Anda di halaman 1dari 15

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUK DERIVAT

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER

LaporanKunjunganLapang
“Serat Kelapa”

Disusun oleh:
Nama : Ali Akhmad Akbar
NIM : 171710101043
Kelas/Kelompok : THP-B
Acara : KunjunganLapang
Tanggal Praktikum : 17 November 2019

Asisten:
1. Akhmad Naufal .R 082234359956
2. Baruna Eka Putra 082141488239
3. Nalla Ummi H. 085231327340
4. Sayyidah M. 082257552566
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan teknologi pada bidang industri di Indonesia saat ini telah
berkembang pesat. Perkembangan tersebut berdampak pada meningkatnya
perekonomian masyarakat kecil.Salah satu jenis industri yang sedang populer
khususnya di daerah Jember yaitu industri cocofiber dan cocopeat dari sabut
kelapa. Cocofiber dan cocopeat tersebut dapat dimanfaatkan misalnya untuk sofa,
jok mobil, jok pesawat dan springbed.
Selama ini pemanfaatan sabut kelapa di Indonesia kebanyakan hanya dipakai
sebagai bahan pembuatan keset. Namun, dalam pemanfaatannya sabut kelapa
dapat diolah lebih lanjut menjadi barang yang memiliki nilai jual ekonomi yang
cukup tinggi (Asasutjarit, 2009). Meskipun sabut kelapa memiliki jenis tekstur
yang kasar, namun dengan beberapa tahap pengolahan berupa bleaching,
softening dan drying maka sabut kelapa yang kasar dapat mempunyai tekstur yang
hampir menyerupai wol ataupun benang (Keyvani, 1977).
Sabut kelapa merupakan bagian yang cukup besar dari buah kelapa yaitu 35%
dari berat keseluruhan buah. Sabut kelapa terdiri dari serat dan gabus yang
menghubungkan satu serat dengan serat lainnya. Setiap butir kelapa mengandung
serat 525 gram (75% dari serabut) dan gabus175 gram (25% dari sabut) (Abdullah
dkk, 2011). Serat tersebutlah yang dapat dijadikan cocofiber. Coco fiber banyak
dimanfaatkan dalam industri rumah tangga sebagai sapu, tali, keset dan alat-alat
rumah tangga lainnya. Tidak sedikit pula yang memanfaatkan coco fiber sebagai
bahan bakar memasak. Namun, saat ini coco fiber telah dimanfaatkan lebih luas
lagi yakni sebagai pengisis sandaran kursi, dashboard mobil, kasur, genteng,
plafon,bahkan sebagai bahan panel dinding tahan gempa.Sedangkan cocopeat
merupakan sabut kelapa yang diolah menjadi butiran-butiran kecil.Cocopeat dapat
menahan kandungan air dan unsur kimia pupuk serta dapat menetralkan keasaman
tanah. Oleh karena itu, cocopeat tersebut dapat dijadikan media tanam yang baik
bagi pertumbuhan tanaman holtikultura dan media tanaman rumah kaca (James,
2009). Salah satu industri yang mengolah serabut kelapa menjadi
cocofiberdancocopeatyaitu CV. Sumber Sari. Oleh karena itu, dilakukan
kunjungan lapang ke indutri pengolahan coco fiber di CV. Sumber Sari untuk
mengetahui pengolahan sabut kelapa lebih lanjut lagi serta potensi pasar dari coco
fiber sendiri.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari dilakukannya kunjungan lapang kali ini yaitu untuk
mengetahui produk turunan dari sabut kelapa dan proses pembuatan cocofiber dan
cocopeat dari sabut kelapa yang bertempat di CV. Sumber Sari Desa Lembengan,
Kecamatan Ledokombo, Jember Jawa Timur.
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Profil Perusahaan


CV. Sumber Sari merupakan industri yang mengolah, menjual dan
mendistribusikanproduk berbahan dasar limbah kelapa (sabut kelapa) menjadi
coco fiber dan coco peat yang berlokasi di Jalan Bengawan Solo No. 56 Desa
Lembengan, Kecamatan Ledokombo, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur.
Usaha pengolahan sabut kelapa ini telah berjalan selama 12 tahun dengan jumlah
karyawan saat ini mencapai 80 orang(Pemda Jember, 2012). CV. Sumber Sari
mengolah sabut kelapa menjadi dua produk yakni coco fiber (serat kelapa) dan
coco peat (serbuk kelapa) dengan total produksi per hari dari 170 kubik sabut
kelapa. Produk coco fiber termasuk dalam produk unggulan yang mampu
menembus pasar internasional diantaranya China, Kindau dan Jepang. Sedangkan
coco peat lebih dipasarkan ke konsumen lokal sebagai pupuk dan polibag di
sekitar daerah Jember. Bahan baku yang digunakan diperoleh dari supplier di
beberapa wilayah diantaranya Banyuwangi, Bali, Situbondo dan Jember dengan
total pengiriman rata-rata 8 ton per hari dengan kualitas sabut kelapa yang
berbeda-beda untuk setiap wilayah.

2.2 Pengolahan Sabut Kelapa Menjadi Coco fibier dan Cocobiet


Sabut kelapa merupakan bagian dari mesokarp (selimut) yang berupa
serat-serat kasar yang terdapat pada buah kelapa. Sabut kelapa merupakan bagian
yang cukup besar pada buah kelapa yaitu sebesar 35% dari berat keseluruhan buah
kelapa. Ketebalan sabut kelapa berkisar antara 5-6 cm yang terdiri atas lapisan
terluar (exocarp) dan lapisan dalam (endocarp). Satu butir kelapa dapat
menghasilkan sekitar 0,4 k sabut yang mengandung 35% serat. Adapun komposisi
sabut kelapa terdiri dari selulosa, lignin, pyroligneous acid, gas, arang, tannin dan
potasium. Sabut kelapa terdiri dari serat dan gabus yang menghubungkan serat
satu dengan serat lainnya.
Pada umumnya, sabut kelapa disebut sebagai limbah dari buah kelapa
yang hanya ditumpuk di bawah tegakan tanaman kelapa lalu dibiarkan membusuk
dan mengering. Pemanfaatannya paling banyak digunakan sebagai bahan bakar.
Padahal, jika sabut kelapa diurai akan menghasilkan serat kelapa (coco fiber) dan
serbuk kelapa (coco peat). Dari produk coco fiber akan menghasilkan aneka
macam derivasi produk yang manfaatnya sangat banyak diantaranya yaitu sabut
halus yang terdapat pada bagian endocarp dapat digunakan sebagai bahan
pembuatan tali, karung, pulp, karpet, sikat, keset, isolator panas dan suara, filter,
bahan pengisi jok kursi mobil dan papan hardboard (Rindengan et al., 1995).
Serat kelapa (coco fiber) mempunyai kemampuan biodegradebility
yang relatif baik dan dapat ditingkatkan kulitasnya.Peningkatan nilai kualitas
serat kelapa dapat dilakukan dengan mengolah serabut kelapa mentah ke serat
tunggal yang disertai dengan perlakuan. Kajian literatur dan lapangan
menunjukkan bahwa aplikasi serat alam untuk industri konstruksi dan otomotif
dimanfaatkan untuk interior rumah atau mobil dalam bentuk serat tunggal.
Aplikasi serabut kelapa dalam bentuk serat tunggal sudah mulai berkembang di
Industri kerajinan tas dan kain tradisional dengan harga masih relatif mahal
sehubungan biaya pengadaan serat tunggal serabut kelapa yang sulit dan mahal.
Indonesia mempunyai potensi besar dalam menyerap serat tunggal serabut
kelapa untuk bahan baku industri (Darmanto et al., 2010).
Cocopeat adalah serbuk halus sabut kelapa yang dihasilkan dari proses
penghancuran sabut kelapa. Dalam proses penghancuran sabut dihasilkan serat
yang lebih dikenal fiber, serta serbuk halus sabut yang dikenal cocopeat.
Serbuk tersebut sangat bagus digunakan sebagai media tanam karena dapat
menyerap air dan menggemburkan tanah. Selain itu,cocopeat juga biasa
digunakan sebagai media ternak cacing, bahan baku panel untuk furniture, dan
bahan baku pembuatan batu bata.Cocopeat juga dapat dijadikan sebagai bahan
organik alternatif yang dapat digunakan sebagai media tanam. Cocopeat untuk
media tanam berasal dari buah kelapa tua karena memiliki serat yang kuat
(Destyorini, 2010). Cocopeat dapat menahan kandungan air dan unsur kimia
pupuk serta dapat menetralkan keasaman tanah. Karena sifat tersebut
cocopeatdapat digunakan sebagai media untuk pertumbuhan tanaman
holtikultura dan media tanaman rumah kaca (Parish, 2007).

2.3 Proses Produksi Cocofibier dan Cocopeat di CV Sumber Sari


Pengolahan sabut kelapa pada umumnya dilakukan dengan dua cara,
yaitu retting dan milling. Proses retting membutuhkan waktu selama 4-12
bulan, sehingga diperoleh serat dengan kualitas yang baik, panjang dan
memiliki warna putih bersih. Pada proses milling dikenal dengan dua teknik,
yaitu wet milling dan drymilling. Teknik wet milling membutuhkan waktu
sekitar 1-6 minggu untuk menghasilkan serat yang panjang, pendek dan
berwarna kecokelatan. Sedangkan cara dry milling dilakukan tanpa melalui
proses perendaman atau hanya dibasahi air sekedarnya saja, serat yang
dihasilkan pendek, kasar dan berwarna kecokelatan.
Pada CV. Sumber Sari ini sabut kelapa yang semula hanyalah limbah
diolah menjadi produk turunan berupa serat kelapa (coco fiber) dan serbuk
kelapa (coco peat). Proses produksi diawali dengan persiapan dan sortasi sabut
kelapa berdasarkan kadar air dan umur dari sabut kelapa tersebut untuk
pengaruh jenis kelapa berdasarkan wilayah yang di dapatkan hanya berpengruh
terhadap kadar garam dari kelapa tersebut yang tidak berpengaruh besar
terhadap pemrosesan. Sabut kelapa dengan tingkat kadar air yang tinggi akan
dimasukkan ke dalam konveyor dengan jumlah yang sedikit demi sedikit untuk
meminimalisir mesin pengurai yang macet. Setelah melalui konveyor, Proses
selanjutnya yang dilakukan oleh CV. Sumber Sari yaitu melakukan pemisahan
antara fiber dengan peat yang telah melalui mesin pengurai. Sabut kelapa
kemudian masuk pada mesin pengurai yang terdiri dari dua mesin. Mesin yang
pertama bertugas untuk memisahkan fiber dan peat yang ada pada sabut kelapa.
Selanjutnya mesin yang kedua berfungsi untuk menghaluskanfiber yang
dihasilkan..
Proses yang dilakukan setelah pemisahan yaitu proses sortasi. Mesin yang
berfungsi untuk mensortasi coco fiber dan coco peat yaitu mesin penyaring
atau screener, dimana mesin ini bekerja dengan mengeluarkan coco peat dan
mengalirkan coco fiber ke bagian belakang untuk dihaluskan kembali. Setelah
proses penghalusan tersebut, serbuk kelapa kemudian diayak kembali sehingga
dihasilkan serbuk dengan tekstur yang lebih halusTahap selanjutnya dari proses
pengolahan coco fiber yaitu dilakukan proses pengeringan. Tahap ini berfungsi
untuk menghilangkan kandungan air yang tersisa pada serat kelapa dan
membentuk serat kelapa yang cukup tebal. CV. Sumber Sari menerapkan
pengeringan cocofiber menggunakan sinar matahari langsung. CV. Sumber
Sari tidak menerepakan pengeringan menggunakan oven karena biaya yang
cukup mahal dan rentan terbakar serta menghasilkan coco fiber dengan kualitas
yang berbeda dibandingkan dengan coco fiber yang langsung dijemur di bawah
sinar matahari. Proses pengringan yang dilakukan dibawah sinar matahari ini
dilakukan dengan mengurai serat yang dijemur pada lantai pengeringan dengan
waktu kurang lebih 4 jam dengan 15 menit sekali tergantung dari intensitas
sinar matahari pada saat penjemuran. Dalam sekali penjemuran sekitar 20 bal
serat kelapa dengan berat sekitar 90 kg/bal mampu dijemur oleh CV. Sumber
Sari dan dalam sehari dilakukan dua kali penjemuran, sehingga total serat
kelapa yang dapat dijemur yaitu sekitar 40 bal. Umur kelapa yang digunakan
untuk membuat serat kelapa juga berpengaruh terhadap kulitas coco fiber yang
dhasilkan dari proses ini. Warna cokelat muda pada serat mengindikasikan
bahwa kelapa yang digunakan yaitu kelapa muda sedangkan warna cokelat tua
akan mengindikasikan kelapa yang digunakan yaitu jenis kelapa yang sudah
tua. Menurut Bapak Panji selaku pimpinan operasional dari CV. Sumber
Sari,kadarair dari sabut kelapa yang dibutuhkan oleh konsumen yaitu sekitar
5% disamping itu apabila kadar air yang digunakan terlalu sedikit maka akan
mengurangi bobot dari serat kelapa yang dihasilkan. Selain itu, proses
penjemuran dilakukan dengan memperhatikan cuaca, apabila cuaca mendung
maka serat yang dijemur masih mengandung sedikit air sehingga dilakukan
proses pengeringan dengan cara diangin-anginkan untuk mengurangi
kandungan air pada serat kelapa tersebut, sedangkan apabila kondisi cuaca
sedang hujan maka akan dilakukan penutupan dengan terpal terhadap serat-
serat kelapa yang sedang dijemur. Dari hasil penjemuran masih terdapat serbuk
kelapa sisa dari proses penjemuran serat kelapa. Coco peat tersebut dapat dijual
dengan dikemas dalam karung-karung dengan harga Rp 5.000,00/karung sebab
kodisinya yang sudah terlalu kering sehingga harganya lebih murah
dibandingkan coco peat yang dihasilkan dari proses penyaringan sabut kelapa
di awal proses tadi.
Tahapan terakhir dalam pengolahan serat kelapa ini yaitu pengepresan dan
pengepakan. Pengepresan ini dilakukan dengan pengepres hidrolik untuk
memudahkan pengiriman ke konsumen khususnya ekspor keluar negeri.
Pengepresan yang dilakukan pada CV. Sumber Sari yaitu dengan melakukan
pengayakan terlebih dahulu, kemudian dipress dengan kadar air maksimal 17%.
Apabila kadar air dari serat kelapa melebihi batas maka akan dilakukan pemisahan
dan diangin-anginkan terlebih dahulu. Setelah proses pengepresan, dilakukan
proses pengepakan dengan melakukan labeling untuk memisahkan tujuan ekspor
dari coco fiber tersebut. Label berwarna kuning dengan jumlah hanya satu
menandai bahwa coco fiber akan diekspor ke Kindau, label berwarna kuning
dengan jumlah dua menandai bahwa coco fiber akan diekspor ke Shanghai, China
sedangkan coco fiber dengan label biru merupakan label untuk coco fiber yang
diekspor ke Jepang

2.4 Perbandingan Proses Produksi di CV Sumber Sari dengan Literatur


Pengolahan sabut kelapa pada umumnya dilakukan dengan dua cara, yaitu
retting dan milling. Proses retting membutuhkan waktu selama 4-12 bulan,
sehingga diperoleh serat dengan kualitas yang baik, panjang dan memiliki
warna putih bersih. Pada proses milling dikenal dengan dua teknik, yaitu wet
milling dan drymilling. Teknik wet milling membutuhkan waktu sekitar 1-6
minggu untuk menghasilkan serat yang panjang, pendek dan berwarna
kecokelatan. Sedangkan cara dry milling dilakukan tanpa melalui proses
perendaman atau hanya dibasahi air sekedarnya saja, serat yang dihasilkan
pendek, kasar dan berwarna kecokelatan.
Pada CV. Sumber Sari ini sabut kelapa yang semula hanyalah limbah
diolah menjadi produk turunan berupa serat kelapa (coco fiber) dan serbuk
kelapa (coco peat). Proses produksi diawali dengan persiapan dan sortasi sabut
kelapa berdasarkan kadar air dan umur dari sabut kelapa tersebut untuk
pengaruh jenis kelapa berdasarkan wilayah yang di dapatkan hanya berpengruh
terhadap kadar garam dari kelapa tersebut yang tidak berpengaruh besar
terhadap pemrosesan. Sabut kelapa dengan tingkat kadar air yang tinggi akan
dimasukkan ke dalam konveyor dengan jumlah yang sedikit demi sedikit untuk
meminimalisir mesin pengurai yang macet. Setelah melalui konveyor, Proses
selanjutnya yang dilakukan oleh CV. Sumber Sari yaitu melakukan pemisahan
antara fiber dengan peat yang telah melalui mesin pengurai. Sabut kelapa
kemudian masuk pada mesin pengurai yang terdiri dari dua mesin. Mesin yang
pertama bertugas untuk memisahkan fiber dan peat yang ada pada sabut kelapa.
Selanjutnya mesin yang kedua berfungsi untuk menghaluskanfiber yang
dihasilkan.
Proses awal pengolahan sabut kelapa pada CV. Sumber Sari diatas sesuai
dengan pernyataan Soeparno (2016) yang menyatakan bahwa produksi serat
kelapa (coco fiber) diawali dengan proses perendaman kedalam air selama 1
jam yang bertujuan agar hasil serat kelapa dapat maksimal. Selanjutnya
dilakukan pemasukan sabut kelapa pada mesin pemisahan sabut kelapa.
Kecepatan putaran mesin akan mempengaruhi hasil dari serat kelapa yang
didapatkan. Semakin tinggi kecepatan yang digunakan maka akan semakin
rendah jumlah serat yang dihasilkan dan akan meningkatkan jumlah cocopeat.
Selain itu juga, kecepatan putaran pada mesin akan mempengaruhi panjang
serat yang dihasilkan, dimana semakin cepat putaran yang digunakan maka
akan semakin pendek serat yang dihasilkan. Penggunaan putaran mesin dengan
kecepatan yang tinggi akan menyebabkan serat kelapa mengikuti as roll yang
berputar sehingga lama kelamaan akan putus dan bercampur dengan cocopeat
serta akan dihasilkan serat kelapa dengan ukuran yang pendek.
Proses yang dilakukan setelah pemisahan yaitu proses sortasi. Mesin yang
berfungsi untuk mensortasi coco fiber dan coco peat yaitu mesin penyaring
atau screener, dimana mesin ini bekerja dengan mengeluarkan coco peat dan
mengalirkan coco fiber ke bagian belakang untuk dihaluskan kembali. Setelah
proses penghalusan tersebut, serbuk kelapa kemudian diayak kembali sehingga
dihasilkan serbuk dengan tekstur yang lebih halus. Proses tersebut sesuai
dengan literatur Haryanto (2004) yang menyatakan bahwa tahapan yang
dilakukan setelah pemisahan yaitu sortasi/pengayakan. Pada tahap ini bagian
serat yang telah terpisah dari gabus dimasukkan ke dalam mesin sortasi untuk
memisahkan bagian serat halus dan kasar. Mesin sortasi atau pengayak
(refaulting screen) meupakan mesin berupa saringan berbentuk cone yang
berputar dengan tenaga penggerak motor. Sortasi dan pengayakan juga
dilakukan pada butiran serbuk dengan menggunakan ayakan atau saringan yang
dilakukan secara manual, sehingga dihasilkanbutiran-butiran yang cukup halus.
Pada CV. Sumber Sari ini butiran serbuk yang dihasilkan dari pengolahan coco
fiber akan dilakukan pengemasan menggunakan karung dan dijual dengan
harga Rp 10.000,00/karung, sedangkan coco fiber akan diteruskan ke proses
selanjutnya yaitu proses pengeringan dengan cara dijemur di bawah sinar
matahari.
Tahap selanjutnya dari proses pengolahan coco fiber yaitu dilakukan
proses pengeringan. Tahap ini berfungsi untuk menghilangkan kandungan air
yang tersisa pada serat kelapa dan membentuk serat kelapa yang cukup tebal.
CV. Sumber Sari menerapkan pengeringan cocofiber menggunakan sinar
matahari langsung. CV. Sumber Sari tidak menerepakan pengeringan
menggunakan oven karena biaya yang cukup mahal dan rentan terbakar serta
menghasilkan coco fiber dengan kualitas yang berbeda dibandingkan dengan
coco fiber yang langsung dijemur di bawah sinar matahari. Proses pengringan
yang dilakukan dibawah sinar matahari ini dilakukan dengan mengurai serat
yang dijemur pada lantai pengeringan dengan waktu kurang lebih 4 jam dengan
15 menit sekali tergantung dari intensitas sinar matahari pada saat penjemuran.
Dalam sekali penjemuran sekitar 20 bal serat kelapa dengan berat sekitar 90
kg/bal mampu dijemur oleh CV. Sumber Sari dan dalam sehari dilakukan dua
kali penjemuran, sehingga total serat kelapa yang dapat dijemur yaitu sekitar 40
bal. Umur kelapa yang digunakan untuk membuat serat kelapa juga
berpengaruh terhadap kulitas coco fiber yang dhasilkan dari proses ini. Warna
cokelat muda pada serat mengindikasikan bahwa kelapa yang digunakan yaitu
kelapa muda sedangkan warna cokelat tua akan mengindikasikan kelapa yang
digunakan yaitu jenis kelapa yang sudah tua. Menurut Bapak Panji selaku
pimpinan operasional dari CV. Sumber Sari,kadarair dari sabut kelapa yang
dibutuhkan oleh konsumen yaitu sekitar 5% disamping itu apabila kadar air
yang digunakan terlalu sedikit maka akan mengurangi bobot dari serat kelapa
yang dihasilkan. Selain itu, proses penjemuran dilakukan dengan
memperhatikan cuaca, apabila cuaca mendung maka serat yang dijemur masih
mengandung sedikit air sehingga dilakukan proses pengeringan dengan cara
diangin-anginkan untuk mengurangi kandungan air pada serat kelapa tersebut,
sedangkan apabila kondisi cuaca sedang hujan maka akan dilakukan penutupan
dengan terpal terhadap serat-serat kelapa yang sedang dijemur. Dari hasil
penjemuran masih terdapat serbuk kelapa sisa dari proses penjemuran serat
kelapa. Coco peat tersebut dapat dijual dengan dikemas dalam karung-karung
dengan harga Rp 5.000,00/karung sebab kodisinya yang sudah terlalu kering
sehingga harganya lebih murah dibandingkan coco peat yang dihasilkan dari
proses penyaringan sabut kelapa di awal proses tadi.
Tahapan terakhir dalam pengolahan serat kelapa ini yaitu pengepresan dan
pengepakan. Pengepresan ini dilakukan dengan pengepres hidrolik untuk
memudahkan pengiriman ke konsumen khususnya ekspor keluar negeri.
Pengepresan yang dilakukan pada CV. Sumber Sari yaitu dengan melakukan
pengayakan terlebih dahulu, kemudian dipress dengan kadar air maksimal 17%.
Apabila kadar air dari serat kelapa melebihi batas maka akan dilakukan
pemisahan dan diangin-anginkan terlebih dahulu. Setelah proses pengepresan,
dilakukan proses pengepakan dengan melakukan labeling untuk memisahkan
tujuan ekspor dari coco fiber tersebut. Label berwarna kuning dengan jumlah
hanya satu menandai bahwa coco fiber akan diekspor ke Kindau, label
berwarna kuning dengan jumlah dua menandai bahwa coco fiber akan diekspor
ke Shanghai, China sedangkan coco fiber dengan label biru merupakan label
untuk coco fiber yang diekspor ke Jepang. Menurut Literatur (Antonal, 1996)
proses pengepresan dan pengepakan merupakan proses terakhir dalam
pembuatan coco fiber. Ukuran kemasan umumnya yaitu 90x110x45 cm dan
memiliki bobot sekitar 100 kg. Sedangkan pada CV. Sumber Sari ini bobot
serat kelapa yang dihasilkan berkisar antara 85-90 kg per bal yang diekspor
dengan harga 55-70 juta bergantung pada nilai kurs dolar saat itu.
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari kunjungan lapang kali ini yaitu CV Sumber Sari
merupakan perusahaan swasta yang berlokasi di kecamatan ledokombo,
kabupaten Jember dan bergerak dibidang pengolahan sabut kelapa menjadi
serat kelapa (Cocofiber) dan serbuk kelapa (cocopeat) . Proses pengolahan
yang dilakukan pada perusahaan tersebut antara lain yaitu persiapan bahan
baku, pemisahan, sortasi, pengeringan dan pengepresan sabut kelapa hingga
menjadi produk serat kelapa (coco fiber) yang telah diekspor ke luar negeri
salah satunya yaitu China.

3.2 Saran
Adapun saran untuk kunjungan lapang ke depannya yaitu agar
keberangkatan peserta dilakukan secara bertahap, sebab tempat industri yang
kecil tidak mencukupi untuk seluruh peserta masuk dan mengikuti seluruh
proses pengolahan secara keseluruhan akibatnya banyak peserta yang kurang
memperhatikan kegiatan kunjungan lapang yang sedang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Angkriawan, C. 2007. Indonesia Masih Abaikan Potensi Kelapa. Koran


Harian, Suara Pembaruan Daily. Edisi Rabu, 28 Maret 2007.

Darmanto, Seno, Yusuf U, Agus S. 2010.Pengembangan Teknologi


Pengolahan Serabut Kelapa Sebagai Serat Komposit Yang Mampu
Tarik (Beban > 250 Gram) Dan Murah (Biaya < Rp. 500/Kg).
Ringkasan Eksekutif Hasil penelitian tahun 2010.

Destyorini, Fredina , dkk . (2010) . “Pengaruh Suhu Karbonisasi Terhadap


Struktur dan Konduktivitas Listrik Arang Serabut Kelapa .” Jurnal
Fisika . Vol 10 No. 2, 122-132.

Djiwo, Soeparno dan Setyawan, Eko Yohanes. 2016. Mesin Teknologi Tepat
Guna Sabut Kelapa di UKM Sumber Rejeki Kabupaten Kediri.
Prosiding Seminar Nasional dan Gelar Produk. UMM.17-18 Oktober
hal 576-582, 2016.

Haryanto, T. dan D. Suheryanto. 2004. Pemisahan sabut kelapa menjadi serat


kelapa dengan alat pengolahan (defibring mechine) untuk usaha kecil.
Prosiding seminar nasional rekayasa kimia dan proses. ISSN: 1411-
4216, hal. 1-9.

Parish FA, Sirin D, Charman H, Joosten T, Minayeva M, Silvius, L


Stringer(Eds.). 2007. Assessment on Peatlands, Biodiversity and
Climate Change: Main Report. Global Environment Centre, Kuala
Lumpur and Wetlands International, Wageningen. Kuala Lumpur:
Forestry Department PeninsularMalaysia.

Rindengan, et al. 1995. Karakterisasi Daging Buah Kelapa Hibrida untuk


Bahan Baku Industri Makanan. Laporan Hasil Penelitian. Kerjasama
Proyek Pembinaan Kelembagaan Penelitian Pertanian Nasional, Badan
Litbang.

Suryana, A., Prastowo, B., Mahmud, Z., Wahyudi, S., Hardono, GS.,
Novarianto, H., Luntungan, HT. Dan Efendi, DS. 2007. Prospek dan
Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa. Edisi Kedua. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

Anda mungkin juga menyukai