedednego,2017)

Di Indonesia, sebagian besar perkebunan yang ada merupakan perkebunan rakyat.


Namun, petani perkebunan rakyat ini sebagian besar tidak menentukan besarnya pengeluaran
dalam pengusahaan karet, padahal karet alam memerlukan penanganan sebaik-baiknya agar
menguntungkan, apalagi jika harus dibandingkan dengan karet sintetis dimana harganya bisa
dipertahankan supaya tetap stabil.

Karet alam menunjukkan harga yang tidak stabil karena makin meningkat produksi
karet sintetis misal butty rubber (BR), styrene butadin rubber (SBR) dan lain-lain. Jenis karet
sintetis ini mempunyai sifat-sifat khusus yang labih baik dibandingkan dengan karet alam.
Oleh karena itu, perlu dipelajari sifat-sifat karet alam dan cara pengolahannya yang baik dan
benar sehingga dapat menghasilkan karet yang berkualitas dan petani perkebunan karet dapat
menghasilkan karet alam yang mampu bersaing dengan karet sintetis (Djumarti,2018).

Lateks adalah cairan koloid yang berwarna putih susu yang diperoleh dari pohon karet
Havea brasiliensis dengan partikel-partikel karet terdispersi air. Lateks mengandung protein
yang dapat terurai akibat aktivitas bakteri. Lateks dapat juga dikatakan sebagai suatu larutan
koloid dengan partikel karet dan bahan bukan karet yang tersuspensi dalam suatu medium.
Lateks diperoleh dengan jalan melukai kulit pohon karet atau istilah lain disebut penyadapan
(Syarief, 2016).

Lateks merupakan emulsi kompleks yang mengandung protein, alkaloid, pati, gula,
(poli) terpena, minyak, tanin, resin, dan gom. Pada banyak tumbuhan lateks biasanya
berwarna putih, namun ada juga yang berwarna kuning, jingga, atau merah. Susunan bahan
lateks dapat dibagi menjadi dua komponen. Partikel lateks dilapisis oleh protein dan lipida ini
merupakan koloid hidrofolik yang artinya dilindungi (diselaputi) oleh muatan listrik. Larutan
koloid akan stabil bila terdapat bahan yang dapat mempertahankan muatan listrik partikel
yaitu dengan adanya protein. Sifat koloid ini dijadikan dasar untuk terjadinya proses
koagulasi. Lateks akan berkoagulasi dengan cara membuang muatan protein dari partikel
karet .Karet alam mengandung seratus persen cis,-1,4-poliisoprena,yang terdiri dari rantai
polimer lurus dan panjang dengan gugus isoprenik yang berulang (Handoko,2017).
BAB III

METODEOLOGI

3.1 ALAT DAN BAHAN

a. Alat

 Gelas ukur 50 ml
 Gelas piala 100 ml
 Pengaduk gelas
b. bahan
 Larutan asam borat (60 gr asam borat dalam 1 liter air)
 Latek kebun

3.2 CARA KERJA

1. Latek kebun diawetkan dengan amoniak

a. latek yang berasal dari kebun diaduk dengan sempurna,kemudian diambil 20 ml


contoh dan tuang dalam gelas piala.
b. tambahkan 15 ml larutan asam borat dan aduk,sempurna
c. cium bau lateks dan perhatikan jika ada bau busuk.
d. jika bau amoniak masih muncul,tambahkan lagi asam borat.
e. cium kembali dan perhatikan jika ada bau busuk.
2. latek kebun yang tidak diawetkan
Latek kebun langsung dicium dari wadahnya tanpa dilakukan penaambahan bahan
pengawet
3. hasil pengujian dinyatakan dengan ada tidaknya bau
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL

Berikut adalah hasil dari praktikum pengujian bau lateks kebun :

N SAMPEL BAU
O
1 Lateks yang tidak diawetkan Bau khas lateks
2 Lateks yang diawetkan + asam cuka Latek yang diawetkan bau asam cuka
Tabel 1. Pengujian bau lateks kebun

4.2 PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil dari praktikum pengujian bau lateks kebun,latek yang tidak diawetkan
menghasilkan bau khas dari lateks itu sendiri hal ini dikarenakan latek tidak ada bahan lain
yang ditambahkan ke dalamnya,sedangkan pada lateks karet yang diawetkan lalu adanya
penambahan asam cuka sebanyak 60 gr dan semakin lama waktu penyimpanan membuat bau
(aroma) lateks yang tadinya berbau khas lateks menjadi menyengat berbau asam. Bau
menyengat yang ditimbulkan dapat dikarenakan adanya pemisahan antara serum dengan
fraksi lateks. Pada lateks yang terpisah fraksinya menjadi raksi putih, fraksi kuning, dan
serum C dimana serum C tersebut mengandung zat terlarut berupa asam amino, karbohidrat,
inositol dan asam organik misalnya asam nukleat pirofosfat dan askorbat yang apabila
bereaksi dengan asam cuka atau komponen lain dapat menimbulkan bau (aroma) yang
menyengat atau tidak enak.
BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan pada praktikum pengujian bau lateks kebun dapat disimpulkan
bahwa :

1. Lateks adalah cairan koloid yang berwarna putih susu yang diperoleh dari pohon karet
kebun dengan partikel-partikel karet terdispersi air.
2. Pada proses pengawetan karet memiliki bau khas karet/ lateks,sedangkan pada lateks
yang diawetkan dan ditambah dengan asam cuka memiliki bau asam cuka.
3. Pengaruh penambahan bahan pengawet dapat mempengaruhi dari bau lateks tersebut.

5.2 SARAN

Diharapkan kepada praktikan selanjutnya agar dalam pembuatan laporan sementara


lebih jelas lagi agar kelompok lain mudah mengerjakan laporannya.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Khoerul. 2016. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Berbagai Jenis Asam Tumbuhan
sebagai Penggumpal Lateks untuk Meningkatkan Mutu Karet. Malang: UIN Maulana
Malik Ibrahim.

Abednego.2017. pengetahuan lateks.departemen perdagangan dan koperasi.jakarta

Djumardi.2018. Penggunaan Deorub Sebagai Pembeku Lateks dan Pengurang Bau Di


Pabrik Karet Remah. Prosiding Pertemuan Teknis Peningkatan Daya Saing Karet
Alam Dalam Era Pasar Bebas. Fakultas teknologi pertanian universitas
jember.Jember.

Handoko.2017. Penuntun Analisis Lateks.Bogor:Balai Penelitian Perkebunan Bogor.

Mulyana.2017. Pengetahuan Umum Tentang Karet Hevea. Balai Penelitian Teknologi


Karet Bogor : Bogor.

Maryanti. Dan Edison R. 2016. Pengaruh Dosis Serum Lateks terhadap koagulasi lateks
(Havea brailiensis). (Jurnal Agro Industri Perkebunan, Politeknik Negri Lampung.
Lampung).

Suwardin, D., dan Purbaya, M. 2016. Jenis Bahan Penggumpal dan Pengaruhnya
terhadap Parameter Mutu Karet Spesifikasi Teknis. Warta Perkaretan 2015, 34
(2):147-160

Syarif.2016 .Uji Penggunaan Berbagai Jenis Koagulan Terhadap Kualitas Bahan


Olahan Karet (Hevea brasiliensis) .Jurnal Agripeat Vol 12. No.2: 1-4, 2011

Utomo.2018. Agroindustri Karet Indonesia.PT. Sarana Tutorial Nurani Sejahtera. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai